Anda di halaman 1dari 14

ANALISA LOKASI DAN POLA KERUANGAN

SEJARAH PENGEMBANGAN TEORI LOKASI

DOSEN : WENNY WIDYA WAHYUDI, SP

Oleh :

Nama Kelompok :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hesthia Ichaura Dewanti


Hamidah Kurniasih
Sari Andriani
Dedeng Yunia Fransiska
Eka Maidisa
Avenia Anugrah Diniaty

1410015311032
1410015311035
1410015311038
1410015311041
1410015311057
1410015311108

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH KOTA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS BUNGHATTA
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami selaku penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah yang berjudul Sejarah
perkembangan teori lokasi ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah
Analisis Lokasi dan Pola Keruangan. Penyusunan Makalah ini tidak terlepas dari
partisipasi dan bimbingan dari semua pihak. Oleh karena itu, kami selaku
penyusun Makalah ini mengucapkan terima kasih kepada Ibu Wenny Widya
Wahyudi, SP selaku dosen Analisis Lokasi dan Pola Keruangan
Kami selaku penyusun makalah ini menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan di masa
mendatang. Kami berharap semoga makalah ini dapat digunakan sebagaimana
mestinya, serta bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Padang, 06 September 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Landasan dari teori lokasi adalah ruang. Tanpa ruang maka tidak mungkin
ada lokasi. Dalam studi tentang wilayah, yang dimaksud dengan ruang adalah
permukaan bumi baik yang ada diatasnya maupun yang ada dibawahnya
sepanjang manusia awam masih bisa menjangkaunya. Lokasi menggambarkan
posisi pada ruang tersebut (dapat ditentukan bujur dan lintangnya). Studi tentang
lokasi adalah melihat kedekatan atau jauhnya satu kegiatan dengan kegiatan lain
dan apa dampaknya atas kegiatan masing-masing karena lokasi yang berdekatan
(berjauhan) tersebut.
Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegitan
ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang
langka, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai
macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun social. Dalam mempelajari
lokasi berbagai kegitan, ahli ekonomi regional atau geografi terlebih dahulu
membuat asumsi bahwa ruang yang dianalisis adalah datar dan kondisinya
disemua arah adalah sama. Salah satu unsur ruang adalah jarak. Jarak
menciptakan gangguan ketika manusia berhubungan atau berpegian dari satu
tempat ke tempat lainnya. Salah satu hal yang banyak dibahas dalam teori lokasi
adalah pengaruh jarak terhadap intensitas orang bepergian dari satu lokasi
kelokasi lainnya.
Walaupun teori yang menyangkut pola lokasi ini tidak berkembang tetapi
telah ada sejak awal abad ke-19. Secara empiris dapat diamati bahwa pusat-pusat
pengadaan dan pelayanan barang dan jasa yang umumnya adalah perkotaan
(central places), terdapat tingkat penyelidikan pelayanan yang berbeda-beda.
Pelayanan masing-masing kota untuk tingkat yang berbeda bersifat tumpang
tindih, sedangkan untuk yang sentingkat walaupun tumpang tindih tetapi tidak
begitu besar. Keadaan ini bersifat universal dan dicoba dijelaskan oleh beberapa
ahli ekonomi atau geografi yang dirintis oleh Walter Christaller. Ahli ekonomi
Von Thunen melihat perbedaan penggunaan lahan dari sudut perbedaan jarak ke

pasar yang tercermin dalam sewa tanah. Weber secara khusus menganalisis lokasi
industri. Ketiga tokoh diatas dianggap pelopor atau pencipta landaan dalam hal
teori lokasi. Tokoh yang muncul belakangan pada umumnya memperdalam atau
memodifikasi salah satu teori atau menggabung pandangan dari tiga tokoh yang
disebutkan di atas.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Teori Lokasi
A. Sejarah Teori Lokasi Von Thunen
Dalam mempelajari dan menerapkan ilmu perencanaan wilayah, dibutuhkan
banyak ilmu dasar yang harus dikuasai, salah satunya adalah mengenal teori
lokasi. Teori lokasi pada umumnya merupakan suatu gagasan yang mendasari
penentuan lokasi suatu objek. Hal ini perlu dipelajari untuk menempatkan objek
tersebut pada lokasi yang tepat dengan mempertimbangkan aspek efisiensi tenaga

manusia dan ekonomi. Dari beberapa teori lokasi yang ada, teori Von Thunen
merupakan teori lokasi klasik yang mempelopori teori penentuan lokasi berdasar
segi ekonomi.
Johan Heinrich Von Thunen ialah seorang ahli ekonomi pertanian dari
Jerman yang pada tahun 1783-1850 mengeluarkan teori yang tertuang dalam buku
Der Isolirte Staat. Teori Von Thunen lebih di kenal sebagai teori lokasi
pertanian. Von Thunen berpendapat bahwa pertanian merupakan komoditi yang
cukup besar di perkotaan. Pertanian merupakan proses pengolahan lahan yang di
tanami dengan tanaman tertentu untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kegiatan
pertanian meliputi persawahan, perladangan, perkebunan, dan peternakan.
Kegiatan pertanian sudah ada sejak zaman Mesopotamia sebagai awal
berkembangnya budaya dan sistem pertanian kuno.
Pada zaman itu banyak area pertanian yang terletak di wilayah yang tidak
strategis. Petani yang berada di lokasi jauh dari pusat pasar atau kota, harus
menempuh jarak yang cukup jauh untuk menjual hasil panennya. Padahal di
zaman tersebut alat transportasi yang digunakan untuk mengangkut hasil pertanian
masih berupa gerobak yang ditarik oleh sapi, kuda atau keledai. Biaya transportasi
yang dikerahkan tidak sebanding dengan upah yang di dapat. Hal ini
menunjukkan betapa mahalnya kota sebagai pusat pasar. Dari hasil studi inilah
Von Thunen mengeluarkan teori lokasi pertanian.
Von Thunen melalui teorinya menciptakan contoh cara berfikir efektif yang
di dasarkan atas penelitian statistik, yang mulai dengan model sederhana
selangkah demi selangkah memasukkan komplikasi atau unsur baru sehingga
semakin mendekati konkret. Ia mengembangkan suatu teori sewa tanah dan teori
produktivitas marginal yang di terapkan dalam upah dan bunga.
Menurut Von Thunen guna lahan kota dipengaruhi oleh biaya produksi,
biaya transportasi dan daya tahan hasil komoditi. Sehingga berpengaruh terhadap
munculnya pasar lahan yang kompetitif. Pada model Von Thunen hubungan antara
transportasi dan lokasi aktivitas terletak pada biaya transportasi dan biaya sewa
lahan. Guna lahan akan menentukan nilai lahan, melalui kompetisi antara pemakai
lahan. Karenanya nilai lahan akan mendistribusikan guna lahan menurut
kemampuan untuk membayar sewa lahan, sehingga akan menimbulkan pasar

lahan yang kompetitif. Faktor lain yang menentukan tinggi rendahnya nilai lahan
adalah jarak terhadap pusat kota. Melalui adanya nilai lahan maka terbentuk zonazona pemakaian lahan seperti lahan untuk kegiatan industri, kegiatan komersil,
serta lahan untuk kegiatan pemerintahan. Selain memiliki pengaruh terhadap zona
lahan, teori Von Thunen juga berpengaruh terhadap struktur keruangan kota.
Perkembangan kota yang didasarkan terhadap penggunaan lahan kota
memunculkan elemen-elemen baru dalam struktur keruangan kota.
Teori lokasi ini pertama kali dikembangkan oleh Von Thunen pada tahun
1850. Sebagai seorang ekonom bangsa Jerman, Von Thunen mengembangkan
suatu teori lokasi yang berorientasi kepada wilayah lokasi. Teori lokasi bertolak
dari pengambilan keputusan ekonomi yang berdasarkan pada penyebaran
komoditas pertanian ke wilayah hinterland (wilayah belakang) yang bersifat
homogeny akibat adanya ketergantungan jarak dari lokasi aktivitas ekonomi ke
suatu pusat aktivitas ekonomi, sosial, maupun politik. Jauh dekatnya jarak tempuh
antara wilayah produksi atau bahan baku dengan pusat distribusinya di pasar akan
membentuk lingkar lokasi yang menjadi wilayah dimana lokasi tersebut
merupakan pusat aktivitas utama yang disebut dengan kota.
Teori lokasi Von Thunen yang berorientasi kepada daerah lokasi baru mulai
berkembang pada waktu Isard menguraikan teori lokasi industri pertanian.
Melalui teorinya ini, maka isard menyalur fungsi sewa tanah yang dapat
dikembalikan ke lingkaran Von Thunen. Dalam bentuk yang baru ini, maka
manfaat teori Von Thunen mangkin tampak terutama bagi landasan teori
penggunaan tanah modern.
B. Sejarah Teori Lokasi Wlater Christaller
Teori tempat pusat disebutkan oleh Wlater Christaller ( 1933) dan August
Losch (1936), beliau mengembangkan satu teori yang dapat dipergunakan sebagai
kerangka analisis untuk membahas hal tersebut. Teori pusat merupakan suatu
permukiman yang menyediakan barang dan jasa-jasa bagi penduduk local dan
daerah belakangnya.Pada teori tempat pusat juga menjelaskan tentang
hubungan keterkaitan antara sosial-ekonomi dan fisik yang saling mempengaruhi.

Sebuah kota atau pusat merupakan inti dari berbagai kegiatan pelayanan,
sedangkan wilayah di luar kota atau pusat tersebut adalah daerah yang harus
dilayaninya, atau daerah belakangnya (hinterland). Sebuah pusat yang kecil akan
memberikan penawaran pelayanan yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan
pusat yang lebih besar. Jarak wilayah yang dilayaninyapun relatif lebih dekat
dengan luasan yang kecil (Knox, 1994). Guna mengetahui kekuatan dan
keterbatasan hubungan ekonomi dan fisik suatu kota atau pusat dengan wilayah
sekelilingnya, seorang ahli geografi, Walter Christaller, melakukan sebuah
penelitian. Penelitian ini dilakukan di Jerman bagian selatan, di daerah perdesaan
(Hartshorn, 1980). Dan teori tersebut dinyatakan sebagai teori tempat pusat
(Central Place Theory) oleh Christaller.
Menurut Christaller, tidak semua kota dapat menjadi pusat pelayanan. Dan
pusat pelayanan harus mampu menyediakan barang dan jasa bagi penduduk di
daerah dan kawasan sekitarnya. Christaller menyatakan bahwa dua buah pusat
permukiman yang memiliki jumlah penduduk sama tidak selalu menjadi pusat
pelayanan yang sama penting. Istilah kepusatan (centrality) digunakan untuk
menggambarkan bahwa besarnya jumlah penduduk dan pentingnya peran sebagai
tempat terpusat (central place).
Pada teori Christaller menyebutkan sistem keruangan yang optimum
berbentuk heksagonal dengan pusat kegiatan terdapat di tengah pola. Namun
Christaller juga menyebutkan bahwa dalam struktur keruangan kota terdapat
hirarki, dimana tempat dengan hirarki yang teratas mampu memenuhi kebutuhan
tempat di hirarki bawahnya. Semakin tinggi jumlah hirarki kota maka jumlah kota
semakin tinggi, begitupun sebaliknya.
2.2 Tokoh-Tokoh dalam Teori Lokasi
Berikut adalah beberapa tokoh dengan pandangannya mengenai teori
lokasi.
a. Von Thunen (1826)
Mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan
pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von

Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah
apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan
dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan
perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing
jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan.
Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar
kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu
pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von
Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun
apabila makin jauh dari pusat kota.
b. Weber (1909)
Menganalisis tentang lokasi kegiatan industri. Menurut teori Weber
pemilihan lokasi industri didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber
menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi
dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat di mana
total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik dengan
tingkat keuntungan yang maksimum. Menurut Weber ada tiga faktor yang
mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan
kekuatan aglomerasi atau deaglomerasi. Dalam menjelaskan keterkaitan biaya
transportasi dan bahan baku Weber menggunakan konsep segitiga lokasi atau
locational triangle untuk memperoleh lokasi optimum. Untuk menunjukkan
apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat ke lokasi bahan baku atau pasar,
Weber merumuskan indeks material (IM), sedangkan biaya tenaga kerja sebagai
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi lokasi industri dijelaskan Weber
dengan menggunakan sebuah kurva tertutup (closed curve) berupa lingkaran yang
dinamakan isodapan (isodapane).
c. Christaller (1933)
Menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan
distribusinya di dalam satu wilayah. Model Christaller ini merupakan suatu sistem
geometri, di mana angka 3 yang diterapkan secara arbiter memiliki peran yang
sangat berarti dan model ini disebut sistem K = 3. Model Christaller menjelaskan

model area perdagangan heksagonal dengan menggunakan jangkauan atau luas


pasar dari setiap komoditi yang dinamakan range dan threshold.
d. August Losch
Teori Lokasi dari August Losch melihat persoalan dari sisi permintaan
(pasar), berbeda dengan Weber yang melihat persoalan dari sisi penawaran
(produksi). Losch mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap
jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual,
konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi
tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi
produksi berada di pasar atau di dekat pasar.
e. D.M. Smith
Memperkenalkan teori lokasi memaksimumkan laba dengan menjelaskan
konsep average cost (biaya rata-rata) dan average revenue (penerimaan rata-rata)
yang terkait dengan lokasi. Dengan asumsi jumlah produksi adalah sama maka
dapat dibuat kurva biaya rata-rata (per unit produksi) yang bervariasi dengan
lokasi. Selisih antara average revenue dikurangi average cost adalah tertinggi
maka itulah lokasi yang memberikan keuntungan maksimal.

f. Mc Grone (1969)
Berpendapat

bahwa

teori

lokasi

dengan

tujuan

memaksimumkan

keuntungan sulit ditangani dalam keadaan ketidakpastian yang tinggi dan dalam
analisis dinamik. Ketidaksempurnaan pengetahuan dan ketidakpastian biaya dan
pendapatan di masa depan pada tiap lokasi, biaya relokasi yang tinggi, preferensi
personal, dan pertimbangan lain membuat model maksimisasi keuntungan lokasi
sulit dioperasikan.
g. Isard (1956)
Menurut Isard, masalah lokasi merupakan penyeimbangan antara biaya
dengan pendapatan yang dihadapkan pada suatu situasi ketidakpastian yang
berbeda-beda. Isard (1956) menekankan pada faktor-faktor jarak, aksesibilitas,
dan keuntungan aglomerasi sebagai hal yang utama dalam pengambilan keputusan
lokasi.

h. Richardson (1969)
Mengemukakan bahwa aktivitas ekonomi atau perusahaan cenderung untuk
berlokasi pada pusat kegiatan sebagai usaha untuk mengurangi ketidakpastian
dalam keputusan yang diambil guna meminimumkan resiko. Dalam hal ini, baik
kenyamanan (amenity) maupun keuntungan aglomerasi merupakan faktor penentu
lokasi yang penting, yang menjadi daya tarik lokasi karena aglomerasi
bagaimanapun juga menghasilkan konsentrasi industri dan aktivitas lainnya.
2.3 Teori Lokasi menurut Von Thunen dan Wlater Christaller
A. Teori Lokasi Von Thunen
Johan Heinrich Von Thunen (1783-1850) adalah seorang warga negara
Jerman uang merupakan ahli ekonomi pertanian yang mengeluarkan teorinya
dalam buku Der Isolirte Staat. Von Thunen mengembangkan teori ini
berdasarkan pengamatan di sekitar tempat tinggalnya. Menurutnya pertanian
merupakan komoditi yang cukup besar di perkotaan. Dalam teori ini ia
memperhatikan jarak tempuh antara daerah produksi dan pasar, pola tersebut
termasuk variabel keawetan, berat, dan harga dari berbagai komoditas pertanian.
Ia menggambarkan bahwa jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah
dipengaruhi perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas ke pasar terdekat.
Melalui teorinya, Von Thunen menciptakan bagaimana cara berfikir efektif
yang didasarkan atas penelitian dengan menambahkan unsur-unsur baru sehingga
didapatkan hasil yang mendekati konkret. Von Thunen berpendapat bahwa suatu
pola produksi pertanian berhubungan dengan pola tata guna lahan di wilayah
sekitar pusat pasar atau kota. Ia mengeluarkan asumsi-asumsi sebagai berikut :
1) Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan
daerah pedalamanya yang merupakan satu-satunya daerah pemasok
kebutuhan pokok yang merupakan komoditi pertanian (Isolated Stated).
2) Daerah perkotaan hanya menjual kelebihan produksi daerah pedalaman,
tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain (Single Market).
3) Daerah pedalaman hanya menjual kelebihan produksinya ke perkotaan,
tidak ke daerah lain (Single Destination).

4) Daerah pedalaman atau kota mempunyai ciri yang sama (homogen)


dengan kondisi geografis kota itu sendiri dan cocok untuk tanaman dan
peternakan dataran menengah.
5) Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh
keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman
dan peternakannya dengan permintaan yang terdapat di daerah perkotaan
(Maximum Oriented).
6) Pada waktu itu hanya ada angkutan berupa gerobak yang dihela oleh kuda
(One Moda Transportation).
7) Biaya transportasi berbanding lurus dengan jarak yang ditempuh. Semua
biaya transportasi ditanggung oleh petani. Petani mengangkut semua hasil
dalam bentuk segar. (Equidistant).
Setiap keuntungan yang ingin dicapai petani dapat dirumuskan sebagai berikut:
K = N - ( P+ A)
Keterangan:
K = Keuntungan
N = Imbalan yang diterima petani dan dihitung berdasarkan satuan hitung,
misalnya hektar.
P = Biaya produksi yang dihitung atas dasar sama dengan N
A = Biaya angkutan
Dari rumus tersebut dapat dikatakan petani yang berdiam diri di daerah
dekat perkotaan mempunyai alternative komoditas pertanian yang lebih banyak
untuk diusahakan. Sedangkan petani yang jauh dari perkotaan mempunyai pilihan
yang lebih terbatas. Jumlah pilihan yang menguntungkan menurun sejalan dengan
jarak dari daerah perkotaan.
Teori Von Thunnen dapat dimodifikasi dengan unsur yang mengalir melalui
daerah perkotaan. Sungai ini memungkinkan pengangkutan dengan biaya yang
lebih rendah.
B.

Teori Lokasi Wlater Christaller


Teori Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota,

jumlah kota, dan distribusinya di dalam satu wilayah. Menurut Christaller, pusat-

pusat pelayanan cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk


heksagon (segi enam). Keadaan seperti itu akan terlihat dengan jelas di wilayah
yang mempunyai dua syarat. Pertama, topografi yang seragam sehingga tidak ada
bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan Dari asumsi diatas
mendesak para petani berani menyewa lahan yang dekat pusat pasar atau kota,
sehingga keuntungan yang di peroleh dari hasil pertaniannya maksimal. Tentunya
mereka juga harus mengorbankan nominal yang cukup besar untuk menyewa
lahan. Karena semakin dekat suatu lahan dengan pusat pasar atau kota, semakin
besar harga sewa lahannya. pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur
pengangkutan.

Kedua,

kehidupan

ekonomi

yang

homogen

dan

tidak

memungkinkan adanya produksi primer, yang menghasilkan padi-padian, kayu


atau batu bara.
Analisis keruangan adalah analisis lokasi yang menitik beratkan pada tiga
unsur jarak (distance), kaitan (interaction), dan gerakan (movement). Tujuan dari
analisis keruangan adalah untuk mengukur apakah kondisi yang ada sesuai dengan
struktur keruangan dan menganalisa interaksi antar unit keruangan yaitu
hubungan antara ekonomi dan interaksi keruangan, aksebilitas antara pusat dan
perhentian suatu wilayah dan hambatan interaksi. Hal ini didasarkan olah adanya
tempat-tempat (kota) yang menjadi pusat kegiatan bagi tempat-tempat lain, serta
adanya hirarki diantara tempat-tempat tersebut.
Pada kenyataanya dalam suatu wilayah mempunyai keterkaitan fungsional
antara satu pusat dengan wilayah sekelilingnya dan adanya dukungan penduduk
untuk keberadaan suatu fungsi tertentu dimana barang mempunyai sifat goods
order dan tidak setiap barang atau jasa ada di tempat. Perkembangan tempattempat sentral tergantung konsumsi barang sentral yang dipengaruhi faktor
penduduk, permintaan dan penawaran serta harga, juga kondisi wilayah dan
transportasi seperti yang telah dikemukakan oleh Christaller dalam Central
Place Theory.
Suatu wilayah memiliki ketergantungan pada wilayah lain. Pada setiap
wilayah memiliki kelebihan dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut
memiliki beberapa fasilitas yang mampu melayani kebutuhan penduduk dalam

radius yang lebih luas, sehingga penduduk akan mendatangi wilayah tersebut
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Perbedaan tingkat kepemilikan sumberdaya
dan keterbatasan kemampuan wilayah dalam mendukung kebutuhan penduduk
suatu wilayah menyebabkan terjadinya pertukaran barang, tenaga kerja dan jasa
antar wilayah (Morlok,1988). Agar dapat tetap melangsungkan kehidupannya,
manusia mempergunakan ruang tempat tinggal yang disebut pemukiman yang
terbentuk dari unsur-unsur working, opportunities, circulation, housing,
recreation, and other living facilities (Hari Sabari Yunus, 1987). Unsur circulation
adalah jaringan transportasi dan komunikasi yang ada dalam pemukiman. Sistem
transportasi dan komunikasi meliputi sistem internal dan eksternal. Transportasi
merupakan tolok ukur dalam interaksi keruangan antar wilayah dan sangat penting
peranannya dalam menunjang proses perkembangan siatu wilayah. Christaller
menjelaskan bahwa teori tempat pusat merupakan suatu tempat yang menyediakan
barang dan jasa bagi daerah itu sendiri dan daerah orang lain.
Christaller mengatakan beberapa asumsi dalam penysunan teori tersebut,
seperti :
1.

Konsumen yang menanggung ongkos angkutan.

2.

Jangkauan suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya
dan waktu.

3.

Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat.

4.

Kota-kota berfungsi sebagai central place bagi wilayah sekitarnya.

5.

Wilayah tersebut sebagai dataran yang rata, ciri ekonomis sama,


dan penduduk tersebar secara merata.
BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Dalam mempelajari dan menerapkan ilmu perencanaan wilayah, dibutuhkan

banyak ilmu dasar yang harus dikuasai, salah satunya adalah mengenal teori
lokasi. Teori lokasi pada umumnya merupakan suatu gagasan yang mendasari
penentuan lokasi suatu objek. Hal ini perlu dipelajari untuk menempatkan objek

tersebut pada lokasi yang tepat dengan mempertimbangkan aspek efisiensi tenaga
manusia dan ekonomi.
Dapat disimpulkan bahwa teori lokasi

adalah suatu teori yang

dikembangkan untuk melihat dan memperhitungkan pola lokasional kegiatan


ekonomi termasuk industri dengan cara yang konsisten dan logis, dan untuk
melihat dan memperhitungkan bagaimana daerah-daerah kegiatan ekonomi itu
saling berhubungan.

Anda mungkin juga menyukai