Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perencanaan atau disebut dengan istilah planning adalah satu dari fungsi management yang
sangat penting. Bahkan kegiatan perencanaan ini selalu melekat pada kegiatan hidup kita sehari-
hari, baik disadari maupun tidak. Sebuah rencana akan sangat mempengaruhi sukses dan tidaknya
suatu pekerjaan. Karena itu pekerjaan yang baik adalah yang direncanakan dan sebaiknya kita
melakukan pekerjaan sesuai dengan yang telah direncanakan. Karena lingkungan dan lingkungan
kelembagaan selalu berubah seiring dengan perkembangan zaman, maka diperlukan komunikasi
dalam hal sistem perencanaan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan, penyusunan
perencanaan, pengawasan, evaluasi, serta perumusan kebijakan yang sangat memerlukan
komunikasi sebagai bahan pendukung pada perencanaan pendidikan. Dalam hal ini diperlukan suatu
paradigma dan sistem pendekatan.
Dalam perencanaan memerlukan beberapa konsep mengenai perubahan lingkungan, ciri-ciri
sistem yang akan dipakai dalam perencanaan dan beberapa teori perencanaan. Ada beberapa
paradigma dan pendekatan yaitu paradigma theosentrisme, paradigma utopianisme, paradigma
positivisme, paradigma rasonalisme, paradigma pragmatisme, paradigma fenomenologi, serta
pendekatan process planning, blue print planning, rational-comprehensive planning, normative
planning, fungtional planning, dan advocacy planning.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan Masalah memiliki peran penting di dalam sebuah karya ilmiah, dalam paper ini akan
membahas paradigma pragmatisme dan normative serta pendekatan advocacy planning. Adapun
permasalahan yang akan dikemukakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

2.1 Bagaiman definisi paradigma pragmatisme dan normative serta pendekatan advocacy planning?
2.2 Bagaimana hubungan paradigma dan pendekatan advocacy planning?
2.3 Bagaimana contoh kasus hubungan paradigma dan pendekatan advocacy planning?

1.3 Tujuan
Dalam paper ini diharapkan dapat mencapai tujuan sebagai berikut:

3.1 Untuk mengetahui definisi paradigma pragmatisme dan normative serta pendekatan advocacy
planning .
3.2 Untuk mendeskribsikan hubungan paradigma dan pendekatan advocacy planning.
3.3 Untuk mendeskribsikan contoh kasus hubungan paradigma dan pendekatan advocacy planning.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Paradigma Pragmatisme dan Normative serta Advocacy Planning


Paradigma Pragmatisme menekankan pada incrementalisme yang didasarkan pada market
decision-making. Pembangunan diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar tanpa intervensi
jauh dari pemerintah. Paradigma pragmatisme muncul karena adanya kejenuhan - kejenuhan
terhadap teori planning yang telah mapan, paradigma pragmatisme sering disebut sebagai
pendekatan anti teori atau anti planning. Yang penting pada paradigma pragmatisme adalah
melakukan aksi atau kegiatan nyata (getting things done).

Pendekatan Normative Planning mengacu pada penciptaan standart, kebijakan serta peraturan
yang telah ditetapkan. Dengan prinsip otonomi (kekuasaan)/kontrol terhadap pelaksanaan besar,
tujuan dan sasaran menjadi bagian yang amat penting pada pendekatan normative. Pada umumnya
normative planning digunakan oleh para birokrat. Kelemahan normative planning Cenderung
menjadi instrumen dan instansi atau lembaga yang lebih tinggi (sistem hierarki) Keputusan-
keputusan besar tetap berada ditangan instansi atas.

Advocacy Planning muncul pertama kali di Amerika. Advocacy Planning menekankan hal-hal
yang bersifat umum, perbedaan individu dan daerah diabaikan. Dasar perencanaan tidak bertitik
tolak dari pengamatan secara empiris, tetapi atas dasar argumentasi yang rasional, logis dan bernilai
(advocacy= mempertahankan dengan argumentasi atau anjuran). Advocacy Planning (Perencanaan
Advokasi) berisikan program pembelaan terhadap masyarakat yang termarjinalkan dalam proses
pembangunan kota dalam hal ini adalah masyarakat miskin kota. Pada perencanaan advokasi akan
memberikan perhatian khusus terhadap melalui program khusus guna meningkatkan taraf hidup
masyarakat miskin. Perencanaan advokasi meragukan bahwa ada satu saja “kepentingan umum”
bersama. Paul Davidoff mengkiritik bahwa perencanaan yang mengaku mampu merumuskan satu
versi kepentingan umum berarti memonopoli kekuatan atau kewenangan perencanaan dan tidak
mendorong adanya partisipasi. Kebaikan teori ini adalah untuk kepentingan umum secara nasional.
Karena ia meningkatkan kerja sama secara nasional, toleransi, kemanusiaan, perlindungan terhadap
minoritas, menekankan hak sama, dan meningkatkan kesejahteraan umum. Perencanaan yang
memakai teori ini tepat dilaksanakan oleh pemerintah atau badan pusat. Dalam perekembangan
teori pendekatan perencanaan yang ada, ternyata masih terdapat perdebatan yang diwarnai oleh
dua dikotomi pendekatan yang ideal, yaitu pendekatan perencanaan yang rasional dengan
pendekatan yang berbasis partisipatif. Dalam menghadapi permasalahan pembangunan yang
semakin kompleks, pencapaian pengetahuan yang sempurna dimanapun hampir tidak pernah
dicapai. Akibatnya terjadi kegagalan dalam mengidentifikasi masalah yang ada. Kegagalan dalam
mengidentifikasi masalah tersebut disebabkan cara berfikir yang top down, dimana para perencana
dan para pengambil keputusan melakukan interpretasi secara satu arah, tidak melalui proses
dialogis yang interaktif bersama seluruh stakeholder. Oleh karenanya perencanaan yang partisipatif
semakin banyak dikembangkan. Isi rencana berupa kritik dan pengajuan alternatif atas rencana
yang telah dibuat oleh pemerintah. Perencanaan advocacy cenderung menggunakan pendekatan
hukum dan obyek yang mereka ambil dalam perencanaan adalah golongan yang lemah.
Perencanaan ini bersifat sosialis dengan lebih mengedepankan konsep kesamaan dan hal keadilan
sosial.
2.2 Hubungan Paradigma dan Pendekatan Advocacy Planning

2.3 Contoh kasus


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diantara pengertian perencanaan adalah suatu proses menetapkan tujuan, mengembangkan
strategi, dan menguraikan tugas dan jadwal untuk mencapai tujuan. Teori Advocacy menekankan
hal-hal yang bersifat umum, perbedaan individu dan daerah diabaikan. Dasar perencanaan tidak
bertitik tolak dari pengamatan secara empiris, tetapi atas dasar argumentasi yang rasional, logis dan
bernilai. Kebaikan teori ini adalah meningkatkan kerja sama secara nasional, toleransi, kemanusiaan,
perlindungan terhadap minoritas, menekankan hak sama, dan meningkatkan kesejahteraan umum.

3.2 Referensi

Campbell, Scott and Fainstein, Susan. S, ed., (1996), Readings in Planning Theory, Blackwell
Publisher.
Friedman, John., (1987), Planning in The Public Domain, From Knowledge to Action, Princeton
University Press.

Harjanto, Perencanaan Pengajaran, 2008, Jakarta : Rineka Cipta.

Harvey, D., (1996), On Planning The Ideologi of Planning. In S. Campbell & S.S. Fainstein (eds.)
Malden,Massachus etts USA: Blackwell 169-175.

Sagala,syaiful, 2007, Managemen Strategik dalam meningkatkan mutu pendidikan, Bandung:


Alpabeta.

Sujarto, Djoko., (2003), Perencanaan Tata Ruang., Bandung : ITB.

Saraswati,2007, Kearifan Budaya Lokal Dalam Perspektif Teori Perencanaan. PWK UNISBA

Pidarta, Made, 2005, Perencanaan Pendidikan Partisipatori Dengan Pendekatan Sistem. Cet. 3 ;
Jakarta : Rineka Cipta.

Usman, Husaini, 2006, Teori Praktik dan Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.

http://renggani.blogspot.com/2008/03/makalah-perencanaan-pendidikan.html

http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2077094-pengertian-dan-sejarah-
perencanaan-pendidikan/

http://desiwidiasari.wordpress.com/2011/05/05/teori-perencanaan-pendidikan/

http://attawijasa20.wordpress.com/2011/05/06/jenis-jenis-perencanaan-pendidikan/

http://simpangmahar.blogspot.com/2010/05/konsep-perencanaan-pendidikan.html

Anda mungkin juga menyukai