Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat
Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta
membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Bahwasanya Pancasila yang telah
diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa,
yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu
kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa
Indonesia. Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila
itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamamalan
nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia,
setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Pancasila sebagai dasar Negara, maka mengamalkan dan mengamankan
Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai sifat imperatif dan memaksa, artinya
setiap warga Negara Indonesia harus tunduk dan taat kepadanya.
Sikap kritis dan cerdas manusia dalam menanggapi berbagai peristiwa di
sekitarnya, berbanding lurus dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Namun
dalam perkembangannya, timbul gejala dehumanisasi atau penurunan derajat
manusia. Hal tersebut disebabkan karena produk yang dihasilkan oleh manusia, baik
itu suatu teori maupun materi menjadi lebih bernilai ketimbang penggagasnya. Itulah
sebabnya, peran Pancasila harus diperkuat agar bangsa Indonesia tidak terjerumus
pada pengembangan ilmu pengetahuan yang saat ini semakin jauh dari nilai-nilai
kemanusiaan.
Nilai –nilai Pancasila sesungguhnya telah tertuang secara filosofis-ideologis
dan konstitusional di dalam UUD 1945 baik sebelum amandemen maupun setelah
amandemen. Nilai –nilai Pancasila ini juga telah teruji dalam dinamika kehidupan
berbangsa pada berbagai periode kepemimpinan Indonesia. Hal ini sebenarnya telah
menjadi kesadaran bersama bahwa Pancasila merupakan tatanan nilai yang digali dari
nilai-nilai dasar budaya bangsa Indonesia, yaitu kelima sila yang merupakan
kesatuan yang bulat dan utuh sehingga pemahaman dan pengamalannya harus
mencakup semua nilai yang terkandung di dalamnya. Hanya saja perlu diakui bahwa
meski telah terjadi amandemen hingga ke-4, namun dalam implementasi Pancasila
masih banyak terjadi distorsi dan kontroversi yang menyebabkan praktek
kepemimpinan dan pengelolaan bangsa dan Negara cukup memprihatinkan.
Bukti-bukti empiris menunjukkan hampir semua inovasi teknologi merupakan
hasil dari suatu kolaborasi, apakah itu kolaborasi antar-pemerintah, antar-universitas,
antar-perusahaan, antar-ilmuwan, atau kombinasi dari semuanya. Aktivitas ini pun
relatif belum terfasilitasi dengan baik dalam beberapa kebijakan pemerintah. Hal ini
menjadikan pancasila salah satu dasar prinsip berpikir dalam ilmu pengetahuan dalam
hal penerapan nilai-nilainya.

B. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui peran pancasila sebagai ideologi negara.
2. Untuk mengetahui nilai pancasila sebagai prinsip berpikir dibidang IPTEK
BAB II PEMBAHASAN

A. Menelususri Konsep dan Urgensi Pancasila Sebagai Ideologi


Negara
Pengertian Ideologi, Ideologi berasal dari kata yunani yaitu idea yang
berarti gagasan, buah pikiran, cita- cita,konsep dan kata logis yang berarti
ajaran. Dengan demikian Ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan
buah pikiran atau the science of ideas. Ideologi dapat dirumuskan sebagai ilmu
pengetahuan tentang ide atau ajaran tentang pengertian dasar. Berdasarkan
pemahaman yang dihayati,seseorang dapat menangkap apa yang dilihat benar dan
tidak benar, serta apa yang dinilai baik dan tidak baik. Bila kita terapkan rumusan ini
pada Pancasila dengan definisi- definisi filsafat dapat kita simpulkan bahwa
Pancasila itu ialah usaha pemikiran rakyat Indonesia untuk mencari kebenaran,
kemudian sampai mendekati atau menanggap sebagai suatu kesanggupan yang
digenggamnya seirama dengan ruang dan waktu.
Hasil pemikiran manusia yang sungguh-sungguh secara sistematis radikal itu
kemudian dituangkan dalam suatu rumusan rangkaian kalimat yang mengandung
suatu pemikiran yang bermakna bulat dan utuh untuk dijadikan dasar, asas, pedoman
atau norma hidup dan kehidupan bersama dalam rangka perumusan satu Negara
Indonesia merdeka, yang diberi nama Pancasila. Kemudian isi rumusan filsafat yang
dinamai Pancasila itu kemudian diberi status atau kedudukan yang tegas dan jelas
serta sistematis dan memenuhi persyaratan sebagai suatu sistem filsafat. Tercantum
dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 alinea ke empat maka filsafat
Pancasila itu berfungsi sebagai Dasar Negara Republik Indonesia yang diterima dan
didukung oleh seluruh Bangsa atau warga Negara Indonesia.
Demikian isi rumusan sila- sila dari Pancasila sebagai satu rangkaian kesatuan
yang bulat dan utuh merupakan dasar hukum, dasar moral, kaidah fundamental bagi
peri kehidupan ber- Negara dan masyarakat Indonesia dari pusat sampai ke daerah-
daerah. Mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai
sifat imperatif dan memaksa, artinya setiap warga Negara Indonesia harus tunduk dan
taat kepadanya. Siapa saja yang melanggar Pancasila sebagai dasar Negara, harus
ditindak menurut hukum yakni hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan kata lain
pengamalan Pancasila sebagai dasar Negara disertai sanksi- sanksi hukum.
Sedangkan pengamalan Pancasila sebagai weltanschuung, yaitu pelaksanaan
Pancasila dalam hidup sehari- hari tidak disertai sanksi-s anksi hukum tetapi
mempunyai sifat mengikat, artinya setiap manusia Indonesia terikat dengan cita- cita
yang terkandung di dalamnya untuk mewujudkan dalam hidup dan kehidupanya,
sepanjang tidak melanggar peraturan perundang- undangan yang barlaku di
Indonesia.
Jadi, bagi kita mengamalkan dan mengamankan Pancasila sebagai dasar Negara
Republik Indonesia mempunyai sifat imperatif memaksa. Sedangkan pengamalan
atau pelaksanaan Pancasila sebagai pandangan hidup dalam hidup sehari-hari tidak
disertai sanksi- sanksi hukum tetapi mempunyai sifat mengikat. Sifat yang mengikat
ini membuat Indonesia menjadi satu karena Pancasila merupakan pemersatu rakyat
Indonesia yang memiliki beragam suku, budaya dan bahasa. Agar rakyat Indonesia
merasa sama antara satu sama lain dan tidak ada pembedaan antara mereka maka
Pancasila memiliki nilai yang bersifat mengikat. Sehingga Pancasila sebagai Ideologi
menjadi penting karena Pancasila merupakan pedoman hidup yang mengikat untuk
mempersatukan rakyat yang memiliki berbagai perbedaan.

B. Konsep Pancasila sebagai Ideologi Negara


Masih ingatkah Anda, apa yang dimaksud dengan ideologi? Mungkin Anda
pernah membaca atau mendengar pengertian ideologi. Istilah ideologi berasal dari
kata idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita; dan logos yang
berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang ide-ide (the science of
ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013: 60--61).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi didefinisikan sebagai
kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan
tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi juga diartikan sebagai cara berpikir
seseorang atau suatu golongan. Ideologi dapat diartikan paham, teori, dan tujuan yang
merupakan satu program sosial politik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 517).
Dalam pengertian tersebut, Anda dapat menangkap Aktivitas: Ideologi merupakan
prinsip dasar yang menjadi acuan negara yang bersumber dari nilai dasar yang
berkembang dalam suatu bangsa. Beberapa komponen penting dalam sebuah
ideologi, yaitu sistem, arah, tujuan, cara berpikir, program, sosial, dan politik.
Sejarah konsep ideologi dapat ditelusuri jauh sebelum istilah tersebut
digunakan Destutt de Tracy pada penghujung abad kedelapanbelas. Tracy menyebut
ideologi sebagai science of ideas, yaitu suatu program yang diharapkan dapat
membawa perubahan institusional bagi masyarakat Perancis. Namun, Napoleon
mengecam istilah ideologi yang dianggapnya suatu khayalan belaka, yang tidak
mempunyai arti praktis. Hal semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan
ditemukan dalam kenyataan (Kaelan, 2003: 113). Jorge Larrain menegaskan bahwa
konsep ideologi erat hubungannya dengan perjuangan pembebasan borjuis dari
belenggu feodal dan mencerminkan sikap pemikiran modern baru yang kritis. Niccolo
Machiavelli (1460--1520) merupakan pelopor yang membicarakan persoalan yang
secara langsung berkaitan dengan fenomena ideologi. Machiavelli mengamati praktik
politik para pangeran, dan mengamati pula tingkah laku manusia dalam politik,
meskipun ia tidak menggunakan istilah “ideology” sama sekali. Ada tiga aspek dalam
konsep ideologi yang dibahas Machiavelli, yaitu agama, kekuasaan, dan dominasi.
Machiavelli melihat bahwa orang-orang sezamannya lebih dahulu memperoleh
kebebasan, hal tersebut lantaran perbedaan yang terletak dalam pendidikan yang
didasarkan pada perbedaan konsepsi keagamaan. Larrain menyitir pendapat
Machiavelli sebagai berikut.
“ Agama kita lebih memuliakan orang-orang yang rendah hati dan tafakur
daripada orang-orang yang bekerja. Agamalah yang menetapkan kebaikan
tertinggi manusia dengan kerendahan hati, pengorbanan diri dan sikap
memandang rendah untuk hal-hal keduniawian. Pola hidup ini karenanya
tampak membuat dunia itu lemah, dan menyerahkan diri sebagai mangsa bagi
mereka yang jahat, yang menjalankannya dengan sukses dan aman, karena
mereka itu sadar bahwa orang-orang yang menjadikan surga sebagai tujuan
pada umumnya beranggapan bertahan itu lebih baik daripada membalas
dendam, terhadap perbuatan mereka yang tidak adil” (Larrain, 1996: 9).

Sikap semacam itulah yang menjadikan Machiavelli menghubungkan antara


ideologi dan pertimbangan mengenai penggunaan kekuatan dan tipu daya untuk
mendapatkan serta mempertahankan kekuasaan. Para penguasa – pangeran – harus
belajar mempraktikkan tipuan, karena kekuatan fisik saja tidak pernah mencukupi.
Machiavelli menengarai bahwa hampir tidak ada orang berbudi yang memperoleh
kekuasaan besar “hanya dengan menggunakan kekuatan yang terbuka dan tidak
berkedok”, kekuasaan dapat dikerjakan dengan baik, hanya dengan tipuan.
Machiavelli melanjutkan analisisnya tentang kekuasaan dengan mengatakan bahwa
meskipun menjalankan kekuasaan memerlukan kualifikasi yang baik, seperti
menepati janji, belas kasihan, tulus ikhlas. Penguasa tidak perlu memiliki semua
persyaratan itu, tetapi dia harus tampak secara meyakinkan memiliki kesemuanya itu
(Larrain, 1996: 9).Ungkapan Machiavelli tersebut dikenal dengan istilah adagium,
“tujuan menghalalkan segala macam cara”.
Marx melanjutkan dan mengembangkan konsep ideologi Machiavelli yang
menonjolkan perbedaan antara penampilan dan realita dalam pengertian baru.
Ideologi bagi Marx, tidak timbul sebagai penemuan yang memutar balik realita, dan
juga tidak sebagai hasil dari realita yang secara objektif gelap (kabur) yang menipu
kesadaran pasif (Larrain, 1996: 43). Marx mengandaikan bahwa kesadaran tidak
menentukan realitas, tetapi realitas materiallah yang menentukan kesadaran. Realitas
material itu adalah cara-cara produksi barang dalam kegiatan kerja (Hardiman, 2007:
241). Ideologi timbul dari “cara kerja material yang terbatas”. Hal ini memunculkan
hubungan yang saling bertentangan dengan berbagai akibatnya. Marx mengajarkan
bahwa tesis dari dialektika materialis yang dikembangkannya adalah masyarakat
agraris yang di dalamnya kaum feodal pemilik tanah sebagai kelas penguasa dan
petani penggarap sebagai kelas yang tertindas. Antitesisnya adalah masyarakat
kapitalis, di dalamnya modal dikuasai oleh kaum borjuis penguasa, sedangkan
pekerja atau proletar adalah kelas yang tertindas. Sintesisnya adalah di dalam
masyarakat komunis, tidak ada lagi kelas penguasa (feodal/borjuis) dan yang dikuasai
(proletar) (Larrain, 1996: 43)
Selanjutnya, Anda perlu mengenal beberapa tokoh atau pemikir Indonesia yang
mendefinisikan ideologi sebagai berikut.
a. Sastrapratedja(2001: 43)Ideologi adalah seperangkat gagasan/pemikiran yang
berorientasi pada tindakan dan diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur.
b. Soerjanto(1991: 47)Ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat kemampuannya
menjaga jarak dengan dunia kehidupannya.
c. Mubyarto(1991: 239) Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan, dan
simbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi
pegangan dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan
masyarakat atau bangsa itu.
Selanjutnya, untuk melengkapi definisi tersebut perlu Anda ketahui juga
beberapa teori ideologi yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pemikir ideologi sebagai
berikut.
a. Martin Seliger:Ideologi sebagai sistem kepercayaan Ideologi adalah sekumpulan
kepercayaan dan penolakan yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang
bernilai yang dirancang untuk melayani dasar-dasar permanen yang bersifat
relatif bagi sekelompok orang. Ideologi dipergunakan untuk membenarkan
kepercayaan yang didasarkan atas norma-norma moral dan sejumlah kecil
pembuktian faktual dan koherensi legitimasi yang rasional dari penerapan
preskripsi teknik. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin atau memastikan
tindakan yang disetujui bersama untuk pemeliharaan, pembentukan kembali,
destruksi atau rekonstruksi dari suatu tatanan yang telah tersedia. Martin Seliger,
lebih lanjut menjelaskankan bahwa ideologi sebagai sistem kepercayaan
didasarkan pada dua hal, yaitu ideologi fundamental dan ideologi operatif
(Thompson, 1984: 79). Ideologi fundamental meletakkan preskripsi moral pada
posisi sentral yang didukung oleh beberapa unsur, yang meliputi: deskripsi,
analisis, preskripsi teknis, pelaksanaan, dan penolakan. Ideologi operatif
meletakkan preskripsi teknis pada posisi sentral dengan unsur-unsur pendukung,
meliputi: deskripsi, analisis, preskripsi moral, pelaksanaan, dan penolakan.
Adapun perbedaan di antara kedua ideologi ini digambarkan sebagai berikut
(Thompson, 1984: 80). Kedua bentuk ideologi tersebut mengandung konsekuensi
yang berbeda dalam penerapannya.
b. Alvin Gouldner: Ideologi sebagai Proyek Nasional Gouldner mengatakan bahwa
ideologi merupakan sesuatu yang muncul dari suatu cara baru dalam wacana
politis. Wacana tersebut melibatkan otoritas atau tradisi atau retorika emosi.
Lebih lanjut, Gouldner mengatakan bahwa ideologi harus dipisahkan dari
kesadaran mitis dan religius, sebab ideologi itu merupakan suatu tindakan yang
didukung nilainilai logis dan dibuktikan berdasarkan kepentingan sosial.
Gouldner juga mengatakan bahwa kemunculan ideologi itu tidak hanya
dihubungkan dengan revolusi komunikasi, tetapi juga dihubungkan dengan
revolusi industri yang pada gilirannya melahirkan kapitalisme (Thompson, 1984:
85--86).
c. Paul Hirst: Ideologi sebagai Relasi Sosial Hirst meletakkan ideologi di dalam
kalkulasi dan konteks politik. Hirst menegaskan bahwa ideologi merupakan suatu
sistem gagasan politis yang dapat digunakan dalam perhitungan politis. Lebih
lanjut, Hirst menegaskan bahwa penggunaan istilah ideologi mengacu kepada
kompleks nirkesatuan (non-unitary) praktik sosial dan sistem perwakilan yang
mengandung konsekuensi dan arti politis (Thompson, 1984:94-95).
Berikut ini beberapa corak ideology.
a. Seperangkat prinsip dasar sosial politik yang menjadi pegangan kehidupan sosial
politik yang diinkorporasikan dalam dokumen resmi negara.
b. Suatu pandangan hidup yang merupakan cara menafsirkan realitas serta
mengutamakan nilai tertentu yang memengaruhi kehidupan sosial, politik,
budaya.
c. Suatu model atau paradigma tentang perubahan sosial yang tidak dinyatakan
sebagai ideologi, tetapi berfungsi sebagai ideologi, misalnya ideologi
pembangunan. d. Berbagai aliran pemikiran yang menonjolkan nilai tertentu
yang menjadi pedoman gerakan suatu kelompok (Sastrapratedja, 2001: 45- -46).
Anda perlu mengenali beberapa fungsi ideologi sebagai berikut.
a. Struktur kognitif; keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi landasan untuk
memahami dan menafsirkan dunia, serta kejadian-kejadian di lingkungan
sekitarnya.
b. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta
menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
c. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk
melangkah dan bertindak.
d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya
e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk
menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta
memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang
terkandung di dalamnya (Soerjanto, 1991: 48).
Untuk mengetahui posisi ideologi Pancasila di antara ideologi besar dunia,
maka Anda perlu mengenal beberapa jenis ideologi dunia sebagai berikut.
a. Marxisme-Leninisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif
evolusi sejarah yang didasarkan pada dua prinsip; pertama, penentu akhir dari
perubahan sosial adalah perubahan dari cara produksi; kedua, proses perubahan
sosial bersifat dialektis.
b. Liberalisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif kebebasan
individual, artinya lebih mengutamakan hak-hak individu.
c. Sosialisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif kepentingan
masyarakat, artinya negara wajib menyejahterakan seluruh masyarakat atau yang
dikenal dengan kosep welfare state.
d. Kapitalisme; suatu paham yang memberi kebebasan kepada setiap individu untuk
menguasai sistem pereknomian dengan kemampuan modal yang ia miliki
(Sastrapratedja, 2001: 50 – 69).
C. Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara
Urgensi merupakan pentingnya Pancasila sebagai Ideologi Negara. Ideologi
dimaknai sebagai keseluruhan padangan, cita-cita, nilai dan keyakinan yang ingin
mereka wujudkan dalam kenyataan hidup yang nyata. Pentingya Pancasila sebagai
Ideologi Negara bisa dilihat dari fungsi Pancasila itu sendiri. Fungsi Pancasila
sebagai Ideologi Negara Indonesia adalah sebagai sarana pemersatu masyarakat,
sehingga dijadikan prosedur konflik, dapat kita telusuri dari gagasan para pendiri
Negara Indonesia tentang pentingnya mencari nilai-nilai bersama yang dapat
mempersatukan berbagai golongan masyarakat di Indonesia.

D. Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Ideologi Negara


1. Warga Negara Memahami dan Melaksanakan Pancasila sebagai Ideologi Negara
Sebagai warga negara, Anda perlu memahami kedudukan Pancasila sebagai
ideologi negara karena ideologi Pancasila menghadapi tantangan dari berbagai
ideologi dunia dalam kebudayaan global. Pada bagian ini, perlu diidentifikasikan
unsur-unsur yang memengaruhi ideologi Pancasila sebagai berikut:
1) Unsur ateisme yang terdapat dalam ideologi Marxisme atau komunisme
bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Unsur individualisme dalam liberalisme tidak sesuai dengan prinsip nilai
gotong royong dalam sila Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
3) Kapitalisme yang memberikan kebebasan individu untuk menguasai sistem
perekonomian negara tidak sesuai dengan prinsip ekonomi kerakyatan.
Salah satu dampak yang dirasakan dari kapitalisme ialah munculnya gaya
hidup konsumtif.
2. Penyelenggara Negara Memahami dan Melaksanakan Pancasila sebagai Ideologi
Negara Perlu diketahui bahwa selain warga negara, penyelenggara negara
merupakan kunci penting bagi sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa
sehingga aparatur negara juga harus memahami dan melaksanakan Pancasila
sebagai ideologi negara secara konsisten. Magnis Suseno menegaskan bahwa
pelaksanakan ideologi Pancasila bagi penyelenggara negara merupakan suatu
orientasi kehidupan konstitusional. Artinya, ideologi Pancasila dijabarkan ke
dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Ada beberapa unsur penting
dalam kedudukan Pancasila sebagai orientasi kehidupan konstitusional.
1) Kesediaan untuk saling menghargai dalam kekhasan masing-masing,
artinya adanya kesepakatan untuk bersama-sama membangun negara
Indonesia, tanpa diskriminasi sehingga ideologi Pancasila menutup pintu
untuk semua ideologi eksklusif yang mau menyeragamkan masyarakat
menurut gagasannya sendiri. Oleh karena itu, pluralisme adalah nilai dasar
Pancasila untuk mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini berarti bahwa
Pancasila harus diletakkan sebagai ideologi yang terbuka.
2) Aktualisasi lima sila Pancasila, artinya sila-sila dilaksanakan dalam
kehidupan bernegara sebagai berikut:
a) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dirumuskan untuk menjamin tidak
adanya diskriminasi atas dasar agama sehingga negara harus menjamin
kebebasan beragama dan pluralisme ekspresi keagamaan.
b) Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menjadi operasional dalam
jaminan pelaksanaan hak-hak asasi manusia karena hal itu merupakan
tolok ukur keberadaban serta solidaritas suatu bangsa terhadap setiap
warga negara.
c) Sila Persatuan Indonesia menegaskan bahwa rasa cinta pada bangsa
Indonesia tidak dilakukan dengan menutup diri dan menolak mereka
yang di luar Indonesia, tetapi dengan membangun hubungan timbal
balik atas dasar kesamaan kedudukan dan tekad untuk menjalin
kerjasama yang menjamin kesejahteraan dan martabat bangsa
Indonesia
d) Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan berarti komitmen terhadap demokrasi
yang wajib disukseskan.
e) Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia berarti
pengentasan kemiskinan dan diskriminasi terhadap minoritas dan
kelompok-kelompok lemah perlu dihapus dari bumi Indonesia (Magnis
Suseno, 2011: 118--121).

E. Pancasila sebagai Dasar Nilai Dalam Strategi Pengembangan


Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Karena pengembangan ilmu dan teknologi hasilnya selalu bermuara pada
kehidupan manusia maka perlu mempertimbangan strategi atau cara-cara, taktik yang
tepat, baik dan benar agar pengembangan ilmu dan teknologi memberi manfaat
mensejahterakan dan memartabatkan manusia.
Dalam mempertimbangkan sebuah strategi secara imperatif kita meletakkan
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
Indonesia. Pengertian dasar nilai menggambarkan Pancasila suatu sumber orientasi
dan arah pengembangan ilmu. Dalam konteks Pancasila sebagai dasar nilai
mengandung dimensi ontologis, epistemologis dan aksiologis. Dimensi ontologis
berarti ilmu pengetahuan sebagai upaya manusia untuk mencari kebenaran yang tidak
mengenal titik henti, atau ”an unfinished journey”. Ilmu tampil dalam fenomenanya
sebagai masyarakat, proses dan produk. Dimensi epistemologis, nilai-nilai Pancasila
dijadikan pisau analisis/metode berfikir dan tolok ukur kebenaran. Dimensi
aksiologis, mengandung nilai-nilai imperatif dalam mengembangkan ilmu adalah
sila-sila Pancasila sebagai satu keutuhan. Untuk itu ilmuwan dituntut memahami
Pancasila secara utuh, mendasar, dan kritis, maka diperlukan suatu situasi kondusif
baik struktural maupun kultural.
Peran nilai-nilai dalam setiap sila dalam Pancasila adalah sebagai berikut.
a) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa: melengkapi ilmu pengetahuan menciptakan
perimbangan antara yang rasional dan irasional, antara rasa dan akal. Sila ini
menempatkan manusia dalam alam sebagai bagiannya dan bukan pusatnya.
b) Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab: memberi arah dan mengendalikan ilmu
pengetahuan. Ilmu dikembalikan pada fungsinya semula, yaitu untuk
kemanusiaan, tidak hanya untuk kelompok, lapisan tertentu.
c) Sila Persatuan Indonesia: mengkomplementasikan universalisme dalam sila-sila
yang lain, sehingga supra sistem tidak mengabaikan sistem dan sub-sistem.
Solidaritas dalam sub-sistem sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan
individualitas, tetapi tidak mengganggu integrasi.
d) Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, mengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan dan
teknologi berevolusi sendiri dengan leluasa. Eksperimentasi penerapan dan
penyebaran ilmu pengetahuan harus demokratis dapat dimusyawarahkan secara
perwakilan, sejak dari kebijakan, penelitian sampai penerapan massal.
e) Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menekankan ketiga keadilan
Aristoteles: keadilan distributif, keadilan kontributif, dan keadilan komutatif.
Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dan
masyarakat, karena kepentingan individu tidak boleh terinjak oleh kepentingan
semu. Individualitas merupakan landasan yang memungkinkan timbulnya
kreativitas dan inovasi.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi
pada nilai-nilai Pancasila. Sebaliknya Pancasila dituntut terbuka dari kritik, bahkan ia
merupakan kesatuan dari perkembangan ilmu yang menjadi tuntutan peradaban
manusia. Peran Pancasila sebagai paradigma pengembangan ilmu harus sampai pada
penyadaran, bahwa fanatisme kaidah kenetralan keilmuan atau kemandirian ilmu
hanyalah akan menjebak diri seseorang pada masalah-masalah yang tidak dapat
diatasi dengan semata-mata berpegang pada kaidah ilmu sendiri, khususnya
mencakup pertimbangan etis, religius, dan nilai budaya yang bersifat mutlak bagi
kehidupan manusia yang berbudaya.

F. Hubungan Antara Pancasila dan Perkembangan IPTEK


Negara Indonesia adalah Negara kepulauan, Jumlah pulau di Indonesia
menurut data Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia tahun 2004 adalah
sebanyak 17.504 buah. 7.870 di antaranya telah mempunyai nama, sedangkan 9.634
belum memiliki nama. Indonesia memiliki perbandingan luas daratan dangan lautan
sebesar 2:3. Letaknya sangat strategis, di antara dua samudra yaitu samudra Hindia
dan Samudra Pasifik serta dihimpit oleh dua benua yaitu benua Asia dan benua
Australia. Selain itu Negara kita dilintasi oleh garis khatulistiwa yang menyebabkan
Indonesia beriklim tropis. Hal ini menyebabkan Indonesia sangat kaya akan fauna
dan flouranya. Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan
Indonesia memiliki 12% dari jumlah spesies mamalia dunia dan 16% spesies
binatang reptil dan ampibi, serta 1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan
dunia. Sebagian di antaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah
tersebut.
Selain memiliki kekayaan alam yang menakjubkan, Indonesia juga sangat kaya
akan suku bangsa, budaya, agama, bahasa, ras dan etnis golongan. Sebagai akibat
keanekaragaman tersebut Indonesia mengandung potensi kerawanan yang sangat
tinggi pula, hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap potensi
timbulnya konflik sosial. Kemajemukan bangsa Indonesia memiliki tingkat kepekaan
yang tinggi dan dapat menimbulkan konflik etnis kultural. Arus globalisasi yang
mengandung berbagai nilai dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra warga
masyarakat yang menyebabkan konflik tata nilai.
Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi
bersifat multi dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri,
hal ini seiring dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
informasi dan komunikasi. Serta sarana dan prasarana pendukung didalam
pengamanan bentuk ancaman yang bersifat multi dimensional yang bersumber dari
permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.
Oleh karena itu. kemajuan dan perkembangan IPTEK sangat diperlukan dalam
upaya mempertahankan segala kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia serta
menjawab segala tantangan zaman. Dengan penguasaan IPTEK kita dapat tetap
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sesuai dengan sila ketiga yang
berbunyi Persatuan Indonesia. Maka dari itu, IPTEK dan Pancasila antara satu
dengan yang lain memiliki hubungan yang kohesif. IPTEK diperlukan dalam
pengamalan Pancasila, sila ketiga dalam menjaga persatuan Indonesia. Di lain sisi,
kita juga harus tetap menggunakan dasar-dasar nilai Pancasila sebagai pedoman
dalam mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi agar kita dapat tidak
terjebak dan tepat sasaran mencapai tujuan bangsa.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penulisan makalah ini yang telah dipaparkan pada latar
belakang, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pancasila sebagai ideology negara memiliki arti sebagai pandangan, cita-cita


maupun keyakinan dan nilai-nilai yang bangsa Indonesia. Pancasila sebagai
ideologi secara normative perlu diwujudkan dalam tata kehidupan berbangsa dan
bernegara dalam mencapai suatu tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.
2. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi
pada nilai-nilai Pancasila. Sebaliknya Pancasila dituntut terbuka dari kritik,
bahkan ia merupakan kesatuan dari perkembangan ilmu yang menjadi tuntutan
peradaban manusia. Peran Pancasila sebagai paradigma pengembangan ilmu
harus sampai pada penyadaran, bahwa fanatisme kaidah kenetralan keilmuan
atau kemandirian ilmu hanyalah akan menjebak diri seseorang pada masalah-
masalah yang tidak dapat diatasi dengan semata-mata berpegang pada kaidah
ilmu sendiri, khususnya mencakup pertimbangan etis, religius, dan nilai budaya
yang bersifat mutlak bagi kehidupan manusia yang berbudaya

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan
kesalahan, baik dari segi penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya. Dari
segi isi juga masih perlu ditambahkan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kepada para pembaca makalah ini agar dapat memberikan kritikan dan masukan yang
bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, A., Sutomo, S. Wahyuningsih., dan M. N. Syam. 1981. Pancasila Ditinjau


Dari Segi Historis, Segi Yuridis Konstitusional dan Segi Filosofis. Malang:
Lembaga Penerbitan Unversitas Brawijaya.
Iriyanto, Ws, 2009, Bahan Kuliah Filsafat Ilmu, Pascasarjana, Semarang.
Kaelan, H. 2014. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Paradigma.
Kunto Wibisono, 1985, Arti Perkembangan Menurut Positivisme, Gadjah Mada
Press, Yogyakarta.

Kuswanjono, Arqom., E. S Nurdin, I. Widisuseno, dan Mukhtar Syamsudin. 2012. E-


Materi Pendidikan Pancasila. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Setijo, P. 2010. Pendidikan Pancasila Prespektif Sejarah Perjuangan Bangsa Edisi
Keempat. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Toyyibin, M. Aziz dan A. K. Djahiri. 1997. Pendidikan Pancasila. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Van Melsen, 1985, Ilmu Pengetahuan dan Tanggungjawab Kita, Kanisius,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai