Landasan dari teori lokasi adalah ruang. Yang dimaksud dengan ruang adalah
permukaan bumi baik yang ada di atasnya maupun yang ada di bawahnya. Lokasi
menggambarkan posisi pada ruang tersebut (dapat ditentukan bujur dan lintangnya).
Selanjutnya, studi tentang lokasi adalah melihat dekat dan jauhnya satu kegiatan dengan
kegiatan lain serta apa dampaknya atas kegiatan masing-masing karena lokasi yang
berdekatan dan berjauhan tersebut.
Teori lokasi merupakan ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan
ekonomi, ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber daya yang langka serta
pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi
maupun sosial lain. Dalam upaya mempelajari lokasi dari berbagai kegitan, ahli ekonomi
regional dan geografi terlebih dahulu membuat asumsi bahwa ruang yang dianalisis adalah
datar dan kondisinya disemua arah adalah sama. Salah satu unsur ruang yang dapat
diperhitungkan adalah jarak. Jarak menciptakan ‘gangguan’ ketika manusia berhubungan
atau berpegian dari satu tempat ke tempat lainnya. Salah satu hal yang banyak dibahas
dalam teori lokasi adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu
lokasi kelokasi lainnya.
Walaupun teori yang menyangkut pola lokasi ini tidak berkembang tetapi telah ada
sejak awal abad ke-19. Secara empiris dapat diamati bahwa pusat-pusat pengadaan dan
pelayanan barang dan jasa yang umumnya adalah perkotaan (central places) dimana
perkotaan adalah wilayah yang padat penduduk yang terdapat tingkat penyelidikan
pelayanan yang berbeda-beda. Pelayanan masing-masing kota untuk tingkat yang berbeda
bersifat tumpang tindih, sedangkan untuk yang sentingkat walaupun tumpang tindih tetapi
tidak begitu besar. Keadaan ini bersifat universal dan dicoba dijelaskan oleh beberapa ahli
ekonomi dan geografi yang dirintis oleh Walter Christaller. Ahli ekonomi Von Thunen
melihat perbedaan penggunaan lahan dari sudut perbedaan jarak ke pasar yang tercermin
dalam sewa tanah. Weber secara khusus menganalisis lokasi industri. Ketiga tokoh diatas
dianggap pelopor atau pencipta landasan dalam hal teori lokasi. Tokoh yang muncul
belakangan pada umumnya memperdalam atau memodifikasi salah satu teori atau
menggabung pandangan dari tiga tokoh yang disebutkan di atas.
Teori lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk melihat dan
memperhitungkan pola lokasional kegiatan ekonomi termasuk industri dengan cara yang
konsisten dan logis, dan untuk melihat dan memperhitungkan bagaimana daerah-daerah
kegiatan ekonomi itu saling berhubungan (interrelated), dengan adanya teori lokasi yang
baik maka tata ruang yang ada juga akan menjadi teratur.
3.1.5. Kelebihan dan Kekurangan Teori Lokasi Von Thunen dan Wlater Christaller
Pada dasarnya teori pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Demikian dengan teori lokasi juga memiliki kelebihan dan kekurangan yang akan dijabarkan
dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Kelebihan dan Kekurangan Teori Lokasi Von Thunen dan Wlater Christaller
Teori Lokasi Kelebihan Kekurangan
Von Thunen • Menjadi acuan penting dalam • Kemajuan transportasi
pengembangan Wilayah terutama dapat menghemat
dalam menentukan berbagai banyak waktu dan biaya.
kegiatan perekonomian. • Ada beberapa daerah
• Dapat menentukan berbagai yang tidak hanya memiliki
Kawasan ( Zoning ) 1 merket center saja,
tetapi juga 2 market
center.
• Adanya berbagai bentuk
pengawetan, sehingga
mencegah resiko busuk
pada pengiriman jarak
jauh.
• Kondisi topografis setiap
daerah berbeda-beda,
sehingga hasil pertanian
yang akan dihasilkanpun
akan berbeda.
• Negara industri mampu
membentuk kelompok
produksi sehingga tidak
terpengaruh pada kota.
• Antara produksi dan
konsumsi telah terbentuk
usaha bersama
menyangkut
pemasarannya.
Wlater • Salah satu hal banyak dibahas • Jangkauan suatu barang
Christaller dalam teori lokasi adalah dan jasa tidak titentukan
pengaruh jarak terhadap lagi oleh biaya dan waktu.
intensitas orang bepergian dari • Dengan kemajuan
satu lokasi ke lokasi lainnya. teknologi yang semakin
Analisis ini dapat dikembangkan canggih, konsumen tidak
untuk melihat suatu lokasi yang selalu memilih tempat
memiliki daya tarik terhadap batas pusat yang paling dekat.
wilayah pengaruhnya, dimana Hal ini bisa disebabkan
orang masih ingin mendatangi oleh daya tarik atau
pusat yang memiliki daya tarik fasilitas sarana dan
tersebut. Hal ini terkait dengan prasarana tempat pusat
besarnya daya tarik pada pusat yang lebih jauh tersebut
tersebut dan jarak antara lokasi lebih besar dibandingkan
dengan pusat tersebut. dengan tempat pusat
• Terkait dengan lokasi maka salah yang terdekat.
satu faktor yang menentukan
apakah suatu lokasi menarik untuk
dikunjungi atau tidak adalah
tingkat aksesibilitas. Tingkat
aksesibilitas adalah tingkat
kemudahan untuk mencapai suatu
lokasi ditinjau dari lokasi lain di
sekitarnya
3.2. Aglomerasi dan Optimalisasi Kegiatan
Peran atau fungsi merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Selain itu peran
aglomerasi dapat juga dimaksudkan pada manfaat yang dihasilkan dari adanya aglomerasi
pada suatu wilayah. Aglomerasi Industri sendiri yaitu pemusatan industri di suatu kawasan
tertentu dengan tujuan agar pengelolanya dapat optimal.
Model aglomerasi industri yang berkembang akhir-akhir ini, dapat dikategorikan
menguntungkan, di antaranya adalah:
a) Mengurangi pencemaran atau kerusakan lingkungan, karena terjadi pemusatan
kegiatan sehingga memudahkan dalam penanganannya;
b) Mengurangi kemacetan di perkotaan, karena lokasinya dapat disiapkan di sekitar
pinggiran kota;
c) Memudahkan pemantauan dan pengawasan, terutama industri yang tidak mengikuti
ketentuan yang telah disepakati;
d) Tidak mengganggu rencana tata ruang;
e) Dapat menekan biaya transportasi dan biaya produksi serendah mungkin.
Aglomerasi akan menciptakan keuntungan yang berupa penghematan lokasi dan
penghematan urbanisasi. Penghematan lokasi terjadi apabila biaya produksi perusahaan
pada suatu industri menurun ketika produksi total dari industri tersebut meningkat terjadi
increasing return of scale. Hal ini terjadi pada perusahaan pada industri yang berlokasi
setara berdekatan.
Penghematan urbanisasi terjadi apabila biaya produksi suatu perusahaan menurun
ketika produksi seluruh perusahaan pada berbagai tingkatan aktivitas ekonomi dalam
wilayah yang sama meningkat. Penghematan karena berlokasi diwilayah yang sama ini
terjadi akibat skala perekonomian dan bukan akibat skala suatu jenis industri (Kuncoro,
2002). Penghematan urbanisasi telah memunculkan perluasan wilayah metropolitan
(extended metropolitan regions). Marshall menyatakan bahwa jarakyang tereduksi dengan
adanya aglomerasi akan memperlancar arus informasi dan pengetahuan (knowledge
spillover) pada lokasi tersebut (Kuncoro, 2002).
Perkembangan aglomerasi industri ini memicu perubahan kondisi spasial kawasan
sekitar. Beberapa akibat yang ditimbulkan dari perkembangan aglomerasi industri ini
adalah penambahan jaringan jalan untuk mendukung kemudahan aksesibilitas industri dan
tenaga kerja, penurunan pelayanan jalan menjadi lebih jenuh karena tingginya sirkulasi dan
mobilitas industri juga tenaga kerja, peningkatan sarana transportasi umum guna
mendukung mobilitas tenaga kerja, alih fungsi lahan tak terbangun menjadi lahan industri,
lahan permukiman, dan lahan perdagangan, peningkatan sarana permukiman guna
mendukung penyelenggaraan bermukim masyarakat dan tenaga kerja, serta peningkatan
bangunan permukiman bagi tenaga kerja industri.
Widarjono (1999) mengatakan bahwa penduduk relatif berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi regional suatu daerah. Pengaruh relatif tersebut tergantung pada
bagaimana penduduk yang berada di wilayah tersebut apakah bekerja secara efisien atau
tidak.
Sementara penelitian mengenai aglomerasi dan kemiskinan perkotaan dilakukan
oleh Siagian (2005). Aglomerasi program dan aktivitas pembangunan mengakibatkan
beberapa wilayah tumbuh sangat dinamis sementara daerah lainnya berjalan lamban.
Selain itu spesifikasi pembangunan yang dilakukan di kota besar didominasi oleh aktivitas
yang hanya dapat diberikan oleh kelompok masyarakat tertentu yang terbilang modern.
Dengan demikian, gerak para migran yang didominasi kaum marginal tidak mendapat
sambutan dari lembaga pengguna tenaga kerja yang ada di perkotaan (Siagian, 2005).
Dampak dari perkembangan aglomerasi industri teridentifikasi menjadi dampak
positif dan dampak negatif. Adapun dampak positif yang ditimbulkan adalah terjadinya
penambahan jaringan jalan di kawasan penelitian yang semakin meningkatkan dan
memudahkan aksesibilitas, peningkatan pelayanan sarana transportasi umum yang
mendukung kemudahan mobilitas tenaga kerja tanpa menggunakan kendaranaan motor
pribadi, serta peningkatan pelayanan sarana permukiman yang tercermin melalui
peningkatan jumlah sarana permukiman. Sementara, dampak negatif terlihat dari
penurunan tingkat pelayanan jaringan jalan yang cenderung mengarah pada taraf jenuh,
perubahan penggunaan lahan yang ditunjukkan dengan semakin berkurangnya lahan tidak
terbangun atau lahan terbuka, serta peningkatan bangunan permukiman yang semakin
menambah kepadatan bangunan di kawasan penelitian.
Selain dampak positif dan dampak negatif dari masing-masing sub-variabel
penelitian, dampak terbesar yang ditimbulkan dari perkembangan aglomerasi industri
adalah terkonsentrasinya aktivitas pada lokasi-lokasi tertentu. Konsentrasi tidak hanya
dikarenakan adanya aglomerasi industri, tetapi juga berakibat terhadap konsentrasi sarana
prasarana dan permukiman pada suatu kawasan tertentu. Hal ini memicu terciptanya pusat-
pusat pertumbuhan baru di kawasan penelitian yang berdampak terhadap struktur ruang
kawasan.
Sebagai contoh perkembangan aglomerasi industri Gondangrejo pada penelitian
Dampak Perkembangan Aglomerasi Industri Gondangrejo, Karanganyar terhadap
Perubahan Spasial (Darul, 2018) berakibat pada perubahan morfologi kota yang
menimbulkan perbedaan jelas antara kawasan mengalami pertumbuhan dengan kawasan
yang tidak mengalami pertumbuhan. Kawasan yang Darul Amal Sholihah dkk, dampak
perkembangan aglomerasi industri mengalami pertumbuhan ditandai dengan dominasi
industri, sarana perdagangan jasa, dan perumahan para pekerja. Sementara kawasan
yang tidak mengalami pertumbuhan ditandai dengan dominasi permukiman pedesaan.
Kedua kawasan yang memiliki perbedaan karakter ruang ini dihubungkan dengan kawasan
hijau yang berupa area persawahan
Pada penelitian tersebut diketahui bahwa perkembangan aglomerasi industri
Gondangrejo berdampak dalam membentuk struktur ruang wilayah kaitannya terhadap
pusat-pusat pertumbuhan wilayah. Selama kurun waktu tahun 2003 hingga tahun 2018,
perkembangan aglomerasi industri berdampak terhadap perkembangan sarana prasarana
yang berakibat terhadap tumbuhnya pusat-pusat kegiatan ekonomi baru di kawasan
penelitian. Antara pusat-pusat pertumbuhan juga berpengaruh terhadap perkembangan
zona-zona di kawasan penelitian. Zona-zona yang terbentuk di dalam kawasan penelitian
terbagi ke dalam zona utama yaitu pusat pertumbuhan kawasan yang dan zona penunjang
yang terdiri dari kawasan permukiman. Antara zona utama dan zona penunjang terdapat
border yang membatasi yaitu zona transisi dan lahan non-terbangun, sehingga terlihat jelas
perbedaan antara zona utama dengan zona penunjang. Selain itu, kawasan penelitian
didominasi dengan permukiman pedesaan, sehingga perkembangan aglomerasi di
kawasan penelitian menunjukkan perbedaan yang jelas antara zona utama dan zona-zona
penunjang melalui pola persebaran penggunaan lahan. Zona utama yang terdiri dari
industri dan perdagangan jasa memiliki pola linier, sementara zona penunjang yang terdiri
dari permukiman cenderung mengelompok-mengelompok berdasarkan batas administratif
dengan dibatasi lahan non-terbangun atau sawah (Darul, 2018).
Kenyataan yang terjadi di Indonesia dimana aglomerasi industri lebih terkonsentrasi
di wilayah barat merupakan cerminan pengaruh wilayah dan kebijakan pengembangan
wilayah yang selama ini diterapkan di Indonesia. Wilayah barat merupakan pusat
konsentrasi penduduk, dengan sendirinya pembangunan infrastruktur dan faktor-faktor
pendukung pertumbuhan ekonomi lainnya lebih diprioritaskan di wilayah barat.
Faktor endogen terkait sumberdaya manusia dan kelembagaan yang
memungkinkan terjadinya aglomerasi industri relatif tersedia di wilayah barat. Hal ini sesuai
dengan uraian Scott dan Storper (2003) tentang urgensi faktor endogen yang berpengaruh
terhadap pengembangan wilayah. Di sisi lain, wilayah timur tetap tertinggal karena potensi
wilayahnya diserap ke barat tanpa ada pengembalian pendapatan yang cukup untuk
melakukan pembangunan, selain kemungkinan disebabkan potensi kewilayahannya tidak
mendukung (ketersediaan sumberdaya manusia dan infrastruktur). Efek lebih lanjut dari
kebijakan ekonomi dan pembangunan wilayah yang tidak seimbang seperti di Indonesia
membuat efek negatif dari aglomerasi menjadi nampak, yaitu ketidak merataan spasial dari
pertumbuhan ekonomi (spatial inequality).
Disparitas ini nampak jelas jika kita melihat kembali adanya wilayah dengan
pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dan ada yang pertumbuhan dan
pendapatannya stagnan seperti Aceh. Sementara, sebagian wilayah lain ada yang
mempunyai pendapatan yang tinggi namun pertumbuhannya stagnan. Terlebih, jika dilihat
dalam lingkup nasional, industrialisasi di barat tetap tidak mampu mendongkrak
pertumbuhan ekonomi mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia belum menunjukkan
kenaikan yang signifikan dari tahun ke tahun.
3.4. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Aglomerasi Industri
Tumbuh dan berkembangnya suatu industri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
pengambilan bahan mentah, proses produksi, tenaga kerja, proses pemasaran. sarana dan
prasarana transportasi, dan jarak lokasi industri ke sumber bahan mentah atau ke pusat
pemasaran (Anjayani, 2009).
Faktor-faktor lain yang berpengaruh juga diantaranya adalah harga bahan,
perpajakan, iklim, persediaan air, limbah hasil produksi dan perundang-undangan yang
berlaku (Mulyo, 2015).
Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat, diantaranya adalah
sebagai berikut.
a. Sumber Daya Alam
Sumber daya alam merupakan salah satu faktor pokok dalam proses produksi suatu
industri. Sumber daya alam ini meliputi bahan mentah, sumber daya energi, ketersediaan air,
iklim, bentuk lahan dan pengolahan limbah.
b. Sosial Budaya
Kehidupan sosial dan budaya suatu masyarakat di daerah industri akan ikut
mempengaruhi kegiatan industri. Secara umum, masyarakat-masyarakat yang berada di
dekat lokasi industri akan menyambut baik dengan hadirnya industri di daerah atau di sekitar
daerah mereka, dengan alasan industri tersebut lapangan pekerjaan bagi mereka. Sedangkan
sebagian kecil penduduk lagi akan menyatakan kurang setuju dengan hadirnya industri di
daerah mereka, dengan alasan karena limbah industri menyebabkan rusaknya lingkungan
alam dan munculnya penduduk pendatang yang kadang-kadang membawa kebiasaan yang
kurang baik bagi penduduk setempat, sehingga anak-anak muda di daerah industri tersebut
ikut-ikutan terpengaruh.
Dari hal di atas penduduk yang setuju merupakan faktor pendorong tumbuhnya
industri karena menjadi tenaga kerja sekaligus ikut menjaga keberlangsungan industri,
sedangkan penduduk yang tidak setuju akan menjadi penghambat perkembangan suatu
industri.
c. Ekonomi
Ekonomi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi suatu industri. Faktor ekonomi
yang berhubungan dengan industri adalah kegiatan manusia sebagai pangsa pasar, dan
penanaman modal. Proses-proses ini tentu saja dipengaruhi oleh sarana dan prasarana
pendukung pemasaran seperti transportasi dan komunikasi sehingga akan mempengaruhi
terhadap harga barang atau jasa. Jumlah penduduk yang banyak serta daya beli penduduk
yang tinggi disertai dengan sarana transportasi yang baik akan ikut berperan
dalamperkembangan suatu industri.
d. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah yang mempengaruhi perkembangan industri diantaranya
adalah ketentuan penentuan tarif dan pajak, pembatasan ekspor dan impor, penentuan
jumlah industri, penentuan lokasi industri dan pengembangan kondisi iklim usaha (Sugiyanto
2008).
Di dalam operasinya, agar supaya industri dapat berfungsi sebagaimana mestinya
dan dapat menekan biaya produksi, teori lokasi untuk industri sangat menentukan. Apabila
setiap industri didukung oleh faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas, sudah tentu akan
menguntungkan. Oleh karena lokasi ideal jarang ditemukan, penempatan lokasi industri harus
memilih di antara tempat-tempat yang paling menguntungkan (Anjayani, 2009).
Adanya pemilihan lokasi ini memungkinkan munculnya gejala aglomerasi industri.
Gejala aglomerasi industri adalah gejala terkonsentrasinya industri pada suatu wilayah
tertentu. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya kesamaan lokasi usaha yang didasarkan pada
salah satu faktor produksi, terkonsentrasinya beberapa faktor produksi pada suatu lokasi,
adanya kerjasama dalam menghasilkan suatu produk, kebutuhan sarana prasarana dan
bidang pelayanan lainnya yang lengkap, adanya wilayah pusat pertumbuhan industri yang
sesuai dengan tata ruang dan fungsi wilayah (Waluya, 2016).
Pemusatan industri dapat terjadi pada suatu tempat terkonsentrasinya beberapa
faktor industri, yaitu seperti pengambilan dan pengumpulan bahan mentah, tersedianya
tenaga kerja dan sumber energi serta pasar. Kemudian dalam perijinan, pajak yang relatif
murah dan penanggulangan limbah merupakan pendukung aglomerasi industri (Sugiyanto,
2008).
Gejala aglomerasi industri adalah gejala terkonsentrasinya industri pada suatu
wilayah tertentu. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya beberapa faktor, diantaranya adalah
sebagai berikut.
a. kesamaan lokasi usaha yang didasarkan pada salah satu faktor produksi.
b. terkonsentrasinya beberapa faktor produksi pada suatu lokasi.
c. adanya kerja sama dalam menghasilkan suatu produk.
d. kebutuhan sarana prasarana dan bidang pelayanan lainnya yang lengkap.
e. adanya wilayah pusat pertumbuhan industri yang sesuai dengan tata ruang dan fungsi
wilayah (Mulyo, 2015).
Semua faktor penyebab aglomerasi industri tersebut memiliki prinsip yang hampir
mirip, yaitu selalu untuk menekan biaya transport dan biaya produksi lainnya serendah
mungkin.