Anda di halaman 1dari 25

Tulisan ini dimaksud untuk retrospeksi atas pengalaman belajar, bekerja dan

mengamati teman-teman sebagai Planner, Planolog, atau Ahli PWK. Tidak ada
maksud mempertanyakan atau menggugat sesuatu. Melihat ilmu dan profesi bisa
dari Kurikulum (bekal sekolah)nya, juga dari kiprah Keprofesian atau pekerjaan
alumni sekolahnya.
Kompetensi (Bekal Ilmu)
Melihat gambar pohon PWK (perencanaan wilayah & kota) di bawah, secera
diagram sederhana jelas bahwa akar atau bekal dasar ilmu PWK berasal dari
sumber-sumber ilmu basic Lingkungan, Kebumian (geologi, geodesi, geografi),
Engineering (sipil), Ekonomi, Demografi, Sosial, Budaya (arsitek, anthropologi),
Manajemen, Hukum, MKDU (mata kuliah dasar umum).

Dari bahan dasar yang multi bidang itu, diserap, diracik dengan ilmu gabungan
(teori lokasi, urban/regional geography, urban/regional economic), Ilmu-ilmu
gabungan/sintesis ini penting untuk menguasai ilmu (bahan adonan) wilayah/kota.
Seperti insinyur mesin harus menguasai ilmu logam, sifat fisika dan kimianya,
Planner juga harus menguasai teori lokasi (gabungan ekonomi dan geografi) untuk
memahami persebaran penduduk, kegiatan ekonomi (tani, industri, dagang, jasa).
Dalam implementasi skala kota atau wilayahnya. Sebagai dasar memahami landuse dan Struktur Ruang Kota dan Wilayah. Suka atau tidak pertimbangan
ekonomi (terutama skala wilayah) adalah motivasi dasar manusia berlokasi,
beraglomerasi. Hampir tidak ada kota di zaman sekarang yang tidak tumbuh, di
datangi orang, karena motif ekonomi atau diekonomikan (kota wisata budaya
misalnya).
Karena itu perlu belajar juga Studi Pembangunan (development studies) sebagai
perkawinan ilmu ek-sos-bud-link dengan unsur Kebijakan Pembangunan. Apa

orientasi kebijakan pembangunan pemerintah (pro-growth, pro-equality, dan


apakah serius atau basa-basi soal pro-poor dan sustainable development). Ini tentu
sangat berpengaruh dalam lokasi-alokasi dan distribusi pembangunan dalam
ruang. Disamping Planning Theory, Development Studies ini bekal intellectual
thinking Planner, agar tidak jadi pelaksana PP, SK saja, tapi bisa
mempengaruhinya, mengonsepnya. Kurang kuatnya planning theory dan
development studies ini sering membuat Planner agak naf, dengan menganggap
Planning/Pembangunan cuma satu aliran, dan menganggap pemerintah otomatis
seperti pemilik setiap jengkal ruang (public), sehingga otomatis produk rencana
bisa diterapkan begitu saja.
Naik lagi makin ke inti (core) adalah STRATEGIC PLANNING. Menurut saya
pribadi, inilah salah satu CORE COMPETENCE dari Planning/PWK. Seorang
Planner baru boleh disebut Planner kalau menguasai Strategic Planning, sebagai
way of thinking ataupun tehnik. Apakah menggunakan pendekatan kuantitatif atau
kualitatif tidak soal, asal way of thinking dan teknik ber-Strategic Planning ini dia
kuasai dengan baik. Tanpa ini seorang Planner akan terombang-ambing oleh
bidang-bidang dari basic multi-disiplin itu.
Alat-alat analisis quantitative & qualitative analysis, prinsip-prinsip desain,
model-model relasi antar factor, model rencana, dan teknik evaluasi semua ini
adalah peralatan ilmiah bagi penyusunan rencana.
Lalu di puncaknya adalah materi dan praktek Site Planning, Urban Planning,
Regional Planning, Transportation/Infrastructure Planning, Community
Development Planning. Ini adalah model-model perencanaan yang digunakan
sebagai studio dan praktek Perencanaan Wilayah & Kota. Model-model
kemampuan menyusun produk jadi suatu Rencana Wilayah & Kota. Tentunya
nantinya di masyarakat diterapkan sesuai dengan lingkup wilayah, sector dan
hubungan pemerintah-masyarakat-swastanya.
Keprofesian (Pekerjaan dan Tempat Kerja alumni)
Dengan berbekal ilmu dan kompetensi di atas, sesungguhnya banyak sekali
bidang yang bisa digeluti dan menerima kontribusi profesi PWK. Dan ini terbukti
dalam dunia kerja, sebaran alumni sekolah PWK/Planologi ada di berbagai bidang
seperti Kem-PU (DJ Penataan Ruang, DJ Ciptakarya, DJ Bina Marga, DJ,
Pengairan). Kementerian Perumahan, Perumnas, Bappenas, Kemdagri (Dj
Bangda, DJ Otda, DJ BAKD, DJ PUM, DJ Bina Desa), Kementreian Daerah
Tertinggal, Menko Kesra, Menko Perekonomian, BKPM, Kem Kelautan &
Perikanan, dst. Di daerah hamper pada semua posisi. Di swasta Perusahaan
Realestat, Jasa Penilai, Konsultan PWK, Manajemen Pelayanan Publik, capacity
building lembaga pelayanan public. Pada lembaga donor, Bank Dunia, UNDP, dan
berbagai lembaga bilateral lainnya. Serta di berbagai LSM nasional dan daerah.
Dapat dicatat bahwa di semua bidang kerja dan institusi di atas posisi Perencana

bukanlah di pinggiran. Mereka juga menempati posisi puncak, misalnya Eselon-1


untuk lembaga pemerintahan, atau jajaran direksi untuk lembaga swasta dan LSM.
Keimpulannya, di lapangan ilmu Perencanaan wilayah dan kota itu sudah
dikembangkan oleh pada alumninya sedemikian rupa sehingga applicable dalam
bidang-bidang tersebut. Dalam knowledge management, ilmu memang tidak
hanya dari kurikulum sekolah, tetapi siklusnya dilengkapi dengan pengayaan
(enrichment) dari pelakunya (community of practice) di lapangan. Kekayaan dan
visi praktisi dan pengembang/penerap di lapangan ini yang perlu dirangkul dan
diakui sebagai kekayaan khasanah ilmu PWK.
Sering saya ditanya, kalau begitu ilmunya PL/PWK itu apa kok luas sekali.
Jawaban saya CORE dari PWK/Planologi itu sesuai namanya ya (1)
STRATEGIC PLANNING dan (2) Penguasaan Materi/Fenomena DINAMIKA
WILAYAH & KOTA, atau kemudian ditambah STUDI PEMBANGUNAN.
Ada beberapa profesi yang kuat di Strategic Planning, misalnya dari sekolah
bisnis (sumbernya) tapi mereka menerapkannya di dunia bisnis/manajemen.
Karena itu kita khasnya di WILAYAH/KOTA. Penguasaan materi dan dinamika
W/K ini sebagai sesuatu yang komprehensif tidak banyak orang/ilmu yang
menguasainya.
Satu hal yang (menurut saya pribadi) suka tak suka harus dikuasai supaya bisa
berargumentasi dengan difahami berbagai disiplin adalah argumentasi
EKONOMI (urban/regional). Kalau dianalogkan dengan insinyur sipil atau
mesin dasar argumentasi mereka adalah hukum alam (fisika, mekanika).
Konstruksi atau desain mesin adalah desain untuk memanfaatkan, mengendalikan
hukum gravitasi atau kekekalan energy. Maka PWK analog dengan itu adalah
memanfaatkan, mengendalikan perilaku ekonomi kota/wilayah. Soal fisik
biasanya sekali saja dalam membuat peta land suitability. Selanjutnya dinamika
budidaya memanfaatkan/mengendalikan motif ekonomi lokasi. Ini argumentasi
yang bisa digunakan dialog dengan berbagai disiplin lain yang relatif konsisten.
Punya daya ramal juga, karena motif penduduk cukup universal, berlaku di
hamper semua tempat dan waktu.
Bahwa itu perlu dimodifikasi dengan pertimbangan lingkungan dan humaniora
Oke. Tapi pertimbangan ekonomi adalah motif awal penduduk/kegiatan berlokasi.
Masalah ruang yang universal ialah struggle for life (ekonomi). Kalau mau
menyeimbangkan juga koreksi atas motif ekonomi itu. Tapi mulainya dari
analisis/bahasa ekonomi, supaya dimengerti oleh banyak ilmu lain. Bekal ilmu
dasar-dasar ekonomi, regional/urban economic, teori lokasi di S-1 sekarang sudah
cukup, tinggal mengembangkan sesuai tempat kerja.
Demikianlah, mudah-mudahan pada Planner muda bisa mengembangkan diri dan
berprofesi dengan dada bidang, bahu lebar, penuh keyakinan bahwa ilmu PWK
sangat menarik dan bisa membekali sarjananya untuk berbuat banyak bagi negeri
dan pengembangan diri dan keluarganya. Amin. [RM]

Posted by Ries News at 7:40 PM 1 comment:


Labels: PWK

STATISKA/KALKULUS

Perencanaan menurut Bintoro Tjokroaminoto dalam Husaini Usman


(2008:60) adalah proses mempersiapkan kegiatan2 secara sistematis yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Perencanaan wilayah dan kota sendiri
adalah suatu perencanaan yang dikhususkan untuk suatu wilayah atau regional
dan perkotaan. Dalam implementasi dari ilmu perencanaan wilayah dan kota juga
ditunjang oleh ilmu-ilmu lain yang salah satunya adalah ilmu statistika. Statistik
memiliki keterkaitan dengan ilmu perencanaan wilayah dan kota.
Statistik berbeda dengan Statistika. Statistik adalah kumpulan data, bilangan
maupun non-bilangan yang disusun dalam table dan atau diagram yang
melukiskan atau menggambarkan suatu persoalan (Sudjara, 1996). Adapun
Statistika adalah pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan
data, pengolahan atau penganalisisannya dan penarikan kesimpulan berdasarkan
kumpulan data dan penganalisisan yang dilakukan (Sudjara,1996). Dasar teori
dari ilmu statistik adalah probabilitas, matematika, dan spasial.
Demi perencanaan pembangunan yang strategis dan tepat sasaran, maka
dibutuhkan kemampuan seorang perencana untuk menentukan skala prioritas di
masa yang akan datang. Oleh karena itu, maka statistika berfungsi sebagai alat
bantu bagi perencana untuk memprediksi segala perubahan-perubahan di masa
depan. Keterkaitan statistik dalam bidang PWK berkaitan dengan pengolahan data
agar menjadi informasi akurat yang dapat dianalisis lebih mudah untuk
kepentingan di masa mendatang. Dengan menggunakan ilmu statistik akan dapat
dianalisis mengenai jumlah penduduk, hubungannya dengan kebutuhan dan
persediaan pangan, hubungan dengan konsep spasial dan tata ruang, sampai
kepada kebutuhan infrastruktur yang ada pada suatu wilayah tertentu.
Ilmu statistika dalam bidang perencanaan wilayah dan kota bermanfaat
sebagai suatu alat bantu pengumpulan data, penilaian terhadap suatu data atau
informasi, dan analisanya dapat menjadi dasar untuk rencana di masa yang akan
datang. Dalam tujuan mendapatkan suatu hasil perencanaan yang sesuai, maka
bahan-bahan yang berupa informasi yang ada pada saat ini sangat dibutuhkan dan
salah satu cara memperolehnya adalah menggunakan statistika. Oleh karena itu,
ilmu statistik erat kaitannya dengan bidang PWK.

Sumber :
Usman, Husaini. 2011. Manajemen : teori, praktik, dan riset pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.

ILMU LINGKUNGAN

Bidang teknik lingkungan menerapkan pemikiran dan teknik serta manajemen


untuk memelihara dan melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, serta
lingkungan secara keseluruhan. Ruang lingkup bidang ini adalah konservasi
sumber daya air, pengelolaan lingkungan, pengelolaan kesehatan lingkungan,
upaya pengendalian pencemaran, penyaluran limbah dan buangan, pengendalian
pencemaran akibat limbah cair, gas dan lumpur (sludge) dan pengelolaan kualitas
perairan, tanah, dan atmosfer, serta pengendalian dan pengelolaan dampak
lingkungan.
Teknik Lingkungan adalah sebuah program studi yang berusaha untuk
menyelesaikan permasalahan lingkungan dengan pendekatan teknologi. Teknik
Lingkungan dijabarkan sebagai pemikiran keteknikan dan keterampilan dalam
memecahkan masalah pengendalian lingkungan yang menyangkut penyediaan air
minum; sistem pembuangan dan pendaurulangan buangan cair, padat, dan gas;
sistem drainase perkotaan dan desa serta sanitasi lingkungan; pengendalian
pencemar dan pengelolaan kualitas air, tanah, dan udara; serta pengendalian dan
pengelolaan dampak lingkungan.

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 5 ayat (2)
adalah landasan hukum bagi penataan lingkungan fisik (geologi). Dalam ayat
tersebut dijelaskan bahwa penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan yang
terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pengertian kedua kawasan
tersebut kemudian dijelaskan dalam Pasal 1 no. 21 dan 22, yakni kawasan lindung
adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
Sedangkan kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudi dayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional dijelaskan bahwa kawasan lindung geologi merupakan bagian
dari kawasan lindung nasional. Pada pasal 53 dijelaskan kawasan rawan bencana
merupakan bagian dari kawasan lindung geologi.
Kaitan Penataan Ruang dengan Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana dijelaskan pada pasal 35 huruf f mengenai pelaksanaan
dan penegakan rencana tata ruang dan dalam pasal 38 huruf d tentang penataan
ruang dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 1 dijelaskan bahwa bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam
dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Keputusan Menteri
ESDM No. 1457 K/28/MEM/2000 Tanggal 3 Nopember 2000 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Lingkungan Di Bidang Pertambangan Dan Energi, salah
satunya adalah tentang Kriteria Tata Ruang Aspek Minyak dan Gas Bumi. Dalam
keputusan tersebut dijelaskan antara lain bahwa untuk sektor migas yang meliputi
kegiatan eksplorasi digunakan kriteria jarak aman bagi operator terhadap kegiatan
umum yaitu sejauh lebih dari 50 meter, sedangkan untuk pemboran eksplorasi
digunakan kriteria jarak aman dari lubang bor terhadap kegiatan umum yaitu
sejauh lebih dari 100 meter.
Geologi Tata Lingkungan merupakan media dalam penerapan informasi
geologi melalui penataan ruang dalam rangka pengembangan wilayah dan
pengelolaan lingkungan, yaitu memberikan informasi tentang karakteristik
lingkungan geologi suatu lokasi/wilayah berdasarkan keterpaduan dari aspek
sumber daya geologi sebagai faktor pendukung dan aspek bencana geologi
sebagai faktor kendala. Selanjutnya hasil kajian geologi lingkungan
menggambarkan tingkat keleluasaan suatu wilayah untuk dikembangkan.
Tingkat keleluasaan (restraint) suatu wilayah untuk dikembangkan pada
dasarnya menggambarkan tingkat kemudahan dalam pengorganisasian ruang
kegiatan maupun pemilihan jenis penggunaan lahan (Indra Badri 2005).
Pengertian keleluasaan yaitu peringkat wilayah yang dapat dikembangkan sebagai
kawasan budi daya dalam arti leluasa dalam pemilahan penggunaan lahan dan
mudah dalam pengorganisasian ruang.
Tersedianya data dan informasi geologi lingkungan dapat dijadikan bahan
masukan dan sekaligus evaluasi terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten/Kota yang sudah ada maupun yang akan disusun terutama berguna
untuk:

Memberi gambaran secara garis besar rekomendasi dalam penggunaan


lahan ditinjau dari geologi lingkungan dan sebagai bahan penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota maupun bagi
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kecamatan.

Memberi gambaran mengenai faktor pendukung dan kendala geologi


lingkungan bagi pembangunan wilayah dan pengelolaan lingkungan secara
keseluruhan.

Penyusunan informasi Geologi Lingkungan dilakukan dengan menggabungkan


informasi dari peta tematik geologi maupun peta non-geologi. Informasi geologi

lingkungan dapat membantu mengatasi permasalahan lingkungan dan upaya


pengelolaannya melalui rekomendasi penggunaan lahan dan juga menyediakan
alternatif pemecahan permasalahannya.
Analisis geologi lingkungan menggunakan metode pembobotan/skoring secara
kuantitatif dan penilaian para ahli ditumpang susun (overlay) dari peta-peta
tematik secara manual maupun dengan Sistem Informasi Geografi (SIG).

Peranan Ekonomi Regional Dalam Pembangunan Wilayah


Ketika ekonomi perkotaan dan regional mulai berkembang menjadi sebuah
cabang ilmu ekonomi yang terpisah (dasawarsa 1950 dan 1960an), sebagian besar
ekonom yang memiliki minat di bidang ini berpikir bahwa cabang ilmu ekonomi
perkotaan dan regional benar-benar berbeda dengan cabang ilmu ekonomi
lainnya. Namun, perkembangan selanjutnya (pada akhir dasawarsa 1960 dan awal
1970-an) menunjukkan bahwa cabang ilmu ekonomi perkotaan dan regional
sebenarnya merupakan suatu bagian yang vital dari disiplin ilmu ekonomi secara
keseluruhan dan terkait dengan disiplin ilmu lainnya. Selain itu, kenyataan yang
ada menunjukkan bahwa teori serta metode yang digunakan oleh para ahli
geografi, khususnya ahli ekonomi geografi, tidak berbeda jauh dengan yang
digunakan oleh para ahli ekonomi perkotaan dan regional di dalam pembahasan
kewilayahan.
Carl J. Sinderman, seorang ahli biologi dalam bukunya The Joy of Science
menjelaskan bahwa, what a beautiful blueprint for action!...What a fraud!
There is no single scientific method;...Reality, for most professionals, is far
sloppier than the neat textbook scientific method, and follows no single
pathway. Sinderman, ingin menekankan bahwa masing-masing ilmuwan tidak
perlu memperdebatkan metode ilmiah yang paling benar. Beragam metode dengan
pendekatan yang berbeda, tetap dapat memberi kontribusi bagi kemajuan ilmu
pengetahuan. Saat ini, banyak ilmuwan yang tertarik dengan bidang atau kajian
yang serupa, walaupun menggunakan metode ilmiah yang berbeda. Integrasi dari
semua karya ilmiah yang dikerjakan di masing-masing bidanglah yang justru
memajukan pengetahuan dan bukan hanya hasil kajian ilmu tertentu saja.

Pernyataan di atas bukan untuk menjelaskan bagaimana analisis kewilayahan


harus mengikuti berbagai aturan positivisme ilmiah, tetapi lebih untuk
mempertegas bahwa tidak hanya satu metode ilmiah saja yang dapat digunakan.
Lebih baik jika kita peduli terhadap manfaat analisis kewilayahan sebagai
landasan bagi penyusunan kebijakan kewilayahan, dan tidak memperdebatkan
metode ilmiah yang digunakan masing-masing ilmuwan. Analisis kewilayahan
lebih merupakan sebuah pendekatan berbagai teori, kebijakan, dan perencanaan
sosial yang terintegrasi.
Pemahaman tentang kekuatan ekonomi dibalik perkembangan suatu wilayah
merupakan hal yang mutlak diperlukan dalam menyusun perencanaan
pengembangan wilayah. Dalam kenyataannya selama ini, aspek teknis ini
memiliki porsi peranan yang lebih besar ketimbang aspek lainnya, seperti
ekonomi dan sosial. Kondisi tersebut saat ini mulai berubah dimana perencanaan
wilayah tidak lagi mengabaikan unsur perkembangan ekonomi dan sosial, karena

adanya fenomena bahwa suatu wilayah akan berkembang dan terpolarisasi sebagai
akibat dari perkembangan aktivitas ekonomi dan sosial. Sebagai contoh, Kota
London yang dikenal sebagai pusat aktivitas finansial dunia, berkembang menjadi
Greater London karena munculnya aktivitas-aktivitas ekonomi dan sosial yang
baru di sekitar wilayah pinggirannya. Perkembangan aktivitas tersebut bahkan
tidak mampu diprediksi sebelumnya, sehingga sempat terjadi penyalahgunaan
pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, perencanaan wilayah memang mutlak
melibatkan sudut pandang yang bersifat multi dimensi sehingga pengaturan ruang
memang sesuai perkembangan alamiah suatu wilayah.
Dalam perkembangannya, konsep mengenai perencanaan wilayah terus
mengalami evolusi. Penerapan prinsip-prinsip laissez-faire, dimana pasar
dibiarkan bebas bekerja sehingga campur tangan pemerintah dalam bentuk
perencanaan tidak banyak dibutuhkan, ternyata tidak tepat lagi dalam konteks
pembangunan wilayah modern. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa
mekanisme pasar belum tentu dapat mengatasi semua permasalahan yang muncul
dan dibutuhkan campur tangan pemerintah yang lebih luas lagi. Dengan adanya
intervensi pemerintah dalam bentuk penyusunan perencanaan maka diharapkan
alokasi sumberdaya menjadi lebih baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat secara agregat.
Bermacam-macam persoalan yang dapat muncul akibat adanya dominasi prinsipprinsip laissez-faire, antara lain pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak
terkendali, distribusi pendapatan yang tidak merata, terbatasnya penyediaan
barang-barang publik, masalah pengangguran, ketidakstabilan kondisi sosial dan
ekonomi, tingkat kriminalitas yang tinggi, kesemrawutan tata ruang. Berbagai
masalah ini akan semakin parah jika campur tangan pemerintah dikurangi atau
dihilangkan sama sekali.
Berbagai deskripsi di atas menunjukkan pentingnya peranan ekonom regional
dalam penyusunan perencanaan pengembangan wilayah. Bagaimanapun juga,
pemahaman terhadap suatu wilayah harus dilandasi oleh pemahaman tentang
aktivitas ekonomi apa saja yang ada di dalam wilayah tersebut, termasuk
bagaimana aktivitas tersebut bisa terbentuk. Penentuan lokasi yang dilakukan para
agen ekonomi (perusahaan dan rumah tangga) tentunya didasarkan pada
rasionalitas yang mereka miliki. Ekonom regional memiliki berbagai peralatan
analisis yang dapat digunakan untuk mengukur dan menganalisis mengapa
terbentuk suatu aktivitas ekonomi, dimana aktivitas tersebut terbentuk, bagaimana
aktivitas tersebut dapat berkembang, dan apa dampak ekonomi dari
perkembangan aktivitas tersebut dalam konteks spasial. Analisis yang dilakukan
oleh para ekonom regional tidak terbatas hanya untuk memahami aktivitas
ekonomi di dalam suatu wilayah saja, tetapi juga mencoba mengidentifikasi
keterkaitan dan interaksi antar wilayah. Berbagai alat analisis seperti model inputoutput, economic base theory dan shift-share analysis, sistem neraca sosial
ekonomi (social accounting matrix), model keseimbangan umum (general
equilibrium model), model gravitasi, berbagai indeks ketimpangan wilayah,

maupun ekonometrika spasial menjadi kekuatan yang dimiliki para ekonom


regional dalam menganalisis ekonomi wilayah dengan baik.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, pembangunan wilayah di Indonesia harus
dilaksanakan secara terpadu dengan menyusun perencanaan dari sudut pandang
pengembangan wilayah (regional development). Secara teoritis pembangunan
wilayah harus dapat menyeimbangkan kepentingan lokal dengan tujuan nasional
secara keseluruhan. Keterpaduan kepentingan tersebut melibatkan keterpaduan
antar sektor, baik sektor-sektor ekonomi, sektor-sektor non-ekonomi dan antara
kawasan rural maupun urban. Dalam konteks pembangunan wilayah, ekonom
regional dapat berperan untuk menganalisis kecenderungan arah pergerakan
aktivitas ekonomi di masa mendatang. Ini dapat membantu para perencana teknis
untuk merencanakan pembangunan infrastruktur sesuai arah kebutuhan aktivitas
yang diinformasikan oleh para ekonom regional. Tanpa kerjasama antara ekonom
regional dengan para perencana, pembangunan wilayah dapat menempatkan
aktivitas di ruang yang salah.
Saat ini, para ekonom regional menggunakan pendekatan baru dalam konteks
penyusunan perencanaan wilayah. Mereka tidak lagi sekedar percaya pada
historical data untuk mengamati perilaku ekonomi yang ada di suatu wilayah.
Salah satu kelemahan para perencana wilayah di masa lalu ialah adanya keyakinan
dari mereka bahwa perilaku ekonomi wilayah di masa lalu dapat menjadi acuan
dalam merencanakan masa depan suatu wilayah. Ini ibarat melihat kaca spion
ketika mengemudi, dengan harapan bahwa jalan yang akan dilalui di depan, sama
polanya dengan jalan yang telah dilewati. Akibatnya, perencanaan wilayah
seringkali mengalami kendala karena kesalahan di dalam memprediksi masa
depan. Oleh karenanya, para ekonom regional saat ini menggunakan kombinasi
antara traditional tools dengan pendekatan modern seperti multi-sector analysis
(MSA) dan cluster analysis. Salah satu penekanan dalam pendekatan modern ini
ialah adanya keyakinan bahwa setiap perencanaan wilayah harus didesain untuk
mengantisipasi berbagai kemungkinan kejadian di masa mendatang. Hal ini
mengingat semakin tingginya derajat ketidakpastian (uncertainty) perekonomian
dan kondisi iklim dunia, sehingga kemampuan antisipasi lebih penting ketimbang
sekedar mengikuti pola perilaku yang sudah ada.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tidak mungkin dalam mengembangkan
wilayah hanya menggunakan satu pendekatan ilmu atau metode saja. Peranan
ekonom regional merupakan bagian yang penting dan tidak terpisahkan dalam
perencanaan maupun analisis pengembangan wilayah, dan sama pentingnya
dengan peran para perencana dari disiplin ilmu non-ekonomi. Karakteristik setiap
wilayah tentunya tidak sama, sehingga membutuhkan kejelian dan kemampuan
intuisi para perencana wilayah untuk mengkombinasikan berbagai pendekatan
ilmu yang ada. There is no one size fits all and the only principle that does not
inhibit progress is: anything goes...

Sumber:
Dr.Sonny Harry B. Hamadi, (Ketua Lembaga Demografi dan Pengajar Ekonomi
Regional Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia) Buletin Tata Ruang, MaretApril 2009 (Edisi: Meningkatkan Daya Saing Wilayah)
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

Peranan Pertimbangan Kearifan Budaya Lokal dalam Perencanaan


Wilayah
Saraswati Saraswati
Abstract

Optimisme negara maju akan pulihnya ekonomi melalui peningkatan ekonomi


nasional (GDP) pasca perang dunia ke II, telah menghasilkan konsep-konsep
perencanaan pengembangan wilayah berupa penataan pusat-pusat kegiatan
ekonomi dan industri yang dikenal dengan Growth Pole dan Growth Center
dengan asumsi penetesan perkembangan dan memicu daerah belakangnya (center
periphery). Akan tetapi konsep ini lambat laun ditentang oleh berbagai konsep dan
fakta di lapangan bahwa penetesan dan peningkatan PDB saja tidak mampu
menjawab berbagai permasalahan kesejahteraan, keadilan, dan pertumbuhan itu
sendiri. Optimisme tersebut bergeser ke arah perencanaan pembangunan yang
menitik beratkan pada pentingnya nilai kesejahteraan, keadilan, pemerataan, dan
pelibatan sumberdaya lokal. Perencanaan pembangunan yang pada awalnya lebih
bersifat kebijakan dari atas atau Development from Above dan mengalami
beberapa kegagalan, telah memunculkan gagasan perencanaan pembangunan yang
mempertimbangkan potensi lapisan bawah atau Development from Below.
Development from Below ini sering juga disebut sebagai Bottom up planning atau
Bottom up Approach dalam perencanaan pengembangan wilayah. Pertimbangan
Kearifan Lokal dalam Perencanaan Wilayah, merupakan salah satu pengisian
pelibatan sumberdaya lokal, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia
dalam perencanaan pembangunan, karena di dalamnya ada landasan pengetahuan
lokal (local knowledge) yang diperkirakan telah berkembang sebagai potensi
perencanaan bagi masyarakat setempat dalam menghadapi persoalan wilayahnya.
Paper ini mengantar untuk menjelaskan peranan kearifan lokal dalam
pengembangan wilayah berbasis sumberdaya lokal.

Keywords
Kearifan Budaya Lokal, Perencanaan Pengembangan Wilayah.
Full Text: PDF

Aspek Sosial dalam Penataan Ruang


September 25, 2011Fitri Wardhono

1 Vote
Sebagai sebuah kota metropolitan, berbagai masalah sosial menghantui
Jakarta. Namun, di manakah letak aspek sosial ini dalam penataan ruang
kota ? Penataan ruang kota di Indonesia, dilakukan melalui rencana kota,
yang dibedakan atas berbagai tingkatan rencana, mulai dari tingkat makro
sampai mikro, antara lain sebagai berikut : rencana tata ruang wilayah
(RTRW), rencana detail tata ruang (RDTR) atau di Jakarta disebut
sebagai rencana rinci tata ruang (RRTRW), rencana tata bangunan dan
lingkungan (RTBL), lembar rencana kota (LRK), panduan rancang kota
(urban design guideline), dan seterusnya. Secara umum, muatan suatu
rencana kota mencakup aspek fisik, sosial dan ekonomi. Pada tingkat
makro, suatu rencana kota memiliki aspek ekonomi yang kental,
sementara itu aspek fisik dan sosial relatif sedikit disentuh. Semakin rinci,
maka aspek fisik dan sosial akan semakin kental, sementara aspek
ekonomi akan mengecil dominasinya.
Bagaimana hal ini tertuang dalam rencana penataan kota, terutama pada
rencana kota tingkat provinsi ? RTRW Provinsi DKI Jakarta 2010 hanya
mengaturnya pada Paragraf 2 : Persebaran Penduduk, yakni pada Pasal
13. Aspek yang diatur pasal ini meliputi : proyeksi jumlah penduduk,
persebarannya di 5 kotamadya, dan proyeksi jumlah tenaga kerja formal.
Bagaimana untuk tingkat meso ? Apakah aspek sosial mendapat cukup
perhatian ? RRTRW kecamatan pada Buku II : Rencana, mengungkapkan
bahwa muatan RRTRW kecamatan mencakup 7 bagian utama, yakni : (1)
Rencana Kependudukan dan Ketenagakerjaan, (2) Rencana
Pengembangan Sektor, (3) Rencana Sistem Jejaring, (4) Rencana
Pemanfaatan Ruang, (5) Struktur Pusat Pelayanan Kegiatan Kota, (6)
Rencana Pengembangan dan Pengelolaan Lingkungan, serta (6)
Rencana Pengembangan Kawasan Andalan dan Kawasan Lindung. Dari
ke-7 muatan ini, yang terkait langsung dengan aspek sosial hanya bagian
(1) Rencana Kependudukan dan Ketenagakerjaan. Bagian lainnya lebih
banyak memberikan arahan pengembangan fisik, walaupun antara lain
dalam rangka mengakomodasikan kebutuhan sosial. Dari bagian (1)

Rencana Kependudukan dan Ketenagakerjaan tersebut, penekanan lebih


banyak kepada pengaturan jumlah penduduk, serta ketenagakerjaan.
Pada tingkat mikro seperti dokumen UDGL, muatan yang diatur secara
umum mencakup : skenario proyek, panduan peruntukan lahan umum,
panduan peruntukan lahan dasar, panduan peruntukan lantai-lantai atas,
panduan peruntukan lantai basemen, panduan pedagang kaki lima,
intensitas pemanfaatan lahan, sirkulasi kendaraan pribadi, sirkulasi
kendaraan umum, sirkulasi pejalan kaki, ruang terbuka umum, ruang
terbuka private yang terbuka untuk umum, ruang terbuka private, tata
hijau, garis sempadan setback bangunan dan jarak bebas antar
bangunan, besar sosok (bulk) serta proporsi massa bangunan, ketinggian
bangunan, ambang volume bangunan (building envelope), tata letak
bangunan dari segi orientasi, ekologi dan iklim, keterpaduan konsep
arsitektural yang selaras antara kinerja dan fungsi, tata informasi, ramburambu lalulintas, rambu-rambu pejalan kaki, papan nama, street funiture,
prasarana dan utilitas, sarana lingkungan dan fasilitas umum, panduan
pembangunan sektor dan blok, serta strategi pentahapan pelaksanaan
pembangunan kawasan.
Dari ke-2 contoh dokumen di atas, terlihat bahwa muatan rencana
penataan kota lebih dominan ke aspek fisik, sementara itu aspek sosial
sedikit sekali mendapat perhatian. Untuk kasus Jakarta aspek sosial
disajikan secara terpisah dari aspek fisik/ruang, yakni berupa : RUPSB
(rencana umum pengembangan sosial budaya). Menyimak keadaan ini,
rasanya tak heran jika Jakarta menghadapi kesulitan dalam berbagai
permasalahan sosial, yang tak terjawab oleh rencana penataan ruang.
Bagaimana pedoman penataan ruang kota memberikan panduan tentang
aspek sosial ini ? Untuk RDTR, panduan dari Departemen PU
memberikan panduan dalam proses perencanaan dan dalam muatan
rencana. Dalam proses perencanaan aspek sosial disebutkan dalam
bentuk perkiraan kebutuhan fasilitas sosial dan ekonomi perkotaan. Dalam
muatan rencana aspek sosial disebutkan dalam bentuk rencana blok
pemanfaatan ruang (block plan) pemanfaatan ruang kawasan perkotaan
yang dirinci dalam blok-blok peruntukan, antara lain untuk fasilitas sosial.
Untuk rencana teknik ruang kawasan perkotaan, panduan dari Departmen
PU memberikan panduan tentang aspek sosial, yakni juga dalam proses
perencanaan dan dalam produk rencana. Dalam proses perencanaan
aspek sosial disebutkan dalam bentuk perkiraan kebutuhan fasilitas sosial
dan ekonomi perkotaan. Dalam produk rencana aspek sosial disebutkan
dalam bentuk rencana tapak pemanfaatan ruang lingkungan perkotaan
yang dirinci dalam penggunaan dan massa bangunan, antara lain untuk
fasilitas sosial. Dalam kegiatan pendataan, aspek sosial ini muncul dalam
bentuk data dan kondisi perkembangan kependudukan/demografi, yang

meliputi : jumlah penduduk kota/perkotaan; kepadatan penduduk


kota/perkotaan; tingkat pertumbuhan penduduk kota/perkotaan; serta
lapangan pekerjaan penduduk kota/perkotaan. Dengan data ini
diharapkan dapat dilakukan : analisis demografi dan analisis sosial
kemasyarakatan. Analisis demografi mencakup : tingkat perkembangan
penduduk; pergerakan/mobilitas penduduk kota; distribusi kepadatan
penduduk kota/perkotaan; struktur pekerjaan penduduk kota/perkotaan;
serta struktur umur dan tingkat partisipasi angkatan kerja kota/perkotaan.
Sedangkan analisis sosial kemasyarakatan mencakup : adat-istiadat yang
menghambat dan mendukung pembangunan; tingkat partisipasi/peran
serta masyarakat dalam pembangunan; kepedulian masyarakat terhadap
lingkungan; pergeseran nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
setempat; serta kinerja tingkat pelayanan fasilitas dan utilitas sosial. Apa
iya, dengan lingkup data seperti diuraikan di atas, ke-2 kelompok analisis
tersebut dapat dilakukan. Apa iya, dengan lingkup analisis seperti
diuraikan di atas, dapat dirumuskan arahan penanganan permasalahan
keruangan sosial kota yang memadai ?
Jadi tak heran rasanya jika kota-kota kita tak siap menghadapi berbagai
masalah sosial, khususnya yang terkait dengan ruang kota, misalnya :
penguasaan suku/etnis tertentu akan bagian kota tertentu (Kampung
Ambon, Pecinaan, dan lain-lain), pengguasaan titik-titik transfer angkutan
kota dan penggal jalan tertentu oleh kelompok tertentu sehingga ada
kewajiban bagi kenek bus yang lewat untuk setor, perwilayahan
kekuasaan siswa sekolah-sekolah pemicu tawuran, komunitas mesjid
tertentu di sekitar mesjid tersebut, lokasi tempat mejeng (dulu ada Lintas
Melawai), lokasi tempat nongkrong (remaja ekonomi lemah, remaja
golongan atas, klub sepeda motor, dan lain-lain), pola perjalanan dari/ke
tempat kerja, multiplier effect berupa UKM di sekitar fasilitas sosial/umum
tertentu, atau yang sudah rutin seperti pedagang kali lima (PKL).
Perhatian juga hendaknya tidak dibatasi pemukiman yang sudah berada
lama dari golongan ekonomi lemah di kota. Bagaimana kiranya dengan
aspek sosial dari permukiman baru dari golongan ekonomi kuat, misalnya
berupa : konflik pada kawasan perbatasan permukiman dengan wilayah di
luarnya, ketakutan akan penjarahan, kemacetan yang ditimbulkan
(kendaraan menuju tempat kerja dan sekolah), privilese ramp ke jalan tol,
dan sebagainya.
Yayat Supriyatna (2007) menyebutkan bahwa bagi suatu rencana
penataan kota, diperlukan pemahaman tentang gejala sosial budaya
masyarakat yang memiliki relevansi kuat dengan perencanaan tata ruang,
pemahaman tentang faktor utama yang melatar belakangi perkembangan
sosial budaya, serta pemahaman tentang variabel sosial budaya yang
memiliki signifikasi kuat dengan perencanaan tata ruang. Pemahaman
dan pemanfaatannya hendaknya dapat dilakukan pada berbagai jenjang

rencana kota, dengan intensitas yang semakin menguat dengan semakin


rincinya rencana.
Pemahaman atas aspek geografi sosial kota, dan kota sebagai organisma
sosial kiranya sudah waktunya mendapat tempat yang memadai, baik
dalam penduan penyusunan rencana penataan kota, maupun dalam
produk rencana itu sendiri. Sudah waktunya untuk melibatkan ahli-ahli
sosial dalam pembangunan kota, untuk tidak menjadikan kota sekedar
sebagai mesin ekonomi yang garang, tetapi memiliki wajah sosial yang
teduh.
Keterangan : Ditulis pada tanggal 19 Februari 2007.

Peran Hukum Dalam Perencanaan Wilayah dan Kota


Perencanaan wilayah dan kota merupakan suatu upaya untuk menciptakan
perkembangan yang teratur di wilayah perkotaan, mengurangi konflik sosial serta
dampak ekonomi yang akan membahayakan kehidupan dan hak milik dalam suatu
wilayah (Gallion dan Eisner dalam Pengantar Perencanaan Kota). Dalam
perencanaan wilayah dan kota diperlukan suatu peranan hukum untuk mengatur
dan mengikatnya. Hukum yang juga dikenal sebagai peraturan tercipta karena
adanya masyarakat, dimana ada masyarakat disitu pula akan tercipta suatu hukum.
Hukum mengatur tingkah laku masyarakat sedemikian rupa, agar dapat tercipta
kehidupan bermasyarakat yang aman, tentram dan adil. Maka hukum mengatur
berbagai kegiatan masyarakat, mulai dari kegiatan bersosialisasi, berpolitik,
berusaha, bersaing, dan berkreasi. Sehingga dalam menjalankan tugasnya, hukum
harus memperhatikan ataupun mempertimbangkan aspek-aspek tersebut guna
menciptakan hukum yang memiliki kepastian hukum, adil dan membawa
kemanfaatan bagi seluruh masyarakat. Hukum masih diperlukan sebagai
pengendali pembangunan dalam mengatur kompleksitas permasalahan, perubahan
pola investasi pembangunan, mengatasi masalah sosial yang semakin meningkat.
Agar kapasitas masyarakat semakin membaik maka diperlukan kelompokkelompok pengontrol untuk mengatasi segala permasalahan pembangunan yang
ada.

Hukum diperlukan dalam pembangunan untuk mengendalikan pemanfaatan


ruang dalam kota. Kegiatan yang berkaitan dengan pengawasan dan penertiban
terhadap pelaksanaan rencana sebagai kelanjutan dari penyusunan rencana, hal ini
difungsikan agar pemanfaatan ruang dapat sesuai dengan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan. Adapun sistem pengendalian pemanfaatan ruang dengan dasardasar pengendalian pembangunan :

1. Regulatory system adalah pemanfaatan ruang yang didasarkan pada


kepastian hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2. Discretionary system adalah pemanfaatan ruang yang proses pengambilan
keputusannya didasarkan pada pertimbangan pejabat/lembaga perencanaan
yang berwenang untuk menilai proposal pembangunan yang diajukan.
3. Zoning regulation adalah pembagian lingkungan kota dalam zona-zona
dan menetapkan pengendalian pemanfaatan ruang yang berbeda-beda
(Barnett, 1982).
4. Development control/permit system mengatur kegiatan pembangunan
yang meliputi pelaksanaan kegiatan pendirian bangunan, perekayasaan,
pertambangan maupun kegiatan serupa lainnya dan atau mengadakan
perubahan penggunaan pada bangunan atau lahan tertentu (Khulball &
Yuen, 1991).
Pemerintah sebagai regulator dalam pembangunan memiliki landasan
kewenangan tehadap pengendalian pembangunan. Berikut ini Landasan
Kewenangan Pemerintah dalam Pengendalian Pembangunan (Jurnal Penataan
Ruang Perkotaan yang Berkelanjutan, Berdaya Saing dan Berotonomi) :
1. Bundles of rights (hak atas lahan) : Kewenangan untuk mengatur hak atas
lahan, hubungan hukum antara orang/badan dengan lahan, dan perbuatan
hukum mengenai lahan.
2. Police power (pengaturan) : Kewenangan menerapkan peraturan hukum
(pengaturan, pengawasan, dan pengendalian pembangunan di atas lahan
maupun kegiatan manusia yang menghuninya) untuk menjamin kesehatan
umum, keselamatan, moral, dan kesejahteraan.
3. Eminent domain (pencabutan hak atas lahan) : Kewenangan tindakan
mengambil alih atau mencabut hak atas lahan di dalam batas
kewenangannya dengan kompensasi seperlunya dengan alasan untuk
kepentingan umum.
4. Taxation : Kewenangan mengenakan beban atau pungutan yang dilandasi
kewajiban hukum terhadap perorangan/kelompok atau pemilik lahan untuk
tujuan kepentingan umum.
5. Spending power (Government Expenditure) : Kewenangan
membelanjakan dana publik untuk kepentingan umum (melalui APBN dan
atau APBD).

Pemerintah berkewajiban untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi melalui


pengembangan sektor-sektor industri, jasa, dan properti. Hal ini akan
meningkatkan kebutuhan akan ruang. Namun di lain pihak, pemerintah juga harus
menjaga agar pertumbuhan pembangunan tidak over sehingga tidak terjadi
dampak yang buruk. Tentunya harus diupayakan jalan tengah yang terbaik agar
pengendalian pembangunan dalam hal pemanfaatan ruang terus dilakukan oleh
pemerintah.
Peran hukum dalam perencanaan merupakan dasar seorang perencana untuk
menyusun suatu rencana pemanfaatan ruang dalam wilayah dan kota. Selain itu,
hukum juga dapat digunakan untuk mengendalikan dan mengevaluasi rencana
yang telah disusunnya. Dengan adanya peranan hukum, rencana dapat disusun
dengan terarah sehingga hasilnya sejalan dengan hukum yang berlaku. Rencana
pemanfaatan ruang dalam wilayah dan kota tidak terlepas dari peran serta
masyarakat.
Dalam perencanaan wilayah dan kota terdapat suatu produk tata ruang yang
dapat dirumuskan dan dihasilkan dengan melibatkan peran serta masyarakat
dalam penataan ruangnya. Selanjutnya dalam rangka mendorong peningkatan
peran serta masyarakat secara maksimal dalam kegiatan penataan ruang, maka
diperlukan upaya dan tindakan konkrit dari aparat. Peranan aparatur sangat
dominan untuk mengatur jalannya kegiatan dalam penataan ruang agar kebijakan
baru yang nantinya disahkan, juga ditaati oleh masyarakat karena kebijakan
tersebut berasal dari masyarakat sendiri dan agar mencegah adanya kecurangan
dalam pemanfaatan ruang wlayah dan kota.

Manfaat Sistem Informasi Geografis


(SIG) dalam Perencanaan Wilayah
dan Kota
Pos-pos Terbaru

Sistem Informasi Geografis dan Data Spasial

Aplikasi Data Penginderaan Jauh untuk Mendukung Perencanaan Wilayah


di Indonesia

Sistem Informasi Spasial Penanaman Modal di Sumatera Barat

Spatial Analysis of Relationship Between Land Use Density

4 Cara Pemetaan GIS dapat Memberdayakan Komunitas Hutan


di Indonesia

Komentar Terbaru
kelaspds2 di Data Spasial Untuk Perencanaan
ID Pulsa di Data Spasial Untuk Perencanaan

Arsip

September 2014

Agustus 2014

Kategori

Tak Berkategori

Tugas Pertama

Meta

Daftar

Masuk

RSS Entri

RSS Komentar

WordPress.com

Sistem informasi geografis adalah suatu sistem yang berbasis komputer dengan
kemampuan menangani data bereferensi geografis, yang meliputi pemasukan,
pengelolaan atau manajemen data (penyimpanan dan pengaktifan kembali),
manipulasi dan analisis, serta keluaran data. Pengertian lain tentang GIS atau
Sistem Informasi Berbasis Pemetaan dan Geografi adalah sebuah alat bantu
manajemen berupa informasi berbantuan komputer yang berkait erat dengan
sistem pemetaan dan analisis terhadap segala sesuatu serta peristiwa-peristiwa
yang terjadi di muka bumi.
SIG memungkinkan untuk membuat tampilan peta serta menggunakannya untuk
keperluan presentasi khususnya dalam kajian Perencanaan Wilayah dan Kota .
SIG memungkinkan untuk menggambarkan dan menganalisa informasi dengan
cara pandang baru, mengungkap semua keterkaitan yang selama ini tersembunyi,
pola, dan kecenderungannya.
Untuk mendukung suatu Sistem Informasi Geografis, pada prinsipnya terdapat
dua jenis data, yaitu:
1. Data spasial, yaitu data yang berkaitan dengan aspek keruangan dan
merupakan data yang menyajikan lokasi geografis atau gambaran nyata
suatu wilayah di permukaan bumi. Umumnya direpresentasikan dalam
grafik, peta, atau pun gambar dengan format digital dan disimpan dalam
bentuk koordinat x,y (vektor) atau dalam bentuk image (raster) yang
memiliki nilai tertentu.
2. Data non-spasial, disebut juga data atribut, yaitu data yang menerangkan
keadaan atau informasi-informasi dari suatu objek (lokasi dan posisi) yang
ditunjukkan oleh data spasial. Salah satu komponen utama dari Sistem
Informasi Geografis adalah perangkat lunak (software). Perangkat lunak
ini berfungsi sebagai alat yang dapat membantu dalam memvisualisasikan,
mengeksplorasi, menjawab query, dan menganalisis data secara geografis
Manfaat GIS dalam Perencanaan Wilayah dan Kota

1. Inventarisasi Sumber Daya Alam. Melalui penerapan GIS, dapat


diidentifikasi tentang potensi-potensi alam yang tersebar di suatu wilayah.
Identifikasi ini akan memudahkan dalam pengelolaan sumber alam untuk
kepentingan orang banyak.
2. Disaster Management. Artinya, aplikasi GIS dapat digunakan untuk
melakukan pengelolaan rehabilitasi pasca bencana. Misalnya, saat bencana
tsunami menerjang Aceh dan Nias, Badan Rehabilitasi Rekonstruksi
Aceh Nias (BRR Aceh-Nias) menggunakan GIS untuk memetakan
kondisi terkini dan menentukan prioritas pembangunan di lokasi yang
paling parah kerusakannya.
3. Penataan Ruang & Pembangunan sarana-prasarana. Manfaat teknologi
GIS yang ketiga ini dapat berbentuk banyak hal. Mulai dari analisis
dampak lingkungan, daerah serapan air, kondisi tata ruang kota, dan masih
banyak lagi. Penataan ruang menggunakan GIS akan menghindarkan
terjadinya banjir, kemacetan, infrastruktur dan transportasi, hingga
pembangunan perumahan dan perkantoran.
4. Investasi Bisnis dan Ekonomi juga merupakan manfaat yang bisa
didapatkan dari aplikasi GIS. Dengan adanya peta informasi daerah, dapat
ditentukan arah pembangunan. Dan para investor pun bisa menentukan
strategi investasinya berdasarkan kondisi geografis yang ada, kondisi
penduduk dan persebarannya, hingga peta infrastruktur dan aksesibilitas.
5. GIS dapat digunakan untuk memprediksi pergerakan asap akibat
kebakaran hutan atau asab limbah beracun. GIS juga bisa digunakan untuk
memprediksi perkembangan daerah berpopulasi tinggi, yang membantu
perencanaan pembangunan fasilitas public.
6. GIS dapat digunakan sebagai alat bantu, baik sebagai tools maupun bahan
tutorial utama yang interaktif, dan menarik dalam usaha untuk
meningkatkan pemahaman, pembelajaran dan pendidikan mengenai ideide atau konsep-konsep lokasi, spasial/keruangan, kependudukan dan
unsur-unsur geografis yang terdapat di permukaan bumi berikut data-data
atribut yang menyertainya.
7. GIS memiliki kemampuan-kemampuan untuk mengurai unsur-unsur yang
terdapat di permukaan bumi dalam bentuk layer atau coverage data spasial.
Dengan layer ini permukaan bumi dapat direkonstruksi kembali atau
dimodelkan dalam bentuk nyata (real world seperti tiga dimensi) dengan
menggunakan data ketinggian beserta layer tematik yang diperlukan.
8. GIS memiliki kemampuan-kemampuan yang sangat baik dalam
menvisualisasikan data spasial beserta atribut-atributnya. Model warna,

bentuk dan ukuran simbol yang diperlukan untuk merepresentasikan


unsur-unsur permukaan bumi dapat dilakukan dengan mudah.
9. Hampir semua operasi termasuk analisisnya yang dimiliki oleh perangkat
GIS terutama desktop GIS dapat dilakukan secara interaktif dengan
bantuan menu-menu dan help yang bersifat user friendly.

GIS dapat menurunkan data-data secara otomatis tanpa keharusan untuk


melakukan interprestasi secara manual. Dengan demikian GIS dengan
mudah dapat menghasilkan peta-peta lainnya dengan hanya memanipulasi
atribut-atributnya.

Perangkat lunak GIS saat ini juga menyediakan fasilitas untuk


berkomunikasi dengan alikasi-aplikasi perangkat lunak lainnya sehingga
dapat bertukar data secara dinamis melalui fasilitas OLE (Object Linking
and Embedding) maupun driber ODBC (Open Database Connectivity).

GIS, pada saat ini sudah dapat diimplementasikan sedemikian rupa


sehingga dapat bertindak sebagai map-server atau GIS-server yang siap
melayani permintaan baik dari clients melalui jaringan lokal (intrabet)
maupun jaringan internet (web-based).

GIS sangat membantu pekerjaan-pekerjaan yang erat kaitannya dengan


bidang-bidang spasial dan geo-informasi. Oleh karena itu, pada saat ini
hampir semua disiplin ilmu terutama yang terkait dengan informasi spasial
juga mengenal dan menggunakan GIS sebagai alat bantu analisis dan
presentasi yang menarik.

Secara garis besar SIG merupakan program komputer yang sangat bermanfaat
khususnya dalam dunia perencanaan wilayah dan kota terutama dalam hal
penyajian informasi-informasi secara grafis. SIG dapat menyajikan suatu data
dengan jelas serta lengkap, dengan menggunakan SIG presentasi dapat disajikan
dengan lebih baik karena terbantu dengan fitur-fitur pengolahan dan penyajian
data yang dimiliki oleh aplikasi SIG yang baik.

Anda mungkin juga menyukai