Anda di halaman 1dari 4

Gambar 1.

Penggunaan dari Nilai Produk dan Kurva Biaya untuk Ilustrasi Konsep Land Rent yang Merupakan Surplus Ekonomi Setelah Pembayaran Biaya Produksi

Berdasarkan Gambar 1, total nilai produksi yang dihasilkan digambarkan oleh segi empat LNSP dengan total biaya dari variabel input yang ditunjukkan oleh segi empat MNSR dan menghasilkan land rent atau economic rent seluas memandang tanah sebagai faktor produksi. LMRP. Surplus sebagai investasi

Surplusekonomi sumberdaya lahan dapat dilihat

dari surplus ekonomi karena kesuburan tanahnya dan lokasi ekonomi. Pengaruh biaya transportasi kaitannya dengan perpindahan produk dari berbagai lokasi ke pasar terhadap sewa lahan digambarkan pada Gambar 2. Dalam gambar tersebut, dilukiskan bahwa semakin jauh jarak lokasi lahan dari pasar akan menyebabkan semakin tingginya biaya transportasi. Misalnya pada jarak 0 km (tepat di pusat pasar), biaya transportasi nol dan biaya total sebesar OC pada Gambar 2(a) dan pada jarak OK km biaya total menjadi KT, karena biaya transportasi meningkat menjadi UT. Kemudian jika harga barang yang diangkut setinggi OP, maka pada jarak OK tidak lagi terdapat land rent, sedangkan pada jarak 0, besarnya land rent adalah CP. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa land rent mempunyai hubungan terbalik dengan jarak lokasi lahan dengan pasar seperti yang dilukiskan pada Gambar 2(b).

Gambar 2. Pengaruh Biaya Transportasi Produk dari Berbagai Lokasi ke Pasar terhadap Land Rent Dalam teori Von Thunens diasumsikan bahwa secara fisik lahan adalah homogen (Greenhut ML 1956), pengaruh lokasi dipisahkan dengan faktor-faktor lainnya, namun pada kenyataannya ada faktor-faktor selain lokasi yang berpengaruh terhadap penentuan penggunaan lahan. Ely dan Wehrwein (1964) menyatakan bahwa land rent selain dipengaruhi oleh lokasi juga ditentukan oleh perbedaan tanah, iklim, topografi dan faktor fisik lainnya. Hal ini juga menyebabkan perbedaan dalam intensitas penggunaan, produksi, pendapatan dan sewa. Tiap luasan lahan dipengaruhi oleh dua hal tersebut yaitu lokasi dan produktivitas, land rent adalah hasil gabungan kedua-duanya. Perbedaan lahan dalam kaitannya dengan perbedaan kesuburan atau lokasi bukanlah penyebab land rent, namun semata menjelaskan mengapa satu bidang lahan memberikan hasil yang lebih banyak dibanding yang lainnya.

Teori Von Thunen, yangm unculseb elum era industrialisasi, memiliki tujuh asumsi utama, yaitui solated stated, single market, single destination, homogeneous, maximum oriented, one mode transportation, dan equidistant. Berdasarkan kondisi nyata pertanian Indonesia, teori tersebut SUDAH TIDAK RELEVAN, terutama di Indonesia, terkait dengan beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut

1 . V o n Thunen mengasumsikan isolated state dimana pusat pasar berada di sentral yang dikelilingi oleh wilayah hutan atau pedalaman, dan hal tersebut sudah tampak secara nyata tidak sesuai dengan kondisi Indonesia. Di Indonesia, pasar terletak di pusat aktifitas yang mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dikarenakan faktor keragaman 2. variasi, kebutuhan, kondisi, sertapersaingan, muncul beberapa pusat Pasar sehingga aglomerasimenyebar, tidak seperti teori cincin yang dikemukakan Von Thunen. Oleh karena itu, tidak ada istilah single market dan single destination, karena distribusi merata dari beberapa pusat produksi dan pusat pasar.

3. Keanekaragaman

sumber

daya

alam dan

hasil

bumi disegala daerah

Indonesia penjuru, pedalaman

yang juga yang

melimpa menyebabkan dalam pertanian. Von

heterogenitas Thunen

tersebar bahwa

berasumsi

mengelilingi pusat pasar bersifat homogen, dan hal tersebut tidak cocok dengan kondisi Indonesia. Masing-masing daerah di Indonesia memiliki hasil pertanian yang rata-rata berbeda, sehingga memungkinkan munculnya wilayah-wilayah pusat untuk jenis-jenis pertanian tertentu.

4. Teori dimana variable keawetan, jarak, dan kondisi transportasi mempengaruhi komoditas pertanian sudah banyak tidak berlaku di Indonesia. Selain karena akses jalan dan sarana transportasi sudah membaik, juga teknologi dalam pengolahan dan pengawetan hasil pertanian sudah semakin berkembang.

5. Kota-kota metropolis di Indonesia sudah mulai kekurangan wilayah pertanian, sehingga harus mendatangkan hasil pertanian dari wilayah lain. Namun hal

tersebut

tidak

juga

menyebabkan

wilayah

lain

yang

merupakan

pengekspor menjadi makmur, karena saat ini petani Indonesia banyak sekali yang kondisinya masih tidak layak dan sarat dengan kemiskinan. Panen melimpah namun dihargai murah, terjerat tengkulak dan rentenir, dan banyak faktor lain yang tidak setimpal dengan usaha yang telah mereka tempuh. Sehingga daerah perkotaan dan pedesaan memiliki kesenjangan jauh dalam perekonomian. Harga hasil pertanian dari pasar kemasyarakat memang dapat meningkat, namun harga hasil pertanian dari pusat daerah panen ke pasar tidak semahal usaha para petaninya.

6. Ini merupakan implikasi negatif dari V on Thunen, yaitu dimana makin dekat dengan pusat kota, sewa lahan semakin tinggi, sehingga masyarakat

kurang mampu di perkotaan akan semakin tersingkir karena tidak mampu menanggung biaya sewa tempat tinggal, serta makin pertanian dan dialihfungsikan menjadi banyak menghilangnya lahan perdagangan dan

pusat

perbelanjaan

Anda mungkin juga menyukai