Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAHIRNYA ILMU


KALAM

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah: Ilmu Tauhid dan Pemikiran Kalam

Dosen Pengampu: Drs. Tamami, M. Ag

Disusun oleh kelompok 6:

Salman Izzulhaqq (1211030190)


Sely Suminar (1211030197)
Syarafina Tsiqa Syafura (1211030211)
Yuli Karlina (1211030226)
Wajdi Hanif Abdurrahman (1211030219)
Zaim Rozin Jamaludin (1211030230)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2O21
A. PENDAHULUAN

Empat belas abad yang lalu, Islam lahir dengan paradigma baru, Berbeda dengan
paradigma dimana ia muncul. Islam datang membawa ajaran yang menghargai pluralitas
menjunjung tinggi persamaan (equality), Islam tidak menghargai manusia karena sukunya,
warna kulitnya, bangsanya namun taqwalah yang membedakan setiap manusia di hadapan
Allah swt. Selama dua puluh dua tahun, dua bulan, dua puluh dua hari, al-Quran turun
menyeru kepada umat manusia untuk membebaskan dirinya dari penghambaan kepada
alam dan seluruh isinya menuju pada penghambaan terhadap Tuhan yang Esa dan
mengajak untuk tetap bersatu.1

Dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, Ilmu kalam lahir lebih belakangan
dibanding ilmu keislaman lainnya, seperti ilmu hadis dan ilmu Fiqih. Ilmu kalam tidak
lahir secara spontan, melainkan telah melalui proses dan melintasi kurun waktu yang
cukup panjang, didahului oleh munculnya berbagai persoalan kalam secara parsial. Setiap
suatu persoalan kalam muncul, pastilah muncul pula pendapat yang berbeda bahkan saling
bertentangan yang pada akhirnya melahirkan aliran sehingga aliran kalam pun mendahului
lahirnya ilmu kalam itu sendiri. Persoalan kalam bukan yang pertama muncul di dunia
Islam sepeninggal Rasulullah SAW, dan bukan pula sebagai hasil perenungan langsung
terhadap Masalah-masalah teologis yang termuat dalam sistem Aqidah Islam. Bermuara
dari kemelut politik yang kemudian merambat ke masalah kalam.2

Secara sederhana, kalam berarti kata-kata yang tersusun, yang menunjukkan suatu
maksud. Kemudian berkembang menjadi suatu yang digunakan untuk menunjukkan salah
satu sifat Tuhan yaitu sifat berbicara. Kalau yang dimaksud kalam adalah firman Tuhan,
maka penanaman ilmu kalam dikarenakan kalam Allah pernah menimbulkan ragam
penafsiran yang mengakibatkan pertentangan-pertentangan keras di kalangan Islam pada
Abad ke-9 dan ke-10 Masehi, sehingga timbul penganiayaan dan pembunuhan terhadap
sesama muslim di waktu itu. Salah satu yang muncul pada saat itu adalah persoalan
apakah Al-Qur’an itu qadim atau hadis? Dari sinilah timbul sebutan Ilmu Kalam.3
Ilmu Kalam dinamakan juga Ilmu Tauhid, Ushuluddin, Ilmu Aqaid atau dalam bentuk
teologi Islam. Secara ontologis, teologi adalah pengetahuan yang membahas eksistensi
Tuhan, sifat-sifat Tuhan, kaitan dengan alam semesta termasuk terjadinya alam, perbuatan

1
Hamka Hasan, Ilmu Kalam dalam Perspektif Sejarah (Jakarta: Azzahra Jurnal, 2004). hlm. 1
2
Suryan A Jamrah, Studi Ilmu Kalam (Jakarta: Kencana¸2015). hlm. 1
3
Hasan Basri, Ilmu Kalam (Bandung: Azkia Pustaka Utama, 2006). hlm. 5
manusia, keadilan dan kekuasaan Tuhan, pengutusan rasul yang meliputi penyampaian
wahyu Ilmu Kalam: Sejarah dan Pokok Pikiran Aliran-aliran dan berita-berita gaib yang
dibawanya seperti hari akhirat, surga, neraka, peran akal manusia menghadapi itu semua dan
lain-lain. Dalam kepustakaan Islam, teologi disebut Ilmu Kalam karena pembahasan tentang
eksistensi dan sifat-sifat Tuhan ini didasarkan pada firman-firman atau kalam Allah yang
terdapat dalam Al-Qur’an. Beberapa kalangan mencoba membedakan pengertian keduanya
dalam batas implikasi dan muatan konsep. Jika ilmu kalam lebih bersifat teoritis murni, maka
teologi lebih bersifat aktual di mana ia mengambil peran dalam cara pandang orang berbuat;
Teologi lebih berdimensi praktis sebagai dasar operasional. Kendati demikian, baik teologi
maupun ilmu kalam secara metodologis mempergunakan logika berpikir.4

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Ilmu Kalam

Secara bahasa kata “ kalâm” berarti ucapan. Namun kata ini dalam literatur Islam
menjadi sebuah disiplin ilmu yang membahas tentang ketuhanan dan masalah-masalah yang
berkaitan dengan keyakinan. Dalam agama Kristen ilmu yang membahas masalah-masalah
ini disebut dengan teologi (ilmu ketuhanan). Para ulama menyebutkan beberapa alasan
mengapa ilmu tentang ketuhanan dan masalah-masalah keyakinan ini dinamakan dengan ilmu
Kalam.5

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lahirnya Ilmu Kalam


a. Faktor Internal
1) Al Qur’an.
Sebagai Kitab suci kaum Muslim, al Qur’an mempunyai kedudukan yang
tinggi di tengah mereka. Ia menjadi referensi awal dalam semua urusan kehidupan
mereka, termasuk di dalamnya adalah masalah ketuhanan dan keyakinan. Pengaruh al
Qur’an terhadap ilmu Kalam Islam sangat besar, baik menyangkut tema-tema kalam
maupun argumentasi-argumentasi yang dibangun untuknya. Pengaruh ini dapat dilihat
dengan jelas dalam tulisan-tulisan dan buku-buku para ahli kalam (mutakallimin)
maupun para ulama lainnya.
2) Sunah Nabi saw.

4
Ibid.
5
Salihun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam (Jakarta: Rajawali Press, 1991). hlm. 1
Kedudukan Nabi Muhammad saw. berada pada posisi kedua setelah al Qur’an.
Sebagaimana al Qur’an, Sunah juga menjelaskan segala hal yang dibutuhkan dan
ditanyakan oleh umat manusia, baik yang menyangkut urusan keyakinan maupun
urusan sosial. Dalam menyampaikan ajaran Islam, beliau sering menjelaskan masalah
ketuhanan dan keyakinan atau berdialog tentangnya dengan kaum Musyrik di Mekkah
dan Ahlul Kitab di Medinah. Keterangan beliau tentang masalah-masalah kalam telah
menjadi bahan dan dalil yang dipegang para mutakallimin untuk memperkuat bukti-
bukti tentang keberadaan Allah swt. dan hari akhirat.

3) Ucapan Ahlul Bait

Bagi para pengikut Ahlul Bait, para Imam Ahlul Bait merupakan sumber yang
sangat penting dalam memahami ajaran-ajaran Islam. Mereka adalah orang-orang
yang paling representatif dalam menyampaikan ilmu-ilmu Rasulullah saw., khususnya
Imam Ali bin Thalib.

Dalam banyak kesempatan Imam Ali bin Thalib sering menjelaskan masalah
ketuhanan dan masalah-masalah keyakinan melalui khutbah-khutbahnya. Kecuali itu,
beliau juga dianggap sebagai orang Islam (Arab) yang pertama kali membahas
masalah-masalah kalam secara sistematis dan tersusun. Berkaitan dengan ini, Ibnu
Abdul Hadid berkata, “ Kajian tentang masalah hikmah dan masalah-masalah
ketuhanan belum pernah dibahas di tengah bangsa Arab. Orang Arab yang pertama
kali mendalami kajian ini adalah Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu, para ahli ilmu
kalam yang mendalami samudra ilmu-ilmu logika selalu dikaitkan dengan beliau saja,
tidak yang lainnya. Mereka menyebut beliau sebagai guru dan pemimpin mereka.
Setiap golongan dari mereka mengaku bahwa beliau adalah bagian dari mereka “.6

Dia juga mengatakan bahwa Muktazilah yang dikenal sebagai kelompok yang
pertama kali membahas masalah tauhid dan keadilan, dan dari merekalah banyak
manusia yang belajar. Tokoh utama mereka adalah Washil bin ‘Atha. Dia murid Abu
Hasyim Abdullah bin Muhammad bin al Hanafiyah, dan Abu Hasyim berguru kepada
ayahnya yang merupakan putra Ali bin Abi Thalib. Sedangkan al Asy’ariyah pengikut
Abu al Hasan al ‘Asyari murid dari Abu Ali al Juba’i seorang tokoh utama

6
Ibnu Abi Al Hadid, Syarh Nahj Al-Balaghah (1378).
Muktazilah. Ringkasnya semua mutakallim, baik Muktazilah maupun Asy’ariyyah
secara tidak langsung berguru kepada Ali bin Thalib.7

4) Politik

Aliran kalam muncul dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut


pembunuhan Usman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Muawiyah atas
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Setelah Usman bin Affan wafat kedudukannya
sebagai khalifah digantikan oleh Ali bin Abi Thalib. Kemudian Ali mendapat
tantangan dari Muawiyah, gubernur Damaskus dan keluarga dekat Usman, ia tidak
mau mengakui Ali sebagai khalifah. Ia menuntut Ali supaya menghukum pembunuh-
pembunuh Usman, bahkan ia menuduh Ali turut campur dalam soal pembunuhan itu.

Salah seorang pemuka pemberontak-pemberontak Mesir yang datang ke


Madinah dan kemudian membunuh Usman adalah Muhammad Ibn Abi Bakr, anak
angkat dari Ali Ibn Abi Thalib. Dan pula Ali tidak mengambil tindakan terhadap
pemberontak-pemberontak itu, bahkan Muhammad Ibn Abi Bakr diangkat menjadi
Gubernur Mesir. Yang kemudian terjadi perang Siffin antara pihak Ali dan
Muawiyah.

b. Faktor Eksternal
1) Akulturasi

Setelah terjadinya pembebasan yang dilakukan oleh kaum Muslim terhadap


beberapa wilayah di luar Jazirah Arab hingga wilayah Persia dan beberapa kota
kekuasaan Romawi, maka muncullah akulturasi antara mereka dengan bangsa-bangsa
yang telah mempunyai peradaban dan kebudayaan yang berbeda dalam bidang
ontologi, epistemologi dan aksiologi. Sebagai akibat dari akulturasi ini, tidak sedikit
ajaran mereka yang masuk ke dunia Islam dan menimbulkan pro dan kontra terhadap
pandangan-pandangan mereka, khususnya menyangkut masalah ketuhanan.

Pandangan-pandangan mereka, secara langsung maupun tidak, menjadi bahan


perdebatan dalam majelis-majelis ilmu para ulama, dan pada gilirannya, telah
memperkaya tema-tema kalam, seperti pembahasan tentang materi (jisim), gerakan
dan lainnya.

7
Ibid. hlm 17
2) Transliterasi

Selain adanya akulturasi setelah pembebasan wilayah-wilayah tersebut, ada


upaya dari beberapa pihak yang berkuasa untuk menerjemahkan buku-buku karya
para cendekiawan non Muslim ke bahasa Arab. Ibnu Nadim menyebutkan,“ Adalah
Khalid bin Yazid bin Muawiyah seorang yang mencintai ilmu pengetahuan telah
memerintahkan supaya didatangkan sejumlah filusuf dari Yunani yang berada di kota
Mesir. Mereka diminta untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani dan
Koptik (Mesir Kuno) ke bahasa Arab. Itulah pertama kali penerjemahan buku ke
bahasa Arab. Kemudian pada masa al Hajjaj muncul juga penerjemahan dari bahasa
Persia ke bahasa Arab. Penerjemahan pada saat itu masih dianggap lambat sampai
masa kekuasaan al Ma’mun al Abbasi. Dia meminta kepada kaisar Romawi agar
diberi akses untuk mempelajari ilmu-ilmu klasik yang tersimpan di perpustakaan
wilayah-wilayah Romawi. Akhirnya al Ma’mun mengutus sejumlah cendekiawan
untuk pergi seperti, al Hajjaj bin Mathar, Ibnu Petrik, Muhammad bin Ahmad dan
Husain Banu Syakir. Kemudian mereka kembali dengan membawa buku-buku
tentang filsafat, arsitektur dan lainnya “.8 Buku-buku terjemahan itu telah terkadang
mengandung pandangan-pandangan yang mengganggu keyakinan kaum Muslim, dan
sebagai akibatnya muncul reaksi yang beragam di tengah mereka. Secara umum ada
tiga kelompok yang muncul sebagai respon atas buku-buku itu.

3. Aliran-aliran Ilmu Kalam


a. Khawarij

Kaum Khawarij terdiri atas pengikut-pengikut Ali bin Abi Tholib yang meninggalkan
barisannya, karena tidak setuju dengan sikap Ali bin Abi Thalib dalam menerima arbitrase
sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan tentang khilafah dengan Muawiyah Ibnu
Abi Sufyan. Mereka memilih Abdullah Ibnu Wahab ar-Rasyidin menjadi imam mereka
sebagai ganti dari Ali bin Abi Thalib. Dalam pertempuran dengan kekuatan Ali mereka
mengalami kekalahan besar tetapi akhirnya seorang khawarij bernama Abdurrahman Ibnu
Muljam dapat membunuh Ali.9

Mereka memiliki pemahaman bahwa seorang khalifah harus dipilih secara demokratis
dipilih secara bebas tidak hanya dari bangsa suku Quraisy tapi juga boleh dari bangsa lainnya

8
Ibnu al Nadim, al Fihris. hlm. 303
9
Al-Asy’ari, Maqalat al-Islamiyin, al-Nahdah al-Misriyah. hlm. 156
dengan poin penting dia. Khalifah yang terpilih akan terus memegang jabatannya selama ia
bersikap adil dan menjalankan syariat Islam, tapi jika dia menyeleweng dari ajaran-ajaran
Islam yang wajib dijatuhkan atau dibunuh.10

Kaum Khawarij berpendapat bahwa orang yang telah berzina ataupun melakukan
dosa-dosa besar adalah kafir. Mereka meyakini bahwa daerah merekalah yang disebut Darul
Islam sedangkan daerah di luar itu disebut Darul Kufr. Siapa saja yang mereka jumpai dan
mengaku Islam tetapi bukan dari daerah mereka akan mereka bunuh.11 Di samping itu harta
yang boleh dijadikan rampasan perang hanyalah harta orang yang telah mati terbunuh.
Mereka tidak mengakui bahwa surat Yusuf adalah bagian dari Alquran.

Kaum Khawarij juga terbagi dalam beberapa golongan, hal ini disebabkan perbedaan
pendapat di antara mereka. Menurut al-Syahrastani, mereka terpecah menjadi 18 golongan12
dan menurut al-Baghdadi dua puluh golongan.13 Di antara golongan-golongan tersebut yaitu
Al Muhakkimah, Al Azariqah yang terletak di perbatasan Irak dan Iran, An Najdah, Al
'Ajaridah, Al Sufriah yang dipimpin Ziyad Ibnu Al Asfar, dan Al Ibadah yang dipimpin Jabir
bin Zaid Al Azdi.

b. Murji'ah

Kata Murji’ah berasal dari kata bahasa Arab arja’a, yarji’u, yang berarti menunda
atau menangguhkan. Salah satu aliran teologi Islam yang muncul pada abad pertama
Hijriyah. Aliran ini muncul dilatarbelakangi oleh persoalan politik, yaitu soal khilafah
(kekhalifahan).14 Setelah terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, umat Islam pada masa itu
terpecah ke dalam tiga kelompok yaitu golongan Khawarij, Syiʻah dan Muawiyah. Dalam
merebut kekuasaan, kelompok Muawiyah membentuk Dinasti Umayyah. Syiʻah dan
Khawarij sama-sama menentang kekuasaannya. Syiʻah menentang Muawiyah karena
menuduh Muawiyah merebut kekuasaan yang seharusnya milik Ali dan keturunannya.
Sementara itu Khawarij tidak mendukung Muawiyah karena ia dinilai menyimpang dari
ajaran Islam. Dalam pertikaian antara ketiga golongan tersebutlah terjadi saling
mengkafirkan, sampai akhirnya muncul sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin
terlibat dalam pertentangan politik yang terjadi. Kelompok inilah yang kemudian

10
Muhammad Ahmad Abu Zahra, Al Mazahib Al Islamyah, Maktabah al-Adab, hlm.105-106
11
Maqalat al-Islamiyin, Op. Cit., hlm. 189
12
Mustafa al-Babi al-Halabi, Al-Milal wa Al-Nihal (1967). Jilid 1, fasal 4
13
Muhammad Ali Subeih, Al-Farq bain Al-Firaq. hlm. 115
14
Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal. vol. 1 hlm. 145.
berkembang menjadi golongan Murji’ah. Dan Aliran ini disebut Murji’ah karena dalam
prinsipnya mereka menunda penyelesaian persoalan konflik politik antara Ali bin Abi Thalib,
Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Khawarij ke hari perhitungan di akhirat nanti.15

Paham-paham Aliran Murji'ah, yaitu:

1) Dosa Besar dijatuhkan hukum mukmin, Balasan dari perbuatannya akan diterima di
akhirat.
2) Yang pertama/utama adalah Iman, lalu kedua yaitu perbuatan.
3) Yang menentukan mukmin atau kafirnya seseorang terletak pada kepercayaan atau
imannya bukan dari perbuatan atau amalnya.
4) Murji'ah berasal dari kata (arja'a) yang berarti pengharapan. Dalam artian, orang Islam
yang melakukan dosa besar bukanlah kafir tetapi tetap mukmin dan tidak akan kekal
dalam neraka, dengan memberi pengharapan bagi yang berbuat dosa besar untuk
mendapat rahmat Allah dan untuk masuk surga.16

Al-Syahrastani telah mengemukakan pandangan berbagai golongan Murji’ah dalam


persoalan iman dan kufur sebagai berikut:

1) Al-Yunusiyyah: yang dipelopori oleh Yunus ibn ‘Aun al-Namiri.


2) Al-Ubaidiyyah: yang dipelopori oleh ‘Ubaid al-Mukta’ib.
3) Al-Ghassaniyyah: dipelopori oleh Ghassan Al-Kafi.
4) Ats-Tsaubaniyyah: dipelopori oleh Abu Tsauban al-Murji’i. 17
c. Qadariah

Qadariah berasal dari kata qudrah yang berarti kekuatan. Maksudnya adalah
manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya atau
kemauannya sendiri tanpa campur tangan tuhan. Pengertian yang lebih sederhananya adalah
bahwa manusia ini tidak serta merta tunduk pada qadar atau kekuatan tuhan. Atau istilah
inggrisnya paham ini dikenal dengan sebutan free will dan free act.18

Tidak dapat diketahui secara pasti kapan paham ini muncul atau timbul dalam sejarah
perkembangan teologi Islam. Tetapi menurut keterangan para ahli, paham ini muncul atau
diprakarsai oleh seseorang yang bernama Ma’bad al Juhani. Menurut Ibn Nabatah (seorang

15
Mulyadi dan Bashori, Studi Ilmu Tauhid/ Kalam (Malang: UIN-Maliki Press, 2010). hlm. 117
16
Kumaidi, Aqidah Ilmu Kalam (Surabaya: Akik Pusaka, 2001). hlm. 21
17
Al-Syahrastani, Op. Cit., hlm. 140-146
18
Harun Nasution, Teologi Islam (Jakarta: UI-Press, 1986). hlm. 31
Teolog Islam pada masa Bani Umayyah) Ma’bad al Juhani dan temannya Ghailan al Dimasyqi
Mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam.
Pada masa itu Ghailan terus menerus menyiarkan pemahaman Qadariahnya di
Damaskus, tetapi di sana dia mendapat tantangan yang hebat dari khalifah Umar bin Abdul
Aziz. Setelah khalifah Umar wafat ia terus menyebarkan pahamnya ini sampai akhirnya ia di
hukum mati oleh khalifah Hisyam bin Abdul Malik.19
Menurut Ghailan, manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah
yang melakukan perbuatan baik atas kehendak kuasanya sendiri dan manusia juga melakukan
perbuatan kejahatan atas kemauan dan dayanya sendiri. Di dalam paham ini bahwasanya
manusia itu merdeka dalam tingkah lakunya. Di sini juga tak terdapat paham yang mengatakan
bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu, dan bahwa tindakan perbuatan manusia
hanya mengikuti nasibnya yang telah ditentukan pada zaman Azali. 20
d. Jabariah

Jabariah berasal dari kata Jabara yang berarti memaksa. Maksudnya adalah manusia
tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Dan di dalam
paham ini manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa yang dalam istilah
inggrisnya disebut fatalism atau predestination.

Aliran/paham Jabariah pertama kali di prakarsai oleh al ja’ad bin Dirham. Tetapi yang
menyiarkannya atau menyebarluaskannya adalah Jahm Ibn Shafwan di Khurasan. Jahm yang
terdapat dalam Aliran Jabariah ini sama dengan Jahm yang mendirikan golongan al Jahmiyyah
dalam kalangan Murji’ah sebagai sekretaris Syuraih Ibn al Harits.
Paham yang di bawa Jahm adalah lawan ekstrim dari paham yang dianjurkan Ma’bad
dan Ghailan. Manusia menurut Jahm tidak Mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa, tidak
memiliki daya, tidak mempunyai pilihan, dan dalam perbuatannya manusia dipaksa dengan
kekuasaan, kemauan, dan pilihan baginya.
Menurut paham ekstrim ini. Segala bentuk perbuatan manusia bukan merupakan dari
perasaan yang timbul dalam dirinya, melainkan perbuatan yang di paksakan terhadap diri
manusia sendiri. Contohnya ketika manusia mencuri, maka keinginan perbuatan tersebut
bukanlah berasal darinya. Melainkan berasal dari qadha dan qadhar tuhan. Kasarnya,
perbuatan manusia bukan merupakan kehendak manusia melainkan kehendak Tuhan.

19
Al-Mazahib. Hlm. 190
20
Ali Mustafal Ghurabi, Tarikh al-Firaq al-Islamiyah. (Kairo). hlm. 33
Kalau paham fatalisme atau Jabariah yang diuraikan Jahm di atas merupakan fatalisme
yang ekstrim. Dan paham Jabariah ini ada juga yang moderat yaitu yang dibawa oleh al Hussain
bin Muhammad al Najjar. Menurut dia, Tuhanlah yang menciptakan baik dan buruknya
perbuatan manusia. Tetapi manusia juga turut ambil besar dalam melakukan perbuatan tersebut.
Sebagai contoh ketika manusia melakukan perbuatan mencuri, benar tuhan telah menciptakan
qadha dan qadharnya. Tetapi manusialah yang memiliki tenaga yang di ciptakan Tuhan untuk
memilih melakukan perbuatan tersebut atau tidak. 21
e. Mu’tazilah

Mu’tazilah secara harfiah berasal dari I’tazala yang berarti memisahkan diri atau
menjauhkan diri. Julukan ini dinisbahkan kepada pendiri aliran tersebut yang memisahkan diri
dari jamaahnya. Aliran Mu’tazilah muncul pada abad ke-2 H (tahun 105-110 H ) yang
bertempat di Kota Bashrah. Yang mana, awal kemunculan paham Mu’tazilah dikarenakan
perselisihan antara guru dan murid yang berbeda pandangan. Pelopornya adalah Washil bin
Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozali yang merupakan murid dari Imam Hasan Al-Bashri. Washil
berpendapat bahwa status orang muslim yang melakukan dosa besar bukan termasuk orang
kafir namun disebut dengan orang fasik. Sedangkan gurunya, berpendapat bahwa orang
tersebut masih berstatus mukmin hanya saja dia berdosa besar. Kemudian Washil menjauhkan
diri dari jamaahnya dan mulai berusaha menyebarkan pemikirannya.

Namun Al-Mas’ud memberikan keterangan lain lagi, yaitu dengan tidak mengaitkan
penamaan Mu’tazilah dengan perselisihan paham antara murid dan guru tersebut. Melainkan
mereka disebut dengan kaum Mu’tazilah karna mereka berpendapat bahwa orang yang berdosa
besar bukan mukmin dan bukan pula kafir. Jadi, orang yang melakukan dosa besar itu termasuk
dalam posisi tengah antara 2 posisi tersebut. (Al-Manzilah bain Al-Manzilatain)22

Kemudian para pemimpin mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar
di Masa Khalifah Al-Ma’un dan sejak itu, Mu’tazilah diwarnai oleh manhaj ahli kalam yang
berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunah. Dan pada
Masa Al-Ma’un, Mu’tazilah dijadikan sebagai madzhab resmi negara. Bahkan ulama yang
tidak sepaham akan disiksa khalifah. Aliran Mu’tazilah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

1) Mu’tazilah I, muncul sebagai respon politik murni dan mereka bersikap netral
politik

21
Al-Syahrastani, Op. Cit., hlm. 89
22
Ahmad Mahmud Subhi, Fi ‘Ilm al-Kalam (Kairo, 1969). hlm. 75
2) Mu’tazilah II, muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di
kalangan Khawarij dan Murji’ah akibat adanya peristiwa tahkim.
f. Ahlussunnah wal Jamaah

Ahlussunnah Wal Jamaah merupakan gabungan dari kata ahl as Sunnah dan ahl al-
jama’ah.23 Dalam bahasa Arab, kata ahl berarti pemeluk Aliran/mazhab (ashab al-mazhabi),
jika kata tersebut dikaitkan dengan Aliran/madzhab. Secara umum dapat Dikatakan bahwa al-
Sunnah adalah sebuah istilah yang menunjuk kepada Jalan Nabi SAW dan para sahabatnya,
baik ilmu, amal, akhlak, serta segala yang meliputi berbagai segi kehidupan. Maka,
berdasarkan keterangan di atas, ahl al-Sunnah dapat diartikan dengan orang-orang yang
mengikuti sunah dan berpegang teguh padanya dalam segala perkara yang Rasulullah SAW
dan para sahabatnya berada di atasnya.24

Adapun al-Jamaah, berasal dari kata jama’a yajma’u jama’atan yang berarti
menyetujui atau bersepakat. Dalam hal ini, al-jama’ah juga berarti berpegang teguh pada tali
Allah SWT secara berjamaah, tidak berpecah dan berselisih. Ahl al-Sunnah dikenal luas dan
populer sejak adanya kaum Mu’tazilah yang menggagas rasionalisme dan didukung oleh
penguasa Bani Abbasiyah. Sebagai madzhab pemerintah, Mu’tazilah menggunakan cara-cara
kekerasan dalam menghadapi lawan-lawannya.25

Ahlussunnah wal Jamaah merupakan salah satu dari beberapa aliran Kalam. Adapun
ungkapan Ahl al-Sunnah (sering juga disebut dengan sunni) Dapat dibedakan menjadi dua
pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok
Syi’ah. Dalam pengertian Ini, Mu’tazilah sebagaimana Asy’ariyah masuk dalam barisan
Sunni. Sementara Sunni dalam pengertian khusus adalah madzhab yang berada Dalam
barisan Asy’ariyah dan merupakan lawan dari Mu’tazilah. Pengertian Yang kedua inilah yang
dipakai dalam pembahasan ini.26

Jumlah ulama yang pernah diuji sebanyak 30 orang dan di antara ulama yang
melawannya secara gigih adalah Ahmad bin Hanbal. Kegiatan tersebut akhirnya
memunculkan term Ahl al Sunnah Wa al-Jama’ah. Aliran Mu’tazilah yang menjadi lokomotif
pemerintahan tidak berjalan lama. Setelah khalifah al-Makmun wafat, lambat laun, aliran
Mu‟tazilah menjadi lemah seiring dengan dibatalkannya sebagai madzhab pemerintahan oleh

23
Ahsin W. Alhafidz, Kamus Fiqih, Cet. 1 (Jakarta: Amzah, 2013). hlm. 9
24
Munawir, Kajian Hadits Dua Mazhab, Cet. 1 (Purwokerto: Stain Press, 2013). hlm. 1
25
Ibid
26
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, dkk, Ilmu Kalam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010). hlm. 119
al-Mutawakkil. Selanjutnya, para Fuqoha dan ulama yang beraliran Sunni dalam pengkajian
akidah menggantikan kedudukan mereka, serta usaha mereka didukung oleh para ulama
terkemuka dan para khalifah. 27

Prinsip dan karakter Ahlussunnah wal Jamaah adalah moderat (tawassut).


Kemoderatan itu dapat diaplikasikan dalam tiga bidang ajaran Islam. Pertama, bidang tauhid
adalah keseimbangan antara penggunaan dalil aqli dengan dalil naqli, yaitu dalil aqli
dipergunakan dan ditempatkan di bawah dalil naqli, berusaha memurnikan dari segala akidah
dari luar Islam, dan tidak tergesa-gesa menjatuhkan vonis musyrik dan kafir pada mereka
yang belum memurnikan akidah.

Kedua, bidang syariah adalah selalu berpegang pada al-Quran dan Sunnah Nabi
dengan menggunakan metode dan sistem yang dapat dipertanggungjawabkan dan melalui
jalur yang wajar, masalah yang bersifat qat’i dan sarih tidak ada intervensi akal, dan masalah
yang bersifat zanni dapat ditoleransi adanya perbedaan pendapat selama tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

Ketiga, bidang tasawuf adalah menganjurkan riyadah dan mujahadah yang sesuai
dengan prinsip ajaran Islam, mencegah sikap ekstrim yang menjerumuskan pada
penyelewengan akidah dan syariah, dan berpedoman pada akhlak yang luhur di antara dua
sikap ekstrim (tatarruf).28

27
Munawir, Op. Cit., hlm. 13
28
Nawawi, Ilmu Kalam: dari Teosentris Menuju Antroposentris (Malang: Genius Media, 2014). hlm. 86
C. SIMPULAN

Secara bahasa kata “ kalâm” berarti ucapan. Namun kata ini dalam literatur Islam
menjadi sebuah disiplin ilmu yang membahas tentang ketuhanan dan masalah-masalah yang
berkaitan dengan keyakinan. Faktor-faktor yang mempengaruhi lahirnya Ilmu Kalam terbagi
menjadi dua, yaitu faktor internal yang meliputi Al-Quran dan Sunnah Nabi SAW. dan faktor
eksternal yang meliputi Akulturasi dan Transliterasi.

Karena banyak terdapat perbedaan pendapat, akhirnya terbagi menjadi beberapa


aliran/golongan. Di antara aliran-aliran tersebut, yaitu:

1. Khawarij, yaitu yang terdiri atas pengikut-pengikut Ali bin Abi Tholib yang
meninggalkan barisannya, karena tidak setuju dengan sikap Ali bin Abi Thalib
dalam menerima arbitrase sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan
tentang khilafah dengan Muawiyah Ibnu Abi Sufyan.
2. Murji’ah, yaitu aliran Teologi Islam yang muncul pada abad pertama Hijriyah.
Aliran ini muncul dilatarbelakangi oleh persoalan politik, yaitu soal khilafah
(kekhalifahan).
3. Qadariyah, paham ini muncul atau diprakarsai oleh seseorang yang bernama
Ma’bad al Juhani. Menurut Ibn Nabatah (seorang Teolog Islam pada masa Bani
Umayyah) Ma’bad al Juhani dan temannya Ghailan al Dimasyqi Mengambil paham
ini dari seorang Kristen yang masuk Islam.
4. Jabariyah, Aliran/paham yang diprakarsai oleh al ja’ad bin Dirham. Tetapi yang
menyiarkannya atau menyebarluaskannya adalah Jahm Ibn Shafwan di Khurasan.
5. Mu’tazilah, yaitu aliran yang awal kemunculannya dikarenakan perselisihan
antara guru dan murid yang berbeda pandangan. Pelopornya adalah Washil bin
Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozali yang merupakan murid dari Imam Hasan Al-
Bashri.
6. Ahlussunnah wal Jama’ah, yaitu sebuah aliran kalam yang menunjuk kepada Jalan
Nabi SAW dan para sahabatnya, baik ilmu, amal, akhlak, serta segala yang
meliputi berbagai segi kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah Analisa dan Perbandingan.
Jakarta: UI-Press

Agil Mahdali dkk. 2004. Ilmu Kalam dalam Perspektif Sejarah. Jurnal Studi Islam
Komprehensif. 3(1): 98-112.

Zuhri, Achmad Muhibbin. 2013. Aqidah Ilmu Kalam. Surabaya: UIN Sunan Ampel.

Basri, Hasan dkk. 2007. Ilmu Kalam: Sejarah dan Pokok Pikiran Aliran-aliran. Bandung:
Azkia Pustaka Utama.

Jamrah, Surya A. 2015. Studi Ilmu Kalam. Jakarta: Kencana

Fatimah, Siti. 2019. Ke-NU-an. Cirebon: Pustaka Khas

Nuzula, Firdausy. “Faktor Penyebab Munculnya Berbagai Aliran Ilmu Kalam.” Kompasiana,
27 Februari 2018.
https://www.kompasiana.com/firdausynuzula/5a950dafdd0fa849324e9df2/faktor-penyebab-
munculnya-berbagai-aliran-ilmu-kalam.

Maghfiroh, T. 2017. “Ahlussunnah wal Jama’ah.” http://repo.iain-


tulungagung.ac.id/4502/3/BAB%20III.pdf.

Anda mungkin juga menyukai