Anda di halaman 1dari 3

Metode pendekatan partisipasi

1. Asal-mula Lahirnya Pendekatan Partisipatif

Pada awalnya, pendekatan partisipatif lahir sebagai kritik terhadap metode-metode


penelitian konvensional, Dua diantara banyak metode penelitian konvensional yang menjadi
sasaran kritik ini antara lain adalah penelitian-penelitian yang terlalu banyak menggunakan
logika sains, dan penelitian-penelitian etnometodologis.
Penelitian dengan menggunakan pendekatan sains dinilai banyak mengandung kelemahan
antara lain: (1) Hanya menghasilkan pengetahuan yang empiris-analitis, dan cenderung
tidak mendatangkan manfaat bagi obyek (masyarakat lokal); (2) Banyak bermuatan
kepentingan teknis untuk melakukan rekayasa sosial (social enginering); (3)
Memungkinkan terjadinya "pencurian" terhadap kekayaan pengetahuan lokal oleh peneliti
(orang luar) sehingga sangat berpotensi untuk menyebabkan penindasan terhadap orang
dalam (masyarakat lokal).. Sementara pendekatan etnometodologis, meskipun berusaha
memahami kehidupan sehari-hari masyarakat, mencoba menghasilkan pengetahuan yang
bersifat historis-hermeuneutik, dan meyakini adanya makna di balik fenomena sosial, juga
memiliki kelemahan. Yakni kecenderungannya untuk menghasilkan pengetahuan yang
hanya bisa memaafkan realita.
Sebagai alternatif dimunculkan apa yang kini disebut pendekatan partisipatif. Kepentingan
pendekatan ini adalah emansipasi/pelibatan masyarakat. Metode-metode yang
menggunakan pendekatan yang partisipatif ini (misalnya Participatory Rural Appraisal dan
Participatory Action Research) bukanlah pendekatan yang ahistoris (terlepas dari
pendekatan-pendekatan sebelumnya). Pendekatan ini banyak menggunakan metode-
metode yang sudah ada, yakni menggunakan cara-cara yang digunakan dalam teori-teori
antropologi, komunikasi, sosiologi, dll. Menurut pendekatan ini, tujuan harus ditentukan
oleh subyek untuk meniadakan penindasan ideologis. Pendekatan ini menekankan
pentingnya proses sharing of knowledge antara peneliti dengan masyarakat di lokasi
penelitian. Proses analisa dilakukan bersama peneliti dan masyarakat setempat. Hasil
analisa tersebut langsung dikembalikan kepada masyarakat untuk selanjutnya disusun
rencana tindakan bersama (oleh karena itu pendekatan ini disebut juga riset aksi). Ukuran
dari pendekatan ini adalah terjadinya perubahan sosial..

2. Aneka Tafsir Partisipasi

Secara harfiah, partisipasi berarti "turut berperan serta dalam suatu kegiatan”,
“keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan”, “peran serta aktif atau proaktif
dalam suatu kegiatan”. Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai "bentuk
keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-
alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan
proses kegiatan yang bersangkutan"
Kata ‘keterlibatan’ dalam definisi partisipasi sendiri ditafsirkan secara beragam oleh banyak
kalangan. Konsorsium Pengembangan Masyarakat Nusa Tenggara misalnya menafsirkan
partisipasi berdasarkan tingkat keterlibatan masyarakat sebagai menjadi beberapa tahap
sebagai berikut:

 Tahap Mobilisasi

Partisipasi tahap ini dicirikan oleh adanya penggunaan teknologi luar tanpa minta pendapat dari
masyarakat, dan masyarakat masyarakat dikerahkan untuk melaksanakannya.
Mobilisasi dikritik karena dianggap bukan menyertakan masyarakat melainkan
mengerahkan masyarakat. Keterlibatan atau keikutsertaan masyarakat dalam suatu
kegiatan tidak lahir secara sukarela melainkan dengan cara diperintah atau dipaksa.
Karena itu tahap mobilisasi dianggap sama sekali tidak partisipatif, bahkan bertentangan
dengan prinsip-prinsip pendekatan partisipatif. Dengan cara mobilisasi seringkali
masyarakat hanya dijadikan obyek pembangunan.

 Tahap Pengenalan Partisipasi

Tahap partisipasi jenis ini memiliki ciri adanya penggunaan teknologi luar yang tanpa
meminta pendapat dari masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam hal ini masih terbatas,
seringkali sebagai obyek percobaan penggunaan teknologi baru.
Masyarakat memang diminta untuk melakukan ujicoba secara terbatas sebelum
memutuskan apakah sesuatu kegiatan atau teknologi akan diterapkan secara lebih luas.
Tetapi apa yang disebut partisipasi masyarakat sesungguhnya belum tumbuh benar.
Artinya, rancangan kegiatan dan keputusan tentang jenis kegiatan atau teknologi yang
diadopsi masih ditentukan oleh orang luar, bukan oleh masyarakat sendiri sehingga nyaris
menempatkan mereka sebagai sekedar pelaksana kegiatan saja.

 Tahap Pemberdayaan Masyarakat

Tahap ini memiliki ciri adanya teknologi tepat guna dari luar yang diperkenalkan, dan
masyarakat didorong atau diberikan motivasi untuk meningkatkan kemampuannya.
Pada tahap ini, keterlibatan masyarakat mulai menjadi pertimbangan utama dalam proses
perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaian hasil program. Tetapi, karena selama ini
masyarakat jarang diberi kesempatan untuk berperan aktif, maka orang luar (lembaga
program) masih harus memotivasi masyarakat agar mau berperan aktif, dan mampu
menentukan pilihan teknologi atau kegiatan.

 Tahap Kesetaraan/Kesejajaran

Ciri-ciri pokok partisipasi dalam tahapan ini antara lain teknologi lokal dipergunakan,
teknologi tepat guna dari luar diperkenalkan, dan masyarakat sudah mampu memilih
teknologi yang paling cocok untuk dirinya sendiri
Tahap ini bisa disebut sebagai bentuk partisipasi yang paling ideal. Orang luar menjadi
mitra sejajar masyarakat (orang dalam). Masyarakat sudah memiliki kemauan dan
kemampuan untuk menentukan apa yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan hidupnya.
Program direncanakan, dilaksanakan, serta dinilai bersama masyarakat.
3. Pendekatan Partisipatif Bukan Tanpa Kelemahan
Pada dasarnya semua metode pembangunan masyarakat bersifat netral, tergantung siapa
yang menggunakan dan untuk kepentingan apa dia digunakan. Pendekatan partisipatif
bukan tanpa kelemahan. Distorsi dalam penggunaan pendekatan partisipatif sangat
mungkin terjadi terutama jika digunakan untuk tujuan ekonomi atau politik tertentu.
Dalam pendekatan partisipatif, keterlibatan masyarakat tidak hanya terbatas dalam
pengertian ‘ikut serta’ secara fisik, melainkan keterlibatan yang memungkinkan mereka
melaksanakan penilaian terhadap masalah serta berbagai potensi yang terdapat dalam
lingkungannya sendiri, untuk kemudian menentukan kegiatan yang mereka butuhkan.
Keterlibatan masyarakat ini adalah keterlibatan yang mengarah kepada tumbuhnya
kemampuan-kemampuan mereka untuk lebih berdaya menghadapi berbagai tantangan
hidup tanpa harus tergantung kepada orang lain. Ketika masyarakat semakin kuat, peran
orang luar semakin dikurangi. Inilah sebabnya pendekatan partisipatif disebut juga dengan
pendekatan pemberdayaan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai