Anda di halaman 1dari 11

2.

Analisis Kemampuan Lahan

Gambar Sistematika Anaslisis Kemampuan Lahan

a) SKL Morfologi
Morfologi berarti bentang alam. Kemampuan lahan dari morfologi tinggi berarti kondisi
morfologis suatu kawasan kompleks. Morfologi kompleks berarti bentang alamnya berupa
gunung, pegunungan, dan bergelombang. Akibatnya, kemampuan pengembangannnya sangat
rendah sehingga sulit dikembangkan dan atau tidak layak dikembangkan. Lahan seperti ini
sebaiknya direkomendasikan sebagai wilayah lindung atau budi daya yang tak berkaitan
dengan manusia, contohnya untuk wisata alam. Morfologi tinggi tidak bisa digunakan untuk
peruntukan ladang dan sawah. Sedangkan kemampuan lahan dari morfologi rendah berarti
kondisi morfologis tidak kompleks. Ini berarti tanahnya datar dan mudah dikembangkan
sebagai tempat permukiman dan budi daya.
Gambar Skoring SKL Morfologi

Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007

b) SKL Kestabilan Lereng


Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat dikatakan stabil atau tidak kondisi lahannya
dengan melihat kemiringan lereng di lahan tersebut. Bila suatu kawasan disebut kestabilan
lerengnya rendah, maka kondisi wilayahnya tidak stabil. Tidak stabil artinya mudah longsor,
mudah bergerak yang artinya tidak aman dikembangkan untuk bangunan atau permukiman
dan budi daya. Kawasan ini bisa digunakan untuk hutan, perkebunan dan resapan air.
Sebenarnya, satu SKL saja tidak bisa menentukan peruntukan lahan apakah itu untuk
pertanian, permukiman, dll. Peruntukan lahan didapatkan setelah semua SKL ditampalkan
(overlay) lagi.

Gambar Skoring SKL Kestabilan Lereng

Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007

c) SKL Kestabilan Pondasi


Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan/wilayah yang mendukung stabil atau tidaknya suatu
bangunan atau kawasan terbangun. SKL ini diperlukan untuk memperkirakan jenis pondasi
wilayah terbangun. Kestabilan pondasi tinggi artinya wilayah tersebut akan stabil untuk pondasi
bangunan apa saja atau untuk segala jenis pondasi. Kestabilan pondasi rendah berarti wilayah
tersebut kurang stabil untuk berbagai bangunan. Kestabilan pondasi kurang berarti wilayah
tersebut kurang stabil, namun mungkin untuk jenis pondasi tertentu, bisa lebih stabil, misalnya
pondasi cakar ayam.
Gambar Skoring SKL Kestabilan Pondasi

Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007

d) SKL Ketersediaan Air


Geohidrologi sudah memperlihatkan ketersediaan air. Geohidrologi sudah ada kelasnya yaitu
tinggi, sedang, hingga rendah. Untuk melihat ketersediaan air seharusnya menggunakan data
primer, tetapi karena keterbatasan waktu dan dana biasanya pengambilan data primer tidak
dapat dilakukan. Ketersediaan air sangat tinggi artinya ketersediaan air tanah dalam dan
dangkal cukup banyak. Sementara ketersediaan air sedang artinya air tanah dangkal tak cukup
banyak, tapi air tanah dalamnya banyak.

Gambar Skoring SKL Ketersediaan Air

Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007

e) SKL Untuk Drainase


Drainase berkaitan dengan aliran air, serta mudah tidaknya air mengalir. Drainase tinggi
artinya aliran air mudah mengalir atau mengalir lancar. Drainase rendah berarti aliran air sulit
dan mudah tergenang.
Gambar Skoring SKL Drainase

Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007

f) SKL Terhadap Erosi


Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi berarti
lapisan tanah mudah terkelupas dan terbawa oleh angin dan air. Erosi rendah berarti lapisan
tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak ada erosi berarti tidak ada pengelupasan
lapisan tanah.
Gambar Skoring SKL Terhadap Erosi
Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007

g) SKL Pembuangan Limbah


SKL pembuangan limbah adalah tingkatan untuk memperlihatkan wilayah tersebut cocok atau
tidak sebagai lokasi pembuangan. Analisa ini menggunakan peta hidrologi dan klimatologi.
Kedua peta ini penting, tetapi biasanya tidak ada data rinci yanng tersedia. SKL pembuangan
limbah kurang berarti wilayah tersebut kurang/tidak mendukung sebagai tempat pembuangan
limbah.
Gambar SKoring SKL Pembuangan Limbah

Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007

h) SKL Terhadap Bencana Alam


SKL bencana alam merupakan pertampalan (overlay) dari lima peta bencana alam, yaitu:
• Rawan gunung berapi dan aliran lava
• Kawasan rawan gempa bumi dan kawasan zona patahan/sesar
• Kawasan rawan longsor dan gerakan tanah
• Kawasan rawan gelombang pasang dan abrasi pantai
• Kawasan rawan banjir
Jadi, morfologi gunung dan perbukitan dinilai tinggi pada peta rawan bencana gunung api dan
longsor. Sedangkan lereng datar yang dialiri sungai dinilai tinggi pada rawan bencana banjir.
Penentuan kelas pada rawan bencana ini ada lima. Kelas 1 artinya rawan bencana alam dan
kelas 5 artinya tidak rawan bencana alam.
Gambar Skoring SKL Terhadap Bencana Alam

Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007


i) Analisis Tumpang Tindih (overlay)
Penyusunan peta kemampuan lahan adalah menggunakan analisis tumpang tindih
(overlay) dari semua SKL yang disusun dan diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang telah
ditentukan. Klasifikasikan kemampuan lahan untuk pengembangan wilayah dimaksudkan
untuk mengetahui gambaran tingkatan kemampuan lahan dari aspek kemampuan lahan.
Klasifikasi kemampuan lahan untuk pengembangan wilayah dimaksudkan untuk mengetahui
gambaran tingkatan kemampuan lahan dari variable-variabel penyusun kategori
kemampuan lahan. Variabel tersebut antara lain adalah morfologi, kestabilan lereng,
kestabilan pondasi, ketersediaan air, dan bencana alam, seperti yang telah dijabarkan di atas.
Pengklasifikasikan kemampuan lahan untuk pengembangan wilayah dilakukan dengan
cara mengoverlay setiap satuan kemampuan lahan yang telah diperoleh hasil pengalian nilai
akhir (tingkatan kemampuan lahan paada setiap SKL) dengan bobotnya secara satu persatu
sehingga diperoleh peta jumlah nilai akhir dikalikan bobot seluruh SKL secara kumulatif. Hasil
pengalian nilai akhir dengan bobot setiap satuan, dalam analisis ini disebut dengan istilah skor
(Skor = nilai_akhir x Bobot).
Berikut ini merupakan contoh perhitungan peta kemampuan lahan dari hasil tumpang
tindih berbagai peta SKL yang telah dibuat sebelumnya.
Gambar Total Skoring Untuk Kemampuan Lahan

Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007

Dari total nilai, dibuat beberapa kelas yang memperhatikan nilai minimum dan maksimum total
nilai. Dari angka di atas, nilai minimum yang mungkin didapat adalah 32, sedangkan nilai
maksimum yang mungkin didapat adalah 160. Dengan begitu, pengkelasan dari total nilai ini
adalah:
Gambar 3. 1 Klassifikasi Pengembangan Kemampuan Lahan

Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007


Gambar ilustrasi analisis tumpang tindih peta kemampuan lahan

3. Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan adalah metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat
kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai
untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian
lahan potensial).
Struktur klasifikasi kesesuaian dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat
Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada
tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan
lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable). Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam
tingkat ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing skala
pemetaan, kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan tingkat semi detail
pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu:
lahan sangat sesuai (S1) dan cukup sesuai (S2).Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak
sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2) Untuk pemetaan tingkat pada tingkat
kelas dibedakan atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).
Gambar Sistematika Analisa Kesesuaian Lahan

Struktur klasifikasi kesesuaian lahan adalah terdiri dari 4 kategori sebagai berikut:
1) Ordo (Order): menunjukkan keadaan kesesuaian secara umum.
2) Klas (Class) : menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.
3) Sub-Klas : menunjukkan keadaan tingkatan dalam kelas yang didasarkan pada jenis
pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas
4) Satuan (Unit): menunjukkan tingkatan dalam sub-kelas didasarkan pada perbedaan-
perbedaan kecil yang berpengaruh dalam pengelolaannya.

Kesesuaian lahan pada tingkat Ordo dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu:


(1) Ordo S : Sesuai (Suitable)
Ordo S atau Sesuai (Suitable) adalah lahan yang dapat digunakan untuk penggunaan tertentu
secara lestari, tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumber daya lahannya.
Penggunaan lahan tersebut akan memberi keuntungan lebih besar daripada masukan yang
diberikan.
(2) Ordo N: Tidak Sesuai (Not Suitable)
Ordo N atau tidak sesuai (not suitable) adalah lahan yang mempunyai pembatas demikian
rupa sehingga mencegah penggunaan secara lestari untuk suatu tujuan yang direncanakan.

Lahan kategori ini yaitu tidak sesuai untuk penggunaan tertentu karena beberapa alasan. Hal
ini dapat terjadi karena penggunaan lahan yang diusulkan secara teknis tidak memungkinkan
untuk dilaksanakan, misalnya membangun irigasi pada lahan yang curamyang berbatu, atau
karena dapat menyebabkan degradasi lingkungan yang parah, seperti penanaman pada
lereng yang curam. Selain itu, sering pula didasarkan pada pertimbangan ekonomi yaitu nilai
keuntungan yang diharapkan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan.

Sedangkan Kelas kesesuaian lahan merupakan pembagian lebih lanjut dari Ordo dan
menggambarkan tingkat kesesuaian dari suatu Ordo. Tingkat dalam kelas ditunjukkan oleh
angka (nomor urut) yang ditulis dibelakang simbol Ordo. Nomor urut tersebut menunjukkan
tingkatan kelas yang makin menurun dalam suatu Ordo. Jumlah kelas yang dianjurkan adalah
sebanyak 3 (tiga) kelas dalam Ordo S, yaitu: S1, S2, S3 dan 2 (dua) kelas dalam Ordo N,
yaitu: N1 dan N2. Penjelasan secara kualitatif dari definisi dalam pembagian kelas disajikan
dalam uraian berikut:
i. Kelas S1: Kelas S1 atau Sangat Sesuai (Highly Suitable) merupakan lahan yang tidak
mempunyai pembatas yang berat untuk penggunaan secara lestari atau hanya
mempunyai pembatas tidak berarti dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi
serta tidak menyebabkan kenaikan masukan yang diberikan pada umumnya.
ii. Kelas S2: Kelas S2 atau Cukup Sesuai (Moderately Suitable) merupakan lahan yang
mempunyai pembatas agak berat untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang
harus dilakukan. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan, serta
meningkatkan masukan yang diperlukan.
iii. Kelas N1: Kelas N1 atau Tidak Sesuai Saat Ini (Currently Not Suitable) merupakan
lahan yang mempunyai pembatas yang lebih berat, tapi masih mungkin untuk diatasi,
hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya
yang rasional. Faktor-faktor pembatasnya begitu berat sehingga menghalangi
keberhasilan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.
iv. Kelas N2: Kelas N2 atau Tidak Sesuai Selamanya (Permanently Not Suitable)
merupakan lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat, sehingga tidak
mungkin digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.

Matriks yang perlu disesuaikan untuk mendapat kesesuaian lahan yang baku terdiri dari 5
arahan, antara lain sebagai berikut :

a) Arahan Tata Ruang Pertanian


Gambar Arahan Tata Ruang Pertanian

Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007

b) Arahan Rasio Penutupan


Gambar Arahan Rasio Tutupan Lahan

Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007

c) Arahan Ketinggian Bangunan


Gambar Arahan Ketinggian Bangunan

Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007

d) Arahan Pemanfaatan Air Baku


Gambar Arahan Pemanfaatan Air Baku

Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007

e) Perkiraan Daya Tampung Lahan


Langkah Pelaksanaan
 Menghitung daya tampung berdasarkan ketersediaan air, kapasitas air yang bisa
dimanfaatkan, dengan kebutuhan air perorang perharinya disesuaikan dengan jumlah
penduduk yang ada saat ini, atau misalnya rata-rata 100 l/jiwa/hari (tergantung standar
yang digunakan). Berikut ini merupakan contoh perhitungan ketersediaan sumber air
permukaan pada setiap satuan wilayah sungai (Kasus: Kabupaten Minahasa
Tenggara).
Gambar Daya Tampung Berdasarkan Ketersediaan Air

Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007


PERTANIAN TUTUPAN LAHAN AIR BAKU DAYA TAMPUNG

PERTANIAN TUTUPAN LAHAN AIR BAKU DAYA TAMPUNG

 Menghitung daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan dengan asumsi
masing-masing arahan rasio tersebut dipenuhi maksimum, dan dengan anggapan luas
lahan yang digunakan untuk permukiman hanya 50% dari luas lahan yang boleh
tertutup (30% untuk fasilitas dan 20% untuk jaringan jalan serta utilitas lainnya).
Kemudian dengan asumsi 1 KK yang terdiri dari 5 orang memerlukan lahan seluas 100
m . Maka dapat diperoleh daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan ini
sebagai berikut:

Sumber : Peraturan Menteri PU No.20/PRT/M/2007

 Membandingkan daya tampung ini dengan jumlah penduduk yang ada saat ini dan
proyeksinya untuk waktu perencanaan. Untuk daerah yang melampaui daya tamping
berikan persyaratan pengembangannya.

Anda mungkin juga menyukai