Anda di halaman 1dari 7

TUGAS PAPER

MATA KULIAH : PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN


TEORI LOKASI VON THUNEN DAN TEORI-TEORI LOKASI SPASIAL

DOSEN PENGAJAR :
DRS. F. SINGKOH, MSi
DR. DRS. A. B PATI, MSi

OLEH KELOMPOK 4 :
1. Lefrina T. Runkat 18081103019
2. Julia Damima 17081103067
3. Veronika Tambuwun 18081103029
4. Kalvin Karanda 17081103165
5. Farlan Mandey 17081103059
6. Rivaldo A. Tatangindatu 17081103089
7. Johan Liow 18081103063

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2020
2.1 Timbulnya Teori Pola Produksi Pertanian von Thunen

Perkembangan teori lokasi klasik diawali oleh analisis lokasi areal produksi pertanian
atau selama ini dikenal sebagai teori Lokasi von Thunen, ditulis oleh John Heinrich von Staat
(The Isolated State atau Negara yang Terisolasi). Karya ini merupakan tonggak penting
mengenai konsep tata ruang wilayah. Dalam karyanya, von Thunen mengilustrasikan suatu
perumpamaan negeri terisolasi, dengan iklim dan tanah seragam, topografi seragam dan
datar, serta alat trasnportasi yang seragam yang hanya dilayani oleh kereta yang ditarik oleh
hewan atau ternak.

Teori von Thunen berusaha menghubungkan antara konsep ekonomi dengan lokasi
spasial, sehingga meskipun teorinya sudah lama, tetap masih berguna hingga sekarang. Von
Thunen telah belajar ekonomi-politik dari Adam Smith, dan ilmu pertanian dari Thaer. Von
Thunen merasa kurang puas dengan kedua ilmu dasar tersebut dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan guna lebih memahami permasalahan, sehingga membawanya untuk melakukan
penelitian yang bila diringkas dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana perubahan harga biji-bijian mempengaruhi sistem pertanian, apakah


pemeliharaannya perlu diatur secara rasional?
2. Apa yang mempengaruhi harga biji-bijian dan kayu?
3. Apakah system pertanian yang lebih intensif-sistem pergantian tanaman secara
absolut unggul terhadap pengembangan, demikian pula tiga-sistem perladangan,
ataulah keunggulannya bergantung kepada harga produksi pertanian?
4. Apakah land-rent, dan hal-hal apakah yang menentukannya?
5. Apakah pengaruh terbesar dari pajak terhadap pertanian?
6. Apakah upah secara natural pembagiannya sesuai dengan produktivitas pekerja?
7. Apakah yang menentukan tingkat bunga; apa hubungannya dengan tingkat upah?
8. Bagaimana persediaan modal mempengaruhi tingkat bunga dan harga komoditi?
9. Apakah pada awalnya pengaruh pengembangan penting dalam pertanian dan
penemuan industri, dan apakah pengaruh terbesarnya?
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian ia menciptakan konsep Isolated State,
ketika belajar pertanian pada Her Staudinger’s Instituate di Flottbeck-Hamburg. Sejak itu,
prinsrip-prinsip Isolated State banyak digunakan dalam pemecahan permasalahan
pertanian dan ekonomi politik.

2.2 Hipotesis dan Asumsi Model von Thunen

Von Thunen mengasumsikan suatu negara yang terisolasi dengan satu pusat kota
dengan tipe-tipe permukiman perdesaan, sehingga tidak ada pengaruh dari luar negara. Di
dalam deskripsi konsepnya, Von Thunen membayangkan suatu kota yang berada di pusat
dataran yang subur, yang dipotong oleh sungai. Pada dataran tersebut kondisi tanahnya
dapat ditanami dan mempunyai kesamaan kesuburan. Semakin jauh dari kota, dataran
tersebut berubah menjadi hutan belantara yang memutus hubungan antara negara ini
dengan dunia luar. Tidak ada kota lain di dataran tersebut. Pusat kota dengan sendirinya
harus mensuplai daerah perdesaan dengan semua hasil produksi industri, dan sebagai
penggantinya akan mendapatkan perbekalan dari desa-desa di sekitanya. Pertambangan
yang menyediakan garam dan logam berada dekat dengan pusat kota, dan hanya satu,
nantinya yang disebut “kota”.

Permasalahan yang ingin dipecahkan oleh von Thunen adalah: Pola tanam dan
penggunaan lahan seperti apa yang akan terjadi pada kondisi ini? Dan bagaimana sistem
pertanian pada distrik yang berbeda dipengaruhi oleh jarak dari kota? Diasumsikan bahwa
pertanian diatur secara rasional.

Dari hipotesis dan permasalahan yang digambarkan di atas, maka dalam menyusun
model von Thunen, secara garis besar asumsi-asumsi yang dibuat adalah sebagai berikut:

 Pusat kota sebagai kota pemasaran, lokasi di pusat suatu wilayah homogen secara
geografis. Bagian pusat dilukiskan sebagai pusat permukiman, pusat industri yang
sekaligus merupakan pusat pasar.
 Biaya transportasi (untuk mengangkut hasil dari tempat produksi ke kota)
berbanding lurus dengan jarak. Setiap petani di kawasan sekeliling kota akan
menjual kelebihan hasil pertaniannya ke kota tersebut, dan biaya transportasi
ditanggung sendiri.
 Petani secara rasional cenderung memilih jenis tanaman yang menghasilkan
keuntungan maksimal.
2.3 Pola Penggunaan Lahan dari von Thunen

Di sekitar kota akan ditanam produk-produk yang kuat hubungannya dengan nilai
(value), dan karenanya biaya transportasinya yang mahal, sehingga distrik di sekitarnya yang
berlokasi lebih jauh tidak dapat menyuplainya. Ditemukan juga produk-produk yang mudah
rusak, sehingga harus digunakan secara cepat. Semakin jauh dari kota, lahan akan secara
progresif memproduksi barang dengan biaya transportasi murah dibandingkan dengan
nilainya. Dengan alasan tersebut, terbentuk lingkaran-lingkaran konsentrik di sekeliling
produk pertanian, sistem pertaniannya akan berubah, dan pada berbagai lingkaran akan
ditemukan sistem pertanian yang berbeda.

Von Thunen menggambarkan suatu kecenderungan pola ruang dengan bentuk


wilayah yang melingkar seputar kota. Von Thunen memberi gambaran pola penggunaan
lahan yang didasarkan pada “economic rent”, di mana setiap tipe penggunaan lahan akan
menghasilkan hasil bersih per unit areal yang berbeda-beda, sehingga modelnya disusun
berupa seri zone-zone konsentrik.

Zona-zona konsentris yang dibentuknya menggambarkan penggunaan lahan sebagai


berikut:

 Zona kesatu yang paling mendekati kota/pasar, diusahakan tanaman yang mudah
rusak (highly perishable) seperti sayuran dan kentang (free cash cropping). Jenis-jenis
hasil pertanian tersebut membutuhkan tenaga kerja intensif dan biaya transportasi
tinggi.
 Zona kedua merupakan hutan dengan hasil kayu (foresting).
 Zona ketiga menghasilkan biji-bijian seperti gandum, dengan hasil yang relative tahan
lama dan ongkos transportasi murah.
 Zona keempat merupakan lahan garapan dan rerumputan, yang ditekankan pada hasil
perahan seperti susu, mentega, dan keju.
 Zona kelima untuk pertanian yang berubah-rubah, dua sampai tiga jenis tanaman.
 Zona keenam, berupa lahan yang paling jauh dari pusat, digunakan untuk rerumputan
dan peternakan domba dan sapi.
Meskipun model von Thunen dibangun pada abad ke-19 dengan kondisi yang disesuaikan
pada zamannya (seperti jenis alat transportasi masih kereta kuda misalny), tetapi pada
abad ke-20 model tersebut masih digunakan/diterapkan pada beberapa daerah di dunia,
termasuk untuk fenomena Kepulauan Fiji (dengan Kota Suva sebagai sentral pusat
pemasaran dan kota pelabuhan), karena lokasi Kota Suva tersebut jauh dari pulau lain.

Konsep von Thunen pada dasarnya menjelaskan bahwa penggunaan lahan segar
ditentukan oleh biaya angkut produk yang diusahakan yang pada akhirnya menentukan
sewa ekonomi tanah (land rent). Dalam hal konsep sewa tanah ini, begawan ekonomi
seperti Paul Samuelson (1976) mengatakan bahwa konsep von Thunen masih lebih
orisinal dibandingkan dengan teori sewa tanah yang dikembangkan oleh David Ricardo,
The Principle of Political and Taxation, tahun 1911.

Kesimpulan penting yang dapat diambil dari pengembangan teori von Thunen adalah:
(1) kecenderungan semakin menurunnya keuntungan akibat makin jauhnya lokasi dari
pasar, namun terdapat perbedaan laju penurunan (gradien) antarkomoditas, dan (2) jumlah
pilihan-pilihan menguntungkan yang semakin menurun dengan bertambahnya jarak ke
kota/pusat pasar.

4.4 Modifikasi dan Pengembangan Model von Thunen

Pengembangan model zona konsentris von Thunen dilakukan oleh banyak ilmuwan,
antara lain: Sinclair, Peter Hall, Ernest Burgess, Homer Hoyt, dan Ullman, serta
Chrisholm, Johnson. Pada pasca perang dunia ke II, terjadi perluasan-perluasan kota yang
menggeser pola pemanfaatan lahan sebagaimana dikembangkan oleh von Thunen.
Didukung hasil penelitiannya di Amerika, Sinclair memodifikasi pola penggunaan lahan
von Thunen. Modifikasi lain dikembangkan oleh Ernest Burgess (1925) yang
membangun concentric zone concept; dan modifikasinya yang dikembangkan oleh
Sinclair.

Di samping pengembangan konsep, model von Thunen juga mendapatkan kritik dari
ilmu setelahnya. Kritik-kritik tersebut disampaikan oleh Chrisholm, Johnson, dan lain-
lain. Chrisholm mengkritik asumsi kondisi seimbang yang sifatnya parsial, tidak
dipertimbangkannya factor non-ekonomis yang mempengaruhi produksi dan tidak
diperhitungkannya variasi luasan kawasan di bawah skala minimum yang akan merusak
pola zona tata guna lahan yang terbangun. Kritik Johnson lebih menekankan pada zeit
gebundenheit (keterikatannya pada waktu) dan gebiet, gebundenheit (keterikatannya pada
wilayah). Sementara kritik lainnya lebih ditekankan pada kurang aplikatifnya model.
Asumsi von Thunen terlalu rigid, misalnya: jumlah pasar komoditas hanya satu, kualitas
tanah homogeny, harga komoditas tetap, serta land rent konstan.

Penerapan konsep land rent dalam land use perkotaan menghadapi permasalahan
karena: (1) Pengunaan lahan perkotaan terbesar untuk sector perumahan, bukan untuk
aktivitas ekonomi, (2) kota mempunyai sturuktur yang sangat kompleks, tidak hanya
berdimensi horizontal tetapi juga berdimensi vertikat, sehingga land use di perkotaan
cenderung bercampur baur, dan (3) masih adanya kota-kota besar yang hanya mempunyai
titik aksebilitas tunggal terhadap pusat. Oleh karena itu, di perkotaan tidak dapat ditemukan
adanya pola konsentris yang rapi, tidak seperti di lokasi pertanian.

Teori von Thunen merupakan model pemanfaatan ruang sederhana, didasarkan pada
salah satu titik permintaan dalam suatu lingkungan ekonomi perdesaan yang mempunyai
struktur pasar sempurna baik pasar output maupun input. Selain itu diasumsikan bahwa
seluruh wilayah dapat dijangkau tapi terisolasi (tertutup), sehingga tidak ada ekspor impor.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka lokasi tanah akan mengikuti pola kawasan komoditi
berbentuk lingkaran dengan kota sebagai pusatnya sekaligus tempat pemukiman, kemudian
areal sawah, tegalan, kebun, dan terakhir adalah hutan. Bentuk lingkaran tidak harus simetris
tetapi tergantung akses jelas atau sungai.

Analisis serupa von Thunen yang digunakan di kawasan perkotaan, dilakukan oleh
Burges dalam Harvey (1996). Burges menganalogikan pusat pasar dengan pusat kota (central
bussines district atau CBD). CBD merupakan tempat yang lebih banyak digunakan untuk
gedung pertokoan, bank dan perhotelan. Berbeda dengan von Thunen yang menggambarkan
pola kawasan untuk berbagai komoditas, bagi Burges pola tersebut untuk berbagai kegiatan
ekonomi. Asumsi yang dipakai tetap sama. Semakin jauh dari CBD, nilai rent kawasan
tersebut akan semakin kecil. Tetapi Burges menekankan pada factor jarak komutasi ke tempat
kerja dan tempat belanja merupakan factor utama dalam tata guna tanah di perkotaan.

Dalam pola penggunaan lahan terdapat beberapa teori, yaitu:

1) Model Burges (1925) adalah sebuah model skematis yang dikembangkan dalam
mengelompokkan aktivitas-aktivitas atas dasar konsentrasi dalam jarak yang
berturut-turut dalam kawasan dari pusat kearah hinterland. Hipotesis Burges
menyatakan bahwa zona-zona penggunaan lahan akan menjaga keteraturan, tetapi
karena kota tumbuh dan berkembang maka setiap zone harus menyebar dan bergerak
keluar, menggeser zona berikutnya dan menciptakan zone transisi penggunaan tanah.
2) Teori pembangunan aksial atau radial, dikembangkan oleh Harvey (1996) adalah
sebuah peningkatan dalam memodifikasi zone kensentrasi untuk mengikuti pola
topografi. Sungai-sungai yang dapat dilayari menyediakan bentuk paling mudah dari
tranportasi air, sedangkan desa-desa memfasilitasi kontruksi jalan dan rel. Hal ini
berarti biaya transportasi per unit lebih rendah dalam beberapa arah dari yang
lainnya. Sebagai contoh sebuah sungai yang dapat dilayari dapat mengubah zone
konsentrasi. Yang lebih realistik konstruksi jalan dan rel akan menyebabkan zone-
zone berbentuk bintang laut, sampai pelosok-pelosok yang meluas sepanjang rute
transportasi utama.

Berdasarkan pada teori sektor, Humer Hoyt dalam Harvey (1996) menggambarkan
bahwa kota dapat tersusun dengan urutan: (1) Aktivitas pusat kota atau Central Business
District (CBD), (2) Pada sektor tertentu terdapat kawasan industry ringan dan perdagangan,
(3) Kawasan perumahan untuk tenaga kerja, (4) Permukiman dengan pendapatan menengah,
(5) Kawasan tempat tinggal golongan atas.

Teori pusat lipat ganda (Multiple Nucleiconcept) menurut Harris (dalam Harvey 1996)
adalah sebuah model skematis yang dikembangkan dalam menggelompokkan aktivitas-
aktivitas atas dasar konsentrasi dalam jarak yang berturut-turut dalam kawasan kota dengan
pola.

Anda mungkin juga menyukai