Anda di halaman 1dari 6

RESUME KELOMPOK 3

TEORI PALENDER DAN VON THUNEN

A. Teori Palander

Penjelasan menurut Tord Palander bahwa teori lokasi dibedakan menjadi dua masalah
yaitu:

 Penentukan lokasi industri bila diketahui harga dan lokasi bahan mentah serta
pasar.

Maksudnya adalah pembentukan wilayah pasar yang didasarkan pada harga produk
yang dihasilkan, kemudian lokasi bahan mentah serta lokasi pasar yang digunakan untuk
memasarkan hasil produksi suatu industri. Apabila harga suatu produk meningkat maka
permintaan terhadap produk tersebut akan turun, begitu juga dengan lokasi bahan mentah,
apabila lokasi bahan mentah sangat jauh dari lokasi industri maka biaya transpor yang
dikeluarkan akan semakin besar. Hal ini tentu akan berdampak terhadap harga produk yang
menyebabkan harga produk yang bersangkutan akan meningkat sehingga sesuai dengan
pernyataan diatas maka permintaan akan menurun. Dan demikian juga halnya dengan lokasi
pasar, apabila lokasi industri jauh dari pasar atau jauh dari konsumen maka konsumen akan
enggan untuk membeli produk yang dihasilkan oleh penjual karena ongskos transpor yang
dikeluarkan akan semakin banyak dan akibatnya permintaan juga akan menurun.

 Pengaruh harga penawaran terhadap luas pasar bila diketahui tempat produksi, biaya
produksi termasuk keuntungan harga satuan angkutan dan persaingan antar perusahaan.

Maksudnya adalah pembentukan wilayah pasar juga dipengaruhi oleh harga


penawaran apabila diketahui tempat produksi, biaya produksi termasuk keuntungan yang
didapatkan oleh produsen dalam menghasilkan produknya, serta termasuk juga persaingan
antar perusahaan. Artinya jika ada pesaing, maka keuntungan yang diperoleh akan
bergantung kepada keputusan yang diambil atau kebijakan yang dijalankan oleh pesaing
tersebut, sehingga diperlukan strategi yang tepat untuk dapat mempengaruhi wilayah pasar.
Wilayah pasar menurut teori Palander dapat dijelaskan dengan istilah lingkaran
isodapan seperti Istante, Isochrone dan Isotim.

 Isotante

Merupakan garis batas pasar antara dua perusahaan yang menjual barang yang sama
dan melayani sejumlah konsumen tersebar diruang tertentu dari lokasi yang berbeda.
Pembeli akan cenderung membeli barang yang diperlukan dari penjual yang terdekat.
Karena makin jauh tempat penjual dari pembeli maka makin tinggi biaya angkutan yang
dibebankan.

 Isochrone

Merupakan tempat kedudukan titik-titik dari titik tertentu memerlukan waktu yang
sama, garis ini akan mempunyai bentuk yang sama dengan isodapan.

 Isotim

Merupakan garis sejenis isodapan dan menunjukkan tempat kedudukan titik yang
menunjukkan kesamaan harga barang tertentu dan akhirnya Isovektor yang merupakan garis
kesamaan biaya angkutan bagi barang tertentu.

B. Teori Von Thunen

Johan Heinrich Von Thunen ialah seorang ahli ekonomi pertanian dari Jerman yang
pada tahun 1783-1850 mengeluarkan teori yang tertuang dalam buku “Der Isolirte Staat”.
Teori Von Thunen lebih di kenal sebagai teori lokasi pertanian. Von Thunen berpendapat
bahwa pertanian merupakan komoditi yang cukup besar di perkotaan. Pertanian merupakan
proses pengolahan lahan yang di tanami dengan tanaman tertentu untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Kegiatan pertanian meliputi persawahan, perladangan, perkebunan, dan
peternakan. Kegiatan pertanian sudah ada sejak zaman Mesopotamia sebagai awal
berkembangnya budaya dan sistem pertanian kuno.
Pada zaman itu banyak area pertanian yang terletak di wilayah yang tidak strategis.
Petani yang berada di lokasi jauh dari pusat pasar atau kota, harus menempuh jarak yang
cukup jauh untuk menjual hasil panennya. Padahal di zaman tersebut alat transportasi yang
digunakan untuk mengangkut hasil pertanian masih berupa gerobak yang ditarik oleh sapi,
kuda atau keledai. Biaya transportasi yang dikerahkan tidak sebanding dengan upah yang di
dapat. Hal ini menunjukkan betapa mahalnya kota sebagai pusat pasar. Dari hasil studi inilah
Von Thunen mengeluarkan teori lokasi pertanian.
Jauh dekatnya jarak tempuh antara wilayah produksi atau bahan baku dengan pusat
distribusinya di pasar akan membentuk lingkar lokasi yang menjadi wilayah dimana lokasi
tersebut merupakan pusat aktivitas utama yang disebut dengan kota. Von Thunen
berpendapat bahwa suatu pola produksi pertanian berhubungan dengan pola tata guna lahan
di wilayah sekitar pusat pasar atau kota. Ia mengeluarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1) Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah
pedalamanya yang merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang
merupakan komoditi pertanian (Isolated Stated).

2) Daerah perkotaan hanya menjual kelebihan produksi daerah pedalaman, tidak menerima
penjualan hasil pertanian dari daerah lain (Single Market).

3) Daerah pedalaman hanya menjual kelebihan produksinya ke perkotaan, tidak ke daerah


lain (Single Destination).

4) Daerah pedalaman atau kota mempunyai ciri yang sama (homogen) dengan kondisi
geografis kota itu sendiri dan cocok untuk tanaman dan peternakan dataran menengah.

5) Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh keuntungan
maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan
permintaan yang terdapat di daerah perkotaan (Maximum Oriented).

6) Pada waktu itu hanya ada angkutan berupa gerobak yang dihela oleh kuda (One Moda
Transportation).

7) Biaya transportasi berbanding lurus dengan jarak yang ditempuh. Semua biaya
transportasi ditanggung oleh petani. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar. 
(Equidistant).
Dari asumsi diatas mendesak para petani berani menyewa lahan yang dekat pusat
pasar atau kota, sehingga keuntungan yang di peroleh dari hasil pertaniannya maksimal.
Tentunya mereka juga harus mengorbankan nominal yang cukup besar untuk menyewa
lahan. Karena semakin dekat suatu lahan dengan pusat pasar atau kota, semakin besar harga
sewa lahannya. Petani yang berperan sebagai pelaku produksi memiliki kemampuan yang
berbeda-beda untuk menyewa sewa lahan. Makin tinggi kemampuan pelaku produksi untuk
membayar sewa lahan, maka makin besar peluang untuk melakukan kegiatan di lokasi dekat
pusat pasar atau kota. Hal ini menunjunjukkan bahwa perbedaan lokasi mempengaruhi nilai
harga lokasi tersebut sesuai dengan tata guna lahannya. Hingga saat ini teori Von Thunen
masih dianggap cukup relevan. Contohnya persediaan lahan di daerah perkotaan memicu
berlakunya hukum ekonomi, semakin langka barang, permintaan meningkat maka harga
akan semakin mahal.
Sama halnya seperti lahan di daerah perkotaan, semakin dekat dengan pusat kota akan
semakin mahal nilai sewa atau beli lahannya. Harga lahan di perkotaan akan semakin
bertambah dari tahun ketahun mengikuti dengan perkembangan zaman. Penggunaan
teknologi modern yang berkembang saat ini menjadikan teori Von Thunen menjadi kurang
relevan.
Setiap keuntungan yang ingin dicapai petani dapat dirumuskan sebagai berikut:
K=N-(P+A)
Keterangan:
K = Keuntungan
N = Imbalan yang diterima petani dan dihitung berdasarkan satuan hitung, misalnya
hektar.
P = Biaya produksi yang dihitung atas dasar sama dengan N
A = Biaya angkutan
Dari rumus tersebut dapat dikatakan petani yang berdiam diri di daerah dekat
perkotaan mempunyai alternative komoditas pertanian yang lebih banyak untuk diusahakan.
Sedangkan petani yang jauh dari perkotaan mempunyai pilihan yang lebih terbatas. Jumlah
pilihan yang menguntungkan menurun sejalan dengan jarak dari daerah perkotaan. Teori
Von Thunnen dapat dimodifikasi dengan unsur yang mengalir melalui daerah perkotaan.
Sungai ini memungkinkan pengangkutan dengan biaya yang lebih rendah.
Von Thunen melalui teorinya menciptakan contoh cara berfikir efektif yang di
dasarkan atas penelitian statistik, yang mulai dengan model sederhana selangkah demi
selangkah memasukkan komplikasi atau unsur baru sehingga semakin mendekati konkret. Ia
mengembangkan suatu teori sewa tanah dan teori produktivitas marginal yang di terapkan
dalam upah dan bunga.

Menurut Von Thunen guna lahan kota dipengaruhi oleh biaya produksi, biaya
transportasi dan daya tahan hasil komoditi. Sehingga berpengaruh terhadap munculnya pasar
lahan yang kompetitif. Pada model Von Thunen hubungan antara transportasi dan lokasi
aktivitas terletak pada biaya transportasi dan biaya sewa lahan. Guna lahan akan
menentukan nilai lahan, melalui kompetisi antara pemakai lahan. Karenanya nilai lahan akan
mendistribusikan guna lahan menurut kemampuan untuk membayar sewa lahan, sehingga
akan menimbulkan pasar lahan yang kompetitif. Faktor lain yang menentukan tinggi
rendahnya nilai lahan adalah jarak terhadap pusat kota. Melalui adanya nilai lahan maka
terbentuk zona-zona pemakaian lahan seperti lahan untuk kegiatan industri, kegiatan
komersil, serta lahan untuk kegiatan pemerintahan. Selain memiliki pengaruh terhadap zona
lahan, teori Von Thunen juga berpengaruh terhadap struktur keruangan kota. Perkembangan
kota yang didasarkan terhadap penggunaan lahan kota memunculkan elemen-elemen baru
dalam struktur keruangan kota.

Teori lokasi ini pertama kali dikembangkan oleh Von Thunen pada tahun 1850.
Sebagai seorang ekonom bangsa Jerman, Von Thunen mengembangkan suatu teori lokasi
yang berorientasi kepada wilayah lokasi. Teori lokasi bertolak dari pengambilan keputusan
ekonomi yang berdasarkan pada penyebaran komoditas pertanian ke wilayah hinterland
(wilayah belakang) yang bersifat homogeny akibat adanya ketergantungan jarak dari lokasi
aktivitas ekonomi ke suatu pusat aktivitas ekonomi, sosial, maupun politik. Jauh dekatnya
jarak tempuh antara wilayah produksi atau bahan baku dengan pusat distribusinya di pasar
akan membentuk lingkar lokasi yang menjadi wilayah dimana lokasi tersebut merupakan
pusat aktivitas utama yang disebut dengan kota.

Teori lokasi Von Thunen yang berorientasi kepada daerah lokasi baru mulai


berkembang pada waktu Isard menguraikan teori lokasi industri pertanian. Melalui teorinya
ini, maka isard menyalur fungsi sewa tanah yang dapat dikembalikan ke lingkaran Von
Thunen. Dalam bentuk yang baru ini, maka manfaat teori Von Thunen mangkin tampak
terutama bagi landasan teori penggunaan tanah modern. 

Anda mungkin juga menyukai