Proses pembentukan pemikiran islam berbagai peristiwa misalnya
ada persentuhan pendapat, agama, kebudayaan atau peradaban antara satu dengan lainnya. Peristiwa yang saling bersentuhan tersebut mengakibatkan terjadinya asimilasi. Sehingga ada perkembangan pemikiran muslim dipisahkan menjadi 3 fase yang memiliki kaitan dengan sejarah islam. Fase pertama adalah saat masa kekhalifahan Ali, saat itu terjadi perang Shiffin dan perang Jamal yang akibat dari perang ini memunculkan golongan Khawarji. Yang akhirnya muncullah kelompok- kelompok lain yang akhirnya membuat perdebatan di dalam tubuh islam sendiri. Fase kedua adalah saat ekspansi agama Islam ke daerah eropa dan asia yang kemudian memperkaya khazanah kebudayaan Islam. Fase ketiga adalah saat adanya perubahan dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Adanya ekspansi yang dilakukan di daerah eropa dan asia ini membuat berbagai keilmuan yang ada di dalam Islam pun lahir seperti filsafat, teologi islam dan tasawuf dan fikih. Yang pertama bidang kalam atau teologi, secara harfiah kalam berarti harfiah. Pendukung ilmu ini adalah orang-orang yang menjadikan dogma atau masalah teologis kontroversial sebagai topik diskusi dan wacana dialetik, dengan menawarkan bukti-bukti spekulatif untuk mempertahankan pendirian mereka. Dulu pada saat nabi Muhammad SAW masih hidup, segala perkara dikembalikan kepada beliau. Namun setelah nabi Muhammad SAW wafat, umat Islam mulai mengalami perpecahan. Permasalahan pertama yang muncul adalah tentang perkara keabsahan pengganti nabi Muhammad SAW. Yang kemudian perkara ini mengalami puncaknya pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, pada saat itu pendukung antara Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah saling berselisih. Perselisihan terus berlanjut hingga menemui puncaknya pada peristiwa arbitrase, yakni perundingan yang dilakukan dua utusan dari pihak Ali Bin Abu Thalib dan pihak Muawiyah yang tengah berperang yang kemudian disebut perang Shiffin. dan perselisihan Ali ibn Abi Thalib dengan Aisyah yang mengakibatkan terjadinya perang Jamal. Akibat peristiwa-peristiwa inilah muncullah aliran atau mazhab dalam ilmu teologi ini. Selain faktor politis yang menyebabkan munculnya perbedaan pada paham teologi, ada lagi faktor pertemuan antara ajaran Islam dengan kebudayaan lain. Perkenalan umat Islam dengan kebudayaan dan peradaban luar teutama yang berkaitan dengan filsafat ketuhanan, ditunjang pula dengan kemenangan umat Islam, mengharuskan umat Islam mempelajari pengetahuan, sistem berpikir dan filsafat mereka. Faktor lainnya, yaitu berkaitan dengan pemahaman ayat Alquran, ialah kadar pengetahuan dan penghayatan umat Islam terhadap nash-nash agama, yang kelihatannya ada beberapa ayat yang tidak sejalan, sehingga terjadilah penafsiran terhadap ayat-ayat Alquran dan al Hadist yang berbeda antara ulama yang satu dengan yang lainnya. Yang kedua bidang fikih, dalam Islam hukum didasarkan kepada wahyu, termasuk hukum dalam kemasyarakatan yang juga disandarkan kepada wahyu. Namun seiring luasnya wilayah Islam, permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat pun semakin kompleks. Mengatasi hal tersebut para sahabat mengembalikan kepada al-Quran dan Sunnah. Namun tidak semua persoalan yang timbul dapat dikembalikan kepada Alquran atau Sunnah Nabi, maka untuk itu Khalifah dan sahabat mengadakan ijtihad. Semakin banyaknya ijtihad ini, kemudian dijabarkan ke dalam beberapa cabang. Yang kemudian Ulamaulama fiqh mengembangkan dua pendekatan yang berbeda terhadap fikih. Satu didasarkan kepada pemikiran (ra’yi) dan kedua didasarkan kepada pemikiran analogi (qiyas). Secara umum tahap perkembangan fikih bisa dibagi ke 5 bagian, pertama yaitu pada masa kerasulan nabi Muhammad SAW hingga paruh pertama abad ke 1 H pada masa ini sumber hukum meliputi wahyu serta akal, kedua adalah masa pembentukan fikih yang dimulai abad ke 1 H hingga awal 2 H pada tahap ini fikih telah berbentuk mazhab, ketiga dimulai sejak awal 2 H hingga pertengahan 4 H, pada tahap ini bentuk fikih dikodifikasi dan dilengkapi dengan ilmu ushul fikih, keempat adalah masa kemunduran fikih yang ditandai dengan adanya peristiwa jatuhnya Bagdad dan tertutupnya pintu ijtihad oleh para ulama’, kelima adalah munculnya kesadaran akan pentingnya kitab hukum Islam yang mudah dioperasionalkan dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, dan Negara. Yang ketiga adalah bidang filsafat, antara Filsafat dan agama membahas mengenai topik yang sama, yaitu manusia dan dunianya. Agama membawa kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta sedangkan filsafat berasal dari manusia yang penuh akan ketidak jelasan. Pemikiran filosofis masuk ke dalam Islam melalui filsafat Yunani yang dijumpai ahli- ahli Islam di Suria, Mesopotamia, Persia, dan Mesir. Filsafat sebagai satu bagian yang sah dari Islam, memang memiliki varian yang beragam. Keberadaan filsafat ini kerap dimusuhi karena dianggap sebagai saingan agama. Namun jika kita lihat dari sisi positifnya, filsafat ini bisa membangun suatu pandangan baru berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah yang pandangan tersebut diberikan pandangan ilmiah yang setengahnya disediakan oleh filsafat. Yang keempat adalah bidang tasawuf, Tasawuf adalah tingkah laku dan perasaan, tingkah laku yang menjauhi segala keinginan dan hal-hal yang memesona dan ditujukan demi kesucian jiwa dan tubuh. Kajian- kajian tasawuf dalam Islam tidak terbentuk sekaligus, tetapi berkembang menembus perjalanan waktu melewati fase-fase tertentu secara bertahap. Tasawuf terbagi dalam 3 fase. Pada fase pertama ini, tasawuf tampil dalam bentuk ibadah dan zuhud, beberapa tokoh zuhud ini adalah al Hasan al Basri (110 H/728 M), Ibrahim bin Adham (159H/776 M) dan Rabi ah al Adawiyyah. Pada fase ini tasawuf tidak mempedulikan tentang kajian atau studi. Dan dalam urusan ibadah para kaum sufi mencari tempat yang terisolir dan jauh dari manusia. Pada fase kedua, para sufi mulai melakukan kajian teoritis. Sebagai bukti, mereka membicarakan tentang keasyikan dan kerinduan, takut dan harapan, cinta dan emosi, tiada dan ada, fana’ dan kekal, beberapa tokoh pada fase ini adalah al Muhasibi (242 H / 857 M), Zu al Nun al Misri (244 H / 859 M), Abu Yazid al-Bistami ( 260 H – 874 M), al Junaid (298 H-910 M), al Hallaj (309 H / 922 M). Selanjutnya pada fase ketiga, kaum sufi mulai semakin mengisi teori-teori tasawuf dengan menggeluti kajian-kajian filosofis yang dalam.
Selanjutnya adala islam kontemporer, pemikiran ini terjadi akibat
sentuhan tradisionalitas dan modernitas yang berasal dari Barat. Salah satu penyebab adanya islam kontemporer adalah karena penyerangan Israel terhadap Arab pada tahun 1967. Mereka bertanya-tanya bagaimana bisa sebuah negara kecil bisa mengalahkan negara yang besar. Menanggapi pertanyaan ini para intelektual Arab menjelaskan sebab-sebab kekalahan mereka. Di antara sebab-sebab yang sudah dijelaskan, sebab yang paling signifikan adalah masalah cara pandang orang Arab kepada budaya sendiri dan kepada capaian modernitas. Bangsa arab memandang modernitas lebih sebagai tantangan identitas kultural. Secara umum ada tiga tipologi yang mewarnai wacana pemikiran Arab kontenporer, pertama yaitu tipologi transformatik, kedua tipologi reformistic, ketiga tipologi pemikir ideal-totalistis.