Anda di halaman 1dari 12

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

“Partisipasi Masyarakat”

Disusun Oleh :

Kelompok 5

Alycia Gita Roshi (P2.31.33.1.17.043)

Ega Dwi Andiani (P2.31.33.1.17.049)

Hani Farhani (P2.31.33.1.17.051)

Jihan Afifah Fauziyah (P2.31.33.1.17.054)

Mohamad Zulfikar (P2.31.33.1.17.078)

Nisrina Huwaida (P2.31.33.1.17.058)

Rizky Harjanto Wibowo (P2.31.33.1.17.081)

Salsa Putri Varasinta (P2.31.33.1.17.065)

Tingkat 3 STR B

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Daerah khusus Ibukota
Jakarta 12120
A. Pengertian Partisipasi Masyarakat

Partisipasi, sebagai suatu konsep dalam pengembangan masyarakat, digunakan


secara umum dan luas. Partisipasi adalah konsep sentral, dan prinsip dasar dari
pengembangan masyarakat karena, di antara banyak hal, partisipasi terkait erat
dengan gagasan HAM. Dalam pengertian ini, partisipasi adalah suatu tujuan dalam
dirinya sendiri; artinya, partisipasi mengaktifkan ide HAM (Hak Asasi Manusia),
hak untuk berpartisipasi dalam demokrasi dan untuk memperkuat
demokratif deliberative.

Sebagai suatu proses dalam pengembangan masyarakat, partisipasi berkaitan


dengan HAM dengan cara lainnya. Jika HAM lebih dari sekadar pernyataan dalam
deklarasi yaitu jika partisipasi berakibat membangun secara aktif kultur HAM
sehingga menjamin berjalannya proses-proses dalam pengembangan masyarakat
secara partisipatif adalah suatu konstribusi signifikan bagi pembangunan kultur
HAM, suatu kebudayaan yang partisipasi warga negaranya merupakan proses yang
diharapkan dan normal dalam suatu upaya pembuatan keputusan. Dalam hal ini,
partisipasi adalah alat dan juga tujuan karena membentuk bagian dari dasar kultur
yang membuka terbukanya jalan bagi tercapainya HAM.

Paul berpendapat bahwa dalam partisipasi harus mencapkup kemampuan


rakyat untuk memengaruhi kegiatan-kegiatan sedemikian rupa sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraanya. Arti partisipasi sering disangkut pautkan dengan
banyak kepentingan dan agenda yang berbeda yang berlangsung dalam kehidupan
masyarakat dan pembuatan keputusan secara politis. Dalam lain hal, Partisipasi
masyarakat merupakan hak dan kewajiban warga Negara untuk memberikan
konstribusinya kepada pencapaian tujuan kelompok, sehingga mereka diberi
kesempatan untuk ikut serta dalam pembangunan dengan menyumbangkan inisiatif
dan kreatifitasnya.

Menurut Keith Davis, partisipasi adalah keterlibatan mental / pikiran atau


moral / perasaan di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan
sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung
jawab terhadap usaha yang bersangkutan. Masyarakat merupakan salah salah bagian
penting yang akan berpengaruh terhadap tegaknya negara dan tercapainya tujuan
nasional. Oleh karena itu, dalam diri masyarakat harus tumbuh suatu kesadaran akan
keberadaannya sehingga timbul hasrat untuk turut serta bersama pemerintah dalam
membangun negara. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh seorang warga
masyarakat adalah dengan berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan
pembangunan di wilayahnya. Partisipasi selalu dikaitkan dengan peran serta. 

Berdasarkan pendapat tersebut, partisipasi tidak hanya berupa keterlibatan


secara fisik dalam pekerjaan, tetapi menyangkut keterlibatan diri seseorang sehingga
timbul tanggungjawab dan sumbangan yang besar terhadap kelompok dengan kata
lain, partisipasi berarti kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai
dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri sendiri.
Partisipasi berfungsi sebagal suatu kemitraan (partnership) dalam pembangunan.
Partisipasi masyarakat dapat tercipta apabila saling percaya dan saling pengertian
antara perangkat pemerintah dan lembaga-lembaga atau anggota masyarakat dapat
dihidupkan. Kondisi yang saling percaya dan saling pengertian tidak tumbuh begitu
saja, tetapi harus terdapat pandangan saling menolong, saling percaya, dan jujur
antara aparat dengan masyarakat. Masyarakat adalah kelompok manusia yang dapat
bekerja sama sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang
dirinya sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas tertentu. 

Masyarakat yang telah mengalami kemajuan atau tersentuh oleh pengaruh


modernisasi harus mewaspadai arus globalisasi yang dapat mempengaruhi secara
positif dan negatif keadaan mental fisik, bahkan spiritual masyarakat. Partisipasi
masyarakat dapat tumbuh, balk dengan sendirinya maupun disebabkan oleh faktor
lain. Partisipasi dapat tumbuh dcngan sendirinya apabila segala kegiatan yang akan
dilaksanakan membcrikan manfaat bagi kelangsungan hidup. Faktor lainnya,
partisipasi dapat tumbuh karena adanya kebutuhan yang sama, kepentingan yang
sama, kebiasaan yang dilakukan, maupun karena pergaulan hidup dalam
bermasyarakat. 

B. Macam macam partisipasi masyarakat

Penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyarakat seringkali terhambat


oleh persepsi yang kurang tepat, yang menilai masyarakat “sulit diajak maju” oleh
sebab itu kesulitan penumbuhan dan pengembangan partisipasi masyarakat juga
disebabkan karena sudah adanya campur tangan dari pihak penguasa. Berikut adalah
macam tipologi partisipasi masyarakat :

1. Partisipasi pasif / manipulatif dengan karakteristik masyarakat diberitahu apa


yang sedang atau telah terjadi, Pengumuman sepihak oleh manajemen atau
pelaksana proyek tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat; dan Informasi
yang diperlukan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran.
2. Partisipasi informatif memiliki karakteristik dimana masyarakat menjawab
pertanyaan pertanyaan penelitian, masyarakat tidak diberi kesempatan untuk
terlibat dan mempengaruhi proses penelitian dan akurasi hasil penelitian tidak
dibahas bersama masyarakat.
3. Partisipasi konsultatif dengan karakteristik masyarakat berpartisipasi dengan
cara berkonsultasi, tidak ada peluang pembuat keputusan bersama, dan para
profesional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan masyarakat
(sebagai masukan) atau tindak lanjut.
4. Partisipasi intensif memiliki karakteristik masyarakat memberikan korbanan
atau jasanya untuk memperoleh imbalan berupa intensif/upah. Masyarakat tidak
dilibatkan dalam proses pembalajaran atau eksperimen-eksperimen yang
dilakukan dan masyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-
kegiatan setelah intensif dihentikan.
5. Partisipasi fungsional memiliki karakteristik masyarakat membentuk
kelompok untuk mencapai tujuan proyek, pembentukan kelompok biasanya
setelah ada keputusan-keputusan utama yang di sepakati, pada tahap awal
masyarakat tergantung terhadap pihak luar namun secara bertahap menunjukkan
kemandiriannya.
6. Partisipasi interaktif memiliki ciri dimana masyarakat berperan dalam analisis
untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan penguatan kelembagaan dan
cenderung melibatkan metode interdisipliner yang mencari keragaman
prespektif dalam proses belajar mengajar yang terstruktur dan sisteatis.
Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas (pelaksanaan) keputusan-
keputusan merek, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan.
7. Self mobilization (mandiri) memiliki karakter masyarakat mengambil inisiatif
sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk mengubah sistem
atau nilai-nilai yang mereka miliki. Masyarakat mengembangkan kontak dengan
lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan
sumberdaya yang diperlukan. Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan
sumberdaya yang ada dana tau digunakan.

C. Tahap-Tahap Partisipasi

Uraian dari masing-masing tahapan partisipasi adalah sebagai berikut:

1. Tahap Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan


Pada umumnya, setiap program pembangunan masyarakat (termasuk
pemanfaatan sumber daya lokal dan alokasi anggarannya) selalu ditetapkan
sendiri oleh pemerintah pusat, yang dalam hal ini lebih mencerminkan sifat
kebutuhan kelompok-kelompok elit yang berkuasa dan kurang mencerminkan
keinginan dan kebutuhan masyarakat banyak. Karena itu, partisipasi masyarakat
dalam pembangunan perlu ditumbuhkan melalui dibukanya forum yang
memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi langsung didalam proses
pengambilan keputusan tentang program—program pembangunan di wilayah
setemoat atau di tingkat local (Mardikanto,2011)

2. Tahap Partisipasi dalam Perencanaan Kegiatan


Slamet (1993) membedakan ada tingkatan partisipasi yaitu: partisipasi
dalam tahap perencanaan, partisipasi dalam tahap pelaksanaan, partisipasi dalam
tahap pemanfaatan. partisipasi dalam tahap perencanaan merupakan tahapan
yang paling tinggi tingkatannya diukur dari derajat keterlibatannya. Dalam
tahap perencanaan, orang sekaligus diajak turut membuat keputusan yang
mencakup merumusan tujuan, maksud dan target.
Salah satu metodologi perencanaan pembangunan yang baru adalah
mengakui adanya kemampuan yang berbeda setiap kelompok masyarakat dalam
mengontrol dan ketergantungan mereka terhadap sumber-sumber yang dapat
diraih di dalam sistem lingkungannya. Pengetahuan para perencana teknis yang
berasal dari atas umumnya amat mendalam. Oleh karena keadaan ini, peranan
masyarakat ssendirilah akhirnya yang mau membuat pilihan akhir sebab mereka
yang akan menanggung kehidupan mereka. Oleh sebab itu, sistem perencanaan
harus didisain sesuai dengan respon masyarakat, bukan hanya komitmen, tetapi
karena masyarakatlah yang mempunyai informasi yang relevan yang tidak dapat
dijangkau perencanaan teknis atasan. (Slamet, 1993).

3. Tahap Partisipasi dalam Pelaksanaan Kegiatan


Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sering kali diartikan sebagai
partisipasi masyarakat banyak (yang umumnya lebih miskin) untuk secara
sukarela menyumbangkan tenaganya didalam kegiatan pembangunan. Di lain
pihak, lapisan yang ada diatasnya (yang umumnya terdiri atas orang kaya) yang
lebih banyak memperoleh manfaat dari hasil pembangunan, tidak dituntut
sumbangannya secara proporsional. Karena itu, partisipasi masyarakat dalam
tahap pelaksanaan pembangunan harus diartikan sebagai pemerataan sumbangan
masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai, dan atau beragam bentuk
korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh warga
yang bersangkutan (Mardikanto, 2001).

4. Tahap Partisipasi dalam Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan


Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan
sangat diperlukan. Bukan saja agar tujuannya dapat dicapai seperti yang
diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang
masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan
yang bersangkutan. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat mengumpulkan
informasi yang berkaitan dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat
pembangunan sangat diperlukan (Mardikanto,2011).
5. Tahap Partisipasi dalam Pemanfaatan Hasil Kegiatan
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, merupakan unsur
terpenting yang sering terlupakan. Sebab tujuan pembangunan adalah untuk
memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil
pembangunan merupakan tujuan utama. Disamping itu, pemanfaatan hasil
pembangunan akan merangsang kemauan dan kesukarelaan masyarakat untuk
selalu berpartisipasi dalam setiap program pembangunan yang akan datang
(Mardikanto,2011).

6. Tingkat Kesukarelaa Partisipasi Dusseldorp (1981) membedakan adanya


beberapa jenjang kesukarelaan sebagai berikut:
a. Partisipasi spontan, yaitu peran serta yang tumbuh karena motivasi
intrinsic berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinan sendiri.
b. Partisipasi terinduksi, yaitu peran serta yang tumbuh karena terinduksi
oleh adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan)
dari luar; meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh
untuk perpartisipasi.
c. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peran nserta yang tumbuh karena
adanya tekanan yang dirasakan sebagaimana layaknya warga masyarakat
pada umumnya, atau peran serta yang dilakukan untuk mematuhi
kebiasaan, nilai-nilai atau norma yang dianut oleh masyarakat setempat.
Jika tidak berperan serta, khawatir akan tersisih atau dikucilkan
masyarakatnya.
d. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi, yaitu peran serta yang
dilakuan karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita
kerugian/tidak memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang
dilaksanakan.
e. Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peran serta yang dilakukan
karena takut menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan yang
sudah diberlakukan.
D. Syarat Tumbuh Partisipasi

Margono Slamet (1985) menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya


partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur
pokok, yaitu :

1. Adanya kemauan yang diberikan kepada masyarakat, untuk berpartisipasi


2. Adanya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi
3. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi

Lebih rinci Slamet menjelaskan tiga persyaratan yang menyangkut kemauan,


kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi adalah sebagai berikut :

1. Kemauan
Secara psikologis kemauan berpartisipasi muncul oleh adanya motif
intrinsik (dari dalam sendiri) maupun ekstrinsik (karena ransangan, dorongan
atau tekanan dari pihak luar). Tumbuh dan berkembangnya kemauan
berpartisipasi sedikitnya diperlukan sikap-sikap yang :
a) Sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat pembangunan.
b) Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada umumnya.
c) Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas
sendiri.
d) Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan tercapainya
tujuan pembangunan.
e) Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk
memperbaiki mutu hidupnya.
2. Kemampuan
Beberapa kemampuan yang dituntut untuk dapat berpartisipasi dengan baik
itu antara lain adalah :
a) Kemampuan untuk mengidentifikasi masalah.
b) Kemampuan untuk memahami kesempatan-kesempatan yang dapat
dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
c) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan
pengetahuan dan keterampilan serta sumber daya lain yang dimiliki.
Robbins (1998) kemampuan adalah kapasitas individu melaksanakan
berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Lebih lanjut Robbins (1998)
menyatakan pada hakikatnya kemampuan individu tersusun dari dua perangkat
faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

3. Kesempatan
Berbagai kesempatan untuk berpartisipasi ini sangat dipengaruhi oleh :
a) Kemauan politik dari penguasa / pemerintah untuk melibatkan
masyarakat dalam pembangunan.
b) Kesempatan untuk memperoleh informasi
c) Kesempatan untuk memobilisasi dan memanfaatkan sumberdaya.
d) Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi tepat
guna.
e) Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan
mempergunakan peraturan, perizinan dan prosedur kegiatan yang harus
dilaksanakan.
f) Kesempatan untuk mengembangkan kepemimpinan yang mampu
menumbuhkan, menggerakkan dan mengembangkan serta memelihara
partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Sementara Mardikanto (1994) menyatakan bahwa pembangunan yang
partisipatoris tidak sekedar dimaksudkan untuk mencapai perbaikan
kesejahteraan masyarakat (secara material), akan tetapi harus mampu
menjadikan warga masyarakatnya menjadi lebih kreatif. Karena itu setiap
hubungan atau interaksi antara orang luar dengan masyarakat sasaran yang
sifatnya asimetris (seperti : menggurui, hak yang tidak sama dalam berbicara,
serta mekanisme yang menindas ) tidak boleh terjadi. Dengan demikian, setiap
pelaksanaan aksi tidak hanya dilakukan dengan mengirimkan orang dari luar
kedalam masyarakat sasaran, akan tetapi secara bertahap harus semakin
memanfaatkan orang-orang dalam untuk merumuskan perencanaan yang
sebaik-baiknya dalam masyarakatnya sendiri.
Mardikanto (2003) menjelaskan adanya kesempatan yang diberikan, sering
merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan kemauan akan sangat
menentukan kemampuannya.
Kemampuan untuk berpartisipasi merupakan kunci utama bagi tumbuh dan
berkembangnya partisipasi masyarakat. Sebab, kesempatan dan kemampuan
yang cukup, belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya
partisipasi masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan untuk
(turut) membangun. Sebaliknya, adanya kemauan akan mendorong seseorang
untuk meningkatkan kemampuan dan aktif memburu serta memanfaatkan
setiap kesempatan. (Mardikanto, 2003).
Mardikanto (2003) menjelaskan beberapa kesempatan yang dimaksud
adalah kemauan politik dari penguasa untuk melibatkan masyarakat dalam
pembangunan, baik dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi, pemeliharaan dan pemanfaatan pembangunan; sejak
ditingkat pusat sampai di jajaran birokrasi yang paling bawah. Selain hal
tersebut terdapat kesempatan-kesempatan yang lain diantaranya kesempatan
untuk memperoleh informasi pembangunan, kesempatan memanfaatkan dan
memobilisasi sumber daya )alam dan manusi) untuk pelaksanaan
pembangunan. Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi
yang tepat (termasuk peralatan perlengkapan penunjangnya). Kesempatan
untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan menggunakan peraturan,
perijinan, dan prosedur kegiatan yang harus dilaksanakan, dan kesempatan
mengembangkan kepemimpinan yang mampu menumbuhkan , menggerakkan,
dan mengembangkan serta memelihara partisipasi masyarakat
(Mardikanto,2003).
Adanya kesempatan-kesempatan yang disediakan untuk menggerakkan
partisipasi masyarakat akan tidak banyak berarti, jika masyarakatnya tidak
memiliki kemampuan untuk berpartisipasi. Mardikanto (2003) menjelaskan
yang dimaksud dengan kemampuan disini adalah :
1) Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan
untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun
(memperbaiki mutu hidupnya).
2) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan, yang dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki.
3) Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan
menggunakan sumberdaya dan kesempatan (peluang) lain yang tersedia
secara optimal.
Yadav dalam Mardikanto (1994) mengemukakan adanya empat macam
kegiatan yang menunjukan pertisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu :
partisipasi dalam pengambilan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan
kegiatan, partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi, dan partisipasi dalam
pemanfaatan hasil pembangunan.

Definisinya, oleh Mas’oed (1990), pem-berdayaan diartikan sebagai upaya


untuk memberikan daya (empowerment) atau kekuatan (strengthening) kepada
masyarakat. Sehubungan dengan pengertian ini, Sumodiningrat (1997)
mengartikan keberdayaan masyarakat sebagai kemam-puan individu yang
bersenyawa dengan masyarakat dalam membangun keberdayaan masyarakat
yang bersangkutan.
Daftar Pustaka

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Partisipasi_masyarakat

https://pengertianahli.id/2014/03/pengertian-partisipasi-masyarakat.html

Wulandari, Kusrini dkk. 2011. Serial Buku Ajar Kesehatan Lingkungan Pemberdayaan
Masyarakat. Jakarta: Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II

Anda mungkin juga menyukai