Anda di halaman 1dari 16

EKONOMI WILAYAH &

KOTA
(Urban and Regional Economics)

TEORI LOKASI DAN ANALISIS EKONOMI


SPASIAL
Peranan RUANG dalam ANALISIS EKONOMI WILAYAH & KOTA
6 (Enam) Faktor ekonomi dan sosial utama yang
memengaruhi pemilihan lokasi suatu kegiatan ekonomi dan
sosial .
1). Ongkos Angkut, Apa yang akan diproduksi yang merupakan salah
satu bagian penting dalam ilmu ekonomi, yang terdiri dari 2 (dua)
unsur yaitu :
1) Ongkos angkut bahan baku menuju lokasi pabrik, dan
2) Ongkos angkut hasil produksi dari lokasi pabrik menuju lokasi
pasar
2). Perbedaan Upah Antar Wilayah, Perbedaan upah ini akan meme-
ngaruhi pemilihan lokasi kegiatan ekonomi, karena tujuan utama
investor dan pengusaha adalah untuk mencari keuntungan secara
maksimal.
3). Keuntungan Aglomerasi, muncul bila kegiatan ekonoomi yang
saling terkait satu sama lainnya terkonsentrasi pada suatu tempat
tertentu. Keterkaitan ini dapat terjadi dengan bahan baku
(Backward Linkages) dan kaitan dengan pasa (Forward Linkage).
Bila keuntungan tersebut cukup besar, maka pengusaha akan
cenderung memilih lokasi kegiatan ekonomi secara terkonsentrasi
dengan kegiatan lainnya yang saling terkait..
4). Konsentrasi Permintaan (Spacial Concentration of Demand),
dalam kenyataannya merupakan hal yang umum terjadi. Untuk
barang konsumsi, keadaan ini terutama terjadi karena konsentrasi
penduduk pada wilayah-wilayah tertentu. Sedangkan untuk barang-
barang setengah jadi (intermediate goods), konsentrasi permintaan
antar wilayah ini terjadi karena adanya konsentarsi industri yang
menggunakan barang setengah jadi tersebut.
5). Kompetisi Antar Wilayah (Spatial Competition), adalah per-
saingan antar sesama perusahaan yang menjual dan memproduksi
barang yang sama dalam wilayah tertentu atau antar wilayah. Bila
persaingan ini sangat tajam, seperti pada pasar persaingan
sempurna (Perfect Competition), maka pemilihan lokasi
perusahaan akan cenderung terkonsentrasi dengan perusahaan lain
yang menjual produk sejenis.

6). Harga dan Sewa Tanah, tinggi rendahnya harga dan sewa tanah,
baik yang ditawarkan oleh pemilik tanah (land-rent) maupun sewa
tanah yang mampu dibayar oleh pengusaha yang akan
menggunakan tanah tersebut (bid-rent). Dalam rangka
memaksimalkan keuntungan, kecenderungan pengusaha akan
memilih lokasi dimana land-rent lebih rendah dari bid-rent.
Pengelompokkan Teori Lokasi

1). Bid-Rent Theories, yaitu pengelompokkan teori lokasi yang


mendasarkan pada analisis pemilihan lokasi kegiatan ekonomi pada
kemampuan membayar sewa tanah (bid-rent) yang berbeda dengan
harga pasar sewa tanah (land-rent). Berdasarkan hal ini, lokasi
kegiatan ekonomi ditentukan oleh nilai bid-rent yang tertinggi
yang dapat dibayarkan oleh pengguna tanah. Kelompok teori ini
dipelopori oleh Van Thunen (1854)
2). Leas Cost Theories, yang mendasarkan analisisnya pada pemilihan
lokasi kegiatan industri yang didasarkan pada prinsip biaya
minimum (least-cost). Dalam hal ini lokasi yang terbaik (optimal)
adalah pada tempat dimana biaya produksi dan ongkos angkut yang
harus dibayar lebih kecil. Bila hal ini dapat dicapai, maka tingkat
keuntungan yang diperoleh perusahaan akan menjadi maksimum
Kelompok teori ini dipelopori oleh Alfred Weber (1929).
3). Market Area Theories, yaitu kelompok Teori Lokasi yang men-
dasarkan analisis pemillihan lokasi kegiatan ekonominya pada
prinsip luas pasar (market area) terbesar yang dapat dikuasai
perusahaan, mulai dari pabrik sampai konsumen. Kelompok teori
lokasi ini dielopori oleh August Losch (1954).
Teori Lokasi Von Thunen Von Thunen (1851)

CBD

Struktur Ruang Monosentrik

Besar kecilnya bid-rent akan ditentukan oleh hasil produksi yang


diperoleh setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang harus
dikeluarkan baik untuk kegiatan produksi maupun ongkos angkut
untuk membawa hasil produksi ke pasar.
Kasus Satu Jenis Tanaman
π = pQ – aQ – QT(k) – R(k), atau
π = Q (p-a) – QT(k) – R(k) ……………………………………………………………………….….. (2.1)
Dimana,
Π = keuntungan
Q = jumlah produksi komoditas pertanian yang dapat dihasilkan per unit lahan,
p , a = masing-masing adalah harga pokok dan biaya produksi rata-rata per unit,
T(k) = ongkos angkut,
R(k)= sewa tanah (land-rent), yang dipengaruhi oleh jauh dekatnya jarak (k) ke pasar.

Q (p – a) – Q T(k) – R(k) = 0
Sehingga :

R * (k) = Q (p – a) Q – T(k) ……………………………………………………………………….….. (2.2)


Dimana,
R * = adalah bid-rent yang menunjukkan kemampuan pengelola lahan untuk
membayar sewa tanah dari hasil pemanfaatan tanah bersangkutan. Karena itu
persamaan (2.2) dinamakan sebagai persamaan bid-rent yang merupakan
unsur penting dalam analisis Teori Lokasi Von Thunen,
(R*(k))
KASUS SATU JENIS TANAMAN
Kurva Bid-Rent (R*(k))

Kurva Sewa Tanah


R(k)

CBD K* B K

Penentuan Lokasi Kegiatan Pertanian dan Kelayakan


Penggunaan Lahan

R*(k) > R (k) ; berarti daerah tersebut layak dipergunakan, dan jika
R*(k) < R (k) ; berarti daerah tersebut tidak layak dipergunakan
R*(k)
A KASUS DUA JENIS TANAMAN

Tanaman 1
C

S
R(k)

Tanaman 2

CBD K* B D K

Penentuan Lokasi Kegiatan Pertanian untuk Dua


Jenis Tanaman

Ri * (k) = Q i(pi – ai) – Qi T(k) , I = 1,2…………………………………………….….. (2.3)


R1*(k) > R2*(k) ; berarti daerah tersebut layak ditanami dengan jenis tanaman-1
R1*(k) < R2*(k) ; berarti daerah tersebut layak ditanami dengan jenis tanaman-2
Titik Potong S ; menunjukkan dimana bid-rent dari kedua tanaman tersebut sama
R KASUS BANYAK JENIS TANAMAN

I-1 Tanaman 1 H
C
I-2
S
E F
I-3
I-4 Tanaman 2
I-5

O KRi KRO G K

Keseimbangan Lokasi Kegiatan Pertanian untuk Banyak Tanaman

A = π (kro² - kri ²) ………………………………………………………………………………….….. (2.4)


Teori Lokasi Weber Alfred Weber (1929)

Untuk memudahkan pemahaman tentang Teori Lokasi Weber ini, pembahasan


dimulai dengan kasus yang sederhana dimana ruang hanya bersifat satu dimensi
(linear space). Dalam kasus ini ruang digambarkan sebagai garis lurus yang
menghubungkan dua tempat yaitu sumber bahan baku ( M ) dan pasar ( C ).
Berdasarkan ruang satu dimensi ini, pemilihan lokasi industri dapat dilakukan
pada kedua titik M dan C atau diantaranya.

M F C
k (k*-k)
Jika perusahaan memilih lokasi di F, maka untuk membawa bahan baku ke
pabrik perlu ditempuh jarak k, sedangkan untuk membawa hasil produksi ke
pasar akan menempuh jarak (k*-k) dimana k* jarak antara M dan C yang sudah
tetap (konstan).

T(k) = k n X + m q (k*-k)

Dimana,
T (k) = ongkos angkut yang besarnya ditentukan oleh unsur jarak, k
n = ongkos angkut bahan baku per ton kilometer,
m = ongkos angkut hasil produksi per ton kilometer,
X = bahan baku yang dipergunakan,
q = output hasil produksi
Seandainya fungsi produksi yang digunakan adalah dalam bentuk Leontief
Technology ( Fixed Technincal Coeffecient ), maka konstanta (a) adalah
koefesien input yang bersifat tetap yang berarti bahwa X = a q.
Dengan mempertimbangkan persamaan diatas, maka persamaan diatas dapat
diubah menjadi :

T(k) = q [ (k a n ) + m (k*-k) ]

Selanjutnya, dengan menarik turunan matematika pertama (first order


condition) dari persamaan tersebut terhadap variabel jarak k dan
menyamakannya dengan nol, maka diperoleh kondisi optimal pemilihan lokasi
sebagai berikut :

q a n = m q,
atau, an=m
W=an/m
jika :
W > 1, maka industri bersangkutan dikatakan mempunyai sifat “weight Loosing
Industry” yaitu input untuk setiap kesatuan output lebih berat dari hasil
produksi.
W < 1, maka industri tersebut dikatakan mempunyai sifat “Weightgaining Industry”
yaitu input untuk setiap kesatuan produksi lebih ringan dari output.
Ongkos
angkut Ongkos Kasus a n > m (Weight-loosing
angkut total
Industry), Lokasi optimal di M

Ongkos
angkut output

Ongkos
angkut input
Jarak
M C

Ongkos
angkut
Ongkos
angkut total

Ongkos
angkut ioutput
Ongkos
angkut input
Kasus a n < m (Weight-loosing
Industry), Lokasi optimal di C Jarak
M C
KASUS RUANG DUA DIMENSI
Dalam hal lokasi bahan baku ada di 2 (dua) tempat, sedangkan pasar tetap ada
dalam satu lokasi. Jika jarak ke lokasi bahan baku 1 adalah (M1) dan ke lokasi 2
adalah (M2), kedua bahan baku ini diasumsikan bersifat “localized materials”
artinya hanya terdapat pada tempat tertentu, sehingga memerlukan ongkos
angkut, untuk sampai ke lokasi pabrik di C. Berdasarkan kondisi tersebut, ruang
(space) sekarang menjadi bersifat 2 dimensi dengan 3 sudut yang berbentuk
segitiga (Weberian Localional Triangle)
C

k3
M1 k1 K

k2

M2

T(k) = q [ (k1 a1 n1 ) + (k2 a2 n2) + M k3) ]


Dimana k1, k2 dan k3 adalah jarak dari sumber bahan baku dan pasar,
sedangkan a1 dan a2 masing-masingnya adalah koefesien input X1 dan X2.
Dengan menarik turunan pertama persamaan terhadap unsur jarak k1, k2 dan k3
maka akan diperoleh persamaan :

a1 n1 q = 0, a2 n2 q=0, dan m q=0

Berdasarkan kondisi optimal (hasil turunan pertama) tersebut akan terdapat


empat kemungkinan pemilihan lokasi optimal, yaitu :

1) Bila : a1 n1 > a2 n2 + m, yaitu input X1 dominan, maka lokasi optimal di M1


2) Bila ; a2 n2 > a1 n1 + m, yaitu input X1 dominan, maka lokasi optimal di M2,
3) Bila : m > a1 n1 + a2 n2, yaitu output q dominan, maka lokasi optimal di C
4) Bila : m = a1 n1 + a2 n2, yaitu tidak ada input atau output yang dominan, maka
lokasi optimal berada di K yang merupakan titik jarak terdekat dari semua
penjuru M1, M2 dan M3
Teori Lokasi Market Area August Losch (1944)

Mempelopori Teori Lokasi Market Area yang mendasarkan pada analisis


pemilihan lokasi optimal luas pasar yang dapat dikuasai (Market Area) dan
kompetisi antar tempat (Spatial Competition). Berdasarkan pada pandangan ini,
sebuah perusahaan akan memilih suatu tempat sebagai lokasi yang optimal
berdasarkan pada kekuatan persaingan antar tempat dan luas pasar yang dapat
dikuasainya. Dengan demikian, akan terlihat bahwa permintaan dan penawaran
antar tempat merupakan unsur penting dalam menentukan lokasi optimal dari
suatu kegiatan perusahaan..

Qd = Po + ti di ti,di > 0

n
Qd = ∑ (Po + ti di)
i=1

Dimana,
Q = jumlah produksi
Po = Harga pabrik
Ti = ongkos angkut hasil produksi per ton kilometer,
di = jarak,

Anda mungkin juga menyukai