Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SHADOW PRICE (Harga Bayangan)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evaluasi Proyek

Dosen Pengampu : Abdullah Ahadish Shamad, S.E., M.SEI.

Kelompok 7

Disusun oleh :

1. Dike Wijayanti (G71219040)

2. Frisca Yunita Sari (G71219046)

3. Shofianisa Kusuma Kholida Fauziah (G71219057)

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Shadow Price
(Harga Bayangan)”. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah evaluasi proyek serta memberikan penjelasan mengenai penerapan yang
benar.

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen kami Bapak Abdullah Ahadish
Shamad, S.E., M.SEI. selaku dosen pengampu yang telah memberikan kesempatan untuk
menyelesaikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
evaluasi proyek ekonomi.

Makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran sangat kami harapkan guna memperbaiki kekurangan dari makalah ini. Kami harap
makalah yang berjudul “Shadow Price (Harga Bayangan)”. ini dapat dipahami oleh para
pembaca sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan para pembacanya. Akhir kata
kami ucapkan sekian dan terimakasih.

Surabaya, 12 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................... ii

BAB I ............................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 1

C. Tujuan Masalah ................................................................................................................... 2

BAB II .............................................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 3

A. Pengertian Shadow Price Atau Accounting Prices ............................................................. 3

B. Penyebab Terjadinya Harga Bayangan (Shadow Price) .................................................... 3

C. Manfaat Harga Bayangan ................................................................................................... 4

D. Masalah-Masalah Yang Dihadapi Dalam Penentuan Harga Bayangan ............................ 4

E. Penerapan Shadow Price ..................................................................................................... 5

F. Social Opportunity Cost .................................................................................................... 12

BAB III .......................................................................................................................................... 14

PENUTUP...................................................................................................................................... 14

A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam dunia usaha utamanya yang berkaitan dengan kemanfaatan ekonomi akan
membawa konsekuensi cash in flow dan cash out flow. Oleh karena itu, seringkali dilakukan
suatu perhitungan yang memasukkan unsur yang dikenal dengan shadow prices.
Shadow prices sering disebut dengan accounting prices yang merupakan suatu
penyesuaian terhadap harga pasar beberapa faktor produksi atau hasil produksi tertentu,
berhubung harga-harga tersebut tidak mencerminkan atau mengukur biaya sosial yang
sebenarnya (social opportunity cost) dari unsur atau hasil produksi. Penyimpangan harga
pasar dari social opportunity cost terutama disebabkan karena kebijakan pemerintah berupa
pajak, subsidi dan pengaturan harga atau upah. Penggunaan shadow prices yang sering
dipakai adalah modal, tenaga kerja dna devisa.
Shadow prices faktor modal tidak lain adalah social opportunity cost atau cost of capital
yang dipergunakan sebagai discount rate dalam perhitungan kriteria investasi. Shadow price
faktor tenaga kerja (shadow wage) adalah nilai nilai produksi yang dikorbankan dalam
kegiatan lain karena seseorang dipekerjakan di suatu proyek tertentu. Sedangkan shadow
price faktor devisa disebut pula dengan shadow exchange rate yang merupakan nilai implisit,
misalnya harga satu dolar terhadap rupiah. Nilai tukar implisit merupakan suatu koefisiensi
untuk menilai semua jenis barang dan jasa yang bersifat dapat diperdagangkan (tradeble),
yaitu jenis barang/jasa yang diimpor atau ekspor, bersifat sebagai pengganti impor (substitusi
impor) atau barang atau jasa tertentu yang karena adanya kebijakan pemerintah terkena
larangan impor atau ekspor. Nilai tukar resmi tersebut sering menyimpang dari social
opportunity cost dalam mata uang nasional. Salah satuusaha pemerintah di negara yang
mengalami tekanan inflasi atau defisit dalamneraca pembayarannya untuk mendekati nilai
sociall opportunity cost adalah dengan mengadakan devaluasi, walaupun berkurangnya
selisih tersebut bersifat sementara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Shadow Price?
2. Bagaimana Penerapan Shadow Price?
3. Bagaimana manfaat Shadow Price?

1
C. Tujuan Masalah
1. Untuk menjelaskan pengertian Shadow Price
2. Untuk mengetahui cara penerapan Shadow Price
3. Untuk mengetahui manfaat penggunaan Shadow Price

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Shadow Price Atau Accounting Prices


Shadow price merupakan suatu harga yang nilainya tidak sama dengan harga pasar
(bisa diatas maupun dibawah harga pasar), tetapi harga tersebut dianggap mencerminkan
nilai sosial yang sesungguhnya dari suatu barang atau jasa. Kadang-kadang shadow price ini
diterjemahkan sebagai harga bayangan.1
Shadow price ini dipakai untuk penyesuaian terhadap harga pasar dari beberapa faktor
produksi atau hasil produksi. Hal ini disebabkan karena di dalam analisa proyek terdapat
barang tertentu yang harganya belum atau tidak dapat mengukur biaya atau nilai social
opportunity costs daripada suatu faktor-faktor produksi atau hasil-hasil produksi, sehingga
diperlukan pengukur harga yang lebih tepat yaitu shadow price. 2

B. Penyebab Terjadinya Harga Bayangan (Shadow Price)


Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya harga bayangan atau shadow price antara lain:
1. Perubahan-perubahan di dalam perekonomian yang terlalu cepat, sehingga
mekanisme pasar tidak sempat mengikutinya. Dengan adanya keadaan yang demikian
mengakibatkan harga tidak seimbang (disequilibrium) yang terjadi tidak
mencerminkan biaya atau hasil yang sesungguhnya.
2. Proyek-proyek yang terlalu besar dan tidak kelihatan (invisible), menyebabkan
perubahan di dalam harga pasar, baik untuk harga inputs maupun harga outputs,
sehingga tidak dapat diperoleh suatu harga pasar yang dapat dipakai untuk mengukur
nilainya.
3. Unsur-unsur monopolistis di dalam pasar, adanya pajak dan subsidi, pada akhirnya
menyebabkan harga pasar menyimpang dari ukuran yang sebenarnya, baik dalam hal
biaya maupun hasil sosial.
4. Berbagai macam inputs (biaya) dan outputs (keuntungan), sehingga dengan adanya
sebab-sebab teknis, administratif ataupun: sosial, maka menyebabkan tidak dapatnya

1
Drs. Mulyadi Pudjosumarto, S.U.,Evaluasi Proyek,Liberty,Yogyakarta,1988,hal 76
2
Ibid hal 76

3
dijual atau dibayar/dibeli dengan cara yang biasa. Efek-efek ekstern semacam ini
memerlukan penilaian menurut harga bayangan. 3

C. Manfaat Harga Bayangan


1. Dalam evaluasi proyek
Harga bayangan mampu membantu dalam mengevaluasi suatu proyek. Hal ini
disebabkan dengan adanya harga bayangan mampu mengurangi resiko dan hambatan
dalam menjalankan suatu proyek. Harga akunting mampu mengurangi resiko dari adanya
kenaikan harga saat proses perencanaan. Contohnya adalah perhitungan harga bayangan
terhadap modal.
2. Dalam kebijakan pemerintah

Adanya harga bayangan mampu membantu pemerintah dalam mencapai tujuannya.


Harga bayangan merupakan sketsa bagi pemerintah dalam menentukan suatu kebijakan
fiskal dan moneter guna mewujudkan rencana yang ditetapkan oleh pemerintah.
Contohnya adalah harga bayangan terhadap upah tenaga kerja.

3. Dalam hal perencanaan

Dalam hal perencanaan, harga bayangan berfungsi guna mengatasi segala jenis
kesulitan yang dihadapi suatu negara. Harga bayangan berfungsi sebagai gambaran guna
menciptakan efisiensi dan keberhasilan dalam suatu perencanaan dan kebijakan
pemerintah. Contohnya adalah harga bayangan terhadap kurs devisa. 4

D. Masalah-Masalah Yang Dihadapi Dalam Penentuan Harga Bayangan


Adapun beberapa permasalahan yang dihadapi dalam penentuan harga bayangan
adalah sebagai berikut :

1. Kesulitan dalam mendapatkan sumber data/ data yang nantinya digunakan untuk
membuat harga bayangan
2. Ketidak seimbangan penuh dalam menentukan nilai intrinsik suatu faktor atau produk
dalam semua pasar membuat gagasan harga bayangan yang sama dengan nilai
intrinsik bersifat arbitrer (tidak tetap).
3. Harga bayangan bisa bersifat tidak menentu, sebab adanya anggapan bahwa adanya
keseimbanagn pekerjaan penuh di dalam keseluruhan perekonomian.

3
Ibid hal 77
4
Clive Gray, Simanjuntak Payaman, Lien K.Sabur, P.F.L. Maspaitella, R.C.G.Varley. (1992), Pengantar
Evaluasi Proyek, Edisi kedua. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

4
4. Konsep harga bayangan yang bersifat statis tidak sesuai dengan kenyataan bahwa
investasi mampu memengaruhi nilai intrinsik, dan mampu membuat harga bayangan
berubah-ubah.
5. Kesulitan dalam menghitung produktivitas marginal membuat kesulitan dalam
menentukan harga bayangan.
6. Pemerintah membeli input sesuai dengan harga pasar, namun dalam mengevaluasi
suatu proyek pemerintah menggunakan harga bayangan.
7. Harga bayangan sulit untuk ditetapkan terhadap proyek yang sifatnya padat modal
sebab proyek tersebut banyak membeli input sesuai dengan harga pasar dan bukan
sesuai dengan harga bayangan. Kesulitan lainnya juga terjadi apabila suatu proyek
bersifat substitusi dan komplementer sebab setiap proyek akan memiliki pendapat
yang berbeda.
8. Adanya perlakuan monopoli oleh pemerintah terhadap suatu produk seperti listrik, air,
bahan bakar, dan lain yang ditetapkan berdasarkan biaya alternative sosial. 5

E. Penerapan Shadow Price


Penerapan pada shadow prices yang sering dipakai adalah : Modal, tenaga kerja tak
terdidik dan devisa. 6

1. Modal
Pemerintah sering beranggapan bahwa salah satu hambatan utama dalam
pertumbuhan ekonomi adalah kekurangan investasi yang diakibatkan oleh biaya
modal (tingkat suku bunga) terlalu tinggi. Suatu hal yang perlu mendapat perhatian
untuk menggairahkan penanaman modal pada suatu lembaga keuangan (dapat berupa
tabungan ataupun deposito) adalah jaminan bahwa penabung akan memperoleh
sejumlah keuntungan riil atas dananya, yakni suatu suku bunga yang tingkatnya dapat
:
a. Menutup kemerosotan nilai yang disebabkan oleh inflasi
b. Mengimbangi tingkat time preference yaitu keadaan dimana orang lebih
senang menikmati pendapatannya sekarang daripada menangguhkan sampai

5
ibid
6
Clive G., P. Simanjuntak, Lien K. Sabur, PFL Maspaitela dan RCG Varley. 1997. Pengantar Evaluasi Proyek.
Gramedia Jakarta. Hal 45

5
kemudian hari. Oleh karena itu, pemerintah seringkali mengatur tingkat bunga
(perbankan) atas deposito nasabahnya sehingga tingkat bunga dipertahankan pada
tingkat yang berada dibawah tingkat keseimbangan.
Foreign Exchange rate (nilai tukar), perhitungan pendapatan dan biaya proyek
diperoleh dari perkailian angka shadow price-nya dengan jumlah semua input dan
output yang bersifat tradable kali harga di pasar dunia 7. Mengenai harga pasar dunia,
dikenal dengan Border Prices, yakni tingkat harga internasional yang berlaku pada
perbatasan negara yang bersangkutan terhadap luar negeri.
a) Untuk jenis barang yang diimpor, maka border price yang relevan adalah harga
impor c.i.f. lepas dari pelabuhan (dikurangi segala jenis pajak seperti bea masuk,
pajak penjualan impor dsb).
b) Untuk barang ekspor, maka border price yang relevan adalah harga f.o.b pada
titik masuk ke pelabuhan ekspor (jadi tidak termasuk biaya untuk jasa pelabuhan).
Cara penerapan shadow price of capital (tingkat bunga) tidak diterapkan seperti
kedua ketentuan 1. dan 2. Andaikata ditetapkan bahwa modal yang ditanamkan dalam
suatu proyek hendaknya dapat memberikan keuntungan yang cukup untuk menutup
shadow price of capital sebesar ie, maka ini berarti bahwa proyek tersebut akan ditolak
kecuali Net Present Value/NPV ≥ 0 yang dihitung berdasarkan arus pendapatan dan biaya
yang didiscount pada tingkat seimbang. Sesuai dengan alasan tersebut, shadow price of
capital diterapkan dengan cara mendiscount pendapatan dan biaya pada setiap tahun t
pada tingkat seimbang ie (yaitu mengalikan dengan discount factor (1 + ie)−t kemudian
menghitung Net Present Value untuk proyek tersebut.

Pengukuran terhadap produktivitas marginal dari investasi suatu negara merupakan


suatu hal yang kajian/penelitiannya belum banyak dilakukan. Bila ada suatu kajian
tentang metoda analisis benefit-cost dalam penilaian investasi maka tingkat discount rate
(Social Opportunity Cost of Capital) yang dipakai antara 12 dan 15 persen. Sebagian
besar Negara yang sedang berkembang (termasuk Indonesia) memakai discount rate
(tingkat suku bunga) 10 -15 persen yang terpengaruh oleh kebiasaan negara lain. Faktor
yang menjurus pada batas tertinggi di Indonesia adalah karena persediaan modal yang
penggunaannya belum efisien. Hal ini berarti bahwa investasi berupa modal tambahan
dalam jumlah yang relatip terbatas cukup untuk memberikan kenaikan produksi yang
agak besar, dengan diiringi penyempurnaan aspek kelembagaan/institusional. Pada

7
Drs. Mulyadi Pudjosumarto, S.U.,Evaluasi Proyek,Liberty,Yogyakarta,1985,hal 78

6
keadaan demikian, tingkat social discount rate yang tepat adalah agak lebih tinggi
dibandingkan dengan keadaan suatu perekonomian dimana tingkat penggunaan kapasitas
yang sudah terpasang sejak semula relatip tinggi. Selain itu, pilihan akan social discount
rate di Indonesia turut terpengaruh oleh berlakunya tingkat bunga di pasar modal bebas,
terutama di pedesaan yang lebih tinggi lagi.
Contoh :
Diketahui, modal 100juta ditanam pada tanggal 1 Januari, dengan pengembalian
sebesar Rp. 130 juta tanggal 13 desember, sedangkan indeks harga naik 15 % selama
tahun tersebut. Berapakah hasil modal menurut harga yang berlaku pada awal tahun?
Pokok investasi sebesar Rp. 100 juta ditambah rendemen nominal sebesar Rp. 30 juta
perlu dibagi 1,0 ditambah laju inflasi. Jadi Rp. 130 juta/1,15 = Rp. 113,04 juta dan setelah
dikurangi pokok modal awal sebesar Rp.100 juta memberikan rendemen sebesar 13,04
juta. Dengan kata lain , tinggi rendemen menurut harga konstan adalah sebesar 13,04/100
= 13 %
Tingkat suku bunga i(0,30), laju inflasi f(0,15), dan rendemen rill belum diketahui, maka
:
i= { 1 + f} . r + f
𝑖 −𝑓
r= { }
1+𝑓
0,30 −0,15
r= { }
1+0,15
0,30 −0,15
r= { }
1,15
r= 0,1304/ 13%

2. Tenaga Kerja Tidak Terdidik


Tingkat upah yang berlaku di pasar tenaga kerja, melebihi tingkat upah
seimbang, pada tingkat mana para majikan bersedia menawarkan kesempatan kerja
dalam jumlah yang cukup untuk menampung semua tenaga yang bersedia bekerja
pada tingkat upah seimbang itu. Yang termasuk faktor penyebab keadaan tersebut ada
beberapa hal, yakni :

a. Kebijakan pemerintah, misalnya ketentuan yang membatasi tingkat bunga,


yang ternyata mengakibatkan diutamakannya pemakaian cara produksi
(teknologi) yang padat modal daripada padat karya demi penghematan modal.

7
b. Adanya selisih pendapatan antara daerah perkotaan dengan pedesaan yang
menarik penduduk pindah ke kota meskipun kesempatan kerja yang ada tidak
cukup untuk menampungnya.
c. Fragmentasi kepemilikan tanah. Jumlah pengangguran pada tingkat tenaga
kerja tidak terdidik akan selalu memberikan indikasi bahwa tingkat upah yang
berlaku di pasar lebih tinggi daripada tingkat upah seimbangnya. Untuk tenaga
terdidik umumnya keadaan pasarannya bersifat kompetitif, sehingga tingkat
upah seimbangnya dapat dikatakan sama dengan tingkat upah pasarnya.
Shadow Wage, jumlah tenaga kerja tak terdidik yang dipakai dalam proyek
diukur dalam jam kerja, hari kerja, bulan kerja dsb. kemudian dikalikan dengan angka
shadow wage-nya dan dimasukkan dalam arus pendapatan/biaya pada proyek. Untuk
tenaga kerja biasanya dibedakan menjadi 4 yaitu :
1) Jika suatu daerah banyak pengangguran, maka dipakai shadow prices sama
dengan 0, karena opportunity costs untuk tenaga kerja yang menganggur atau
pengangguran tak nyata adalah nol.
2) Untuk suatu daerah pertanian, dimana terdapat musim buruh banyak yang
menganggur dan terdapat juga suatu musim lain yang memerlukan semua tenaga
kerja yang ada, maka biaya tenaga harus disesuaikan dengan keadaaan tersebut.
misalnya upah tenaga kerja pada waktu/musim tanam dan panen sebesar Rp 100,-
/hari dan tenaga kerja yang diperlukan adalah 50 hari selama 1 tahun, maka
perhitungan shadow pricenya untuk unskilled labour ini adalah = 50 x Rp. 100,- =
Rp. 5.000 ( dan besarnya biaya ini merupakan annual wagesnya)
3) Untuk menilai tenaga unskilled labour dalam membuka tanah (misalnya hutan) di
suatu estate, maka dinilai setinggi jumlah yang diperlukan untuk memberi
penghidupan mereka.
4) Untuk proyek jangka panjang ( sekitar 40 tahun), maka untuk buruh yang yang
pada waktu akan dimulai proyek tersebut masih menganggur, tidak dianggap
sebagai penganggur selamanya. Untuk menetapkan besarnya shadow price buruh
seperti ini, dapat dipakai dalam beberapa tahap, seperti :
Mulai tahun pertama sampai dengan tahun ke sepuluh, besarnya shadow
price sama dengan 0. Berikutnya tahun ke 11 sampai dengan tahun 20,
besarnya shadow price sama dengan ½ dikalikan money wages. Dan
untuk tahun selanjutnya, besarnya shadow price dapat dihitung sama

8
dengan tingkat upah yang berlaku. Untuk unskilled labour ini, biasanya
besarnya shadow price < dari market pricenya.
Ketentuan umum tentang penerapan shadow wage belum dikeluarkan oleh
pemerintah. Namun shadow wage pernah diterapkan pada proyek appraisal report
oleh Bank Dunia berkaitan dengan kegiatan irigasi Pemali-Comal (suatu case study
oleh Mears-Djarot, terbitan FEUI-Bappenas tahun 1974), dimana shadow wage
ditetapkan sebesar nol untuk buruh panen upahan (yang bukan sekeluarga dengan
penggarap sawah) 8. Dapat dikemukakan bahwa faktor tenaga kerja tak terdidik
berlainan dengan faktor devisa maupun modal, berhubung ketidakmungkinan
menentukan suatu nilai dari shadow wage yang berlaku untuk analisa investasi negara
di seluruh Indonesia. Sebab produksi ataupun kepuasan yang dikorbankan sebagai
akibat dipekerjakannya sejumlah buruh tertentu dalam proyek x yang berbeda
menurut jenis proyek maupun tempatnya. Tingkat social opportunity cost hendaknya
ditaksir secara terpisah sesuai dengan keadaan masing-masing proyek. Berhubung
asumsi atau perkiraan tentang shadow wage tidak lepas dari ketidakpastian yang
besar, maka ada baiknya jika dilakukan analisis sensitivitas (sensitivity analysis)
dengan menggunakan paling tidak dua kemungkinan ekstrim, yakni shadow wage
sama dengan a) nol atau b) 100% terhadap upah pasar.

Adapun seberapa jauh pemindahan tenaga kerja dari suatu kegiatan yang
sudah berjalan ke suat proyek baru mengurangi produksi dalam kegiatan terdahulu
(buruh yang dialihkan tersebut tidak sepenuhnya diganti dengan tenaga yang dahulu
menganggur), jumlah pengorbanan produksi inilah yang dipakai sebagai ukuran
tentang shadow wage buruh tersebut. Pengorbanan produksi dapat diukur berdasarkan
data tentang produktivitas yang ada di daerah proyek, namun perkiraan tenaga
menganggur dapat tersedia untuk mengganti buruh yang akan dipekerjakan dalam
proyek yang bersangkutan. Dilain pihak dapat juga diterapkan pendekatan Prof.
Harberger yang menganggap bahwa Social Opportunity Cost dari buruh adalah upah
terendah yang memberikan imbalan cukup sehingga buruh tersebut bersedia
mengorbankan waktu senggangnya dengan bekerja. Kondisi teresbut akan berbeda
pada setiap daerah, tetapi tidak pernah mendekati nol, antara lain karena buruh sendiri
sadar bahwa pengeluaran tenaga dalam pekerjaan kasar memakan tambahan tenaga
yang harus diganti dengan tambahan makanan.

8
ibid

9
Contoh :

Sebuah proyek pembangunan jalan mempekerjakan tenaga tak terdidik dari


golongan buruh tani yang produk marginal dan konsumsinya waktu bekerja
dipedesaan diperkirakan Rp. 10.000/hari. Upah yang akan dibayar saat proyek
pembangunan jalan sebesar Rp. 50.000/hari, dimana Rp. 45.000 untuk nilai konsumsi
dan sisanya Rp. 5000 untuk pajak. jadi kenaikan konsumsi buruh jalan sebesar Rp.
35.000 ( 45.000-10.000). Lalu misalkan simpanan telah dihitung bernilai sosial
sebesar 50% dari kenaikan konsumsi diperoleh dari 0,5 dikali kenaikan konsumsi
buruh = 17.500

Jadi Shadow wage dalam proyek pembangunan ini adalah produk marginal
dan konsumsi didesa + nilai sosial kenaikan konsumsi di kota. sehingga shadow wage
dalam proyek ini adalah 10.000 + 17.500 = 27.500.

3. Devisa
Devisa shadow price-nya merupakan suatu nilai tukar implisit (harga satu
dolar dalam rupiah) yang tidak sama dengan nilai tukar resminya, tergantung pada
tingkat ketidakseimbangan yang berlaku antara permintaan dan penawaran dalam
pasar devisa. Nilai tukar implisit itu merupakan suatu koefisien untuk menilai semua
jenis barang dan jasa yang bersifat tradeble, yaitu jenis barang dan jasa yang :
1) Barang yang diimpor atau diekspor,
2) Bersifat pengganti yang erat hubungannya dengan jenis lain yang
diimpor/ekspor,
3) Jenis barang atau jasa yang tidak memenuhi syarat 1. atau 2.
oleh karena adanya kebijakan dari pihak pemerintah yang menghindari
diimpor ataupun diekspornya jenis barang dan jasa tersebut. Kebijakan tersebut dapat
berupa batasan/pelarangan/penetapan bea masuk ataupun berupa subsidi kepada
produsen dalam negeri yang agak tinggi, dan lain sebagainya.
Foreign Exchange rate (nilai tukar), perhitungan pendapatan dan biaya proyek
diperoleh dari perkailian angka shadow price-nya dengan jumlah semua input dan
output yang bersifat tradable kali harga di pasar dunia 9. Mengenai harga pasar dunia,

9
Drs. Mulyadi Pudjosumarto, S.U.,Evaluasi Proyek,Liberty,Yogyakarta,1985,hal 78

10
dikenal dengan Border Prices, yakni tingkat harga internasional yang berlaku pada
perbatasan negara yang bersangkutan terhadap luar negeri.
c) Untuk jenis barang yang diimpor, maka border price yang relevan adalah harga
impor c.i.f. lepas dari pelabuhan (dikurangi segala jenis pajak seperti bea masuk,
pajak penjualan impor dsb).
d) Untuk barang ekspor, maka border price yang relevan adalah harga f.o.b pada
titik masuk ke pelabuhan ekspor (jadi tidak termasuk biaya untuk jasa pelabuhan).
Evaluasi proyek investasi oleh instansi Pemerintah Indonesia maupun konsultan
swasta tidak menggunakan shadow foreign exchange rate (nilai tukar). 10 Dengan kata
lain nilai tukar resmi rupiah per dollar US secara implisit dianggap mengukur Social
opportunity Cost barang dan jasa bersifat tradeable berdasarkan border prices-nya.
Pada umumnya negara yang paling memerlukan shadow foreign exchange rate yang
agak lebih tinggi dari nilai tukar resmi adalah negara yang neraca pembayarannya
mengalami tekanan berat, justru karena nilia resmi itu terlampau rendah untuk
menyeimbangkan penawaran dan permintaan dalam pasar devisa. Perlunya diterapkan
shadow foreign exchange rate diatas nilai tukar resmi karena adanya perbedaan tingkat
inflasi suatu negara dibandingkan dengan tingkat inflasi yang berlaku di pasar
internasioanl dimana negara tersebut mempunyai hubungan dagang. Dengan kata lain,
adalah hal yang layak bila pemerintah dalam rangka perencanaan investasi suatu
negara, terus menilai devisa pada suatu tingkat yang lebih tinggi daripada nilai yang
akan menertibkan pasar devisanya dalam jangka pendek (menyeimbangkan penawaran
dan permintaan devisa), misalnya:
1. Melihat kemungkinan terjadinya kegoncangan dalam pasar minyak atau unsur lain
dari neraca pembayaran, maka sangat penting terus memupuk penerimaan devisa
dari sumber selain minyak.
2. Sektor pertambangan (minyak) mempunyai koefisien lapangan kerja terhadap
investasi ataupun produksi yang sangat rendah dibanding dengan sektor lain
penghasil barang dan jasa bersifat tradeable (lebih-lebih mengingat daya saing
perekonomian Indonesia di pasar dunia, diluar pertambangan/perminyakan,
hakekatnya ditentukan oleh murahnya faktor tenaga kerja)

10
Kadariah, Lien Karlina dan Clive Gray. Pengantar Evaluasi Proyek. FE UI, Jakarta. Hal 80

11
3. Semakin rendah nilai tukar riil (rupaih per dollar US atas dasar harga tetap),
semakin tinggi pula permintaan intern akan barang dan jasa impor dibanding
dengan permintaan akan barang dan jasa buatan dalam negeri. jadi semakin tinggi
nilai tukar riil maka semakin terbatas/kecil pengeluaran devisa.
Contoh :
Misalnya suatu proyek tekstil direncanakan tiap tahun akan memproses 1.000
ton kapas yang diimpor dari luar negeri dengan harga c.i.f sebesar U.S $3,50/kilo.
Misalkan shadow exchange rate diperkirakan sebesar Rp. 700/dollar dibanding
dengan nilai tukar resmi sebesar Rp. 650. jadi social opportunity cost penggunaan
kapas dalam proyek :
=1.000 ton x $3,50 x Rp. 700
= Rp. 2,45 juta per tahun. ( angka ini di masukkan dalam arus biaya proyek)

F. Social Opportunity Cost


Social Opportunity Cost atau biaya peluang sosial merupakan benefit yang
dikorbankan dari suatu proyek tertentu (X), dan akibat dipilihnya proyek lain (Y) yang
dianggap lebih baik. Atau sederhananya, biaya peluang sosial merupakan suatu biaya yang
timbul karena keputusan seseorang atas suatu tindakan. Dimana biaya peluang tersebut tidak
selalu dikaitkan dengan uang. Berdasarkan Peraturan Menteri Bappenas No. 4 Tahun 2015
tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha, penetapan biaya
ekonomi diperkirakan dengan cara mengkonversi harga pasar menjadi harga ekonomi untuk
setiap input dan hasil berdasarkan faktor konversi yang sesuai. Apabila harga pasar tidak
dapat mencerminkan biaya peluang (opportunity cost), maka yang dihitung atau digunakan
adalah harga ekonomi (harga bayangan/shadow price), bukan harga pasar (sebagaimana
digunakan dalam analisis keuangan). 11

Social Oppotunity Cost diukur berdasarkan barang dan jasanya yang bersifat
Tradeable dan Non Tradeable atau sering disebut Tradeable good dan Non tradeable good
berdasarkan border Pricenya. Yang dimaksud Tradeable good adalah barang atau jasa yang
dapat diperjual belikandilokasi yang berbeda atau berjarak dari lokasi barang atau jasa
tersebut dihasilkan. Ciri dari Tradeable good yaitu memiliki usia hidup yang panjang, dan

11
Windy Mitasari and Doddy Aditya Iskandar, “EVALUASI KELAYAKAN EKONOMI PROYEK
PEMBANGUNAN JALAN TOL TRANS SUMATERA RUAS BAKAUHENI – TERBANGGI BESAR
MELALUI COST BENEFIT ANALYSIS EVALUATION OF ECONOMIC FEASIBILITY OF TRANS
SUMATERA TOLL ROAD DEVELOPMENT ( BAKAUHENI – TERBANGGI BESAR ),” Jurnal Riset
Pembangunan 3, no. 1 (2020): 34–45.

12
biaya transportasi yang lebih kecil. Sedangkan Non Tradeable good adalah barang atau jasa
yang tidak dapat diperjual belikan di lokasi yang berbeda atau berjarak dari tempat barang
atau jasa tersebut dihasilkan. Ciri dari Non Tradeable good yaitu berupa barang-barang yang
cepat rusak atau hancur dan biaya transportasi mahal.

Border Price disini dapat digunakan untuk menilai barang-barang yang tradeable.
Barang-barang yang termasuk dalam tradeable dalam analisa proyek meliputi :

a) Barang-barang proyek impor (project imported inputs)


b) Barang-barang proyek yang diekspor (prject export outputs)
c) Barang-barang yang dihasilkan proyek sebagai barang substitusi impor (project’s
outputs which substituties imports)
Dalam hal ini tradeable dinilai dengan shadow exchange rate border prices atau dengan kata
lain, yang termasuk tradeable adalah

a) barang dan jasa yang diperdagangkan secara internasional, sehingga barang tersebut
dapat diekspor dan di Impor
b) Merupakan barang substitusi yang dekat dari barang yang dapat di ekspor atau di
impor
c) Memenuhi kedua syarat sebelumnya, tapi tidak di ekspor ataupun di impor.

13
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Shadow price merupakan suatu harga yang nilainya tidak sama dengan harga pasar
(bisa diatas maupun dibawah harga pasar), tetapi harga tersebut dianggap mencerminkan nilai
sosial yang sesungguhnya dari suatu barang atau jasa. Kadang-kadang shadow price ini
diterjemahkan sebagai harga bayangan.
Penerapan shadow prices dalam kelayakan atau evaluasi proyek dikenal beberapa
pendekatan yaitu yang pertama Foreign Exchange rate (nilai tukar), perhitungan pendapatan
dan biaya proyek diperoleh dari perkailian angka shadow price-nya dengan jumlah semua
input dan output yang bersifat tradable kali harga di pasar dunia. Kedua Shadow Wage,
jumlah tenaga kerja tak terdidik yang dipakai dalam proyek diukur dalam jam kerja, hari
kerja, bulan kerja dsb. kemudian dikalikan dengan angka shadow wage-nya dan dimasukkan
dalam arus pendapatan/biaya pada proyek. Dan yang ketiga penerapan shadow price of
capital (tingkat bunga)..

Manfaat Shadow Price Dalam evaluasi proyek mampu mengurangi resiko dan hambatan
dalam menjalankan suatu proyek. Harga akunting mampu mengurangi resiko dari adanya
kenaikan harga saat proses perencanaan. Dalam kebijakan pemerintah, harga bayangan
merupakan sketsa bagi pemerintah dalam menentukan suatu kebijakan fiskal dan moneter
guna mewujudkan rencana yang ditetapkan oleh pemerintah. Selain itu, Dalam hal
perencanaan harga bayangan berfungsi guna mengatasi segala jenis kesulitan yang dihadapi
suatu negara. Harga bayangan berfungsi sebagai gambaran guna menciptakan efisiensi dan
keberhasilan dalam suatu perencanaan dan kebijakan pemerintah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Clive G., P. Simanjuntak, Lien K. Sabur, PFL Maspaitela dan RCG Varley. 1997. Pengantar
Evaluasi Proyek. Gramedia : Jakarta.

Drs. Mulyadi Pudjosumarto, S.U.1988. Evaluasi Proyek. Liberty: Yogyakarta.

Handaru. S.Y dan R. Sartono. 2000. Studi Kelayakan. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Husnan S. dan S. Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek. UKPN Yogyakarta.

Ibrahim Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta : Jakarta.

Kadariah, Lien Karlina dan Clive Gray. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. FE UI : Jakarta.

Mitasari, Windy, and Doddy Aditya Iskandar. “EVALUASI KELAYAKAN EKONOMI


PROYEK PEMBANGUNAN JALAN TOL TRANS SUMATERA RUAS
BAKAUHENI – TERBANGGI BESAR MELALUI COST BENEFIT ANALYSIS
EVALUATION OF ECONOMIC FEASIBILITY OF TRANS SUMATERA TOLL
ROAD DEVELOPMENT ( BAKAUHENI – TERBANGGI BESAR ).” Jurnal Riset
Pembangunan 3, no. 1 (2020): 34–45.

Prawirohardjono, S.H. 1995. Dasar-Dasar Evaluasi dan Manajemen Proyek. Andi Offset:
Yogyakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai