Anda di halaman 1dari 27

Ikatan Mahasiswa Perencanaan Indonesia

(IMPI)

Ir. Juniar Ilham Prd. MT. IAP

9 Nopember 2020
KESENJANGAN ANTAR WILAYAH
Kontribusi PDB Indonesia Menurut Wilayah

8,93% PDB Indonesia


Rp 10.542 trilyun
Potensi SDA Melimpah
4,61%

3, 8 8, 3
23,88%
2,33%
2,3
Potensi SDA Melimpah
Karakteristik Berbeda
7, 6
57,86% 2,55%
SISTIM PERENCANAAN DI INDONESIA
( UU 26 TAHUN 2007 )

RENCANA RENCANA RTR RTR METRO/


UMUM RINCI PERKOTAAN MEGA
( Pasal 14, ( Pasal 14, ( Pasal 42 ) ( Pasal 44 )
ayat 2 ) ayat 3 )

NASIONAL RTRWN RTR PUL/KEP ?


RTR KW
STRATEGIS
2 WIL KA/KO
PROPINSI RTRWP RTR KW PD 1 ATAU ?
STRA. PROP LEBIH WIL.
PROP

RDTR KA / RRTR KA/KO


KA / KO RTRW KO RDTR ?
KA / KO RTR KW KA/KO
STRAG
URGENSI PERENCANAAN KEWAJIBAN PEMERINTAH

Rencana tata ruang adalah


Kewajiban Pemerintah
perangkat intervensi. • Mewujudkan
menjamin keadilan, mengurangi
berlangsungnya konflik
pembangunan
dan dampak negatif pemanfaatan ruang, kota yang
Kapan Intervensi di butuhkan? efisien, efektif serta sesuai fungsi kota dan konsisten
dengan rencana tata ruang.
1. Ketika pasar tidak sempurna.
2. Bilamana pasar tidak sempurna? • Menjalankan fungsi pengendalian
a) Ada monopoli, oligopoly pemanfaatan ruang, di samping
melaksanakan pembangunan.
b) Ketika informasi dikuasai atau hanya
diakses oleh sekelompok. • Menyelenggarakan peran masyarakat pengendalian
c) Sumberdaya dan manfaat dikuasai pemanfaatan
dalam ruang. pemanfaatan, dan
perencanaan,
oleh sekelompok orang

▪ Kewenangan pemerintah dalam menegakkan aturan


Pertanyaan reflektif: (Police power of government)
RUU Cipta Kerja selaras dengan filosofi ▪ Hak privat vs hak publik (Private domain vs. public right:
public control over private property)
perencanaan atau justru mengarah ▪ Manfaat individu vs sosial (Individual benefit vs. social cost)
pada terciptanya ‘pasar tidak ▪ Alasan ekonomi (efficiency, bankruptcy)
▪ Alasan Moral ( mis pengendalian kegiatan wisata yang
sempurna’? tidak sejalan dengan norma)
Catatan: ada ‘anggapan’ RUU ini lebih pro investasi
ASAZ DAN TUJUAN PENATAAN RUANG
Asas (Pasal 2 UU No. 26 Tahun 2007):
a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
Pertimbangan dalam Pemanfaatan d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
Ruang e. keterbukaan;
f. kebersamaan dan kemitraan;
➢ Tujuan umum (public purpose): g. pelindungan kepentingan umum;
▪ Keamanan, ketertiban, keefektifan, h. kepastian hukum dan keadilan; dan
i. akuntabilitas.
efisiensi, pertahanan, pemerataan,
keadilan, kesehatan, lingkungan dan TUJUAN (Pasal 3 UU No. 26 Tahun 2007):
energi, moral, pelestarian, dll Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
➢ Kepentingan umum (public interest) mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan
▪ Kenyamanan, angkutan massal/umum, berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
prasarana, perumahan, kebangkrutan, Nasional dengan:
➢ Kesejahteraan umum (general welfare) a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam
dan lingkungan buatan;
▪ Kepastian usaha, keberlanjutan usaha b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan
sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan
memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan
pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan
akibat pemanfaatan ruang. 6
POAC Strategi
PLANNING, Pemerintah tetapkan prioritas lokasi usaha diseluruh
Indonesia… ATR plus LHK TAN ESDM KKP dan GUB BUP WALI… siapkan PraFS dan Pra design.

ORGANIZING, Pemerintah lakukan:


1. Seleksi dan rekrut PT PENGELOLA PROF dg modal “bridging”.
2. Organize masy setempat dan pekerja dlm koperasi.
3. Dirikan PT KEMITRAAN Jont Venture dg shareholders pem dan pemda, PT, PENGELOLA, kop masy, kop
pekerja, Public Private People Partnership (4P)

ACTUATING, Pemerintah proaktif berikan


PAKET IZIN, failitasi modal, dan infra.

CONTROLING, Gubernur, Bupati Walikota,


Koordinator di lokasi.
Simplifikasi/Harmonisasi
Regulasi dan Perizinan
Kemudahan berusaha di Indonesia masih Penghambat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
di bawah beberapa negara ASEAN (Ilustrasi Gentong Air)

Kemudahan Berusaha (2020)


Regulasi dan Institusi adalah penghambat paling
mengikat bagi pertumbuhan ekonomi.
• Regulasi tidak mendukung penciptaan dan
pengembangan bisnis, bahkan cenderung
membatasi, khususnya pada regulasi: (i) Tenaga
Kerja; (ii) Investasi, dan (iii) Perdagangan
• Kualitas institusi rendah
o Korupsi tinggi dan birokrasi tidak efisien
o Lemahnya koordinasi antar kebijakan
Sumber: WB Ease of Doing Business Survey 2020 Fiskal: Rendahnya penerimaanperpajakan

Saat ini terdapat 8.451 peraturan pusat Infrastruktur: Belum memadai, utamanya
konektivitas
dan 15.965 peraturan daerah yang
Sumber Daya Manusia adalah kendala
menggambarkan kompleksitas dan Penghambat yang paling mengikat mengikat bagi pertumbuhan ekonomi jangka
obesitas regulasi di Indonesia. Pengambat yang mengikat menengah-panjang
Bukan penghambat mengikat
Sumber: Kemen Kumham per 23 Januari 2020 Penghambat yang paling mengikat
berikutnya
(Jika tidak diatasi, akan menghalangi
Indonesia untuk bersaing di era
digital dan beralih ke manufaktur
bertekonologi tinggi)
ALASAN PENTINGNYA RUU CIPTA KERJA
VERSI PEMERINTAH

1 Simplifikasi dan harmonisasi REGULASI dan PERIZINAN

2 INVESTASI yang berkualitas

Penciptaan LAPANGAN KERJA berkualitas dan


3 kesejahteraan PEKERJA yang berkelanjutan

4 Pemberdayaan UMKM
Undang-Undang dan Pasal
Terdampak

11 Klaster Pembahasan:

1. Penyederhanaan Perizinan
2. Persyaratan Investasi
3. Ketenagakerjaan
4. Kemudahan,
pemberdayaan, dan
Perlindungan UMK-M
dan Perkoperasian
5. Kemudahan Berusaha
6. Dukungan Riset & Inovasi
7. Administrasi Pemerintahan
8. Pengenaan Sanksi
9. Pengadaan Lahan
10.Investasi dan Proyek
Strategis Nasional
11. Kawasan Ekonomi

Sumber: Kemenko Perekonomian (2020)


Potensi Permasalahan

Pasal 8 TUPOKSI dari pusat sudah sesuai bahwa pembatasan kewenangan


pada hal yang sesuai dengan porsinya

PENEGASAN SUPERIORITAS bahwa semua aspek peyelenggaraan


Pasal 9
penataan ruang dilakukan oleh pusat.

Pasal 18 Mengenai perubahan Pasal 37 UU 26/2007: Kewenangan persetujuan


Angka 21 kegiatan pemanfaatan ruang diberikan kepada Pemerintah Pusat
Potensi Permasalahan

Dimungkinkan pelaku usaha dapat langsung melakukan kegiatan


Pasal 15 usahanya, setelah mendapat kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang
Ayat 5
(dimana proses partisipasi publik?)

Pasal 16: pelaku usaha dapat mengajukan permohonan persetujuan


Pasal 16
kesesuaian

• kegiatan pemanfaatan ruang untuk kegiatan usahanya kepada pemerintah pusat apabila
pemerintah daerah belum membuat RDTR.
• Persoalan kapasitas.
• Potensi status quo dan potong kompas,
• Potensi menyerahkan urusan ke pusat
• Dampak pengendalian pemanfaatan ruang
Potensi Permasalahan
Penggantian “Izin Pemanfaatan Ruang”/ ”Perizinan” dengan“Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang” pada Pasal 1 angka 32; Pasal 20; Pasal 23; Pasal 35; Pasal 37; Pasal
60; Pasal 61; dan Pasal 69-71 UUPR 26/2007. Perlu kejelasan batasannya karena tidak
dikenal sebelumnya

Penghapusan rencana taru kawasan perdesaan, kawasan agropolitan, kawasan


strategis provinsi, dan kawasan strategis kabupaten/kota dari sistem penataan ruang
Pada Undang-Undang 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Pasal 1 angka 23, angka
24, angka 29, dan angka 30; Pasal 48, Pasal 54;

Penghapusan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang di daerah Provinsi dan


Kabupaten/Kota, pada Pasal 10 dan 11 Undang Undang No 26 Tahun 2007. Penghapusan
kewenangan daerah provinsi dan Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan penataan ruang
akan berimplikasi negatif terhadap desentralisasi kebijakan tata ruang”
Sistem Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian
Pemanfaatan Ruang
Sistem DISCRETIONARY SYSTEM REGULATORY SYSTEM
Pemanfaatan (pemanfaatan ruang yang proses pengambilan keputusannya (Pemanfaatan ruang didasarkan pada
Ruang
didasarkan pada pertimbangan pejabat/ lembaga perencanaan
yang berwenang untuk menilai proposal pembangunan yang VS kepastian hukum yang berupa
peraturan-perundangan)
diajukan)

Sistem
Pengendalian DEVELOPMENT CONTROL/ ZONING REGULATION/
PERMIT SYSTEM PERATURAN ZONASI
Pemanfaatan
Ruang
➢ Mengatur kegiatan pembangunan yang meliputi pembagian lingkungan kota
pelaksanaan kegiatan pendirian bangunan, rekayasa, dalam zona-zona & menetapkan
pertambangan maupun kegiatan serupa lainnya dan pengendalian pemanfaatan ruang yang
atau mengadakan perubahan penggunaan pada berbeda-beda (Barnett, 1982)
bangunan atau lahan tertentu (Khulball & Yuen, 1991)
➢ Memungkinkan tetap dilaksanakannya
pembangunan sebelum terdapat dokumen rencana

Bentuk PEMBAGIAN ZONA/WILAYAH


Rencana Tata STRUCTURE PLAN → DEVELOPMENT BRIEF TERBAGI HABIS OLEH ZONA/
Ruang POLA RUANG
Rencana Tata Ruang
sebagai Perangkat Koordinasi
➢ Keterbatasan deliniasi wilayah perencanaan
Rencana tata ruang bukan sekedar dan skala perencanaan Keterbatasan
perangkatpemanfaatan
koordinasi:ruang tetapi juga merupakan kapasitas (lembagaan, sumberdaya)
→ Menghindari ekternalitas, konflik, ➢ Tidak bisa diatasi dengan rencana tata
dampak negatif ruang berbasis administrasi, pemanfaatan
→ Menghindari free rider dan pengendalian pemanfaatan ruang
→ Menghindari terjadinya tragedy of the kadang membutuhkan pendekatan eco-
commons region dsb

Dalam game theory dikenal kondisi Apa implikasinya jika KSP (Kawasan Strategis Provinsi
EQUILIBRIUM NASH dihapus)
→ pasal 24 dan Pasal 27 siapa yang bertanggung
Keadaan tertentu yang mengarah pada jawab terhadap kualitas kinerja antar
kondisi yang tidak diinginkan/diharapkan kabupaten/kota
→ Penyederhanaan produk (integrasi KLHS dengan
Perlu diuji, apakah RUU Cipta
proses Perencanaan TR) Pasal 18 angka 9
Kerja mengarah pada kondisi ini?
Pentingnya keselarasan: Perizinan bukan semata-mata
→ Bentuk/produk tata ruang
pengendalian, namun juga
→ Mekanisme pemanfaatan ruang
mengadministrasikan’
pembangunan;
→ Pengendalian pemanfaatan ruang
→ Problem mengadministrasian untuk
pembangunan yang disetujui oleh nasional,
Izin, suatu instrumen pemerintahan yang bersifat yuridis
preventif, yang digunakan sebagai sarana hukum namun tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
administrasi untuk mengendalikan perilaku masyarakat → Perubahan nomenklatur (risk based)

Tugas berat dalam pengendalian terkait perubahan sanksi:


→ Pengendalian
→ Perlu inovasi-inovasi pengendalian
→ Tidak ada perizinan bukan berarti tidak ada pengendalian
Overview Poin Pembahasan Perubahan PP No. 15/2010
01 Percepatan Penyelesaian Produk Rencana Tata Ruang
• Penghapusan RTR Kawasan Strategis Provinsi dan Kabupaten/Kota
• Pengaturan Muatan Kawasan Strategis Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota
• Pengaturan Bintek dan Bantek
• Pengaturan Peta Dasar
• Pengaturan Percepatan Penetapan RTRW dan RDTR
• Bentuk Penetapan RTRW dan RDTR oleh Pemerintah Pusat

02 Integrasi Rencana Tata Ruang

03 Penetapan Proporsi Luas Hutan Sesuai Kondisi Wilayah

04 Pengaturan Penetapan Sanksi Administrasi

05 Keterlibatan DPRD dalam penyusunan produk RTR

06 Validasi KLHS

07 Pengaturan Kelembagaan Forum/Komite Untuk Penyelenggaraan Penataan Ruang


01 Percepatan Penyelesaian Produk Rencana Tata Ruang

Penyederhanaan Pemberian Bantuan Teknis Pemenuhan Peta Dasar


a Produk RTR b dan Bimbingan Teknis c untuk RTRW/RDTR d Penetapan RTR

Pasal 15 ayat (3) UU CK; Pasal 17 (poin 3) Pasal 17 (poin 4) UU CK: Pasal 8 ayat (1) huruf Pasal 17 (poin 9) UU CK: Pasal 14A ayat (4) UU Pasal 17 UU CK: Pasal 18 ayat (3), Pasal 23 ayat (7),
UU CK: Pasal 6 ayat (2), (3), (4) UU No. 26/2007 b dan c UU No. 26/2007 No. 26/2007 (8), (9), Pasal 26 ayat (8), (9), (10) UU No. 26/2007

Sebagai upaya percepatan penyelesaian Untuk percepatan pemenuhan peta ▪ Terobosan penetapan RDTR
RTR, pemerintah pusat memberikan dasar dalam penyusunan RDTR, dapat Kabupaten/Kota dari Perda ke
bantuan teknis dan bimbingan teknis mempergunakan Peta Dasar Lainnya Peraturan Kepala
kepada pemerintah daerah. dengan ketelitian detail informasi Daerah/Bupati/Walikota.
sesuai dengan skala perencanaan RTR,
jika Peta RBI tidak tersedia. ▪ Untuk mempercepat penetapan RTR,
Bantuan Teknis kewenangan penetapan RTR oleh
Pemerintah Pusat, jika Pemerintah
Merupakan bantuan dari Daerah tidak melegalisasi RTR tepat
pemerintah pusat (berupa waktu pasca Persetujuan Substansi.
anggaran, tenaga ahli
perencana dan GIS) kepada
pemerintah daerah untuk
menyusun RTR
PETA RBI

Bimbingan Teknis
Penghapusan RTR Kawasan Strategis (KS)
Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk Merupakan proses pembinaan
menghindari tumpang tindih antar produk kepada pemerintah daerah
rencana tata ruang, sehingga kedapan hanya dalam menyusun tata ruang
mengenal satu bentuk rencana umum sesuai melalui sosialisasi, klinik,
hierarki (nasional, provinsi dan kabupaten/ pendampingan, PETA DASAR
kota) dan 2 rencana rinci tata ruang asistensi/konsultansi LAINNYA Penetapan oleh Pemerintah Pusat
(Kawasan Strategis Nasional dan RDTR).
02 Integrasi RTR

Ruang
Udara

Ruang
Darat

Ruang
Laut
Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang
Ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan
Dalam nasional yang mencakup ruang darat, ruang
Bumi
laut, dan ruang udara, termasuk ruang dalam
1. Pasal 18 (ayat 2) UU CK: Pasal 7A UU No. 27/2007; Pasal 19 (ayat 4) UU CK: Pasal 43 ayat (2), (5), (6), (7) UU No. 32/2014; bumi menuju
Satu Produk Rencana Tata Ruang
Pasal 17 (ayat 3) UU CK: Pasal 6 ayat (6), (7) UU No. 26/2007
2. Pasal 17 (ayat 10) UU CK: Pasal 17 ayat (5) UU No. 26/2007; Pasal 36 (poin 1) UU CK: Pasal 15 ayat (2) UU No. 41/1999
3. Pasal 15 ayat (3) UU CK; Pasal 17 (ayat 3) UU CK: Pasal 6 ayat (2), (3), (4) UU No. 26/2007
02 Kerangka Integrasi RTR

IGT dan IGD 1 : 250.000 1 : 250.000 Perda RTRW Provinsi

IGT dan IGD 1 : 50.000/ 1 : 25.000 1 : 50.000 / 1 : 25.000 Perda RTRW Kabupaten/Kota

IGT dan IGD 1 : 5.000 1 : 5.000 Perda RDTR


02 Integrasi RTR

Kawasan Hutan
Lindung dan
Hutan Produksi
Terbatas
Kawasan
Permukiman
Perkotaan

Kawasan Industri
Legenda:

Kawasan
Perkebunan

Rencana Zonasi
Wilayah Perairan

Pasal 18 (ayat 2) UU CK: Pasal 7A UU No. 27/2007 Pasal 19 (ayat 4) UU CK: Pasal 43 ayat (2), (5), (6), (7) UU No. 32/2014 Pasal 17 (ayat 3) UU CK: Pasal 6 ayat (6), (7) UU No. 26/2007

Kedepan, perencanaan ruang menuju ‘One Spatial Planning Policy’ yang mengintegrasikan seluruh pengaturan ruang
sektoral ke dalam 1 produk hukum Rencana Tata Ruang.
02 Integrasi RTR

Untuk memberikan kepastian hukum dalam berinvestasi maka Integrasi


seluruh rencana pemanfaatan ruang perlu diintegrasikan
menjadi satu dalam rencana tata ruang (agar tidak terjadi UU No. 26 Tahun 2007
tumpang tindih pengaturan pemanfaatan ruang), tentang Penataan Ruang

seluruh produk RTR harus terintegrasi, termasuk dengan: UU No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan
One
1 Pengaturan penataan ruang pesisir dan perairan
Spatial
UU No. 27 Tahun 2007, termasuk
2 Pengaturan penataan ruang kehutanan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Planning
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Policy
3 Pengaturan penataan ruang berdasar hierarki penataan ruang Pulau-Pulau Kecil

UU No. 32 Tahun 2014


tentang Kelautan
1. Pasal 18 (ayat 2) UU CK: Pasal 7A UU No. 27/2007; Pasal 19 (ayat 4) UU CK: Pasal 43 ayat (2), (5), (6), (7) UU No. 32/2014;
Pasal 17 (ayat 3) UU CK: Pasal 6 ayat (6), (7) UU No. 26/2007
2. Pasal 17 (ayat 10) UU CK: Pasal 17 ayat (5) UU No. 26/2007; Pasal 36 (poin 1) UU CK: Pasal 15 ayat (2) UU No. 41/1999
3. Pasal 15 ayat (3) UU CK; Pasal 17 (ayat 3) UU CK: Pasal 6 ayat (2), (3), (4) UU No. 26/2007

Kedepan, perencanaan ruang menuju ‘One Spatial Planning Policy’ yang mengintegrasikan seluruh pengaturan ruang
sektoral ke dalam 1 produk hukum Rencana Tata Ruang.
02 Integrasi RTR dengan Rencana Zonasi Wilayah Perairan
02 Integrasi RTR dengan Kawasan Hutan

Rencana Zonasi Diintegrasikan ke


SK Penunjukan Kawasan
Wilayah Perairan dalam Rencana
Ilustrasi Rencana Tata Ruang Hutan
Tata Ruang (Revisi)
SK Penetapan/
Pengukuhan Kawasan
Hutan

APL

Rencana Tata Ruang

Diintegrasikan ke dalam
Rencana Tata Ruang
Perubahan Delineasi Kawasan Hutan
Pasal 18 (ayat 2) UU CK: Pasal 7A UU No. 27/2007
Pasal 19 (ayat 4) UU CK: Pasal 43 ayat (2), (5), (6), (7) UU No. 32/2014 Pasal 17 (ayat10) UU CK: Pasal 17 ayat (5) UU No. 26/2007
Pasal 17 (ayat 3) UU CK: Pasal 6 ayat (6), (7) UU No. 26/2007 Pasal 36 (ayat 1) UU CK: Pasal 15 ayat (2) UU No. 41/1999

Penyelarasan pada PP terkait integrasi RTR dengan kawasan hutan sesuai


Penyelarasan pada PP terkait integrasi RTR dengan rencana zonasi wilayah perairan
pengaturan UU CK.
sesuai pengaturan UU CK.
03 Penetapan Luas Kawasan Hutan sesuai Kondisi Wilayah 04 Pengaturan Penetapan Sanksi Administrasi

UU No. 26/2007 Tentang Penataan Ruang


Pasal 62 UU CK
Karena terdapat ketidaksesuaian antara pola ruang rencana Setiap orang yang melanggar ketentuan
tata ruang dengan kawasan hutan, maka: sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, Pemisahan sanksi
dikenai sanksi administratif. untuk:
• delik pelanggaran
penetapan proporsi luas kawasan hutan harus diatur Pasal 63
administratif, dan
secara proporsional terhadap luas Daerah Aliran Sungai Sanksi administratif sebagaimana dimaksud • delik pelanggaran
(DAS) sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dalam Pasal 62 dapat berupa: pidana dan
provinsi, kabupaten/kota yang berlaku. a. peringatan tertulis; kewenangan
b. penghentian sementara kegiatan; PPNS Penataan
c. penghentian sementara pelayananumum Ruang/
Proporsi ini dibuat untuk menjaga keseimbangan tata air
yang menyesuaikan dengan curah dan intensitas hujan, d. penutupan lokasi;
Ketentuan sanksi
topografi, dan kondisi alam serta karakteristik penduduk dan e. pencabutan izin; kembali ke
sosial ekonomi masyarakat setempat. f. pembatalan izin; rumusan awal
g. pembongkaran bangunan; dalam UU 26 2007.
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

Penyelarasan pengaturan pada revisi PP No. 15/2010 sesuai pengaturan UU CK. Penyelarasan pengaturan pada revisi PP No. 15/2010 sesuai pengaturan UU CK.
05 Keterlibatan DPRD dalam Penyusunan Produk RTR

Proses penetapan produk RTR dapat dipercepat sejak Persub ditandatangani apabila DPRD
dilibatkan dari awal pembahasan Materi Teknis (Matek) dan Ranperda di Daerah

Penyelarasan Pasal 22 PP No. 15/2010 sesuai pengaturan UU CK.


06 Validasi KLHS

Perlunya pengaturan terkait proses Validasi KLHS agar lebih efisien dan mendukung
percepatan penyusunan produk RTR

Beberapa peraturan terkait validasi KLHS:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis.

2. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun
2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Kabupaten/Kota.

3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor


P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis.

Pengaturan lebih lanjut terkait validasi KLHS tanpa menghilangkan kewenangan KLHK pada RPP
07 Pengaturan Kelembagaan Forum/Komite Tata Ruang

• Untuk menjawab tantangan tata ruang yang dinamis, Komite


dapat dibentuk untuk melakukan evaluasi secara regular dan
memberikan rekomendasi atas dampak dari pembangunan
terhadap penyesuaian tata ruang di daerah.

• Komite terdiri dari berbagai stakeholders: perwakilan


pemerintah daerah, K/L, masyarakat, pengusaha, asosiasi dan
akademisi yang dipilih melalui mekanisme yang transparan.

• Rekomendasi Komite didasarkan pada data dan kajian yang


dapat dipertanggungjawabkan (evidence-based).

• Rekomendasi Komite dijadikan sebagai referensi revisi produk


tata ruang

Pengaturan kelembagaan forum/komite untuk penyelenggaraan penataan ruang di masa depan


TERIMA KASIH
9 Nopember 2020

Ir. Juniar Ilham Prd, MT, IAP


E-mail: juniarip@gmail.com

16

Anda mungkin juga menyukai