Secara harfiah, partisipasi berarti "turut berperan serta dalam suatu kegiatan”,
“keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan”, “peran serta aktif atau proaktif
dalam suatu kegiatan”. Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai "bentuk
keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-
alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan
proses kegiatan yang bersangkutan"
Kata ‘keterlibatan’ dalam definisi partisipasi sendiri ditafsirkan secara beragam oleh banyak
kalangan. Konsorsium Pengembangan Masyarakat Nusa Tenggara misalnya menafsirkan
partisipasi berdasarkan tingkat keterlibatan masyarakat sebagai menjadi beberapa tahap
sebagai berikut:
Tahap Mobilisasi
Partisipasi tahap ini dicirikan oleh adanya penggunaan teknologi luar tanpa minta pendapat dari
masyarakat, dan masyarakat masyarakat dikerahkan untuk melaksanakannya.
Mobilisasi dikritik karena dianggap bukan menyertakan masyarakat melainkan
mengerahkan masyarakat. Keterlibatan atau keikutsertaan masyarakat dalam suatu
kegiatan tidak lahir secara sukarela melainkan dengan cara diperintah atau dipaksa.
Karena itu tahap mobilisasi dianggap sama sekali tidak partisipatif, bahkan bertentangan
dengan prinsip-prinsip pendekatan partisipatif. Dengan cara mobilisasi seringkali
masyarakat hanya dijadikan obyek pembangunan.
Tahap partisipasi jenis ini memiliki ciri adanya penggunaan teknologi luar yang tanpa
meminta pendapat dari masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam hal ini masih terbatas,
seringkali sebagai obyek percobaan penggunaan teknologi baru.
Masyarakat memang diminta untuk melakukan ujicoba secara terbatas sebelum
memutuskan apakah sesuatu kegiatan atau teknologi akan diterapkan secara lebih luas.
Tetapi apa yang disebut partisipasi masyarakat sesungguhnya belum tumbuh benar.
Artinya, rancangan kegiatan dan keputusan tentang jenis kegiatan atau teknologi yang
diadopsi masih ditentukan oleh orang luar, bukan oleh masyarakat sendiri sehingga nyaris
menempatkan mereka sebagai sekedar pelaksana kegiatan saja.
Tahap ini memiliki ciri adanya teknologi tepat guna dari luar yang diperkenalkan, dan
masyarakat didorong atau diberikan motivasi untuk meningkatkan kemampuannya.
Pada tahap ini, keterlibatan masyarakat mulai menjadi pertimbangan utama dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaian hasil program. Tetapi, karena selama ini
masyarakat jarang diberi kesempatan untuk berperan aktif, maka orang luar (lembaga
program) masih harus memotivasi masyarakat agar mau berperan aktif, dan mampu
menentukan pilihan teknologi atau kegiatan.
Tahap Kesetaraan/Kesejajaran
Ciri-ciri pokok partisipasi dalam tahapan ini antara lain teknologi lokal dipergunakan,
teknologi tepat guna dari luar diperkenalkan, dan masyarakat sudah mampu memilih
teknologi yang paling cocok untuk dirinya sendiri
Tahap ini bisa disebut sebagai bentuk partisipasi yang paling ideal. Orang luar menjadi
mitra sejajar masyarakat (orang dalam). Masyarakat sudah memiliki kemauan dan
kemampuan untuk menentukan apa yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan hidupnya.
Program direncanakan, dilaksanakan, serta dinilai bersama masyarakat.
3. Pendekatan Partisipatif Bukan Tanpa Kelemahan
Pada dasarnya semua metode pembangunan masyarakat bersifat netral, tergantung siapa
yang menggunakan dan untuk kepentingan apa dia digunakan. Pendekatan partisipatif
bukan tanpa kelemahan. Distorsi dalam penggunaan pendekatan partisipatif sangat
mungkin terjadi terutama jika digunakan untuk tujuan ekonomi atau politik tertentu.
Dalam pendekatan partisipatif, keterlibatan masyarakat tidak hanya terbatas dalam
pengertian ‘ikut serta’ secara fisik, melainkan keterlibatan yang memungkinkan mereka
melaksanakan penilaian terhadap masalah serta berbagai potensi yang terdapat dalam
lingkungannya sendiri, untuk kemudian menentukan kegiatan yang mereka butuhkan.
Keterlibatan masyarakat ini adalah keterlibatan yang mengarah kepada tumbuhnya
kemampuan-kemampuan mereka untuk lebih berdaya menghadapi berbagai tantangan
hidup tanpa harus tergantung kepada orang lain. Ketika masyarakat semakin kuat, peran
orang luar semakin dikurangi. Inilah sebabnya pendekatan partisipatif disebut juga dengan
pendekatan pemberdayaan masyarakat.