Anda di halaman 1dari 11

Makalah Observasi

Pola Lokasi dan Struktur Ruangan


"Model Von Thunen"

Oleh :
Zahra Shania Hauronailah_120220224
Indri Yani_120220056
Owen Sanjayana Ginting _19220061
Muhammad Sjaviq Izzaturroyan_120220218
Afreza Luthfi Hernanda_120220220
Zahra Khairunnisak_120220204

Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan dan Sasaran
1.3 Ruang Lingkup Studi
1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah
1.3.2 Ruang Lingkup Materi
1.4 Sistematika Laporan
1.4.1 BAB I
1.4.2 BAB II
1.4.3 BAB III
1.4.4 BAB IV`
BAB II TINJAUAN LITERATUR
2.1 Histori Theori Von Thunen
2.2 Teori Von Thunen
2.3 Keterbatasan asumsi dalam teori
2.4 Kelemahan Theori Von Thunen
BAB III DESKRIPSI & PEMBAHASAN STUDI KASUS
3.1 Gambaran Umum
3.2 Penerapan Teori Lokasi Van Hotten di wilayah studi kasus
3.3 Interpretasi Teori Von Thunen Pada Wilayah Pulau Sebatik
BAB IV KESIMPULAN & REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
4.2 Rekomendasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ruang merupakan salah satu landasan dari teori lokasii. Ruang merupakan permukaan bumi
baikyang ada di atasnya maupun yang ada di bawahnya sepanjang manusia masih bisa
menjangkaunya. Sedangkan lokasi merupakan gambaran posisi dalam ruang tersebut. Study
lokasi ini bertujuan untuk melihat seberapa dekat atau jauh suatu kegiatan dengan kegiatan
lainnya dan dampak apakah yang terjadi dari masing masing kegiatan.
Teori lokasi adalah teori yang mempelajari dan menyeklidiki tata ruang kegiatan ekonomi
maupun sosial. Seiring berjalannya zaman, kegiatan ekonomi dan sosial semakin berkembang.
Setiap kegiatan ini semakin membutuhkan lahan yang banyak, selain itu pemilihan lokasi lahan
yang tepat juga mempengaruhi jalannya kegiatan ekonomi ini. Dimana jika pemilihan lokasi
tepat maka akan mempengaruhi pendapatan berupa keuntungan yang lebih dari kegiatan
ekonomi tersebut. Ada banyak ahli yang mengemukakan teori lokasi dengan masing masing
dari teori memiliki kelebihan dan kekurangan. Salah satu teori lokasi yang akan dibahas adalah
Teori Lokasi Von Thunen.
1.2 Tujuan dan Sasaran
1. Untuk mengetahui pemilihan suatu lokasi yang tepat menurut teori von thunen
2. Untuk mengetahui keadaan lokasi di daerah perbatasan kalimantan-malaysia menurut
_teori von thunen
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan teori von thunen

1.3 Ruang Lingkup Studi


1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah
Wilayah yang dijadikan ruang lingkup studi ini adalah daerah perbatasan kalimantan-malaysia
1.3.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi yang dipakai adalah teori lokasi van thunen berlaku jika hasil panen
_.dijual ke negara sebelah karena menghasilkan keuntungan yang besar
1.4 Sistematika Laporan
BAB I
Pada bagian pendahuluan, penulis menguraikan latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang
lingkup studi, dan sistematika laporan
BAB II
Makalah kali ini akan membahas tentang materi yang meliputi pengertian teori von thunen,
bagaimana memilih lokasi yang tepat menurut teori von thunen, dan kelebihan serta
kekurangan dari teori von thunen
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1 Histori Teori Von Thunen
Von Thunen adalah orang pertama yang membuat model analitik dasar dari hubungan
antara pasar, produksi, dan jarak. Lahir dengan nama lengkap Johann Heinrich von
Thunen, dialah yang pertama kali mengemukakan teori ekonomi lokasi modern.
Lahir pada tanggal 24 Juni 1783, von Thunen mengenyam pendidikan di Gottingen dan
sebagian besar menghabiskan waktu hidupnya mengelola daerah pinggiran di Tellow.
Pada volume pertama risalatnya, The Isolated State (1826), von Thunen menjabarkan
mengenai ekonomi keruangan (spatial economics), yang menghubungkan teori ini
denganteorisewa (theoryofrent).
Dalam menjelaskan teorinya ini, von Thunen menggunakan tanah pertanian sebagai
contoh kasusnya. Dia menggambarkan bahwa perbedaan ongkos transportasi tiap
komoditas pertanian dari tempat produksi ke pasar terdekat mempengaruhi jenis
penggunaan tanah yang ada di suatu daerah. Model von Thunen mengenai tanah
pertanian ini, dibuat sebelum era industrialisasi, yang memiliki asumsi dasar sebagai
berikut : Kota terletak di tengah antara “daerah terisolasi” (isolated state). Isolated State
dikelilingi oleh hutan belantara. Tanahnya datar. Tidak terdapat sungai dan pegunungan.
Kualitas tanah dan iklim tetap. Petani di daerah yang terisolasi ini membawa barangnya
ke pasar lewat darat dengan menggunakan gerobak, langsung menuju ke pusat kota.

2.2 Teori Von Thunen


Teori ini berdasarkan pengamatan di daerah tempat tinggalnya, ia menggambarkan
bahwa perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas pertanian dari tempat produksi ke
pasar terdekat mempengaruhi jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah. Teori
ini memperhatikan jarak tempuh antara daerah produksi dan pasar, pola tersebut
memasukkan variable keawetan, beban angkut, dan harga dari berbagai komoditas
pertanian.
Model Teori Lokasi Pertanian Von Thunen membandingkan hubungan antara biaya
produksi, harga pasar dan biaya transportasi
Struktur ruang pada waktu itu umumnya besifat “monocentric”, dimana setiap daerah
merupakan wilayah pertanian, seperti yang terlihat di bawah ini

gambar 2.1 struktur ruang monosentrik


Petani bertempat tinggal secara merata di wilayah ini dan melakukan kegiatan pertanian
untuk menghasilkan komoditas yang dapat dikonsumsi sendiri atau untuk dijual. Hasil
produksi yang akan dijual akan dibawa ke pusat perdagangan yang merupakan kota
kecil dimana tuan tanah bertempat tinggal. Sedangkan perdagangan antar daerah pada
saat itu masih sangat terbatas.
Model Von Thunen membandingkan hubungan antara biaya produksi, harga pasar dan
biaya transportasi. Kewajiban petani adalah memaksimalkan keuntungan yang didapat
dari harga pasar dikurangi biaya transportasi dan biaya produksi. Aktivitas yang paling
produktif seperti berkebun dan produksi susu sapi, atau aktivitas yang memiliki biaya
transportasi tinggi seperti kayu bakar, lokasinya dekat dengan pasar.

Rumus utk mencari Harga Sewa Lahan Perhektar

R = Y ( p − c ) – Yfm

Keterangan:
R= sewa tanah;
Y= hasil per unit tanah; c= pengeluaran produksi per unit komoditas;
p= harga pasar per unit komoditas; F= harga pengangkutan;
m= jarak ke pasar
Land rent per hectare = Output revenue per hectare – Non land payments per hectare –
Transport costs per hectare.
Land rent per unit area x Land area = Output revenue – non land payments – transport
costs.

Asumsi yang dikeluarkan Van Thunen dalam Uji laboratoriumnya :


1. Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah
pedalamannya dan merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok
yang merupakan komoditi pertanian isolatedstated.
2. Daerah perkotaan tersebut merupakan daerah penjualan kelebihan produksi daerah
pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain single
market.
3. Daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke daerah lain kecuali ke
daerah perkotaan singledestination.
4. Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama (homogenous) dan cocok untuk
tanaman dan peternakan dalam menengah.
5. Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama (homogenous) dan cocok untuk
tanaman dan peternakan dalam menengah.
6. Satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu adalah angkutan darat berupa
gerobak yang dihela oleh kuda one moda transportation.
7. Biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan jarak yang
ditempuh. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar Equidistant.
Dengan asumsi tersebut maka daerah lokasi berbagai jenis pertanian akan berkembang
dalam bentuk lingkaran tidak beraturan yang mengelilingi daerah pertanian.
2.3 Keterbatasan Asumsi dalam Teori
Dalam teori von Thunen ini, terdapat beberapa asumsi yang sudah tidak relevan lagi,
diantaranya adalah:
1. Jumlah Pasar. Di daerah pengamatan tidak hanya ada 1 market centre, tetapi 2
pusat dimana petani dapat menjual komoditinya.
2. Topografis. Di daerah pengamatan tidak hanya ada 1 market centre, tetapi 2 pusat
dimana petani dapat menjual komoditinya.
3. Biaya Transportasi. Keseragaman biaya transportasi ke segala arah dari pusat kota
yang sudah tidak relevan lagi, karena tergantung dengan jarak pemasaran dan
bahan baku, dengan kata lain tergantung dengan biaya transportasi itu sendiri (baik
transportasi bahan baku dan distribusi barang).
4. Petani tidak semata-mata ‘profit maximization’. Petani yang berdiam dekat
dengan daerah perkotaan mempunyai alternatif komoditas pertanian yang lebih
banyak untuk diusahakan. Sedangkan petani yang jauh dari perkotaan mempunyai
pilihan lebih terbatas.
2.4 Kelemahan Teori Van Thunen
Kelemahan teori Von Thunen terletak pada:
1. Keterkaitannya pada waktu.
2. Keterkaitannya pada wilayah, karena:
Kemajuan di bidang transportasi telah menghemat banyak waktu dan uang
(mengurangi resiko busuk komoditi);
Adanya berbagai bentuk pengawetan, memungkinkan pengiriman jarak jauh
tanpa resiko busuk;
Negara industri mampu membentuk kelompok produksi sehingga tidak
terpengaruh pada kota;
Antara produksi dan konsumsi telah terbentuk usaha bersama menyangkut
pemasaran (tidak selalu memanfaatkan jasa kota dalam pemasarannya).
3. Faktor yang bisa mempengaruhi komposisi keuangan selain biaya transport adalah:
Prasarana jalan yang baik dan kemudahan akses ke pasar kota menjadi faktor
penentu komposisi keruangan;
Mekanisme pasar yang terbuka hingga menimbulkan terjadinya supply dan
demand, memungkinkan terjadinya economic landscape sebagai faktor penting
mempengaruhi komposisi keruangan;
Adanya lokasi alternatif juga bisa berpengaruh pada komposisi keruangan;
BAB III
DESKRIPSI & PEMBAHASAN STUDI KASUS
3.1 Gambaran Wilayah
Studi kasus yang diambil terdapat di wilayah Pulau Sebatik. Pulau Sebatik merupakan salah
satu pulau kecil yang berbatasan daratan dengan Malaysia, yang wilayahnya terbagi menjadi 2
(dua) bagian, sebagian wilayah merupakan daerah wilayah Negara Malaysia dan sebagian
masuk dalam wilayah Indonesia.
Pulau Sebatik termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Sebatik. Kecamatan ini
adalah kecamatan paling Timur dari Kabupaten Nunukan, Propinsi Kalimantan Timur. Sebagai
salah satu kecamatan di Kabupaten Nunukan, kecamatan Sebatik termasuk di dalamnya Pulau
Sebatik mempunyai luas wilayah sekitar 247,47 km2. Dasar pembentukan Kecamatan Sebatik
terkait dengan Undang-undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang pemekaran Kabupaten
Bulungan di Provinsi Kalimantan Timur. Secara administrasi, pusat pemerintahan Kabupaten
Nunukan terletak di Kota Nunukan dengan kewenangan pemerintahan mencakup Kecamatan
Sebatik yang terdiri dari empat desa, yaitu Desa Tanjung Karang sebagai pusat pemerintahan
Kecamatan Sebatik, Desa Pancang, Desa Sungai Nyamuk, Desa Tanjung Aru, dan Desa Setabu.
Pusat kegiatan perekonomian terpusat di Desa Sungai Nyamuk.
Kawasan perbatasan Kalimantan memiliki aksesibilitas yang tinggi terhadap kota-kota di
Malaysia seperti Kota Tawau, berbanding terbalik dengan aksesibilitas antar kota-kota yang
ada di Kalimantan Timur sendiri masih sangat rendah. Untuk menuju Kota Tarakan
membutuhkan waktu hingga 3 jam melaluiu perjalanan darat. Dan untuk ke Kota Nunukan
membutuhkan waktu w jam 15 menit melalui perjalanan darat yang kemudian di sambung
dengan penyebrangan. Dan untuk menempuh perjalanan ke Tawau cukup perjalanan 15 menit
menggunakan speedboat, dan jam keberangkatan pun dari pagi hingga sore.
Pada tahun 2007, jumlah penduduk Kecamatan Sebatik sebesar 16% dan Kecamatan
Sebatik Barat Sebesar 9%. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Sebatik
sebesar 194,24 jiwa/km2, kemudian di Kecamatan Sebatik Barat sebesar 77,56 jiwa/km2.
Secara keseluruhan, persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama
tahun 2007 yang paling banyak pada sektor pertambangan penggalian, pertanian dan
perdagangan dengan persentase masing-masing untuk pertambangan sebesar 51,478 %,
pertanian sebesar 24,823 % dan perdagangan 11,277 %.
Kegiatan ekonomi mayoritas di Sebatik pada sektor pertanian dengan komoditas berupa
padi, palawija, buah-buahan, sayur-sayuran, sedangkan sektor perkebunan kakao, kelapa
dalam, dan kopi. Sektor perikanan yang dominan adalah perikanan laut dan tambak.
3.2 Penerapan Teori Lokasi Van Thunen di wilayah studi kasus
Kawasan Sebatik adalah wilayah yang lebih berfokus pada produksi hasil komoditas
pertanian atau perkebunan. Hasil produksi berupa Hasil komoditas pertanian di Sebatik berupa
padi sawah, sedangkan hasil bumi lainnya yaitu kelapa sawit, kakao, pisang, sayur-sayuran, dan
ikan yang kemudian akan di jual ke wilayah Malaysia dan kemudian akan diolah menjadi
barang jadi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari, masyarakat di kawasan Sebatik
memuhi hidup dengan cara membeli dari wilayah Malaysia.
Hal tersebut menyebabkan aktivitas Sebatik dan Tawau lebih tinggi bila dibandingkan
Sebatik dengan kota lain di Kalimantan Timur. Adanya aksesibilitas yang tinggi ke Malaysia,
maka produk yang ada di Sebatik didominasi oleh produk-produk Malaysia, mulai dari
makanan, minuman (susu, minuman coklat), barang keperluan rumah tangga, seperti gula,
minyak goreng, gas untuk memasak, ember, dan lain-lain.
Menurut teori Von Thunen (Djojodipuro,1992:149), lokasi pertanian akan berkembang pada
pola tertentu tergantung pada tujuh asumsi:
1. Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah
pedalamannya dan merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang
merupakan komoditi pertanian.
2. Daerah perkotaan tersebut merupakan daerah penjualan kelebihan produksi daerah
pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain.
3. Daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke daerah lain kecuali ke daerah
perkotaan.
4. Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama (homogenous) dan cocok untuk
tanaman dan peternakan dalam menengah
5. Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh keuntungan
maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan
permintaan yang terdapat di daerah perkotaan
6. Satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu adalah angkutan darat.
7. Biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan jarak yang
ditempuh. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar.
Adapun Teori Von Thunen dapat dijabarkan melalui rumus sebagai berikut:
R = E ( p–a ) –E. f. K
Keterangan:
R =Rent(produktivitas lahan)
E = Produksi per unit area = Harga per unit komoditi = Biaya produksi per unit komoditif =
Ongkos angkut per unit jarak per unit komoditi = Jarak terhadap pasar

Pada gambar disamping menunjukkan bahwa


sebenarnya teori Von Thunen masih bisa
diaplikasikan di Sebatik sebagai daerah yang
terpencil. Masyarakat Sebatik tidak menjual hasil
pertaniannya ke Nunukan, Tarakan, atau kota besar
lainnya, karena jarak yang ditempuh cukup jauh.
Apabila dilakukan penjualan pada jarak yang jauh,
maka keuntungan yang diperoleh juga sedikit,
sedangkan pada jarak dengan pasar yang dekat,
dalam hal ini adalah Tawau, maka akan
memperoleh keuntungan yang besar.
3.3 Interpretasi Teori Van Thunen Pada Wilayah Pulau Sebatik

Asumsi Teori Von Thunen Kondisi di Pulau Sebatik

Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri


atas daerah perkotaan dengan daerah Sebatik merupakan daerah terpencil
pedalamannya dan merupakan satu-satunya yang memiliki akses yang sulit ke
daerah pemasok kebutuhan pokok yang Kalimantan Timur
merupakan komoditi pertanian.

Daerah perkotaan tersebut merupakan Sebatik tidak menerima hasil pertanian


daerah penjualan kelebihan produksi daerah dari daerah lain, melainkan menjual
pedalaman dan tidak menerima penjualan kelebihan hasil pangan ke daerah
hasil pertanian dari daerah lain perkotaan khususnya Tawau, Malaysia.

Hasil pangan di Sebatik didistribusikan


Daerah pedalaman tidak menjual
ke Kota Tawau Malaysia dengan
kelebihanproduksinya ke daerah lain
alasan daerah tersebut merupakan
kecuali kedaerah perkotaan
daerah pasar yang mudah diakses.

Daerah pedalaman merupakan


daerah berciri sama (homogenous) Mayoritas pekerjaan di Sebatik
dan cocok untuk tanaman dan merupakan petani.
peternakan

Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang Petani di Sebatik mencari hasil yang
berusaha untuk memperoleh keuntungan maksimum dengan mendistribusikan
maksimum dan mampu untuk hasil panennya ke daerah Kota Tawau
menyesuaikan hasil tanaman dan karena dirasa daerah tersebut lebih
peternakannya dengan permintaan yang mudah diakses, jarak yang lebih dekat,
terdapat di daerah perkotaan dan biaya transportasi yang lebih murah.

Satu-satunya angkutan yang Hal ini tidak berlaku lagi


terdapat pada dikarenakan sudah ada
waktu itu adalah angkutan darat. akses melalui laut.
Biaya angkutan ditanggung oleh petani Biaya yang ditanggung petani sudah
dan besarnya sebanding dengan jarak termasuk biaya harga jual sehingga
yang ditempuh. Petani mengangkut petani mendapatkan keuntungan lebih
semua hasil dalam bentuk segar dan mengambil pasar terdekat yaitu
Kota Tawau.

Dengan mengaitkan teori lokasi von thunen ke Pulau Sebatik membuktikan


bahwa teori ini masih bisa diaplikasikan di masa sekarang. Pulau sebatik merupakan
daerah terpencil yang memiliki akses ke daerah perkotaan. Masyarakat Sebatik tidak
menjual hasil pertaniannya ke Kalimantan Timur dikarenakan jarak yang ditempuh
cukup jauh dibandingkan dengan Kota Tawau karena akan memperoleh keuntungan
yang lebih besar.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Gagasan utama yang dapat diambil dari Teori Von Thunen adalah bahwa tata guna lahan
akan mempengaruhi nilai sewa suatu lahan. Area yang berada dipusat pasar atau kota akan
memiliki nilai atau harga yang lebih mahal dibandingkan lahan yang berlokasi jauh dari pusat
pasar. Banyaknya kegiatan yang berpusat pada kota atau pusat pasar ini menjadikan kota
memiliki nilai yang lebih ekonomis untuk mendapatkan keuntungan maksimal bagi para pelaku
pertanian. Perbedaan yang disebabkan oleh faktor jarak ini menentukan nilai suatu barang,
semakin jauh jarak yang ditempuh oleh para petani maka biaya transportasi yang dikeluarkan
akan semakin meningkat, sehingga para petani akan memilih untuk menyewa lahan yang lebih
dekat dengan pusat pasar atau kota dengan harapan bisa mendapatkan nilai atau harga
barang yang lebih tinggi tanpa harus mengeluarkan biaya transportasi yang tinggi. Namun
demikian, jika kita cermati Teori Von Thunen pada masa sekarang, sepertinya teori ini tidak
dapat sepenuhnya diterapkan meskipun perbedaan sewa lahan di wilayah kota dinilai lebih
tinggi namun permasalahan mengenai biaya transportasi yang terjadi pada masa itu kini sudah
tidak terlalu membebani para pelaku pertanian pada masa sekarang, karena jasa angkutan
sudah sangat jauh berkembang dibandingkan pada masa itu, sehingga area pertanian tidak
harus selalu mendekati pusat pasar atau kota.

4.2 Rekomendasi
Teori tata guna lahan Von Thunen tidak dapat sepenuhnya diterapkan saat ini. Di zaman
modern seperti sekarang, jasa angkutan telah menjamur dan berlomba-lomba menawarkan
harga murah. Masalah biaya angkut dirasa sudah tidak membebani pelaku produksi yang
berasal dari daerah desa. Akan tetapi, perbedaan sewa lahan tetap tinggi di wilayah kota. Oleh
Karena itu pemerintah harus lebih memperhatikan kondisi masyarakat ataupun wilayah
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai