disusun oleh :
Nama : Nilnal Muna
NIM : 14/364337/PN/13592
Manfaat ekonomi dari suatu sumberdaya alam pada umumnya bersifat intangible
atau tidak dapat diukur dengan harga pasar. Untuk menghitung nilai manfaat ekonomi
diperlukan suatu pendekatan. Nilai manfaat ekonomi dapat dihitung dengan pendugaan
terhadap surplus konsumen. Surplus konsumen adalah selisih antara jumlah maksimum yang
bersedia dibayar atas suatu barang dengan jumlah yang dibayarkan oleh konsumen. Surplus
konsumen mengukur manfaat yang diperoleh konsumen atas keikutsertannya dalam suatu
pasar. Surplus konsumen dapat dihitung dengan luas areal di bawah kurva permintaan pasar
dan di atas garis harga (Pyndick and Rubinfeld, 2012).
B Surplus
Konsumen
A
P1 Garis Harga
Q
0
Gambar
Q1 2.1. Surplus Konsumen
Sumber : Hufschmidt et al., 1987.
Gambar 2.1 menunjukkan surplus konsumen dalam kurva permintaan suatu barang.
Untuk membeli barang tersebut sebanyak 0Q1, pengeluaran uang adalah harga dikali kuantitas
barang, atau digambarkan areal segiempat 0Q1AP1. Sedangkan pada kurva tersebut, kesediaan
membayar total adalah luasan areal 0Q1AB, dimana luas areal tersebut lebih luas dari
segiempat 0Q1AP1. Daerah yang diarsir merupakan areal surplus konsumen yang
menggambarkan ukuran kesediaan membayar diatas pengeluaran untuk konsumsi
(Hufschmidt et al., 1987).
Sektor pertanian tidak hanya terfokus pada lingkup pertanian itu sendiri, melainkan
menjadi pendukung bagi sektor lain. Salah satu sektor yang berkaitan erat dengan pertanian
adalah jasa. Salah satu bentuk multifungsi dari sektor pertanian dan jasa adalah agrowisata
(Darsono, 2012). Pengembangan agrowisata saat ini banyak diupayakan di Indonesia karena
memiliki peluang yang besar sebagai sumber perekonomian.
Agrowisata merupakan perpaduan antara sektor pertanian dan pariwisata. Agrowisata
memiliki daya tarik yang tinggi bagi masyarakat mengingat sektor pertanian merupakan
sektor pemenuh kebutuhan dan sektor pariwisata merupakan sektor unggulan secara umum
saat ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pariwisata saat ini juga merupakan kebutuhan
masyarakat. Agrowisata banyak dipilih karena menyajikan obyek wisata yang dekat dengan
alam dan memiliki unsur pendidikan (Nurhayati dkk., 2014).
Potensi Agrowisata merupakan salah satu daya tarik wisata berbasis masyarakat yang
dapat memberikan dampak bagi peningkatan ekonomi masyarakat dalam bentuk pendapatan
masyarakat, kesempatan kerja, kesempatan berusaha. Potensi agrowisata memberikan
manfaat untuk konservasi lingkungan, meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam, serta
kegiatan rekreasi yang menyenangkan (Astuti, 2014).
Agrowisata perlu dikelola secara tepat sehingga dapat memberikan manfaat bagi
perekonomian masyarakarat dan sebagai sumber pemasukan daerah maupun negara.
Kebijakan dalam pengelolaan agrowisata memerlukan banyak pertimbangan. Kesalahan
pengambilan keputusan dapat menjadi bumerang bagi lingkungan itu sendiri dan masyarakat.
Salah satu landasan yang dapat dipakai sebagai penentu kebijakan pengelolaan adalah hasil
valuasi ekonomi suatu agrowisata. Hal tersebut dikarenakan agrowisata memiliki nilai
ekonomi yang tidak dapat dirupiahkan begitu saja sehingga perlu metode valuasi nilai
lingkungan. Selain sebagai pertimbangan pengambilan keputusan oleh pengelola agrowisata,
hasil valuasi juga dapat digunakan untuk mengetahui pelayanan wisata yang tepat agar dapat
meningkatkan jumlah kunjungan wisata.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik pengunjung agrowisata, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kunjungan di agrowisata, dan mengestimasi nilai ekonomi suatu agrowisata di Indonesia
PEMBAHASAN
1) Metode Valuasi Ekonomi
Sumberdaya alam dapat dihitung dengan pendekatan ekonomi terlepas dari keadaan
apakah sumberdaya tersebut merupakan barang pasar atau bukan. Sumberdaya alam juga
merupakan subyek dari suatu transaksi jual beli di pasar, sehingga harus ada nilai ekonomi
yang dapat dihitung untuk menera nilai sosial dari sumberdaya tersebut. Metode valuasi
ekonomi lingkungan diawali dengan adanya asumsi bahwa individu sebagai konsumen
memiliki preferensi yang menggambarkan kepuasan yang ingin diterima jika mengkonsumsi
suatu barang atau jasa (Perman et al., 1996).
Valuasi ekonomi atau penentuan nilai lingkungan dilakukan untuk menilai kelayakan
dari suatu kegiatan atau kebijakan. Pemberian nilai tersebut dilakukan dalam nilai mata uang
untuk memudahkan penghitungan dampak dari adanya kegiatan atau kebijakan tersebut.
konsep nilai pada suatu sumberdaya alam atau lingkungan bermacam-macam, tergantung dari
berbagai macam tujuan yang menyangkut keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan itu
sendiri. Pada dasarnya nilai lingkungan diklsifikasikan menjadi nilai atas dasar penggunaan
(use value) dan nilai yang menempel tanpa penggunaan (non-use value). Atas dasar
penggunaan, nilai kemudian diklasifikasikan lagi menjadi nilai atas dasar penggunaan
langsung (direct use value), nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value), nilai atas
dasar pilihan penggunaan (option use value), dan nilai yang diwariskan (bequest value). Atas
dasar tanpa penggunaan, nilai diklasifikasikan menjadi nilai atas dasar warisan (bequest
value) dan nilai karena keberadannya (existence value). Berikut adalah diagram nilai
sumberdaya alam dan lingkungan (Suparmoko dan Suparmoko, 2000) :
Sumber Daya Alam
Keterangan :
U : rata-rata kesediaan membayar
f(Y) : fungsi permintaan
a : rata-rata jumlah produk yang dikonsumsi ()
4. Menentukan X1 pada saat dengan mensubstitusikan pada persamaan :
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Premono dan Adi (2010) yang melakukan
valuasi ekonomi Taman Wisata Alam Punti Kayu. Hasil penelitiannya didapatkan nilai
koefisien determinasi (r2) dari bernilai positif (0,767). Hal ini menggambarkan bahwa
variabel bebas (biaya perjalanan, pendapatan, jumlah penduduk kecamatan, pendidikan,
umur, dan jumlah waktu kerja) mampu menjelaskan variasi perubahan pada variabel terikat
(jumlah pengunjung) sebesar 76,7%; sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang
tidak dilibatkan dalam penelitian ini. Nilai ekonomi Taman Wisata Alam Punti Kayu berupa
kesediaan berkorban, nilai yang dikorbankan, dan surplus konsumen per 1.000 penduduk
masing-masing adalah Rp 365.932,215, Rp 165.485,907, dan Rp 200.446,218.
Penelitian oleh Nurdini (2004) di Hutan Mangrove Muara Angke bertujuan untuk mengetahui
permintaan rekreasi dan surplus konsumen. Dari Berdasarkan hasil didapatkan nilai dari surplus
konsumen tahunan total responden sebesar Rp 52.623,00 per kunjungan sedangkan rata-rata nilai
surplus konsumen setiap individu adalah Rp 900,00 per kunjungan. Variabel tingkat pendapatan
kategori pendapatan rendah, jumlah tanggungan, waktu luang, pengetahuan pengunjung dan frekuensi
kunjungan berpengaruh nyata dan negatif.
Adrianto (2003) melakukan penelitian terhadap permintaan dan surplus konsumen di Taman
Bunga Nusantara. Dari hasil analisis diperoleh nilai surplus konsumen tahunan sebesar Rp
11.040.439.050,00 per tahun. Sedangkan nilai manfaat lokasi sebesar Rp 12.486.469.050,00. Biaya
perjalanan bagi individu ke lokasi wisata tidak menjadi masalah karena adanya keinginan mereka
untuk mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah mereka kunjungi.
Menurut penelitian Priambodo dan Suhartini (2016), faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan wisata Kusuma Agrowisata secara signifikan adalah variabel biaya perjalanan,
tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan jumlah rombongan. Rekomendasi perbaikan
dapat dilakukan dengan menciptakan wahana wisata yang lebih edukatif karena tingkat
pendidikan pengunjung mempengaruhi jumlah kunjungan wisata ke Kusuma Agrowisata,
pengunjung dengan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung mengharapkan wisata yang
lebih edukatif. Besar nilai surplus konsumen Kusuma Agrowisata setiap pengunjung per
tahun adalah Rp. 1.373.113,17. Nilai total ekonomi wisata Kusuma Agrowisata per tahun
adalah sebesar Rp. 419.623.385.898,00. Besar nilai tersebut menunjukkan bahwa masyarakat
masih memiliki keinginan untuk mempertahankan Kusuma Agrowisata sebagai wisata petik
di Kota Batu, Jawa Timur. Sedangkan total pemasukan pengelola Kusuma Agrowisata per
tahun adalah sebesar Rp. 35.908.000.000,00 atau sebesar 8,5 persen dari nilai ekonomi wisata
Kusuma Agrowisata.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah ada, nilai lingkungan suatu agrowisata dapat
ditentukan dengan travel cost method. Variabel bebas berupa biaya perjalanan, pendapatan,
jumlah penduduk kecamatan, pendidikan, usia, secara umum mempengaruhi jumlah
pengunjung pada suatu agrowisata. Nilai valuasi ekonomi wisata ataupun agrowisata di
berbagai daerah memiliki nilai yang beragam. Nilai tersebut dapat digunakan sebagai salah
satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi pengelola agrowisata sehingga dapat
meningkatkan jumlah pengunjung dan meningkatkan pemasukan daerah.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada pengelola agrowisata agar
menjadikan nilai valuasi lingkungan agrowisata sebagai dasar pengambilan keputusan
dalam pengembangan. Sebagai contoh adalah menentukan pelayanan wisata yang
tepat agar dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisata. Rekomendasi perbaikan
dapat dilakukan dengan menciptakan wahana wisata yang lebih edukatif karena
tingkat pendidikan pengunjung juga mempengaruhi jumlah kunjungan wisata.
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, R. 2003. Analisis Permintaan dan Surplus Konsumen Taman Bunga Nusantara
sebagai Tempat Rekreasi dengan Metode Biaya Perjalanan. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Darsono. 2012. Pembangunan Pertanian dalam Dimensi Tantangan Global. Surakarta : UNS
Press.
Muntoro. 2009. Valuasi Ekonomi Taman Wisata Alam Tawangmangu. Fakultas Pertanian.
Universitas Gadjah Mada. Tesis.
Nurdini. 2004. Analisis Permintaan Ekoturisme Hutan Mangrove Muara Angke dengan
Metode Biaya Perjalanan. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nurhayati, A., S. Marwanti, dan Agustono. 2014. Peranan agrowisata terhadap peningkatan
pendapatan rumah tangga petani stroberi di Kelurahan Kalisoro Kecamatan
Tawangmangu. <http://agribisnis.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2015/01/6.pdf> .
Diakses 2 September 2017.
Premono, Bambang dan Adi. 2010. Valuasi ekonomi taman wisata alam punti kayu
palembang. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 7(1) : 13-23.
Priambodo, O. dan Suhartini. 2016. Valuasi ekonomi Kusuma Agrowisata Kota Batu Jawa
Timur. Jurnal Habitat 27(3) : 122-132.
Purwanto. 2013. Valuasi ekonomi ekowisata dengan model travel cost dan dampaknya
terhadap usaha kecil pariwisata. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan 15(1) : 89-102.
Raharjo, A. 2002. Menaksir nilai ekonomi taman hutan wisata Tawangmangu : Aplikasi
individual travel cost method. Manusia dan Lingkungan 1(2) : 79-88.
Sihotang, J.S. C.Wulandari, dan S.Herwanti. 2014. Nilai objek wisata air terjun way lalaan
provinsi lampung dengan metode biaya perjalanan (travel cost). Jurnal Sylva Lestari 2
(3) :1118.