Anda di halaman 1dari 22

SEJARAH KELAHIRAN

ILMU KALAM
Makalah ini disajikan dalam acara diskusi kelas
Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Islam
Dosen Pengasuh

PROF. DR. H. ASMARAN AS, MA

Disusun Oleh :

RASYID RIZANI
NIM. 08.0202.0399

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI


PROGRAM PASCA SARJANA
JURUSAN FILSAFAT ISLAM
KONSENTRASI FILSAFAT HUKUM ISLAM
BANJARMASIN
2008

Page | 1
BAB I
PENDAHULUAN

Benih-benih tumbuhnya aliran dalam teologi Islam sudah mulai muncul


sejak pemerintahan khalifah Utsman bin Affan ra. Tindakan-tindakan beliau
dalam bidang politik yang mengangkat keluarga dekat sebagai pejabat penting
dalam lingkungan pemerintahan Islam telah menimbulkan atau melahirkan
golongan-golongan yang tidak senang terhadap beliau. Dan pada puncaknya yaitu
terjadi pemberontakan-pemberontakan seperti yang dilakuakn oleh pemberontak
dari Mesir yang mengepung rumah Sayyidina Utsman sehingga dalam
pengepungan itu mereka berhasil membunuh khalifah yang ketiga sekaligus
menantu Rasulullah SAW ini.
Setelah khalifah Utsman wafat, maka diangkatlah Ali bin Abi Thalib
sebagai pengganti beliau. Di masa Ali ini muncul beberapa orang yang tidak
senang terhadap beliau seperti Mu'awiyah yang memfitnah beliau terlibat dalam
pembunuhan khalifah Utsman, karena tindakan Ali yang tidak menghukum
Muhammad bin Abi Bakr salah seorang pembunuh Utsman, bahkan beliau
mengangkatnya sebagai Gubernur Mesir.
Dan pada akhirnya terjadilah perang di antara Ali dan Mu'awiyah yang
dimana pada perang itu Mu'awiyah berhasil membuat tipu muslihat dengan
mengadakan arbitrase (perjanjian damai). Akibat perjanjian inilah, maka muncul
golongan yang tidak suka terhadap tindakan Ali yang menyetujui perjanjian itu
dan kemudian golongan ini keluar dari barisan Ali dan menganggap Ali telah
murtad, golongan ini dikenal dengan nama Khawarij.
Setelah golongan ini muncul, maka bermunculan lagi golongan-golongan
yang lain seperti Murji'ah dan Mutazilah.
Ketiga golongan inilah yang disebut golongan pertama yang muncul
dalam teologi Islam yang pada perkembangan selanjutnya golongan ini terpecah
lagi menjadi beberapa sekte atau aliran.

Page | 2
BAB II
SEJARAH KELAHIRAN ILMU KALAM

A. Pengertian dan Nama-Nama Ilmu Kalam


Secara harfiah, kata-kata Arab kalam, berarti "pembicaraan". Tetapi
sebagai istilah, kalam tidaklah dimaksudkan "pembicaraan" dalam pengertian
sehari-hari, melainkan dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dengan
menggunakan logika. Maka ciri utama Ilmu Kalam ialah rasionalitas atau
logika. Karena kata-kata kalam sendiri memang dimaksudkan sebagai ter
jemahan kata dan istilah Yunani logos yang juga secara harfiah berarti
"pembicaraan", tapi yang dari kata itulah terambil kata logika dan logis
sebagai derivasinya. Kata Yunani logos juga disalin ke dalam kata Arab
manthiq, sehingga ilmu logika, khususnya logika formal atau silogisme
ciptaan Aristoteles dinamakan Ilmu Mantiq ('Ilm al-Mantiq). Maka kata Arab
"manthiqi" berarti "logis".1
Dari penjelasan singkat itu dapat diketahui bahwa Ilmu Kalam amat erat
kaitannya dengan Ilmu Mantiq atau Logika. Itu, bersama dengan Falsafah
secara keseluruhan, mulai dikenal orang-orang Muslim Arab setelah mereka
menaklukkan dan kemudian bergaul dengan bangsa-bangsa yang berlatar-
belakang peradaban Yunani dan dunia pemikiran Yunani (Hellenisme).
Hampir semua daerah menjadi sasaran pembebasan (fat'h, liberation) orang-
orang Muslim telah terlebih dahulu mengalami Hellenisasi (disamping
Kristenisasi). Daerah-daerah itu ialah Syria, Irak, Mesir dan Anatolia, dengan
pusat-pusat Hellenisme yang giat seperti Damaskus, Atiokia, Harran, dan
Aleksandria. Persia (Iran) pun, meski tidak mengalami Kristenisasi (tetap
beragama Majusi atau Zoroastrianisme), juga sedikit banyak mengalami
Hellenisasi, dengan Jundisapur sebagai pusat Hellenisme Persia.

1Nurcholis Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Yayasan Paramadina)


dikutip dari http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Doktrin/Kalam1.html, di akses tanggal 9
September 2008
Page | 3
Di dalam lapangan pemikiran Islam istilah kalam memiliki 2 pengertian
yaitu firman Allah dan Ilmu kalam. 2 Pengertian yang kedua ini lebih
menunjukkan kepada teologi dogmatik dalam Islam dan sekaligus juga
merupakan initi pembahasan dalam ilmu kalam.
Kata-kata kalam dalam Al-Qur’an seperti pada firman Allah SWT :
‫َو ُر ُس اٗل َقۡد َقَص ۡص َٰن ُهۡم َع َلۡي َك ِم ن َقۡب ُل َو ُر ُس اٗل َّلۡم َنۡق ُص ۡص ُهۡم َع َلۡي َۚك‬

١٦٤ ‫َو َك َّلَم ٱُهَّلل ُم وَس ٰى َتۡك ِليٗم ا‬


Artinya :
Dan (kami telah mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan
tentang mereka kepadamu dahulu, dan Rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan
tentang mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan
langsung.3 (QS. An-Nisa; 164)
Ilmu kalam disebut juga dengan ilmu tauhid, ilmu shuluddin dan ilmu
fiqh al-akbar.
Dinamakan dengan ilmu kalam karena :
1. Masalah perselisihan yang paling sering diperdebatkan di antara
golongan-golongan Islam adalah masalah teologis, terutama menyangkut
firman Tuhan atau kalam Ilahi.
2. Ilmu kalam adalah dalil-dalil aqli sebagaimana yang tampak pada
pembicaraan mutakallimin, mereka jarang menggunakan dalil-dalil naqli
kecuali digunakan setelah menetapkan benarnya pokok persoalan terlebih
dahulu kemudian menggunakan dasar-dasar pikiran yakni berupa
argumen yang logis-rasional.

2Mircea Eliade, ed, The Encyclopaedia of Religion, Vol. VII, Mac Millan Publishing
Company, New York, 1987 hal. 231 dikutip dari Drs. Adeng Muchtar Ghazali, M.Ag dalam buku
Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik hingga Modern, (bandung: Pustaka Setia, 2005), h.19
3 Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa a.s. merupakan keistimewaan Nabi Musa
a.s., dan karena Nabi Musa a.s. disebut: Kalimullah sedang Rasul-rasul yang lain mendapat wahyu
dari Allah dengan perantaraan Jibril. dalam pada itu Nabi Muhammad s.a.w. pernah berbicara
secara langsung dengan Allah pada malam hari di waktu mi'raj.
Page | 4
3. Pembuktian tentang keyakinan-keyakinan agama menyerupai logika
dalam filsafat, penamaan ilmu kalam adalah untuk membedakan dengan
logika dalam filsafat.4
Syekh Muhammad Abduh mengatakan ilmu kalam disebut juga dengan
ilmu tauhid karena bagiannya yang terpenting menetapkan sifat “wahdah”
(satu) bagi Allah dalam zat-Nya dan dalam perbuatan-Nya menciptakan alam
seluruhnya dan kepada-Nya lah kembali segala alam ini yang merupakan
penghabisan segala tujuan.5 Asal makna tauhid adalah meyakinkan bahwa
Allah SWT satu tidak ada syarikat bagi-Nya.
Husain Affandi Al-Jasr mengatakan ilmu tauhid adalah :

.‫علم التوحيد هو علم يبحث فيه عن اثبات العقائد الدينية باالدلة اليقينية‬
“Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas hal-hal yang menetapkan akidah
agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan.6
Disetiap aliran-aliran kalam masing-masing mempunyai dalil-dalil atau
kensep-konsep sendiri baik dari dalil naqli maupun dalil aqli yang pada
intinya adalah untuk mengEsakan Allah SWT dengan jalan yang mereka
tempuh masing-masing. Misalnya kaum khawarij dengan paham ekstrimnya,
mu’tazilah dengan lebih mengutamakan daya nalar manusia (akal) dan lain
sebagainya.
Dinamakan dengan ilmu ushuluddin atau ilmu ‘aqaid karena persoalan
kepercayaan yang menjadi pokok ajaran agama itulah yang menjadi pokok
pembicaraannya.7
Abu Hanifah menyebut ilmu kalam ini dengan Fiqh al-Akbar, menurut
persepsi beliau, hukum Islam itu dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas 2
bagian.
1. Fiqh al-Akbar yang membahas masalah keyakinan atau pokok-pokok
agama (ilmu tauhid)

4Adeng Muchtar Ghazali, Op. Cit, h. 25


5Syekh Muhammad Abduh, Risalah tauhid, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1963), h. 3
6Husain Affandi al-Jasr, Al-Husun al-Hamidiyyah, (Surabaya: Assaqafiyyah, t.t), h. 6
7Ahmad Hanafi, Theology Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1996), h. 5
Page | 5
2. Fiqh al-Ashgar yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah
muamalah, bukan pokok-pokok agama melainkan hanya persoalan
cabang saja.8
‘Abd al-Mun’im mengatakan bahwa ilmu kalam mencakup akidah
imaniah dengan menggunakan argumentasi rasional. Ilmu itu muncul untuk
membela agama Islam dan menolak akidah-akidah yang masuk dari agama
lain. Disebut ilmu kalam karena masalah penting yang dibicarakan di
dalamnya adalah mengenai kalam Allah, yaitu Al-Qur’an. Ilmu kalam
menyangkut persoalan akidah yang mendalam seperti tauhid, hari akhirat,
hakikat sifat-sifat Tuhan, qada dan qadar, hakikat kenabian, dan penciptaan
Al-Qur’an.9
Berkaitan dengan masalah aqidah itu Muzafaruddin Nadvi melihat ada
4 masalah pokok yang menjadi objek kajian penting dalam pemikiran Islam
khususnya ilmu kalam yaitu :
1. Masalah kebebasan berkehendak, yaitu apakah manusia memiliki
kebebasan berkehendak atau tidak, apakah mempunyai kekuasaan atau
tidak.
2. Masalah sifat Allah, yaitu apakah Allah memiliki sifat-sifat itu
merupakan bagian dari Dzat-Nya atau bukan.
3. Batasan iman dan perbuatan, apakah perbuatan manusia itu merupakan
bagian dari keimanannya atau terpisah
4. Perselisihan antara akal dan wahyu, yaitu apakah kretieria dari kebenaran
itu akal atau wahyu. Dengan kata lain apakah akal menjadi pokok wahyu
atau sebaliknya.10

8Abu Hanifah dalam Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2007), h. 13
9Abd al-Mun’im, Tarikh al-Hadarat al-Islamiyyah fi al-‘Usr al-Wusta, (Mesir: Maktabah
al-Anjlu al Misriyyat, 1978), h. 180 yang dikutp dari buku Ilhamuddin, Pemikiran Kalam al
Baqilani Studi Tentang Persamaan dan Perbedaannya dengan al-Asy’ari, (Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya, 1997), h. 2
10Muzarafuddin dalam Adeng Muchtar Ghzali, Op. Cit, h. 33
Page | 6
B. Sejarah Munculnya Persoalan-Persoalan Kalam
Menurut Harun Nasution munculnya persoalan ilmu kalam dipicu oleh
persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah
Utsman bin Affan r.a yang kemudian berujung pada penolakan Muawiyah
atas terpilihnya Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah keempat dalam sejarah
Islam. Ketegangan itu mengkristal dengan timbulnya Perang Shiffin yang
selanjutnya berakhir dengan adanya tahkim (arbitrase) antara pihak Ali
dengan pihak Muawiyah. Sikap Sayyidina Ali yang menerima tipu daya Amr
bin Al Ash seorang utusan dari pihak Muawiyah dalam peristiwa tahkim itu
banyak tidak disetujui oleh tentaranya, walaupun beliau sendiri dalam
keadaan terpaksa menyetujui tahkim tersebut. Mereka berpendapat bahwa
persoalan yang sedang terjadi waktu itu tidak dapat diselesaikan dengan
tahkim tetapi hanya dapat diselesaikan dengan hukum Allah yaitu harus
kembali kepada aturan-aturan Al-Qur’an. La hukma illa lillah atau la hukma
illa Allah, itulah yang kemudian menjadi semboyan mereka. Mereka
memandang bahwa khalifah Ali bin Abi Thalib telah melakukan kesalahan
hingga mereka meninggalkan barisannya. Dan kelompok inilah yang
kemudian dalam sejarah perkembangan Islam dikenal dengan nama
kelompok Khawarij (orang yang keluar dan memisahkan diri).11
Selain pasukan yang membelot atau keluar dari barisan Ali itu masih
ada para pasukan yang masih tetap setia dengan Ali, dan kelompok inilah
yang kemudian dikenal dengan nama kelompok Syi’ah yang kemudian pada
perkembangan selanjutnya akan terbagi lagi menjadi beberapa sekte.
Persolan kalam yang pertamakali muncul adalah masalah siapa yang
kafir ? dan siapa yang masih tetap muslim / tidak kafir ? Khawarij
memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim tersebut

11W.Montgomery Watt, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, terj. Umar Basalim,
(Jakarta: P3M, 1987), h. 10 . lihat M.Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid,(Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 1996), h. 91 – 97. Lihat Drs H.M. Amin Nurdin, MA dan Drs. Afifi Fauzi Abbas, MA,
Sejarah Pemikiran Dalam Islam, Teologi / Ilmu Kalam, (PT. Pustaka Antara kerjasama dengan
LSIK, 1996), h. XII
Page | 7
yaitu Ali, Muawiyah, Amr bin Al Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir
berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 44 :
‫ر َيۡح ُك ُم ِبَها ٱلَّنِبُّيوَن ٱَّلِذ يَن َأۡس َلُم وْا‬ٞۚ‫ِإَّنٓا َأنَز ۡل َنا ٱلَّتۡو َر ٰى َة ِفيَها ُهٗد ى َو ُنو‬

‫ِلَّلِذ يَن َهاُد وْا َو ٱلَّر َّٰب ِنُّيوَن َو ٱَأۡلۡح َباُر ِبَم ا ٱۡس ُتۡح ِفُظوْا ِم ن ِكَٰت ِب ٱِهَّلل‬
‫َو َك اُنوْا َع َلۡي ِه ُش َهَد ٓاَۚء َفاَل َتۡخ َش ُو ْا ٱلَّناَس َو ٱۡخ َشۡو ِن َو اَل َتۡش َتُروْا َٔ‍ِباَٰي ِتي‬
‫َٰٓل‬
٤٤ ‫َثَم ٗن ا َقِليۚاٗل َو َم ن َّلۡم َيۡح ُك م ِبَم ٓا َأنَز َل ٱُهَّلل َفُأْو ِئَك ُهُم ٱۡل َٰك ِفُروَن‬
Artinya :
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan
perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah,
oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan
mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi
saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi)
takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga
yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-
Maidah: 44)

Persolan-persolan itulah yang kemudian melahirkan 3 aliran / sekte


teologi dalam Islam, yaitu :
1. Khawarij, yang berpendapat bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir
dalam arti telah keluar dari Islam (murtad) dan wajib dibunuh.
2. Murji’ah, yang berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar masih
mukmin bukan kafir. Adapun soal dosa yang dikerjakannya hal iru
terserah kepada Allah SWT untuk mengampuni atau menghukumnya.
3. Mu’tazilah, yang berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar bukan
kafir dan bukan pula Mukmin, tetapi di antara keduanya, yang kemudian
dikenal dengan istilah al-manzilah manzilatain.
Demikianlah masalah status bagi pelaku dosa besar ini melahirkan 3
aliran kalam sebagaimana disebutkan di atas. Sementara itu lahir pula 2 aliran
kalam yang mempunyai paham saling bertentangan satu dengan lainnya yaitu
aliran Jabariyah dan Qadariyah. Persoalan yang hangat dibicarakan oleh

Page | 8
kedua aliran kalam ini adalah tentang “perbuatan manusia”, atau dikenal
dengan nama af’al al ibad, masalah yang dibicarakan ialah apakah perbuatan
manusia itu perbuatan Tuhan atau perbuatan manusia secara hakiki.
Aliran Jabariyah berpendapat perbuatan manusia itu pada hakikatnya
adalah perbuatan Tuhan, karena manusia tidak mampu mewujudkan suatu
perbuatan; dikatakan sebagai perbuatan manusia hanya dalam arti kiasan.12
Sedangkan lawan dari aliran Jabariyah adalah aliran Qadariyah yang
menurut aliran ini perbuatan manusia itu pada hakikatnya adalah perbuatan
manusia itu sendiri yang terwujud melalui kemampuan dan kehendak bebas
manusia sendiri. Paham qadariyah ini selanjutnya dikembangkan oleh aliran
Mu’tazilah pada perkembangan selanjutnya.13
Dalam perkembangan selanjutnya Mu’tazilah dikenal sebagai aliran
sangat dipengaruhi oleh filsafat bercorak rasional dan liberal. Pada puncak
perkembangannya aliran Mu’tazilah mendapat dukungan dari pihak penguasa
Abbasiyyah, Khalifah Ibn al-Ma’un (813 – 833 M) yang menjadikan teologi
Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara. Merasa mendapat dukungan
pemerintah, maka aliran Mu’tazilah memaksakan dengan kekerasan ajaran-
ajaran mereka. Terutama bahwa Al-Qur’an itu makhluk dan tidak qadim.
Peristiwa pemkasaan dan tindak kekerasan ini di dalam sejarah umat islam
dikenal dengan nama mihnah, kemudian cara pemkasaan yang dilakukan
aliran Mu’tazilah ini mulai berkurang ketika khalifah al-Ma’mun wafat dan
kemudian digantikan oleh Khalifah al-Mutawakkil, beliau mencabut aliran
Mu’tazilah sebagi mazhab resmi negara dan melarang ajaran tentang
kemakhklukan al-Qur’an ini berkembang, lebih dari itu beliau lebih
cenderung kepada ahl hadits, yang pada zaman al-Ma’mun mendapat tekanan
dan tindak kekerasan di masa mihnah.14

12Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah, jilid I, (Dar al-Fikr al-
Arabi, t.t), h. 115 dikutip dari Sejarah Pemikiran Dalam islam (Ilmu Kalam II),(Jakarta: PT.
Pustaka Antara bekerjasama dengan LSIK, 1996), h. 7
13Ibid,
14 Ibid, h. 8
Page | 9
Akibatnya aliran Mu’tazilah kehilangan simpati umat, bahkan dibenci
dan dimaki dan jasa mereka didunia kalam terlupakan. Di saat umat masih
trauma dengan peristiwa mihnah maka tampillah Abu Hasan al-Asy’ari
dengan ajaran kalamnya yang bertujuan untuk menentang aliran Mu’tazilah
yang kemudian dikenal dengan nama aliran Asy’ariyah. Di samping aliran
Asy’ariyah ini berkembang pula suatu aliran di Samarkand yang juga
bertujuan menentang aliran Mu’tazilah yaitu aliran Maturidiyah yang
dididrikan oleh Abu Mansur al-Maturidi. Kemudian kedua aliran kalam yang
bertujuan sama ini dikenal dengan aliran ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah.15
C. Sumber dan Faktor Lahirnya Ilmu Kalam
Ada 2 pengaruh yang dapat ditelusuri yang sekaligus juga menjadi
sumber dan faktor lahirnya ilmu kalam tersebut, yaitu :
1. Sumber langsung, yakni Al-Qur’an dan Hadits. Kedua sumber ini
memotivasi setiap manusia sehingga memunculkan pemikiran-pemikiran
dalam Islam sebagai upaya akal dari para ulama Islam untuk menerangkan
Islam dari sumbernya yang asli yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.16
2. Sumber tidak langsung, yaitu dapat ditelusuri melalui pemikiran-pemikiran
pra-Islam sejak kekaisaran Byzantium dan Sassanid. Filsafat Yunani
maupun akibat pemberontakan-pemberontakan pada masa Islam awal.
Sebab lahirnya ilmu kalam / ilmu tauhid sebenarnya banyak sekali,
namun bila dikaji secara keseluruhan ia dapat dikelompokkan menjadi 2
faktor. Ahmad Amin dalam bukunya Dhuha Islam menyebutkan, bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya ilmu kalam adalah :
1. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor lahirnya ilmu kalam yang berasal dari
Islam itu sendiri yaitu :

15Ibid
16Muhammad Al-Bahiy, Pemikiran Dalam Islam, terjemahan Bambang S, (Bandung:
Risalah, 1985), h. 15
Page | 10
a. Al-Qur’an di samping berisi ketauhidan, kenabian dan sebagainya berisi
pula semacam apologi dan polemik terutama terhadap agama-agama
yang ada pada waktu seperti itu.
b. Pada mulanya keimanan umat Islam tidak dipermasalahkan secara
mendalam, persoalan perdebatan mulai muncul setelah Nabi
Muhammad SAW wafat, di samping umat Islam sudah tersebar
kemana-mana juga karena pengaruh peradaban dan kebudayaan asing
seperti filsafat, penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang kelihatannya
bertentangan namun sebenarnya tidak. Hal-hal itulah yang menjadi
salah satu penyebab lahirnya ilmu kalam itu.
c. Masalah politik tentang khilafah juga menjadi salah satu penyebab
berkembangnya ilmu kalam ini. Dimulai dari terbunuhnya khalifah
Utsman bin Affan yang penilaiannya berlarut-larut tentang status si
pembunuh apakah berdosa atau tidak. Masalah khilafah apakah
termasuk masalah agama atau masalah keduniaan, dan lain
sebagainya.17
Sebenarnya soal khilafah adalah soal politk, agama tidak
mengharuskan kaum muslimin mengambil bentuk khilafah tertentu tetapi
hany dasar yang umum yaitu kepentingan umum. Peristiwa terbunuhnya
Khalifah utsman bin Affan adalah menjadi titik yang jelas dari permulaan
berlarut-larutnya perselisihan bahkan sampai terjadi perang saudara antar
sesama kaum muslimin. Sejak saat itulah ada bebrapa penilaian dan
penganalisisan terhadap terbunuhnya khalifah Utsman tersebut. Menurut
segolongan kecil, Utsman adalah kafir dan pembunuhnya berada dipihak
yang benar karena perbuatannya yang salah selama memegang khilafah.
Sebaliknya pihak lain mengatakan bahwa pembunuhan atas khalifah
Utsman adalah suatu kejahatan dan dosa yang besar dan status
pembunuhnya adalah kafir karena Utsman adalah khalifah yang sah dan
salah satu dari prajurit Islam yang setia. Penilaian yang saling bertentangan

17Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyyah II (Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam


dan Pemikiran), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 51
Page | 11
inilah yang pada akhirnya akan menimbulkan perpecahan bahkan
peperangan ketika sayyidina Ali r.a menjadi khalifah.
Dari peristiwa itulah kemudian muncul soal-soal lainnya soal iman
dan hakikatnya, berkurang atau bertambahnya, soal imamah, dan soal-soal
lainnya. Kemudian dilanjutkan lagi dengan soal dosa, dari sumber inilah
akan bisa dengan mudah divonis orang yang melakukan pembunuhan itu.
Kemudian timbul lagi persoalan apakah perbuatan itu bersumber dari
manusia ataukah berasal dari Tuhan yang kemudian melahirkan kaum
Jabariyah dan Qadariyah dan persoalan-persolan yang akan berkembang
lainnya.18
2. Faktor Ekstern
Faktor dari luar yang menyebabkan lahirnya ilmu kalam seperti pola
pikir ajaran agama lain yang masuk ke dalam ajaran Islam oleh orang yang
dahulunya menganut agama lain, bahkan orang Islam telah banyak
mempelajari filsafat Yunani atau pengetahuan lainnya untuk kepentingan
pendekatan dakwah islamiyyah kepada para filosof atau orang pandai
lainnya.
Persentuhan itu baik secara langsung atau tidak akan mempengaruhi
pola pikir manusia yang akan terjadi hubungan timbal balik saling
memberi dan menerima. 19
Ahmad hanafi dalam bukunya Thelogy Islam mengatakan bahwa
yang menjadi faktor ekstern lahirnya persoalan kalam adalah :
a. Banyak di antara pemeluk-pemeluk Islam yang mulanya adalah Yahudi,
Masehi dan lain-lain bahkan ada yang pernah menjadi ulamanya,
setelah mereka masuk Islam mereka mulai mengingat-ingat kembali
ajaran-ajaran agamanya yang dulu dan kemudian dimasukkan ke dalam
ajaran agama Islam.
b. Golongan Islam yang dulu, terutama Mu’tazilah memusatkan
perhatiannya untuk penyiaran Islam dan membantah alasan-alasan

18 Ahmad Hanafi, Op.Cit, h. 9 - 10


19 Ibid
Page | 12
mereka yang memusuhi Islam. Untuk mengalahkan pendapat musuh
adalah dengan mengetahui dasar-dasar pendapat mereka, maka salah
satu senjatanya adalah penggunaan filsafat sebagai senjata kaum
muslimin.
c. Sebab selanjutnya adalah, para mutakallimin ingin mengimbangi
lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, oleh karena itu mereka
mempelajari logika dan filsafat terutama segi Ketuhanan.20
Ja’far Subhani dalam bukunya al-Milal wan Nihal menjelaskan
bahwa faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya firqah-firqah dalam Islam
adalah :
a. Tendensi (kecenderungan) yang dipengaruhi oleh kepartaian dan
fanatisme kesukuan
b. Kesalahpahaman tentang dan pemutarbalikkan hakikat agama.
c. Larangan menulis hadits Rasulullah SAW menukil serta merawikannya.
d. Memberi peluang yang luas kepada Ahbar (pendeta Yahudi) dan
Ruhban (pendeta Nasrani) menceritakan kisah-kisah orang-orang
terdahulu dan kemudian
e. Percampuran kebudayaan dan peradaban antara kaum Muslim dan
bangsa-bangsa selainnya termasuk Parsi, Romawi dan Hindia.
f. Ijtihad bertentangan dengan nas.21
❖ Faktor pertama : Tendensi (kecenderungan) yang dipengaruhi oleh
kepartaian dan fanatisme kesukuan.
Perpecahan umat ini pertamakali adalah tentang masalah Imamah,
yang menyebabkan terjadinya pertengkaran antar umat Islam dan pada
khirnya terjadi perpecahan ditubuh umat Islam menjadi beberapa firqah.
Pada satu sisi , Ali .as dan pemuka-pemuka Ahl Bayt dari bani
Hasyim senantiasa bertumpu pada nas. Persoalan Imamah adalah
persoalan Nubuwwah, yang tidak akan terwujud kecuali dengan nas

20 Ibid, h. 11 - 12
21Ja’far Subhani, Al-Milal wan Nihal Studi Tematis Mazhab Kalam, (Penerbit Al-Hadi,
1997), h. 37 - 38
Page | 13
(sharih). Sedangkan nas tentang itu pernah diungkapkan oleh Nabi SAW
pada beberapa kesempatan dan tempat yang berbeda. Terakhir beliau
ungkapkan pada peristiwa Ghadir Khumm yang masyhur itu, beliau
ditengah-tengah jama’ah yang besar jumlahnya beliau dalam pidatonya
yang agak panjang seraya mengangkat lengan Ali bersabda :
...... ‫من كنت مواله فهذا على مواله‬
“……siapapun yang memperwakilkan aku, maka ini Ali adalah walinya
…”
Di sisi lain jenazah Nabi yang suci itu sedang dipersiapkan untuk
dimandikan dan dimakamkan, kaum Anshar berkumpul di balairung
(saqifah) untuk membicarakan masalah imamah atau khilafah. Mereka
berpendapat bahwa kepemimpinan adalah hak kaum Anshar, karena
mereka berpendapat merekalah yang telah berjasa dalam membantu Nabi.
Pemuka mereka Sa’ad bin ‘Ubadah berupaya dengan segala kemampuanya
menarik simpati massa agar bergabung dengan partainya dengan
memberikan alasan-alasan.
Dan dari segi lain, mendengar kaum Anshar berkumpul di Balairung
(saqifah) dengan segera meninggalkan jenazah Nabi bergabung dengan
mereka dan menimpali alasan-alasan yang dilontarkan kaum Anshar.
Kaum Muhajirin mengatakan: sungguh merekalah yang pertamakali
menyembah dan beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya di muka bumi
ini, mereka adalah sahabat dan kerabat dekat Nabi serta manusia yang
paling berhak dan patut dalam masalah khilafah ini.
Memang heboh memuncaknya pertengkaran memperebutkan jabatan
khalifah (antara kaum Muhajirin dan Anshar) pada akhirnya mereda.
Sementara jabatan Khalifah dikukuhkan bagi Abu Bakar as-Shiddiq r.a
dengan dukungan dari Anshar, yaitu Bisyir ibn Sa’ad saudara sepupu
Sa’ad bin ‘Ubadah yang berbaiat kepada Abu Bakar. Dengan demikian
padamlah harapan Sa’ad bin ‘Ubadah beserta kaumnya Khazraj untuk
mengambil alih jabatan khalifah.

Page | 14
Dengan demikian kaum Muhajirin mulai menduduki jabatan khalifah
secara bergilir hingga sampai pada khalifah ketiga Utsman bin Affan r.a
yang pada zamannya terjadi kejadian-kejadian yang menyedihkan, bid’ah-
bid’ah tumbuh subur yang pada akhirnya Utsman sendiri terbunuh. Meski
demikian Ali dan Bani Hasyim serta kelompom dari kaum Muhajir,
Badriyyin (pejuang Badr) dan sejumlah pemuka kaum Anshar tetap
berpegang teguh pada nas-nas Nabawi dan konsekuen terhadap apa-apa
yang telah diwasiatkan Rasulullah SAW atas mereka. Pemuka kaum
Anshar dari kalangan Khazraj dan pendukungnya tidak berbaiat kepada
Abu Bakar dan tidak pula kepada Ali r’a.
Demikianlah sekilas asal-usul timbulnya perpecahan antar umat
Islam. Satu firqah mengikuti khulafa (ketiga khalifah pertama) dan yang
satu lagi mengikuti Ali r.a hingga kini. Dan mereka yang mengikuti Ali
(Syi’ah) tidak lain hanya karena berpegang pada asas agama dan tunduk
serta patuh dengan nas yang ditetapkan oleh Nabi SAW tanpa diwaranai
pengaruh kepartaian dan kesukuan, tetapi sepenuhnya menerima sebagai
manifestasi firman Allah SWT22 :

‫َو َم ا َك اَن ِلُم ۡؤ ِم ٖن َو اَل ُم ۡؤ ِم َنٍة ِإَذ ا َقَض ى ٱُهَّلل َو َر ُسوُل ٓۥُه َأۡم ًرا َأن‬
‫َيُك وَن َلُهُم ٱۡل ِخ َيَر ُة ِم ۡن َأۡم ِرِهۗۡم َو َم ن َيۡع ِص ٱَهَّلل َو َر ُسوَل ۥُه َفَقۡد‬
٣٦ ‫َض َّل َض َٰل اٗل ُّم ِبيٗن ا‬
Artinya :
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka
sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.(QS. Al-Ahzab: 36)

❖ Faktor kedua : Kesalahpahaman tentang dan pemutarbalikkan hakikat


agama.

22kIbid, h. 38 - 43
Page | 15
Faktor kedua inilah yang menyebabkan kaum Muslimin menjadi
beberapa sekte yang berjauhan, karena kesalahpahaman dan kelalaian di
antara sebagian mereka memberikan batasan akidah, dan kurangnya daya
pikir dan nalar dalam memahami esensi agama.
Penduduk Iraq, Hijaz dan Mesir melakukan pemberontakan
terhadap Utsman yang mengakibatkan terbunuhnya beliau, akibat ulah
pembantunya sehingga peristiwa menggenaskan itu terjadi. Sesudah
kejadian itu Ali menduduki jabatan Khalifah dan umat memandang beliau
sebagai pribadi yang memiliki budi pekerti yang luhur dan mulia baik dari
segi ilmu pengetahuan maupun perjuangannya yang tiada tara dengan
Rasulullah SAW dan lain sebagainya. Langkah pertama yang beliau
lakukan adalah dengan mengadakan perombakan secara menyleuruh kursi-
kursi pemerintahan antara lain dengan memecat pejabat teras pada masa
Utsman dan menggantikannya dengan orang-orang yang bertakwa zuhud
sesuai dengan keahliannya.
Pada waktu itu datang Zubair bin Awwam dan Thalhah bin
‘Ubaidillah menghadap Ali dan meminta agar masing-masing diberi
jabatan wali di Kufah dan Basrah. Berdasarkan prosedur dalam
mengangkat pembantu-pembatunya Ali mengajukan beberapa persyaratan
yang pada akhirnya tidak disetujui oleh mereka. Ketika mereka berdua
tidak diberi kedudukan yang dikehendaki,s egera di dorong oleh rasa
dengki, mereka berupaya mengadakan pemberontakan terhadap Imam Ali
r.a, dan demi membenarkan sikapnya, mereka menuduh Ali sebagai otak
pembunuhan Khalifah Utsman r.a atau pelindung para pembunuhnya.
Maka berkobarlah api peperangan antara Ali ra.a dengan Zubair bin
Awwam dan Thalhah di sekitar kota Bashrah, yang menyebabkan kedua
lawan Ali itu terbunuh, peristiwa ini dikenal dengan nama perang Jamal
(perang onta).
Tatkala posisi Ali yang sebegitu tegar dan tegas dalam menggeser
pembantu Utsman dari jabatannya, Mu’awiyah memohon kepada Ali agar
memberikan kedudukan kepadanya sebagai wali di Syam. Ali menolaknya,
Page | 16
lantaran keperibadian dan penyelewengan yang dilakukannya. Akibatnya
terjadilah perang shiffin yang kemudian berkahir dengan peristiwa tahkim.
Dan dengan adanya peristiwa itu lahirlah golongan khawarij, syi’ah dan
murji’ah.23
❖ Faktor ketiga : Larangan menulis hadits Rasulullah SAW menukil serta
merawikannya.
Pada hakikatnya konflik-konflik yang terjadi setelah permulaan
Islam banyak membawa kepalsuan riwayat dan hadits. Umat terhalang dari
sunnah nabawiyah shahihah hampir satu setengah abad lamanya. Ini
menunjukkan bahwa beberapa hadits ditentukan oleh selera para pemalsu
dan pembohong, akibatnya lahirlah berbagai akidah dan mazhab.24
❖ Faktor keempat : Memberi peluang yang luas kepada Ahbar (pendeta
Yahudi) dan Ruhban (pendeta Nasrani) menceritakan kisah-kisah
orang-orang terdahulu dan kemudian.
Kerugian yang diderita Islam dan kaum Muslimin akibat pelarangan
penulisan dan penyebaran hadits amat besar, betapa tidak, karena tersebar
luasnya kekacauan dalam akidah , amal ibadah, etika, pendidikan dan
prinsip-prinsip Islam akibat pelarangan itu. Keadaan ini menjadi lahan yang
cocok untuk berkembangnya bid’ah-bid’ah israiliyat, cerita-cerita picisan
masehiyat dan dongeng-dongeng fiktif majusiyat. Terutama tindakan para
Ahbar dan Ruhban, mereka banyak menciptakan seakan hadits itu dari para
Nabi dan Rasul as, mereka juga menciptakan dongeng-dongeng picisan
yang seolah-olah bersumber dari lisan Nabi mulia as. Berikut ini ada
beberapa pendapat sejarahwan tentangnya :
1. Syahrastani menulis: “Orang-orang Yahudi yang memeluk Islam,
banyak memasukkan hadits tajsim dan tasybih, yang kesemua itu
bersandarkan Kitab taurat.25

23Ibid, h. 43 - 47
24Ibid, h. 68
25Al-Milal wan-Nihal, Juz 1, h. 117 dalam Ibid, h. 69
Page | 17
2. Assayyid Murtadha berkata : “Tatkala menjabat sebagai wali kufah
pada masa pemerintahan al-Manshur, Muhammad ibn Sulaiman
menangkap Abdulkarim ibn Abil ‘Auja’, dan menghadirkannya ke
hadapan khalayak ramai untuk menjalani hukuman mati. Karena itu, ia
yakin bahwa ajalnya telah dekat. Ia berkata : “Jika kalian membunuhku,
sesungguhnya aku telah memasukkan ke dalam hadits-hadits kalian
4.000 hadits palsu.26
3. Ibn Al-Jauzi menulis: “Abdulkarim adalah anak tiri Hammad ibn
Salamah. Ia juga menyisipkan hadits-hadits palsu ke dalam kitab (nya)
Hammad ibn Salamah.27
❖ Faktor kelima : Percampuran kebudayaan dan peradaban antara kaum
Muslim dan bangsa-bangsa selainnya termasuk Parsi, Romawi dan
Hindia.
Setelah Rasulullah SAW wafat, umat Islam telah berhasil
mengembangkan sayap kekuasaanya hingga ke beberapa negeri dan
wilayah yang memiliki berbagai peradaban dan kebudayaan. Kemudian
dikalangan umat Muslim banyak yang menaruh minat untuk mempelajari
pengetahuan peradaban setempat seperti adab dan kesenian. Keinginan
mereka itu dikembangkan lewat diskusi, seminar sampai dengan
menrjemahkan buku-buku mereka ke dalam bahasa Arab. Pemikiran-
pemikiran dari negeri yang dikuasai itu sangat mempengaruhi pemikiran
kaum Muslimin. Sementara sebagian mereka membentengi dengan
peradaban dan kebudayaan Islam yang memberantas syubhah dan
mempertahankan nilai-nilai ajaran shahih. Sedangkan yang berpikiran
awwam dan lemah serta terbelakang menganggapnya lumrah maka tidak
ada jalan lain kecuali menerimanya. Karena pemikrian-pemikiran
sedemikian itu merupakan sebab utama timbulnya berbagai firqah dan
aliran dalam Islam.28

26Amali Al Murtadha, Juz 1, h. 127 – 128 dalam Ibid, h. 70


27Al-Maudhu’at, h. 37, edisi Madinah; juga lihat Tahdzibut Tahdzib, Juz 3, h. 11 – 16
dalam Ibid, h. 71
28Ibid, h. 100 - 101
Page | 18
❖ Faktor keenam : Ijtihad bertentangan dengan nas
Dalam faktor ini, yakni ijtihad yang bertentangan dengan nas
menimbulkan mazhab-mazhab kalamiyah dan fiqhiyyah.
Adapun mazhab-mazhab fiqih yang timbul berkaitan dengan faktor
ini, beberapa di antaranya :
1. Tidak memberikan bagian zakat kepada muallafatu qulubuhum.
Padahal secara tegas nas Al-Qur’an menyatakan supaya memberikan
bagian kepada mereka.

‫۞ِإَّنَم ا ٱلَّص َد َٰق ُت ِلۡل ُفَقَر ٓاِء َو ٱۡل َم َٰس ِكيِن َو ٱۡل َٰع ِمِليَن َع َلۡي َها‬
‫َو ٱۡل ُم َؤ َّلَفِة ُقُلوُبُهۡم َو ِفي ٱلِّر َقاِب َو ٱۡل َٰغ ِرِم يَن َو ِفي َس ِبيِل ٱِهَّلل‬
٦٠ ‫م‬ٞ‫َو ٱۡب ِن ٱلَّس ِبيِۖل َفِريَض ٗة ِّم َن ٱِۗهَّلل َو ٱُهَّلل َع ِليٌم َح ِكي‬

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,


orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah: 60)

2. Pelarangan haji tamattu’, padahal nasnya qath’i dalam Al-Qur’an :

       


     
      
    
     
 

….. Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di
dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah
didapat. tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak
mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari
(lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang
sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang
yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang

Page | 19
yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Ilmu kalam dinamakan juga dengan ilmu tauhid, ilmu ushuluddin, dan fiqh
al-akbar.
2. Ada 2 pengaruh yang dapat ditelusuri yang sekaligus juga menjadi sumber
dan faktor lahirnya ilmu kalam tersebut, yaitu : sumber langsung, yakni Al-
Qur’an dan Hadits dan sumber tidak langsung, yaitu dapat ditelusuri melalui
pemikiran-pemikiran pra-Islam sejak kekaisaran Byzantium dan Sassanid.
3. Ahmad Amin dalam bukunya Dhuha Islam menyebutkan, bahwa ada 2 faktor
yang menyebabkan lahirnya ilmu kalam yaitu faktor Intern dan faktor ekstern.
4. Ja’far Subhani dalam bukunya al-Milal wan Nihal menjelaskan bahwa faktor-
faktor yang menyebabkan lahirnya firqah-firqah dalam Islam adalah :
a. Tendensi (kecenderungan) yang dipengaruhi oleh kepartaian dan
fanatisme kesukuan
b. Kesalahpahaman tentang dan pemutarbalikkan hakikat agama.
c. Larangan menulis hadits Rasulullah SAW menukil serta merawikannya.
d. Memberi peluang yang luas kepada Ahbar (pendeta Yahudi) dan Ruhban
(pendeta Nasrani) menceritakan kisah-kisah orang-orang terdahulu dan
kemudian
e. Percampuran kebudayaan dan peradaban antara kaum Muslim dan
bangsa-bangsa selainnya termasuk Parsi, Romawi dan Hindia.
f. Ijtihad bertentangan dengan nas.

Page | 20
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Syekh Muhammad, 1963, Risalah tauhid, Jakarta: PT. Bulan Bintang.

Asmuni, M.Yusran, Drs, 1996, Ilmu Tauhid,Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

___________________, 1996, Dirasah Islamiyyah II (Pengantar Studi Sejarah


Kebudayaan Islam dan Pemikiran), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Asy’ari, Abu Al-Hasan Al-, 1963, Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhlaf al-Mushallin,


Wiesbaden Frane Steiner verlag GBHN. cet. II.

Bahiy, Muhammad Al-, 1985, Pemikiran Dalam Islam, terjemahan Bambang S,


Bandung: Risalah.

Ghazali, Adeng Muchtar, Drs, M.Ag, 2005, Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik
hingga Modern,Bandung: Pustaka Setia.

Hanafim Ahmad, MA, 1996, Theology Islam (Ilmu Kalam), Jakarta: PT. Bulan Bintang.

Jasr, Husain Affandi al, Al-Husun al-Hamidiyyah, Surabaya: Assaqafiyyah.

lhamuddin, 1997, Pemikiran Kalam al Baqilani Studi Tentang Persamaan dan


Perbedaannya dengan al-Asy’ari, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.

Madjid, Nurcholis, DR, 1987, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan.

____________________, Islam, Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Yayasan


Paramadina

Mircea Eliade, ed, 1987, The Encyclopaedia of Religion, Vol. VII, Mac Millan Publishing
Company, New York

Mun’im, Abd al, 1978, Tarikh al-Hadarat al-Islamiyyah fi al-‘Usr al-Wusta, Mesir:
Maktabah al-Anjlu al Misriyyat.
Page | 21
Nurdin, H.M. Amin, Drs, MA dan Drs. Afifi Fauzi Abbas, MA, 1996, Sejarah Pemikiran
Dalam Islam, Teologi / Ilmu Kalam, Jilid II, III dan IV, PT. Pustaka Antara
kerjasama dengan LSIK.

Rozak, Abdul, DR, M.Ag dan DR. Rosihan Anwar, M.Ag, 2007, Ilmu Kalam, (Bandung:
Pustaka Setia.

Subhani, Ja’far, 1997, Al-Milal wan Nihal Studi Tematis Mazhab Kalam, Penerbit Al-
Hadi.

Watt, W.Montgomery, 1987, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, terj. Umar Basalim,
Jakarta: P3M.

Zahrah, Muhammad Abu, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah, jilid I, Dar al-Fikr al-
Arabi, t.t

Page | 22

Anda mungkin juga menyukai