Anda di halaman 1dari 26

PENYULUHAN PARTISIPATIF

PENGERTIAN

PENYULUHAN

Proses pendidikan dengan sistem pendidikan nonformal


untuk mengubah perilaku orang dewasa agar memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang lebih baik,
sehingga sasaran dapat memilih dan mengambil
keputusan dari berbagai alternatif pengetahuan yang ada
untuk menyelesaikan permasalahan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraannya.
PENGERTIAN

PARTISIPATIF
 Partisipasi adalah keikutsertaan, peranserta atau keterlibatan yang
berkitan dengan keadaaan lahiriahnya (Sastropoetro;1995).

 Mardikanto (2003) menyatakan bahwa, partisipasi merupakan suatu


bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan
pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat.

 Theodorson dalam Mardikanto (1994) mengemukakan bahwa dalam


pengertian sehari-hari, partisipasi merupakan keikutsertaan atau
keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu
kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan bukanlah bersifat pasif
tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan.
PENGERTIAN
PENGERTIAN

PARTISIPATIF
 Hetifah Sj. Soemarto (2003) adalah proses
ketika warga sebagai individu maupun kelompok
sosial dan organisasi, mengambil peran serta
ikut mempengaruhi proses perencanaan,
pelaksanaan, dan pemantauan kebijakan
kebijakan yang langsung mempengaruhi
kehidupan mereka.
PENGERTIAN
PENGERTIAN
MENGAPA PARTISIPATIF??
 Partispasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh
informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat,
tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek
akan gagal,
 Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program
pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan
perencanaannya, karena mereka akan mengetahui seluk beluk
proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap poyek
tersebut.
 Anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat
dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Hal ini
selaras dengan konsep man-centered development yaitu
pembangunan yang diarahkan demi perbaikan nasib manusia.
TIPOLOGI PARTISIPATIF

1. Partisipasi Pasif/manipulatif dengan karakteristik masyrakat


diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi, pengumuman
sepihak oleh pelkasan proyek yanpa memperhatikan tanggapan
masyarakat dan informasi yang diperlukan terbatas pada kalangan
profesional di luar kelompok sasaran.

2. Partisipasi Informatif memiliki kararkteristik dimana masyarakat


menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, masyarakat tidak
diberikesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses
penelitian dan akuarasi hasil penelitian tidak dibahas bersama
masyarakat.
3. Partisipasi konsultatif dengan karakteristik masyarakat
berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, tidak ada peluang
pembuatan keputusan bersama, dan para profesional tidak
berkewajiban untuk mengajukan pandangan masyarakat (sebagai
masukan) atau tindak lanjut
TIPOLOGI PARTISIPATIF

4. Partisipasi intensif memiliki karakteristik masyarakat memberikan


korbanan atau jasanya untuk memperolh imbalan berupa
intensif/upah. Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses
pembelajan atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan dan
asyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan
setelah intensif dihentikan.

5. Partisipasi Fungsional memiliki karakteristik masyarakat membentuk


kelompok untuk mencapai tujuan proyek, pembentukan kelompok
biasanya setelah ada keptusan-keputusan utama yang di sepakati, pada
tahap awal masyarakat tergantung terhadap pihak luar namun secara
bertahap menunjukkan kemandiriannya.
TIPOLOGI PARTISIPATIF

6. Partisipasi interaktif memiliki ciri dimana masyarakat berperan


dalam analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan
penguatan kelembagaan dan cenderung melibatkan metoda
interdisipliner yang mencari keragaman perspektif dalam proses
belajar mengajar yang terstuktur dan sistematis. Masyarakat memiliki
peran untuk mengontrol atas (pelaksanaan) keputusan-keputusan
mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan.

7. Self mobilization (mandiri) memiliki karakter masyarakat mengambil


inisiatif sendiri secara bebabas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk
mengubah sistem atau nilai-niloai yang mereka miliki. Masyarakat
mengambangkan kontak dengan lembaga-lemabaga lain untuk
mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang diperlukan.
Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada
dan atau digunakan
TAHAPAN PARTISIPATIF

1. Tahap partisipasi dalam pengambilan keputusan

Pada umumnya, setiap program pembangunan masyarakat (termasuk


pemanfaatan sumber daya lokal dan alokasi anggarannya) selalu
ditetapkan sendiri oleh pemerintah pusat, yang dalam hal ini lebih
mencerminkan sifat kebutuhan kelompok-kelompok elit yang
berkuasa dan kurang mencerminkan keinginan dan kebutuhan
masyarakat banyak. Karena itu, partisipasi masyarakat dalam
pembangunan perlu ditumbuhkan melalui dibukanya forum yang
memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi langsung di dalam
proses pengambilan keputusan tentang program-program
pembangunan di wilayah setempat atau di tingkat lokal (Mardikanto,
2001).
TAHAPAN PARTISIPATIF

2. Tahap partisipasi dalam perencanaan kegiatan

Partisipasi dalam tahap perencanaan merupakan tahapan yang paling tinggi


tingkatannya diukur dari derajat keterlibatan masyarakat. Dalam tahap
perencanaan, masyarakat diajak turut membuat keputusan yang mencakup
merumusan tujuan, maksud dan target.
Salah satu metodologi perencanaan pembangunan yang baru adalah mengakui
adanya kemampuan yang berbeda dari setiap kelompok masyarakat dalam
mengontrol dan ketergantungan mereka terhadap sumber-sumber yang dapat
diraih di dalam sistem lingkungannya. Pengetahuan para perencana teknis yang
berasal dari atas umumnya amat mendalam. Oleh karena keadaan ini, peranan
masyarakat sendirilah akhirnya yang mau membuat pilihan akhir sebab mereka
yang akan menanggung kehidupan mereka. Oleh sebab itu, sistem perencanaan
harus didesain sesuai dengan respon masyarakat, bukan hanya karena
keterlibatan mereka yang begitu esensial dalam meraih komitmen, tetapi karena
masyarakatlah yang mempunyai informasi yang relevan yang tidak dapat
dijangkau perencanaan teknis atasan (Slamet, 1993).
TAHAPAN PARTISIPATIF

3. Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, seringkali diartikan


sebagai partisipasi masyarakat banyak (yang umumnya lebih
miskin) untuk secara sukarela menyumbangkan tenaganya di
dalam kegiatan pembangunan. Di lain pihak, lapisan yang ada di
atasnya (yang umumnya terdiri atas orang kaya) yang lebih banyak
memperoleh manfaat dari hasil pembangunan, tidak dituntut
sumbangannya secara proposional. Karena itu, partisipasi
masyarakat dalam tahap pelaksanaan pembangunan harus
diartikan sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam
bentuk tenaga kerja, uang tunai, dan atau beragam bentuk
korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang akan
diterima oleh warga yang bersangkutan (Mardikanto, 2001).
TAHAPAN PARTISIPATIF

4. Tahap partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi


kegiatan

Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan proyek


pembangunan sangat diperlukan. Bukan saja agar tujuannya dapat
dicapai seperti yang diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk
memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala
yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan.
Dalam hal ini, partisipasi masyarakat mengumpulkan informasi
yang berkaitan dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat
pembangunan sangat diperlukan (Mardikanto, 2001).
TAHAPAN PARTISIPATIF

5. Tahap partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan

Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan,


merupakan unsur terpenting yang sering terlupakan. Sebab
tujuan pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu hidup
masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil
pembangunan merupakan tujuan utama. Di samping itu,
pemanfaaatan hasil pembangunan akan merangsang
kemauan dan kesukarelaan masyarakat untuk selalu
berpartisipasi dalam setiap program pembangunan yang akan
datang (Mardikanto, 2001).
TINGKAT KESUKARELAAN PARTISIPASI

Dusseldorp (1981) membedakan sbb :

1. Partisipasi spontan, yaitu peranserta yang tumbuh karena


motivasi intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan
keyakinannya sendiri.

2. Partisipasi terinduksi, yaitu peranserta yang tumbuh karena


terinduksi oleh adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan,
pengaruh, dorongan) dari luar; meskipun yang bersangkutan
tetap memiliki kebebasan penuh untuk berpartisipasi.
TINGKAT KESUKARELAAN PARTISIPASI

3. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peranserta yang tumbuh


dilakukan untuk mematuhi kebiasaan, nilai-nilai, atau norma yang
dianut oleh masyarakat setempat. Jika tidak berperanserta, khawatir
akan tersisih atau dikucilkan masyarakatnya.
4. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi, yaitu peranserta
yang dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial atau
menderita kerugian/tidak memperoleh bagian manfaat dari kegiatan
yang dilaksanakan.
5. Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peranserta yang dilakukan
karena takut menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan
yang sudah diberlakukan.
SYARAT TUMBUH PARTISIPASI

Tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam


pembangunan, sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur pokok
(Margono Slamet (1985), yaitu :

1. Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi


2. Adanya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi
3. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi
SYARAT TUMBUH PARTISIPASI

Tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam proses


pembangunan, menunjukkan adanya kepercayaan dan kesempatan
yang diberikan "pemerintah" kepada masyarakatnya untuk terlibat
secara aktif di dalam proses pembangunan. Artinya, tumbuh dan
berkembangnya partisipasi masyarakat, memberikan indikasi
adanya pengakuan (aparat) pemerintah bahwa masyarakat
bukanlah sekedar obyek atau penikmat hasil pembangunan,
melainkan subyek atau pelaku pembangunan yang memiliki
kemauan dan kemampuan yang dapat diandalkan sejak
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan hasil-
hasil pembangunan (Mardikanto, 2001).
PENYULUHAN PARTISIPATIF
PENYULUHAN PARTISIPATIF
Paradigma baru penyuluhan kehutanan menuntut agar penyuluhan
kehutanan difokuskan kembali kepada petani dan keluarganya sebagai
pelaku pembangunan kehutanan. Dengan demikian kedudukan petani dan
keluarganya dalam pembangunan kehutanan adalah sebagai pelaku utama
dan sebagai subyek bukan obyek.

Penyuluh kehutanan merupakan bagian dari sistim pembangunan kehutanan


dan merupakan upaya membangun kemampuan masyarakat secara
persuasif edukatif seyogyanya dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip
penyuluhan kehutanan secara baik dan benar. Dengan demikian
penggunaan metode penyuluhan kehutanan partispatif yng berfokus kepada
kepentingan dan aspirasi petani dan keluarganya mutlak diterapkan guna
mewujudkan keberdayaan petani dan keluarganya dalam memperbaiki taraf
hidup dan kesejahteraan mereka secara mandiri dan berkelanjutan.
Untuk itulah dipandang perlu menggalakan dan mensosialisasikan
penerapan pendekatan penyuluhan kehutanan partisipatif secara lebih luas
dengan kembali penyuluhan kehutanan kepada petani
PENGERTIAN
PENYULUHAN KEHUTANAN PARTISIPATIF

Pengertian penyuluhan kehutanan partisipatif adalah


pendidikan luar sekolah ( non formal ) bagi petani
beserta keluarganya serta anggota masyarakat
kehutanan lainnya melalui upaya pemberdayaan dan
pengembangan kemampuan untuk memecahkan
masalah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
wilayahnya
PENYULUHAN KEHUTANAN PARTISIPATIF

PRINSIP-PRINSIP
1. Menolong diri sendiri
Prinsip menolong diri sendiri memberikan landasan bahwa penyuluhan partisipasif
membangun kapasitas dan kemampuan petani beserta keluarganya dalam
memanfaatkan potensi sumber daya yang dimiliki untuk menolong diri sendiri
tanpa harus menunggu bantuan orang lain atau tergantung kepada pihak luar.

2.   Partisipasi
Memberikan penyuluhan partisipasif melibatkan petani beserta keluarganya mulai
dari identifikasi kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai
evaluasi. Wujud keterlibatan tersebut adalah kesadaran dan kemauan mereka untuk
datang, mendengar, berkomunikasi searah, berkomunikasi dua arah, membangun
kesepakatan untuk mencapai tujuan bersama, membuat keputusan, berbagi
PENYULUHAN KEHUTANAN PARTISIPATIF
PRINSIP-PRINSIP

3. Kemitrasejajaran
Memberikan landasan bahwa penyuluhan partisipatif diselenggarakan berdasarkan
atas kesamaan kedudukan antara penyuluh dengan petani dan keluarganya.
Dengan demikian penyuluhan kehutanan mempunyai kedudukan sebagai mitra
sejajar petani dan keluarganya.
4. Demokrasi
Memberi landasan bahwa dalam penyuluhan kehutanan partisipatif seluruh
kegiatan mulai dari identifikasi kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring,
sampai evaluasi diselenggarakan dari petani oleh petani dan untuk petani.
 5.Keterbukaan
Memberikan landasan bahwa dalam penyuluhan partisipatif seluruh kegiatan
mulai dari identifikasi kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai
evaluasi  diselenggarakan secara terbuka. Setiap petani mempunyai akses yang
sama untuk mendapatkan informasi sehingga timbul rasa saling percaya dan
kepedulian besar
PENYULUHAN KEHUTANAN PARTISIPATIF

PRINSIP-PRINSIP
6. Desentralisasi
Memberi landasan bahwa penyuluhan partisipatif mulai dari
identifikasi kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai
evaluasi dititikberatkan pada daerah kabupaten / kota dengan
melaksanakan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.

7.  Keswadayaan
Memberi landasan bahwa penyuluhan partisipatif mulai dari
identifikasi kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai
evaluasi diselenggarakan atas dasar swadaya petani & keluarganya
yang diwujudkan dengan cara menyumbangkan tenaga & material yang
mereka miliki untuk melaksanakan semua kegiatan.
PENYULUHAN KEHUTANAN PARTISIPATIF

PRINSIP-PRINSIP
8. Akuntabilitas
Memberi landasan bahwa penyuluhan partisipatif mulai dari identifikasi
kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai evaluasi dipantau dan
diawasi oleh petani beserta keluarganya serta masyarakat tani lainnya.

9 . Menemukan sendiri
Penyuluhan partisipatif ditujukan untuk memperkuat kapasitas masyarakat tani
setempat dalam proses penciptaan dan pengembangan inovasi melalui kegiatan
studi / kajian yang dilakukan oleh mereka sendiri dan penggalian informasi
mengenaik aspek biofisik, sosial dan ekonomi sampai dengan penyebarluasan
pengetahuan, pengalaman dan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan mereka
dan potensi wilayah masing masing. Termasuk pengembangkan kearifan lokal.
Kegiatan ini selanjutnya dimaksudkan untuk membuat rencana kegiatan
kelompok
PENYULUHAN KEHUTANAN PARTISIPATIF

PRINSIP-PRINSIP
10. Membangun pengetahuan
Penyuluhan partisipatif diselenggarakan untuk memperkuat kegiatan belajar
petani secara berkesinambungan dalam rangka meningkatkan pengetahuan,
wawasan, ketrampilan, sikap, dan perilaku positif, membangun etos kerja keras,
produktif, efisien, disiplin dan jiwa serta semangat kewirausahaan yang pandai
melihat dan memanfaatkan peluang serta pantang menyerah atau putus asa.

 11. Kerja sama dan Koordinasi


Penyuluhan partisipatif diselenggarakan atas dasar kerja sama dan koordinasi
yang intensif baik diantara peneliti, penyuluh, dan petani beserta keluarganya
serta masyarakat tani lainnya maupun dengan pihak-pihak terkait. Kerja sama
dan koordinasi ini dilakukan secara perorangan maupun melalui kelembagaan
baik perusahaan swata, LSM, Perguruan tinggi, lembaga-lembaga penelitian.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai