Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Analisis pusat pertumbuhan merupakan salah satu teori yang cukup populer dalam ilmu
ekonomi regional, karena mempunyai karakteristik khusus yang tidak terdapat dalam ilmu
ekonomi lainna. Integrasi antara aspek pertumbuhan ekonomi dan analisis keuntungan lokasi
dan keterkaitan wilayah merupakan ciri khusus yang menyebabka efisiesni ekonomi dapat
lebih di tingkatkan sehingga pertumbuhan ekonomi dapat didorong secara maksimal.

Ide awal pusat pertumbuhan mula-mula dikemukakan oleh francois perroux, seorang
ekono bangsa prancis, pada tahun 1955. Pemikiran ini muncul sebagai reaksi terhadap
pandangan para ekonom pada waktu itu seperti casel (1927) dan schumpeter (1951) yang
berpendaat bahwa transper pertumbuhan antar wilayah umumnya berjjalan lancar, sehingga
perkembangan penduduk, produksi dan kapital tidaklah selalu proposional antarwaktu.
Pertumbuhan ekonomi cendrung terkonsentrasi pada daerah tertentu yang didorong adanya
keuntungan agomerasi yang timbul karena adanya konsentrasi kegiatan ekonomi. Pandangan
ini kemudian didukung oleh Hirschman (1958) yang mengindentifikasikan adanya daerah
tertentu yang bertumbuh sangat cepat dan ada pula yang bertumbuh sangat lambat. Hal ini
terjadi karena proses pembangunan terhadap efek rembesan dan efek konsentrasi yang
berbeda antara suatu daerah dengan daerah lainnya. Karena itu, Friedmann and Alonso
(1964) mengatakan bahwa pengambilan keeputusan entang dimana sebaiknya kegiatan
ekonomi tersebut berlokasi merupakan keputusan investasi yang sangat penting. Pemikiran
ini kemudian dielaborasi lebih lanjut oleh Hansen (1967) untuk mengetahui lebih kontret
tentang struktur ekonomi yang terdapat dalam sebuah pusat pertumbuhan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa itu pusat pertumbuhan?
2. Bagaimana keuntungan dan pengukuran aglomentasi secara regional?
3. Bagaimana langkah dan penerapan konsep pusat pertumbuhan?
4. Bagaimana pusat pertumbuhan dan perencanaan pembangunan disuatu wilayah?

1
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui apa itu pusat pertumbuhan
2. Mengatahui bagaimana cara dan pengukuran aglomentasi secara regional
3. Mengetahui Bagaimana langkah dan penerapan secara regional
4. Mengetahui bagaimana pusat pertumbuhan dan perencanaan pembangunan disuatu
wilayah

1.4 MANFAAT
1. Media untuk mencoba menerapkan pemahaman teoritis yang diperoleh dibangku
kuliah dalam kehidupan nyata.
2. Sebagai salah satu sumber informasi tentang perkembangan pusat pertumbuhan di
Indonesia.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pusat Pertumbuhan

Richardson (1978) memberikan definisi pusa pertumbuhan sebagai berikut: “A


growth pole was defined as a set of industries capable of generating dynamic growth in the
economy, and strongly, interrelated to each other via input-output linkages around a leading
industry (propulsive industry) artinya kutub pertumbuhan didefinisikan sebagai seperangkat
industri yang mampu menghasilkan peetumbuhan dinamis dalam perekonomian dan saling
terkait satu sama lain melalui input dan output keterkaitan disekitar industri terkemuka. Dari
definisi in terlihat bahwa ada empat karakteristik utama sebuah pusat pertumbuhan, yaitu;

1. Adanya sekelompok egiatan ekonomi terkonsentrasi pada suatu lokasi tertentu


2. Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut mampu mendorong pertumbuhan
ekonomiyang dinamis dalam perekonomian
3. Terdapat keterkaitan input dan output yang kuat antara sesama kegiatan ekonomi pada
pusat tersebut dan
4. Dalam kelompok kegiatan ekonomi tersebut terdapat sebuah industri induk yang
mendorong pengembangan kegiatan ekonomi pada pusat tersebut.

Konsentrasi kegiatan ekonomi yang dapat berfungsi sebgai pusat pertumbuhan adalah
yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, atau paing kurang daerah sekitarnya
secara dinamis. Kemampuan untuk endorong ekonomi secara dinamis tersebut dapat dilihat
dari dampak ekonomi yang dapa dihasilkan untuk daerah sekitarnya, baik dalam peningkatan
kegiatan produksi, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat.

Karakteristik selanjutna dari pusat pertumbuan adalah adanya keterkaitan yan erat
dari segi input dan ouput antara sesama kegiatan ekonomi yang terdapat didalamny.
Keterkaitan ini sangat penting artinya untuk dapat menghasilkan keuntungan alogmerasi ini

3
merupakan kekuatan utama dari pengembangan sebua pusat pertumbuhan karena dapat
memberikan keuntungan eksternal kepada para pengusaha yang ada didalam pusat tersebut.

Karakteristik terakhir daari pusat pertumbuhan adalah abahwa didalamnya terdapat


sebuah industri induk yang dapat berfungsi baik sebagai industri hulu atau industri hilir. Ini
berarti bahwa tidak semua konsentrasi kegiatan ekonomi tidak berfungsi sebagai puat
pertumbuhan bilamana didalamnya tdak terdapat sebuah industri induk. Keberadaan industri
induk sangat pentin artnya dalam menunjang pengembangan sebuah pusat pertumbuhan,
karena adanya keberadaan terdaat menjamin tersedianya bahan baku dan pemasaran sehingga
kegiatan produksi dari kegiatan ekonomi yang ada dalam pusat tersebut akan dapat
berkembang denagn baik.

2.1.2 Pusat Pmbanguna dan Pusat Pertumbuhan

Perroux sejak semula tidak membedakan antara pengertian pusat pertumbuhan dan
pusat pembangunan sehingga menimbulkan keraguan dalam pelaksanaan konsep tersebut
guna mendorong pembangunan wilayah. Menurut Benyamin Higgins (1995) kedua hal ini
mempunyai perbedaan yang cukup signifikan. Berdasarkan klarifikasi higgins, pusat
pertumbuhan diartikan sebagai suatu kumpulan kegiatan ekonomi yang mempunyai kapasitas
untuk mengembangkan sekumpulan kegiatan ekonomi lainnya. Sedangkan pusat
pembangunan diartikan sebagai suatu kumpulan kegiatan ekonomi yang mempunyai
kapasitas untuk menimbulkan struktur ekonomi dan sosial yang mendasar dan cepat
mendorong proses pembangunan daerah secara multideensional. Sedangkan pusat pelayan
pada dasarnya adalah sebuah kota yang kegiatan utamanya adalah dalam bentuk kegiatan
pelayanan (jasa) seperti perdagangan, transportasi dan komunikasi, jasa keuangan, serta jasa
umum lainnya.

Karena perroux mendefinisikan pusat pertumbuhan pada dasarnya adalah kumpulan


kegiatan ekonomi disekitas industri induk, maka mengikuti higgins formulasi dimulai dengan
pengertian dari industri induk tersebut. Seandainya B adalah industi induk terhadap kegiatan
ekonomi A, maka:

IA = f (IB) dan ∆IA/∆IB>0

Diman IA investasi dikegiatan ekonomi A dan IB investasi dikegiatan ekonomi B

4
Investasi pada pusat pembanguna mempengaruhi pertumbuhan kota pada daerah
bersangkutan secara bervariasi. Pengaruh tersebut dapat muncul dalam bentuk peningkatan
investasi, penyediaan lapangan kerja, pendapatan dan kemajuan teknologi yang semuanya
merupakan unsur kemakmuran ada wilaah bersangkutan (Wr). Untuk kemdahannya,
kemakmuran ini secara kasar dapat diketahui dari tingkat pendapatan perkapita atau indeks
pembangunan manusia (IPM) bia kemakmuran tersebut juga mencakup aspek sosial seperti
pendidikan dan kesehatan.

Berddasarkan pertimbangan ini makan pusat pertumbuhan kemudian dapat


diidentifikasian dalam bentuk elastisitas kemakmuran dari daerah dimana pusat tersebut
berada.dalam kaitan dengan hal ini, berikut kita umpamakan wilaah R terdiri dari pusat
perkotaan, U, dan daerah belakangnya, r. Ini berarti bahwa struktur suatu wilayah dapat
digambarkan:

R =u+r

Dari sini dapat dikatakan bahwa u akan merupakan pusat pembangunan bila mana
elastisitas investasi pada pusat tersebut terdapat kemakmuran wilayah adalah positif.

Wr = (∆Wr/Wr)/( ∆Iu/Iu) = (Iu/Wr) (∆Wr/Iu) > 0

Ini berati bahwa pusat investasi pada pusat pembangunan kan mendorong ertumbuhan
ekonom ppada wilayah bersangkutan. Bila hasil perhitungan elastisitas pada persamaan diatas
ternata > 1, ang berarti bahwa bila mana investasi sebesar 5% pada pusat tersebut dapat
menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari 5%, maka daerah perkotaan tersebut dapat
diartikan sebagai pusat pembangunan yang dominan.

Sejalan dengan formulasi diatas, maka daerah perkotaan dikatakan berfungsi sebagai pusat
pertumbuhan bilamana:

(∆Ij/Ij)/( ∆Iu/Iu)= (Iu/Ij)/( ∆Ij/∆Iu) > 0

Yaitu elastis investasi pada daerah hinterland j terhadap investasi di pusat kota u
bersifat positif. Bilamana hasil perhitungan elastisitas pada persamaan menghasilkan
angka>1, maka daerah perkotaan tersebut dikatakan sebagai pusat pertumbuhan “kuat”
(strong growth poles). Akan tetapi, bilamana elastisitas yang dihasilkan adalah bergerak
antara nol sampai dengan satu, maka daerah perkotaan tersebut dikatakan sebagai Pusat
Pertumbuhan “lemah” (Weak Growth Centre).

5
Ada kemungkinan pusat pertumbuhan tersebut muncul tidak di daerah perkotaan,
tetapi didaerah pedesaan (non urbanized areas) dengan kegiatan ekonomi utamanya
didominasi oleh pertanian perkebunan, peikanan, dan peternakan. Dalam hal ini suatu daerah
dikatakan sebagai Propulsive Region (Wilayah Andalan) bilamana elastisitas investasi
dipusat kota u terhadap investasi didaerah hinterland, r adalah positif yaitu:

(IR/Iu) (∆Iu/∆IR) > 0

Bila hasil perhitungan elastisitas pada persamaan menghasilkan angka lebih besar dari
1 maka daerah tersebut dikatakan sebagai Wilayah Utama yang kuat (Strong Propulasive
Region). Akan tetapi, bilamana hasil perhitungan yang diperoleh adalah bergerak antara nol
sampai dengan satu, maka daerah tersebut disebut sebagai Wilayah Andalan yang lemah
(Weak Propulsive Region).

Kinerja pembangunan suatu daerah mempunyai hubungan dengan pertumbuhan


penduduk pada daerah bersangkutan. Alasannya jelas karna kemajuan pertumbuhan
penduduk pada daerah bersangkutan. Alasannya jelas karna kemajuan pembangunan akan
meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan hal ini akan menjadi daya tarik yang kuat bagi
yang kuat bagi penduduk untuk pindah (imigrasi) ke daerah tersebut guna mendapatkan
pekerjaan. Perpindahan penduduk tersebut sebagian besar biasanya menuju daerah perkotaan,
sehingga kepadatan penduduk tersebut sebagian besar biasanya menuju daerah perkotaan,
sehingga kepadatan penduduk cenderung meningkat. Dengan kata lain, kota biasanya
merupakan pusat daya tarik (centre of attraction) dan hal ini terjadi jika:

(IU/PI) (∆PI/∆IU) < 0

Yang berarti bahwa pertumbuhan investasi pada daerah perkotaan akan berakibat
menurunnya jumlah penduduk didaerah pedalaman.

Jika hasil perhitungan elastisitas pada persamaan ternyata lebih besar dari minus satu,
maka ini berarti bahwa kota tersebut merupakan pusat daya tarik (centre of attraction) yang
“kuat” dan sebaliknya dikatakan “lemah” bilamana elastisitas yang diperoleh bergerak atara 0
sampai dengan minus satu. Dengan demikan,kota sekaligus dapat berfungsi sebagai pusat
pembangunan dan pusat daya Tarik. Kondisi ini terjadi pertumbuhan kegiatan eonomi dikota
akan mendorong peningkatan pendapatan per kapita atau kemakmuran pada daerah
pedalaman di sekitar kota tersebut melalui penurunan tekanan penduduk di daerah
tersebut.Akan tetapi bilamana elastisitas pada persamaan (7.8) ternyata positif maka kotta

6
tersebut disebut pusat penyebaran (diffusion centre). Ini berarti bahwa peningkatan investasi
di kota akan menyebabkan meningkatnya kepadatan penduduk di daerah pedalaman.
Tentunya kondisi yang ideal adalah bilamana kota tersebut sekaligus berfungsi sebagai pusat
pembangunan (development poles) dan pusat penyebaran (diffusion centre).

2.1.3 Keuntungan Aglomerasi

Sebagaimana telah disinggung terdahulu bahwa keuntungan aglomerasi pada dasarnya


merupakankekuatan utama dari sebuah pusat pertumbuhan.Alasannya adalah karena dia dapat
memberikan keuntungan eksternal baik dalam bentuk penurunan biaya atau peningkatan
peluang pasar bagi para pengusaha yang beroperasi dalam pusat tersebut. Karena itudapat
dikatakan bahwa bilamana aglomerasi yang dapat dihasilkan oleh sebuah pusat pertumbuhan
cukup besar.

Keuntungan aglomerasi baru dapat muncul bilamana terdapat keterkaitan yang erat
antara kegiatan ekonomi yang ada pada konsentrasi tersebut baik dalam bentuk keterkaitan
input atau keterkaitan dengan output.

1. Keuntungan Skala Besar


Keuntungan skala besar merupakan keuntungan yang diperoleh dalam bentuk
penurunan biaya produksi rata-rata perunit, karena produksi dilakukan dalam skala besar .
sedangka produksi dalam skala besar tersebut dimungkinkan bila terdapat jaminan
ketersediaan bahan baku dan pasar, karena perusahaan beralokasi dalam suatu pusat
pertumbuhan dimana didalamnya terdapat kegiatan ekonomi yang saling terkait satu sama
lainnya baik dari segi input maupun output. Penurunan biaya produksi merupakan
keuntungan eksternal yang menimbulkan daya tarik bagi sesorang investor untuk datang dan
mengembangkan kegiatan produksi dalam pusat pertumbuhan tersebut.

Berdasarkan pengertian keuntungan skala besar tersebut maka metode yang tepat
untuk digunakan adalah metode perbandingan biaya (comparative cost).

2. Keuntungan Lokalisasi

Keuntungan lokalisasi adalah keuntungan dalam bentuk penghematan ongkos


angkut,baik untuk bahan baku dan hasil produksi,yang timbul karena berlokasisecara
terkonsentrasi dengan perusahaan terkait lainnya dalam suatu pusat perumbuhan.Bila
kegiatan ekonomi dalam pusat tersebut adalah dalam bentuk industri pengolaan hasil

7
pertanian dan pertambangan yang menggunakan dan menghasilkan barang barang relatife
berat, maka penghematan ongkos angkut tersebut dapat diperoleh dalam jumlah yang relative
besar.keuntungan eksternal ini selanjutnya akan menjadi factor pendorong pengembangan
produksi dan sekaligus menjadi daya tarik yang cukup besar bagi industry lain untuk masuk
dan berlokasi dalam pusat pertumuhan tersebut.

3. Keuntungan urbanisasi

Keuntungan urbanisasi yait keuntungan yang muncul karena penggunaan fasilitas


dalam sebuah pusat pertumbuhan secara Bersama contonya seperti
listrik,pergudangan,telepon,air minum,dan utilitas lainnya yang menunjang kegiatan operasi
perusahaan.Alasanutamanya adalah karena penggnaan fasilitas secara bersamaan akan dapat
menurunkan biayakarena dapat ditanggung secara bersamaKEuntungan eksternal ini juga
akan dapatmengembangkan kegiatan ekonomi yang telah berada di dalam pusat dan sekaligus
juga menimbulkan daya tarik bagi kegiatan eknomi lain untuk masuk berlokasi dalam pusat
pertumbuhan tersebut.

2.1.4 Pengukuran Aglomerasi Secara Regional

Pengukuran keuntungan aglomerasi sebagaimana dibahas pada bagian D diatas adalah


secara mikro dengan melihat kepada masing masing industry pada sebuah pusat pertumbuhan
atau kompleks industry.Akan tetapi,pengukuran aglomerasi dapat pula dilakukan secara
regional untuk semua industry yang berada pada wilayah tertentu.dalam hal ini aglomerasi
ditentukan berdasarkan konsentrasi beberapa kegiatan industry pada suatu daerah.Sedangkan
kekuatan utama yang mendorong terjadinya konsentrasi kegiatan industry tersebut adalah
sama yaitu adanya keuntungan aglomerasi.

2.1.5 Langkah Pendirian Pusat Pertumbuhan

Dalam rangka pendirian dan pengembangan sebuah pusat pertumbuhan secara baik
dab terarah diperlukan beberapa langkah dan kegiatan yang saling berkaitan satu sama lain.
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menetapkan lokasi pusat pertumbuhan dengan
mempergatikan berbagai keuntungan lokasi yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Pertama

8
perlu diarahkan pada ketersediaan jaringan jalan yang dapat menjangkau seluruh
wilayahcakupannya. Akan sangat menguntungkan bila mana Pada lokasi terdapat pelabuhan
sehingga angkutan barang akan dapat dilakukan dengan biaya yang lebih rendah. Dan perlu
diperhatikan Ketersediaan prasarana dan sarana lainnyaterutama tenaga listrik dan jaringan
telekomunikasi.

Langkah keduayang harus dilakukan adalah meneliti potensi ekonomi wilayah terkait
berikut komoditas unggulan yang sudah dimiliki dan atau potensial untuk dikembangkan,
selanjutnya ditentukan pula komoditas mana yang dapat diolah pada lokasi pusat
pertumbuhan dan produk apa yang dapat dipasarkan keseluruh wilayah terkait.

Langkah ketiga adalah meneliti keterkaitan hubungan input dan ouput dari masing
masing industri dan kegiatan yang potensial dikembangkan pada pusat pertumbuhan
bersangkutan. Keterkaitan ini dapat dilihatmelalui besarnya proporsi input yang diperoleh
dan proporai output yang digunakan oleh industri dan kegiatan ekonomi yang potensial
dikembamgkan pada pusat pertumbuhan tersebut.

Langkah keempat adalah menentukan jenis prasarana dan sarana yang diperlukan
untuk pengembangan pusat pertumbuhan tersebut. Mengingat industri penghuni pusat
pertumbuhan umumnya adalah industri olahan dan pemasaran, baik untuk produk pertanian
dan industei maka jenis prasarana dan sarana yang diperlukan pada pusat ini juga haruslah
terkait langsung dengan kegiatab tersebut.

Langkah kelima yang merupakan langkah terakhir adalah membentuk sebuah


organisasi yang akan mengelola dan mengoordinasukan komplek industri atau pusat
pertumbuhan tersebut.pembentukan organisasi sangat penting agar pengembangan komplek
industri dan pusat pertumbuhan tersebut dapat dilakukan terarah dan terpadu.mengingat
industri dan kegiatan ekonomi yang akan mengisi umumnya adalah pihak swasta , maka
organisasi pengola tersebut haruslah dapat merencanakan sistem promosi yang tepat sesuai
dengan yang diinginkan oleh para calon investor. Dalam hal ini peran pemerintah daerah
adalah memberikan arah dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pusat pertumbuhan tersebut
agar dapat berkembang sesuai yang diharapkan.

2.1.6 Penerapan Konsep Pusat Pertumbuhan

9
Secara nasional konsep pusat pertumbuhan sebenarnya sudah mulai diterapkan
diindonesia dalam penyusunan rencana pembangunan 5 tahun (Repelita) II Tahun 1974-1979
yang lalu. Dalam hal ini indonesia dibagi atas lima wilayah pembangunanutama yang masing
masingnya mempunyai sebuah pusat pertumbuhan. Sedangkan pada tingkat provinsi
ditetapkan pula Benerapa wilayah pembangunan sesuai dengan kesamaan potensi dan
kelancaran hubungan sosial ekonominya yang masing masingnya juga mempunyai sebuah
pusat pertumbuhan. Dan pusat pertumbuhan tersebut diharapkan dapat mendorong proaes
pembangunan masing masing wilayah pembangunan tersebut yang selanjutnya akan dapat
pula mendorong proses pembangunan secara nasional.

Penerapan konsep pembangunan nasional telah dilaksanakan selama lebih kurang


15btahun, yaitu mulai dari repwlita II sampai dengan repelita V. Namun demikian, kenyataan
Menunjukkan bahwa penerapan konsep Tersebut sebegitu jauh belum terlaksana dengan
baik.beberapa masalah yang dihadapi adalah belum banyak dipahami konsep pusat
pertumbuhan ini oleh para perencana dan pengambil keputusan.

Penerapan konsep pusat pertumbuhan tersebut pada tingkat regional dan kawasan
sudah pula dilaksanakan diindonesia sejak beberapa tahun yang lalu. Penerapan Tersebut
untuk mendorong proses pembangunan dalam negeri maupun melibatkan kawasan dinegara
lain.upaya yamg dilakukan dalam negeri adalah dalam bentuk pembangunan beberapa zona
dan kawasan industri Dibeberapa kota dan wilayah di indonesia. Sedangkan penerapan
konsep dengan melibatkan wilayah lain adalah dalam bentuk pembangunan segitiga
pertumbuhan.

1.Kawasan (komplek) industri

Konsep kawasan (komlek) industri sebagai salah satu alat untuk mendorong
pengembangan kegiatan industri telah cukup lama diterapkan di Indonesia yang dimulai pada
waktu pendirian kawasan industri pulau gadung di Jakarta yang kemudian disusul dengan
pembangunan kawasan industri rumput di Surabaya, kawasan lhoksumawe di aceh dan
kawasan industri cilacap. Sasaran utama adalah untuk mendorong pertumbuhan industri dan
pembangunan wilayah serta sekaligus meningkatkan pengendalian kualitas lingkungan hidup.
Karena itu, konsep ini kemudian berkembang dan menjadi penting sebagai alat dalam
perencanaan pembangunan wilayah dan kota.

10
Ide ilmiah dari pendirian sebuah kawasan industri berasal dari hasil study walter isard
pada tahun 1956 dalam pengembangan industrialisasi di pulau kuirtorico yang pada waktu itu
merupakan daerah proktetorat amerika serikat. Pembangunan kawasan industri ini dimulai
dengan membangun sebuah industi penyulingan minyak bumi sebagai industri induk
(propulsive industry) yang bahan bakunya dari venezuella dan hasil produksinya dibawa ke
amerika serikat. Karena industri penyulingan minyak bumi mempunyai zat kimia produk
sampingan yang cukup banyak, maka hal ini membuka peluang pula untuk mengembangkan
industri lainnya yang terkait pada minyak bumi yang berlokasi berdekatan. Pengembangan
indusri terkait lainnya dimungkinkan pada kawasan industri tersebut, karena keterkaitan antar
industri tersebut telah mendorong timbulnya keuntungan aglomerasi yang cukup besar dan
menjadi daya tarik cukub kuat bagi investor untuk menanamkan modalnya didaerah tersebut.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama kemudian berkembangnya kawasan industri baru di
portorico tersebut yang secara bertahap telah mendorong pula peningkatan penyediaan
lapangan kerja dan pendapatan bagi masyarakat setempat dengan dibangunnya kawasan
industri tersebut, maka pulau portolico yang semula terkenal sebagai daerah terbelakang yang
miskin dan penuh penganggguran, sekarang berkembang menjadi daerah industri baru
dengan tingkat pengangguran lebih rendah dan pendapatan lebih tinggi.

Keberhasilan pembangunan kawasan industri dikawasan portolico tersebut telah


mendorong banyak Negara didunia mendirikan kawasan industri sebagai upaya untuk
mendorong proses industrialisasi dan sekaligus meningkatkan pembangunan wilayah,
termasuk di Indonesia. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian dari pembangunan kawasan
industri di Indonesia tersebut telah dapat memberikan dampak positif terhadap
pengembangan kegiatan industri dan mendorong pembangunan wilayah. Namun demikian,
juga terdapat beberapa pembangunan kawasan yang gagal karena perencanaannya tidak
dilakukan berdasarkan penelitian yang mendalam atau kesalahan dalam menejemen
pengolahan kawasan tersebut.

2.Kawasan Ekonomi Terpadu(KAPET)

Konsep kawasan industri kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi kawasan


ekonomi terpadu dengan melibatkan kegiatan lain diluar industri seperti perikanan,
perkebunan, dan pertambangan. Logika pendirian KAPET ini cukup jelas karena bahan baku
industri sebagian besar berasal dari hasil produksi sektor pertanian, perkebunan dan

11
pertambangan, sehingga dengan melakukan pembangunan secara terpadu maka kawasan
tersebut diperkirakan akan dapat berkembang lebih cepat. Sama halnya dengan kawasan
industri, KAPET ini juga mempunyai kawasan industri induk baik yang berfungsi sebagai
penyedia barang baku (industri hulu) atau pengelola hasil industri (industri hilir). KAPET
yang telah dibangun dan cukup terkenal di Indonesia adalah di Biak, Makassar dan
belakangan pula dibangun di pulau sabang.

Pembangunan KAPET dengan melibatkan kegiatan ekonomi lainnya diluar kegiatan


industri sebenarnya mempunyai arti yang cukup penting dalam merealisasikan pusat
pertumbuhan (growth poles) dan pembangunan ekonomi dengan menggunakan pendekatan
wilayah. Pertama, dengan melibatkan kegiatan terkait dengan sektor indusri, maka
keterkaitan dalam kegiatan kawasan tersebut akan semakin kuat sehingga keuntungan
aglomerasi yang dihasilkan akan dapat semakin besar. Kedua, dampak kawasan tersebut
terhadap pembangunan daerah sekitarnya (trickling-down effect) juga akan semakin besar,
karena sektor pertanian, perkebunan dan pertambangan umumnya tersebar pada wilayah
diluar kawasan. Dengan adanya kedua kelebihan ini, maka sasaran yang tertera pada definisi
pusat pertumbuhan pembangunan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang dinamis
semakin dapat diwujudkan.

3. Kawasan Sentral Produksi (KSP)

Pola pembangunan yang terdapat pada kawasan sentral produksi (KSP) pada
prinsipnya sama dengan apa yang terlihat pada pembangunan KAPET sebagaimana
dijelaskan di atas. Perbedaanya adalah bahwa di KSP lebih banyak digunakan untuk kegiatan
pembangunan skala kecil untuk pengembangan kegiatan pertanian. Sedangkan pendekatan
yang digunakan umumnya adalah pendekatan agribisnis yang melibatkan kegiatan budidaya
tanaman, pengelolahan hasil dan pemasaran produk. Sama halnya dengan KAPET, pada
setiap KSP juga terdapat sebuah kegiatan utama (core business) yang berfungsi sebagai
industri induk.

Pembangunan KSP ini mulai digerakkan oleh BAPPENAS pada tahun 1998 untuk
mewujudkan pola pembangunan terpadu dengan menggunakan pendekatan wilayah. Melalui
kegiatan tersebut telah dibangun beberapa proyek percontohan pada beberapa provinsi,
termasuk provinsi sumatera barat dan riau. Sayangnya, mulai tahun 2001, kegiatan KSP ini
mulai kurang berkembang karena dengan dimulainya era otonomi daerah, kewenangan
pengelolaan KSP dilimpahkan ke masing-masing kabupaten. Mungkin karena pola

12
pembangunan KSP ini masih baru dan belum banyak diketahui masyarakat, ternyata
pemerintah kabupaten kurang peduli dan memerhatikan kelanjutan pembangunannya
sehingga pengembangan KSP mulai tahun 2001 menjadi kurang menggembirakan. Karena
itu, kedepan pembangunan pertanian dengan menggunakan pola KSP ini perlu terus
dilanjutkan dan dikembangkan dalam rangka meningkatkan prospek pembangunan wilayah.

4. Segitiga Pertumbuhan (Growth Triangle)

Segitiga pertumbuhan merupakan salah satu aplikasi konsep pusat pertumbuhan yang
melibatkan wilayah pada Negara lain. Kawasan segitiga yang mula-mula dibentuk adalah
kawasan kerja sama SIJORI yang melibatkan Singapura, Johor (Malaysia) dan Batam (Riau ,
Indonesia). Pembentukan kawasan kerjasama SIJORI ini didasarkan pada ide yang datang
dari perdana menteri Singapura Goh Chok Tong dalam rangka meningkatkan proses
pembangunan pada kawasan terkait melalui kerja sama pembangunan (Lee Tsao Yuan,
1992). Setelah didirikan setelah beberapa tahun ternyata, kawasan SIJORI ini berkembang
pesat sehingga banyak Negara dan daerah di Indonesia juga ingin meniru pola pembangunan
kawasan ini.

Pola pembangunan segitiga pertumbuhan ini di dasarkan pada kerja sama antar
wilayah dengan memanfaatkan perbedaan potensi ekonomi antar daerah terkait. Sebagaimana
diketahui bahwa singapura adalah Negara dengan teknologi dan kemampuan modal yang
kuat, akan tetapi mempunyai harga tanah dan upah tenaga kerja sangat mahal. Sedangkan
johor dan batam mempunyai karakteristik lain yaaitu mempunyai tanah dan tenaga kerja yang
banyak dengan harga yang relative murah, tetapi mempunyai kelangkaan dalam modal dan
teknologi. Melalui kerjasama regional, perbedaan karakteristik daerah ini dapat dipadukan
sehingga menghasilkan kegiatan usaha yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. Kerjasama
regional yang dilakukan dalam hal ini adalah membangun kegiatan industri di Johor dan di
Batam memanfaatkan lahan dan tenaga kerja setempat dengan menggunakan modal dan
teknologi dari Singapura. Kerja sama ini ternyata telah dapat mendorong pengembangan
kegiatan industri baik di Johor dan di Batam yang selanjutnya mendorong pula pembangunan
pada kedua wilayah tersebut.

Keberhasilan pembangunan wilayah melalui kerjasama kawasan SIJORI telah


mendorong pula Negara terkait seperti Malaysia, Indonesia dan Thailand untuk melakukan
hal yang sama. Dalam rangka ini, kawasan kerja sama SIJORI dikembangkan lebih lanjut
menjadi IMS-GT (Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle) dengan melibatkan

13
wilayah yang lebih luas mencakup provinsi Riau dan Sumatera Barat di Indonesia dan
Negara bagian Malaka di Malaysia. Sejalan dengan hal tersebut dibentuk pula kawasan kerja
sama IMT-GT (Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle) yang melibatkan provinsi-
provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Barat di Indonesia,
Negara bagian penang dan Kedah di Malaysia serta provinsi-provinsi petani, Naratiwat dan
Songkla di Thailand Bagian Selatan (Toh Mun Heng and Linda Low, 1993). Akan tetapi,
karena cakupan kawasan kerja sama menjadi seemakin luas, sebegitu jauh ternyata dampak
kerja sama regional tersebut terhadap pembangunan wilayah terkait ternyata tidaklah sebesar
apa yang pernah dialami pada kawasan kerja sama SIJORI sebelumnya.

2.1.7 Pusat Pertumbuhan dan Perencanaan Pembangunan Wilayah

Pertumbuhan (growth) dan pemerataan (equality) merupakan dua unsur penting dalam
proses pembangunan, baik pada tingkat nasional maupun daerah. Akan tetapi, kenyataan
menunjukkan pula bahwa antar kedua aspek ini sering kali terdapat “trade-off” antara satu
dengan yang lainnya, yaitu bilamana pertumbuhan lebih diutamakan maka hal ini cenderung
akan mengurangi aspek pemerataan, dan sebaliknya bilamana pemerataan yang di utamakan
akan cenderung pula memperlambat proses pertumbuhan. Sementara itu, proses
pembangunan yang diinginkan memerlukan kedua unsur pertumbuhan dan pemerataan
tersebut secara bersamaan. Pertanyaan yang timbul adalah: bagaimana cara mencapai
pertumbuhan dan pemerataan secara sekaligus agar proses pembangunan menjadi lebih baik?

Dalam kaitan dengan pembangunan ekonomi regional, pertanyaan ini dapat di jawab
dengan menerapkan konsep pusat pertumbuhan (growth poles) dalam perencanaan
pembangunan regional. Alasannya adalah karena konsep pusat pertumbuhan mengandung
dua unsur penting yaitu konsentrasi dan sekaligus desentralisasi. Unsur konsentrasi di
perlukan agar proses pembangunan tersebut dapat terus dilakukan secara efisien karena
konsentrasi dapat menimbulkan keuntungan Aglomerasi sebagai telah dijelaskan terdahulu.
Dengan ada keuntungan tersebut, maka kegiatan pembangunan akan tetap dapat dilakukan
dengan biaya yang lebih rendah sesuai dengan kondisi wilayah setempat. Sedangkan unsur
desentralisasi di perlukan untuk dapat menyebarkan kegiatan ekonomi keseluruh wilayah
sehingga aspek pemerataan dapat pula dikembangkan.

14
Penerapan konsep pusat pertumbuhan dalam perencanaan pembangunan regional
dapat dilakukan dengan menetapkan beberapa wilayah pembangunan dimana pada masing-
masingnya ditentukan pula sebuah pusat pertumbuhan sebagaimana telah pernah dilakukan di
Indonesia, baik pada tingkat nasional maupun provinsi. Wilayah pembangunan biasanya
ditentukan dengan memerhatikan aspek kesamaan kondisi social ekonomi dan potensi
pembangunan yang dimiliki (homogeneous region) dan keterkaitan ekonomi dengan daerah
sekitarnya (nodal region). Sedangkan pusat pertumbuhan biasanya ditempatkan pada kota
atau pusat kegiatan ekonomi yang terdapat pada wilayah bersangkutan. Dengan cara
demikian, aspek pertumbuhan ekonomi akan dapat lebih didorong melalui pemanfaatan
keterkaitan antara dinamika kegiatan ekonomi pada pusat pertumbuhan, karena adanya
keuntungan aglomerasi yang didukung dengan potensi ekonomi wilayah bersangkutan.
Sedangkan aspek pemerataan akan dapat pula ditingkatkan karena potensi ekonomi wilayah
bersangkutan akan dimanfaatkan secara lebih optimal. Sementara itu, penentuan wilayah dan
pusat pertumbuhan secara lebih tersebar tentunya juga akan mendorong terjadi pemerataan
pembangunan antar wilayah.

Sebagaimana telah disinggung terdahulu bahwa penerapan konsep pusat pertumbuhan


ini di Indonesia untuk tingkat nasional dilakukan melalui penetapan enam Wilayah
Pembangunan Utama yang masing-masingnya mempunyai sebuah pusat pertumbuhan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi pada wilayah bersangkutan. Untuk wilayah pembanguna
utama A yang meliputi provinsi: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau ditetapkan
pusat pertumbuhannya di kota Medan. Sedangkan untuk wilayah pembangunan utama B yang
meliputi provinsi: Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung ditetapkan pusat
pertumbuhan di kota Palembang. Wilayah pembangunan utama C meliputi provinsi: DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan dengan pusat
pertumbuhan di Jakarta. Wilayah pembangunan utama D meliputi provinsi: Jawa Timur,
Kalimantan Timur, Bali, NTT dan NTB dengan pusat pertumbuhan di Surabaya. Wilayah
utama E meliputi provinsi: Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan
Sulawesi Utara dengan pusat pertumbuhan di Makassar. Sedangkan wilayah pembangunan
utama F meliputi provinsi: Maluku dan Irian Jaya dengan pusat pertumbuhan di Ambon.

Selanjutnya pada masing-masing provinsi dibentuk pula beberapa Wilayah


pembangunan yang masing-masingnya juga mempunyai sebuah pusat pertumbuhan.
Misalnya provinsi SUMBAR dalam periode REPELITA III dan IV mempunyai lima wilayah
pembangunan yaitu: Wilayah Pembangunan A meliputi kabupaten Pasaman dengan pusat

15
pertumbuhan di Lubuk Sikaping, wilayah pembangunan B meliputi kabupaten: Agam, Lima
Puluh Kota, Tanah Datar, serta kota-kota Bukittinggi, Payakumbuh, dan Padang Panjan
dengan pusat pertumbuhan di kota Bukittinggi.

Masalah utama yang dihadapi dalam pelaksanaan konsep pusat pertumbuhan secara
menyeluruh (makro) pada umumnya karena masih lemahnya koordinasi antardinas dan
instansi terkait sehingga keterpaduan dalam pelaksanaan pembangunan menjadi sukar
dilaksanakan. Kelemahan ini tidak hanya terasa pada tingkat nassional yang mempunyai
cakupan wilayah lebih besar, tetapi juga pada tingkat provinsi, maupun kabupaten dan kota.
Karena itu dalam pelaksanaan konsep perwilayahan dan pusat pertumbuhan pada tingkat
provinsi dilakukan pula penyesuaian penetapan wilayah pembangunan dengan wilayah
pembantu gubernur agar koordinasi pelaksanaan pembangunan menjadi lebih baik (Sjafrizal
1984). Namun demikian, hasilnya ternyata belum begitu menggembirakan, dan dewasa ini
wilayah pembantu gubernur tersebut sudah ditiadakan.

Permasalahan lainnya yang juga muncul dalam pelaksanaan konsep pusat


pertumbuhan ini adalah belum samanya persepsi dikalangan perencanaan dan aparatur
pemerintahan tentang manfaat pelaksanaan konsep pusat pertumbuhan ini untuk mendorong
proses pembangunan regional. Hal ini terjadi karena pemahaman konsep ini di kalangan
perencanaan dan aparatur pemerintah juga masih minim. Di samping itu, contoh-contoh
pelaksanaannya yang berhasil baik di Indonesia juga masih sangat terbatas. Karena itu,
pelaksanaan konsep pusat pertumbuhan ini dalam perencanaan pembangunan wilayah di
Indonesia seakan-akan “timbul dan tenggelam” karena adakalanya konsep ini digunakan pada
suatu daerah tetapi ada pula yang di hilangkan. Namun demikian, di Negara lain penerapan
konsep pusat pertumbuhan ini terbukti sudah banyak memberi hasil yang cukup baik dalam
mendorong proses pertumbuhan ekonomi daerah dan sekaligus meningkatkan pemerataan
pembangunan antarwilayah.

Akan tetapi, penerapan konsep pusat pertumbuhan tersebut secara mikro untuk
wilayah tertentu, ternyata dewasa ini mulai berkembang dengan pesat. Perkembangan ini
terlihat dari makin banyaknya daerah-daerah di Indonesia menerapkan kegiatan
pembangunan wilayah menggunakan pola Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
(KAPET), Kawasan Sentra Produksi (KSP), dan Kawasan Masyarakat Industri dan
Perkebunan (KIMBUN). Alasannya adalah karena pada penerapan konsep pembangunan
wilayah ini pada satu segi akan dapat meningkatkan keterpaduan pembangunan antar sektor,

16
sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi semakin cepat. Di samping itu, melalui penerapan
konsep pembangunan ini efisiensi pengelolaan kegiatan ekonomi melalui pemanfaatan
keuntungan Aglomerasi juga dapat ditingkatkan sehingga daya saing produk menjadi lebih
kuat. Sedangkan pada segi lain, penerapan pola pembangunan ini akan dapat pula
mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah, karena pembangunan kawasan tersebut
dapat dikembangkan secara lebih tersebar dan sekaligus dapat pula mendorong proses
pembangunan pada daerah sekitarnya.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pusat pertumbuhan telah dilakukan sebelumnya oleh Yarman


Gulo (2015) dalam jurnal yang berjudul “identifikasi pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah
pendukungnya dalam pengembangan wilayah kabupaten Nias”, untuk mengidentifikasi
kecamatan-kecamatan yang berpeluang atau berpotensi sebagai pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Nias dan menganalisis interaksi (tingkat keterkaitan) antara pusat
pertumbuhan (growth centre) dan daerah belakangnya (hinterlands) kecamatan pendukung.
Metode analisis yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan
analisis skalogram untuk mengetahui pusat pertumbuhan wilayah berdasarkan ketersediaan
fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan, dan analisis gravitasi untuk memperkirakan daya
tarik suatu lokasi pusat pertumbuhan wilayah dibandingkan lokasi lain atau wilayah
belakangnya (hinterlands). Hasil analisis menunjukkan bahwa pusat pertumbuhan utama di
Kabupaten Nias adalah Kecamatan Gido, pusat pertumbuhan kedua, yaitu Kecamatan
Idanogawo, dan pusat pertumbuhan ketiga adalah Kecamatan Botomuzoi.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Pamela Galina (2012) dengan judul jurnal
“implikasi pusat pertumbuhan dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penerimaan
di kabupaten muara enim (Palembang)”, Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
pengaruh (1) investasi terhadap pertumbuhan ekonomi, dan (2) pertumbuhan ekonomi
terhadap pendapatan Negara Muara Enim. Data sekunder terdiri dari data yang dikumpulkan
dari Biro Pusat Statistik, Bank Indonesia, Badan Investasi, dan lembaga lainnya; mereka
berurusan dengan data tentang investasi, pendapatan daerah, produk domestik regional bruto,
dan pertumbuhan ekonomi menurut kabupaten di negara ini. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa elastisitas investasi pada pertumbuhan ekonomi menunjuk pada 0,58%. Dalam hal
investasi berubah menjadi 1%, ini berarti elastisitasnya meningkat 0,58%. Elastisitas

17
pertumbuhan ekonomi terhadap pendapatan adalah -0,21%. Dengan kata lain, jika
pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 1%, pendapatan menurun menjadi -0,21%.
Kabupaten Semende Darat Laut, Lawang Kidul, Muara Enim, Talang Ubi dan Gelumbang
diidentifikasi sebagai daerah yang mengalami pertumbuhan ekonomi. Untuk memungkinkan
setiap kabupaten membuat pertumbuhan ekonomi yang signifikan, hasilkan pendapatan bagi
warga, lebih banyak pekerjaan. Pemerintah Negara direkomendasikan untuk
mengimplementasikan rencana strategis. Strateginya meliputi pengembangan kualitas sumber
daya manusia, dan kebijakan yang efisien tentang investasi, perdagangan, pembangunan
infrastruktur, lembaga. Kebijakan-kebijakan ini harus dikelola secara terpadu untuk
memastikan pembangunan daerah secara keseluruhan dan kemasyarakatan sosial warga.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pusat pertumbuhan (growth pole) adalah suatu wilayah atau kawasan yang
pertumbuhan pembangunannya sangat pesat jika dibandingkan dengan wilayah lainnya
sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan wilayah lain di sekitarnya. Integrasi antara aspek
pertumbuhan ekonomi dan analisis keuntungan lokasi dan keterkaitan wilayah merupakan
ciri khusus yang menyebabka efisiesni ekonomi dapat lebih di tingkatkan sehingga
pertumbuhan ekonomi dapat didorong secara maksimal. Disamping itu analisis ini juga
menjadi popular dalam penyusunan kebijakan dan formulasi perencanaan pembangunan
wilayah karena konsep ini dapat menyingkronkan antara aspek pertumbuhan dan
pemerataan pembangunan wilayah yang seringkali berlawanan satu sama lainnya,
sehingga sasaran pembangunan lebih dimungkinkan untuk dicapai.

19
DAFTAR PUSTAKA

Buku

1. Sjafrizal, 2012, Ekonomi Wilayah dan Perkotaan Jakarta: Penerbit Raja Grafindo

Jurnal

1. Gulo, Yarman, 2015,” identifikasi pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah


pendukungnya dalam pengembangan wilayah kabupaten Nias”. Volume 18, No. 1,
file:///D:/EKONOMI%20REGIONAL/pusat%20pertumbuhan%20kab.nias.pdf.
2. Galina, Galina 2012 , “judul jurnal “implikasi pusat pertumbuhan dan investasi
terhadap pertumbuhan ekonomi dan penerimaan di kabupaten muara enim
(Palembang)”. Volume 10, No.2, file:///D:/EKONOMI%20REGIONAL/pusat
%20pertumbuhan%20kab.enim.pdf

20

Anda mungkin juga menyukai