Anda di halaman 1dari 44

TINJAUAN

TEORITIS

Pada Bab Tinjauan Teoritis ini


akan diuraikan beberapa hal
diantaranya:

1. Pendekatan Teori;
2. Rencana Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan
dan Kawasan Permukiman
RP3KP

2.1 Kajian Teori Perumahan dan Permukiman


2.1.1 Kajian Teori Perumahan
1. Pengertian Perumahan
Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan
maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai
hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. (UU No. 1 Tahun 2011). Secara fisik
perumahan merupakan sebuah lingkungan yang terdiri dari kumpulan unit-unit rumah
tinggal, dimana dimungkinkan terjadinya interaksi sosial diantara penghuninya. Perumahan
didefinisikan pula sebagai satu sisi rumah yang disatukan di sebuah kawasan yang telah
ditetapkan.

DINAS PERUMAHAN DAN 2-1


PERMUKIMAN
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

2. Lokasi Perumahan
Pemilihan dan penentuan sebuah lokasi perumahan bagi setiap individu berbeda-beda
sesuai dengan pertimbagan masing-masing setiap individu. Pemilihan lokasi perumahan
menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut (Richardson, 1978) :
a. Filter Down Theory
Teori ini muncul pada tahun 1920 oleh EW Burgess yang menerangkan pola
pemukiman di Chicago, sebagai CBD yang sangat pesat dan menjadi tidak menarik,
sehingga menyebabkan tanah menjadi mahal, macet dan polusi. Disisi lain berdasarkan
Hipotesis Tiebout (1956), menyebutkan bahwa seseorang memilih lokasi perumahan di
kota atau di kabupaten yang memiliki pajak atau pelayanan publiknya bagus.
b. Trade off Model oleh Alonso (1964) dan Solow (1972,1973)
Secara sederhana mengemukan adanya trade off aksesibilitas terhadap ruang yang
dipilih rumah tangga sebagai lokasi untuk properti perumahan. Model ini
mengasumsikan bahwa kota melingkar dengan sebuah pusat tenaga kerja dan
transportasi yang tersedia dimana-mana menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi
untuk tempat tinggal. Rumah tangga akan bersedia membayar lebih untuk properti
dengan lokasi yang lebih dekat dengan CBD, karena biaya commuting lebih rendah.
c. Ellis (1967)
Menekankan pentingnya preferensi lingkungan dan karakteristik sekitar dalam memilih
lokasi perumahan.
d. Little (1974) dan Kirwan & Ball (1974)
Hasil penelitian menekankan bahwa adanya implikasi dari keinginan sebagian besar
keluarga untuk hidup dengan tetangga yang homogen.
e. Social Aglomeration Theory (1985),
Mengemukan bahwa orang memilih rumah dengan pertimbangan utama bahwa dia
akan nyaman bersama dengan kelompok sosial tertentu, dimana kelompok ini bisa
terbentuk berdasarkan ras, pendapatan, usia, dan lain sebagainya yang kemudian
timbul segregasi.
Dari beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa motif dan faktor
yang mempengaruhi pemilihan lokasi tempat tinggal. Beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam pemilihan lokasi tinggal (Catanese dan Synder, 1989) :

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2-2
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

a. Hukum dan lingkungan, adalah hukum yang di berlakukan untuk mengizinkan


pendirian gedung dengan ukuran tertentu, persyaratan tempat parkir, batasan- batasan
kemunduran, tinggi maksimum sebuah gedung dan kendala lain yang saling bekaitan.
b. Sarana, dalam suatu proyek membutuhkan pemasanhan air, listrik, telepon, gas,
tanda bahaya (alrm), dan jaringan drainase
c. Faktor teknis, yang berarti bagaiman keadaan topografi, tanah, dan drainase yang
mempengaruhi terhadap desain tempat atau desain bangunan
d. Lokasi, yang menjadi pertimbangan adalah pemasarannya, aksesibilitas, dilewati
oleh pejalan kaki dan kendaraan umum
e. Estetika, yang menjadi pertimbangan adalah pemandangan yang menarik.
f. Masyarakat, yang menjadi pertimbangan adalah dampak yang dihasilkan oleh
pembangunan real estate terhadap masyarakat yang ada di sekitar, kemacetan lalu
lintas dan kebisingan
g. Fasilitas pelayanan, yang menjadi pertimbangan adalah pemadam kebakaran,
pembungan sampah, sekolah, dan aparat kepolisian
3. Dasar Penentuan Lokasi Perumahan
a. Aspek Dasar Kebijakan Pemilihan Lokasi Perumahan
Salah satu hal yang sangat penting disiapkan dalam rangka pelaksanaan
pembangunan perumahan adalah pemilihan lokasi pembangunan perumahan. ada 2 (dua)
aspek dasar yang dapat dijadikan sebagai dasar kebijakan penentuan lokasi perumahan seperti
terlihat pada Tabel berikut :
Tabel 2
Aspek Dasar Dalam kebijakan Penentuan Lokasi Perumahan
No Aspek yang Kriteria
diperhatikan
1 KEAMANAN a. Risiko bencana alam : banjir, longsor, gempa,
tsunami → butuh informasi: peta kerawanan bencana.
b. Risiko bencana lingkungan : pencemaran air,
tanah dan udara (misal akibat industri, transportasi,
TPA/sampah, kebakaran, dll).
c. Tingkat kriminalitas : perampokan, pemerasan,
intimidasi dan berbagai konflik lingkungan lainnya.
d. Aspek legalitas/hokum : status tanah jelas
(tidak dalam sengketa), peruntukan tanah sesuai rencana tata
ruang kota.
e. Investasi : Jaminan dan perlindungan hukum,
keamanan lingkungan yang kondusif.
2 KENYAMANA a. Iklim/cuaca : suhu, kelembaban, kuat angin, kebersihan

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2-3
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

No Aspek yang Kriteria


diperhatikan
N udara.
b. Aksesibilitas : kemudahan pencapaian ke tempat kerja
(jarak dan jenis angkutan), murah (dilayani transportasi
publik).
c. Fasum : ketersediaan atau kedekatan terhadap layanan
umum (pendidikan, kesehatan, perdagangan, rekreasi).
d. Prasarana : ketersediaan jaringan jalan, listrik, air, gas,
layanan sampah.
e. Sosial : hubungan ketetanggaan, interaksi antar lingkungan.
f. Lingkungan fisik : daya dukung lingkungan, kondisi tanah
(datar, kering), ketersediaan air, drainase cukup.

b. Motivasi dalam Pemilihan Lokasi Perumahan


Pemilihan lokasi perumahan dapat ditentukan oleh 3 (tiga) pihak, yaitu : (1)
Pemerintah, (2) Pengembang Perumahan dan (3) Calon Pembeli/Pemukim. Adapun motivasi
pemilihan lokasi perumahan oleh masing-masing pihak tersebut seperti terlihat pada Tabel
berikut :
Tabel 3
Motivasi Pemilihan Lokasi Perumahan Oleh Beberapa Pihak
No Pihak Kriteria Pemilihan Lokasi
1 Pemerintah a. Sesuai tata ruang wilayah → RTRW/RDTR Kota
b. Aman dari ancaman bencana
c. Dekat dengan berbagai fasum/fasos yang sudah
disiapkan
d. Seminimal mungkin mengurangi lahan
persawahan
2 Pengembang a. Harga tanah murah
b. Kondisi tanah potensial untuk dikembangkan
(biaya pematangan murah)
c. Ongkos sosial serendah mungkin
3 Calon Pembeli/ Pemukim a. Harga terjangkau
b. Dekat dengan tempat kerja
c. Aman dari bencana

4. Tipologi Perumahan
Terdapat berbagai macam jenis dan tipe tempat tinggal manusia. Bertambahnya
penduduk dan semakin langkanya lahan yang tersedia untuk membangun rumah mendorong
manusia semakin kreatif dalam menciptakan jens-jenis hunian. Menurut Sadana, (2014:35-
46) jenis dan tipe-tipe rumah, sebagai berikut :

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2-4
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

a. Rumah Sederhana
Rumah sederhana adalah tempat tinggal layak huni yang harganya terjangkau oleh
masyarakat berpenghasilan rendah dan sedang. Terdapat dua tipe rumah paling umum
dipergunakan pada rumah sederhana, yaitu : rumah gandeng atau rumah kopel dan rumah
deret.
 Rumah gandeng atau rumah kopel
Rumah gandeng atau rumah kopel adalah dua buah rumah yang bergandengan dan
masing-masing memiliki kapling sendiri. Pada rumah gandeng atau rumah kopel,
salah satu dinding bangunan induk saling menyatu.

Gambar 4
Rumah Gandeng/Kopel

 Rumah deret
Rumah deret adalah beberapa rumah yang bergandengan antara satu unit dengan unit
lainnya. Pada rumah deret, salah satu atau kedua dinding bangunan induknya
menyatu dengan dinding bangunan induk lainnya. Dengan sistem rumah deret, unit-
unit rumah tersebut menjadi satu kesatuan namun memiliki kapling sendiri-sendiri.

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2-5
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

Gambar 5
Rumah Deret

b. Rumah Sangat Sederhana


Rumah sangat sederhana adalah rumah tinggal tidak bersusun dengan luas lantai 21 m2
sampai dengan 36 m2. Suatu rumah sangat sederhana sekurang-kurangnya harus memiliki
kamar mandi dan WC dan ruang serbaguna. Biaya pembangunan per meter persegi rumah
sangat sederhana harus ditekan serendah mungkin sampai dengan sekitar setengah dari biaya
pembangunan rumah sederhana. Rumah sangat sederhana umumnya berupa rumah deret guna
memaksimalkan penggunaan lahan perumahan yang terbatas. Rumah sangat sederhana
memiliki denah berbentuk empat persegi panjang. Atapnya berbentuk pelana, dengan
kemiringan yang disesuaikan dengan bahan penutup atap sangat sederhana, beton untuk
sistem strukturnya, bata merah atau Concrete Block untuk dinding, kayu untuk pintu dan
jendela, asbes gelombang untuk penutup atap. Dengan luas 21 – 36 m2, besaran ruang pada
rumah sangat sederhana menjadi serba terbatas. Tim Puslitbangtekim (2000) dalam Sadana
(2014) menetapkan luas minimum ruang-ruang pada rumah sangat sederhana sebagai berikut:
 Ruang serbaguna 14,58 m2
 Dapur 2,25 m2
 Kamar mandi/WC 2,25 m2
 Selasar 1,92 m2
c. Rumah Maisonet
Maisonet berasal dari kata mai-son-ette. Maisonet adalah suatu rumah kecil semacam
apartemen yang terdiri dari dua lantai atau lebih, dengan pintu masuk sendiri langsung dari

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2-6
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

luar. Maisonet adalah rumah sederhana berlantai dua, dan berupa rumah deret (SNI 03-6981-
2004).
Maisonette merupakan fungsi hunian dengan ketinggian dua lantai, sehingga rumah
Maisonet menjadi tipe standar dari tempat tinggal bertingkat rendah dengan kapasitas hunian
yang tinggi. Guna memaksimalkan manfaat lahan, tata ruang Maisonette dibuat sederhana
untuk mengakomodasi kebutuhan secara minimal. Berbeda dengan apartemen atau rumah
susun yang memiliki pintu utama (entrance) untuk keluar masuk bangunan. Setiap unit
hunian pada bangunan Maissonette memiliki pintu masuk sendiri yang langsung
berhubungan dengan ruang luar, baik unit tersebut menempati semua tingkat maupun
masing-masing lantai ditempati oleh unit yang berbeda.
Maisonette umumnya berupa bangunan deret atau bangunan rapat. Maisonette
umumnya terletak di pusat kota dan berada di daerah dengan kategori Low Rise adalah daerah
yang hanya boleh dibangun sebanyak maksimal 4 tingkat. Dalam kasus tertentu Maisonette
dapat dibangun di kawasan konservasi, dengan harapan tidak merubah wajah kota. Panjang
suatu deretan rumah Maisonet maksimum 60 meter. Apabila berbentuk rumah gandeng dua,
maka panjang persil maksimum adalah 120 meter (SNI 03-6981-2004).

Gambar 6
Rumah Maisonet
d. Rumah Susun
Rumah susun atau disingkat rusun, pada dasarnya adalah apartemen versi sederhana.
Rumah susun adalah kelompok rumah yang dibangun sebagai bangunan gedung bertingkat.
Rumah susun dibangun dalam suatu lingkungan yang secara fungsional di susun dalam arah
horizontal maupun vertikal. Tiap-tiap satuan rumah susun dapat dimiliki dan digunakan
secara terpisah. Rumah susun juga dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan
tanah bersama (SNI 03-7013-2004).

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2-7
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

Satu buah bangunan rumah susun yang terdiri dari empat lantai dapat berisi puluhan
unit hunian. Unit hunian pada rumah susun identik dengan rumah tinggal yang dibangun di
atas tanah. Bagi kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah membangun
rumah susun sederhana. Rumah susun sederhana dibangun dengan tujuan mewadahi aktivitas
menghuni yang paling pokok. Luas unit hunian pada rumah susun sederhana adalah minimal
18 m2 dan maksimal 36 m2 (SNI 03-7013-2004).
Banyaknya jumlah unit hunian dalam sebuah bangunan rumah susun menjadikan setiap
bangunan rumah susun sebagai suatu lingkungan perumahan. Berbeda dengan rumah yang
dibangun di atas tanah, pada rumah susun ratusan unit hunian dibangun di atas lahan yang
sempit. Akibatnya, banyak kebiasaan baru dalam bertempat tinggal yang memerlukan
penyesuaian diri. Perencanaan rumah susun harus memperhatikan faktor-faktor kenyamanan,
keamanan dan disesuaikan dengan perencanaan menyeluruh dari perencanaan lingkungan
rumah susun. Untuk mendukung kondisi hidup bermasyarakat di rumah susun, penyediaan
fasilitas-fasilitas lingkungan rumah susun harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (SNI
03-7013-2004; SNI 03-2485-1992) :
 Memberi rasa aman, ketenangan hidup, kenyamanan dan sesuai dengan budaya
setempat.
 Menumbuhkan rasa memiliki dan merubah kebiasaan yang tidak sesuai dengan gaya
hidup di rumah susun.
 Mengurangi kecenderungan untuk memanfaatkan atau menggunakan fasilitas
lingkungan bagi kepentingan pribadi dan kelompok tertentu.
 Menunjang fungsi aktivitas menghuni yang paling pokok baik dari segi besaran
maupun jenisnya sesuai dengan keadaan lingkungan yang ada.
 Menampung fungsi-fungsi yang berkaitan dengan penyelenggaraan dan pengembangan
aspek-aspek ekonomi dan sosial budaya.
Pada dasarnya, unit-unit hunian rumah susun adalah rumah tinggal serupa dengan
rumah yang dibangun di atas tanah. Susunan ruang setiap unit hunian pada rumah susun
hampir sama dengan susunan ruang pada rumah sederhana di atas tanah. Perbedaan yang
tegas adalah setiap hunian tidak menghadap ke halaman dan jalan. Ada rumah susun, setiap
unit hunian menghadap sebuah koridor atau selasar yang digunakan bersama. Terdapat dua
macam tipe selasar atau koridor pada rumah susun, yaitu : selasar luar dan selasar dalam.

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2-8
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

5. Tipologi Perkembangan Perumahan di Perkotaan


Beberapa tipologi pembangunan perumahan di kawasan perkotaan adalah :
a. Perumahan yang direncanakan sepenuhnya (Real Estate, Perumnas).
b. Perumahan yang direncanakan sebagian (Site and Service).
c. Perumahan tumbuh spontan dan incremental.
d. Perumahan kampung yang mengalami pemandatan dan tumbuh menjadi urban.
e. Squater merupakan perumahan pada lahan-lahan marginal di kota dan oleh
kelompok masyarakat yang kemudian membangun rumah, biasanya dimulai
rumah non-permanen, bahkan mulai dari berupa gubug.
6. Teori Sebaran Perumahan
Teori analisis tetangga terdekat yang dikemukan oleh J Clark merupakan salah satu
teori yang sering digunakan untuk mengetahui pola penyebaran perumahan di sebauh kota.
Analisis tetangga terdekat merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk menjelaskan
pola persebaran dan titik-titik lokasi tempat yang menggunakan perhitungan yang
mempertimbangkan jarak, jumlah titik lokasi dan luas wilayah. Analisis ini memiliki hasil
akhir berupa indeks T. Nilai T diinterprestasikan dengan Continum Nearest Neighbours
Analysis yang berkisar antara 0 sampai 2,15.
 Jika T=1 pola penyebaran perumahan dikatakan mengelompok/ bergerombol
(Cluster Pattern)
 Jika T = 0,8 – 1,4 pola penyebaran perumahan dikatakan acak, tersebar tidak
merata (Random Pattern)
 Jika T= 1,5 – 2,15 pola penyebaran perumahan dikatakan pola seragam atau
tersebar merata ( Uniform/ Dispersed Pattern)

Gambar 7

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2-9
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

Pola Sebaran Perumahan

2.1.2 Kajian Teori Permukiman


1. Pengertian dan Elemen Permukiman
Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu
satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Menurut
Hadi Sabari Yunus (1987) dalam Wesnawa (2015:2), permukiman diartikan sebagai
bentukan buatan manusia atau alami dengan segala kelengkapannya yang digunakan manusia
sebagai individu maupun kelompok untuk bertempat tinggal, baik sementara maupun
menetap dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya.
Menurut Sadana (2014:20), perbedaan nyata antara permukiman dan perumahan
terletak pada fungsinya. Pada kawasan permukiman, lingkungan tersebut memiliki fungsi
ganda yaitu sebagai tempat tinggal dan sekaligus tempat mencari nafkah bagi sebagian
penghuniannya.
Lingkungan permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari lima elemen, yaitu
(K. Basset dan John R. Short, 1980, dalam Kurniasih) :
• Alam
Mencakup sumber-sumber daya alam seperti topografi, hidrologi, tanah, iklim
maupun unsur hayati yaitu vegetasi dan fauna.
• Manusia
Mencakup segala kebutuhan pribadinya seperti biologis, emosional, nilai-nilai
moral, perasaan, dan perepsinya.
• Masyarakat
Masyarakat merupakan kesatuan kelompok orang (keluarga) dalam suatu
permukiman yang membentuk suatu komunitas tertentu. Hal- hal yang berkaitan
dengan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat yang mendiami suatu wilayah
permukiman, adalah : (1) Kepadatan dan komposisi penduduk, (2) Kelompok
sosial, (3) Adat dan kebudayaan, (4) Pengembangan ekonomi, (5) Pendidikan, (6)
kesehatan dan (7) Hukum dan administrasi.
• Bangunan dan rumah

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 10
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

Bangunan dan rumah merupakan wadah bagi manusia. Pada prinsipnya bangunan
yang dapat digunakan sepanjang operasional kehidupan manusia bisa dikategorikan
sesuai dengan fungsi masing- masing, yaitu : (1) Rumah pelayanan masyarakat
(sekolah, rumah sakit, dan lain-lain, (2) Fasilitas rekreasi atau hiburan, (3) Pusat
perbelanjaan, (4) Industri dan (5) Pusat transportasi.

• Network
Networks merupakan sistem buatan maupun alami yang menyediakan fasilitas
untuk operasional suatu wilayah permukiman. Untuk sistem buatan, tingkat
pemenuhannya bersifat relatif, dimana antara wilayah permukiman satu dengan
yang lainnya tidak sama. Sistem buatan yang keberadaannya diperlukan dalam
suatu wilayah, antara lain : (1) Sistem jaringan air bersih, (2) Sistem jaringan
listrik, (3) Sistem transportasi, (4) Sistem komunikasi, (5) Drainese dan air kotor
dan (6) Tata letak fisik.
2. Klasifikasi dan Tipe Permukiman
Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas
pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman,
pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan
kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan serta
peran masyarakat. Kawasan permukiman dapat dilihat dari klasifikasi permukiman dan tipe
permukiman, sebagai berikut :
a. Klasifikasi Fungsi Permukiman
Menurut Lewis Mumford (The Culture Of Cities, 1938) dalam Wesnawa, 2015:27)
mengemukakan 6 jenis Kota berdasarkan tahap perkembangan permukiman penduduk kota,
yakni :
1) Eopolis adalah tahap perkembangan desa yang sudah teratur dan masyarakatnya
merupakan peralihan dari pola kehidupan desa kearah kehidupan kota.
2) Tahap polis adalah suatu daerah kota yang sebagian penduduknya masih mencirikan
sifat-sifat agraris.
3) Tahap metropolis adalah suatu wilayah kota yang ditandai oleh penduduknya sebagian
kehidupan ekonomi masyarakat ke sektor industri

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 11
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

4) Tahap megapolis adalah suatu wilayah perkotaan yang terdiri dari beberapa kota
metropolis yang menjadi satu, sehingga membentuk jalur perkotaan.
5) Tahap tryanopolis adalah suatu kota yang ditandai dengan adanya kekacauan
pelayanan umum, kemacetan lalu-lintas dan tingkat kriminalitas yang tinggi.
6) Tahap necropolis (kota mati) adalah kota yang mulai ditinggalkan penduduknya.
b. Tipe Permukiman
Menurut Wesnasa (2015:32) mengemukakan tipe permukiman dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) tipe permukiman, yakni :
1) Tipe Permukiman berdasarkan waktu hunian
Ditinjau dari waktu hunian permukiman dapat dibedakan menjadi (a) permukiman
sementara dan (b) permukiman bersifat permanen.
a) Permukiman Sementara
Tipe permukiman sementara dapat dihuni hanya beberapa hari (rumah tenda
penduduk pengembara), dihuni hanya untuk beberapa bulan (kasus perumahan
peladang berpindah secara musiman), dan hunian hanya untuk beberapa tahun (kasus
perumahan peladang berpisah yang tergantung kesuburan tanah).
b) Permukiman Permanen
Tipe permanen, umumnya dibangun dan dihuni untuk jangka waktu yang tidak
terbatas. Berdasarkan tipe ini, sifat permukiman lebih banyak bersifat permanen.
Bangunan fisik rumah dibangun sedemikian rupa agar penghuninya dapat
menyelenggarakan kehidupannya dengan nyaman.
2) Tipe permukiman menurut karakteristik fisik dan nonfisik
Pada hakekatnya permukiman memiliki struktur yang dinamis, setiap saat dapat
berubah dan pada setiap perubahan ciri khas lingkungan memiliki perbedaan tanggapan. Hal
ini terjadi dalam kasus permukiman yang besar, karena perubahan disertai oleh pertumbuhan.
Sebagai suatu permukiman yang menjadi semakin besar, secara mendasar dapat berubah
sifat, ukuran, bentuk, rencana, gaya bangunan, fungsi dan kepentingannya. Jadi jika tempat
terisolasi sepanjang tahun kondisinya relatif tetap sebagai organisme statis suatu kota besar
maupun kecil akan menghindari kemandegan, kota akan berkembang baik kearah vertikal
maupun horizontal, fungsi baru berkembang dan fungsi lama menghilang, pengalaman sosial
dan transformasi ekonomi mengalami perkembangan pula. Pada akhirnya terpenting untuk
dipertimbangkan bahwa semua permukiman memiliki jati diri masing-masing secara khas,

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 12
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

baik tanpa fisik, peranan dan fungsi, sejarah, arsitektur dan perencanaan jalan pada setiap
permukiman memiliki keunikan sendiri.
3. Pola Sebaran Permukiman
Menurut Singh dalam Ritohardoyo (1989:54), pola permukiman dibedakan menjadi 3
(tiga) kelompok, yaitu :
a. Pola Permukiman Mengelompok
Pola permukiman mengelompok biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor permukaan lahan
yang datar, lahan subur, curah hujan realtif kurang, kebutuhan akan kerjasama, ikatan
sosial, ekonomi, agama, tipe pertanian, kurangnya keamanan waktu lampau, lokasi
industri dan mineral.

b. Pola Permukiman Tersebar


Pola permukiman tersebar biasanya dipengaruihi oleh topografi yang kasar,
keanekaragaman kesuburan lahan, curah hujan, air permukaan yang melimpah,
keamanaan waktu lampau dan suasana kota.

c. Pola Permukiman Seragam


Pola permukiman seragam yaitu pola suatu permukiman yang dipengaruhi oleh
lingkungan fiskal seperti relief, sumber air, jalur drainase, kondisi lahan, kondisi sosial
ekonomi, tata guna lahan, rotasi tanaman, prasarana transportasi, komunikasi serta
kepadatan penduduk.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman
Keberadaan suatu permukiman dapat mempengaruhi berkembangnya suatu wilayah
dan sebaliknya kegiatan pembangunan dalam suatu wilayah dapat mempengaruhi
berkembangnya permukiman. Permukiman berkaitan langsung dengan kehidupan dan harkat
hidup manusia. Menurut Siswono (Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Nomor 12 April
1994), bahwa perkembangan permukiman dipengaruhi oleh 9 (sembilan) aspek, antara lain :
a. Faktor geografi
Letak geografis suatu permukiman sangat menentukan keberhasilan pembangunan
suatu kawasan. Permukiman yang letaknya terpencil dan sulit dijangkau akan sangat lambat
untuk berkembang. Topografi suatu kawasan juga berpengaruh, jika topografi kawasan
tersebut tidak datar, maka akan sulit bagi daerah tersebut untuk berkembang. Lingkungan
alam dapat mempengaruhi kondisi permukiman, sehingga menambah kenyamanan penghuni
permukiman.

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 13
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

b. Faktor Kependudukan
Perkembangan penduduk yang tinggi, merupakan permasalahan yang memberikan
pengaruh yang sangat besar terhadap pembangunan permukiman. Jumlah penduduk yang
besar merupakan sumber daya dan potensi bagi pembangunan, apabila dapat diarahkan
menjadi manusia pembangunan yang efektif dan efisien. Tetapi sebaliknya, jumlah penduduk
yang besar itu akan merupakan beban dan dapat menimbulkan permasalahan bila tidak
diarahkan dengan baik. Disamping itu, penyebaran penduduk secara demografis yang tidak
merata, merupakan permasalahan lain yanag berpengaruh terhadap pembangunan perumahan.
c. Faktor Kelembagaan
Faktor kelembagaan berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan, pembinaan dan
pelaksanaan, baik sektor pemerintah maupun sektor swasta, baik di pusat maupun di daerah.
Termasuk didalamnya adalah kebijaksanaan yang mengatur kawasan permukiman,
keberadaan lembaga-lembaga desa, karang taruna, kelompok wanita dan sebagainya.
d. Faktor Swadaya dan Peran Serta Masyarakat
Dalam rangka membantu golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, menengah
dan tidak tetap, perlu dikembangkan pembangunan perumahan secara swadaya masyarakat
yang dilakukan oleh berbagai organisasi non-pemerintah. Dalam hal ini dapat dinyatakan
bahwa masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap serta amat rendah dan tidak
berkemampuan tersebut mampu membangun rumahnya sendiri dengan proses bertahap,
yakni mula-mula dengan bahan bangunan bekas atau sederhana, kemudian lambat laun
diperbaiki dengan bangunan permanen bahkan ada pula beberapa rumah yang sudah
bertingkat. Faktor swadaya dan peran serta masyarakat atau aspek sosial tersebut juga
meliputi kehidupan sosial masyarakat, kehidupan bertetangga, gotong royong dan pekerjaan
bersama lainnya.
e. Sosial dan Budaya
Faktor sosial budaya merupakan faktor internal yang mempengaruhi perkembangan
permukiman, terdiri atas sikap dan pandangan seseorang terhadap rumahnya, adat istiadat
suatu daerah, kehidupan bertetangga, dan proses modernisasi. Rumah tidak hanya sebagai
tempat berteduh dan berlindung terhadap bahaya dari luar, tetapi berkembang menjadi sarana
yang dapat menunjukkan citra dan jati diri penghuninya.
f. Ekonomi dan Keterjangkauan Daya Beli
Aspek ekonomi meliputi yang berkaitan dengan mata pencaharian. Tingkat
perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang. Makin tinggi

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 14
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

pendapatan sesorang, maka makin tinggi pula kemampuan orang tersebut dalam memiliki
rumah. Hal ini akan meningkatkan perkembangan permukiman di suatu daerah.
Keterjangkauan daya beli masyarakat terhadap suatu rumah akan mempengaruhi
perkembangan permukiman. Semakin murah harga suatu rumah di daerah tertentu, semakin
banyak pula orang yang membeli rumah, maka semakin berkembanglah permukiman yang
ada.
g. Sarana dan Prasarana
Kelengkapan sarana dan prasarana dari suatu perumahan dan permukiman dapat
mempengaruhi perkembangan permukiman di suatu wilayah. Dengan adanya sarana dan
prasarana yang memadai dapat memudahkan penduduknya untuk beraktivitas sehari-hari.
Semakin lengkap sarana dan prasarana yang tersedia, maka semakin banyak pula orang yang
berkeinginan bertempat tinggal di daerah tersebut.
h. Pertanahan
Kenaikan harga lahan sebagai akibat penyediaan kelangkaan lahan untuk permukiman,
menyebabkan timbulnya slum dan squatter.
i. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat meningkatkan perkembangan
perumahan dan permukiman. Dengan diciptakannya teknologi-teknologi baru dalam bidang
jasa konstruksi dan bahan bangunan, maka membuat pembangunan suatu rumah akan
semakin cepat dan dapat menghemat waktu. Sehingga semakin banyak pula orang-orang
yang ingin membangun rumahnya. Hal ini akan meningkatkan perkembangan permukiman.

2.1.3 Kebutuhan Rumah/Backlog


1. Pengertian Kebutuhan Rumah
Kondisi perumahan merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai
kemiskinan suatu negara, diukur melalui kuantitas dan kualitas perumahan. Ada beberapa
metode perumusan untuk menghitung kuantitas maupun kualitas perumahan. Terkait dengan
hal tersebut dua istilah yang secara umum seringkali dibahas yaitu need (kebutuhan) dan
demand (permintaan). Beberapa pengertian sebagai dasar dalam memahami kedua istilah
need dan demand adalah :
a. Menurut United Nation Habitat, housing need berdasarkan pada jumlah orang yang
membutuhkan rumah, sedangkan housing demand berdasarkan pada kemampuan dan
kemauan/keinginan seseorang membayar sejumlah uang untuk mendapatkan rumah.

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 15
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

Housing need lebih diartikan pada kebutuhan rumah secara kuantitas dan kualitas yang
perlu ditambahkan terhadap ketersediaan rumah yang telah ada (Acioly Jr. and
Horwood, 2011).
b. Menurut Liu, et al (1996), definisi housing need (kebutuhan rumah) adalah jumlah
rumah yang sudah tersedia atau rumah tangga baru yang membutuhkan rumah layak
huni. Penghuni dikatakan tinggal di dalam rumah layak huni bila penghuni tinggal di
dalam bangunan yang terbuat dari bahan-bahan bangunan permanen.
b. Menurut Pon Vajiranivesa (2008), housing demand (permintaan rumah) didefinisikan
sebagai jumlah rumah tangga yang mencari tempat tinggal. Pada sektor umum housing
need (kebutuhan rumah) sama dengan housing demand (permintaan rumah). Pada
sektor swasta, housing demand (permintaan rumah) lebih ditekankan pada
keterjangkauan. Permintaan rumah merupakan istilah yang digunakan untuk
menyatakan keinginan seseorang untuk membeli rumah, atau kemampuan secara
finansial seseorang untuk membeli satu rumah atau beberapa rumah.
Kebutuhan (need) diartikan bahwa setiap orang dianggap mempunyai tingkat
kebutuhan yang sama berdasarkan standar kelayakan penghunian rumah. Rumah dipandang
sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi bagi keberlanjutan hidup setiap orang. Standar
kelayakan rumah dapat di tentukan oleh pemerintah. Permintaan perumahan (housing
demand) diartikan sebagai kebutuhan rumah sesuai dengan keinginan dan kondisi suatu
masyarakat, dimana setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda-beda secara
ekonomi.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Rumah
Permintaan perumahan menjadi peran penting dalam mempengaruhi nilai properti di
pasaran dalam jenis perumahan. Hal ini dikarenakan penawaran akan lahan untuk
membangun perumahan terbatas, sedangkan dari segi permintaan jumlahnya selalu
bertambah (Awang, 1997). Permintaan konsumen atas rumah di pengaruhi oleh beberapa
factor, yaitu :
a. Lokasi Rumah.
Semakin strategis rumah tersebut berarti semakin baik dan tingkat permintaan akan
rumah tersebut semakin tinggi. Jarak yang dekat dengan fasilitas umum, tempat
kerja, dan lain sebagainya menjadi salah satu alasan konsumen memlih lokasi rumah
tersebut.
b. Pertambahan penduduk

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 16
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

Dengan adanya pertumbuhan penduduk permintaan akan rumah meningkat, hal ini
dikarenakan pertumbuhan penduduk yang terjadi secara alami ataupun non alami
(urbanisasi) menyebabkan bertambahnya jumlah kepala keluarga dan anggota
keluarga. Hal ini secara otomatis akan meningkatkan jumlah permintaan akan
rumah.
c. Pendapatan Konsumen
Apabila pendapatan seseorang mengalami peningkatan dan tidak terjadinya inflasi
dalam perekonomian, maka permintaan akan sebuah rumah meningkat baik secara
kualitas maupun kuantitas.
d. Kemudahan Mendapatkan Pinjaman Pada Pasar Properti Perumahan,
Permintaan akan perumahan dipengaruhi oleh institusi keuangan atau kebijakan
pemerintah seperti perbankan. Apabila kemudahan peminjaman dapat diperoleh oleh
konsumen, maka permintaan akan rumah akan semakin bertambah. Dan begitu pula
sebaliknya, apabila persyaratan peminjaman ketat atau suku bunga meningkat, maka
permintaan akan rumah menurun.
e. Fasilitas dan Sarana Umum
Fasilitas disini termasuk fasilitas umum dan fasilitas sosal, diantaranya yaitu
infrastruktur, sarana kesehatan, pendidikan, keagamaan, transportasi, dan lain
sebagainya. Fasilitas tersebut akan meningkatkan permintaan akan rumah di kawasan
tersebut.
f. Harga Pasar Rumah
Dalam teori permintaan dan penawaran, semakin tinggi harga sebuah barang, maka
akan mengakibatkan penurunan permintaan akan barang tersebut. Dan apabila harga
rumah meningkat, sementara harga rumah yang lain lebih rendah, maka konsumen
akan beralih ke rumah dengan harga yang lebih rendah.
g. Undang- undang
Jenis penggunaan lahan/tanah yang membatasi hak atas tanah turut menjadi faktor
yang dapat mempengaruhi permintaan akan rumah. Demikian pula dengan faktor lain
seperti pajak menjadi faktor pertimbangan dalam memilih atau menetapkan rumah.
3. Backlog
Backlog adalah salah satu indikator yang digunakan oleh Pemerintah untuk
mengukur jumlah kebutuhan rumah pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Backlog
dapat diukur dari dua perseptif, yaitu sisi penghuniaan maupun dari sisi kepemilikan.

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 17
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

a. Konsep Backlog kepenghunian


Backlog rumah dari perspektif kepenghunian dihitung dengan mengacu pada konsep
perhitungan ideal yaitu dalam 1 (satu) keluarga menghuni 1 (satu) unit rumah. Rumus yang
digunakan untuk menghitung backlog rumah dari perspektif kepenghunian, adalah :

Backlog=∑ keluaga−∑ rumah

Konsep menghuni dalam perhitungan backlog kepenghuniaan mempresentasikan


bahwa setiap keluarga tidak diwajibkan untuk memiliki rumah, tetapi Pemerintah
menfasilitasi/mendorong agar setiap MBR, terutama yang tergolong dalam MBR dapat
menghuni rumah yang layak, baik dengan cara sewa/kontrak, beli/menghuni rumah milik
sendiri, maupun tinggal di rumah milik kerabat /keluarga selama terjamin kepastian
bermukimnya (secure tenure).
b. Konsep Backlog Kepemilikan
Backlog kepemilikan dihitung dari berdasarkan angka home ownership rate atau
persentase rumah tangga yang menempati rumah milik sendiri.

4. Model Perhitungan Backlog


Menurut DCA, Fordham, dan Cambridge
Secara umum ada tiga model perhitungan Backlog, yaitu backlog David Couttie
Associate (DCA), Fordham, dan Cambridge, dimana tiga model tersebut hampir sama yantu
menggunakan perhitungan geometrik dengan mempertimbangkan keterjangkauan. Secara
rinci ketiga model perhitungan backlog dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4
Model Perhitungan Backlog
No MODEL PERHITUNGAN BACKLOG
David Couttie Associate FORDHAM CAMBRIDGE
(DCA) Ltd
F = (((A-B-C)*D)+E) F = (((A-B-C)*D)+E) F = (((A-C)*D)-E)
1 Jumlah rumah-tangga yang Jumlah rumah-tangga yang Jumlah rumah-tangga
menghuni menghuni yang menghuni
perumahan tidak-layak (A) perumahan tidak-layak (A) perumahan tidak-layak
(A)

2 Jumlah rumah-tangga yang Jumlah rumah-tangga yang -


mendiami mendiami
hunian-sewaan (B) hunian-sewaan (B)

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 18
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

No MODEL PERHITUNGAN BACKLOG


David Couttie Associate FORDHAM CAMBRIDGE
(DCA) Ltd
F = (((A-B-C)*D)+E) F = (((A-B-C)*D)+E) F = (((A-C)*D)-E)
3 Jumlah rumah-tangga yang Jumlah rumah-tangga yang Jumlah rumah-tangga
efektif bila efektif bila yang efektif bila
menerima solusi in-situ (C) menerima solusi in-situ (C) menerima solusi in-
situ (C)
4 Proporsi rumah-tangga yang Proporsi rumah-tangga yang Proporsi rumah-tangga
tidak tidak mampu yang tidak
mampu untuk menyewa atau untuk menyewa atau membeli mampu untuk
membeli rumah sesuai menyewa atau
rumah sesuai harga kuartil harga minimum (D) membeli rumah sesuai
terendah (D) harga kuartil terendah
(D)
5 Jumlah prioritas tunawisma di Jumlah bukan rumah-tangga Jumlah rata-rata angka
akomodasi sementara (E) (prioritas proses
tunawisma di akomodasi sebelumnya PLUS
sementara/tersamar total jumlah rumah
(concealed)/tak yang terdaftar (E)
teridentifikasi) (E)
Sumber : Jurnal Permukiman Vol. 8 No. 2 Agustus 2013 : 58-68

2.1.4 Permukiman Kumuh


1. Rumah Tidak Layak Huni (RTLH)
Rumah tidak layak huni adalah suatu hunian atau tempat tinggal yang tidak layak
untuk dihuni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun
non teknis. Pada umumnya rumah tidak layak huni erat kaitannya dengan permukiman
kumuh, karena pada dasarnya daerah kumuh tergambar dari kondisi sosial ekonomi
masyarakat sekitar.
2. Kriteria RTLH
Adapun kriteria Rumah Tidak Layak Huni, adalah :
a. Kondisi Rumah
 Luas bangunan sempit atau hanya mendukung fungsi ruang yang terbatas
(memiliki bagian ruangan yang tidak membedakan fungsi untuk ruang tamu,
ruang tidur ruang makan, dapur) atau luas lantai per orang untuk keperluan sehari-
hari kurang dari 4 m2.
 Sumber air tidak sehat dan akses memperoleh air bersih terbatas.
 Tidak memiliki akses mandi, cuci dan kakus.

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 19
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

 Bahan bangunan tidak permanen, seperti atap atau dinding dari bambu rumbia.
 Tidak memiliki pencahayaan matahari dan ventilasi udara.
 Lantai dari tanah dan rumah lembab.
 Letak rumah tidak beratur dan berdempetan.
b. Kondisi Lingkungan
 Sarana dan prasarana buruk, lingkungan kumuh dan becek.
 Saluran pembuangan air tidak memenuhi standard.
 Jalan setapak tidak teratur.
 Dekat tempat pembuangan sampah.
 Dekat pabrik dengan polusi udara, air dan tanah yang berbahaya.
 Rawan kebakaran dan longsor.
 Rumah berada di pinggiran atau di atas kali, danau atau saluran pembuangan.
 Rumah didirikan di atas tanah sengketa, tanah negara atau tanah adat.
Indikator penilaian dan standar minimal rumah layak huni di Indonesia sampai saat
ini belum ada disepakati dari beberapa lembaga yang menerbitkan ketentuan teknis tentang
rumah layak huni. Secara garis besar penilaian kelayakan tempat hunian dilakukan terhadap
fisik bangunan, sarana dan prasarana rumah. Konsep rumah layak huni yang diterbitkan oleh
beberapa lembaga dan pendekatan konsep dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5
Konsep Rumah Layak Huni
Konsep Rumah Layak Huni
No Badan Pusat Kemenpera MDGs
Statistik
1 Luas lantai Luas lantai hunian Luas lantai hunian
perkapita Kecukupan luas minimum tidak layak (padat), nilai skor = 1;
Perkotaan >4 m2 : 7,2 m2/orang syarat luas < 9m2
Perdesaan >10 sampai 12 m2/orang layak (konsep MDGs), nilai skor =
m2 0; syarat luas ≥ 9 m2
2 Jenis atap - Jenis atap terluas
Jenis atap rumah tidak layak, nilai skor = 1;
tidak syarat terbuat dari
terbuat dari ijuk/daun/lainnya
ijuk/daun layak (konsep MDGs), nilai skor =
0; syarat terbuat
bukan dari ijuk/daun/lainnya

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 20
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

Konsep Rumah Layak Huni


No Badan Pusat Kemenpera MDGs
Statistik
3 Jenis dinding - Jenis dinding terluas
Jenis dinding tidak layak, nilai skor = 1;
rumah, tidak syarat terbuat dari bambu/lainnya
terbuat dari layak (konsep MDGs); nilai skor =
bambu 0; syarat terbuat
bukan dari bambu/lainnya
4 Jenis lantai - Jenis lantai terluas
Jenis lantai, tidak layak, nilai skor = 1;
bukan tanah syarat terbuat dari bambu/lainnya
layak (konsep MDGs), nilai skor =
0; syarat terbuat
bukan dari bambu/lainnya
5 Sanitasi Sanitasi Sanitasi layak
Mempunyai Minimal 1 kamar mandi tidak layak, nilai skor = 1;
fasilitas buang dan jamban syarat fasilitas umum/tidak ada,
air besar didalam atau luar kloset bukan leher
bangunan rumah dan angsa, dan pembuangan akhir
dilengkapi bangunan bukan tangki septic
bawah tangki septik
atau dengan sanitasi layak (konsep MDGs), nilai skor =
komunal 0; syarat fasilitas
Adanya pembuangan sendiri/bersama, kloset leher
limbah, angsa, dan pembuangan
pengosongan tangki akhir tangki septik
septik 2 tahun sekali
6 - Drainase dan
Persampahan
Drainase, tinggi
genangan rata-rata
kurang dari 30 cm dan
lama genangan
kurang dari 1 jam
Persampahan, dikelola
dengan baik
7 Penerangan Penerangan Penerangan
Penerangan Ketersediaan listrik Tidak layak, diberi skor = 1;
listrik dengan daya 450 VA syarat sumber penerangan bukan
atau 900 VA listrik
Pencahayaan : layak (konsep MDGs); nilai skor =
Kecukupan pencahayaan : 0; syarat sumber
minimal 50% penerangan listrik (PLN dan
dari dinding yang Bukan-PLN)
berhadapan dengan
ruang terbuka untuk ruang
tamu dan

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 21
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

Konsep Rumah Layak Huni


No Badan Pusat Kemenpera MDGs
Statistik
minimal 10% dari dinding
yang
berhadapan dengan ruang
terbuka untuk
ruang tidur
Penghawaan :
Kecukupan penghawaan :
minimal 10 %
dari luas lantai
8 Air Minum Air Minum Air Minum
Jarak sumber air 100 % penduduk terlayani layak (tidak termasuk air kemasan/
minum air minum isi
utama ke tempat ulang) tidak layak, nilai skor = 1;
pembuangan syarat sumber air minum
kotoran/tinja layak dengan jarak < 10 m dari
lebih dari 10 m pembuangan
limbah/kotoran atau tidak layak
atau air kemasan dan
isi ulang layak (konsep MDGs),
nilai skor = 0; syarat sumber air
minum layak dengan jarak ≥ 10 m
dari pembuangan
limbah/kotoran
9 - Jalan -
Akses jalan sesuai
kekuatan, untuk jalan
lingkungan dapat diakses
kendaraan
pemadam kebakaran
10 - Persyaratan -
keselamatan Bangunan
Struktur bawah/pondasi
- Struktur tengah
- Struktur atas
Sumber : Jurnal Permukiman Vol. 8 No. 2 Agustus 2013 : 58-68

Indikator komposit kelayakanhunian berdasarkan MDGs=¿


= Luas Lantai + Atap + Dinding + Lantai + Sanitasi Layak + Penerangan + Air
Minum Layak
Nilai Indikator Komposit :0–7
0 – 3 tidak dipenuhi : layak huni
4 tidak dipenuhi : rawan layak huni
> 4 tidak dipenuhi : tidak layak huni

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 22
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

• Permukiman Kumuh
1. Pengertian dan Karakteristik Permukiman Kumuh
Menurut Khomaruddin (1997) permukiman kumuh dapat didefinisikan sebagai suatu
lingkungan yang berpenghuni padat (melebihi 500 orang per Ha) dengan kondisi sosial
ekonomi masyarakat yang rendah, jumlah rumah yang sangat padat, ukuran rumah di bawah
standar, sarana prasarana tidak ada atau tidak memenuhi syarat teknis dan kesehatan serta
hunian yang dibangun di atas tanah milik negara atau orang lain dan diluar perundang-
undangan yang berlaku.
Gambaran lingkungan kumuh, adalah :
 Lingkungan permukiman yang kondisi tempat tinggal atau tempat huniannya
berdesakan.
 Luas rumah tidak sebanding dengan jumlah penghuni.
 Rumah hanya sekedar tempat untuk berlindung dari panas dan hujan.
 Hunian bersifat sementara dan dibangun di atas tanah bukan milik penghuni.
 Lingkungan dan tata permukimannya tidak teratur tanpa perencanaan.
 Prasarana kurang (mck, air bersih, saluran buangan, listrik, jalan lingkungan).
 Fasilitas sosial kurang (sekolah, rumah ibadah, balai pengobatan).
 Mata pencaharian yang tidak tetap dan usaha non formal.
 Pendidikan masyarakat rendah.
Kedaan kumuh tersebut dapat mencerminkan keadaan ekonomi, sosial, dan budaya
para penghuni permukiman tersebut. Ciri-ciri kawasan kumuh dapat tercermin dari :
1) Penampilan fisik bangunannya yang miskin konstruksi, yaitu banyaknya
bangunan-bangunan temporer yang berdiri serta nampak tak terurus maupun
tanpa perawatan.
2) Pendapatan yang rendah mencerminkan status ekonomi masyarakatnya.
3) Kepadatan bangunan yang tinggi, dapat terlihat tidak adanya jarak antar
bangunan maupun siteplan yang tidak tersencana.
4) Kepadatan penduduk yang tinggi dan masyarakatnya yang heterogen.
5) Sistim sanitasi yang miskin atau tidak dalam kondisi yang baik.
6) Kondisi sosial yang tidak baik dapat dilihat dengan banyaknya tindak kejahatan
maupun kriminal.

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 23
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

7) Banyaknya jumlah masyarakat pendatang yang bertempat tinggal dengan


menyewa rumah.
Karaketeristik Permukiman Kumuh (Silas, 1996) adalah, sebagai berikut :
1) Keadaan rumah pada permukiman kumuh di bawah standar dengan luasan rata-
rata 6 m2. Fasilitas perkotaan secara langsung tidak terlayani karena tidak
tersedia, namun karena lokasinya dekat dengan permukiman yang ada, maka
fasilitas lingkungan tersebut tak sulit mendapatkannya.
2) Permukiman ini secara fisik memberikan manfaat pokok, yaitu dekat dengan
tempat mencari nafkah (opportuniy value) dan harga rumah juga murah, baik
dengan sistem beli maupun menyewa.
3) Manfaat permukiman disamping pertimbangan lapangan kerja dan harga murah
adalah kesempatan mencapainya atau aksesibilitas tinggi.
2. Faktor-Faktor Penyebab Tumbuhnya Pemukiman Kumuh
Menurut Hari Srinivas (2003), timbulnya kawasan kumuh disebabkan beberapa
faktor yang dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yakni :
1) Faktor Internal, yaitu faktor budaya, agama, tempat bekerja, tempat lahir, lama
tinggal, investasi rumah dan jenis bangunan.
2) Faktor Eksternal, yaitu kepemilikan tanah dan kebijakan pemerintah.
Penyebab utama tumbuhnya lingkungan kumuh menurut Khomaruddin (1997), antara
lain :
1) Urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah.
2) Sulit mencari pekerjaan.
3) Sulitnya mencicil atau menyewa rumah.
4) Kurang tegasnya pelaksanaan perundang-undangan.
5) Perbaikan lingkungan yang hanya dinikmati oleh para pemilik rumah.
6) Disiplin warga yang rendah.
7) Kota sebagai pusat perdagangan yang menarik bagi para pengusaha.
8) Semakin sempitnya lahan permukiman dan tingginya harga tanah.
Sedangkan menurut Arawinda Nawagamuwa dan Nils Viking (2003:3-5), sebab
adanya permukiman kumuh, adalah :
1) Karakter bangunan, yaitu umur bangunan yang sudah terlalu tua, tidak
terorganisasi, ventilasi, pencahayaan dan sanitasi yang tidak memenuhi syarat.

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 24
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

2) Karakter lingkungan, yaitu tidak ada open space (ruang terbuka hijau) dan tidak
tersedia fasilitas untuk rekreasi keluarga, kepadatan penduduk yang tinggi dan
sarana prasarana yang tidak terencana dengan baik.
Perumahan dan pemukiman adalah dua hal yang tidak dapat kita pisahkan dan
berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi, industrialisasi dan pembangunan. Pemukiman dapat
diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan segala unsur serta kegiatan yang
berkaitan dan yang ada di dalam pemukiman. Pemukiman dapat terhindar dari kondisi kumuh
dan tidak layak huni jika pembangunan perumahan sesuai dengan standar yang berlaku, salah
satunya dengan menerapkan persyaratan rumah sehat. Dalam pengertian yang luas, rumah
tinggal bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang
memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan.
Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah laku
yang rendah di lihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah. Dengan kata lain,
kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah
mapan kepada golongan bawah yang belum mapan. Gambaran seperti itu diungkapkan oleh
Herbert J. Gans dengan kalimat :
”Obsolescence per se is not harmful and designation of an area as a slum for the reason
alone is merely a reflection of middle clas standards and middle alass incomes”.
Kumuh dapat ditempatkan sebagai sebab dan dapat pula ditempatkan sebagai akibat.
Ditempatkan dimanapun juga, kata kumuh tetap menjurus pada sesuatu hal yang bersifat
negatif.
Pemahaman kumuh dapat ditinjau dari :
a) Sebab Kumuh
Kumuh adalah kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup dilihat dari: (1) segi fisik,
yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam seperti air dan udara, (2) segi
masyarakat/sosial, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri seperti
kepadatan lalu lintas dan sampah.
b) Akibat Kumuh
Kumuh adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala, antara lain : (1) kondisi
perumahan yang buruk, (2) penduduk yang terlalu padat, (3) fasilitas lingkungan yang
kurang memadai, (4) tingkah laku menyimpang, (5) budaya kumuh, (6) apati dan isolasi.
Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak layak huni karena tidak memenuhi
persyaratan untuk hunian, baik secara teknis maupun non teknis. Suatu pemukiman kumuh

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 25
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

dapat dikatakan sebagai pengejawantahan dari kemiskinan, karena pada umumnya di


pemukiman kumuhlah masyarakat miskin tinggal dan banyak kita jumpai di kawasan
perkotaan.
Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di
kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan
pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan
pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat
diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan
perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya.

3. Ciri Permukiman Kumuh


Ciri-ciri pemukiman kumuh, seperti yang diungkapkan oleh Prof. DR. Parsudi
Suparlan (1984), adalah :
1) Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.
2) Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruangnya mencerminkan
penghuninya yang kurang mampu atau miskin.
3) Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan
ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh, sehingga mencerminkan adanya
kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.
4) Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara
tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud
sebagai : (a) sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu
dapat digolongkan sebagai hunian liar, (b) satuan komuniti tunggal yang
merupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW, (c) sebuah satuan komuniti
tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai
sebuah Kelurahan dan bukan hunian liar.
5) Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya
mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu
juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman kumuh juga dikenal adanya
tingkatan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda.
6) Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor
informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informil.

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 26
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

Perumahan tidak layak huni adalah kondisi dimana rumah beserta lingkungannya
tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan
maupun sosial, dengan kriteria, antara lain:
1) Luas lantai perkapita di kota kurang dari 4 m 2 sedangkan di desa kurang dari 10
m2.
2) Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya.
3) Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses.
4) Jenis lantai tanah.
5) Tidak mempunyai fasilitas tempat untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK).
Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi persyaratan :
1) Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang
wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
2) Kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan.
3) Kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi
persyaratan dan tidak membahayakan penghuni.
4) Tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan.
5) Kualitas bangunan.
6) Kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

• Squatter Area (Permukiman Liar)


Suatu pemukiman liar dapat digambarkan sebagai suatu wilayah hunian yang telah
berkembang tanpa meminta ijin kepada otoritas yang terkait untuk membangun. Dapat juga
diartikan sebagai pemukiman yang tidak sah atau semi-legal status, infrastruktur dan jasa
pada umumnya tidak cukup.
Ada tiga karakteristik yang bisa membantu kita memahami penyelesaian pemukiman liar,
yaitu :
1)      Physical (Fisik)
Pemaksimalan fasilitas dan infrastruktur tanpa mengurangi keselamatan, jaringan
informal untuk persediaan air bersih. Pengaturan serupa mungkin dibuat untuk listrik,
pengeringan, fasilitas kamar kecil dan lain-lain dengan otoritas publik atau saluran formal.
2)      Social (Sosial)

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 27
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

Kebanyakan penghuni liar mempunyai pendapatan tergolong rendah, diantaranya


bekerja sebagai tenaga kerja upah atau dalam perusahaan sektor informal. Kebanyakan
mendapat gaji atau upah minimum atau dapat juga pendapatan tinggi karena bekerja
sambilan. Penghuni liar sebagian besar orang pindah, tetapi banyak juga penghuni liar dari
generasi ke generasi secara turun-temurun.
3)      Legal (undang–undang)
Penyelesaian penghuni liar adalah ketiadaan kepemilikan lahan padahal diatasnya
mereka sudah membangun rumah. Ini bisa jadi merupakan tanah pemerintah lowong/daratan
publik, pesil tanah pinggiran seperti pinggiran rel kereta api atau tanah kesultanan (sultan
ground). Penghuni liar untuk membangun suatu rumah harus dicatat suatu pemilik tanah
"sewa" untuk melakukan pembayaran yang nominal bagi mereka. Dan uang yang mereka
bayar bisa untuk membuatkan rumah/hunian bagi mereka yang lebih layak dan sah
kepemilikannya.

• Prasarana, Sarana dan Utilitas Perumahan dan Permukiman


Adapun dasar-dasar perencanaan perumahan harus memperhatikan standar prasarana
lingkungan perumahan. Seperti yang terdapat dalam buku Pelatihan Substantif Perencanaan
Spasial tentang Dasar-dasar Perencanaan Perumahan oleh Pusbindiklatren Bappenas (Tahun
2003: 2-4), standar prasarana lingkungan permukiman, adalah :
a. Jenis Prasarana Lingkungan
Secara umum prasarana lingkungan dikenal sebagai utilities dan amenities atau
disebut juga wisma, marga, suka dan penyempurna. Lebih spesifik lagi, jenis-jenis tersebut
adalah fasilitas, sistim jaringan sirkulasi, drainase dan kesehatan lingkungan. Rumah harus
memenuhi persyaratan rumah sehat. Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal, antara lain melalui peningkatan sanitasi lingkungan pada tempat tinggal maupun
terhadap bentuk atau wujud substantifnya berupa fisik, kimia atau biologis termasuk
perubahan perilaku yang diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat,
yaitu keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang membahayakan kesehatan dan
keselamatan hidup manusia.
b. Ketentuan Besaran
Ketentuan besaran fasilitas secara umum diturunkan dari kebutuhan penduduk atas
fasilitas tersebut. Secara normatif standar kebutuhan diukur per satuan jumlah penduduk
tertentu sesuai dengan kebutuhannya.

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 28
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

 1 TK untuk tiap 200 KK


 1 SD untuk tiap 400 KK
 1 Puskesmas Pembantu untuk tiap 3000 KK
 1 Puskesmas untuk tiap 6000 KK.
Disamping besaran jumlah penduduk, dapat pula diturunkan dari jumlah unit rumah
yang dilayani, satu satuan luas atau satuan wilayah administrasi yang dilayani. Persyaratan
lain dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 6
Komponen dan Kriteria Teknis Perencanaan Prasarana Permukiman dan Perumahan
NO KOMPONEN KRITERIA TEKNIS KETERANGAN
1 Jaringan Jalan Jarak minimum setiap rumah Pada prinsipnya, jaringan jalan
 100 m dari jalan kendaraan 1 harus mampu melayani
arah; kepentingan mobil kebakaran.
 300 m dari jalan 2 arah Disamping itu, maksimal 15
Lebar perkerasan minimum menit jalan kaki harus terlayani
untuk jalan 2 arah 4 m. oleh angkutan umum.
Kepadatan jalan minimal 50-100
m/ha untuk jalan 2 arah.
Pedestrian yang diperkeras Dimensi minimal pejalan kaki
minimal berjarak 20 m,dengan sebanding dengan lebar gerobag
perkerasan 1-3 m dorong/becak.
2 Air bersih (kran Kapasitas layanan minimum 200 Perehitungan kebutuhan lebih rinci
umum) l/org/hari mengenai kran umum didasarkan
Kapasitas jaringan jaringan atas jumlah pelanggan PAM dan
minimum 60 lt/org/hr kualitas air setempat.
Cakupan layanan 20-50 KK/unit
Fire Hidrant dalam radius 60 m-120 m

3 Sanitasi Tangki septict individu, resapan Pada prinsipnya, lingkungan harus


individu bersih dari pencemaran limbah
Tangki septict bersama, resapan rumah tangga.
bersama Mini IPAL
4 Persampahan Minimal jarak TPS/Transfer - Depo 15 Pelayanan sampah sangat
menit perjalanan gerobag sampah tergantung pada sistim
Setiap gerobag melayani 30 penanganan lingkungan/ sektor
sampai 50 unit rumah kota. Pada prinsipnya
Pengelolaan sampah lingkungan pelayanan sampah yang
ditangani masyarakat setempat dikelola lingkungan mampu
dikelola oleh lingkungan yang
bersangkutan
5 Drainase Jaringan drainasi dibangun Bentuk penangananya dapat
memanfaatkan jaringan jalan dan merupakan bagian dari sistim
badan air yang ada. jaringan kota atau sistem
Dimensi saluran diperhitungkan setempat.

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 29
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

NO KOMPONEN KRITERIA TEKNIS KETERANGAN


atas dasar layanan (coverage
area) blok/lingkungan
bersangkutan.
Penempatan saluran
memperhitungkan ketersediaan
lahan (dapat disamping atau
dibawah jalan).
Jika tidak tersambung dengan
sistim kota,harus disiapkan
resapan setempat atau kolam
retensi.
Sumber : Dasar-dasar Perencanaan Perumahan oleh Dpusbindiklatren Bappenas (2003: 2-4)

• Penyediaan Lahan Untuk Perumahan dan Permukiman


Pemerintah dapat melaksanakan kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum, yaitu penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi
tanah, serta perumahan untuk MBR dengan status sewa.
1. Pengadaan Tanah
Secara umum proses pengadaan tanah untuk sektor perumahan dan permukiman
dimanfaatkan untuk pembangunan baru dan peningkatan kualitas perumahan dan kawasan
permukiman. Pengadaan tanah dilaksanakan dalam beberapa tahapan, yaitu tahap
perencanaan, penyediaan tanah, pematangan lahan, pendistribusian dan pemanfaatan tanah
serta pengawasan dan pengendalian pemanfaatan tanah. Sedangkan pihak-pihak yang terlibat
dalam pengadaan tanah, mencakup pemerintah, pelaku pembangunan dan masyarakat.
Proses dan tahapan pengadaan tanah untuk pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman dapat dilihat pada Gambar berikut :

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 30
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

Gamb
ar 8
Mekanisme Pengadaan Tanah

a) Pemberian Hak Atas tanah terhadap Tanah yang Langsung Dikuasai Negara
Terdiri dari :
• Tanah Negara yang tidak ada pemakainya.
• Tanah Negara bekas tanah hak yang dipakai oleh perseorangan (tanah garapan) atau
badan hukum (BUMN/BUMD).
• Tanah Negara yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat sebagai hak ulayat.
Penyelenggara dapat langsung mengajukan permohonan hak atas tanah tersebut kepada
negara, berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku. Mekanisme ini dilaksanakan melalui
mekanisme ganti rugi. Adapun pemberian hak atas tanah didasarkan pada Keputusan
Gubernur atau Bupati/Walikota tentang Penetapan Lokasi atau Izin Lokasi.
b) Konsolidasi tanah
Konsolidasi Tanah dilakukan dalam rangka penataan kembali penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan RTRW kabupaten/kota,
sebagai upaya penyediaan tanah untuk Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan
Kawasan Permukiman. Kosolidasi tanah dapat dilaksanakan bagi pembangunan Rumah
tunggal, Rumah deret, atau Rumah susun.
Konsolidasi tanah dilakukan untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal,
melalui peningkatan efisiensi dan produktifitas penggunaan tanah. Kegiatan Konsolidasi

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 31
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

Tanah, meliputi penataan kembali bidang-bidang tanah termasuk hak atas tanah dan/atau
penggunaan tanahnya dengan dilengkapi Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum dengan
melibatkan partisipasi para pemilik tanah dan/atau penggarap tanah.
Adapun penetapan lokasi konsolidasi tanah yang terletak pada suatu kabupaten/kota
dilakukan oleh Bupati/Walikota. Konsolidasi tanah bagi pembangunan Perumahan dan
Kawasan Permukiman diutamakan bagi :
a) Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh.
b) Permukiman yang tumbuh pesat secara alami.
c) Permukiman yang mulai tumbuh.
d) Kawasan yang direncanakan menjadi permukiman baru.
e) Kawasan yang relatif kosong di bagian pinggiran kota yang diperkirakan akan
berkembang sebagai daerah Permukiman.
f) Pembangunan kembali Perumahan dan Kawasan Permukiman yang terkena
bencana alam, kebakaran, atau kerusuhan sosial.
c) Land Banking
Land Banking merupakan upaya-upaya dalam rangka praktek perolehan tanah dan
menyimpan tanah yang sudah diperoleh/dibebaskan untuk penggunaan pada masa yang akan
datang.
Adapun tujuan pelaksanaan land banking, diantaranya :
1) Memberikan jaminan ketersediaan tanah melalui upaya peningkatan daya guna dan
hasil guna tanah, dengan mengutamakan fungsi sosial tanah dalam konteks
pembangunan yang berkelanjutan.
2) Mendukung pengembangan kota baru dan penerapan kebijakan hunian berimbang.
3) Mengendalikan pengadaan, penguasaan, dan pemanfaatan tanah secara adil dan wajar
dalam pelaksanaan pembangunan.
4) Menyediakan tanah siap bangun (secara fisik maupun administrasi).
5) Mengendalikan harga tanah (tidak terpengaruh dengan mekanisme pasar yang
diakibatkan pembangunan sektor properti oleh swasta, tidak terpengaruh dengan
spekulasi, dll), sehingga wajar untuk dibangun rumah bagi MBR dengan harga yang
terjangkau.

2. Pencadangan Tanah

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 32
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

Pencadangan tanah untuk pembangunan dan pengambangan Perumahan dan Kawasan


Permukiman dapat dilihat pada Gambar berikut :

Gambar 9
Tahapan Pencadangan Tanah
Pemerintah dalam proses pencadangan tanah memiliki peran dan kewenangan yang
berbeda antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota,
sebagai berikut :
1) Pemerintah Pusat
a) Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional terkait
pencadangan lahan;
b) Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional terkait pencadangan
lahan;
c) Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan
nasional terkait pencadangan lahan;
d) Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung
terwujudnya upaya pencadangan lahan perumahan bagi MBR;
e) Menyelenggarakan sosialisasi kebijakan terkait pencadangan lahan.
f) Memfasilitasi pemberian bantuan prasarana, sarana, dan utilitas umum bagi
pemerintahan daerah yang telah melaksanakan upaya pencadangan lahan
perumahan bagi MBR
2) Peran Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 33
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

a) Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat daerah


(provinsi/kabupaten/kota) terkait dengan pencadangan tanah;
b) Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan
pencadangan tanah baik dengan pemerintah maupun dengan stakeholder lainnya;
c) Mengalokasikan dana dan/atau biaya pembangunan untuk mendukung
terwujudnya kebijakan pencadangan tanah;
d) Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
e) Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pencadangan tanah.
Pembagian kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 7
Pembagian Kewenangan
No Kegiatan Pusat Provinsi Kabupaten/Kota
1 Pembangunan Baru Pencadangan Pencadangan Pencadangan Tanah
Perumahan Tapak Tanah Untuk Tanah Untuk Untuk Pembangunan
Pembangunan Pembangunan Perumahan Pada
Perumahan Pada Perumahan Pada: Kawasan Pusat Kegiatan
Kawasan :  Kawasan Lintas Kab/Kota (Ekonomi,
 Program Kabupaten/Kota Industri, Terminal,
Strategis  Kawasan Pendidikan, Pesisir)
Nasional Strategis
 Kawasan Provinsi
Perbatasan
Negara
 Kawasan/Kota
Baru Yang
Merupakan
Kebijakan
Nasional

2 Pembangunan Penyediaan Tanah Kontribusi 35% Kontribusi 15%


Rusunawa Atau di Kawasan TOD/ Penyediaan Tanah Penyediaan Tanah Di
Rusunami Kawasan CBD, Di Kawasan TOD/ Kawasan TOD/
Dalam Rangka: Kawasan CBD, Kawasan CBD, Dalam
 Penanganan Dalam Rangka: Rangka:
Permukiman  Penanganan  Penanganan
Kumuh Permukiman Permukiman Kumuh
 Kawasan Kumuh  Kawasan Strategis
Strategis  Kawasan Nasional
Nasional Strategis  Kawasan/Kota Baru
 Kawasan/Kota Nasional
Baru  Kawasan/Kota
Baru
3 Pengembangan 1.Penetapan Model 1.Pelaksanaan 1.Pengesahan
Kawasan/Kota Penyediaan Tanah Penyediaan Tanah Masterplan
Baru 2.Dukungan 2.Dukungan Pengembangan

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 34
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

No Kegiatan Pusat Provinsi Kabupaten/Kota


Penyediaan Tanah Penyediaan Tanah Kasiba/Lisiba
Di Kawasan Pada Kawasan 2.Dukungan Penyediaan
Permukiman Yang Permukiman Lintas Tanah Pada Kawasan
Merupakan Kab/Kota Permukiman Yang
Program Strategis Merupakan Pusat
Nasional Kegiatan Kab/Kota
4 Peningkatan Penyediaan Tanah Penyediaan Tanah Penyediaan Tanah
Kualitas Dalam Rangka Dalam Rangka Dalam Rangka
Permukiman Peningkatan Peningkatan Peningkatan Kualitas
Kumuh Kualitas Kualitas Permukiman Kumuh
Permukiman Permukiman Dengan Luas Dibawah
Kumuh Dengan Kumuh Dengan 10 Ha
Luas 15 Ha Atau Luas 10 S/D 15 Ha
Lebih
5 Pemukiman Penyediaan Tanah Penyediaan Tanah Untuk
Kembali Dalam Rangka Lokasi Pemukiman
Pemukiman Kembali
Kembali Pada
Lokasi Lintas
Kab/Kota

• Daya Dukung Lahan Untuk Perumahan dan Permukiman


1. Konsep Daya Dukung Lahan
Dalam kehidupan dan aktivitas manusia sehari-hari, lahan merupakan bagian dari
lingkungan sebagai sumber daya alam yang mempunyai peranan sangat penting untuk
berbagai kepentingan bagi manusia. Lahan dimanfaatkan antara lain untuk pemukiman,
pertanian, peternakan, pertambangan, jalan dan tempat bangunan fasilitas sosial, ekonomi
dan sebagainya. Daya dukung lingkungan pada hakekatnya adalah daya dukung lingkungan
alamiah, yaitu berdasarkan biomas tumbuhan dan hewan yang dapat dikumpulkan dan
ditangkap per satuan luas dan waktu di daerah itu. Daya dukung lingkungan hidup terbagi
menjadi 2 (dua) komponen, yaitu kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas
tampung limbah (assimilative capacity).
Dalam menerapkan konsep daya dukung lahan perlu dilakukan analisis mengenai daya
dukung yang membandingkan kebutuhan antara tata guna lahan dengan lingkungan alam atau
sistem lingkungan buatan. Hal ini bertujuan untuk mempelajari dampak dari pertumbuhan
penduduk dan sistim pembangunan kota, sistim fasilitas umum, dan pengamatan lingkungan.
Daya dukung lingkungan terkait dengan kapasitas ambang batas sebagai dasar untuk
membatasi rekomendasi pertumbuhan.

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 35
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan luas lahan garapan cenderung makin


kecil, keadaan ini menyebabkan meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan. Kemudian
di daerah setiap lahan berpindah kenaikan kepadatan penduduk juga meningkatkan tekanan
penduduk terhadap lahan, karena naiknya kebutuhan akan pangan akibatnya diperpendeknya
masa istirahat lahan (Soemarwoto, 2001). Selanjutnya, bahwa meningkatnya kepadatan
penduduk daya dukung lahan pada akhirnya akan terlampaui. Hal ini menunjukkan bahwa
lahan di suatu wilayah tidak mampu lagi mendukung jumlah penduduk di atas pada tingkat
kesejahteraan tertentu (Mustari et.al., 2005).
Daya dukung lahan merupakan harkat lahan yang ditetapkan menurut macam
pengolahan atau syarat pengelohan yang diperlukan berkenaan dengan pengendalian bahaya
degradasi lahan atau penekanan resiko kerusakan lahan selama penggunaannya untuk suatu
maksud tertentu, atau berkenaan dengan pemulihan lahan yang telah menunjukkan gejala-
gejala degradasi. Makin rumit pengolahan yang diperlukan, daya dukung lahan untuk
penggunaan termaksud dinilai makin rendah.

2. Karakteristik dan Kriteria Daya Dukung Lahan


Kualitas lahan merupakan kendala fisik yang menjadi hambatan besar dan membatasi
aktivitas pembangunan. Keterbatasan daya dukung lahan menunjukkan bahwa tidak semua
upaya pemanfaatan lahan dapat didukung oleh lahan tersebut. Daya dukung lahan untuk
dapat mendukung upaya pemanfaatannya, akan sangat tergantung dari faktor-faktor fisik
dasar yang terdapat pada lahan tersebut, baik berupa lingkungan hidrologi, geologi dan
atmosfir. Terkait dengan hal tersebut di atas, maka diperlukan optimasi pemanfaatan lahan
dengan mempertimbangkan perencanaan pemanfaatan lahan secara seksama, sehingga dapat
mengambil keputusan pemanfaatan lahan yang paling menguntungkan (Sitorus,1996:68).
Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai kemampuannya mengakibatkan pemanfaatan lahannya
tidak menjadi optimal dan cenderung menurunkan kualitas lingkungan. Daya dukung lahan
untuk dapat mendukung pemanfaatan lahan akan sangat tergantung pada faktor-faktor dasar
yang terdapat dalam lahan tersebut, baik berupa lingkungan hidrologi, kemiringan, batuan/
tanah, dan lain-lain.
Kawasan permukiman merupakan kawasan yang diperuntukan sebagai tempat
tinggal/lingkungan hunian untuk menunjang kegiatan kehidupan dan penghidupan manusia.
Daya dukung lahan untuk sebuah fungsi peruntukan harus memperhatikan beberapa variabel

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 36
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

dan kriteria antara lain klimatologi, topografi, geologi, hidrologi, sumber daya mineral/bahan
galian, bencana alam dan penggunaan lahan.
Adapun kriteria penentuan kelayakan lahan untuk permukiman berdasarkan pedoman
kriteria teknis kawasan budidaya, diantaranya :
Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan
1. Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%).
2. Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh penyelenggara dengan
jumlah yang cukup. Untuk air PDAM suplai air antara 60 liter/org/hari - 100
liter/org/hari.
3. Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi).
4. Drainase baik sampai sedang.
5. Tidak berada pada wilayah sempadan sungai/pantai/waduk/danau/ mata air/saluran
pengairan/rel kereta api dan daerah aman penerbangan.
6. Tidak berada pada kawasan lindung.
7. Tidak terletak pada kawasan budi daya pertanian/penyangga.
8. Menghindari sawah irigasi teknis.
Kriteria dan batasan teknis daya dukung lahan
1. Penggunaan lahan untuk pengembangan perumahan baru 40% - 60% dari luas lahan
yang ada dan untuk kawasan-kawasan tertentu disesuaikan dengan karakteristik serta
daya dukung lingkungan.
2. Kepadatan bangunan dalam satu pengembangan kawasan baru perumahan tidak
bersusun maksimum 50 bangunan rumah/ha dan dilengkapi dengan utilitas umum yang
memadai.
3. Memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim di kawasan peruntukan
permukiman di perdesaan dengan menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari
bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi
pengembangan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan
hidup.

Kawasan perumahan harus dilengkapi dengan :


a. Sistem pembuangan air limbah.
b. Sistem pembuangan air hujan yang mempunyai kapasitas tampung yang cukup,
sehingga lingkungan perumahan bebas genangan. Saluran pembuangan air hujan harus

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 37
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

direncanakan berdasarkan frekuensi intensitas curah hujan 5 (lima) tahunan dan daya
resap tanah yang dapat berupa saluran terbuka maupun tertutup yang dilengkapi
dengan sumur resapan air hujan.
c. Prasarana air bersih yang memenuhi syarat kuantitas maupun kualitas, kapasitas
minimum sambungan rumah tangga 60 liter/orang/hari dan sambungan kran umum
umum 30 liter/orang/hari.
d. Sistem pembuangan sampah.
e. Penyediaan kebutuhan sarana pendidikan di kawasan peruntukan permukiman yang
berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah penduduk pendukung, luas
lantai dan luas lahan minimal, radius pencapaian serta lokasi dan penyelesaian.
f. Penyediaan kebutuhan sarana kesehatan di kawasan peruntukan permukiman yang
berkaitan dengan yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah
penduduk, luas lantai minimal, radius pencapaian serta lokasi dan penyelesaian.
g. Penyediaan kebutuhan sarana ruang terbuka, taman dan lapangan olah raga di kawasan
peruntukan permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah
penduduk pendukung, luas lahan minimal, radius pencapaian, dan kriteria lokasi dan
penyelesaian penyediaan kebutuhan sarana perdagangan dan niaga di kawasan
peruntukan permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah
penduduk pendukung, luas lantai dan luas lahan minimal radius pencapaian, serta
lokasi dan penyelesaian.
h. Penyediaan kebutuhan sarana perdagangan dan niaga di kawasan peruntukan
permukiman yang berkaitan dengan jenis sarana yang disediakan, jumlah penduduk
pendukung, luas lantai dan luas lahan minimal, radius pencapaian, serta lokasi
penyelesaian.
• Pembiayaan Perumahan dan permukiman
Pembiayaan perumahan formal adalah pembiayaan terkait dengan perumahan formal
yang berupa pembiayaan yang melibatkan pemerintah dan bank-bank tertentu (Kuswartojo).
Pembangunan perumahan di sektor formal merupakan kegiatan pembangunan perumahan
yang dilakukan oleh lembaga berbadan usaha, yaitu pemerintah atau swasta.Jika dari sisi
pemerintah, pemerintah memberi bantuan berupa bunga pinjaman ringan, tanah murah, dan
bahan murah. Pemerintah menjaga keselarasan pembangunan rumah dengan usaha
perencanaan kota. Sebagai contoh dari peran pemerintah dalam penyediaan perumahan
adalah melalui perumnas yang mempunyai :

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 38
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

 Sifat usaha sebagai penyedia pelayanan bagi kemanfaatan umum.


 Bermaksud sebagai pelaksana pembangunan perumahan rakyat.
 Bertujuan untuk mewujudkan lingkungan permukiman sesuai dengan rencana
pembangunan wilayah.

1. Komponen Pembiayaan Perumahan


Dalam pembiayaan perumahan formal terdapat komponen-komponen, berupa :
a. Biaya Pembebasan Lahan
Pembebasan lahan adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum yang semula
terdapat di pemegang hak/pennguasa atas suatu tanah dengan mekanisme transaksi jual
beli. Dalam kegiatan pembebasan lahan terdapat biaya-biaya yang harus dikeluarkan
selain harga tanah atau lahan itu sendiri. Biaya-biaya tersebut, antara lain :
1) Biaya pengecekan sertifikat tanah
2) BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)
3) Biaya Pembuatan Akta PPAT
b. Pematangan Lahan (Sertifikasi)
Pematangan lahan (sertifikasi) dilakukan setelah kegiatan pembebasan lahan
selesai dilakukan. Pematangan lahan (sertifikasi) adalah kegiatan pembuatan sertifikat hak
atas suatu tanah. Sertifikasi dilaksanakan di Kantor Pertanahan BPN
c. Perijinan (Legalitas)
Perizinan atau legalitas proyek dilakukan setelah hak atas tanah diperoleh secara
resmi. Dalam pembangunan perumahan formal, perizinan yang harus dilakukan antara
lain izin prinsip, izin lokasi dan izin mendirikan bangunan. Setiap tahapan perizinan,
terdapat biaya yang harus dikeluarkan.
d. Penyediaan Sarana Prasarana
Penyediaan sarana prasarana meliputi penyediaan jaringan air bersih, jaringan
listrik, jaringan telekomunikasi, dan lain-lain.
e. Biaya Kontruksi Bangunan
Ada beberapa komponen biaya yang terdapat dalam harga penawaran. Namun
tidak seluruh komponen tertulis secara formal di dalam struktur biaya penawaran, tetapi
hanya komponen keuntungan dan komponen pajak, sedangkan komponen biaya langsung
yang tertulis dalam lampiran struktur tersebut merupakan hasil dari analisa harga satuan
pekerjaan dengan menyisipkan biaya komponen tak langsung.

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 39
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

1) Biaya Langsung
Biaya langsung merupakan biaya yang diperlukan untuk segala sesuatu yang
menjadi komponen permanen hasil akhir proyek. Dalam hal ini yaitu biaya untuk
membayar material, peralatan, upah pekerja termasuk mandor yang digunakan
langsung pada pelaksanaan konstruksi. Biaya langsung diajukan secara formal sebagai
salah satu item pembiayaan dan merupakan item utama dari pembiayaan. Dalam
masing-masing biaya langsung terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi harga satuan
material. Harga satuan upah, harga satuan peralatan sebagaimana di jelaskan dalam
bab Rencana Angaran Biaya Konstruksi
2) Biaya Tak Langsung
Biaya tak langsung merupakan biaya yang diperlukan untuk keperluan
kelangsungan manajemen, pengawasan mutu dan pembayaran material serta jasa untuk
pengadaan bagian proyek yang tidak akan menjadi produk/konstruksi permanen,
namun diperlukan dalam rangka proses pelaksanaan proyek.

Biaya Pematangan Perijinan Penyediaan Biaya konstruksi


pembebasan lahan bangunan
lahan (legalitas) sarana dan
(sertifikat) prasarana
Biaya Dilaksanaka Izin prinsip Jaringan air Biaya
pengecekan n di Kantor Izin lokasi bersih langsung
sertifikat Pertanahan Izin Jaringan biaya tidak
BPHTB BPN mendirikan listrik langsung
(Bea bangunan Jaringan
Perolehan telekomunik
Hak atas asi
Tanah dan Jaringan
Bangunan) sampah
Biaya Jaringan
Pembuatan drainase
Akta PPAT

Gambar 10
Komponen Pembiayaan Perumahan dan Permukiman

2. Proses dan Mekanisme Pembiayaan Perumahan Formal


a. KPR
b. FLPP
c. SMF (Secondary Mortgage Finance)
d. Taperum PNS

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 40
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

• Kelembagaan Dalam Pengelolaan Perumahan dan


Permukiman
Salah satu konsep strategi kebijakan pembangunan perumahan dan kawasan
permukiman adalah "Pemantapan kelembagaan dengan mendorong terbentuknya lembaga
perumahan dan kawasan permukiman yang handal dan responsif di lingkungan".
Kelembagaan ini meliputi institusi, baik dari tingkat pusat, provinsi dan kota/kabupaten, yaitu
:
1. Pemerintah Pusat, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat
2. Pemerintah Provinsi, yaitu Gubernur
3. Pemerintah Kota/Kabupaten, yaitu Walikota/Bupati
4. Badan Usaha (BUMN, BUMD, Swasta), Masyarakat
Para pihak yang terkait dalam kelembagaan pembangunan perumahan formal dan
peran masing-masing kelembagaan yang ada secara detail dijelaskan dalam matrik berikut ini
:
Tabel 8
Matriks Pihak Terkait Dalam Pembiayaan Perumahan Formal
No Pihak Keterkaitan
1 Pemerintah Pusat Penyediaan permukiman untuk rakyat
Pembinaan meliputi perencanaan, pengaturan, pengendalian,
pengawasan
Pemberi bantuan khususnya MBR
Pembuat regulasi dan kebijakan
Penyediaan RLH
Pengembangan sistem pembiayaan MBR
2 Pemerintah Daerah Hampir sama seperti pemerintah pusat, namun dalam skala
yang lebih kecil dan lebih detail
Pemberian subsidi, stimulan, insentif, asuransi, perizinan,
penyediaan lahan, pengadaan PSU, dan sertifikasi tanah
3 Lembaga Keuangan Penyedia dan pengelolan kredit dan pinjaman
Jenis kredit yang dikelola adalah kredit konstruksi, kredit real
estate, dan kredit kepemilikan rumah/ apartemen
4 Perusahaan Swasta Melalui CSR berperan dalam perumahan
Pengadaan PSU dan perumahan pegawai
5 Lembaga Asing Pemberi pinjaman dan hibah
6 Pengembang Developer bertindak dalam mengurus perizinan
Developer melakukan kerjasama dengan beberapa pihak
seperti kontraktor, bank dan jasa pemasaran
Developer juga bisa sebagai penyedia dana tunggal ataupun
yang melakukan usaha pencarian dana

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 41
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

No Pihak Keterkaitan
Developer sebagai perencana dan pelaksana pembangunan
7 Masyarakat Berpartisipasi dalam melaksanakan pembangunan perumahan
dan permukiman secara swadaya
Merupakan konsumen dan pengguna kredit
Sumber : Sistem Pembiayaan Perumahan Formal Sederhana Perumnas Mojosongo, 2009

2.1.5 PROYEKSI PENDUDUK


Proyeksi penduduk (population projections) dan peramalan penduduk (population
forecast) sering dipergunakan sebagai dua istilah yang sering dipertukarkan. Meskipun
demikian, kedua istilah ini sebenarnya memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Berbagai
literatur menyatakan proyeksi penduduk sebagai prediksi (ramalan) yang didasarkan pada
asumsi rational tertentu yang dibangun untuk kecenderungan masa yang akan datang dengan
menggunakan peralatan statistik atau perhitungan matematik. Di sisi lain peramalan
(forecast) penduduk bisa saja dengan atau tanpa asumsi dan/atau kalkulasi. Tanpa
kondisi/syarat tertentu atau pendekatan tertentu. (Smith, et.al 2001). Oleh karenanya, dapat
dikatakan bahwa peramalan adalah proyeksi, tetapi tidak semua proyeksi membutuhkan
peramalan.
Ada beberapa cara untuk memproyeksikan jumlah penduduk masa yang akan datang
diantaranya menggunakan metode matematik dan metode komponen.
1. Model Ektrapolasi Trend
Model ekstrapolasi trend secara sederhana menggunakan trend penduduk masa yang
lalu untuk memperkirakan jumlah penduduk masa yang akan datang. Metode ini adalah
metode yang mudah digunakan dalam rangka proyeksi penduduk. Selain itu, metode ini
juga digunakan untuk menghitung tingkat dan ratio pada masa yang akan datang
berdasarkan tingkat dan ratio pada masa yang lalu.
Model ekstrapolasi trend yang banyak digunakan adalah model linear, geometric
dan parabolic. Asumsi dasar dari model linear, geometric dan parabolic adalah
pertumbuhan atau penurunan akan berlanjut tanpa batas. Namun demikian, asumsi tersebut
tidak mungkin diberlakukan jika proyeksi yang disusun adalah proyeksi jangka panjang.
a. Model Linear (Aritmethic)
Model linear menurut Klosterman (1990) adalah teknik proyeksi yang paling
sederhana dari seluruh model trend. Model ini menggunakan persamaan derajat pertama
(first degree equation). Berdasarkan hal tersebut, penduduk diproyeksikan sebagai fungsi
dari waktu, dengan persamaan :

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 42
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

Pt =Po + r.t

Dimana : Pt = penduduk pada tahun proyeksi (t)


Po = jumlah penduduk pada tahun awal proyeksi (o)
r = rata-rata pertumbuhan penduduk tiap tahun
t = kurun waktu proyeksi
Hasil proyeksi akan berbentuk suatu garis lurus. Model ini berasumsi bahwa
penduduk akan bertambah/berkurang sebesar jumlah absolute yang sama/tetap (β) pada
masa yang akan datang sesuai dengan kecenderungan yang terjadi pada masa lalu. Ini
berarti bahwa, jika Pt+1 dan Pt adalah jumlah populasi dalam tahun yang berurutan, P t+1 – Pt
yang adalah perbedaan pertama yang selalu tetap (konstan). Klosterman (1990), mengacu
pada Pittengar (1976), mengemukakan bahwa model ini hanya digunakan jika data yang
tersedia relatif terbatas, sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan model lain.
Selanjutnya, Isserman (1977) mengemukakan bahwa model ini hanya dapat diaplikasikan
untuk wilayah kecil dengan pertumbuhan yang lambat, dan tidak tepat untuk proyeksi pada
wilayah-wilayah yang lebih luas dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi.
b. Model Geometrik
Asumsi dalam model ini adalah penduduk akan bertambah/berkurang pada suatu
tingkat pertumbuhan (persentase) yang tetap. Misalnya, jika P t+1 dan Pt adalah jumlah
penduduk dalam tahun yang berurutan, maka penduduk akan bertambah atau berkurang
pada tingkat pertumbuhan yang tetap (yaitu sebesar P t+1/Pt ) dari waktu ke waktu. Menurut
Klosterman (1990), proyeksi dengan tingkat pertumbuhan yang tetap ini umumnya dapat
diterapkan pada wilayah, dimana pada tahun-tahun awal observasi pertambahan absolut
penduduknya sedikit dan menjadi semakin banyak pada tahun-tahun akhir. Model
geometric memiliki persamaan umum:

Pt =Po (1 + r)t

Dimana : Pt = penduduk pada tahun proyeksi (t)


Po = jumlah penduduk pada tahun awal proyeksi (o)
r = rata-rata pertumbuhan penduduk tiap tahun
t = kurun waktu proyeksi

Menurut Smith, Tayman dan Swanson (2001), model ratio-sebagaimana model


ekstrapolasi trend- juga didasarkan pada trend masa lalu. Model ratio menggunakan konsep

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 43
KOTA PAYAKUMBUH 2018
LAPORAN AKHIR
PENYUSUNAN RP3KP

bahwa penduduk (atau perubahan penduduk) pada suatu wilayah yang lebih kecil (wilayah
studi) merupakan proporsi dari penduduk (perubahan penduduk) dari wilayah yang lebih
luas, atau wilayah basis (base area). Model ini sederhana dan mudah dalam perhitungannya
serta membutuhkan data yang relative lebih sedikit. Meskipun demikian, model ini
membutuhkan proyeksi penduduk dari wilayah basis tersebut.
c. Model Polinomial
Asumsi dalam metode ini adalah kecenderungan dalam laju pertumbuhan penduduk
dianggap tetap atau dengan kata lain hubungan masa lampau digunakan untuk
memperkirakan perkembangan yang akan datang. Analisa ini digunakan apabila
menemukan pola pertambahan penduduk yang sifat datanya berfluktuasi dan data laju
pertumbuhan penduduk rata-rata kurang dari 2%. Adapun rumus yang digunakan adalah
sebagai berikut:

Pt = Po + (bxn)
Ket: Pt = Jumlah Penduduk proyeksi tahun t (jiwa)
Po = Jumlah Penduduk eksisting/tahun perhitungan dasar (jiwa)
b = Rata-rata pertambahan pednuduk (jiwa/tahun)
n = Selisih tahun proyeksi (t) dengan tahun dasar (o) (tahun)

d. Laju Pertumbuhan Kepala Keluarga

di mana :
r = laju pertumbuhan KK
Pt = jumlah KK awal tahun t
P0 = jumlah KK tahun awal
t = periode waktu antara 0 dan t

DINAS PERUMAHAN DAN


PERMUKIMAN 2 - 44
KOTA PAYAKUMBUH 2018

Anda mungkin juga menyukai