Anda di halaman 1dari 9

RELEVANSI TEORI VON THUNEN

Oleh:
DHAYITA RUKTI TANAYA
L2D 009 036
JPWK UNDIP 2010
Johann Heinrich von Thünen

merupakan ekonom Jerman yang merupakan pionir teori


pemanfaatan tanah. Beliau menggambarkan teorinya
dalam pertanian, bahwa perbedaan ongkos transportasi
tiap komoditas pertanian dari tempat produksi ke pasar
terdekat mempengaruhi jenis penggunaan tanah yang ada
di suatu daerah
Von Thunen mengidentifikasi perbedaan lokasi dari berbagai
kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan. Beliau
menyatakan bahwa tingkat sewa lahan paling mahal di pusat pasar
dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Artinya, semakin
dekat dengan pasar, maka harga sewa tanah akan semakin
mahal, dan semakin jauh jarak dari pasar, harga sewa tanah
akan semakin rendah.

Menurutnya, masing-masing jenis produksi memiliki


kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin
tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar
kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar.
Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram
cincin dengan satu sentra di tengahnya.
Teori Von Thunen, yang muncul sebelum era industrialisasi,
memiliki tujuh asumsi utama, yaitu isolated stated, single
market, single destination, homogeneous, maximum
oriented, one mode transportation, dan equidistant.
Berdasarkan kondisi nyata pertanian Indonesia, teori
tersebut SUDAH TIDAK RELEVAN, terutama di
Indonesia, terkait dengan beberapa hal, diantaranya adalah
sebagai berikut
Von Thunen mengasumsikan isolated state dimana pusat pasar berada di
sentral yang dikelilingi oleh wilayah hutan atau pedalaman, dan hal
tersebut sudah tampak secara nyata tidak sesuai dengan kondisi
Indonesia. Di Indonesia, pasar terletak di pusat aktifitas yang mudah
dijangkau oleh masyarakat, dan dikarenakan faktor keragaman variasi,
kebutuhan, kondisi, serta persaingan, muncul beberapa pusat pasar
sehingga aglomerasi menyebar, tidak seperti teori cincin yang
dikemukakan Von Thunen. Oleh karena itu, tidak ada istilah single
market dan single destination, karena distribusi merata dari beberapa
pusat produksi dan pusat pasar.

Keanekaragaman sumber daya alam dan hasil bumi Indonesia yang


melimpah menyebabkan heterogenitas tersebar di segala penjuru, juga
dalam pertanian. Von Thunen berasumsi bahwa daerah pedalaman yang
mengelilingi pusat pasar bersifat homogen, dan hal tersebut tidak cocok
dengan kondisi Indonesia. Masing-masing daerah di Indonesia memiliki
hasil pertanian yang rata-rata berbeda, sehingga memungkinkan
munculnya wilayah-wilayah pusat untuk jenis-jenis pertanian tertentu.
 Teori dimana variable keawetan, jarak, dan kondisi transportasi
mempengaruhi komoditas pertanian sudah banyak tidak berlaku di
Indonesia. Selain karena akses jalan dan sarana transportasi sudah
membaik, juga teknologi dalam pengolahan dan pengawetan hasil
pertanian sudah semakin berkembang.

 Kota-kota metropolis di Indonesia sudah mulai kekurangan wilayah


pertanian, sehingga harus mendatangkan hasil pertanian dari wilayah
lain. Namun hal tersebut tidak juga menyebabkan wilayah lain yang
merupakan pengekspor menjadi makmur, karena saat ini petani
Indonesia banyak sekali yang kondisinya masih tidak layak dan sarat
dengan kemiskinan. Panen melimpah namun dihargai murah, terjerat
tengkulak dan rentenir, dan banyak faktor lain yang tidak setimpal
dengan usaha yang telah mereka tempuh. Sehingga daerah perkotaan
dan pedesaan memiliki kesenjangan jauh dalam perekonomian. Harga
hasil pertanian dari pasar ke masyarakat memang dapat meningkat,
namun harga hasil pertanian dari pusat daerah panen ke pasar tidak
semahal usaha para petaninya.
 Ini merupakan implikasi negatif dari Von Thunen, yaitu dimana
makin dekat dengan pusat kota, sewa lahan semakin tinggi, sehingga
masyarakat kurang mampu di perkotaan akan semakin tersingkir
karena tidak mampu menanggung biaya sewa tempat tinggal, serta
makin menghilangnya lahan pertanian dan dialihfungsikan menjadi
banyak pusat perdagangan dan perbelanjaan.
RELEVANSI TEORI VON THUNEN
DENGAN KONDISI PERTANIAN
INDONESIA
Teori Von Thunen SUDAH TIDAK RELEVAN
dengan kondisi Indonesia, dalam bidang pertanian
khususnya. Dalam konsep aglomerasi tunggal,
homogenitas, pasar dan tujuan tunggal, dan beberapa
hal lain, kondisi pertanian Indonesia menunjukkan
ketidaksesuaian dengan teori Von Thunen. Sehingga
dapat dikatakan bahwa teori Von Thunen gagal
diterapkan di Indonesia.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai