ILMU KALAM
Makalah ini disajikan dalam acara diskusi kelas
Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Islam
Dosen Pengasuh
Disusun Oleh :
RASYID RIZANI
NIM. 08.0202.0399
Page | 1
BAB I
PENDAHULUAN
Page | 2
BAB II
SEJARAH KELAHIRAN ILMU KALAM
2Mircea Eliade, ed, The Encyclopaedia of Religion, Vol. VII, Mac Millan Publishing
Company, New York, 1987 hal. 231 dikutip dari Drs. Adeng Muchtar Ghazali, M.Ag dalam buku
Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik hingga Modern, (bandung: Pustaka Setia, 2005), h.19
3 Allah berbicara langsung dengan Nabi Musa a.s. merupakan keistimewaan Nabi Musa
a.s., dan karena Nabi Musa a.s. disebut: Kalimullah sedang Rasul-rasul yang lain mendapat wahyu
dari Allah dengan perantaraan Jibril. dalam pada itu Nabi Muhammad s.a.w. pernah berbicara
secara langsung dengan Allah pada malam hari di waktu mi'raj.
Page | 4
3. Pembuktian tentang keyakinan-keyakinan agama menyerupai logika
dalam filsafat, penamaan ilmu kalam adalah untuk membedakan dengan
logika dalam filsafat.4
Syekh Muhammad Abduh mengatakan ilmu kalam disebut juga dengan
ilmu tauhid karena bagiannya yang terpenting menetapkan sifat “wahdah”
(satu) bagi Allah dalam zat-Nya dan dalam perbuatan-Nya menciptakan alam
seluruhnya dan kepada-Nya lah kembali segala alam ini yang merupakan
penghabisan segala tujuan.5 Asal makna tauhid adalah meyakinkan bahwa
Allah SWT satu tidak ada syarikat bagi-Nya.
Husain Affandi Al-Jasr mengatakan ilmu tauhid adalah :
.علم التوحيد هو علم يبحث فيه عن اثبات العقائد الدينية باالدلة اليقينية
“Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas hal-hal yang menetapkan akidah
agama dengan dalil-dalil yang meyakinkan.6
Disetiap aliran-aliran kalam masing-masing mempunyai dalil-dalil atau
kensep-konsep sendiri baik dari dalil naqli maupun dalil aqli yang pada
intinya adalah untuk mengEsakan Allah SWT dengan jalan yang mereka
tempuh masing-masing. Misalnya kaum khawarij dengan paham ekstrimnya,
mu’tazilah dengan lebih mengutamakan daya nalar manusia (akal) dan lain
sebagainya.
Dinamakan dengan ilmu ushuluddin atau ilmu ‘aqaid karena persoalan
kepercayaan yang menjadi pokok ajaran agama itulah yang menjadi pokok
pembicaraannya.7
Abu Hanifah menyebut ilmu kalam ini dengan Fiqh al-Akbar, menurut
persepsi beliau, hukum Islam itu dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas 2
bagian.
1. Fiqh al-Akbar yang membahas masalah keyakinan atau pokok-pokok
agama (ilmu tauhid)
8Abu Hanifah dalam Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2007), h. 13
9Abd al-Mun’im, Tarikh al-Hadarat al-Islamiyyah fi al-‘Usr al-Wusta, (Mesir: Maktabah
al-Anjlu al Misriyyat, 1978), h. 180 yang dikutp dari buku Ilhamuddin, Pemikiran Kalam al
Baqilani Studi Tentang Persamaan dan Perbedaannya dengan al-Asy’ari, (Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya, 1997), h. 2
10Muzarafuddin dalam Adeng Muchtar Ghzali, Op. Cit, h. 33
Page | 6
B. Sejarah Munculnya Persoalan-Persoalan Kalam
Menurut Harun Nasution munculnya persoalan ilmu kalam dipicu oleh
persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah
Utsman bin Affan r.a yang kemudian berujung pada penolakan Muawiyah
atas terpilihnya Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah keempat dalam sejarah
Islam. Ketegangan itu mengkristal dengan timbulnya Perang Shiffin yang
selanjutnya berakhir dengan adanya tahkim (arbitrase) antara pihak Ali
dengan pihak Muawiyah. Sikap Sayyidina Ali yang menerima tipu daya Amr
bin Al Ash seorang utusan dari pihak Muawiyah dalam peristiwa tahkim itu
banyak tidak disetujui oleh tentaranya, walaupun beliau sendiri dalam
keadaan terpaksa menyetujui tahkim tersebut. Mereka berpendapat bahwa
persoalan yang sedang terjadi waktu itu tidak dapat diselesaikan dengan
tahkim tetapi hanya dapat diselesaikan dengan hukum Allah yaitu harus
kembali kepada aturan-aturan Al-Qur’an. La hukma illa lillah atau la hukma
illa Allah, itulah yang kemudian menjadi semboyan mereka. Mereka
memandang bahwa khalifah Ali bin Abi Thalib telah melakukan kesalahan
hingga mereka meninggalkan barisannya. Dan kelompok inilah yang
kemudian dalam sejarah perkembangan Islam dikenal dengan nama
kelompok Khawarij (orang yang keluar dan memisahkan diri).11
Selain pasukan yang membelot atau keluar dari barisan Ali itu masih
ada para pasukan yang masih tetap setia dengan Ali, dan kelompok inilah
yang kemudian dikenal dengan nama kelompok Syi’ah yang kemudian pada
perkembangan selanjutnya akan terbagi lagi menjadi beberapa sekte.
Persolan kalam yang pertamakali muncul adalah masalah siapa yang
kafir ? dan siapa yang masih tetap muslim / tidak kafir ? Khawarij
memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim tersebut
11W.Montgomery Watt, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, terj. Umar Basalim,
(Jakarta: P3M, 1987), h. 10 . lihat M.Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid,(Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 1996), h. 91 – 97. Lihat Drs H.M. Amin Nurdin, MA dan Drs. Afifi Fauzi Abbas, MA,
Sejarah Pemikiran Dalam Islam, Teologi / Ilmu Kalam, (PT. Pustaka Antara kerjasama dengan
LSIK, 1996), h. XII
Page | 7
yaitu Ali, Muawiyah, Amr bin Al Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir
berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 44 :
ر َيۡح ُك ُم ِبَها ٱلَّنِبُّيوَن ٱَّلِذ يَن َأۡس َلُم وْاِٞۚإَّنٓا َأنَز ۡل َنا ٱلَّتۡو َر ٰى َة ِفيَها ُهٗد ى َو ُنو
ِلَّلِذ يَن َهاُد وْا َو ٱلَّر َّٰب ِنُّيوَن َو ٱَأۡلۡح َباُر ِبَم ا ٱۡس ُتۡح ِفُظوْا ِم ن ِكَٰت ِب ٱِهَّلل
َو َك اُنوْا َع َلۡي ِه ُش َهَد ٓاَۚء َفاَل َتۡخ َش ُو ْا ٱلَّناَس َو ٱۡخ َشۡو ِن َو اَل َتۡش َتُروْا َِٔباَٰي ِتي
َٰٓل
٤٤ َثَم ٗن ا َقِليۚاٗل َو َم ن َّلۡم َيۡح ُك م ِبَم ٓا َأنَز َل ٱُهَّلل َفُأْو ِئَك ُهُم ٱۡل َٰك ِفُروَن
Artinya :
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan
perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah,
oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan
mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi
saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi)
takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga
yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-
Maidah: 44)
Page | 8
kedua aliran kalam ini adalah tentang “perbuatan manusia”, atau dikenal
dengan nama af’al al ibad, masalah yang dibicarakan ialah apakah perbuatan
manusia itu perbuatan Tuhan atau perbuatan manusia secara hakiki.
Aliran Jabariyah berpendapat perbuatan manusia itu pada hakikatnya
adalah perbuatan Tuhan, karena manusia tidak mampu mewujudkan suatu
perbuatan; dikatakan sebagai perbuatan manusia hanya dalam arti kiasan.12
Sedangkan lawan dari aliran Jabariyah adalah aliran Qadariyah yang
menurut aliran ini perbuatan manusia itu pada hakikatnya adalah perbuatan
manusia itu sendiri yang terwujud melalui kemampuan dan kehendak bebas
manusia sendiri. Paham qadariyah ini selanjutnya dikembangkan oleh aliran
Mu’tazilah pada perkembangan selanjutnya.13
Dalam perkembangan selanjutnya Mu’tazilah dikenal sebagai aliran
sangat dipengaruhi oleh filsafat bercorak rasional dan liberal. Pada puncak
perkembangannya aliran Mu’tazilah mendapat dukungan dari pihak penguasa
Abbasiyyah, Khalifah Ibn al-Ma’un (813 – 833 M) yang menjadikan teologi
Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara. Merasa mendapat dukungan
pemerintah, maka aliran Mu’tazilah memaksakan dengan kekerasan ajaran-
ajaran mereka. Terutama bahwa Al-Qur’an itu makhluk dan tidak qadim.
Peristiwa pemkasaan dan tindak kekerasan ini di dalam sejarah umat islam
dikenal dengan nama mihnah, kemudian cara pemkasaan yang dilakukan
aliran Mu’tazilah ini mulai berkurang ketika khalifah al-Ma’mun wafat dan
kemudian digantikan oleh Khalifah al-Mutawakkil, beliau mencabut aliran
Mu’tazilah sebagi mazhab resmi negara dan melarang ajaran tentang
kemakhklukan al-Qur’an ini berkembang, lebih dari itu beliau lebih
cenderung kepada ahl hadits, yang pada zaman al-Ma’mun mendapat tekanan
dan tindak kekerasan di masa mihnah.14
12Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah, jilid I, (Dar al-Fikr al-
Arabi, t.t), h. 115 dikutip dari Sejarah Pemikiran Dalam islam (Ilmu Kalam II),(Jakarta: PT.
Pustaka Antara bekerjasama dengan LSIK, 1996), h. 7
13Ibid,
14 Ibid, h. 8
Page | 9
Akibatnya aliran Mu’tazilah kehilangan simpati umat, bahkan dibenci
dan dimaki dan jasa mereka didunia kalam terlupakan. Di saat umat masih
trauma dengan peristiwa mihnah maka tampillah Abu Hasan al-Asy’ari
dengan ajaran kalamnya yang bertujuan untuk menentang aliran Mu’tazilah
yang kemudian dikenal dengan nama aliran Asy’ariyah. Di samping aliran
Asy’ariyah ini berkembang pula suatu aliran di Samarkand yang juga
bertujuan menentang aliran Mu’tazilah yaitu aliran Maturidiyah yang
dididrikan oleh Abu Mansur al-Maturidi. Kemudian kedua aliran kalam yang
bertujuan sama ini dikenal dengan aliran ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah.15
C. Sumber dan Faktor Lahirnya Ilmu Kalam
Ada 2 pengaruh yang dapat ditelusuri yang sekaligus juga menjadi
sumber dan faktor lahirnya ilmu kalam tersebut, yaitu :
1. Sumber langsung, yakni Al-Qur’an dan Hadits. Kedua sumber ini
memotivasi setiap manusia sehingga memunculkan pemikiran-pemikiran
dalam Islam sebagai upaya akal dari para ulama Islam untuk menerangkan
Islam dari sumbernya yang asli yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.16
2. Sumber tidak langsung, yaitu dapat ditelusuri melalui pemikiran-pemikiran
pra-Islam sejak kekaisaran Byzantium dan Sassanid. Filsafat Yunani
maupun akibat pemberontakan-pemberontakan pada masa Islam awal.
Sebab lahirnya ilmu kalam / ilmu tauhid sebenarnya banyak sekali,
namun bila dikaji secara keseluruhan ia dapat dikelompokkan menjadi 2
faktor. Ahmad Amin dalam bukunya Dhuha Islam menyebutkan, bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan lahirnya ilmu kalam adalah :
1. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor lahirnya ilmu kalam yang berasal dari
Islam itu sendiri yaitu :
15Ibid
16Muhammad Al-Bahiy, Pemikiran Dalam Islam, terjemahan Bambang S, (Bandung:
Risalah, 1985), h. 15
Page | 10
a. Al-Qur’an di samping berisi ketauhidan, kenabian dan sebagainya berisi
pula semacam apologi dan polemik terutama terhadap agama-agama
yang ada pada waktu seperti itu.
b. Pada mulanya keimanan umat Islam tidak dipermasalahkan secara
mendalam, persoalan perdebatan mulai muncul setelah Nabi
Muhammad SAW wafat, di samping umat Islam sudah tersebar
kemana-mana juga karena pengaruh peradaban dan kebudayaan asing
seperti filsafat, penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang kelihatannya
bertentangan namun sebenarnya tidak. Hal-hal itulah yang menjadi
salah satu penyebab lahirnya ilmu kalam itu.
c. Masalah politik tentang khilafah juga menjadi salah satu penyebab
berkembangnya ilmu kalam ini. Dimulai dari terbunuhnya khalifah
Utsman bin Affan yang penilaiannya berlarut-larut tentang status si
pembunuh apakah berdosa atau tidak. Masalah khilafah apakah
termasuk masalah agama atau masalah keduniaan, dan lain
sebagainya.17
Sebenarnya soal khilafah adalah soal politk, agama tidak
mengharuskan kaum muslimin mengambil bentuk khilafah tertentu tetapi
hany dasar yang umum yaitu kepentingan umum. Peristiwa terbunuhnya
Khalifah utsman bin Affan adalah menjadi titik yang jelas dari permulaan
berlarut-larutnya perselisihan bahkan sampai terjadi perang saudara antar
sesama kaum muslimin. Sejak saat itulah ada bebrapa penilaian dan
penganalisisan terhadap terbunuhnya khalifah Utsman tersebut. Menurut
segolongan kecil, Utsman adalah kafir dan pembunuhnya berada dipihak
yang benar karena perbuatannya yang salah selama memegang khilafah.
Sebaliknya pihak lain mengatakan bahwa pembunuhan atas khalifah
Utsman adalah suatu kejahatan dan dosa yang besar dan status
pembunuhnya adalah kafir karena Utsman adalah khalifah yang sah dan
salah satu dari prajurit Islam yang setia. Penilaian yang saling bertentangan
20 Ibid, h. 11 - 12
21Ja’far Subhani, Al-Milal wan Nihal Studi Tematis Mazhab Kalam, (Penerbit Al-Hadi,
1997), h. 37 - 38
Page | 13
(sharih). Sedangkan nas tentang itu pernah diungkapkan oleh Nabi SAW
pada beberapa kesempatan dan tempat yang berbeda. Terakhir beliau
ungkapkan pada peristiwa Ghadir Khumm yang masyhur itu, beliau
ditengah-tengah jama’ah yang besar jumlahnya beliau dalam pidatonya
yang agak panjang seraya mengangkat lengan Ali bersabda :
...... من كنت مواله فهذا على مواله
“……siapapun yang memperwakilkan aku, maka ini Ali adalah walinya
…”
Di sisi lain jenazah Nabi yang suci itu sedang dipersiapkan untuk
dimandikan dan dimakamkan, kaum Anshar berkumpul di balairung
(saqifah) untuk membicarakan masalah imamah atau khilafah. Mereka
berpendapat bahwa kepemimpinan adalah hak kaum Anshar, karena
mereka berpendapat merekalah yang telah berjasa dalam membantu Nabi.
Pemuka mereka Sa’ad bin ‘Ubadah berupaya dengan segala kemampuanya
menarik simpati massa agar bergabung dengan partainya dengan
memberikan alasan-alasan.
Dan dari segi lain, mendengar kaum Anshar berkumpul di Balairung
(saqifah) dengan segera meninggalkan jenazah Nabi bergabung dengan
mereka dan menimpali alasan-alasan yang dilontarkan kaum Anshar.
Kaum Muhajirin mengatakan: sungguh merekalah yang pertamakali
menyembah dan beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya di muka bumi
ini, mereka adalah sahabat dan kerabat dekat Nabi serta manusia yang
paling berhak dan patut dalam masalah khilafah ini.
Memang heboh memuncaknya pertengkaran memperebutkan jabatan
khalifah (antara kaum Muhajirin dan Anshar) pada akhirnya mereda.
Sementara jabatan Khalifah dikukuhkan bagi Abu Bakar as-Shiddiq r.a
dengan dukungan dari Anshar, yaitu Bisyir ibn Sa’ad saudara sepupu
Sa’ad bin ‘Ubadah yang berbaiat kepada Abu Bakar. Dengan demikian
padamlah harapan Sa’ad bin ‘Ubadah beserta kaumnya Khazraj untuk
mengambil alih jabatan khalifah.
Page | 14
Dengan demikian kaum Muhajirin mulai menduduki jabatan khalifah
secara bergilir hingga sampai pada khalifah ketiga Utsman bin Affan r.a
yang pada zamannya terjadi kejadian-kejadian yang menyedihkan, bid’ah-
bid’ah tumbuh subur yang pada akhirnya Utsman sendiri terbunuh. Meski
demikian Ali dan Bani Hasyim serta kelompom dari kaum Muhajir,
Badriyyin (pejuang Badr) dan sejumlah pemuka kaum Anshar tetap
berpegang teguh pada nas-nas Nabawi dan konsekuen terhadap apa-apa
yang telah diwasiatkan Rasulullah SAW atas mereka. Pemuka kaum
Anshar dari kalangan Khazraj dan pendukungnya tidak berbaiat kepada
Abu Bakar dan tidak pula kepada Ali r’a.
Demikianlah sekilas asal-usul timbulnya perpecahan antar umat
Islam. Satu firqah mengikuti khulafa (ketiga khalifah pertama) dan yang
satu lagi mengikuti Ali r.a hingga kini. Dan mereka yang mengikuti Ali
(Syi’ah) tidak lain hanya karena berpegang pada asas agama dan tunduk
serta patuh dengan nas yang ditetapkan oleh Nabi SAW tanpa diwaranai
pengaruh kepartaian dan kesukuan, tetapi sepenuhnya menerima sebagai
manifestasi firman Allah SWT22 :
َو َم ا َك اَن ِلُم ۡؤ ِم ٖن َو اَل ُم ۡؤ ِم َنٍة ِإَذ ا َقَض ى ٱُهَّلل َو َر ُسوُل ٓۥُه َأۡم ًرا َأن
َيُك وَن َلُهُم ٱۡل ِخ َيَر ُة ِم ۡن َأۡم ِرِهۗۡم َو َم ن َيۡع ِص ٱَهَّلل َو َر ُسوَل ۥُه َفَقۡد
٣٦ َض َّل َض َٰل اٗل ُّم ِبيٗن ا
Artinya :
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka
sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.(QS. Al-Ahzab: 36)
22kIbid, h. 38 - 43
Page | 15
Faktor kedua inilah yang menyebabkan kaum Muslimin menjadi
beberapa sekte yang berjauhan, karena kesalahpahaman dan kelalaian di
antara sebagian mereka memberikan batasan akidah, dan kurangnya daya
pikir dan nalar dalam memahami esensi agama.
Penduduk Iraq, Hijaz dan Mesir melakukan pemberontakan
terhadap Utsman yang mengakibatkan terbunuhnya beliau, akibat ulah
pembantunya sehingga peristiwa menggenaskan itu terjadi. Sesudah
kejadian itu Ali menduduki jabatan Khalifah dan umat memandang beliau
sebagai pribadi yang memiliki budi pekerti yang luhur dan mulia baik dari
segi ilmu pengetahuan maupun perjuangannya yang tiada tara dengan
Rasulullah SAW dan lain sebagainya. Langkah pertama yang beliau
lakukan adalah dengan mengadakan perombakan secara menyleuruh kursi-
kursi pemerintahan antara lain dengan memecat pejabat teras pada masa
Utsman dan menggantikannya dengan orang-orang yang bertakwa zuhud
sesuai dengan keahliannya.
Pada waktu itu datang Zubair bin Awwam dan Thalhah bin
‘Ubaidillah menghadap Ali dan meminta agar masing-masing diberi
jabatan wali di Kufah dan Basrah. Berdasarkan prosedur dalam
mengangkat pembantu-pembatunya Ali mengajukan beberapa persyaratan
yang pada akhirnya tidak disetujui oleh mereka. Ketika mereka berdua
tidak diberi kedudukan yang dikehendaki,s egera di dorong oleh rasa
dengki, mereka berupaya mengadakan pemberontakan terhadap Imam Ali
r.a, dan demi membenarkan sikapnya, mereka menuduh Ali sebagai otak
pembunuhan Khalifah Utsman r.a atau pelindung para pembunuhnya.
Maka berkobarlah api peperangan antara Ali ra.a dengan Zubair bin
Awwam dan Thalhah di sekitar kota Bashrah, yang menyebabkan kedua
lawan Ali itu terbunuh, peristiwa ini dikenal dengan nama perang Jamal
(perang onta).
Tatkala posisi Ali yang sebegitu tegar dan tegas dalam menggeser
pembantu Utsman dari jabatannya, Mu’awiyah memohon kepada Ali agar
memberikan kedudukan kepadanya sebagai wali di Syam. Ali menolaknya,
Page | 16
lantaran keperibadian dan penyelewengan yang dilakukannya. Akibatnya
terjadilah perang shiffin yang kemudian berkahir dengan peristiwa tahkim.
Dan dengan adanya peristiwa itu lahirlah golongan khawarij, syi’ah dan
murji’ah.23
❖ Faktor ketiga : Larangan menulis hadits Rasulullah SAW menukil serta
merawikannya.
Pada hakikatnya konflik-konflik yang terjadi setelah permulaan
Islam banyak membawa kepalsuan riwayat dan hadits. Umat terhalang dari
sunnah nabawiyah shahihah hampir satu setengah abad lamanya. Ini
menunjukkan bahwa beberapa hadits ditentukan oleh selera para pemalsu
dan pembohong, akibatnya lahirlah berbagai akidah dan mazhab.24
❖ Faktor keempat : Memberi peluang yang luas kepada Ahbar (pendeta
Yahudi) dan Ruhban (pendeta Nasrani) menceritakan kisah-kisah
orang-orang terdahulu dan kemudian.
Kerugian yang diderita Islam dan kaum Muslimin akibat pelarangan
penulisan dan penyebaran hadits amat besar, betapa tidak, karena tersebar
luasnya kekacauan dalam akidah , amal ibadah, etika, pendidikan dan
prinsip-prinsip Islam akibat pelarangan itu. Keadaan ini menjadi lahan yang
cocok untuk berkembangnya bid’ah-bid’ah israiliyat, cerita-cerita picisan
masehiyat dan dongeng-dongeng fiktif majusiyat. Terutama tindakan para
Ahbar dan Ruhban, mereka banyak menciptakan seakan hadits itu dari para
Nabi dan Rasul as, mereka juga menciptakan dongeng-dongeng picisan
yang seolah-olah bersumber dari lisan Nabi mulia as. Berikut ini ada
beberapa pendapat sejarahwan tentangnya :
1. Syahrastani menulis: “Orang-orang Yahudi yang memeluk Islam,
banyak memasukkan hadits tajsim dan tasybih, yang kesemua itu
bersandarkan Kitab taurat.25
23Ibid, h. 43 - 47
24Ibid, h. 68
25Al-Milal wan-Nihal, Juz 1, h. 117 dalam Ibid, h. 69
Page | 17
2. Assayyid Murtadha berkata : “Tatkala menjabat sebagai wali kufah
pada masa pemerintahan al-Manshur, Muhammad ibn Sulaiman
menangkap Abdulkarim ibn Abil ‘Auja’, dan menghadirkannya ke
hadapan khalayak ramai untuk menjalani hukuman mati. Karena itu, ia
yakin bahwa ajalnya telah dekat. Ia berkata : “Jika kalian membunuhku,
sesungguhnya aku telah memasukkan ke dalam hadits-hadits kalian
4.000 hadits palsu.26
3. Ibn Al-Jauzi menulis: “Abdulkarim adalah anak tiri Hammad ibn
Salamah. Ia juga menyisipkan hadits-hadits palsu ke dalam kitab (nya)
Hammad ibn Salamah.27
❖ Faktor kelima : Percampuran kebudayaan dan peradaban antara kaum
Muslim dan bangsa-bangsa selainnya termasuk Parsi, Romawi dan
Hindia.
Setelah Rasulullah SAW wafat, umat Islam telah berhasil
mengembangkan sayap kekuasaanya hingga ke beberapa negeri dan
wilayah yang memiliki berbagai peradaban dan kebudayaan. Kemudian
dikalangan umat Muslim banyak yang menaruh minat untuk mempelajari
pengetahuan peradaban setempat seperti adab dan kesenian. Keinginan
mereka itu dikembangkan lewat diskusi, seminar sampai dengan
menrjemahkan buku-buku mereka ke dalam bahasa Arab. Pemikiran-
pemikiran dari negeri yang dikuasai itu sangat mempengaruhi pemikiran
kaum Muslimin. Sementara sebagian mereka membentengi dengan
peradaban dan kebudayaan Islam yang memberantas syubhah dan
mempertahankan nilai-nilai ajaran shahih. Sedangkan yang berpikiran
awwam dan lemah serta terbelakang menganggapnya lumrah maka tidak
ada jalan lain kecuali menerimanya. Karena pemikrian-pemikiran
sedemikian itu merupakan sebab utama timbulnya berbagai firqah dan
aliran dalam Islam.28
۞ِإَّنَم ا ٱلَّص َد َٰق ُت ِلۡل ُفَقَر ٓاِء َو ٱۡل َم َٰس ِكيِن َو ٱۡل َٰع ِمِليَن َع َلۡي َها
َو ٱۡل ُم َؤ َّلَفِة ُقُلوُبُهۡم َو ِفي ٱلِّر َقاِب َو ٱۡل َٰغ ِرِم يَن َو ِفي َس ِبيِل ٱِهَّلل
٦٠ مَٞو ٱۡب ِن ٱلَّس ِبيِۖل َفِريَض ٗة ِّم َن ٱِۗهَّلل َو ٱُهَّلل َع ِليٌم َح ِكي
….. Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di
dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah
didapat. tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak
mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari
(lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang
sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang
yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang
Page | 19
yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Ilmu kalam dinamakan juga dengan ilmu tauhid, ilmu ushuluddin, dan fiqh
al-akbar.
2. Ada 2 pengaruh yang dapat ditelusuri yang sekaligus juga menjadi sumber
dan faktor lahirnya ilmu kalam tersebut, yaitu : sumber langsung, yakni Al-
Qur’an dan Hadits dan sumber tidak langsung, yaitu dapat ditelusuri melalui
pemikiran-pemikiran pra-Islam sejak kekaisaran Byzantium dan Sassanid.
3. Ahmad Amin dalam bukunya Dhuha Islam menyebutkan, bahwa ada 2 faktor
yang menyebabkan lahirnya ilmu kalam yaitu faktor Intern dan faktor ekstern.
4. Ja’far Subhani dalam bukunya al-Milal wan Nihal menjelaskan bahwa faktor-
faktor yang menyebabkan lahirnya firqah-firqah dalam Islam adalah :
a. Tendensi (kecenderungan) yang dipengaruhi oleh kepartaian dan
fanatisme kesukuan
b. Kesalahpahaman tentang dan pemutarbalikkan hakikat agama.
c. Larangan menulis hadits Rasulullah SAW menukil serta merawikannya.
d. Memberi peluang yang luas kepada Ahbar (pendeta Yahudi) dan Ruhban
(pendeta Nasrani) menceritakan kisah-kisah orang-orang terdahulu dan
kemudian
e. Percampuran kebudayaan dan peradaban antara kaum Muslim dan
bangsa-bangsa selainnya termasuk Parsi, Romawi dan Hindia.
f. Ijtihad bertentangan dengan nas.
Page | 20
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Syekh Muhammad, 1963, Risalah tauhid, Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Asmuni, M.Yusran, Drs, 1996, Ilmu Tauhid,Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Ghazali, Adeng Muchtar, Drs, M.Ag, 2005, Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik
hingga Modern,Bandung: Pustaka Setia.
Hanafim Ahmad, MA, 1996, Theology Islam (Ilmu Kalam), Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Madjid, Nurcholis, DR, 1987, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan.
Mircea Eliade, ed, 1987, The Encyclopaedia of Religion, Vol. VII, Mac Millan Publishing
Company, New York
Mun’im, Abd al, 1978, Tarikh al-Hadarat al-Islamiyyah fi al-‘Usr al-Wusta, Mesir:
Maktabah al-Anjlu al Misriyyat.
Page | 21
Nurdin, H.M. Amin, Drs, MA dan Drs. Afifi Fauzi Abbas, MA, 1996, Sejarah Pemikiran
Dalam Islam, Teologi / Ilmu Kalam, Jilid II, III dan IV, PT. Pustaka Antara
kerjasama dengan LSIK.
Rozak, Abdul, DR, M.Ag dan DR. Rosihan Anwar, M.Ag, 2007, Ilmu Kalam, (Bandung:
Pustaka Setia.
Subhani, Ja’far, 1997, Al-Milal wan Nihal Studi Tematis Mazhab Kalam, Penerbit Al-
Hadi.
Watt, W.Montgomery, 1987, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, terj. Umar Basalim,
Jakarta: P3M.
Zahrah, Muhammad Abu, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah, jilid I, Dar al-Fikr al-
Arabi, t.t
Page | 22