Anda di halaman 1dari 10

TA U H I D D A N I L M U K A L A M

Pengertian dan Sejarah ILMU Kalam


dalam Islam

(Dosen pengampu: Prof. Dr. Syarifudin Basyar,M.A.)


Kelompok 5:

1 Dea Putri Rahmah 2 Eka Prastya


(21110017) (2111020019)

3 Hani Nur Fadila


(2111020029)
Pembahasan:

1 Pengrtian Ilmu Kalam

Sejarah Lahirnya Ilmu Kalam atau Teologi


2 dalam Islam
1 Pengertian Ilmu Kalam
Ilmu kalam biasa disebut dengan beberapa nama, antara lain:ilmu
ushuluddin, ilmu tauhid, fi qh Al-Akbar, dan teologi Islam.
Al-Farabi mendefi nisikan ilmu kalam sebagai berikut : ilmu kalam adalah
disiplin ilmu yang membahas Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua
yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah
sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islam.
Secara fi losofi s Ibnu Khaldun mendefi nisikan ilmu kalam sebagai berikut: ilmu
kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang
akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.
2 Sejarah Lahirnya Ilmu Kalam/Teologi dalam Islam
Sejarah lahirnya Il mu alam Menurut Harun Nasuti on, kemunculan persoal an kalam dipicu oleh
persoalan pol iti k yang menyangkut peristi wa pembunuhan Utsman bin aff an yang berbuntut
pada penolakan Muawwiyah atas kekhal ifahan Ali bin abi Thal ib.
Pada zaman khal ifah Abu Bakar ( 632-634 M ) dan Umar bin Khatt ab ( 634-644 M ) probl ema
keagamaan juga masih relati ve keci l termasuk masalah aqidah. Tapi setelah Umar wafat dan
Ustman bin Aff an naik tahta ( 644-656 M ) fi tnah pun ti mbul. Abdull ah bi n Saba’, seorang
Yahudi asal Yaman yang mengaku Musli m, salah seorang penyulut pergolakan. Meski pun itu
diti upkan, Abdullah bin Saba’ pada masa pemerintahan Ustman namun kemel ut yang serius
justru terjadi di kalangan Umat Islam setel ah Ustman mati terbunuh ( 656 M ).

Perselisihan di kal angan Umat islam terus berlanjut di zaman pemerintahan Ali bin Abi Thalib
( 656-661 M ) dengan terjadinya perang saudara, pertama, perang Ali dengan Zubair, T hal hah
dan Aisyah yang dikenal dengan perang jamal, kedua, perang antara Ali dan Muawi yah yang
dikenal dengan perang Shi ffi n. Pertempuran dengan Zubair dan kawan-kawan dimenangkan
oleh Ali, sedangkan dengan Muawiyah berakhir dengan tahkim ( Arbrit rase ).

Hal ini berpengaruh pada perkembangan tauhid, terutama l ahir dan tumbuhnya aliran-ali ran
Teologi dalam islam.
Ketauhidan di Zaman Bani Umayyah  ( 661-750 M ) masalah aqidah menjadi perdebatan yang hangat di kalangan umat islam. Di zaman
inilah lahir berbagai aliran teologi seperti Murji’ah, Qadariah, Jabariah dan Mu’tazilah.

Pada zaman Bani Abbas ( 750-1258 M ) Filsafat Yunani dan Sains banyak dipelajari Umat Islam. Masalah Tauhid mendapat tantangan
cukup berat. Kaum Muslimin tidak bisa mematahkan argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka menggunakan senjata filsafat dan
rasional pula. Untuk itu bangkitlah Mu’tazilah mempertahankan ketauhidan dengan argumentasi-argumentasi filosofis tersebut.

Namun sikap Mu’tazilah yang terlalu mengagungkan akal dan melahirkan berbagai pendapat controversial menyebabkan kaum tradisional
tidak menyukainya. Akhirnya lahir aliran Ahlussunnah Waljama’ah dengan Tokoh besarnya Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-
Maturidi. Mula-mula ialah untuk membuat penalaran logis oleh orangorang yang melakukan pembunuhan 'Utsm'an atau menyetujui
pembunuhan itu.

ditegaskan oleh Ibn Taymiyyah bahwa Ilmu Kalam adalah keahlian khusus kaum Mu’tazilah. Maka salah satu ciri pemikiran Mu’tazili ialah
rasionalitas dan paham Qadariyyah. Namun sangat menarik bahwa yang pertama kali benar-benar menggunakan unsur-unsur Yunani
dalam penalaran keagamaan ialah seseorang bernama Jahm ibn Shafwan yang justru penganut paham Jabariyyah, yaitu pandangan
bahwa manusia tidak berdaya sedikit pun juga berhadapan dengan kehendak dan ketentuan Tuhan. Jahm mendapatkan bahan untuk
penalaran Jabariyyahnya dari Aristotelianisme, yaitu bagian dari paham Aristoteles yang mengatakan bahwa Tuhan adalah suatu kekuatan
yang serupa dengan kekuatan alam, yang hanya mengenal keadaan-keadaan umum (universal) tanpa mengenal keadaan-keadaan khusus
(partikular).
Dalam perkembangan selanjutnya , Il mu Kalam ti dak lagi menjadi monopoli kaum Mu’tazilah. seorang sarjana
dari kota Basrah di Irak, bernama Abu al -Hasan al-Asy ’ari (260-324 H/873-935 M) yang terdidik dalam alam
piki ran Mu’tazilah (dan kota Basrah memang pusat pemikiran Mu’tazi li). Tetapi kemudian pada usia 40 tahun
ia mening gal kan paham Mu’tazilinya, dan just ru mempelopori suatu jenis Ilmu Kalam yang anti Mu’tazilah.
Ilmu Kalam al-Asy ’ar ’i itu, yang juga sering disebut sebagai paham Asy ’ari yyah, kemudian tumbuh dan
berkembang unt uk menjadi Ilmu Kalam yang pal ing berpengaruh dalam Islam sampai sekarang , karena
diang gap paling sah menurut pandangan sebagian besar kaum Sunni .

Ilmu Kalam, termasuk yang di kembangkan oleh al -Asy ’ari, juga dikecam kaum Hanbali dari segi
metodologinya. Persoalan yang juga menjadi bahan kont roversi dalam Ilmu Kalam khususnya dan pemahaman
Islam umumnya ialah kedudukan penalaran rasional (‘aql, akal) terhadap keterangan tekstual (naql, “salinan”
atau “kuti pan”), bai k dari Kitab Suci maupun Sunnah Nabi. Kaum “ liberal”, seperti golongan
Mut ’azilah,cenderung mendahulukan akal, dan kaum “ konser vati f ” khususnya kaum Hanbali, cenderung
mendahul ukan naql. Terkait dengan persoalan i ni ialah masal ah i nterprestasi (ta’wil), sebagaimana tel ah ki ta
bahas. Berkenaan dengan masalah ini, metode al-Asy ’ari cenderung mendahul ukan naql dengan
membolehkan interprestasi dal am hal -hal yang memang ti dak menyediakan jalan lain. Atau mengunci dengan
ungkapan “bi l a kay fa” (tanpa bagaimana) unt uk pensifatan Tuhan yang bernada antropomorfi s (tajsim) –
meng gambarkan Tuhan seperti manusia, misalnya, bertangan, wajah, dan lain-l ai n.
Metode al -Asy ’ari i ni sangat di hargai , dan merupakan unsur kesuksesan sistemnya.Tetapi bagian-bagian
lain dari metodol ogi al -Asy ’ari, juga epi stemologinya, banyak dikecam oleh kaum Hanbali. Di mata mereka,
seperti halnya dengan Ilmu Kalam kaum Mu’tazil ah, Ilmu Kalam al-Asy ’ari pun banyak meng gunakan unsur-
unsur fi lsafat Yunani, khususnya l ogi ka (manthiq) Aristoteles.
Dalam pengli hatan Ibn Taymiyyah, l ogi ka Aritoteles bertol ak dari premis yang salah, yaitu premis tentang
kulliy yat (universals) atau al-musytarak al-muthlaq (pengerti an umum mutlak), yang bagi Ibn Taymiyyah
ti dak ada dalam kenyataan, hanya ada dalam pikiran manusi a saja karena ti dak l ebih daripada hasi l
ta’aqqul (intelekt ual isasi).

Demikian pula konsep-konsep Aristoteles yang lain, seperti kategorikategori yang sepul uh (esensi, kual itas,
kuanti tas, relasi , l okasi, waktu, situasi, posesi , aksi , dan pasi), juga konsep-konsep tentang genus, spesi ,
aksiden, properti , dan lain-lai n, ditolak oleh Ibn Taymiyyah sebagai basil intelektual isasi yang ti dak ada
kenyataannya di dunia luas. Maka terkenal sekali ucapan Ibn Taymiyyah bahwa “ hakikat ada di al am
kenyataan (di luar), ti dak dalam alam pi kiran” (Al-haqi qah fi al -ayan, l a fi al-adzhan).
kesimpulan
Ilmu kalam adalah disiplin il mu yang membahas Dzat dan sifat Allah beserta eksistensi
semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah duni a sampai masal ah
sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islam atau disiplin il mu yang mengandung
berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dali l rasional.

kemunculan persoalan kalam dipi cu oleh persoalan politi k yang menyangkut peristi wa
pembunuhan Utsman bin aff an yang berpusat pada penolakan Muaw wi yah atas
kekhali fahan Al i bin abi Thalib. Hal i ni berpengaruh pada perkembangan tauhid,
terutama l ahir dan tumbuhnya aliran-ali ran i lmu kal am atau Teol ogi dalam isl am.
Thank you
Semoga bermanfaat, Jika ada yang ingin bertanya atau
menambahkan, dipersilakan

Anda mungkin juga menyukai