Anda di halaman 1dari 12

PENTINGNYA TRAVEL COST METHOD

DALAM VALUASI EKONOMI AGROWISATA

disusun oleh :
Nama : Nilnal Muna
NIM : 14/364337/PN/13592

Dosen Pembimbing Seminar : Prof. Dr. Ir. Irham, M.Sc.

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
PENDAHULUAN

Manfaat ekonomi dari suatu sumberdaya alam pada umumnya bersifat intangible
atau tidak dapat diukur dengan harga pasar. Untuk menghitung nilai manfaat ekonomi
diperlukan suatu pendekatan. Nilai manfaat ekonomi dapat dihitung dengan pendugaan
terhadap surplus konsumen. Surplus konsumen adalah selisih antara jumlah maksimum yang
bersedia dibayar atas suatu barang dengan jumlah yang dibayarkan oleh konsumen. Surplus
konsumen mengukur manfaat yang diperoleh konsumen atas keikutsertannya dalam suatu
pasar. Surplus konsumen dapat dihitung dengan luas areal di bawah kurva permintaan pasar
dan di atas garis harga (Pyndick and Rubinfeld, 2012).

B Surplus
Konsumen

A
P1 Garis Harga

Q
0
Gambar
Q1 2.1. Surplus Konsumen
Sumber : Hufschmidt et al., 1987.

Gambar 2.1 menunjukkan surplus konsumen dalam kurva permintaan suatu barang.
Untuk membeli barang tersebut sebanyak 0Q1, pengeluaran uang adalah harga dikali kuantitas
barang, atau digambarkan areal segiempat 0Q1AP1. Sedangkan pada kurva tersebut, kesediaan
membayar total adalah luasan areal 0Q1AB, dimana luas areal tersebut lebih luas dari
segiempat 0Q1AP1. Daerah yang diarsir merupakan areal surplus konsumen yang
menggambarkan ukuran kesediaan membayar diatas pengeluaran untuk konsumsi
(Hufschmidt et al., 1987).
Sektor pertanian tidak hanya terfokus pada lingkup pertanian itu sendiri, melainkan
menjadi pendukung bagi sektor lain. Salah satu sektor yang berkaitan erat dengan pertanian
adalah jasa. Salah satu bentuk multifungsi dari sektor pertanian dan jasa adalah agrowisata
(Darsono, 2012). Pengembangan agrowisata saat ini banyak diupayakan di Indonesia karena
memiliki peluang yang besar sebagai sumber perekonomian.
Agrowisata merupakan perpaduan antara sektor pertanian dan pariwisata. Agrowisata
memiliki daya tarik yang tinggi bagi masyarakat mengingat sektor pertanian merupakan
sektor pemenuh kebutuhan dan sektor pariwisata merupakan sektor unggulan secara umum
saat ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pariwisata saat ini juga merupakan kebutuhan
masyarakat. Agrowisata banyak dipilih karena menyajikan obyek wisata yang dekat dengan
alam dan memiliki unsur pendidikan (Nurhayati dkk., 2014).
Potensi Agrowisata merupakan salah satu daya tarik wisata berbasis masyarakat yang
dapat memberikan dampak bagi peningkatan ekonomi masyarakat dalam bentuk pendapatan
masyarakat, kesempatan kerja, kesempatan berusaha. Potensi agrowisata memberikan
manfaat untuk konservasi lingkungan, meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam, serta
kegiatan rekreasi yang menyenangkan (Astuti, 2014).
Agrowisata perlu dikelola secara tepat sehingga dapat memberikan manfaat bagi
perekonomian masyarakarat dan sebagai sumber pemasukan daerah maupun negara.
Kebijakan dalam pengelolaan agrowisata memerlukan banyak pertimbangan. Kesalahan
pengambilan keputusan dapat menjadi bumerang bagi lingkungan itu sendiri dan masyarakat.
Salah satu landasan yang dapat dipakai sebagai penentu kebijakan pengelolaan adalah hasil
valuasi ekonomi suatu agrowisata. Hal tersebut dikarenakan agrowisata memiliki nilai
ekonomi yang tidak dapat dirupiahkan begitu saja sehingga perlu metode valuasi nilai
lingkungan. Selain sebagai pertimbangan pengambilan keputusan oleh pengelola agrowisata,
hasil valuasi juga dapat digunakan untuk mengetahui pelayanan wisata yang tepat agar dapat
meningkatkan jumlah kunjungan wisata.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik pengunjung agrowisata, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kunjungan di agrowisata, dan mengestimasi nilai ekonomi suatu agrowisata di Indonesia

PEMBAHASAN
1) Metode Valuasi Ekonomi
Sumberdaya alam dapat dihitung dengan pendekatan ekonomi terlepas dari keadaan
apakah sumberdaya tersebut merupakan barang pasar atau bukan. Sumberdaya alam juga
merupakan subyek dari suatu transaksi jual beli di pasar, sehingga harus ada nilai ekonomi
yang dapat dihitung untuk menera nilai sosial dari sumberdaya tersebut. Metode valuasi
ekonomi lingkungan diawali dengan adanya asumsi bahwa individu sebagai konsumen
memiliki preferensi yang menggambarkan kepuasan yang ingin diterima jika mengkonsumsi
suatu barang atau jasa (Perman et al., 1996).
Valuasi ekonomi atau penentuan nilai lingkungan dilakukan untuk menilai kelayakan
dari suatu kegiatan atau kebijakan. Pemberian nilai tersebut dilakukan dalam nilai mata uang
untuk memudahkan penghitungan dampak dari adanya kegiatan atau kebijakan tersebut.
konsep nilai pada suatu sumberdaya alam atau lingkungan bermacam-macam, tergantung dari
berbagai macam tujuan yang menyangkut keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan itu
sendiri. Pada dasarnya nilai lingkungan diklsifikasikan menjadi nilai atas dasar penggunaan
(use value) dan nilai yang menempel tanpa penggunaan (non-use value). Atas dasar
penggunaan, nilai kemudian diklasifikasikan lagi menjadi nilai atas dasar penggunaan
langsung (direct use value), nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value), nilai atas
dasar pilihan penggunaan (option use value), dan nilai yang diwariskan (bequest value). Atas
dasar tanpa penggunaan, nilai diklasifikasikan menjadi nilai atas dasar warisan (bequest
value) dan nilai karena keberadannya (existence value). Berikut adalah diagram nilai
sumberdaya alam dan lingkungan (Suparmoko dan Suparmoko, 2000) :
Sumber Daya Alam

Nilai Penggunaan Nilai Tanpa Penggunaan

Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai


penggunaan penggunaan penggunaan pewarisan keberadaan
langsung tak langsung alternatif

Gambar 2.2. Diagram Nilai Sumberdaya Alam


Sumber : Suparmoko dan Suparmoko, 2000.
Valuasi ekonomi merupakan suatu metode untuk menghitung nilai ekonomi
dari suatu sumber daya alam. Valuasi tersebut dilakukan untuk mengetahui nilai
ekonomi wisata serta keadaan permintaan terhadap tempat wisata tersebut. Metode
untuk valuasi ekonomi sumber daya alam dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Pendekatan yang dipilih disesuaikan dengan keadaan sumber daya alam tersebut serta
keadaan data yang dapat diambil untuk menentukan nilai ekonominya. Metode valuasi
yang umum digunakan untuk menghitung nilai ekonomi dari suatu agrowisata adalah
dengan Travel Cost Method. Metode tersebut memperhitungkan biaya perjalanan yang
dikeluarkan konsumen untuk mencapai tempat wisata. Pendekatan yang terkait dengan
metode ini adalah mengenai seberapa besar konsumen bersedia menggunakan uangnya
untuk menuju lokasi wisata sehingga menghasilkan suatu analisis permintaan
(Premono dan Kunarso, 2010).
2) Travel Cost Method
Travel Cost Method merupakan metode paling awal dan paling umum
digunakan untuk menghitung nilai ekonomi lingkungan. Untuk menikmati keindahan
alam suatu kawasan lingkungan, pengunjung harus mengorbankan sesuatu bernilai
ekonomi untuk dapat menikmati keindahannya. Pengukuran terhadap jumlah biaya
yang harus dikeluarkan untuk dapat mencapai tempat wisata menjadi suatu informasi
dasar yang digunakan dalam Travel Cost Method mengenai nilai tempat wisata
tersebut (Kolstad, 2000).
Biaya yang harus dikeluarkan oleh seorang dalam melakukan perjalanan
menuju tempat wisata terkait erat dengan kegiatan wisata yang dilakukannya. Analisis
menggunakan Travel Cost Method membagi biaya menjadi dua komponen utama,
yaitu biaya langsung dan biaya waktu. Biaya langsung misalnya berupa bahan bakar
dan akomodasi, sedangkan biaya waktu adalah lama waktu yang dibutuhkan seseorang
untuk mencapai tempat wisata dihitung dari tempat asalnya (Rantelino, 2016).
Kelebihan dari Travel Cost Method adalah mampu menyimpulkan perilaku
manusia. Hal ini dijelaskan dengan pendapat bahwa keinginan seseorang untuk
melakukan perjalanan jauh agar dapat melihat suatu obyek wisata telah
mengungkapkan tingginya nilai lokasi tersebut (Carr dan Mendelson, 2003 cit.
Rantelino, 2016).
Ada dua jenis analisis menggunakan TCM, yaitu Zonal Travel Cost Method
dan Individual Travel Cost Method. Zonal TCM mengelompokkan sampel
berdasarkan jarak yang ditempuh dari tempat asal menuju tempat wisata. Variabel
terikatnya adalah tingkat kunjungan per kapita dari tiap-tiap zona. Individual TCM
didasarkan atas kunjungan individu ke suatu tempat wisata. Metode tersebut
menganalisis permintaan wisata dari masing-masing individu. Variabel terikatnya
adalah tingkat kunjungan yang dilakukan individu terhadap tempat wisata yang
diteliti, dimana ada kemungkinan biaya perjalanan memiliki nilai yang berbeda dari
masing-masing individu meskipun berangkat dari tempat asal yang sama. Kemudian
dapat dianalisis permintaan secara agregat dari kumpulan analisis permintaan individu
(Centeno & Prieto, 2000).

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kunjungan di suatu


agrowisata, dapat dilakukan analisis regresi dengan model logaritma sebagai berikut
:
logY = 0 + 1 logX1 + 2 logX2 + 3 logX3 + 4 logX4 + 5 logX5 + 6 logX6 +
7 logX7 + 8 logX8 +
Keterangan :
Y : tingkat kunjungan per 1000 penduduk per tahun
X1 : biaya perjalanan
X2 : penghasilan per bulan
X3 : jarak dari tempat asal ke tempat wisata
X4 : usia
X5 : tingkat pendidikan
X6 : jumlah rombongan
X7 : pengalaman berkunjung (dummy)
0 : belum pernah berkunjung sebelumnya
1 : pernah berkunjung
X8 : jenis kunjungan (dummy)
0 : persinggahan
1 : kunjungan utama
n : koefisien regresi
0 : intercept
Hasil regresi tersebut kemudian diberikan uji asumsi klasik, yaitu berupa uji
normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi,dan uji multikolinearitas. Jika model
sudah memenuhi syarat asumsi klasik, selanjutnya dilakukan uji hipotesis dengan
menggunakan hasil dari t test dan F test untuk mengetahui signifikansi dari variabel-
variabel independen dalam regresi baik secara individu maupun bersama-sama dalam
pengaruhnya terhadap variabel dependen.
Untuk menjawab tujuan terkait estimasi nilai ekonomi agrowisata dilakukan
dengan Travel Cost Method, yaitu dengan mengestimasi nilai ekonomi berdasarkan
pendekatan terhadap faktor biaya perjalanan. Metode ini merupakan metode valuasi
agrowisata yang paling banyak digunakan. Metode ini menduga nilai ekonomi sebuah
kawasan agrowisata berdasarkan penilaian yang diberikan masing-masing individu atau
masyarakat terhadap kenikmatan yang tidak ternilai (dalam rupiah) dari biaya yang
dikeluarkan untuk berkunjung ke sebuah obyek wisata (Raharjo, 2002).
Model yang digunakan adalah hasil analisis regresi linier berganda yaitu :
Y = 0 + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + 6X6 +
Keterangan :
Y : tingkat kunjungan per 1000 penduduk per tahun
X1 : biaya perjalanan
X2 : penghasilan per bulan
X3 : jarak dari tempat asal ke tempat wisata
X4 : usia
X5 : tingkat pendidikan
X6 : jumlah rombongan
n : koefisien regresi
0 : intercept
Selanjutnya langkah dalam Travel Cost Method ialah (Muntoro, 2009):
1. Fungsi permintaan : Menentukan intercept baru 0 dengan variabel bebas X1 (biaya
perjalanan) dimana faktor lain dalam keadaan tetap, sehingga :
Y = 0 + 1X1 + 2X2 + 3X3 + 4X4 + 5X5 + 6X6 +
Y = 0 + 1X1

2. Kemudian fungsi tersebut diinversi menjadi :

3. Menduga rata-rata kesediaan membayar dengan rumus :

Keterangan :
U : rata-rata kesediaan membayar
f(Y) : fungsi permintaan
a : rata-rata jumlah produk yang dikonsumsi ()
4. Menentukan X1 pada saat dengan mensubstitusikan pada persamaan :

5. Menentukan nilai rata-rata yang dibayarkan oleh konsumen dengan mengalikan


nilai 1 (hasil langkah sebelumnya) dengan nilai .
6. Menentukan surplus konsumen dengan rumus :
Surplus konsumen = kesediaan membayar nilai yang dibayarkan
7. Menghitung nilai total surplus konsumen, kesediaan membayar, dan nilai yang
dibayarkan total (dikalikan populasi).

3) Aplikasi Travel Cost dalam Valuasi Ekonomi Agrowisata


Agrowisata merupakan suatu upaya pemanfaatan lahan pertanian dalam bentuk jasa, yaitu
pariwisata. Pada masa ini agrowisata menjadi salah satu tujuan wisata yang banyak
digemari masyarakat dan memberikan sumber pendapatan baru bagi sektor pertanian.

Dengan menggunakan metode serupa yaitu Travel Cost Method , peneliti-peneliti


terdahulu mengestimasi nilai valuasi ekonomi suatu kawasan wisata. Seperti hal nya
penelitian yang dilakukan oleh Raharjo (2002) terhadap Hutan Wisata Tawangmangu.
Berdasarkan penelitiannya, didapatkan hasil bahwa biaya perjalanan memberikan tanda
negatif artinya konsumen memilih lebih banyak melakukan kunjungan wisata pada biaya
perjalanan yang lebih rendah sebagaimana hubungan antara harga dan jumlah barang yang
dibeli dalam teori ekonomi. Variabel income mempunyai tanda positif. Eksplanatori tertinggi
adalah variabel pengalaman. Hal ini menunjukkan bahwa pengunjung yang pernah
mengunjungi Tawangmangu sebelumnya, mereka lebih banyak melakukan kunjungan. Selain
itu, juga tampak bahwa para pengunjung usia lanjut cenderung sedikit melakukan kunjungan.
Hasil tersebut merupakan hasil perhitungan regresi dengan semi-log model menghasilkan
angka signifikan 0,05% dan R2 0,26.
Dalam penelitian Raharjo tersebut untuk menentukan consumer suplus per individu
per tahun digunakan perhitungan integral dengan batas atas adalah biaya perjalanan tertinggi
dan batas bawah adalah minimum biaya perjalanan. Dari data didapatkan bahwa biaya
perjalanan tertinggi adalah Rp419.952,9 dan terendah Rp3.000. Consumer surplus per
individu per tahun adalah Rp425.851,05. Total nilai ekonomi Taman Hutan Tawangmangu
adalah 77.088.005.988,70 rupiah (CS per individu dikalikan dengan jumlah pengunjung pada
tahun 2001). Menurutnya, proses valuasi nilai sumberdaya dan lingkungan dalam nilai
ekonomi sangat penting ketika memutuskan berapa nilai keuntungan dan kerugian akibat
pemanfaatan barang publik.
Penelitian Purwanto (2013), di Banyuwangi juga didasarkan pada pendekatan biaya
perjalanan wisata, yaitu jumlah uang yang dikeluarkan seseorang selama melakukan
kunjungan ekowisata di Banyuwangi. Biaya tersebut meliputi biaya transportasi pulang pergi,
biaya konsumsi, biaya dokumentasi, dan lain-lain termasuk biaya karcis masuk. Biaya
konsumsi yang dimaksud adalah biaya konsumsi yang dikeluarkan selama melakukan
kunjungan wisata dikurangi dengan rata-rata biaya konsumsi harian. Perjalanan wisata yang
didasarkan pada biaya-biaya tersebut sangat tergantung pada masing-masing pengunjung dari
masing-masing zona, karena masing-masing bagian berbeda. Pembagian zona dalam nilai
ekonomi wisata yang sangat kecil (lima zona) dikarenakan jumlah responden yang sangat
kecil dan selama penelitian berlangsung, hanya penduduk daerah tersebut yang berkunjung ke
lokasi wisata. Beberapa hal yang dapat disimpulkan bahwa nilai ekonomi total ekowisata Rp.
367.435.304.427 atau Rp 29.849.487.049 per tahun.
Penelitian yang menggunakan Travel Cost Method (TCM) menganalisis berbagai
faktor terkait pengaruhnya terhadap tingkat kunjungan wisatawan. Limaei et al. (2014)
melakukan penelitian yang bertujuan menguji pengaruh variabel biaya masuk terhadap tingkat
kunjungan wisata di Masouleh Forest Park yang merupakan tempat wisata populer di Iran
Utara. Penelitian tersebut dilakukan dengan wawancara dan membagikan kuesioner pada
pengunjung Masouleh Forest Park. Hasil analisis menunjukkan bahwa biaya masuk memiliki
pengaruh signifikan terhadap tingkat kunjungan, dimana Willingness To Pay (WTP)
pengunjung mengalami penurunan seiring meningkatnya nilai biaya masuk. Samdin et al.
(2010) dalam penelitiannya mengenai faktor yang mempengaruhi WTP di Taman Negara
National Park yang terletak di perbatasan wilayah Kelantan, Terengganu, dan Pahang, daerah
semenanjung Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kebangsaan, pendapatan,
pendidikan dan status pernikahan memiliki signifikansi positif terhadap WTP.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Premono dan Adi (2010) yang melakukan
valuasi ekonomi Taman Wisata Alam Punti Kayu. Hasil penelitiannya didapatkan nilai
koefisien determinasi (r2) dari bernilai positif (0,767). Hal ini menggambarkan bahwa
variabel bebas (biaya perjalanan, pendapatan, jumlah penduduk kecamatan, pendidikan,
umur, dan jumlah waktu kerja) mampu menjelaskan variasi perubahan pada variabel terikat
(jumlah pengunjung) sebesar 76,7%; sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang
tidak dilibatkan dalam penelitian ini. Nilai ekonomi Taman Wisata Alam Punti Kayu berupa
kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan, dan surplus konsumen per 1.000 penduduk
masing-masing adalah Rp 365.932,215, Rp 165.485,907, dan Rp 200.446,218.
Penelitian oleh Nurdini (2004) di Hutan Mangrove Muara Angke bertujuan untuk mengetahui
permintaan rekreasi dan surplus konsumen. Dari Berdasarkan hasil didapatkan nilai dari surplus
konsumen tahunan total responden sebesar Rp 52.623,00 per kunjungan sedangkan rata-rata nilai
surplus konsumen setiap individu adalah Rp 900,00 per kunjungan. Variabel tingkat pendapatan
kategori pendapatan rendah, jumlah tanggungan, waktu luang, pengetahuan pengunjung dan frekuensi
kunjungan berpengaruh nyata dan negatif.
Adrianto (2003) melakukan penelitian terhadap permintaan dan surplus konsumen di Taman
Bunga Nusantara. Dari hasil analisis diperoleh nilai surplus konsumen tahunan sebesar Rp
11.040.439.050,00 per tahun. Sedangkan nilai manfaat lokasi sebesar Rp 12.486.469.050,00. Biaya
perjalanan bagi individu ke lokasi wisata tidak menjadi masalah karena adanya keinginan mereka
untuk mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah mereka kunjungi.
Menurut penelitian Priambodo dan Suhartini (2016), faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan wisata Kusuma Agrowisata secara signifikan adalah variabel biaya perjalanan,
tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan jumlah rombongan. Rekomendasi perbaikan
dapat dilakukan dengan menciptakan wahana wisata yang lebih edukatif karena tingkat
pendidikan pengunjung mempengaruhi jumlah kunjungan wisata ke Kusuma Agrowisata,
pengunjung dengan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung mengharapkan wisata yang
lebih edukatif. Besar nilai surplus konsumen Kusuma Agrowisata setiap pengunjung per
tahun adalah Rp. 1.373.113,17. Nilai total ekonomi wisata Kusuma Agrowisata per tahun
adalah sebesar Rp. 419.623.385.898,00. Besar nilai tersebut menunjukkan bahwa masyarakat
masih memiliki keinginan untuk mempertahankan Kusuma Agrowisata sebagai wisata petik
di Kota Batu, Jawa Timur. Sedangkan total pemasukan pengelola Kusuma Agrowisata per
tahun adalah sebesar Rp. 35.908.000.000,00 atau sebesar 8,5 persen dari nilai ekonomi wisata
Kusuma Agrowisata.
III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah ada, nilai lingkungan suatu agrowisata dapat
ditentukan dengan travel cost method. Variabel bebas berupa biaya perjalanan, pendapatan,
jumlah penduduk kecamatan, pendidikan, usia, secara umum mempengaruhi jumlah
pengunjung pada suatu agrowisata. Nilai valuasi ekonomi wisata ataupun agrowisata di
berbagai daerah memiliki nilai yang beragam. Nilai tersebut dapat digunakan sebagai salah
satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi pengelola agrowisata sehingga dapat
meningkatkan jumlah pengunjung dan meningkatkan pemasukan daerah.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada pengelola agrowisata agar
menjadikan nilai valuasi lingkungan agrowisata sebagai dasar pengambilan keputusan
dalam pengembangan. Sebagai contoh adalah menentukan pelayanan wisata yang
tepat agar dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisata. Rekomendasi perbaikan
dapat dilakukan dengan menciptakan wahana wisata yang lebih edukatif karena
tingkat pendidikan pengunjung juga mempengaruhi jumlah kunjungan wisata.

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, R. 2003. Analisis Permintaan dan Surplus Konsumen Taman Bunga Nusantara
sebagai Tempat Rekreasi dengan Metode Biaya Perjalanan. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Astuti, M. T. 2014. Potensi agrowisata dalam meningkatkan pengembangan pariwisata. JDP


I(1) : 51-57.

Darsono. 2012. Pembangunan Pertanian dalam Dimensi Tantangan Global. Surakarta : UNS
Press.

Muntoro. 2009. Valuasi Ekonomi Taman Wisata Alam Tawangmangu. Fakultas Pertanian.
Universitas Gadjah Mada. Tesis.

Nurdini. 2004. Analisis Permintaan Ekoturisme Hutan Mangrove Muara Angke dengan
Metode Biaya Perjalanan. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nurhayati, A., S. Marwanti, dan Agustono. 2014. Peranan agrowisata terhadap peningkatan
pendapatan rumah tangga petani stroberi di Kelurahan Kalisoro Kecamatan
Tawangmangu. <http://agribisnis.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/01/6.pdf> .
Diakses 2 September 2017.

Premono, Bambang dan Adi. 2010. Valuasi ekonomi taman wisata alam punti kayu
palembang. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 7(1) : 13-23.
Priambodo, O. dan Suhartini. 2016. Valuasi ekonomi Kusuma Agrowisata Kota Batu Jawa
Timur. Jurnal Habitat 27(3) : 122-132.

Purwanto. 2013. Valuasi ekonomi ekowisata dengan model travel cost dan dampaknya
terhadap usaha kecil pariwisata. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan 15(1) : 89-102.
Raharjo, A. 2002. Menaksir nilai ekonomi taman hutan wisata Tawangmangu : Aplikasi
individual travel cost method. Manusia dan Lingkungan 1(2) : 79-88.

Sihotang, J.S. C.Wulandari, dan S.Herwanti. 2014. Nilai objek wisata air terjun way lalaan
provinsi lampung dengan metode biaya perjalanan (travel cost). Jurnal Sylva Lestari 2
(3) :1118.

Anda mungkin juga menyukai