Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekhalifahan Abbasiyah atau Bani Abbasiyah merupakan
kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad, Irak. Pada masanya
kekhalifahan Abbasiyah berkembang pesat dan menjadikan Islam sebagai pusat
pengetahuan dunia.
Kekuasaannya dimulai setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan
menaklukkan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah merujuk
kepada keturunan paman termuda Nabi Muhammad seperti yang diceritakan
dalam sejarah peristiwa isra miraj, Abbas bin Abdul Muthalib (566 – 652) dan
itu sebabnya juga masih termasuk kepada Bani Hasyim.
Bani Abbasiyah menjadi dinasti kekhalifahan terlama sepanjang sejarah
berdirinya agama Islam yang berkuasa mulai tahun 750 M – 1258 M (132 H –
656 H), dan ibukota pemerintahan dipindahkan ke Baghdad dari Damaskus
pada 762 M. Dalam sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah, mereka memerintah
seluruh Asia Barat dan Afrika Utara.
Bani Abbasiyah lebih fokus kepada dataran Irak dan Iran daripada
wilayah pesisir seperti Israel, Suriah, Lebanon dan Mesir. Baghdad dengan
cepat berkembang menjadi kota besar dan maju dihuni oleh sekitar hampir
setengah juta orang pada tahun 800-an masehi.
Banyak kelompok bangsa berbeda yang tinggal di Baghdad seperti
Arab, Persia, Yahudi dan Yunani, dengan bahasa Arab, Aram dan Persia.
Selain Islam yang menjadi agama mayoritas, ada juga penganut agama lain
seperti Kristen, Yahudi dan Zoroaster.
Pemerintahan Abbasiyah berkembang selama tiga abad dan mulai
meredup setelah bangsa Turki yang sebelumnya menjadi bagian dari tentara
kekhalifahan bernama Mamluk mulai naik daun. Hingga sekarang, keturunan
dari Bani Abbasiyah termasuk suku al – Abbasi banyak tinggal di timur laut
Tikrit, Irak.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pendirian dinasti abbasiyyah ?
2. Bagaimana pola pemerintahan dinasti abbasiyyah ?
3. Bagaimana ekspansi wilayah dinasti abbasiyyah ?
4. Bagaimana peradaban islam pada masa dinasti abbasiyyah ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pendirian dinasti abbasiyyah;
2. Untuk mengetahui pola pemerintahan dinasti abbasiyyah;
3. Untuk mengetahui ekspansi wilayah dinasti abbasiyyah;
4. Untuk mengetahui peradaban islam pada masa dinasti abbasiyyah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Awal Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah berdiri setelah mereka berhasil menaklukkan Dinasti
Umayyah. Keturunan Al-Abbas menjadi pendiri dinasti Abbasiyah, yaitu
Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas.
Kelompok Abbasiyah merasa lebih layak memegang tonggak
kekuasaan daripada Bani Umayyah karena mereka berasal dari Bani Hasyim
yang lebih dekat garis keturunannya dengan Nabi Muhammad. Saat
itulah sejarah runtuhnya bani Umayyah.
Sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah tidak dapat dilepaskan dari
peperangan yang berdarah dan bergejolak. Pada awalnya, cicit dari Abbas
bernama Muhammad bin Ali berkampanye untuk mengembalikan kekuasaan
pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsi ketika Umar bin Abdul
Aziz masih memerintah. Pertentangan semakin memuncak pada masa
pemerintahan khalifah Marwan II.
Menjelang berakhirnya dinasti Umayyah, ada kelompok dari Bani
Hasyim yang teraniaya sehingga melakukan perlawanan. Kelompok Bani
Hasyim keturunan Ali dipimpin oleh Abu Salamah dan keturunan Abbas
dipimpin oleh Ibrahim Al- Iman.
Selain itu juga ikut kelompok keturunan bangsa Persia, pimpinan Abu
Musli al-Khurasany bekerja sama menaklukkan dinasti Umayyah. Pada
akhirnya kaum Abbasiyah berhasil menaklukkan pemimpin terakhir Umayyah,
yaitu Marwan bin Muhammad. Abu Abbas al-Saffah berhasil meruntuhkan
Bani Umayyah dan diangkat sebagai khalifah.
Selama tiga abad bani Abbasiyah memegang kekuasaan kekhalifahan,
mengusung kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan kembali ilmu
pengetahuan dan pengembangan budaya di Timur Tengah.

2. Pola Pemerintahan Dinasti Abasiyyah

3
Pada zaman Abbasiyah, konsep kekhalifahan berkembang sebagai
sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin dinasti Abbasiyah,
kedaulatan yang ada pada pemerintahan (khalifah) adalah berasal dari Allah.
Bukan berasal dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan
Umar pada zaman Khulafaur Rasyidin. 
Hal ini dapat dilihat dengan perkataan al-Mansur "saya adalah sultan
Tuhan diatas buminya". Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda
sesuai dengan perubahan social, politik, ekonomi dan budaya yang terjadi
disetiap masa tersebut. Dinasti Abbasiyah dibagi menjadi 5 fase pemerintahan,
dan sistem politik yang dijalankan oleh dinasti Abbasiyah I adalah :
 Para khalifah tetap dari keturunan arab, sedang para Menteri, panglima,
gubernur, dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan
mawali.
 Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat
kegiatan politik, ekonomi, social dan kebudayaan.
 Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan
mulia.
 Kebebasan berfikir sebagai hak asasi manusia yang diakui sepenuhnya.
 Para Menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan
tugasnya dalam pemerintahan.
Selanjutnya, dinasti Abbasiyah dalam periode II, III, dan IV mengalami
penurunan terhadap politik nya terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini
dikarenakan negara-negara bagian sudah tidak menghiraukan pemerintahan
pusat, kecuali politik saja. Panglima didaerah sudah berkuasa didaerahnya, dan
mereka mendirikan (membentuk) pemerintahan sendiri. Misalnya dinasti
Umayyah yang muncul kembali di Andalusia (Spanyol) dan dinasti
Fathimiyah. Pada awal masa berdirinya dinasti Abbasiyah ada 2 tindakan yang
dilakukan oleh para khalifah guna mengamankan dan mempertahankan dari
kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan, yaitu tindak
keras terhadap bani Umayyah dan pengutamaan orang-orang turunan Persia.

4
Dalam menjalankan pemerintahan, Abbasiyah dibantu oleh seorang
wazir (perdana Menteri) dan jabatannya disebut dengan wizarat. Sedangkan
wizarat terbagi menjadi 2 yaitu,
 Wizarat tanfiz (sistem pemerintahan presidensial) yaitu wazir hanya
sebagai pembantu khalifah dan bekerja atas nama khalifah.
 Wizarat tafwidl (parlemen cabinet) yang mana wazir memiliki kuasa
penuh atas pemerintahan dan khalifah hanya sebatas formalitas
lambang atau sebagai pengukuh dinasti lokal atau gubernurnya
khalifah.
Untuk membantu khalifah dalam menjalankan tata usaha negara
diadakan sebuah dewan yang bernama diwanul kitabah (secretariat negara)
yang dipimpin oleh seorang raisul kitab (sekretaris negara), dan dalam
menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa raisul diwan
(Menteri departemen). Tata usaha negara bersifat sentral yang dinamakan an-
Nidzamul Idary al-Markazy. Selain itu, dalam zaman daulah Abbasiyah juga
didirikan Angkatan perang, Amirul umara, Baitul mal, organisasi kehakiman,
dsb. Masa 5 periode pemerintahan daulah bani Abbasiyah, antara lain :
 Periode Pertama (750-847 M)
Pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah mencapai masa
emasnya. Secara politik, khalifah merupakan tokoh sesungguhnya yang kuat
dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Disisi lain,
kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil
menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam
islam.
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat.
Yaitu dari tahun 750-754 M. Karena itu, Pembina hakiki dari dinasti
Abbasiyah adalah Abu Ja'far al-Mansur (754-775M). Pada awal mula, ibu kota
adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk memantapkan dan menjaga
stabilitas negara yang baru berdiri, al-Mansur memindahkan ibu kota negara ke
kota baru yang dibangunnya, Baghdad, dekat ibu kota bekas Persia, Ctesiphon,
Tahun 762 M. dengan demikian pusat  pemerintahan dinasti Abbasiyah berada

5
ditengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru tersebut, al-Mansur
melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat
sejumlah personal untuk menduduki jabatan di Lembaga eksekutif dan
yudikatif. Dibidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan
mengangkat wazir sebagai coordinator departemen. Jabatan wazir yang
menggabungkan sebagian fungsi perdana Menteri dengan Menteri dalam
negeri itu selama lebih dari 50 tahun berada ditangan keluarga terpandang
berasal dari Balkiah, Persia (Iran). Wazir yang pertama adalah Khalid bin
Barmak, kemudian digantikan oleh anaknya, Yahya bin Khalid. Yang terakhir
ini kemudian mengangkat anaknya Ja'far bin yahya menjadi gubernur Persia
barat dan kemudian Khurasan. Pada masa tersebut, persoalan-persoalan
administrasi negara lebih banyak ditangani oleh keluarga Persia itu. Masuknya
keluarga non arab ini kedalam pemerintahan merupakan unsur pembeda antara
dinasti Umayyah yang berorientasi ke bangsa arab.
Khalifah al-Mansur juga membentuk Lembaga protocol negara,
sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping membenahi Angkatan
bersenjata. Dia menunjuk Muhammad Ibn Abdul ar-Rahman sebagai hakim
pada Lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa
dinasti Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Jikalau
dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur jawatan pos
digunakan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga
administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos
bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah
yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan
memantapkan keamanan didaerah perbatasan. Dipihak lain, dia berdamai
dengan caisar Costantine V dan selama genjatan senjata 758-765M, Byzantium
membayar umpeti tahunan. Pada masa al-Mansur pengertian khalifah kembali
berubah. konsep khilafah dalam pandangannya dan setelahnya merupakan
mandate dari Allah bukan dari manusia,, bukan pula sebagai pelanjut nabi
sebagaimana pada masa Khulafaur Rasyidin. Popularitas dinasti Abbasiyah

6
mencapai puncaknya dimasa Harun ar-Rasyid (786-809M) dan putranya al-
Ma'mun (813-833 M). kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun ar-Rasyid
untuk keperluan social, rumah sakit, Lembaga Pendidikan dokter dan farmasi
didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud dimasa ini.
Kesejahteraan social, kesehatan, Pendidikan, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan serta kesastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa
inilah negara islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak
tertandingi.
Dengan demikian, telah terlihat bahwa pada masa Harun ar-Rasyid
lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dibanding
dengan perluasaan wilayah yang sejatinya sudah luas. Orientasi kepada
pembangunan peradaban dan kebudayaan ini menjadi unsur pembanding
lainnya dengan dinasti Umayyah. Al-Ma'mun setelah ar-Rasyid dikenal sebagai
khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya,
penerjemahan buku asing digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu
karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bayt al-Hikmah, pusat
penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan
yang besar, pada masa al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat
peradaban, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Al-mu'tashim (833-842M)
khalifah setelahnya memberikan peluang besar kepada orang Turki untuk
masuk kedalam pemerintahan. Demikian ini dengan dilatar belakangi dengan
adanya persaingan antara golongan arab dan Persia pada masa al-ma'mun dan
sebelumnya. Keterlibatan mereka dimulai sebagai tantara pengawal. Tak
seperti masa dinasti Umayyah, dinasti Abbasiyah mengganti sistem
ketentaraan. Praktek orang muslim mengikuti perang sudah berakhir. Tentara
dibina khusus menjadi prajurit-prajurit professional. Dengan demikian,
kekuatan militer Abbasiyah menjadi sangat kuat.
Dalam periode ini sebenarnya banyak Gerakan politik yang
mengganggu stabilitas. Baik dari segi Abbasiyah maupun dari luar. Gerakan-
gerakan seperti itu, seperti Gerakan sisa-sisa dinasti Umayyah dan kalangan
intern dinasti Abbas dan lainnya dapat dipadamkan. Dalam kondisi seperti itu,

7
para khalifah memiliki prinsip kuat sebagai pusat politik dan agama religious.
Apabila tidak, seperti pada periode setelahnya, stabilitas tak dapat lagi di
control, bahkan khalifah sendiri berada dibawah pengaruh kekuasaan yang lain.
 Periode Kedua (847-945 M)
Perkembangan kebudayaan, peradaban serta kemajuan besar yang
dicapai Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk
hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Kehidupan mewah para khalifah
ini ditiru oleh para hartawan dan anak-anak pejabat. Demikian ini
menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin.
Kondisi ini memberi peluang kepada tentara professional turki yang semula
diangkat oleh khalifah al-Mu'tashim untuk mengambil alih kendali
pemerintahan. Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaan sesungguhnya
berada ditangan mereka, sementara kekuasaan dinasti Abbas didalam khilafah
Abbasiyah yang didirikannya mulai pudar. Hal tersebut merupakan titik utama
awal runtuh nya dinasti Abbasiyah, meskipun dapat bertahan hingga lebih dari
400 tahun.
Khalifah al-Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari
periode ini adalah seorang khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahan nya
orang turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat. Setelah ia wafat, merekalah
yang memilih dan mengangkat khalifah. Dengan demikian kekuasaan tidak lagi
berada ditangan bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan
khalifah. Sebenarnya terdapat beberapa cara untuk melepaskan diri daeri
genggaman tantara turki tersebut, tetapi cara tersebut selalu gagal. Dari 12
khalifah dari periode kedua tersebut hanya 4 orang yang wafat dengan wajar.
Selebihnya dibunuh atau diturunkan dari tahtanya dengan paksa. Wibawa
khalifah merosot tajam. Setelah tantara turki melemah dengan sendirinya,
didaerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekaan diri
dari kekuasaan pusat dan mendirikan dinasti-dinasti kecil. Inilah awal mula
masa disintegrasi dalam sejarah politik islam. Adapun factor penting yang
menyebabkan kemunduran Abbasiyah adalah :

8
Luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan. Sementara
komunikasi lambat. Bersamaan dengan itu, tingkat kepercayaan dikalangan
para penguasa dan pelaksana sangat rendah.
Dengan profesionalisasi tantara, ketergantungan terhadap mereka
sangat tinggi.
Kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tantara sangat besar,
setelah khalifah merosot, khalifah tak sanggup memaksa pengiriman pajak ke
Baghdad.
 Periode Ketiga (945-1055 M)
Pada periode ini, Abbasiyah berada dibawah kekuasaan dinasti Buwaih.
Keadaan khalifah lebih buruk dari sebelumnya karena dinasti Buwaih
merupakan penganut syi'ah. Khalifah tak lebih sebagai pegawai yang
diperintah dan diberi gaji. Dinasti Buwaih membagi kekuasaannya menjadi 3
bersaudara, Ali untuk bagian selatan negara Persia, Hasan untuk wilayah
bagian utara, dan Ahmad untuk wilayah al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad.
Dengan demikian Baghdad pada periode ini tidak lagi menjadi pusat
pemerintahan islam karena telah pindah ke Syiraz dimasa berkuasanya Ali bin
Buwaih yang memiliki kekuasaan Bani Buwaih. Meskipun demikian, dalam
bidang ilmu pengetahuan Abbasiyah terus mengalami kemajuan di periode ini.
Dimasa inilah muncul pemikir-pemikir besar seperti al-Farabi, Ibn Sina, Ibn
Maskawaih, dan kelompok studi Ikhwan as-Safa. Bidang ekonomi, pertanian,
dan perdagangan juga mengalami kemajuan. Kemajuan ini juga diikuti dengan
pembangunan masjid dan rumah sakit. Pada masa Buwaih berkuasa di
Baghdad, telah terjadi beberapa kali kerusuhan aliran ahlusunnah dan syi'ah,
pemberontakan tentara, dan sebagainya.
 Periode Keempat (1055-1199 M)
Periode ini ditandai dengan adanya kekuasaan dinasti Seljuk atas
Dinasti Abbasiyah. Kehadiran bani Seljuk ini adalah atas undangan khalifah
untuk melumpuhkan kekuatan Buwaih di Baghdad. Keadaan khalifah memang
membaik, paling tidak karena kewibawaannya dalam bidang agama kembali
setelah beberapa lama dikuasai oleh orang-orang syi'ah. Sebagaimana

9
diperiode sebelumnya, ilmu penetahuan juga berkembang di periode ini.
Nidzam al-Mulk, perdana Menteri pada masa Ali Arselan dan Malik Syah
mendirikan madrasah Nidzamiyah (1067M) dan madrasah Hanafiyah di
Baghdad. Cabang-cabang madrasah nidzamiyah didirikan hampir disetiap kota
di Irak dan Khurasan. Madrasah ini menjadi model bagi perguruan tinggi
dikemudian hari. Dari madrasah ini telah lahir banyak cendekiawan islam dari
berbagai fokus disiplin ilmu. Diantaranya adalah al-Zamakhsari, penulis dalam
bidang tafsir dan teologi, al-Ghazali dalam bidang ilmu tasawwuf dan ilmu
kalam, dan Umar Khayyam dalam bidang perbintangan. Dalam bidang politik,
pusat kekuasaan juga tak terletak di Baghdad. Mereka membagi wilayah
kekuasaan menjadi beberapa provinsi dengan seorang gubernur yang
mengepalainya. Pada masa pusat kekuasaan melemah, masing-masing provinsi
tersebut memerdekakan diri. Konflik dan peperangan yang terjadi diantara
mereka melemahkan mereka sendiri, dan sedikit-sedikit kekuasaan politik
khalifah menguat kembali, terutama untuk Irak. Kekuasaan tersebut berakhir di
Irak ditangan Khawarizm Syah pada tahun 590 H (1199 M).
 Periode Kelima (1199-1258 M) 
Pada masa periode kelima masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti
lain, tetapi kekuasaan nya hanya efektif disekitar kota Baghdad dan diakhiri
oleh invasi dari bangsa mongol.

3. Ekspansi Wilayah Dinasti Abbasiyyah


Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, luas wilayah kekuasaan
Islam semakin bertambah, meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani
Umayyah, antara lain Hijaz, Yaman Utara dan Selatan, Oman, Kuwait, Irak,
Iran (Persia), Yordania, Palestina, Lebanon, Mesir, Tunisia, Al-Jazair, Maroko,
Spanyol, Afganistan dan Pakistan, dan meluas sampai ke Turki, Cina dan juga
India.1
Khalifah Al-Manshur berusaha menaklukan kembali daerah-daerah
yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan

1
Murodi,sejarah-islam-ma,karya tiha putra, hal 51.

10
keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-usaha tersebut adalah merebut
benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia, dan Cicilia pada
tahun 756-758 M. Ke utara, bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan
mendekati selat Bosporus.
Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama
genjatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Bala
tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus,
Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian lain Oksus dan India.2

4. Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyyah


Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah khususnya pada masa
kekhalifahan Harun ar-rasyid dan putranya Al Makmun adalah masa
keemasan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dalam dunia islam Pada masa ini
pula umat Islam telah memberikan kebebasan bagi berperangnya akal dan
pikiran untuk kemajuan manusia saat itu. Pada masa kekhalifahan ini pula
hasil pemikiran manusia dan para ahli ilmu dari berbagai bangsa di dunia yang
saat itu berkembang saling melengkapi dan menambah kemajuan ilmu
pengetahuan dalam dunia islam.3 Di samping banyak bermunculan karya-
karya ilmuwan muslim bermunculan pula karya-karya berbahasa asing
terutama bahasa Yunani yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab buku-buku
dari berbagai bahasa dan berbagai judul itu dipilih dan diserahkan kepada para
ilmuwan muslim untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Khalifah
menyediakan dana yang sangat besar untuk kegiatan penerjemahan ini. Yang
menarik dari perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah
adalah bahwa sebagian besar orang-orang yang berkecimpung dalam bidang
ini tidak hanya berasal dari bangsa Arab muslim atau dikenal dengan kaum
mawali. Kaum mawali adalah muslim yang berasal dari bangsa non-arab
terutama orang-orang yang berasal dari Persia. Para ilmuwan muslim pada
masa Bani Abbasiyah menjelajahi tiga benua untuk menuntut ilmu

2
Carl brocjkmann,history of the Islamic peoples, (London : reotledge & kagen paul,1982),hal.111
3
Bahroin suryantara, Sejarah Kebudayaan Islam, Yudhistira, Jakarta 2010, hlm. 12

11
pengetahuan. Ketiga benua yang dipilih adalah benua Asia Eropa dan Afrika.
Dari 3 benua ini dianggap mengalami kemajuan yang sangat pesat dari semua
ilmu pengetahuan. Setelah kembali dari tempat pengembaraan para ilmuwan
muslim membaca dan menerjemahkan buku-buku tersebut. Dalam waktu yang
lama mereka berusaha menggali berbagai pengetahuan dan kemudian menulis
berbagai buku terutama buku-buku dalam bentuk Dairatul Ma'arif atau saat ini
lebih dikenal dengan sebutan ensiklopedia. Dari buku-buku itulah masyarakat
muslim saat itu belajar dan terus mengembangkan pengetahuannya di berbagai
masjid yang saat itu dijadikan sebagai pusat kegiatan pendidikan. Dengan
semakin giat nya kaum muslimin mempelajari berbagai ilmu dari berbagai
buku yang ditulis oleh para ilmuwan muslim dan buku-buku berbahasa asing
yang diterjemahkan oleh mereka Maka masyarakat Islam pada masa itu
menunjuk perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat luar biasa. Ilmu
pengetahuan dan kebudayaan Islam berkembang pula di negara-negara barat
(EROPA). Disana perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban umat Islam
berkembang tidak kalah pesatnya. Berbagai hasil penemuan dan penelitian
ilmiah dibukukan oleh para ilmuwan muslim. Kegiatan penerjemahan dari
berbagai buku karya ilmuwan besar Eropa terus menerus berlangsung.
Pembangunan tempat kegiatan kegiatan belajar sangat pesat dan sangat
diperhatikan oleh para penguasa muslim yang ada di sana. Kegiatan-kegiatan
belajar diikuti oleh umat Islam dari berbagai kalangan. Kota-kota besar dan
berbagai peninggalan yang saat ini masih dapat disaksikan merupakan bukti
sejarah kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan umat Islam di masa Bani
Abbasiyah.
a. Tempat-tempat belajar
Ada yang menarik bahwa perpustakaan yang dibangun oleh umat
Islam juga dikunjungi oleh masyarakat Eropa dari berbagai agama mereka
membaca buku-buku tentang Islam dalam bahasa Arab masyarakat Eropa pada
waktu itu belajar banyak dari umat Islam itu pula yang menjadi sebab
tertariknya masyarakat Eropa untuk lebih jauh mempelajari Islam dan
akhirnya tak sedikit yang memeluk agama Islam. Dari kegiatan kegiatan

12
belajar dan perkembangan ilmu pengetahuan inilah kemudian muncul ilmuan-
ilmuan Islam yang terkenal dalam berbagai bidang. Ilmu-ilmu yang
berkembang sangat pesat di saat itu antara lain adalah agama sastra filsafat
fiqih Tafsir dan Hadits. Masjid-masjid Di samping sebagai tempat beribadah
juga merupakan sekolah utama bagi umat Islam pada masa Bani Abbasiyah
pertama Selain itu masjid juga dijadikan sebagai pusat perkembangan ilmu
pengetahuan dan penelitian. Misalnya masjid Basrah yang ada di Irak. Di
masjid ini kaum muslimin mempelajari ilmu pengetahuan tentang Al Quran
Hadits fiqih tafsir akhlak dan lain-lain. Hal itulah yang menjadikan ilmu
pengetahuan di kota Basrah ini mengalami kemajuan yang luar biasa. Adapun
orang-orang yang berasal dari bukan Arab, mereka harus terlebih dahulu
mempelajari bahasa Arab. Mereka mempelajari bahasa Arab dengan kaidah-
kaidahnya dan juga harus mengikuti etika Islam agar dapat mempelajari ilmu
ilmu pengetahuan Islam khususnya Alquran dan hadis.. Dari waktu ke waktu
tempat tempat belajar pada masa Daulah Abbasiyah berkembang sangat pesat.
Hal ini disebabkan dengan semakin pesatnya gerakan penerjemahan berbagai
macam kitab atau buku dari berbagai bahasa dan bangsa ke dalam bahasa
Arab. Hal ini juga didukung dengan berkembangnya industri kertas yang terus
dikembangkan oleh para khalifah untuk menunjang majunya penerbitan buku
buku.4 Pada mulanya tempat-tempat belajar pada masa itu tidak berbentuk
madrasah atau sekolah atau Pesantren sebagaimana yang ada pada masa kini.
Tempat belajar ketika itu hanya merupakan tempat orang-orang yang
berkumpul untuk belajar ilmu pengetahuan tempat-tempat tersebut antara lain
sebagai berikut :
1. Kuttab, yaitu tempat belajar untuk tingkat pendidikan rendah dan
menengah.
2. Masjid, ya itu yang biasa dipakai belajar untuk tingkat pendidikan yang
lebih tinggi.
3. Majlis Muhadharah, yaitu majelis Tempat bertemunya para ulama,
sarjana, ahli fikir untuk membahas masalah masalah ilmiah.

4
Bahroin suryantara, Sejarah Kebudayaan Islam, Yudhistira, Jakarta 2010, hlm. 13

13
4. Darul Hikmah, didirikan oleh Khalifah Al Makmun. Darul Hikmah
adalah perpustakaan terbesar pada masa Bani Abbasiyah. Di tempat ini
juga disediakan tempat tempat belajar bagi pengunjung perpustakaan.
Disamping itu dibangun pula sebuah perguruan tinggi yang diberi nama
Darul Hikmah.
5. Madrasah, pertama kali didirikan oleh Perdana Menteri Nidhamul
Muluk yang memerintah pada tahun 456-485 H. Madrasah tersebut
didirikan di kota Baghdad, Basrah, Muro, Thabaristan, naisabur, Hara,
Isfahan, dan kota kota lainnya. Madrasah madrasah yang didirikan mulai
dari tingkat dasar menengah dan perguruan tinggi seperti yang ada pada
saat ini.
b. Kegiatan Menerjemah
Kemajuan yang dicapai oleh umat Islam pada masa Daulah Abbasiyah
khususnya pada masa Khalifah Al Mansur, salah satunya disebabkan oleh
adanya gerakan penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab. Buku-
buku Terjemahan ini sangat membantu umat Islam dalam mempelajari dan
memahami berbagai cabang ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa dan
bangsa. Di antaranya kitab atau buku bidang sejarah ilmu kalam filsafat, ilmu
kalam, ilmu pasti, musik, dan lain-lain. Proses penerjemahan buku-buku asing
tersebut tidak langsung diterjemahkan ke dalam bahasa Arab tetapi terlebih
dahulu diterjemahkan ke dalam bahasa Syria bahasa sirih adalah bahasa ilmu
pengetahuan di Mesopotamia pada waktu itu bahasa syriac kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada masa-masa berikutnya
penerjemahan dilakukan langsung ke dalam bahasa Arab.
c. Pusat pusat kegiatan ilmu Pengetahuan
Kota-kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan pada masa Daulah
Abbasiyah terus bertambah. Hal ini disebabkan dengan semakin semangat dan
bertambahnya umat Islam yang hendak menuntut dan sekaligus memperdalam
ilmu pengetahuan di berbagai bidang. Kota-kota yang menjadi pusat ilmu
pengetahuan oleh khalifah dilengkapi dengan berbagai fasilitas atau
perlengkapan Hal ini dilakukan untuk mempermudah kaum muslimin mencari

14
sumber dan informasi tentang ilmu pengetahuan yang diminatinya. Adapun
kota-kota besar yang menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan pada
masa kekhalifahan Bani Abbasiyah antara lain Mekah, Madinah, Kufah,
Damaskus, Fusthat, dan Qairawan. Sedangkan beberapa kota baru yang
dibuka sebagai pusat pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah antara lain
Baghdad, Isfahan, Naisabur, Basrah dan lain-lain.
d. Bidang sosial dan budaya
Di antara kemajuan dalam bidang sosial budaya adalah terjadinya
proses akulturasi dan asimilasi masyarakat. Seni arsitektur yang dipakai dalam
pembangunan istana dan kotakota, seperti pada istana qohsrul dzahabi, dan
qoshrul khuldi. Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni
musik. Pada masa ini lahir seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti
Abu Nawas Abu athaHiyah, Al-Mutanabby, Abdullah bin Muqafa dan lain-
lainnya. Karya buah pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini.
e. Bidang politik dan militer
Pemerintah dinasti Abbasiyah membentuk Departemen Pertahanan dan
Keamanan yang disebut diwanul Jundi. Departemen ini yang mengatur semua
yang berkaitan dengan kemiliteran dan pertahanan keamanan. Pembentukan
lembaga ini didasari atas kenyataan politik militer bahwa pemerintah dinasti
Abbasiyah banyak terjadi pemberontakan dan bahkan beberapa wilayah
berusaha memisahkan diri dari pemerintah dinasti Abbasiyah

BAB III
PENUTUP

15
A. Kesimpulan
Wizarat terbagi menjadi 2 yaitu,
 Wizarat tanfiz (sistem pemerintahan presidensial) yaitu wazir hanya
sebagai pembantu khalifah dan bekerja atas nama khalifah.
 Wizarat tafwidl (parlemen cabinet) yang mana wazir memiliki kuasa
penuh atas pemerintahan dan khalifah hanya sebatas formalitas
lambang atau sebagai pengukuh dinasti lokal atau gubernurnya
khalifah.
 Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, luas wilayah kekuasaan
Islam semakin bertambah, meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani
Umayyah, antara lain Hijaz, Yaman Utara dan Selatan, Oman, Kuwait,
Irak, Iran (Persia), Yordania, Palestina, Lebanon, Mesir, Tunisia, Al-
Jazair, Maroko, Spanyol, Afganistan dan Pakistan, dan meluas sampai
ke Turki, Cina dan juga India.5
 Khalifah Al-Manshur berusaha menaklukan kembali daerah-daerah
yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan
memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-usaha
tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah
Coppadocia, dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara, bala
tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosporus.
 Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama
genjatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Bala
tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus,
Daylami di laut Kaspia, Turki di bagian lain Oksus dan India.6

DAFTAR PUSTAKA

Murodi,sejarah-islam-ma,karya tiha putra, hal 51.


5
Murodi,sejarah-islam-ma,karya tiha putra, hal 51.
6
Carl brocjkmann,history of the Islamic peoples, (London : reotledge & kagen paul,1982),hal.111

16
Carl brocjkmann,history of the Islamic peoples, (London : reotledge & kagen
paul,1982),hal.111
Bahroin suryantara, Sejarah Kebudayaan Islam, Yudhistira, Jakarta 2010, hlm.
12
Bahroin suryantara, Sejarah Kebudayaan Islam, Yudhistira, Jaka
https://sejarahlengkap.com/agama/islam/sejarah-berdirinya-dinasti-abbasiyah-
dalam-islam
https://www.kompasiana.com/ilnaf/5dadcac80d823005986e5ed3/sistem-
politik-pemerintahan-dan-bentuk-negara-pada-masa-dinasti-abbasiyah?
page=all#section1
https://muslimenergizer.wordpress.com/2011/11/17/dinasti-abbasiyyah/

17

Anda mungkin juga menyukai