Anda di halaman 1dari 21

Created By

Firsta Rekayasa Hernovianty, ST., MT


William Allonso banyak menggunakan dasar → Teori Von
Thunen.
Konsep yang digunakan → location rent.
Asumsi :
 One Center/One CBD → Kota memiliki 1 pusat
 Flat Features Less Plain → Kota terletak pada daerah yang
datar (homogenous physical environment)
 Transportation Cost Are Linearly Related To Distance →
Ongkos transport sebanding dengan jarak yang ditempuh ke
segala arah, biaya semakin tinggi bila jarak semakin jauh
 Highest Bidder → Lahan akan dijual kepada penawar tertinggi
(catatan : tidak ada monopoli, tidak ada campur tangan
pemerintah)
 William Alonso → teori bid-rent analysis (sewa tanah) → dimana
penyebaran keruangan kegiatan industri berlokasi diantara
perumahan dan retail.
 Semakin dekat dengan pusat kota (pusat perdagangan) maka harga
(sewa) tanah semakin tinggi, begitu juga sebaliknya.
 Sewa yang ditawarkan orang untuk membayar tanah per meter
perseginya, menurun mengikuti jaraknya dari pusat kota
(komersial/perdagangan)
o William Allonso mengembangkan teorinya pada 3 jenis pola
penggunaan lahan, yaitu retailing, industrial, dan residental
dengan membuat bid rent curve.
o Kurva yang terjal menunjukkan biaya sewa lahan yang semakin
mahal
Ada 5 hal penting antara Bid-Rent Curve,
Land Use and Land Value :

Retailing 1.Bid-rent curve dibuat untuk semua jenis


penggunaan lahan
2.Keseimbangan sewa untuk setiap lokasi
Location rent

ditentukan oleh penawar tertinggi


3.Penggunaan lahan ditentukan oleh
Industrial penawar tertinggi, maka steeper bid rent
curves akan menguasai lokasi-lokasi sentral
4.Melalui persaingan yang ketat dalam
Residental penawaran terhadap lokasi oleh pengguna-
pengguna lahan, maka penggunaan lahan
akan menentukan nilai lahan.
Distance from the city center 5.Nilai lahan juga menentukan penggunaan
lahan, karena dipengaruhi faktor
Hubungan antara land value dengan jarak dari pusat kota
kemampuan untuk membayar lahan
Garis putus-putus menunjukan harga tertinggi yang
diberikan untuk setiap jengkal lahan
 Setiap pengguna lahan menggunakan prinsip → Profits Maximization.
Menurut Losch, lokasi industri yang optimal berdasarkan permintaan
(demand)
 Richard M Hurds → nilai lahan sangat tergantung pada kemauan dan
kemampuan untuk membayar.
 Semakin jauh lokasinya dari pusat kota, semakin menurun permintaan
akan tanah.
 Tanah dipinggiran luar kota, persaingannya berkurang dan harga yang
ditawarkan untuk tanah perumahan lebih tinggi dibandingkan tanah
untuk pendirian toko.
 Kelemahan teori Alonso :
1. Kota tidak hanya memiliki satu pusat saja. Hal ini dikarenakan aktivitas
kota sangatlah kompleks, dan tidak mungkin semuanya berada di pusat
kota, misalnya aktivitas industri.
2. Kota pasti ada pihak atau badan yang memiliki hak monopoli atas sewa
tanah sehingga asumsi keempat Alonso tidak berlaku untuk keadaan
seperti ini.
 Bid Rent Theories : Von thunen → analisa lokasi kegiatan
pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan
ekonomi). Wiliam Alonso → landasan teori tata guna lahan
(land use) di perkotaan. Lokasi kegiatan ekonomi
ditentukan oleh nilai bid rent tetinggi
 Least Cost Theories : Alfred Weber → pemilihan lokasi
kegiatan ekonomi berdasar pada prinsip minimasi biaya.
Lokasi terbaik (optimal) → tempat dimana biaya produksi
dan ongkos angkut paling kecil dengan tingkat keuntungan
yang maksimal.
 Market Area Theories : Losch → pemilihan lokasi kegiatan
ekonomi pada permintaan/prinsip luas pasar (market area)
terbesar dan tingkat keuntungan maksimum. Luas pasar →
mulai dari pabrik sampai lokasi konsumen.
 Dalam pengembangan teorinya, William Allonso menemukan
bahwa biaya transpor tidak proporsional dengan pertambahan
jarak angkut. Hal ini disebabkan oleh:
Biaya terminal, seperti biaya bongkar muat, biaya pengepakan dan
biaya admininstrasi. Sehingga :
BT = Sm + rm.t
Dimana BT → Biaya Transport, Sm → biaya termonal, rm → biaya
transport rata-rata/km, t → jarak.
 Realistisnya, biaya per mile lebih murah dengan semakin jauhnya
jarak tempuh. Asumsi ini digunakan allonso seperti asumsi
industri yang menyatakan bahwa biaya yang dikeluarkan akan
semakin murah jika membeli dalam partai besar, akan lebih
murah menyewa lahan per bulan dari pada per minggu, atau
biaya pengiriman 1 paket jarak 1000 mile lebih murah dari pada
pengiriman 2 paket dengan @ jarak 500 mile.
A → biaya angkut
proporsional terhadap
jarak
B → biaya angkutan
dengan memperhatikan
biaya terminal
C → biaya angkutan
dengan memperhatikan
biaya terminal dan
penurunan biaya
marginal atas setiap
pertambahan kesatuan
jarak
 Biaya transport yang
dikeluarkan setiap moda
transportasi untuk jarak
tertentu berbeda-beda.
Semakin lengkung/terjal
kurva maka biaya
transport akan semakin
besar
 Truk memiliki terminal
cost yang murah, tapi
biaya per mile nya lebih
mahal dari pada kereta
api, demikian pula halnya
KA dengan kapal
 Biaya terminal dan bentuk kurva
biaya transport berpengaruh
terhadap daya tarik lokasi
industri
 Lokasi industri cenderung dipilih
lokasi ujung (end points), seperti
titik M & C
 Pada gambar untuk kasus rm = rc,
maka lokasi optimal tidak lagi
arbitrasi (dimana saja antara M &
C), karena adanya biaya
terminak, dan bentuk kurva biaya
transpor yang realistis, maka
biaya angkut terkecil di M / di C,
sedangkan titik tengah
menunjukkan biaya tertinggi.
 Dalam pengangkutan dan distribusi barang ada biaya lain
yang harus dikeluarkan, yaitu biaya transit barang.
Dengan harapan hanya 1 kali angkut.
 Lokasi transhitment → lokasi perpindahan barang dari 1
jenis alat transport (moda) ke jenis alat transpor yang
lain. (cth: pelabuhan = kapal laut ↔ moda darat)
 Dalam titik transit ini, William Allonso masih menggunakan
asumsi 1 bahan baku dan 1 pasar dengan contoh kasus
pabrik peti baja.
M = Tempat bahan baku; C = pasar hasil produksi tunggal.
Seandainya M dengan B dipisahkan oleh laut, dimana B =
pelabuhan. Sedangkan dari B ke C dapat ditempuh dengan
angkutan darat. Maka kurva biaya perakitan (Assembly
Cost) = a – b – c – d.
a = biaya terminal di M
b = biaya angkutan laut
dari M ke B
c = biaya terminal di B
d = biaya angkut dengan
kereta api dari B ke C

e = biaya memindahkan
output dari M ke B
f = biaya terminal di B
g = biaya memindahkan
output dari B ke C
h = biaya terminal di C
M – B diangkut dengan Kapal dengan biaya b ;
e
B – C diangkut dengan KA dengan biaya d ;
g
Assembly cost → a + b + c + d
 Kurva paling atas = biaya transportasi total & penjumlahan dari
2 kurva lainnya. Karena ada biaya terminal dan biaya
transhipment maka ada 3 titik minimum:
1. Kalau pabrik peti berlokasi di M maka biaya transport total = e +
f+g+h
2. Kalau pabrik peti berlokasi di B maka biaya transport total = a +
b+g+h
3. Kalau pabrik peti berlokasi di C maka biaya transport total = a +
b+c+d
 Ketiga titik dengan biaya transport minimum tersebut memiliki
biaya transportasi total yang sama, dimana lokasi terbaik
tergantuk dari nilai masing-masing komponen biayanya, yang
mungkin berbeda-beda untuk kasus yang berbeda.
 Biaya di pelabuhan (transhipment location) tergantung pada
perkembangan teknologi kepelabuhan dan perkembangan
teknologi transportasi.
 Dalam penanganan kasus ini, pemecahannya tidak
lagi menggunakan gambar 2 dimensi, tapi 3 dimensi.
 Kasusnya berawal dari keberadaan 2 raw material (N1
dan N2) yang akan dipasarkan di 1 tempat/ kota (C ).
 Jika jarak antara raw materials sama, maka tidak
akan jadi masalah dalam biaya transportasi. Tapi jika
jarak N1 ke C tidak sama antara N2 ke C maka baru
terjadi masalah biaya transportasi dan masalah
persaingan bisnis.
 Berangkat dari permasalahan ini, william allonso
mencoba memecahkan kasus tsb dengan
mendefinisikan permasalahannya dalam bentuk
gambar berikut
 Pertama-tama yang perlu diperhatikan → menstandarisasi ukuran
jumlah (Quantitas) bahan baku untuk setiap unit hasil produksi (peti
baja).
 Misalkan untuk membuat 1 peti baja diperlukan 2 ton N1 & 1 ton N2.
Biaya terminal = $ 1 per ton bahan baku (baik untuk N1/N2).
Diket: biaya angkut bahan baku N1 = $ 0,67 per ton per 100 km. Sedangkan
biaya angkut N2 = $ 1 per ton per 100 km. Jadi biaya angkut untuk
bahan baku N1 & N2 per unit peti baja = $ 1,34 + $ 1 = $ 2,34 per unit
output per 100 km. Biaya terminal bahan baku per unit hasil produksi =
$ 3. Biaya angkut output $ 1 per ton per 100 km, atau $ 3 per unit per
100 km.
 Bahan baku N1 didatangkan dari lokasi M1 dan bahan baku N2
dari M2. Selanjutnya digambarkan disekeliling M1 biaya transpor
bahan baku (2 ton) untuk setiap unit produk (peti baja)
diperlihatkan dengan garis perjalanan (trips). Kurva ini disebut
isotim.
 Isotim → garis (kurva) yang menghubungkan titk-titik sekeliling
N1 yang memiliki biaya transpor yang sama.
Sekitar M2 juga digambarkan kurva isotimsnya (dengan kurva
yang terputus-putus). Lingkaran garis putus-putus dengan titik
pusat di C memperlihatkan isotim hasil produksi. Semuanya
dengan harga (nilai) seperti yang tertera pada tabel.
 Biaya transpor total pada setiap titik adalah jumlah isotims,
misalnya pada titik X: biaya untuk mengangkut 2 ton N1 adalah
$ 10,1 ton N2 $ 4 dan 1 unit hasil produksi ke kota C $ 8. Total
biaya transpor di lokasi X dapat dihitung yaitu $ 10 + $ 4 + $ 8 =
$ 22. Bila dipetakan, maka kita akan memperoleh titik-titik atau
lokasi-lokasi dengan total biaya transpor yang sama.
Garis-garis yang menghubungkan titik-titik (lokasi) dengan total
biaya transportasi yang sama → Isodapanes
 Lokasi pabrik terbaik = lokasi yang memiliki total biaya transpor
minimum (Minimum Isodapan) = Titik A terletak di dalam
isodapan $ 20.
 Biasanya titik total biaya transpor minimum ini tidak terletak di
salah satu lokasi bahan baku ataupun di lokasi pasar hasil produksi,
tetapi berada di antaranya (Intermediate Point).
 Lokasi intermediate A = titik minimum relatif dibandingkan dengan
total biaya transpor di titik-titik lainnya.
Jika di M1, BT = $ 10 (dari M2) + $ 9 (dari C) = $ 19
Jika di M2, BT = $ 14 (dari M1) + $ 10 (dari C) = $ 24
Jika di C, BT = $ 10 (dari M1) + $ 8 (dari M2) = $ 18

Anda mungkin juga menyukai