Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada masa permulaan peradaban yang benar-benar membawa perubahan yang sangat
besar, yang membawakan pula obor kesejahteraan dan kemanusiaan, Muhammad SAW. Ia
merupakan nabi penutup daripada nabi dan rosul, serta sebagai rahmatanlil alamin bagi umat
manusia dengan Islam sebagai ajaran agama yang baru. Sehingga Ia pula patut sebagai guru
utama bagi pembaruan. Setelah nabi wafat ajaran tersebut disebarluaskan oleh para sahabat,
tabiin dengan memegang panji Islam yang kokoh. Sehingga pasca nabi, ajaran Islampun juga
disebarluaskan diseluruh penjuru dunia. 
Dalam penyebaran syari’at islam pasca Rosulullah Muhammad SAW, terdapat beberapa
babakan, yakni mulai langsung dari Khulafaur Rasyidin, yang dijalan kan oleh para sahabat
dekat nabi (11-41 H) yakni dari Abu Bakar as-Shidiq, Umar bin Khatab, Ustman bin Affwan,
Ali bin Abi Thalib. Serta babakan Islam pada masa klasik (keemasan) yang terdapat dua
penguasa besar pada saat itu, yaitu pada masa Dinasti Umawiyah dan Dinasti Abbasiyah.
Pada bahasan ini, kita akan membahas lebih luas tentang Dinasti Abbasiyah yang diusungkan
dari kerabat Rasulullah, yakni keluarga Abbas.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana proses terbentuknya Dinasti Abbasiyah?
b. Siapa saja Tokoh pada masa Dinasti Abbasiyah yang mempunyai peran penting dalam
menggulingkan Dinasti Ummayah?
c. Bagaimana gerakan perjalanan Dinasti Abbasiyah?
d. Kemajuan dan kemunduran Daulah Abbasiyah?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah


Dinasti ini pun berasal dari nama keluarga Bani Hasyim, yakni seleluhur dengan nabi
Muhammad SAW. Yang diambil dari nama paman beliau  al Abbas, yang secara resmi
diplokamirkan oleh Abd Allah Al Shaffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abd Allah ibn Abbas.
Keturunan paman nabi Muhammad inilah yang disebut dengan bani Abbas. Yang mana
keturunan al Abbas ini mengklaim dirinya lebih baik menggantikan posisi nabi ketika beliau
wafat, dari pada Ali bin abi Thalib, yang mana mereka menganggap paman nabi inilah yang
lebih berhak, ketimbang keponakan nabi. Pada awal mula pemikiran ini belum muncul ketika
nabi meninggal, tetapi mengemuka ketika cucu Ali bin abi Thalib, yang kekaligus pemimpin
syiah al Khaisaniyah, atau kelompok terbesar keturunan Ali yang melakukan perlawanan
kepada Ummawiyah. Dari Dinasti Abbasiyah ini tidak begitu terpengaruh dari peradaban
Arab, seperti halnya pad masa Dinasti Ummawiyah dikarenakan perpindahan ibukota dari
Damaskus ke Bagdad.

B. Tokoh Pada Masa Dinasti Abbasiyah


Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan (pemerintahan) berkembang sebagai sistem
politik. Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,
sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah
antara lain :
a. Para Khalifah tetap dari Arab, sementara para menteri gubernur, panglima perang dan
pegawai lainnya banyak dipilih dari keturunan Persia dan Mawali. 
b. Kota Bagdad ditetapkan sebagai ibukota negara dan menjadi pusat kegiatan politik,
ekonomi dan kebudayaan. 
c. Kebebasan berfikir dan berpendapat mendapat porsi yang tinggi. 
d. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting dan mulia.
e. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam
pemerintah. 

Dalam dinasti Bani Abbasiyah ini terdapat 37 khalifah berkuasa kurang lebih selama lima
abad (750-1258 M). Ada beberapa tokoh yang sangat berjasa dan sukses dalam penggulingan
Dinasti Ummawiyah, yakni :
1. Muhammad ibn Ali ibn Abd Allah ibn Al Abbas
Beliau adalah putra dari Ali ibn Abd Allah, yang merupakan seorang yang zuhud,
meningkatkan kualitas ibadah, dan juga baik dalam menjalin persahabatan dengan bani
Ummawiyah, sehingga ia pun diberi daerah kekuasaan oleh khalifah Walid ibn Malik,
yakni daerah Hummayyah yang terletak didekat Damaskus, tetapi anaknya yakni khalifah
Muhammad ibn Ali termasuk seseorang yang cerdas dan Ambisius terhadap kekuasaan, ia
pun dapat dikatakan sebagai perintis pergerakan.
2. Ibrahim al Imam
Ia adalah putra dari Muhammad ibn Ali, dan Ia adalah penerus kepemimpinan setelah
sepeninggalan ayahnya. Semasa kepemimpinannya mengalami kemajuan yang sangat
pesat, akan tetapi dengan kekuasaannya ia pun bermain dengan leluasa dengan kekuasaan
yang dimilikinya. Setelah Abu Muslim memberikan seperlima dari hartanya, lalu
diangkatnya Abu Muslim menjadi pemimpin di Khurasan, dan memberikan kekuasaan
kepada Abu Muslim untuk melakukan propaganda secar besar-besara, yaitu membunuh
siapa saja yang dicurigainya. 
3. Abu al Abbas as shafah
Setelah saudaranya Ibrahim al Imam meninggal dunia, maka Abu al Abbas as Shafah
menggantikan posisinya menjadi pemimpin, sampai benar-benar Dinasti Umayyah dapat
digulingkan. Ia pun langsung mengangkat dirinya menjadi khalifah pertama di Dinasti
Abbasiyah, dengan menggelari dirinya al Saffah yang berari sang penumpah darah.
4. Abu Muslim al Khurasani
Biasa ia menyebuit dirinya sebagai gubenur keluarga Muhammad (Amir al Muhammad),
kedudukan ini ia pangku sampai kekhalifahan as Shaffah, lalu pada masa pemerintahan
Abu Ja’far al Manshur, kebesaran Abu Muslim di balas dengan kejahatan, karena
dikhawatirkan membawa pengaruh kepada masyarakat. 
5. Abu salamah al Khalal
Beliau adalah salah satu tokoh yang dapat mempengaruhi ibrhim al Imam, yang mana
pada tahun 744 H Bukhayr ibn Mahan wafat, pada waktu ia mendapatkan persetujuan dari
Ibrahim al Imam untuk pengankatan menantunya, maka ia pun memakai gelar Wazir al
Muhammad atau mentri keluarga Muhammad, ia meruopakan seorang yang kaya raya,
dan ahli dalam perpolitikan, namun pada saat kesuksesan hampir tergapai, maka Khalifah
As shafah membunuhnya, atas persetujuan oleh Abu Muslim.

C. Gerakan Perjalanan Dinasti Abbasiyah


Pemerintahan Dinasti Abbasiyah dapat dibagi dalam dua periode. Periode I adalah masa
antara tahun 750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas sampai al-Mustakfi. Periode II
adalah masa 945-1258 M, yaitu masa al-Mu’ti sampai al-Mu’tasim. Pembagian periodisasi
diasumsikan bahwa pada periode pertama, perkembangan diberbagai bidang masih
menunjukkan grafik vertikal, stabil dan dinamis. Sedangkan pada periode II, kejayaan terus
merosot sampai datangnya pasukan Tartar yang berhasil mengancurkan Dinasti Abasiyyah.
Pada Pemerintahan Abasiyyah periode I, telah mengembangkan kebijakan-kebijakan politik
diantaranya adalah: 
a. Memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Bagdad
b. Memusnahkan keturunan Bani Umayyah
c. Merangkul orang-orang persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abasiyyah
memberi peluang dan kesempatan yang besar kepada kaum Mawali
d. Menumpas pemberontakan-pemberontakan
e. Menghapus politik kasta

Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah pada waktu itu
dibantu oleh wazir (perdana menteri) yang jabatannya disebut wizaraat. Wizaraat ini dibagi
menjadi 2 yaitu: pertama, wizaraat tafwid (memliki otoritas penuh dan tak terbatas), waziraat
ini memiliki kedaulatan penuh kecuali menunjuk penggantinya. Kedua, wizaraat tanfidz
(memiliki kekuasaan eksekutif saja) wizaraat ini tidak memiliki inisiatif selain melaksanakan
perintah khalifah dan mengikuti arahannya. 
Sedangkan untuk Model pemerintahan yang diterapkan oleh Abasiyyah bisa dikatakan
asimilasi dari berbagai unsur. Ini terlihat jelas dari adanya periodesasi atau tahapan
pemerintahan Abasiyyah.
Ciri-ciri yang menonjol pada masa pemerintahan Abasiyyah yang tidak terdapat di zaman
Umayyah adalah : 
1. Dengan berpindahnya ibu kota ke Bagdad, pemerintah Bani Abbas menjadi jauh dari
pengaruh arab, sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab. Dalam
periode pertama dan ketiga pemerintahan Abaasiyyah, pengaruh kebudayaan Persia
sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa turki sangat dominan dalam
politik dan pemerintahan dinasti ini.
2. Dalam penyelenggaraan negara, pada Bani Abbasiyyah jabatan wazir, yang membawahi
kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada maasa pemerintahan Bani Abbas,
sebelumnya belum ada tentara yang profesional.

D. Kemajuan dan Kemunduran Daulah Abbasiyah


Kekuasaan pada periode Bani Abbas ini menerapkan pola pemerintahan berbeda-beda
sesuai dengan kondisi politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan dan politik
terbagi menjadi lima periode, yakni:
1. Periode Awal atau Pengaruh Persia Pertama (750-847), Ada 10 khalifah yang memimpin
pada masa ini, telah dikatakan pada awal pembahasan bahwa salah satu ciri pemerintahan
Abasiyyah adalah adanya unsur non Arab yang mempengaruhi pemerintahannya seperti
Persia dan Turki. Pada awal pemerintahannya Abasiyyah lebih cenderung seperti
pemerintahan Persia dimana raja mempunyai kekuasaan absolut yang mendapat mandat
dari tuhan. Masa inilah yang mengantarkan abasiyyah pada puncak kejayaannya. 
Wilayah kekuasaannya membentang dari laut Atlantik hingga sungai Indus, dan dari Laut
kaspia ke sungai Nil. 
2. Periode Lanjutan atau Turki Pertama (847-945), Ada 13 khalifah yang memerintah pada
masa ini, masa ini ditandai dengan kebangkitan orang Turki salah satu cirinya adalah
orang Turki memegang jabatan penting dalam pemerintahan, terbukti dengan
dibangunnya kota Samarra’ oleh al-Mu’tashim. Sepeninggal al-Mutawakkil, para jenderal
Turki berhasil mengontrol pemerintahan, sehingga khalifah hanya dijadikan sebagai
“boneka” atau simbol seperti khalifah al-Muntanshir, al-Mustain, al-Mu’tazz, al-Muhtadi.
Pada masa ini pula dinamakan pada masa disintegrasi. Disintegrasi yang pada akhirnya
menjalar kenegara yang lebih luas, sehingga banyak negara yang memisahkan diri dari
Dinasti Abbasiyah dan menjadi wilayah yang merdeka, misalnya Afrika Utara, Spanyol,
Persia. 
3. Periode Buwaihiyah atau pengaruh persia kedua (945-1055), Ada 5 khalifah yang
memerintah pada masa ini, masa ini berjalan lebih dari 150 tahun, namun secara de facto
kekuasaan khalifah dilucuti dan bermunculan dinasti-dinasti baru. Kemunculan dinasti
Buwaihhiyyah ini, pada awalnya untuk menyelamatkan khalifah yang telah jatuh
sepenuhnya dibawah kekuasaan para pengawal yang berasal dari Turki. Dominasi bani
Buwaihiyyah berasal dari diangkatnya Ahmad bin Buwaih oleh al-Muktafie sebagai jasa
mereka dalam menyingkirkan pengawal-pengawal Turki. Pengangkatan ini merupakan
senjata makan tuan, dimana Ahmad bin Buwaih yang diangkat sebagai amir umara’
dengan gelar Muiz ad daulah menurunkan khalifah Muktafie.
Masa bani Buwaihiyyah ini, Abasiyyah menghadapi 2 polemik besar, yaitu: 
a. Adanya pemerintahan tandingan, yaitu berdirinya Fatimah (967-1171), dinasti
Samaniah di Khurasan (847-1055), dinasti hamidiah di Suriah (924-1003), dinasti
Umayyah di Spanyol (756-1030), dinasti Ghaznawiyah di Afganistan (962-1187).
b. Adanya perang ideologi antara syi’ah dan sunni. Sebenarnya, Buwaihiyyah
merupakan dinasti yang beraliran syi’ah, sehingga sejak awal pemerintahannya
mereka memaksakan upacara-upacara syi’ah seperti upacara kematian Husain cucu
Rasulullah harus diperingati, jika tidak mau maka akan dihukum atau disiksa. Namun
pemaksaan tersebut tidak berjalan lama karena herus berhadapan dengan masyarakat
Sunni ditambah dengan adanya manifesto Baghdad yang secara langsung
menghentikan propaganda Buwaihiyyah atas Syi’ah di Baghdad.
4. Periode Dinasti Saljukiyah Atau Pengaruh Turki Kedua (1054-1157 M). Masa ini berawal
ketika Seljuk mengontrol kekuasaan Abasiyyah dengan mengalahkan Bani Buwaihiyyah
dan berakhir dengan adanya serbuan Mongol. Kekuasaan Saljuk berawal ketika penduduk
Baghdad marah atas tindakan jenderal Arselan Basasieri yang memaksa rakyat Baghdad
untuk menganut syi’ah dengan cara menahan khalifah al-Qaim dan menghapuskan nama-
nama khalifah Abasiyyah diganti dengan nama khalifah Fatimiah. Kondisi ini tidak
berlangsung lama dengan dikalahkannya Arselan Basaseri oleh Tughrul Bey yang pernah
menjadi tentara bayaran Abasiyyah. Tughrul bey berhasil mendudukkan khalifah al-Qaim
pada jabatannya sebagai penguasa yang sah dan resmi dengan gelar kehormatan Sulthan
wa Malik As Syirqi wa Maghrib dan juga mengawinkannya dengan putri khalifah al-
Qaim, adapun khalifah yang memerintah masa pengaruh Turki kedua ada 11. Khalifah-
khalifah itu hanya mempunyai wewenang dalam bidang keagamaan saja, sedangkan
bidang lainnya dibawah dominasi Turki.
5. Bebas Dari Pengaruh Lain (1157-1258). Masa sesudah kekhalifahan Abasiyyah
sebenarnya bebas dari pengaruh manapun namun secara perlahan namun pasti menuju
kehancuran dimana setelah berakhirnya Mas’ud bin Muhammad yang menghabisi
kekuasaan Seljuk maka kekhalifahan Abasiyyah dikacau lagi dengan adanya kaum
khuarzamsyah dari Turki yang dulunya menjaddi pembantu Seljuk yang kemudian
menamakan diri dengan Atabeg (bapak raja/amir). Berkuasanya kaum Khuarzamsyah
dibawah kepemimpinan sultan Alaudin Takash memaksa khalifah Nashir (khalifah ke-31)
untuk mencari dukugan dari luar, dari bangsa Tartar  Mongol untuk menghancurkan
lawan politiknya, dan inilah yang menjadi kesalahan terbesar Abasiyyah, karena selain
menghancurkan Khurzamsyah bangsa Tartar juga memusnahkan Baghdad dan kota Islam
lainnya sehingga sampai masa hulagu khan cucu Jengis Khan Abasiyyah sudah habis
riwayatnya.

Pada masa Bani Abasiyyah dalam sistem pemerintahan mulai diadakan pembaharuan-
pembaharuan dalam ketentaraan diantaranya adalah dengan:
a. Membuka keanggotaan tentera bukan hanya untuk orang Arab saja akan tetapi juga
kepada orang non Arab.
b. Mengemas sistem pentadbiran dan struktur organisasi ketenteraan.
c. Memberikan Gaji dan hadiah kepada tentera, misalnya: Khalifah hadiahkan sebidang
tanah untuk menghargai jasa tentera. Cara ini dikenali sebagai "Al-Iqtha'.

Dengan melakukan beberapa pembaharuan-pembaharuan tersebut akhirnya tentara Islam


pada masa Bani Abasiyyah pun mengalami kejayaan.
Begitu juga bagian-bagian didalam kepemerintahan membentuk biro-biro pemerintah :
1. Diwanul Kitaabah (Sekretaris Negara) yang tugasnya menjalankan tata usaha Negara. 
2. Nidhamul Idary al-Markazy yaitu sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi
dalam beberapa propinsi yang dinamakan Imaarat, dengan gubernurnya yang bergelar
Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak otonomi terbatas; yang mendapat
otonomi penuh adalah “al-Qura” atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-
Qariyah. 
3. Amirul Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk menggantikan posisi
khalifah dalam keadaan darurat.
4. Baitul Maal, dengan tiga dewan; Diwanul Khazaanah untuk mengurusi keuangan Negara,
Diwanul al-Azra’u untuk mengurusi kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus Sila, untuk
mengurus perlengkapan angkatan perang.
5. Organisasi kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung), dan al-Sutrah al-
Qadlaiyah (jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim propinsi yang mengetuai
Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim kota yang mengetuai Pengadilan
Negeri).
6. Diwan al-Tawqi, dewan korespondensi atau kantor arsip yang menangani semua surat-
surat resmi, dokumen politik serta instruksi ketetapan khalifah, dewan penyelidik keluhan
departemen kepolisian dan pos.
7. Diwan al-nazhar fi al mazhalim, dewan penyelidik keluhan adalah jenis pengadilan
tingkat banding, atau pengadilan tinggi untuk menangani kasus-kasus yang diputuskan
secara keliru pada departemen administratif politik.
8. Diwan al-syurthah, departemen kepolisian yang dikepalai oleh seorang pejabat tinggi
yang diangkat sebagai shahih al syurthah yang berperan sebagai kepala polisi dan kepala
keamanan istana.
9. Diwan al-barid, departemen pos, yang dikepalai oleh seorang pejabat yang disebut shahih
al-barid, tugas departemen pos tidak terbatas pada memberikan layanan terbatas untuk
surat-surat pribadi akan tetapi juga dimanfaatkan untuk mengantar para gubernur yang
baru dipilih ke provinsi mereka masing-masing, juga untuk mengangkut tentara dan
barang bawaannya.

Popularitas Dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa Khalifah Harun ar Rasyid
dan putranya Al Ma’mun. Kekayaan banyak digunakannya dalam bentuk sosial, yakni dengan
berbagai macam pembangunan tempat dan sarana Umum. Pada masanya pula terdapat 800
tabib , dan pada masa inilah kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan,
kebudayaan, kesusteraan berada pada keemasannya. Dan pada masa inilah negara Islam,
menjadi negara kuat yang tak tertandingi. Begitu pula dengan putranya, yakni al makmun, ia
sangat cinta sekali dengan berbagai macam ilmu pngetahuan, sehingga pada masa
kekhalifahannya bernagai macam buku ia terjemahkan, dan tak segan-segan menggaji
berbagai penerjemah bahasa,pada masanya inilah yang menjadikan kota Bagdad menjadi
pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. 
Banyak sekali ilmuwan-ilmuwan yang di munculkan pada masa goldeng age ini, yang mana
pendidikan pada masa daulah Muawiyah hanya berada atau berpusat di masjid-masjid, maka
pada periode ini madrasah-madrasah dari semua tingkatan dimunculkan, dengan pelopor
Nizam  al Mulk, begitu juga dengan ilmu tafsir, ilmu Hadist, dan banyak lagi ilmu-ilmu, baik
itu ilmu eksak dan yang lainnya.
Sedangkan pada periode kedua masa pemerintahan Abbasiyah justru malah menurun,
wilayah-wilayah Islam satu persatu mulai terpecah dan tercerai berai, di Andalusia, muncul
Dinasti Ummawiyah kembali muncul yang mengangkat Abd al Rahman al Nashir menjadi
khalifah. Begitu juga di Afrika Utara, kelompok syiah al Islamiyah membentuk  Dinasti
Fathimiyah. Akibatnya pada periode abad ke 10 M ini sistem kekhalifahan akhirnya menjadi
terpecah menjadi tiga bagian, yakni Bagdad, Afrika Utara, dan Spanyol. Di Mesir,
Muhammad ikhsyid berkuasa atas nama Bani Abbas. Di Halb dan Mousil, Bani Hamdan
muncul, begitu pula di Yaman, syiah Zaydiyah semakin kuat dengan kelompoknya. Di
Bagdad, bani Buhawiyah berkuasa secara de Facto dan menjalankan pemerintahan Bani
Abbas, sehingga khalifah hanya tinggal nama saja.
Faktor-faktor yang menjadi sebab kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah:
1. Pertentangan internal keluarga. Seperti halnya al manshur melawan Abd Allah ibn Ali
pamannya sendiri. Konflik ini yang mengakibatkan keretakan psikologis yang
mendalamdan menghilangkan solidaritas keluarga, sehingga mengakibatkan campur
tangan kekuatan dari luar. 
2. Kehilangan kendali dan munculnya dinasti-dinasti kecil. Dengan buaian gemilang harta
dan kekuasaan yang mana setiap orang akan lupa atas kewajiban-kewajiban yang harus
dilakukan, dengan semua kekuatan dan berbagai macam cara akan dilakukan untuk
mencapai kekuasaan. Dan juga pada perdadana mentri seenaknya menggunakan kebijakan
dari khalifah, merekapun berturut-turut melakukan kekuatan dari luar. Dengan kekuatan
dari luar inii pun yang mengakibatkan kehancuran struktur kekuasaan dari dalam
kekhalifahn itu sendiri. Dengan lemahnya sistem pemerintahan pusat, sehingga telah
menggoda penguasa daerah utnuk melirik otonomisasi, seperti gubenur (amir) yang
berdomisili di wilayah barat kota Bagdad seperti Idrisyah, Fathimiyah, Ummawiyah II,
maupun yang berdomisili di Timur Bagdad, Tahiriyah, Samaniyah, untuk tidak lagi taat
kepada Khalifah pusat. Pada kekacauan ini Holagu Khan keturunan dari Jengis Khan
datang disertai dengan pasukan Tartar menghancurkan Bagdad dan meruntuhkan Bani
Abbasiyah.
BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Dinasti Abbasiyah adalah pengubah peradaban dunia Islam setelah Dinasti Ummawiyah.
Yakni selama lima abad, dari 750-1258 M. Dinasti ini pun berasal dari nama keluarga Bani
Hasyim, yang seketurunan dengan nabi Muhammad SAW. Pada zaman Abbasiyah konsep
kekhalifahan (pemerintahan) berkembang sebagai sistem politik. Pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya.
Selama lima abad, pemerintahan ini pun ada 37 khalifah yang menjalankan amanah menjadi
pemimpin muslimin. Pemerintahan Dinasti Abbasiyah dapat dibagi dalam dua periode.
Periode I adalah masa antara tahun 750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas sampai
al-Mustakfi. Periode II adalah masa 945-1258 M, yaitu masa al-Mu’ti sampai al-Mu’tasim.
Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu
oleh wazir (perdana menteri) yang jabatannya disebut wizaraat. Wizaraat ini dibagi menjadi 2
yaitu: pertama, wizaraat tafwid (memliki otoritas penuh dan tak terbatas), periode Bani
Abbasiyah membawa peradaban keemasan Islam di penjuru dunia. Sedangkan pada abad ke
10 M ini sistem kekhalifahan akhirnya menjadi terpecah menjadi tiga bagian, yakni Bagdad,
Afrika Utara, dan Spanyol. Di Mesir, Muhammad ikhsyid berkuasa atas nama Bani Abbas. Di
Halb dan Mousil, Bani Hamdan muncul, begitu pula di Yaman, syiah Zaydiyah semakin kuat
dengan kelompoknya. Di Bagdad, bani Buhawiyah berkuasa secara de Facto dan menjalankan
pemerintahan Bani Abbas, sehingga khalifah hanya tinggal nama saja. Faktor-faktor yang
menjadi sebab kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah: 1. Faktor internal, dari keluarga
khalifah, untuk merebutkan kekuasaan. 2. Kehilangan kendali dan munculnya dinasti-dinasti
kecil. Dengan ketidak seimbangnya kekuasaan dalam negeri maka tibalah pasukan Tartar
yang dipimpin oleh Hulagu Khan, menumbangkan Dinasti Abbasiyah. Sehingga runtuhlah
Dinasti yang telah berkibar selama lima Abad.

B. Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca agar tidak menjadikan makalah ini satu-satunya
rujukan yang dijadikan sebagai sarana informasi ilmu yang berkaitan dengan bani Abbasiyah
itu sendiri. Karena pada makalah ini tentunya masih banyak hal-hal yang belum sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan. Hasan Ibrahim,2001, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Kalam Mulia
2. Syalabi,2003, Sejarah dan kebudayaan Islam 2, Jakarta: PT Pustaka Al Husna Baru
3. Rofiq, Choirul, 2009, Sejarah Peradaban Islam- Dari Masa Klasik Hinga Modern, Ponorogo:
STAIN Press
4. Maryam. Siti,2004, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hinga
Modern,Yogyakarta:LESFI
5. Hitti.Philip K,2005.History of the Arabs,Jakarta: PT Serambi ilmu Semesta
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Proses Terbentuknya Dinasti Abbasiyah

B. Tokoh Pada Masa Dinasti Abbasiyah

C. Gerakan Perjalanan Dinasti Abbasiyah

D. Kemajuan dan Kemunduran Daulah Abbasiyah

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas rahmat dan
ridho-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya, terutama bagi penulis untuk lebih
dapat memahami setiap materi yang diajarkan dalam pelajaran ini.

Anda mungkin juga menyukai