Anda di halaman 1dari 6

RESUME SKI

NAMA: IWANA PUTRI RINJANI

NIM:18045072

Masa Disintegrasi, Munculnya Dinasti-Dinasti Dalam Islam Dan Kondisi


Perkembangan Intelektual Dalam Islam

Disintegrasi merupakan suatu keadaan yang terpecah belah dari kesatuan yang utuh
menjadi terpisah-pisah.Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya telah mulai terjadi pada
akhir dinasti Bani Umayyah, tetapi memuncak di zaman dinasti Bani ‘Abbasiyah terutrama
sekali pada Khalifah-khalifah yang menjadi boneka dalam tangan tentara pengawal. Daerah-
daerah yang jauh letaknya dari pusat pemerintahan di Damaskus dan kemudian Bagdad
melepaskaan diri dari kekuasaan khalifah dipusat dan bermunculan dinasti-dinasti kecil.
Pergolakan-pergolakan yang terjadi ketika Abbasiyah mengalami masa kejayaan, dapat diatasi.
Karena factor-faktor tertentu yang saling mengait antara satu dengan yang lain, sehingga mau
tidak mau membawa dinasti ini kepada kehancurannya.

Semenjak pemerintahan Harun ar-Rasyid (786-809 M./ 170-194H). Dikatakan pada saat
itu terjadinya masa keemasan bani Abbasiyah. Tetapi pada waktu inilah terjadi benih-benih
disintegrasi tepatnya pada saat penurunan tahta. Harun Ar-rasyid telah mewariskan tahta
kekhalifaan pada putra tertuanya yaitu Al-Amin (809-812 M./ 194-198 H.) dan kepada puteranya
yang lebih muda yaitu al-Ma’mun yang pada saat itu menjabat sebagai gubernur Khurasan.
Setelah wafatnya Harun ar-Rasyid, al-Amin berusaha mengkhianati hak adiknya dan menunjuk
anak laki-lakinya sebagai penggantinya kelak. Akhirnya pecah perang sipil.

Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar dicapai dinasti


Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan
cendrung mencolok. Para khalifah cendrung ingin lebih mewah dari pendahulunya. Kehidupan
mewah khalifah-khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan anak-anak pejabat. Kecenderungan
bermewah-mewah, ditambah dengan kelemahan khalifah dan faktor lainnya menyebabkan roda
pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin.
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan
kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran mulai
lepas dari genggaman penguasa bani Abbas, dengan berbagai cara diantaranya pemberontakan
yang dilakukan oleh pemimpin lokal dan mereka berhasil memperoleh kemerdekaan penuh,
seperti Daulah Bani Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko. Seseorang yang ditunjuk
menjadi gubernur oleh khalifah, kedudukanya semakin bertambah kuat, seperti daulah
Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyah di Khurasan.

Mu’tashim untuk mengambil kendali pemerintahan. Usaha mereka berhasil, sehingga


kekuasaan sesungguhnya berada ditangan mereka, sementara kekuasaan Bani Abbas di dalam
khilafah Abbasiyah yang didirikannya mulai pudar dan ini merupakan awal dari keruntuhan
dinasti ini, meskipun setelah itu usianya masih dapat bertahan lebih dari empat ratus tahun

a. faktor internal
1. Munculnya pertentangan antara ‘Arab dan non ‘Arab, perselisihan antara muslim dengan
non muslim, dan perpecahan di kalangan umat Islam sendiri telah membawa kepada
situasi kehancuran dalam pemerintahan. Disamping itu, tampilnya gerakan-gerakan
pembangkang yang berkedok keagamaan, seperti orang- orang Qaramitah, Hashashin dan
pihak-pihak lain turut memporak-porandakan kesatuan akidah maupun nilai-nilai Isla>m
yang bersih disepanjang masa.
2. Selain itu munculnya dinasti-dinasti kecil yang benar-benar menikmati independensi dari
daulat ‘Abbasiyah, seperti bani Tulun dan Ikhshid di Mesir. Bani Thahir di Khurasam,
bani Saman di Persia dan seberang sungai Oxus, orang-orang Ghaznawi di Afganistan,
Punjab, dan India. Bahkan bani Buwaihi, penganut Shi’ah It}na ‘Asy’ariah ini berhasil
menduduki kekhalifahan di Shiraz dan Persia. Kemudian setelah Buwaihi tumbang
digantikan oleh Saljuq yang Sunni.
3. Hal ini terjadi, karena lemahnya kekhalifahan pusat. Dengan adanya independensi
dinasti-dinasti tersebut perekonomian pusat menurun karena merekatidak lagi membayar
upeti kepada pemerintah pusat. Sementara itu, di sisi lain meningkatnya ketergantungan
pada tentara bayaran. Pemakaian tentara bayaran berarti pengeluaran uang makin
bertambah banyak, karena kesetiaan mereka hanya didapat dengan uang.Adapun faktor
terpenting yang membawa kehancurannya, adalah khalifah- khalifah ‘Abbasiyah
melalaikan salah satu sendi Islam, yaitu Jihad. Mereka terjerat dalam berbagai
problematika internal, sebab setelah al-Mu’tashim, tidak tercatat dalam sejarah adanya
peperangan.
4. Dinasti Bani Abbas berdiri menjadi kekuatan politik berkat tiga golongan (faksi) yang
menjadi penopangnya. Ketiga faksi tersebut adalah pertama faksi Hamimah yang
didominasi oleh pengikut Syi’ah dibawah pimpinan Abu Salama, faksi Kufah didominasi
oleh pengikut bani Abbas dibawah pimpinan Muhammad bin Ali al-Abbas, (ketika
Muhammad bin Ali meninggal digantikan oleh saudaranya Ibrahim Al-Imam, dan pada
perkembangan selanjutnya pucuk pimpinan dari gerakan ini adalah Abdullah bin
Muhammad bin Ali atau yang lebih dikenal Abu al-Abbas), dan faksi Khurasan dibawah
pimpinan Abu Muslim Al-Khurasani. Ketiga faksi tersebut sangat berjasa dalam
mengantar dinasti Abbasiyah menjadi pucuk pimpinan umat Islam saat itu.1 Namun disisi
lain, lahirnya ketiga faksi tersebut juga mendorong persaingan diantara mereka dan
menanamkan pengaruh dalam masyarakat, persaingan itulah yang menjadi benih- benih
perpecahan di kemudian hari.
b. faktor eksternal

Sebelum kedatangan Hulagu, di bagian barat wilayah dinasti ‘Abbasiyah telah terjadi
perang salib. Selama terjadi perang salib, di Bagdad sedang terjadi keresahan. Ketika kerajaan
mereka sedang terancam perang salib, mereka tidak menyadari datangnya bahaya serangan-
serangan bangsa Mongol. Bangsa Mongol yang biasa hidup nomaden, suka berperang,
merampok dan berburu, mudah bagi mereka untuk menaklukkan negara-negara jajahannya.
Dinasti Mongol didirikan oleh Jengis khan.

Pada zamannya, bangsa Mongol menghancurkan wilayah-wilayah Islam. Pada tahun


1212 M, orang-orang Mongol berhasil menguasai Peking. Kemudian mereka mengalihkan
serangannya kearah barat. Satu demi satu kerajaan Islam ditaklukkannya. Transoxania dan
Khawarizm jatuh dalam kekuasaan Mongol pada tahun 1219-1220 M. Kerajaan Ghazna
dikalahkan pada tahun 1221. Azerbaijan pada tahun 1223 M dan Saljuk di Asia kecil pada tahun
1243 M. Dari sini mereka meneruskan serangannya ke Eropa dan Rusia. Kemudian pada tahun
656 H/1258 M. Hulagu cucu Jengiskan, menyerang dan memporak-porandakan Bagdad
Sebelumnya, mereka menyerang Persia. Kemudian ia berhasil pula menghancurkan Hashashin di
Alamut. Kondisi Bagdad saat porak-poranda, di mana-mana tercium bau yang menyengat.
Ketika khalifah al- Mu’tasim keluar, ditemani oleh tiga ratus pendukungnya, ia menyerah tanpa
syarat kepada Hulagu. Kemudian Hulagu memerintahkan agar mereka semua dibunuh.
Akibatnya, berakhirlah kekuasaan daulat ‘Abbasiyah.

Jika daulat ini mampu mempersatukan atau mengkoordinasikan berbagai daulah


yang berada di bawah kekuasaannya serta menegakkan prinsip jihad abadi, tentu daulah ini aka
mampu mengusir tentara Mongol. Namun, mereka tidak melakukannya. Kemunduran dan
kehancuran peradaban Islam, dimulai dengan gambaran tentang jatuh bangunnya peradaban
Islam, kemunduran dan kehancuran Khilafah Fatimiyah di Mesir, dan serangan tentara Mongol.

 Dinasti-Dinasti yang Memerdekakan Diri Dari Baghdad

Kekuatan militer Abbasiyah waktu itu mulai mengalami kemunduran. Sebagai gantinya,
para penguasa Abbasiyah mengerjakan orang-orang profesional di bidang kemiliteran,
khususnya tentara Turki dengan sistem perbudakan baru. Pengangkatan anggota militer Turki
ini, dalam perkembangan selanjutnya ternyata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan
khalifah. Apalagi pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah sudah muncul fanatisme
kebangsaan berupa gerakan syu’ubiyyah (kebangsaan/anti Arab). Gerakan inilah yang banyak
memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, di samping persoalan-persoalan keagamaan.
Nampaknya para khalifah tidak sadar akan bahaya politik dari fanatisme kebangsaan dan aliran
keagamaan itu, sehingga meskipun dirasakan dalam hampir semua segi kehidupan, seperti dalam
kesusasteraan dan karya-karya ilmiah, mereka tidak bersungguh-sungguh menghapuskan
fanatisme tersebut, bahkan ada diantara mereka yang justru melibatkan diri dalam konflik
kebangsaan dan keagamaan itu.
Dinasti-dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa
khalifah Abbasyiah, diantaranya adalah :
1.      Yang berbangsa Persia :
a.       Thahiriyah di Khurasan (205-259 H/820-872 M)
b.      Shafariyah  di Fars (254-290 H/868-901 M)
c.       Samaniyah  di Transoxania (261-289 H/873-998 M)
d.      Sajiyyah di Azerbeijan (266-318 H/878-930 M)
e.       Buwaihiyah bahkan menguasai Baghdad (320-447 H / 932-1055 M)
2.      Yang berbangsa Turki
a.       Thuluniyah di Mesir (254-292 H/837-903 M)
b.      Ikhsyidiyah di Turkistan (320-560 H/932-1163 M)
c.       Ghazanawiyah di Afganistan (351-585 H/962-1189 M)
d.      Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya
3.       Yang berbangsa Kurdi
a.       Al Barzuqani (348-406 H/959-1015 M)
b.      Abu Ali ((380-489 H/990-1095 M)
c.       Ayubiyah (564- 648 H/1167-1250 M)
4.      Yang berbangsa Arab
a.       Idrisiyah di maroko (172-375 H/788-985 M)
b.      Aghlabiyah di Tunisia (184-289 H/800-900 M)
c.       Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H/825-898 M)
5.      Yang mengaku dirinya sebagai khalifah
a.       Umawiyah di spanyol
b.      Fathimiyah di mesir (909-1171 M)
Faktor–faktor yang menyebabkan kemunduran bani Abbas, sehingga daerah banyak yang
memerdekakan diri ;
a.       Luasnya wilayah kekuasan Bani Abbasiyah
b.      Dengan profesionalisasi angkatan senjata, ketergantungan khalifah sangat tinggi
c.       Keuangan negara sangat sulit karena untuk biaya tentara sangat besar

Perkembangan Intelektual Masa Disintegrasi


Pada masa disintegrasi yang menyebabkan kehancuran dalam kekhalifahan Abbasiyah,
tetapi tidak menghambat perkembangan intelektual. Pada saat disintegrasi yang dimulai dengan
berdirinya dinasti Thahiriyah, perkembangan intelektual mengalami perkembangan yang cukup
berarti. Ini terbukti dengan munculnya tokoh-tokoh intelektual pada bidangnya, baik itu dalam
bidang ilmu sastra, ilmu filsafat, dan kedokteran maupun dalam bidang hukum dan politik.
                        1)      Ilmu sastra, tokohnya ;
a.       Abul ‘Alla al- ma’ary (363–449 H./973-1057 M.), seorang penyair filosof yang banyak
karangannya, diantaranya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Inggris oleh Thomas
Carlyle dan ke bahasa Jerman oleh Von Kremer.
b.      Pujangga Proza Shabi (313 – 383 H./925-994 M.)
c.       Shahib ibnu Ubbad (326–385 H./938-985 M.)
d.      Ulama penyair, Abu Bakar Khuwarizmi (389 H./993 M.)
e.       Penyair pengarang Badie’uz Zaman Hamdani ( 358–398 H./969-1007 M.)
f.       Penyair Ibnu ‘Amied
                 
                  2)      Ilmu Filsafat dan kedokteran 
a.       Muhammad ibn Zakaria ar – razi, seorang filosof dan dokter yang terkenal
b.      Ali ibn al–Majusi, dokter pribadi dari ‘Adhudud Daulah dan sekaligus pengarang
buku “Kamil as-Shina’at”
                  3)      Hukum dan Politik    
                              Satu nama yang tidak boleh dilupakan ialah seorang ahli hukum yang menjabat
sebagai mahkamah agung dan juga pengarang politik yaitu  Imam Mawardi (368-450 H./974-
1058 M.) seorang pengarang ilmu politik yang sangat aktif, penulis buku ‘Al Ahkam as-
Sulthaniyah tentang hukum pemerintaha
Disintegrasi terjadi karena solidaritas dalam negara sudah hilang, luasnya wilayah
kekuasaan dengan beragam latar belakang sosial tidak mudah untuk dipersatukan. Banyak
pembakangan yang terjadi dan tidak bisa diselesaikan. Sehingga mengakibatkan berdirinya
dinasti-dinasti kecil. Disamping itu, banyak gangguan yang menyerang dari luar, terutama
Bizantium juga menandakan ancamanya, dimana mereka berkoalisi dengan tentara Salib yang
berusaha menguasai dunia Islam. Ancaman dari luar kemudian memperkuat adanya ancaman
dari dalam, yaitu persaingan antar keluarga dalam lingkuangan kekuasaan dinasti Abbasiyah
untuk saling bersaing dalam memperebutkan jabatan-jabatan penting negara

Anda mungkin juga menyukai