Anda di halaman 1dari 17

RESUME ILMU KALAM

Dosen Pengampu : Kamarullah, M.H.I

Di Susun Oleh :

M u r n i a t i ( 2 2 0 6 0 2 0 8 9)

SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
2022/2023
MAKALAH PERTAMA
PENGERTIAN DAN SEJARAH ILMU KALAM

A. Pengertian Ilmu Kalam


Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak
mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam
Tuhan. Dari segi etimologis, perkataan ilmu Kalam terdiri atas
dua kata, ilmu dan kalam. Ilmu yang berarti “pengetahuan”,
sedangkan kalam berarti “perkataan”, ”percakapan”, “Firman”.
Kedua kata itu berasal dari bahasa arab.
Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin
ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang aqidah imani
yang diperkuat dalil-dalil rasional.
Sedangkan Musthafa Abdul Raziq berpendapat bahwa ilmu ini
( ilmu kalam) bersandar kepada argumentasi-argumentsi rasional
yang berkaitan dengan aqidah imaniah, atau sebuah kajian tentang
aqidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar.
B. Sejarah Ilmu Kalam
1. Sejarah timbulnya ilmu kalam
Menurut Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam
dipicu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa
pembunuhan Utsman bin Affan yang berbuntut pada
penolakan Muawwiyah atas kekhalifahan Ali bin abi Thalib.
Sementara itu menurut Dr. M. Yunan yusuf masalah ilmu
kalam ini timbul berawal dari masalah politik yaitu ketika
Utsman bin Affan wafat terbunuh dalam suatu
pemberontakan.
Masalah akhirnya menyebabkan terjadi perselisihan yang
kuat antara kaum muslimin. Kesan dari perselisihan ini
ialah, terbentuknya beberapa kelompok besar di dalam
Islam, yaitu:syiah, khawarij, dan murji’ah.
2. Sebab-sebab munculnya ilmu kalam
a. Sebab-sebab internal
1) Al-Qur’an yang menolak perkataan-perkataan
merekayang bertentangan.
2) Perbedaan cara pandang sehingga menyebabkan
perselisihan pendapat di kalangan mereka.
3) Perselisihan di dalam masalah politik menjadi
sebab di dalam perselisihan mereka mengenai
soal-soal keagamaan.
b. Sebab-sebab eksternal
1) mereka menzahirkan pemikiran-pemikiran agama
lama mereka bersalutkan pakaian agama mereka
yang baru (Islam).
2) perkara utama yang mereka tekankan ialah
mempertahankan Islam dan menolak hujah
mereka yang menentangnya. Negeri-negeri Islam
terdoktrin dengan semua pemikiran-pemikiran
ini dan setiap kelompok berusaha untuk
membenarkan pendapatnya dan menyalahkan
pendapat kelompok lain.
3) Ahli-ahli Kalam memerlukan falsafah dan mantiq
(ilmu logik), hingga memaksa mereka untuk
mempelajarinya supaya dapat menolak kebatilan-
kebatilan (keraguan-keraguan) yang ada di dalam
ilmu tersebut.
MAKALAH KEDUA
HUBUNGAN ILMU KALAM FILSAFAT DAN TASAWUF

A. Definisi Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf


1. Ilmu kalam
Secara etimologi Kalam berarti “kata-kata”. Kata-kata disini di maksudkan adalah
kata-kata (firman) Allah. Jadi ilmu kalam adalah ilmu yang mempermasalahkan
kalam Allah.
Murtadha Muthahhari mendefinisikan bahwa ilmu kalam adalah sebuah ilmu
yang mengkaji doktrin-doktrin dasar atau akidah-akidah pokok Islam. Ilmu kalam
mengidentifikasi akidah-akidah pokok dan berupaya membuktikan keabsahannya dan
menjawab keraguan terhadap akidah-akidah pokok tersebut. karena sebagian besar
perdebatan tentang akidah-akidah Islam berkisar seputar huduts (kemakhlukan,
keterciptaan, temporalitas) atau qidam (keabadian) firman atau kalam Allah, maka
disiplin yang membahas akidah utama agama Islam pun mendapat sebutan “ilmu
kalam” (secara harfiah, ilmu firman).
2. Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata
yakni philos  dan shopia, philos mempunyai makna “mencintai”
dan shopia mempunyai makna ”kebijaksanaan atau kebenaran”. Secara
singkat filsafat adalah mencintai kebijaksanaan (love of wisdom) dalam
kebenaran suatu ilmu.
3. Tasawuf
Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang
Muslim berada sedekat mungkin dengan Allah. Ilmu tasawuf adalah ilmu yang
lebih menekankan rasa daripada rasio. Ilmu tasawuf bersifat sangat subjektif,
yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang.
B. Persamaan Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf
ilmu kalam, filsafat maupun tasawuf memliki kesamaan dalam segi bojek
kajiannya, yaitu tentang Tuhan dan segala yang berkaitan dengan-Nya. Namun dalam
kajian objek tersebut hanya dibedakan dalam penamaannya saja. Ilmu kalam dalam
objek kajiannya dikenal dengan sebutan kajian tentang Tuhan, sedangkan dalam
filsafat di kenal dengan sebutan kajian tentang Wujud dan dalam ilmu tasawuf (irfan)
dikenal dengan sebutan kajian tentang Al-Haq. Akan tetapi pada dasarnya ketiga ilmu
tersebut mengkaji kajian tentang Tuhan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-
Nya.
C . Perbedaan Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf
1. Ilmu kalam
Ilmu kalam, sebagai ilmu yang menggunakan logika di samping argumentasi-
argumentasi naqliah berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran
agama, yang sangat tampak nilai-nilai apologinya.
2. Filsafat
filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional.
Metode yang digunakannya pun adalah metode rasional. Filsafat menghampiri
kebenaran dengan cara menuangkan akal budi secara radikal (mengakar) dan
integral
(menyeluruh) serta universal (mendalam) tidak merasa terikatat oleh apapun,
kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika.
3. Tasawuf
tasawuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa dari pada rasio. ilmu tasawuf
bersifat subjektif, yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang.

D . Hubungan Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf


Menurut Hasyimah Nasution Filsafat Islam dan ilmu kalam sangat kuat
pengaruhnya satu sama lain. Kalam mencuatkan masalah-masalah baru bagi filsafat,
dan filsafat membantu memperluas area, bidang, atau jangkauan kalam, dalam
pengertian bahwa pembahasan tentang banyak masalah filsafat jadi dianggap penting
dalam kalam. Filsafat Islam mengandalkan akal dalam mengkaji objeknya-Allah,
Alam dan Manusia-tanpa terikat dengan pendapat yang ada (pemikiran-pemikiran
yang sama sifatnya, hanya berfungsi sebatas masukan dan relative). Nash-nash agama
hanya sebagai bukti untuk membenarkan hasil temuan akal. Sebaliknya, ilmu kalam
mengambil dalil akidah sebagaimana tertera dalam wahyu, yang mutlak kebenarannya
untuk menguji objeknya Allah dan sifat-sifatnya, serta hubungan dengan Allah
dengan Alam dan Manusia sebagaimana tertuang dalam kitab suci menjadikan filsafat
sebagai alat untuk  membenarkan nash agama.
Sedangkan Tasawuf sebagai ilmu yang mempelajari cara dan jalan untuk semakin
mendekatkan diri kepada Allah terbagi ke dalam dua bagian, yakni Tasawuf
Amali/Akhlaqi dan Tasawuf  Falsafi (Ibn Arabi dan Al-Hallaj). Dari pengelompokkan
ini tergambar adanya unsur-unsur filsafat dalam ajaran tasawuf, seperti logika dalam
penjelasan maqomat (al-fana-al-baqa, ittihad, hulul, wahdat al-wujud).

MAKALAH KETIGA
ALIRAN KHAWARIJ

A. Pengertian Aliran Khawarij


istilah Khawarij berasal dari bahasa Arab Khoroja, yaitu yang berarti keluar,
muncul, timbul, atau memberontak. Berdasarkan pengertian menurut bahasa khawarij
juga dapat diartikan setiap Muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.
Penganut aliran ini adalah kelompok yang memberontak melawan'Ali,amir
Almu'minin, pada waktu arbitrasi dan berkumpul di Harurah dekat kufah.
Berikut firqah-firqah Khawarij dan pendapatnya:

1. al-Muhakkimah
Kelompok Muhakkimaah adalah mereka yang tidak menaati „Ali ibn Abi
Thalib setelah terjadinya tahkim (arbitrasi). . Kelompok ini dipimpin oleh
„Abdullah ibn al-Kawa, Atab ibn al-Anwar, „Abdullah ibn Wahab al-Rasibi,
Urwah ibn Jarir, Yazid ibn Abi Ashim al-Muharibi, Harqus ibn Zuhair al-
Bahali, yang dikenal dengan al-Najdiyah. Menurut mereka imam boleh saja
selain dari bangsa Quraisy. Setiap orang yang mereka angkat yang mampu
berlaku adil dan menjauh dari kejahatan adalah imam yang sah, dan setiap
yang tidak menaatinya wajib dibunuh. Apabila imam telah berubah
perilakunya dan telah meninggalkan kebenaran wajib diberhentikan atau
dibunuh. Kelompok ini termasuk orang yang paling banyak mempergunakan
qiyas dan menurut mereka tidak boleh ada dua orang imam dalam satu zaman.
2. al-„Azariqah
Al-„Azariqah adalah kelompok pendukung Abu Rayid Nafi ibn Al-Azraq (60
H), yang memberontak terhadap pemerintahan „Ali bin Abi Tahalib.
3. al-Najadaat Al-„Aziriah
Al-Najadaat adalah kelompok yang mengikuti pemikiran seorang yang
bernama Najdah ibn „Amir al-Hanafi yang dikenal dengan nama „Ashim yang
menetap di Yaman. Ajaran agama menurut mereka terdiri dari dua hal:
Pertama, mengenal Allah dan para rasul, haram membunuh sesama muslim,
dan mengakui secara umum apa yang diturunkan Allah. Semua ini wajib bagi
setiap orang mengenalnya, kejahilan tidak dapat dijadikan alasan. Kedua,
selain yang disebut di atas, kejahilan dapat dijadikan alasan seperti dalam
menetapkan yang halal dan yang haram.
4. al-Baihasiah
Kelompok Baihasiah adalah kelompok yang mengikuti pendapat-pendapat
Abu Baihas al-Haisham ibn Jabir, salah seorang dari suku Bani Saad
Dhubai‟ah di masa pemerintahan Khalifah al-Walid. Sebagian besar
kelompok Baihasiah mengatakan: Ilmu pengetahuan dan perbuatan adalah
iman. Sebagian lagi mengatakan tidak ada yang haram melainkan apa yang
diharamkan Allah di dalam wahyunya.
5. al-„Ajaridah
Kelompok al-„Ajaridah adalah kelompok yang dipimpin oleh seorang yang
bernama Abd al-Karim „Araj yang isi ajarannya mirip dengan ajaran al-
Najdiah. Sebagian orang menyebutkan bahwa dia termasuk sahabat dekat
Baihas, namun dia kemudian memisahkan diri dan mendirikan kelompok
tersendiri. Menurutnya, tidak boleh mengatakan kafir atau Muslim terhadap
anak seorang Muslim sampai ia [telah] diajak memeluk Islam, dan wajib
diajak memeluk Islam ketika ia sudah mencapai usia baligh. Sedangkan anak
orang kafir bersama orang tuanya berada di dalam neraka. Harta tawanan
perang tidak dapat dijadikan fai’ (harta yang didapat bukan melalui
peperangan) terkecuali pemiliknya terbunuh.
6. al-Tsa‟alibah
Pendiri kelompok Tsa‟alibah adalah Tsa‟labah ibn „Amir yang dahulunya
sependapat dengan Abd al-Karim ibn „Araj dalam beberapa hal, di antaranya
tentang posisi anak. Tsa‟labah berkata: “Menurut kami anak tidak
bertanggung jawab semenjak kecil sampai usia menjelang dewasa, namun
kami menyadari anak-anak lebih condong berbuat kebatilan dari kebaikan”.
7. al-„Ibadhiyyah
Kelompok ini adalah pengikut „Abdullah ibn „Ibadh yang memberontak
terhadap pemerintahan Khalifah Marwan ibn Muhammad. Karena itu
„Abdullah ibn Muhammad ibn Athiyyah mengirim pasukan untuk
menumpasnya dan ia tewas dalam pertempuran di desa Tabalah (Thumamah).
Menurut penuturan orang bahwa „Abdullah ibn Yahya al‟-Ibadhi adalah
teman yang sependapat dengannya. Katanya: orang Islam yang menyalahi
ajaran kami dihukumi kafir, namun bukan kafir musyrik.
8. al-Shufriyyah al-Ziyadiyyah
Al-Shufriyyah Al-Ziyadiyyah adalah nama kelompok yang
mengikuti pemikiran Zayad ibn Ashfar. Pemikirannya berbeda dengan
pemikiran yang berkembang di kalangan Khawarij yang lain seperti al-
Azariqah, al-Najdaat dan al-„Ibadhiyyah. Perbedaan ini terlihat dalam
beberapa hal. Kelompok ini tidak mengkafirkan orang yang tidak ikut
berperang selama mereka masih seagama dan satu akidah.
B. Pengaruh Aliran Khawarij
1. Syi’ah
Diantara contoh pemikiran hukum golongan Syi’ah adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur’an mempunyai dua arti lahir dan bathin, yang mengetahui
keduanya hanyalah Allah, Rasul dan Imam. Imam mengetahui makna
bahtin Al-Qur’an, karena para Imam tersebut dianggap maksum oleh
mereka dan diberikan ilmu yang setaraf dengan kenabian, masyarakat
umum hanya mengetahui dzahirnya saja.
b. Membolehkan nikah mut’ah.
c. Orang syiah mengharamkan seorang muslim menikahi wanita ahli
kitab.
d. Hadits Nabi yang dianggap shahih oleh kelompok ini hanyalah hadits-hadits
yang diriwayatkan dengan jalur-jalur para imam mereka.
e. Dalam kalimat azan “Hayya ‘Alal Falah” dalam pandangan Syi’ah ditambah
satu kalimat lagi yaitu “Hayya ‘Ala Khairil Amal”.
f. Masalah warisan bagi perempuan, perempuan hanya mendapatkan benda
bergerak saja, tidak seluruh jenis harta.
g. Waktu shalat hanya tiga, dzuhur dan ashar (Dhuluqi syamsi), Magrib dan Isya
(Ghosyaqillaili) dan subuh (Qur’anal Fajri).
h. Dalam sujud tidak menggunakan alas tempat sujud yang dibuat tangan.
Biasanya mereka menggunakan tanah atau batu dari karbala.
2. Sunni (Ahlus- Sunnah Wal Jama’ah)
a. Penolakan terhadap keabsahan nikah mut'ah. Bagi Jumhur, nikah
mut'ah haram dilakukan
b. Jumhur menggunakan konsep aul dalam pembagian harta pusaka
c. Nabi Muhammad saw tidak dapat mewariskan harta
d. Jumlah perempuan yang boleh dipoligami dalam satu periode adalah 4
orang (penafsiran terhadap surat An Nisa ayat 3 dan hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
e. Persaudaraan iman masih tetap berlaku dan dibenarkan meskipun
mereka bermaksiat
f. Orang-orang fasik tidak berarti kehilangan iman secara keseluruhan,
dan mereka tidak kekal dalam neraka, dan masih tergolong beriman
atau bisa juga dikatakan beriman tidak secara mutlak
g. Para sahabat itu dimaafkan Allah, baik mereka yang melakukan ijtihad
dengan hasil yang benar maupun yang salah. Akan tetapi mereka tidak
meyakini bahwa para sahabat itu ma'sum dari dosa-dosa besar dan
kecil.
MAKALAH KEEMPAT

ALIRAN MURJI’AH

A. Sejarah Munculnya Murji’ah


1. Pengertian Murji’ah
Kata al-Murji’ah adalah bentuk isim fa’il yang mendapat ta’ marbutah
(murji’un-murji’atun). Fi’il madhinya (arja’a)-yurji’u-irja’a, artinya bisa
bermacam-macam yaitu menunda (menangguhkan), memberi harapan dan
mengesampingkan.
2. Asal-Usul Aliran Murji’ah
Aliran teologi al-Murji’ah sebagaimana juga al-Khawarij, pada mulanya
ditimbulkan oleh kasus politik, tegasnya, persoalan khilafah yang membawa
perpecahan di kalangan umat Islam setelah Utsman bin Affan mati terbunuh.
Muncullah kaum al-Khawarij yang berbalik memusuhi Ali.
Pemimpin Murji’ah ini adalah Hasan bin Bilal Al-Muzni, Abu Salat as-Saman,
Tsauban Dliror bin Umar. Penyair Murji’ah yang terkenal pada pemerintahan
Bani Umayah ialah Tsabit bin Quthanah, mengarang syair kepercayaan-
kepercayaan kaum Murji’ah.
B. Ajaran Dalam Murji’ah
1. Ajaran Pokok Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin
irja’ yang diaplikasikan dalam banyak persoalan baik persoalan politik atau
teologis. Di bidang politik, doktrin irja’ diimplementasikan dengan sikap
politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap
diam.
Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt
merincinya sebagai berikut:
a. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah
memutuskannya di akhirat kelak.
b. Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-Khalifah
Ar- Rasyidun.
c. Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang meakukan dosa
besar untuk memperoleh ampunan dari rahmat Allah.
d. Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai (madzhab) para skeptis dan empiris dari
kalangan Helenis.

Masih berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution dalam Anwar
menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu:

a. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari
yang terlibat tahkim dan menyerahkan kepada Allah di hari kiamat kelak.
b. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
c. Meletakkan (pentingnya) iman daripada amal.
d. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh
ampunan dan rahmat dari Allah.

Sementara itu, Abu A’la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran
Murji’ah:

a. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal dan
perbuatan tidak merupakan keharusan. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap
mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardhukan dan melakukan
dosa besar.
b. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap
maksiat tidak mendatangkan mudharat. Untuk mendapatkan pengampunan,
manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan
akidah tauhid.
C. Sekte-Sekte Dalam Murjia’ah
Di bawah kekuasaan Bani Umayah, berkembanglah Murji’ah sehingga
bermunculan tokoh-tokoh yang memiliki corak pemikiran yang berbeda.
Oleh karena itulah, Ash-Syahrastani, seperti yang dikutip oleh Watt, menyebutkan
sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut:
1. Murji’ah Khawarij
2. Murji’ah Qadariyah
3. Murji’ah Jabariyah
4. Murji’ah Murni
5. Murji’ah Sunni
Sedangkan Abdul Mun'im Al-Hafni menjelaskan bahwa kelompok Murji’ah
terbagi menjadi beberapa sekte sebagai berikut:

1. Sekte pertama adalah orang-orang yang mengambil sikap irja’ dalam masalah
qadar (takdir) Allah SWT. Dalam sekte ini terdapat beberapa madzhab, antara lain
madzhab Ghilan Ad-Dimsyaqi, madzhab Abu Syamr dan madzhab Muhammad bin
Syabib Al-Bashari. Orang-orang yang termasuk sekte ini disebut dengan kaum
Murji’ah Qadariyyah.
2. Sekte kedua adalah orang yang yang mengambil sikap irja’ dalam masalah iman.
Mereka sefaham dengan kelompok Jahamiyyah yang mengatakan, manusia sama
sekali tidak berkuasa atas perbuatan-perbuatannya karena yang menciptakan
perbuatannya itu adalah Allah SWT. Sekte ini biasa dikenal dengan nama
kelompok Murji’ah Jabariyyah.
3. Sekte ketiga adalah yang terkenal dengan sebutan kelompok Murji’ah Khalishah.
Mereka terbagi menjadi beberapa kelompok kecil, yaitu: kelompok Yunusiyyah
(pengikut Yunus An-Namir), kelompok Ghassaniyah (pengikut Ghassan bin Abban
Al-Kuffi), kelompok Tsaubaniyyah (pengikut Abu Tsauban Al-Murji’i), kelompok
Taumaniyyah (pengikut Abu Mu’adz At-Taumani), kelompok Murisiyyah
(pengikut Bisyr bin Ghiyats Al-Murisi) dan kelompok Shalihiyyah (pengikut
Shalih bin ‘Amr Ash-Shalihi).
MAKALAH KELIMA

ALIRAN JABARIYAH DAN QADARIYAH

A. Aliran Qodariyah
1. Pengertian dan Asal-usul Qodariyah
Kata Qadariyah berasal dari bahasa Arab qadara yang berarti
kemampuan dan kekuatan. Nama Qadariyah juga berasal dari pengertian
bahwa manusia mempunyai qudrah atau kemampuan untuk melakukan
sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri, bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar atau ketentuan Allah.
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Hadariansyah, orang-
orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa
manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam
melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup
semua perbuatan, yakni baik dan buruk.
Qadariyah adalah sebuah firqah yang mengingkari ilmu Allah terhadap
perbuatan hambaNya dan mereka berkeyakinan bahwa Allah belum membuat
ketentuan terhadap makhlukNya.Mereka berpendapat bahwa tidak ada takdir,
mereka mengingkari iman dengan qadha dan qadar. Mereka juga mengatakan
bahwa Allah tidak menentukan dan tidak mengetahui sebuah perkara sebelum
terjadi, bahkan Allah baru mengetahui sebuah perkara setelah terjadi.

Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya Qadariyah muncul, ada


baiknya jika meninjau kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan
kesulitan untuk menentukannya. Para peniti sebelumnya pun belum sepakat
mengenai hal ini karena penganut Qadariyah ketika itu banyak sekali.
Sebagian terdapat di irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada
pengajian Hasan Al-Bashri. Pendapat ini di kuatkan oleh Ibn Nabatah bahwa
yang mencetuskan pendapat pertama tentang masalah ini adalah seorang
kristen di irak yang telah masuk islam pendapatnya itu diambil oleh Ma’bad
dan Ghallian. sebagian lain berpendapat bahwa faham ini muncul di
Damaskus. Diduga disebabkan oleh orang-orang yang banyak dipekerjakan
di istana-istana.
2. Doktrin-Doktrin Qodariyah
a. Manusia Mempunyai Qudroh
Ali Mushthafa Al Gurobi antara menyatakan “bahwa sesungguhnya
Allah telah menciptakan manusia dan menjadikan baginya kekuatan
agar dapat melaksanakan apa yang dibebankan oleh Tuhan
kepadanya, karena jika Allah memberi beban kepada manusia, maka
beban itu adalah sia-sia, sedangkan kesia-siaan itu bagi Allah itu
adalah suatu hal yang tidak boleh terjadi”.
b. Pendapat Aliran Qodariyah Tentang Taqdir
Adapun paham yang dikembangkan kaum qadariyah
diantaranya adalah:

1. Meletakkan posisi manusia sebagai makhluk yang merdeka dalam


tingkah laku dan semua perbuatan, baik dan buruknya.
2. Kaum qadariyah mengatakan bahwa Allah itu Esa, dalam artian bahwa
Allah tidak memiliki sifat-sifat Azaly, seperti ilmu, kudrah dan hayat.
3. Takdir merupakan ketentuan Allah SWT terhadap hukum alam
semesta sejak zaman azali, yaitu hukum yang dalam Al-Qur’an disebut
sunnatullah, seperti matahari terbit dari timur, rotasi bumi dll.
4. Kaum qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak
menurunkan agama.
3. Dalil-Dalil yang menjadi Dasar Ajaran Qodariyah
Dalil-dalil tersebut diantaranya : surat Al-Kahfi ayat 29, Qs.Ar-raad:11,
Qs.An-Nisa’:111, Q.S. al-Fussilat: 40, Q.S. Ali Imran: 164,

B. Aliran Jabariyah
1. Pengertian Dan Asal-Usul Jabariah
Menurut Syahrastani, Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan
dari hamba secara hakikat dan menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah
Swt. Artinya, manusia tidak punya andil sama sekali dalam melakukan
perbuatannya, Tuhanlah yang menentukan segala-galanya.
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan
bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan
Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan
manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan
dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam
berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa
Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai
dalangnya.

2. Tokoh Jabariyah
Diantara pemuka jabariyah ekstrim adalah sebagai berikut:

1. Jahm bin shofwan, nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham Bin
Shafwan. Ia barasal dari Khurasan bertempat tinggal di kuffah.
2. An-Najjar, nama lengkapnya adalah husain bin muhammad an-najar,
para pengiktnya disebut An-Najariyyah atau Al-Husainiyah.
3. Adh-Dhirar, nama lengkapnya adalah Dhirar Bin Amr.
4. Ja’ad bin Dirham. Ia dibesarkan dalam lingkungan orang kristen yang
senang membicarakan tentang teologi. Ia adalah seorang maulana dari
bani Hakam dan tinggal di Damaskus.
3. Dalil-Dalil yang menjadi Dasar Ajaran Jabariyah

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam
Alquran sendiri banyak terdapat ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar
belakang lahirnya paham Jabariyah, diantaranya: QS ash-Shaffat: 96, QS al-
Anfal: 17, Q.S. al-Insan: 30, Q.S. al-An’am: 112, Q.S. al-Hadid: 22.

C. Analisis Aliran Qadariyah Dan Jabariyah


Kedua paham itu dapat dicermati pada suatu peristiwa yang menimpa dan
berkaitan dengan perbuatan manusia, misalnya, kecelakaan pesawat terbang. Bagi
yang berpaham Jabariyah biasanya dengan enteng mengatakan bahwa kecelakaan itu
sudah kehendak dan perbuatan Allah. Sedang, yang berpaham Qadariyah condong
mencari tahu di mana letak peranan manusia pada kecelakaan itu.
Kedua paham teologi Islam tersebut membawa efek masing-masing. Pada paham
Jabariyah semangat melakukan investigasi sangat kecil, karena semua peristiwa
dipandang sudah kehendak dan dilakukan oleh Allah. Sedang, pada paham Qadariyah,
semangat investigasi amat besar, karena semua peristiwa yang berkaitan dengan
peranan (perbuatan) manusia harus dipertanggungjawabkan oleh manusia melalui
suatu investigasi.
Dengan demikian, dalam paham Qadariyah, selain manusia dinyatakan sebagai
makhluk yang merdeka, juga adalah makhluk yang harus bertanggung jawab atas
perbuatannya. Posisi manusia demikian tidak terdapat di dalam paham Jabariyah.
Akibat dari perbedaan sikap dan posisi itu, ilmu pengetahuan lebih pasti berkembang
di dalam paham Qadariyah ketimbang Jabariyah.

Anda mungkin juga menyukai