PEMBAHASAN
Ash- Sahffah bin Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.1
Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul Abbas
Ash-Shafah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Selama lima Abad dari tahun
yang berhak untuk berkuasa adalah keturunana Rasulullah saw dan anak-anaknya.
merupakan pusat kegiatan, antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan
besar paman Rasulullah saw, Abbas bin Abdul Muthalib. Dari nama Al- Abbas
paman Rasulullah saw inilah nama ini di sandarkan pada tiga tempat pusat
1Ash-Shafah artinya sang penumpah darah. Menurut Prof. Dr. Hamka, Abul Abbas Ash-
Shafah dikenal sebagai orang yang masyur karena kedermawanannya, kuat ingatannya, keras hati,
tetapi sangat besar dendamnya terhadap Bani Umayyah. Sehingga dengan tidak mengenal belas
kasihan dibunuhnya keturunan-keturunan Bani Umayyah itu. Lihat bukunya Hamka, Sejarah
Umat Islam, (Jilid. 2; Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h. 102.
3
4
berjumlah 150 orang di bawah para pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan
Salamah. Segeralah Abul Abbas pindah dari Humaimah ke Kufah diiringi oleh
para pembesar Abbasiyah yang lain seperti Abu Ja’far, Isa bin Musa, dan
Kufah yang telah di taklukan pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang
akhirnya dapat di pukul di dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu melarikan diri
hingga ke Fustat di Mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum,
tahun 132 H/750 M di bawah pimpinan Salih bin Ali, seorang paman Al-Abbas
yang lain. Dan beririlah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah
pertamanya, yaitu Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di
Kufah.2
2A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam III, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), h. 7.
5
Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-
waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) sampai dengan 656 H (1258 M).
sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola
2. Periode kedua (232 H/847 M - 334 H/ 946 M), disebut masa pengaruh Turki
pertama.
3. Periode ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti
4. Periode keempat (477 H/1055 M - 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti
5. Periode kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari
Baghdad. 3
3Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), (Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2008), h. 49-50.
6
Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Periode ini khalifah Abbasiyah
tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak
sekali dinasti Islam berdiri. Ada di antaranya yang cukup besar, namun yang
terbanyak adalah dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan
khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masas inilah
tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan
dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat
serangan Mongol ini adalah awal babak baru dalam sejarah Islam, yang disebut
masa pertengahan.
itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode
pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak
apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai
sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda
pemerintahan.4
a. Faktor Militer
mereka menjadi kaum elit yang enggan untuk berperang, sehingga digambarkan
bahwa Bani Abbas tidak mempunyai kekuatan tentara yang tangguh dan
propersional, untuk ukuran wilayah sebesar peta kekuasaan Bani Abbas, untuk
menjadi Boneka ditangan mereka, dan hakekat yang memerintah bukan lagi
khalifah, melainkan perwira dan pegawai Turki. Karena khalifah hanya terbatas di
ternyata disini juga keadaan juga tidak jauh berubah, khalifah mengalami
Keadaan ini berlanjut sampai kepada Khalifah al-Watsiq bin al-Mu’tasim, dan
menikmati sebagian besar dari kerajaan, dan sampai pada masanya mereka
5A.Salabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, (Jakarta: Al Husan Zikra, 1997), h. 309.
8
golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas.
persekutuan itu. Ada dua sebab Dinasti Abbas memilih orang-orang Persia
menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara
itu, bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah
darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab di dunia
Islam.
luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti maroko, mesir Syria, irak,
Persia, Turki, dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali, Islam,
pada waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-
6W. Montgomery Watt, Politik Islam dalam Lintasan Sejarah, (Jakarta: P3M, 1998), h.
123.
9
Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara. Mereka
bangsa Persia dan Turki. Karena jumlah dan kekuatan mereka yang besar, mereka
lemah naik tahta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. sejak itu kekuasaan
Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani buwaih, bangsa-bangsa Persia, pada
periode ketiga, dan selanjutnya beralih kepada dinasti Seljuk pada periode
keempat.7
c. Kemorosotan Ekonomi
pemerintahan bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk
lebih besar dari yang keluar, sehingga bait al-mal penuh dengan harta.
Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-kharaj, semacam pajak
hasil bumi.
3) Diperingannya pajak,
politik dinasti Abbasiyah, kedua faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.8
d. Konflik Keagamaan
gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah. Al-Manshur berusaha
antara kaum beriman dengan golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang
bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan
ajaran Syi’ah, sehingga banyak aliran Syi’ah yang dipandang ghulat (ekstrem)
dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi’ah sendiri. Aliran Syi’ah memang
dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlus
pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari
adalah dua dinasti Syi’ah yang memerdekakakn diri dari Baghhdad yang sunni.
Konflik yang dilator balakangi agama tidak yang sebatas pada konflik
antara muslim dan zindiq atau Ahlus Sunnah dengan Syi’ah saja, tetapi antar
aliran dalam Islam Mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat
di’dah oleh golonngan salaf. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh
M), aliran Mu’tazilah dibatalkan sebagai aliran Negara dan golongan salaf
kembali naik daun. Tidak tolerannya pengikut Hanbali itu (salaf) terhadap
zaman Bani Umayyah. Akan tetapi, berbicara tentang politik Islam dalam
dengan pemerintahan Bani Abbas. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari
kekuasaan Islam. Hal ini tidak seluruhnya benar untuk ditrapkan pada
pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di Spanyol
dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-sebentar dan
upeti itu. Alasannya, pertama, mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk
ekspansi.
dipinggiran mulai lepas dari gangguan penguasa Bani Abbas. Ini bias terjadi
dalam salah satu dari dua cara : pertama, seorang pemimpin local memimpin
propinsi itu pada mulanya tetap patuh membayar upeti selama mereka
pergolakan yang muncul. Namun, pada saat wibawa khalifah sudah memudar,
khususnya tentara turki dengan sistem perbudakan baru seperti yang diuraikan
persoalan-persoalan keagamaan.
Tampaknya, para Khalifah tidak sadar akan bahaya politik dari fanatisme
hamper semua segi kehidupan, seperti dalam kesusastraan dan karya-karya ilmiah,
diantara mereka yang justru melibatkan diri dalam konflik kebangsaan dan
keagamaan itu.12
M)
a) Seljuk besar atau Seljuk Agung, didrikan oleh Rukn Al-Din Abu
Thalib Tuqhrul Bek ibn Seljuk ibn Tuqaq. Seljuk ini menguasai
H/1037-1127 M)
M)
1) Umawiyah di Spanyol
2) Fathimiyah di Mesir13
antarbangsa, terutama antara Arab, Persia, dan Turki. Disamping latar belakang
periode ini, sehingga banyak daerah memerdekakan diri sendiri, adalah :14
Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan seperti itu juga
seperti terlihat pada periode kedua dan seterusnya, meskipun khalifah tidak
berdaya, tidak ada usaha untuk merebut jabatan khalifah dari tangan Bani Abbas.
jabatan khalifah tetap dipegang Bani Abbas. Hal ini terjadi karena, khalifah sudah
dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sacral dan tidak bias diganggu gugat
lagi. sedangkan, kekuasaan dapat didirikan di pusat maupun di daerah yang jauh
dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Tentara
boneka yang tak bias berbuat apa-apa. Bahkan, merekalah yang memilih dan
kedua, pada periode ketiga (334 H/945-447 H/1055 M), daulat Abbasiyah berada
Kehadiran Bani Buwaih berawal dari tiga orang putra Abu Syuja’ Buwaih,
pencuri ikan yang tinggal di daerah Dailam., yaitu Ali, Hasan, dan Ahmad. Untuk
18
keluar dari tekanan kemiskinan, tiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang
Perebutan kekuasaan dikalangan keturunan Bani Buwaih ini merupakan salah satu
pula gangguan dari luar yang membawa kemunduran dan kehancuran dinasti ini.
jabatan di khalifah Mesir, Ikhsyidiyah di Mesir dan Syiria, Hamdan di Aleppo dan
lembah Furat, Ghaznawi di Ghazna dekat Kabul, dan dinasti Seljuk yang berhasil
c. Faktor Ekonomi
perindustrian. Ketika para penguasa semakin kaya, rakyat justru semakin miskin.
Wabah penyakit sering menyerang pes, cacar, malaria, dan jenis demam
puluh wabah penyakit penitng yang tercatat dalam sejarah Arab selama empat
a. Perang Salib
yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah peristiwa Manzikart, tahun 464 H (1071
M0. Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peistiwa
ini berhasil mengalahkan tentara romawi yang berjumlah 200.000 orang, terdiri
dari tentara Romawi, Ghuz, al-Akrj, Perancis, dan Armenia. Peristiwa besar ini
16Philip K. Haiti, History of The Arabs; From the Earlist Times, Diterjemahkan oleh R.
Cecep Lukman Yasinn dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2014), h. 618.
17Philip K. Haiti, History of The Arabs; From the Earlist Times, Diterjemahkan oleh R.
Cecep Lukman Yasinn dan Dedi Slamet Riyadi, h. 618.
20
umat islam, yang kemudian mencetuskan perang salib. Kebencian itu bertambah
setelah dinasti Seljuk dapat merebut bait al-Maqdis pada tahun 471 H dari
ingin berziarah kesana. Peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka. Untuk
memperoleh kembali keleluasan berziarah ketanah suci Kristen itu, pada tahun
1095 M, paus urbanus II berseru kepada umat Kristen di eropa supaya melakukan
perang suci. Perang ini kemudian dikenal dengan perang salib, yang terjadi dalam
tiga periode.
1) Periode Pertama
Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang eropa, sebagian besar
palestina. Tentara salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond
ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 juni 1097 mereka berhasil
menaklukan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka
mendirikan kerajaan latin I dengan Baldawin sebagai raja. Pada tahun yang sama
Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Bait Al-
Maqdis (15 juli 1099 M). dan mendirikan kerajaan latin III dengan rajanya
ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M). Tripoli (1109 M), dan kota
tyre (1124 M). di Tripoli mereka mendirikan kerajaan latin IV, rajanya adalah
reymond.
2) Periode kedua
21
kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa pada tahun 1144 M. namun, ia wafat pada
salib kedua. Paus III menyerukan perang suci yang disambut positif oleh raja
prancis Louis VII dan raja Jerman Condrad II. Keduanya meminpin pasukan salib
untuk merebut wilayah Kristen Syiria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat
oleh Nuruddin Zanki. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan
Condrad II sendiri melarikan diri pulang ke negerinya. Naruddin wafat tahun 1174
Shalah Al-Din yang terbesar adalah merebut kembali Yerussalem pada tahun
88 tahun berakhir.
tentara salib. Merekapun menyusun rencana balasan. Kali ini tentara salib
dipinpin oleh Frederick Barbarossa, raja Jerman, Richard the Loin Hart, raja
Inggris, dan Philip Augustus, raja Perancis. Pasukan ini bergerak pada tahun 1189
berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan ibu kota latin. Akan tetapi,
dibuat perjanjian antara tentara salib dengan Shalah Al-Din yang disebut dengan
22
3) Periode Ketiga
Tenatra salib pada periode ini dipimpin oleh raja Jerman, Frederick II. Kali
ini mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan
harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi. Pada tahun 1219 M,
mereka berhasil menduduki Dimyat,. Raja mesir dari dinasti Ayibiyyah waktu itu,
Al-Malik Al-Kamil, membuat perjanjian dengan Federick. Isinya anatara lain
berikutnya, Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, di
Mesir dikuasai oleh dinasti Mamalik, yang menggantikan posisi dinasti Ayibiyyah
pimpinan perang dipegang oleh Baybars dan Qalawun. Pada masa merekalah
Demikianlah perang salib yang berkobar di timur. Perang ini tidak berhenti
tentara salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena
kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian, mereka
23
bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak dinasti kecil yang
Pada tahun 1253, Hulagu, cucu Jengis Khan, bergerak dari Mongol
itu tidak mendapat jawaban. Pada 1256, sejumlah besar benteng hasyasyim,
termasuk “Puri Induk” di Alamur, telah direbut tampa sedikitpun kesulitan, dan
kekuatan kelompok yang ketakutan itu hancur lebur. Bahkan lebih tragis lagi,
memberikan jawaban. Pada Januari 1258, anak buah Hulagu bergerak dengan
efektif untuk meruntuhkan tembok Ibukota. Tak lama kemudian upaya mereka
budaya Islam timur hamper-hampir disapuh bersih. Yang tersisa hanya gurun-
berwarna merah tua. Penduduk Harat (Herart) yang semula berjumlah 100.000
kini tinggal 40.000 jiwa. Mesijd-mesjid Bukhara, yang termasyhur sebagai pusat
ibadah dan pengetahuan, dijadikan kandang kuda oleh pasukan Mongol. Banyak
bencana yang dikirim tuhan kepada umat manusia sebagai hukuman dosa-dosa
mereka. Ibn Al-Atsir, seorang narasumber yang menjadi saksi saat itu, merasa
ngeri menyaksikan semua peristiwa horror ini dan berharap seandainya ibunya tak
melihat sebagian besar tempat ini masih dipenuhi puing-puing. Sementara bagi
20Philip K. Haiti, History of The Arabs; From the Earlist Times, Diterjemahkan oleh R.
Cecep Lukman Yasinn dan Dedi Slamet Riyadi, h. 614-615.