PEMBAHASAN
Untuk mengetahui pengertian dan lapangan Teologi Islam. Terlebih dahulu harus
meninjau arti perkataan “Teologi dari segi bahasa bahwa : “Teologi” terdiri dari kata
“Theos” artinya “Tuhan”, dan “Logos” yang berarti “Ilmu”. Jadi “Theology” berarti “ilmu
tentang Tuhan” atau “ilmu Ketuhanan””. Artinya bahwa Theology adalah ilmu yang
membicarakan tentang Tuhan dan pertaliannya dengan manusia, baik berdasarkana kebenaran
wahyu ataupun berdasarkan penyelidikan akal murni.1
Pengertian lain dikemukakan oleh Ibnu Khaldun mengatakan bahwa ilmu kalam
(Teologi Islam) ialah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan iman
dengan menggunakan dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang
yang berdasarkan pada landasan yang kuat, yang tidak mudah diombang-ambingkan oleh
peredaran zaman. Dengan demikian teologi Ilsam adalah satu nama atau sebutan untuk ilmu
1. Titik Persamaan
Teologi Islam, filsafat dan tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian. Objek kajian
teologi Islam adalah ketuhanan dan segala sesuatau yang berkaitan dengan-nya. Objek kajian
1
A. Hanafi. Pengantar Teologi Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1980), h. 11.
2
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, (Jakarta:
Rajawali Press, 2010), h. 3.
3
Marhaeni Saleh, Pengantar Teologi Islam, (Makassar: Alauddin University Press, 2014), h. 3.
4
5
filsafat adalah masalah ketuhanan disamping masalah alam, manusia dan segala susuatu yang
ada.4 Sementara itu objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan
terhadapnya. Jadi dilihat dari aspek objeknya, ketiga ilmu itu membahasa masalah yang
Argumentasi filsafat sebagaimana teologi Islam, dibangun diatas dasar logika. Oleh
karena itu, hasil kajiannya bersifat spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara
empiris, riset, dan eksperimental.6 Kerelatifan hasil karya logika itu menyebabbkan
beragamnya kebenaran yang dihasilkannya. Baik teologi Islam, fisafat maupun tasawuf
berurusan dengan hal yang sama yaitu kebenaran. Teologi Islam, dengan metodenya sendri
berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan dengan-nya. Filsafat dengan
wataknya sendiri pula, berusaha menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun
manusia. Sementara itu tasawaufnya juga dengan metodenya yang tipikal, berusaha
2. Titik Perbedaan
Perbedaan di antara ketiga ilmu tersebut adalah terletak pada aspek metodologinya.
tampak nilai-nilai apologinya. Sementara itu filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan
untuk memperoleh kebenaran rasional. Metode yang digunakannya pun adalah metode
mengelanakan) akal budi secara radikal (mengakar) dan integral (menyuluruh) serta universal
(mengalam).
4
Lihat William I, Resee, Dictionary of Philosophy and Religion, (USA: Humanitas Press, 1980), 431.
Di kutip dalam bukunya Marhaeni Saleh, Pengantar Teologi Islam, Makassar: Alauddin University Press,
2014), h. 11.
5
Abdul Rozak dkk, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 39.
6
Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1990), h. 174.
7
Marhaeni Saleh, Pengantar Teologi Islam, h. 12.
6
Adapun ilmu tasawuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa daripada rasio. Oleh
sebab itu, filsafat dan tasawuf sangat distingtif. Sebagai sebuah ilmu yang prosesnya
diperoleh dari rasa, ilmu tasawuf bersifat sangat subyektif, yakni sangat berkaitan dengan
pengalam seseorang. Itulah sebabnya, bahasa tasawuf sering tampak aneh bila dilihat dari
Di zaman Nabi Muhammad saw, umat Islam dapat kompak dalam lapangan agama,
termasuk di bidang akidah. Kalau ada hal-hal yang diperselisihkan di antara para sahabat,
mereka mengembalikan persoalannya kepada Nabi Muhammad saw. Maka penjelasan beliau
Pada masa pemerintahan dua khalifah pertama, Abu Bakar dan Umar, roda
pemerintahan berjalan dengan baik dam kehidupan politik dapat dikatakan cukup tenang.
Namun, pada masa khalifah Utsman keadaan mulai berubah terutama pada paruh kedua dari
12 tahun masa pemerintahannya.10 Pada waktu itu tidak ada kesempatan bagi umat Islam
untuk mecoba membicarakan masalah-masalah yang berhubungan dengan akidah dan juga
dipusatkan untuk memerangi orang-orang yang murtad, orang-orang yang enggan membayar
zakat dan beberapa Nabi palsu. Kemudian pada khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-
644 M), seorang bangsawan dan pahlawan berhasil menaklukan beberapa negeri secara
gemilang. Pada masa pemerintahannya adalah masa ekspansi dan pembagunan. Dia
menaklukan negeri-negeri syam (639 M0, Persia (624), irak (636 M0, dan Mesir (641 M).
10
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2012), h. 2.
11
Marhaeni Saleh, Pengantar Teologi Islam, h. 30.
7
suatu hal yang tidak kalah pentingnya ialah penetapan “tahun hijriyah” sebagai tahun resmi
buat Islam.12
Secara pribadi, khalifah Utsman bin Affan tidak berbeda dengan dua khalifah
pendahulunya. Namun saying, keluarganya dari bani Ummayah terus meronrong dan Utsman
sendri lemah menghadapi rongrongan serta ambisi keluarga tersebut sehingga ia terpaksa
berbagai kedudukan dan fasilitas kepada mereka.13 Utsman mengangkat mereka sebagai
diangkat oleh Umar bin al-Khaththab yang tidak pernah memikirkan kepentingan
keluarganya diberhentikan oleh Utsman untuk digantikan oleh orang-orang dari pihak
keluarganya.14
Peristiwa yang menimpa khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/ 644-656 M). dia
dibunuh oleh para pemberontak dari Mesir yang tidak puas terhadap kebijakan politiknya.
Sejak peristiwa terbunuhnya khalifah yang ketiga, umat Islam terjerumus ke dalam benturan-
benturan yang menyebabkan mereka menyimpang dari jalan yang lurus yang selama in telah
mereka lalui.15
Biang keladi timbulnya fitnah dikalangan umat Islam ialah Abdullah bin Saba’,
pendeta agama Yahudi berasal dari Persia yang pura-pura masuk Islam. Sesudah masuk
Islam, dia datang ke Madinah pada masa akhir pemerintahan Utsman bin Affan pada tahun
30 H.16
12
Salihun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta; Rajawali Pers, 2010), h. 57-58.
13
Abu al-Fath Muhammad Abdul Karim bin Abi Bakr Ahmad al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal,
(Beirut: Dar al-Fikr, t. th.), h. 24. Dikutip dalam buku M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah
Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, h. 2.
14
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press, 1972), h.
4.
15
Marhaeni Saleh, Pengantar Teologi Islam, h. 32.
16
Marhaeni Saleh, Pengantar Teologi Islam, h. 33.
8
Sepeninggal Utsman bin Affan, kemudian digantikan Ali bin Abi Thalib terpilih dan
dibaiat sebagai khalifah keempat. Namun, situasi politik yang dihadapi terlanjur sudah
terganggu bahkan lebih buruk dari keadaan sebelumnya. Naiknya Ali sebagai khalifah
ternyata tidak disetujui oleh semua pihak. Khalifah Ali menghadapi tantangan dari dua kubu
sekalgus, dari pihak Thalhah dan Zubair yang mendapat dukungan dari Aisyah dan dari pihak
Tantangan Thalhah dan Zubair berakibat terjadinya kontak senjata dengan pihak
khalifah Ali di Irak pada tahun 656 M, dalam sejarah Islam terkenal dengan sebutan perang
Jamal. Pada peristiwa berdarah tersebut, Thalhalah dan Zubair mati terbunuh, sementara
Aisyah selamat dan dikirm kembali ke Mekkah.
Sebagaimana halnya Thalhah dan Zubair, Muawiyah tidak mengakui Ali sebagai
khalifah. Ia menuntut agar Ali segera mengadili dan menghukum oknum yang terlibat dalam
pembunuhan Utsman. Karena tuntutan ini tidak mendapat tanggapan serius, akhirnya
Muawiyah lebih jauh menuduh Ali terlibat atau, paling tidak, melindungi para pelaku
Nama Khawarij berasal dari kharaj yang berarti keluar. Nama in dilekatkan pihak lain
kepada mereka karena mereka keluar dari pasukan Ali, nama lain Huraryiah dari kata
Harura, sebuah tempat dekat kuffah, Irak. Di sini berkumpul sebanyak 12.000 orang, yang
memisahkan diri dari Ali dan mengangkat Abdullah bin Wahab ar-Rasyidi sebagi pemimpin
17
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, h. 4.
9
mereka. Ali berusaha membujuk mereka kembali bergabung. Mereka menolak kecuali Ali
mengakui bahwa ia telah kafir dan segera harus bertaubat serta membatalkan tahkim.18
Asal mulanya kaum khawarij adalah orang-orang yang mendukung saydina Ali. Akan
tetapi, akhirnya mereka membencinya karena dianggpa lemah dalam mengakkan kebenaran,
mau menerima tahkim yang sangat mengecewakan sebagaimana mereka juga membenci
Mu’awiyah karena melawan Sayyidina Ali khalifah yang sah. Mereka menuntut agar
Sayyidina Ali mengakui kesalahannya, kaarena mau menerima tahkim. Bila Sayyidina Ali
bertobat, maka mereka mau bersedia lahgi bergabung dengannya untuk menghadapi
Mu’awiyah. Tetapi bila dia tidak berhasil bertobat, maka orang-orang khwarij menyatkan
perang terhdapnya, sekaligus juga menyatakan perang terhadap Mu’awiyah. Semboyan
mereka “la hukma illa Allah” (tidak ada hukum kecuali dari Allah.19
Menurut Harun Nasution, pada saat Ali bin Abi Thalib meduduki posisi kekhalifan
menggatikan khalifah sebelumnya yakni Utsman bin Affan, ali pada masa awal
pemerintahannya mendapat tekanan yang bbegitu hebat dari rival politiknya. Tantangan
pertama muncul dari kelompok Thalhah dan Zubair yang disokong oleh Aisyah, namun
kemudian kekuatannya dapat dipatahkan oleh klan Ali bin Abi Thalib pada pertempuran di
Irak pada tahun 656 M. tantangan kedua ialah tekanan dari Mu’awiyah serta kerabat-kerabat
dekan Utsman bin Affan yang tidak mau mengakui kepemimpinannya, lalu memerintahkan
Ali untuk menghukum pembunuh Utsman bin Affan. Bahkan koalisi Mu’awiyah dan
keluarga Utsman bin Affan memberikan tuduhan bahwa Ali bin Abi Thalib menjadi dalang
dalam pembunuhan tersebut. Karena pelaku pembunuhan adalah pemberontak dari mesir
yang datang ke Madinah yang salah satu di antaranya adalah anak angkat Ali bin Abi Tholib
Muhammab bin Abi Bakar selaku eksekutor pembunuhan Utsman bin Affan, tapi kemudian
18
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, h. 13.
19
Marhaeni Saleh, Pengantar Teologi Islam, h. 48.
20
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran,-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Cet. V; Jakarta: UI
Press, 1972), h. 4-5.
10
Ketegangan antara dua kelompok ini memicu lahirnya pertentangan yang berujung
pada konflik di Shiffin pada bulan Zulhijjah 36 H. dalam pandangan Ibnu Atsir bahwa perang
Siffin berkansung sejak bulan bulan Zulhijjah tahun 36 H dan berakhir pada bulan safat tahun
37 H.21
Peristiwa perang Siffin antara pengikut Ali dengan kelompok oposisi Mu’awiyah
telah menggeser persoalan politik menjadi persoalan teologis, ketika pertahanan mu”awiyah
mulai terdesak akibat gempuran pasukan pihak Ali. Pihak Mu’awiyah secara sepihak
meminta gencatan senjata (cease fire) dengan cara mengangkat Al-Qur’an dan menawarkan
tahkim (arbitrase). Permintaan ini membuat kubu pasukan Ali retak antara kelompok yang
setuju dan kelompok yang tak setuju. Namun, akhirnya, dengan segalanya keikhlasan dan
kejujurannya menyetujui arbitrase, yang merupakan siasat licik pihak lawan untuk
menjatuhkannya. Sikap ini membuat kelompok yang tak setuju keluar dari barisan Ali dan
kemudian disebut kelompok Khawarij, mereka menuduh Ali tidak menyelesaikan masalah
berdasarkan hukum Allah swt yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Karena itu Ali di cap
Terjemanhnya :
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka
Dari ayat inilah mereka menggunakan semboyan tiada hukum kecuali dari Allah.22
Mereka memandang Ali telah bersalah, sehingga mereka keluar dari barisan Ali. Konsepsi
21
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Ilmu Kalam, (Semarang: Zadahaniva, 2011), h. 5.
22
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, h. 12-13.
11
hukum Allah.dan di antara penyokongnya ialah Itris bin Arqub Syaibani yang juga
b. Iman harus ditunjukkan dengan tindakan yang baik dan bahwa tanpa menunjukkan
iman secara terbuka dalam perilaku publik, orang tidak dapat menggangap dirinya
Khawarij yang tadinya gencar mendeklarasikan bahwa tidak ada hukum kecuali
hukum Allah, kembali digunakan dengan konflik internal yang diakibatkan karena ada
mereka terpecah ke dalam 18 sub sekte. Ada pula yang berpendapat 20 bahkan lebih dari
b. Al-Azariqah, yaitu sekte yang paling ekstrem, nama pemimpinnya Nafi bin al-
Asraq dan pengikut barisan yang cukup besar dengan kekuatan 20.000 orang.26
23
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Ilmu Kalam, h. 8.
24
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, h. 13.
25
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, h. 14.
26
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, h. 16.
12
c. Al-Najdat, tokoh kelompok ini bernama Abu Fudaik dan temannya, yang
d. Al-‘Ajaridah, kelompok ini adalah pengikut Abdul Karim bin Ajrad, teman al-
e. Al-Sufriyah, kelompok ini dipimpin oleh Ziad bin Asfar. Pemikiran kelompok ini
f. Al-Ibadiyah, kelompok ini dikenal yang paling moderat. Namanya beraasal dari
a. Kelahiran khawarij merupakan tumbal dari konspirasi politis yang dimainkan oleh
baarisan Mu’awiyah terhadap barisan Ali bin abi Thalib. Hal ini dapat dilihat dari
mendapat tekanan dari pasukan Ali bin Abi Thalib, Amr Ibn al_ash (tangan kanan
berdamai. Keadaan ini jelas mengundang pertanyaan bahwa, kenapa mesti nanti
stelah mendapat tekanan baru kemudian meminta damai, kenapa bukan pada saat
sebelum perang itu berlansung agar tidak ada yang menjadi tumbal ? hal ini juga
karena alas an keagamaan dan moral, melainkan karena mereka hamper kalah.32
27
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, h. 16.
28
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, h. 18.
29
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, h. 18.
30
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, h. 19.
31
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Ilmu Kalam, h. 18.
32
Mahmoud M. Ayoub, The Crisis of Muslim History: Religion and Politics in Early Islam. Terj.
Munir A. Muin, The Crisis of Muslim History :Akar-akar Krisis Politik dalam Sejarah Muslim, (Bandung:
Mizan, 2004), h. 173.
13
b. Arbitrator yang diusulkan oleh Ali bin Thalib untuk mewakili klannya (Abdullah
Ibn Abbas) ditolak sebagian kelompoknya, dimana kelak kelompok ini akan
membentuk barisan baru lepas dari barisan Ali bin Abi Thalib (Khawarij), senbari
kemudian sendiri mereka menolak keputusan yang disepakati dengan alas an tidak
piliham, dan sejatinya bagi mereka hanya memerangi delegator arbitrase tersebut,
Kemunculan aliran Mur’jiah merupakan rekasi keras terhadap aliran Khawarij, dan
mereka paham yang sama sekali bertentangan dengan pendapat Khawarij. Bagi Mur’jiah
orang Islam yang berdosa besar, tidak menjadi kafir tetapi tetap mukmin, soal dosa besarnya
yang bersalah. Sikpa mereka adalah menunda dan menangguhkan penyelesaian persoalan
Karena itu, dapat dipahami hal-hal yang menlatar belakangi kehadiran Mur’jiah antara
lain :
33
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Ilmu Kalam, h. 19.
34
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press, 1986) h. 34.
35
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, h. 24.
14
c. Adanya pendapat yang menjelaskan orang yang ingin merebut kekuasaan Utsman
bin Affan.36
berikut :
d. Mukmin ditandai dengan pengakuan orang lain akan Allah swt dan rasulnya bukan
f. Bagi pelaku dosa besar tak mesti diperangi (penundaan), biarlah Tuhan yang
menyelesaikannya di hari perhitungan kelak,
g. Corak lain dari pemikiran mur”jiah ialah antitesa dari pemikiran Khawarij
dengan penghakiman kafir sementara Mur’jiah menekankan pada siapa yang layak
dikatakan muslim,
pembahasannya.37
a. Golongan Moderat, berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah kafir dank arena
tidak pula kekal dalam neraka, melainkan dia hanya dihukum berdasarkan kualitas
menghukumnya sama sekali. Representasi dari kelompok ini ialah al-Hasan Ibn
Muhammad Ibn Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa Ahli Hadits.39
36
Marhaeni Saleh, Pengantar Teologi Islam, h. 55.
37
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Ilmu Kalam, h. 15.
38
Afrizal M, Ibn Rusyd, 7 Peradaban Utama dalam Teologi Islam, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 25.
39
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Ilmu Kalam, h. 16.
15
berpendapat bahwa orang Islam yang percaya kepada Tuhan tidaklah akan
menjadi kafir meskipun menyatakan kekufuran secara lisan karena iman dan
kufur letaknya dalam hati bukan dalam bagian lain dalm tubuh manusia,
berpendapat bahwa iman adalah mengetahui secara mutlak kepada Tuhan dan
iman, dosa-dosa dan perbuatan jahat yang dikerjakannya tiodak akan merugikan
iman adalah mengenal Allah dan Rasulnya serta mengakui apa-apa yang
diturunkan oleh Allah swt dan yang dibawa Rasulnya.karena-nya iman itu tidak
dapat bertambah atau berkurang.40
telaah kritis terhadap aliran Mur’jiah yaitu secara historis kelompok Mur’jiah adalah
kelompok yang antipasti terhadap apa yang terjadi, yakni mereka tidak hendak terjebak
dalam arus lingkaran konflik dan memilih untuk netral (tak mendukung salah satu pihak)
meski demikian, pada akhirnya nampak mereka turut mengambil bagian dalam membentuk
kelompok baru, sekaligus terlibat aktif dalam menanggapi persoalan-persoalan yang ada
(khususnya tema-tema inti yang diusung oleh Khawarij), yakni kafir mengkafirkan.
40
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, h. 29-30.
16
Pada sisi pemikiran, kelompok ini tampil sebagai antitesa Khawarij, kalau
sebelumnya Khawarij gencar mendeklarasikan isu-isu kekafiran kepada pihak yang berbeda
dengannya, kelompok ini justru focus pada isu-isu keimanan. Tampak dari kelompok ini
demikian terkesan dari proses pendefinisian yang mereka bangun justru menarik garis
demarkasi antara iman dan amal (dualisme pemahaman). Yang sejatinya menurut hasan
hanafi bahwa kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan, karena amal perbuatan ialah cermin
dari keimanan.41
kepada kehendak mutlak Tuhan. Hal ini sejalan dengan nama Jabariyah itu berasal dari kata
jabara, yang mengandung arti memaksa, dan menurut paham ini manusia mengerjakan
perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam istilah Inggris, paham ini disebut fatalism atau
predestination. Perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Tuhan.
Berkaitan dengan ini Al-Syahratani menyatakan bahwa aliran jabariyah yang terbai
kekuasaan untuk berbuat dan perbuatan yang dilakukakannya tidak disandarkan pada dirinya.
Paham inilah dikenal secara umum. Adapun yang kedua berpendapat bahwa manusia
memiliki kebebasan dan kekuasaan untuk melakukan perbuatannya, dalam arti bukan karena
dipaksa. Kemampuan yang telah diciptakan dalam diri manusia memantulkan diri pada
41
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Ilmu Kalam, h. 21-22.
17
Tokoh yang dikenal sebagai pencetus paham jabariyah adalah Ja’ad Ibn Dirham
(wafat 124 H) di Zandaq, kemudian paham ini disebarluasakan oleh jahm Ibn Shafwan yang
Jahm Ibn Shafwan pada mulanya dikenal sebagai seorang budak yang telah
dimerdekakan dari Khurazan dan bermukim di Kufah (Irak). Aliran ini lahir di Timiz (Iran
utara). Jahm Ibn Shafwan terkenal sebagai orang yang pintar berbicara sehingga pendapatnya
Perlu dicatat bahwa Jahm Ibn Shafwan juga mempunyai hubungan kerja dengan al-
Harits ibn Suriah yakni sebagai sekretaris yang menentang kepemimpinan bani Ummayah di
Khursan. Perlawanan al_harits dapat dipatahkan, sehingga ia sendiri dijatuhi hukuman mati
pada tanggal tahun 128 H/ 745 M. semnetara jahm diperlakukan sebagai tawanan yang pada
Pembunuhan Jahm Ibn Shafwan kurang lebih dua tahun setelah kematian al-harits
yakni pada 747 M, pada saat itu pemerintah bani Ummayah dipimpin khalifah Marwan bin
Muhammad.42
ekstrim. Berikut ini akan dijelaskan tokoh-tokoh tersebut serta ajaran masing-masing secara
Ja’ad adalah orang pertama yang mengenalkan paham Jabariyah di kalangan umat
Islam. Ia seorang bekas budak (mawla) Bani hakam, ia tinggal di Damsyik, sampai muncul
pendapat tentang Al-Qur’an sebagai Makhluk. Karena pendapatnya ini, ia dibenci oleh bani
42
Marhaeni Saleh, Pengantar Teologi Islam, h. 64-65.
18
Ummayah. Sejak itu ia pergi ke Kufah. Di tempay itu, ia bertemu dengan Jahm bin Shaffwan
Pendapatnya meliputi masalah kalam Tuhan, sifat-sifat tuhan dan masalah takdir.
Menurut Ja’ad Al-Qur’an adalah makhluk. Ia merupakan orang pertama yang memajukan
pendapat itu di Damsyik. Ia juga berpendapat Tuhan tidak memiliki sifat. Artinya Tuhan
tidak dapat diberikan sifat-sifat yang dapat disandarkan kepada makhluk, seperti sifat kalam
atau lawannya (bisu). Sebab kedua sifat ini dapat disandang oleh manusia. Ja’ad berpendapat
bahwa segala perbuatan manusia sudah ditentukan oleh Tuhan. Manusia terpaksa atas
perbuatan-perbuatannya.43
Menurut Jahm, manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa. Ia tidak
mempunyai daya, ia tidak mempunyai kehendak, dan tidak mempunyai pilihan bebas. Jahm
juga berpendapat iman adalah mengetahui Allah dan Rasul-nya dan segala sesutau yang
diterimanya Tuhan. Pengakuan dengan lisan, tunduk dengan hati, dan mengerjakan anggota
bdan bukan bagian dari iman. Jahm juga berpendapat bahwa surge dan neraka tidak kekal.
Bagi Jahm, tidak ada sesuatu yang kekal selain Allah. Kata khulud dalam Al-Qur’an tidak
berarti kekal abadi (al-baqa al-mutlak), tetapi berarti lama sekali (thul al-muks). Dengan
43
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, h. 45.
44
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, h. 46-49.
19
Tak dapat diketahui dengan pasti kapan paham Qadariyah ini timbul dalam sejarah
perkembangan teologi Islam. Tetapi menurut ketetrangan ahli-ahli teologi Islam bahwa
golongan ini muncul pertama kali dalam Islam oleh Ma’bad al-Juhany di basrah. Dikatakan
yang pertama kali berbicara dan berdebat masalah qadar adalah seorang Nasrani yang masuk
Islam. Kemudian darinya paham ini diambil oleh Ma’bad al-Juhany dan temannya gahailan
al-Dimasyqi. Ma”ba termasuk tabi’in atau generasi kedua setelah Nabi. Tetapi ia memasuki
lapangan politik dan memihak ‘Abd al-Rahman Ibn al-Asy’as, gubernur Sajistan, dalam
menentang kekuasaan bani umayyah. Ma”bad al-Juhany akhirnya mati terbunuh dalam
pertempuran melawan al-Hajjaj tahun 80 H.45
Paham Qadariyah muncul sekitar pada tahun 70 H (689 M). Ajaran-ajaran paham in
banyak persamannya dengan ajaran Mu’tazilah. Mereka berpendapat sama, misalnya manusia
mampu mewujudkan tindakan atau perbuatannya. Tuhan tidak campur tangan dalam
perbuaatn manusia, dan mereka menolak segala sesuatu terjadi karena qadha dan qadar Allah
swt.46
Qadariyah adalah satu aliran teologi Islam yang berpendirian bahwa manusia
memiliki kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Manusia
Dengan demikian Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau
kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, bukan berasal dari pengertian bahwa manusia
terpaksa tunduk kepada qadar Tuhan. Dalam istilah Inggris paham ini dikenal dengan nama
45
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Ilmu Kalam, h. 38.
46
Marhaeni Saleh, Pengantar Teologi Islam, h. 66
20
Paham free will dan free act beranggapan bahwa manusia mempunyai kemampuan
untuk bertindak (qudrah) dan memilih kemampuan untuk berkehendak (iradah). Dia yang
melakukan, dia pula yang bertanggung jawab di hadapan Allah swt. Dari segi politik,
Qadariyah merupakan tantangan bagi Dinasti Umayyah, sebab dengan paham yang
tindakan bani Umayyah yang negative, akan mendapat reaksi keras dari masyarakat. Karena
Umayyah, walaupun diteruskan oleh pemerintah tetapi ia tetap berkembang. Paham ini
kekuasaan sendiri dan manusia sendri pulalh yang melakukan atau menjauhi perbuatan-
mempunyai istitha’ah. Selagi manusia hidup, dia mempunyai istitha’ah (daya) maka dia
berkuasa atas segala perbuatannya. Manusia dalam hal ini mempunyai kewenangan untuk
melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri. Sebab itu, dia berhak mendapatkan
pahala atas kebaikan-kebaikan yang dilakukannya dan sebaliknya dia juga berhak
Paham Qadariyah ini mulai pertama dicetuskan oleh Ma’bad al-Junay dan Ghailan al-
Dimasyqi. Paham ini digelarkan sebagai sanggahan terhadap paham jabariyah yang dibina
oleh Ja’ad bin Dirham dan jahm bin Shaffwan. Tepatnya bila dibuatkan perbandingan,
menurut Harun Nasution sebagai berikut: “kedua cocok teologi ini, liberal dan tradisional,
tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran dasar Islam. Dengan demikian, orang yang memilih
47
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Ilmu Kalam, h. 39.
48
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, h. 193.
21
aliran-aliran itu sebagai teologi yang dianutnya, tidaklah pula menyebabkan ia menjadi keluar
dari Islam.49
Mu’tazilah adalah aliran yang membawa persoalan-persoalan teologi Islam yang lebih
mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawah oleh Khwarij
dan Mur’jiah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakia akal sehingga mereka mendapat
Mu’tazilah adalah satu aliran dalam teologi islam yang dikenal bersifat rasional dan
liberal, yang muncul pada awal abad ke-8 (abad 2 H).51 ciri utama yang membedakan aliran
ini dari aliran teologi islam lainnya adalah pandangan teologi lebih banyak ditunjang dari
dalil-dalil aqliyah (akal) dan lebih bersifat filosofis, sehingga sering disebut aliran rasionalis
Islam. Pemikiran rasional itu hanya terikat kepada Al-Qur’an dan Hadis Mutawattir, atau
minimal hadis yang diriwayatkan oleh 20 sanad. Mu’tazilah ini didirikan oleh Washil bin
Atha’ pada tahun 100 H/718 M, di kota Basrah sebagai pusat ilmu pengetahuan dan
peradaban di kala itu, juga tempat perpaduan aneka kebudayaan asing dan pertemuan
bermacam-macam agama.
Ada beberapa analisis tentang sejarah timbulnya aliran teologi Mu’tazilah. Berikut
a. Aliran ini muncul sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dan
c. Ada yang berpendapat bahwa kata I’tazala lebih dahulu muncul dari kata
Mu’tazilah, yaitu orang-orang yang tidak ikut dalam perang Jamal dan Siffin.53
d. Menurut al-Baghdadi, Washil dan temannya “Amr bin Ubaid Ibn Bab diusir oleh
Hasan al-Basri dari majelisnya karena adanya pertikaian antara mereka mengenai
Mu’tazilah yang timbul pada pada masa pemerintahan Bani Ummayah, bukanlah
aliran pertama dalam ilmu Kalam. Tetapi, peranannya dalam mempertahankan Islam dari
serangan-serangan musuhnya tidak dapat dipisahkan dari sejrah perkembangan ilmu itu
sendiri. Pada fase pertama, Mu’tazilah muncul dan berkembang di bashrah di bawah
pemikiran Washil bin Atha dan kawan-kawannya.
Pada fase kedua Mu’tazilah pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah dan ketika itu
filsafat Yunani telah masuk ke dalam tubuh Islam. Kaum Mu’tazilah pun ambil bagian dalam
mendalami filsafat itu. Para pemimpin dan tokoh Mu’tazilah mempertahankan agama dan
senjata filsafat pula. Pada fase ini muncul nama-nama besar, seperit Abu al-huzail al-Allaf
(135-226H/753-840 M), Ibrahim al-Nazzam ( wafat 231 H/ 845 M), Muammar al-Sulmi
(wafat 220 H/ 835 m), Bisyr al-Mu’tamir (wafat 226 H/840 M), dan al-Jahiz (wafat 225 H/
838 M).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan Mu’tazilah hingga aliran ini
berkibar menjadi salah satu aliran yang besar dalam ilmu kalam. Faktor-faktor antara lain,
yaitu :
e. Memperdalam filsafat.55
Dengan munculnya Mu’tazilah ini, umat Islam telah mengalami perkembangan pesat
persentuhan dengan kebudayaan luar yang lebih dahulu maju seperti Bizantium, Persia, dan
Yunani. Ini menjadikan Mu’tazilah banyak menggunkan filsafat Yunani dalam landasan
pemikirannya. Di sisi lain mereka juga mempergunakan filsafat Yunani untuk mengalahkan
filosof dan pihak luar yang berusaha untuk meruntuhkan dasar-dasar ajaran Islam dengan
argumentasi logika.56
Adapun beberapa tokoh Mu’tazilah yang terkenal beserta pemikirannya, yaitu sebagai
berikut :
Nama lengkapnya Abu Huzafyah Washil bin Atha’ al-Gazali, lahir pada tahun 81 H
(699 M), di Madinah dan meniggal pada tahun 131 H (784). Ia termasuk keluarga Bani
Makhzum. Wasil hidup pada masa Dinasti Ummayah, kahalifah Abd al-Malik bin Marwan,
khalifah al-Walid bin Abd. Al-Malik bin Marwan dan khalifah Hisyam.57
Washin bin ‘Atha’ adalah murid yang cerdas dan berani mengemukakakn
pendapatnya kepada siapapun sekalipun di hadapan gurunya (Hasan Basri) dan akhirnya
berpisah dengan gurunya karena berbeda pendapat tentang pelaku dosa besar lalu membentuk
aliran baru yakni Mu’tazilah yang beliau sendiri pemimpin utamanya. 58 Adapun pokok-pokok
55
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, h. 60-63.
56
Jalaluddin Rahmat, Konsep Perbuatan Manusia menurut Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan bintang, 1992),
h. 5. Dikutip dalam buku Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Ilmu Kalam, h. 57.
57
Arif Halim, Aliran-aliran Ilmu Kalam dan Kontemporer, h. 59-60.
58
Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Cet, XII; Jakarta: PT Bulan Bintang, 20010, h. 7.
24
Washil membawa paham al-manzilah bayn al-manzilatayn, posisi antara dua posisi,
dalam artian posisi menengah. Menurut paham ini, orang yang berdosa besar bukan kafir,
bukan pula mukmin, melainkan fasik, yang menduduki posisi di antara posisi mukmin dan
kafir.
Ajaran Washil mengambil bentuk peniadaan sifat-sifat Allah swt melainkan sifat itu
merupakan esensi Allah swt. Mu’tazilah memandang bahwa ke-Mahaesaan Tuhan. Mereka
menolak segala pemikiran yang dapat membawa kepada paham syirik atau politeisme.
Allah swt bersifat bijaksana. Ia tidak berbuat jahat dan berbuat zalim. Tidak mungkin
Allah swt menghendaki supaya manusia berbuat hal-hal yang bertentagan dengan perintah-
perintah-nya. Dengan demikian, menurut paham ini bahwa manusia sendirilah yang
politik. Washil berpendapat, antara kedua golongan yang bertentangan, umpamanya Ali dan
mesti ada yang salah antara salh satu pihak. Tetapi pihak yang mana yang betul-betul salah
59
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Ilmu Kalam, h. 58-64.
25
Nama lengkapnya Abu Huzail hamdan ibn Huzayl al-‘Allaf (135-226 H). ia berguru
pada Usman al-Tawil, yang juga sebagai murid Wasil. Ia adalah pemimpin Mu’tazilah yang
terkemuka dan memiliki andil besar dalam memasukkan dasar-dasar filsafat ke dalam aliran
tersebut. Ia adalah seorang yang luas pandangannya, banyak menghafal syair Arab, fasih
Adapun pokok-pokok pikiran Abu al-huzayl al-‘Allah yang dikutip oleh arie halim
4) Allah swt wajib mengutus Rasul, tujuannya untuk memberi petunjuk dan
pengetahuan kepada manusia, agar manusia berbuat kebaikan dan taat kepada
c. Al-Nazzam
Ibrahim Ibn Sayyar Ibn Hani al-Nazzam. Ia lahir di basrah tahun 185 H dan
meninggal dlam usia muda di tahun 221 H. literature mengenai al-nazzam memberikan
gambaran tentang dirinya sebagai orang yang mempunyai kecerdasan yang lebih tinggi dari
Al-Nazzam menyangkut masalah tentang keadilan Tuhan berbeda dengan Abu al-
Huzail. Al-huzail mengatakan bahwa Tuhan berkuasa untuk bersikap zalim, tetapi mustahil
bagi Tuhan bersikap zalim, sehingga akan membawa kepada kurang kesempurnaan sifat
60
Arif Halim, Aliran-aliran Ilmu Kalam dan Kontemporer, h. 64.
61
Harun Nasutio, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, 48.
26
yaitu dia keluar dari sikap golongan Mu’tazilah pada umumnya “qadar (kekuasaan yang
menentukan), yang berkenaan dengan baik dan buruk, menjadi milik manusia”. Dia
mengatakan bahwa kita tidak dapat menisbahkan kekuasaan yang berkenaan dengan
kejahatan dan dosa kepada Tuhan, lagipula, hal ini tidak berada dalam kekuasaan-nya.62
Al-Jubbai adalah tokoh besar terakhir dari kalangan Mu’tazilah yang dilahirkan dan
dibesarkan di Basrah pada tahun 235 H dan wafat pada tahun 303 H. sebutan al-Jubbai
mengambil nama satu tempat, yaitu (Jubba, di propinsi Chuzestan, Irak) tempat kelahirannya.
Al-jubbai adalah guru iman al-Asy’ari, tokoh utama aliran Ahlussunnah. Ia membantah buku
karangan Ibn al-Rawandi, yang menyerang mu’tazilah dan juga membalas serangan iman al-
Pemikiran al-Jubbai tidak jauh berbeda dengan pemikiran tokoh Mu’tazilah lainnya.
Yang berbdeda adalah pendapatnya bahwa terdapat al-syari’ah al-nabawiyah disamping al-
syari;ah al-aqliyah.64
Ia mengenal gerakan filsafat sewaktu berpindah dari bahdag dengan teorinya tentang
kondisi-kondisi, al-ahwal, merupakan saksi terbaik yang membuktikan anggapan itu. Ia
berpendapat bahwa ilmu (sifat maha mengetahui) dan qudrat (maha kuasa) adalah kondisi-
kondisi, al-Hal, adalah tidak ada dan tidak diketahui, dan tidak eternal dan temporal, tetai
Adapun ajaran-ajaran pokok dalam pemahaman Mu’tazilah yang dikenal dengan Al-
Ushul Al-Khamzah yang merupakan inti poko ajaran yang diakui oleh para tokoh dan
pengikut aliran Mu’tazilah, adapun pokok ajarannya yaitu al-Tauhid, al’Adl, al-Wa’du, al-
62
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Ilmu Kalam, h. 76-78.
63
Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Cet, XII; Jakarta: PT Bulan Bintang, 20010, h. 72.
64
Arif Halim, Aliran-aliran Ilmu Kalam dan Kontemporer, h. 69.
65
Afrizal M, Tujuh Perdebatan Utama dalam Teologi Islam, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 32.
27
Wa’id, al-Manzilah Bayn al-manzilatain dan al-Amru bin al-Ma’ruf wa al-Nahy ‘an al-
Munkar.66
Latar belakang lahirnya Ushul Al-Khamzah itu tidak terlepas dari faktor-faktor yang
menyebabkan lahir dan berkembang aliran Mu’tazilah. Adapun faktor-faktor yang dimaksud
ada yang bersifat intern dan ada yang bersifat entern. Faktor intern umat Islam antara lain
paham-paham yang dianut umat Islam itu sendiri, misalnya masalah dosa besar, sifat-sifat
Sedangkan, faktor ekstern antara lain terjadinya perluasan wilayah Islam sehingga
Untuk lebih jelasnya, berikut ini diuraikan dari prinsip Ushul Al-Khamzah yaitu
sebagai berikut :
Teologi Asy’ariyah muncul tidak terlepas dari, atau malah dipicu oleh situasi politik
yang berkembang pada saat itu. Teologi Al-asy’ariyah muncul sebagai teologi tandingan dari
66
Harun Nasutio, Teologi Islam: Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, 52.
67
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Ilmu Kalam, h. 64.
28
aliran Muktazilah ini mendapat tantangan keras dari golongan tradisional Islam terutama dari
golongan Hanbali.
secara resmi, dan dilanjutkan pada pemerintah dua khalifah setelahnya. Pada masa khalifah
Al-makmun, serangan Muktazilah terhadap para fuqaha dan muhaddisin semakin gencar. Tak
seorang pun fiqh yang popular dan pakar hadits yang mahsyur luput dari gempuran mereka.
Serangan dalam bentuk pemikiran, disertai dalam dengan penyiksaan fisik dalam bentuk
Sebagai akibat dari hal itu, timbul kebencian masyarakat terhadap Muktazilah, dan
untuk melakukan inkuisisi (mihnah) terhadap setiap imam dan ahli hadits yang bertaqwa. Isu
sentral yang menjadi topic mihnah waktu itu adalah tentang “Alqur’an sebagai makhluk
Pada akhir abad ke 3 Hijriyah muncul dua tookoh yang menonjol, yaitu Abu Hasan
al-Asy’ari di Basrah dan Abu Musa al-Maturidi di Samarkand. Keduanya bersatu dalam
Aliran teologi baru yang dibawah oleh Abu Hasan al-Asy’ari tersebut dikenal dengan
nama Al-asy’ariyah, salah satu sekte dalam aliran Sunni (Ahl al-Sunni Sunnah Wal al-
Jama’ah).
Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail bin Abi Basyar Ishaq bin Salim
bin Abdullah bin Musa Abdillah bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Abdillah bin Qais al-
68
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Ilmu Kalam, h. 97.
29
Asy’ari. Ia lahir di Basrah tahun 260 H/873 M dan wafat di Baghdad tahun 935 M. Ia adalah
cucu Abu Musa Al-asy’ari, sahabat Nabi. Abu Musa dikenal sebagai juru damai yang
mewakili pihak Ali dalam peristiwa Arbitrasi yang mengoncangkan umat Islam. Pada
mulanya Abu al-Hasan al-Asy’ari adalah penganut paham al-Mu’tazilah. Dia adalah murid
Al-Asy’ari belajar ilmu kalam kepada Abu ‘Ali al-Jubbai selama 40 tahun, sehingga
al-Asy’ari pun termasuk salah satu tokoh Mu’tazilah. Dan karena kepintaran dan
selanjutnya, al-Asy’ari menjauhkan diri dari pemikiran Mu’tazilah dan selanjutnya condong
kepada pemikiran para fuqaha dan ahli hadits.
bermacam-macam dugaan, namun menurut Prof. Dr. Harun Nasution, sulit menentukan sebab
mana yang membuat al-Asy’ari berpaling dari al-Mu’tazilah, karena para pengarang tidak
dapat mengemukakan alasan yang memuaskan.70 Sebab yang biasa disebut, yang berasal dari
al-Subki dan Ibn ‘Asakir, ialah bahwa suatu malam al-Asy’ari bermimpi: dalam mimpi itu
Nabi Muhammad SAW, mengatakan kepadanya bahwa mazhab Ahli Haditslah yang benar,
dan mazhab Mu’tazilah salah. Sebab lain bahwa al-Asy’ari berdebat dengan gurunya al-
Jubba’I dan dalam perdebatan itu guru tak dapat menjawab tantangan murid.
Al-Jubba’I : Yang mukmin mendapat tingkat baik dalam surga, yang kafir masuk
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, h. 101.
69
Harun Nastuion, Teologi Islam: Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan. Dikutip dalam bukunya M.
70
Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, h. 101.
30
Al-Asy’ari : Kalau yang kecil ingin memperoleh tempat yang lebih tinggi di surge,
mungkinkah itu?
al-Jubba’I : Tidak, yang mungkin mendapat tempat yang baik itu, karena
yang serupa.
Al-Asy’ari : Kalau anak itu mengatakan kepada Tuhan : itu bukanlah salahku. Jika
Al-Jubba’i : Allah akan menjawab: “ Aku tahu bahwa jika engkau terus hidup
engkau akan berbuat dosa dan oleh karena itu akan kena hukum. Maka
untuk kepentinganmu Aku cabut nyawamu sebelum engkau sampai
kepentinganku?”71
yaitu: Al-luma’ dan Al-Ibanah’ an Ushul al-Diniyah. Sebagai penentang Mu’tazilah, tentu
saja ajaran pemikirannya berbeda. Adapun pemikiran kalamnya Asy’ari sebagai berikut:
1) Sifat-sifat Tuhan
Asy’ari mengakui adanya sifat-sifat Tuhan, tetapi berusaha menghindar dari paham
antropomorphisme dengan mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan itu tidak sama dengan sifat-
sifat manusia. Tuhan mengetahui dengan sifat Pengetahua-Nya. Berkehendak dengan sifat
71
Harun Nastuion, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, h. 66-67.
31
Kehendaknya, dan seterusnya. Sifat-sifat tersebut bukanlah Zat nya, tetapi bukan pula lain
dari ZatNya. Menurut Al’Asy’ari, ayat-ayat al-qur’an tentang sifat-sifat Tuhan dan bahwa
Tuhan punya muka, tangan, mata, dan sebagainya tidak dapat di pahami sebagaimana
2) Kekuasaan Tuhan
bersifat mutlak dan absolute tidak terbatas. Mereka menolak konsep keadilan Tuhan seperti
yang di ajarkan Mu’tazila, sehingga mereka pun berpendapat bahwa dengan kekuasaan
mutlak-Nya, Tuhan dapat saja memasukkan segenap mukmin ke dalam neraka. Dengan
demikiian Asy’ ariyah menolak paham Mu’ tazila tentang al-wa’ad wa al-wa’id.
3) Perbuatan Manusia
adalah buruk,tetapi orang kafir ingin supaya perbuatan kufur itu sebenarnya bersifat baik.
Apa yang dikehendaki orang kafir ini tidak dapat diwujudkannya. Perbuatan iman bersifat
baik,tetapi berat dan sulit. Orang Mukmin ingin supaya perbuatan Iman itu janganlah berat
dan sulit,tetapi apa yang dikehendakinya itu tidak dapat diwujudkannya.Dengan demikian
yang diwujudkan perbuatan kufur itu bukanlah orang kafir yang tidak sanggup berbuat kufur
bersifat baik. Tetapi Tuhanlah yang mewujudkannya dan Tuhan memang berkehendak
4) Keadilan Tuhan
Menurut Asy’ariyah,Tuhan berkuasa mutlak dan tidak satupun yang wajib baginya . Tuhan
5) Al-Qur’an
32
kalam (perkataannya). Seandainya Al-Qur’an itu adalah makhluk, niscaya di dahului oleh
penciptaan kun (jadilah), padahal Al-Qur’an tidak di dahului oleh kata penciptaan,sebab Al-
sifat-sifat yang tidak dapat diberikan kepada Tuhan hanyalah sifat-sifat yang akan membawa
kepada arti diciptakannya Tuhan. Sifat Tuhan dapat di lihat, tidak mesti mengandung arti
bahwa ia mesti bersifat diciptakan.jadi kalau di katakana Tuhan dapat di lihat, itu tidak mesti
Nama lengkapnya Muhammad Ibn Thayyib Ibn Muhammad Abu Baqar al-Baqillani,
lahir di Bashrah tahun 338H/950 M, dan wafat tahun 403 H/1013 M. Dalam usia 63 Tahun.
Al-Baqillani sebagai tokoh teologi dalam Islam mempunyai keilmuan dibidang ini cukup
mendalam dan sejalan dengan konsep Aliran Al-Asy’ariiah. Meski menjadi salah satu
bagi Tuhan bukanlah melalui sifat dan bukan pula melalui zat. Apabila Tuhan mengetahui
dengan Sifat-Nya, maka berarti Tuhan bergantung pada sifat dan segala kemampuan sifat.
Jikalau Tuhan mengetahui melalui Zat-Nya, maka sudah barang tentu zat-Nya terbagi-bagi,
dalam hal itu tidak mungkin terjadi. Jika al-Asy’ari menganggap bahwa sifat-sifat Allah
adalah modus dimana setiap kata yang menggambarkan sifat tersebut hanya merefleksikan
satu makna dalam pikiran, bagi al-Baqillani sifat-sifat tersebut adalah entitas-entitas yang ada
72
Marhaeni Saleh, Pengantar Teologi Islam, h. 110-112.
33
Kedua, tentang perbuatan manusia, tidak seperti al-Asy’ari yang dengan teori kasb-
Nya berhasil mempertahankan kehendak mutlak Allah atas ciptaan, al-Baqillani memilik
sejenis revisi terhadap teoro kasb gurunya. Menurut al-Baqillani ada perbuatan yang terjadi
berdasarkan pilihan manusia dan ada perbuatan yang terjadi berdasrkan pilihan manusia dan
ada perbuatan yang manusia terpaksa melakukannya. Manusia hanya mampu berbuatv
dengan qudrah atau daya yang diciptakan padanya. Manusia hanya mampu berbuat ketika
Menurut Al-Baqillani, Allah memberikan daya untuk berbuat kepada manusia yang
sebelumnya belum ada. Daya itu ada, bersamaan dengan terlaksananya perbuatan,
sebagaimana cincin bergerak bersamaan dengan gerakan tangan. Air memancar bersamaan
dengan terceburnya batu kedalam satu bejana. Seseorang mengetahui rasa sakit bersamaan
dengan adanya rasa sakit. Al-Baqillani mengutip ayat-ayat Al-Qur’an untuk menegaskan
tidak adanya daya sebelum perbuatan, misalnya dalam Q.S Al-Baqarah (2):286.
Nama lengkap ialah Abdul Malik Bbn Abdullah bin Yusuf bin Muhammad al-juwaini
Rbiul akhir 475/20 Agustus 1085 yang terkenal dengan julukan Imam Haramain. Ahli fikih,
ahli ushul fikih, dan ahli ilmu kalam (teologi), guru besar di madrasah Nizamiyah.
Al-Juwaini juga tidak menerima mentah-mentah ajaran Asy’ariyah. Setidaknya ada
Tuhan, dan “wajah Tuhan” sebagai wujud Tuhan. Kedua, al-Juwaini berpaling jauh dari teori
kasb al-asy’ari tentang perbuatan manusia,suatu kenyataan yang teramati dengan baik sebagai
sepenuhnya perbuatan Tuhan dengan jalan manusia “memperoleh” perbuatannya dari Tuhan.
34
Bagi al-Juwaini adalah tidak logis jika mempertahankan kekuasaan (pada manusia)
yang tidak memiliki efek sama sekali, ini sama saja dengan menolak kekuasaan tersebut
kekuassaan sendiri dalam pengertiannya yang hakiki, meskipun manusia tidak mewujudkan
kemandirian yang mengadakan sesuatu dari ketiadaan, sedangkan manusia tidaklah mandiri
Asas epistimologis teori Kasb al-Juwaini adalah prinsip kausalitas. Akibat diciptakan
oelh suatu sebab, yang pada gilirannya sebab tersebut diciptakan oleh sebab yang lain, begitu
seterusnya hingga rantai sebab akibat tersebut berhenti pada sebab Hakiki, Allah Swt.
d. Abu Hamid Al-Ghazali
menempatkan posisi paham Al-Asy’ariyah dikalangan ummat Islam Sunni hingga saat ini.
seperti Al-Asy’ari tetap mengakui bahwa tuhan mempunyai sifat-sifat qadim yang tidak
identik dengan zat Tuhan dan mempunyai wujud diluar zat. Juga al-Qur’an, dalam
pendapatnya bersifat qadim dan tidak diciptakan. Mengenai perbuatan manusia, ia juga
perpendapat bahwa Tuhanlah yang menciptakan daya dan perbuatan; dan daya untuk
perbuatan yang terdapat dalam diri manusia lebih dekat menyerupai impotensi. Selanjutnya
al-Ghazali mempunyai paham yang sama dengan al-Asy’ari tentang Tuhan dapat dilihat di
perkembangan pemikiran mayoritas umat Islam yang hingga kini masih tetap diikuti oleh
kebanyakan umat Islam, sehingga ilmu Tauhid /Aqidah menurut konsep Ahlu Sunnah Wa al-
Jama’ah, tidak lain adalah berpangkal kepada karya Al-Ghazali. Karena itu ia mendapat gelar
35
“Hujjatul Islam” (tokoh atau pembela Islam). Ia tetap setia kepada pokok persoalan yang
Munculnya aliran teologi al-Maturidiyah tidak lepas dari jasa Abu Mansur al-
Maturidi. Harun Nasution menyebutkan bahwa Abu Mansur al Maturidi lahir di Samarkand
pada pertengahan kedua dari abad ke-9 M dan meninggal di tahun 944 M. tidak banyak
diketahui mengenai riwayat hidupnya. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham-paham
teologinya banyak persamaanya yang dimajukan Abu Hanifah. Sistem pemikiran teologi Ahli
Abu Mansur al-Maturidi mencari ilmu padad pertiga akhir dari abad ketiga Hijrah, di
mana aliran Mu’tazilah sudah mengalami kemunduruannya, dan di anatara gurunya adalah
Nahsr bin Yahya al-Balakhi (wafat 268 H). 74 negeri Samarkand pada saat itu merupakan
tempat diskusi dalam ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Diskusi di bidang fiqh berlansung anatara
Selain, itu, aliran Maturidiyah merupakan salah satu dari sekte Ahl al-Sunnah wal
jama’ah yang tampil bersama dengan Asy’ariah. Kedua aliran ini datang untuk memenuhi
kebutuhan mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstrimitas kaum
rasional yang di amana yang berada di barisan paling depan adalah Mu’tazilah, maupun
ekstrimitas kaum tekstualis di mana yang berada di barisan paling depan adalah kaum
Memang aliran Asy’ariyah lebih dulu menentang paham-paham dari aliran Mu’tazilah
lahir dan hidup di tengah-tengah iklim keagamaan yang penuh dengan pertentangan
73
Harun Nastuion, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, h. 76.
74
Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003), h. 210.
75
Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, Aliran Poltik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta: Logos
Publishing House, 1996), h. 212. Lebih lanjutnya dalam bukunya Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran
Islam, h. 135.
76
Yudian Wahyu Assmin, Aliran dan Teologi Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 2004.
Lebih lanjut dalam bukunya Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Islam, 138.
36
pendapata antara Mu’tazilah (aliran teologi yang amat memetingkann akal dan dalam
memahami ajaran agama) dan Asy’ariyah (aliran yang menerima rasional dan dalil wahyu)
sekitar masalah kemampuan akal manusia. Maka dari itu, Al-maturidi melibatkan diri dalam
pertentangan itu dengan mengajukan pemikiran sendiri. Pemikirannya itu merupakan jalan
tengah antara aliran Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Karena itu juga, aloran Maturidiyah sering
Salah satu pengikut penting dari al-Maturidi adalah Abu al-Yusr Muhammad al-
Bazdawi (421-493 H). nenek al-Bazdawi adalah murid dari al-Maturidi, dan al-Bazdawi
537 H).78
Antara ke dua pemuka aliran Maturidiyah ini, terdapat perbebdaan paham sehingga boleh
dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat dua golongan : golongan Samarkand
al-Bazdawi.79
sebagai berikut :
a. Al-Maturidi
Nama lengkap al-Maturidi adalah Abu Mansur Muhammad ibn Mahmud al-Maturidi.
Al-Maturidi dilahirkan di kota kecil “Maturid” dekat kota Samarkand wilayah Transixiana di
Asia tengah. Sebagaian penulis menyebutkan bahwa al-Maturidi dari keturuna Abu Ayub Al-
77
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Islam, 138.
78
Harun Nastuion, Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, h. 78. Lihat pula
dalam bukunya Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Islam, 138.
79
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Islam, 138.
37
Anshari, seorang sahabat Rasulullah di Madinah. Ia lahir diperkirakan pada pertengahan abad
3 H dan hidup semasa khalifah Al-Mutawakkil memerintah dan wafat pada tahun 333 H.80
Sebagai orang pemikir penentang paham-paham Mu’tazilah serta membela Ahl al-
Sunnah, al-maturidi banyak berpegang kepada atsar. Sebagian pemikirannya cocok dengan
prinsip atau tokoh. Munculnya istilah Syi’ah, ada beberapa pendapat; sebagian orang
menganggap bahwa sejak Rasulullah saw. Wafat, Ali bin Abi Thalib memang mempunyai
pendukung yang memperjuangkan kursi kekhalifahan Ali bin Abi Thalib yang disebut
1) Sebagian menganggap bahwa pada peristiwa terbunuhnya Usman bin Affan, kaum
muslimin terbagi menjadi dua golongan, sebagian besar menjadi Syiah Ali dan
antara pihak khalifah Ali dengan pemberontak Muawiyah yang disebut dengan
peristiwa Tahkim. Akibat kegagalan itu, maka sejumlah pasukan Ali berontak
terhadap pimpinanya atau keluar dari barisan Ali yang disebut Khawarij. Dan
sebagian besar tetap setia kepada Khalifah Ali, mereka inilah yang disebut Syiah
Ali.82
Secara historis, awal mula lahirnya Syiah adalah pada peritiwa saqifah, segerah
mereka kepada kaum Anshar untuk menerima Abu Baqar sebgai pemimpin tunggal umat.
80
Muhammad Amri, Khazanah Pemikiran Islam, 139.
81
M. Amin Nurdin dan Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam: Teologi-Ilmu Kalam, h. 139.
82
Marhaeni Saleh, Pengantar Teologi Islam, h. 72
38
Pada saat itu ada sebagian suara diajukan dalam menuntut kekhalifahan Ali bin Abi Thalib,
sebab bagi mereka Ali lebih berhak menjadi Khalifah dengan berbagai pertimbangan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada masa Abu Baqar, istilah Syi’ah telah
ada, tetapi belum menampakan diri sebagai sesuatu kekuatan politik yang dapat
diperhitungkan sebab baru sebagai satu tahapan perasaan simpatik kelompok kecil para
sahabat. Demikian pada masa Umar, akan tetapi, keadaan ini berubah setelah pemerintahan
Usman bin Affan, lebih-lebih pada enam tahun terakhir masa pemerintahanya, ia membuat
tindakan-tindakan keliru yang tidak pernah diperbuat oleh Khalifah sebelumnya. Tindakan ini
klimaks ketidak puasaan yang membara itu meledak dalam pemberontakan dan penyerbuan
Madinah yang menewaskan Usman. Kematian Usman memberikan peluang bagi Ali untuk
naik diatas kursi kekhalifahan, Ali adalah satu-satunya kandidat yang diterima oleh Anshar,
Muhajirin dan para pemberontak. Akan tetapi, dalam kondisi peralihan kekhalifaan ini,
Mu’awiyah Gubernur Damaskus yang diangkat pada masa Usman mempunyai ambisi
menjadi Khalifah kaum Muslimin, maka dengan semboyan menuntut balas atas kematian
Melihat kondisi seperti itu, tentu sulit bagi Ali untuk menghukum pembunuh Usman
yang sekaligus sebagai pendukungnya. Karena itu, terjadilah konflik antara Ali dan
Mu’awiyah, dimana Shiffin adalah arena pertempuran kedua golongan ini sampai akhirnya
konflik ini menghasilkan arbitrase (tahkim), akibatnya terjadi kemelut antara sesama pasukan
Ali yaitu antara pasukan yang keluar dari barisan Ali karena tidak setuju adanya arbitrase dan
pasukan Ali yang tetap setia pada Ali, karena berpendapat bahwa tak seorang pun yang
Dari uraian diatas tampaknya istilah Syiah sebagai suatu kekuatan politik tampil pada
akhir masa pemerintahan Usman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa Ali
bin Abi Thalib, sehingga Abu Zahrah mengungkapkan bahwa Syi’ah adalah mazhab politik
yang pertama lahir dalam Islam. Adapun sekte-sekte Syi’ah dan ajaranya sebagai berikut:
Imamah. Syi’ah Imamiyah ini sangat berpengaruh dan menjadi paham resmi di sebagian
besar wilayah Persia (Iran) semenjak permulaan abad ke 10 H/16 M. Mereka disebut Itsna’
Asyariyah (Imam dua belas) karena mempunyai 12 Imam yang dianggap mulia, yaitu;
Imam terakhir inilah yang terkenal dengan Imam Mahdi yang diyakini menghilang
pada tahun 205 H. Syiah 12 ini dinamakan pula Syi’ah Imamah, karena yang menjadi poko
perkaranya dalah masalah Imamah. Golongan ini dianggap ekstrim karena mereka
berkeyakinan bahwa yang patut menjadi khalifah setelah meninggalnya Nabi Muhammad
40
saw adalah Sayyidina Ali ra. dan seterusnya kepada kerabatnya. Oleh karena itu, Abu Baqar
dan Umar bin Khattab, keduanya dianggap berbuat zhalim karena merampas kedudukan
khalifah.
Ada satu golongan yang muncul di Qadiyan, India (sekarag daerah Pakistan),
Ahmad. Dia dilahirkan di Qadiyahn, distrik Gusdapur, Punjab wilayah India, pada tahun
1836 M dan meninggal dunia pada tahun 1908. Pada tanggal 4 Marte 1899 M. Ghulam
Ahmad mengaku dan mengumunkanbahwa dirinya menerima wahyu lansung dari Tuhan,
menunjukkan sebagai Al-Mahdi Al-Ma’ud, artinya Imam Mahdi yang dijanjikan, agar
Pendiri aliran ini bernama Mirza Ghulam Ahmad, setelah ia berusia 54 tahun, yaitu
pada tahun 1950 M. mirza Ghulam Ahmad mendakwahkan, bahwa ia adalah nabi sesudah
nabi Muhammad sawdan pula nabi yang paling terakhir. Bukan saja nabi, tetapi juga Imam
Sudah terang bahwa Mirza Ghulam Ahmad ini terpengaruh Si’ah Isma’iliyah yang
ketika itu banyak didaerah Punjab, yang mempercayai bahwa akan lahir pada hari akhir
zaman Imam Mahdi yang adil, yang akan membawa keadilan untuk seluuh dunia, yang
pangkatnya tidak kalah dari nabi dan juga menerima wahyu dari Tuhan. Memang kaum
Mirza Ghulam Ahmad bertindak lebih jauh, ia bukan lagi imam, bukan saja imam
Mahdi, tetapi nabi benar-benar yang mendapat wahyu dari Tuhan, tetapi ajaran bahwa ada
83
Marhani Saleh, Pengantar Teologi Islam, h. 146.
84
Sirajuddin Abbas, I’itiqad Ahlussunnah Wal-Jamaah, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1995), h. 341.
41
nabi sesudah nabi Muhammad, bertentangan pula dngan kaum Syi’ah. Bagi mereka yang ada
adalah Imam, bukan karena nabi baru, sedang imam itu harus dari keturunan Saidina ‘Ali ra.85
Pada tahun 1891 M, Mirza Ghulam ahmad membuat pengakuan yang mengejutkan
kemudian mengaku sebagai Al-Masih Al-Mau’ud artinya sebagai penjelmaan Nabi Isa al-
masih yang dijanjikan. Dalam ajarannya, dia beranggapaan bahwa nabi Isa al-Masih yang
menyelematkan diri dari salib yangdilakukan oleh laskar Romawi.86 Ajaran Ahmadiyah
mengakui bahwa kenabian dan kerasuan nabi Muhammad saw, juga diakui sebagai Khatam
an-Nabiyyin, bahkan menurut ajaran ini mengingkarinya berarti kafir. Tetapi Khatama an-
nabiyyin diartikan sebagai nabi, sedangkan dalam keiamanan Islam pada umumnya diartikan
sebagai nabi terakhir, tidak akanada manusia yang menerima wahyu sesudah nabi
Muhammad saw.
Ajaran Ahmadiyah yang paling kontroversial ialah tentang nabi Isa a.s, dalam
bukunya Masih Hindustan Man (seorang Hindustan yang suci) , Ghulam Ahmad mengatakan
bahwa Nabi Isa a.s (Yesus) tidak mati di tiang salibdi bukit Golgota itu, melainkanhanya
pingsan. Dia memang dikubur dalam keadaan demikian, lalu para sahabatnya pada malam
hari segera mengambilnya dan dengan penuh kasih sayang mengobati luka-luka itu dengan di
olesi salepramuan mereka sampai sembuh. Kuburannya, menurut Mirza Ghulam ahmad,
terdapat di Khan Yar, Srinagar, ketika di Kashmir, nabi Isa a.s di sebut Yus Asaf.Tujuan
dikemukkakannya teori perjalanan hidup nabi Isa as ialah unutk menguatkan penempatan
Setelah Ghulam Ahmad meninggal pada tahun 1908. Gerakan Ahmadiyah terpecah
85
Marhani Saleh, Pengantar Teologi Islam, h. 147.
86
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 327.
87
Sahilun A. Nasir,Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, h. 327.
42
Harun, penggiring bagi nabi Musa a.s, mereka tinggal di daerah Gulf,
Ghulam Ahmad sebagai Nabi. Mereka yang tidak percaya terhadap kenabian
Ahmadiyah Qadiyan masuk ke Indonesia pada tahun 1925, dibawah oleh Rahmat Ali,
tantangan. Serangan paling keras bagi Rahmat Ali datang dari Ahmad hassan, tokoh pembaru
Islam dari Bandung. Mereka berdebat secara terbuka pada tahun 1933 di Bandung dan 1934
di Jakarta mengenai beberapa ayat Al-Qur’an terutama surah Al-Imran, ayat 55) yang
menjadi dasar kepercayaan Ahmadiyah tentang Yesus. Ajaran Ahmadiyah Lahore di bawah
ke Indonesia oleh Mrza Wali Ahmad Baig dan Maulana Ahmad pada tahun 1924.Kedua
Lahore, tetapi Mirza Ghulam Ahmad baig, tetap tinggal di Jawa hingga tahun 1936.Dialah
Berita terakhir Halaqah dan Rapat Pleno PBNU pada tanggal 7 s/d 10 September
2005, di Hotel Salak bogor Jawa Barat memandangnya sebagai ajaran sesat dan di luar Islam.
Persoalannya sekaran adalah bagaimana menyadarkan mereka agar kembali ke jalan yang
88
Marhani Saleh, Pengantar Teologi Islam, h. 150.
89
Marhani Saleh, Pengantar Teologi Islam, h. 152.
43
lurus (Sunni) dan sekolompok masyarakat tertentu tidak bersikap arogan, bertindak diri-
sendiri, anarkis dan melakukankekerasan dalam menyikapi mereka, tetapi bersikap secara bil
hikmah diajak kembali ke jalan yang lurus dan kala perlu dilakukan mujadalah bil ihsan.90
I’tiqad kaum Ahmdiyah mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad diutus oleh Allah
swtuntuk menyempurnakan agama Islam. Agama Islam masih kurang, karena itu ia diutus
menyempurnakannya. Nabi Muhammad saw kalua disbanding dengan Mirza Ghulam Ahmad
adalah sebagai hilal (bulan sabit), sedang ia adalah badar (bulan purnama).pada lambing
3) Menara.
Hilal bagi mereka artinya Muhammad, Badar artinya Mirza Ghulam Ahmad dan
Menara artinya Damsyik, dimana Nabi Isa turun di akhir zaman. Tentang menyempurnakan
semacam ini ditentang keras oleh kaum Ahlussunnah Wal jamaah, karena dalam fatwanya ini
terselip penghinaan terhadap Islam dan juga terhadap nabi Muhammad saw.