Anda di halaman 1dari 11

Partisipasi dalam Pembangunan

Partisipasi sebagaimana civil society merupakan istilah yang telah cukup lama dikenal,
namun sebagai konsep dan pelaksanaannya baru mulai dibicarakan secara luas sejak tahun 1970an ketika beberapa lembaga international mempromosikan praktek partisipasi dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan. Sejak saat itulah konsep partisipasi telah
berkembang dan memiliki pengertian yang beragam. Gaventa dan Valderama
mengkategorisasikan menjadi tiga jenis partisipasi terutama bila dikaitkan dengan pembangunan
masyarakat yang demokratis yaitu, partisipasi politik, partisipasi sosial dan partisipasi warga .
Dalam Konteks pembangunan, Stiefel dan Wolfe mengartikan partisipasi sosial" sebagai
:Upaya mengorganisir untuk meningkatkan pengawasan terhadap sumber daya dan lembaga
pengatur pada tingkatan sosial tertentu oleh berbagai kelompok masyarakat, dimana gerakan
tersebut sampai saat ini dikesampingkan dalam fungsi pengawasannya .
Dalam pengertian partisipasi ditempatkan sebagai keterlibatan masyarakat terutama yang
dipandang sebagai beneficiary pembangunan dalam konsultasi atau pengambil keputusan pada
semua tahap siklus proyek pembangunan yang dimulai dari tahap Indentifikasi kebutuhan sampai
dengan tahap penilaian, implementasi, pemantauan dan tahap evaluasi.
Dalam pembahasan yang lebih luas lagi mengenai partisipasi telah menempatkan
Partisipasi warga sebagai partisipasi langsung warga dalam pengambilan keputusan pada
lembaga dan proses kepemerintahan. Gaventa dan Valderama menegaskan bahwa :
Partisipasi warga telah mengalihkan konsep partisipasi dari sekedar kepedulian dengan
pelbagai bentuk terhadap penerima bantuan atau kaum tersisih menuju suatu kepedulian dengan
pelbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan pengambil keputusan .
Konsep partisipasi warga juga sering dikaitkan dengan demokrasi partisipatoris,
demokrasi delibberatif, atau demokrasi langsung. Gagasan mengenai demokrasi partisipatif
kembali diperhitungkan sejak tahun 1960-an sebagai dampak dari kegagalan demokrasi liberal
dalam menjawab keadilan sosial dan kemiskinan. Demokrasi liberal yang mendasarkan pada
demokrasi perwakilan ditambah dengan sistem birokrasi yang teknokratis dianggap telah gagal
dalam mefasilitasi keterlibatan warga terutama kelompok miskin.Ide dasar dari demokrasi
partisipatif adalah bagaimana kekuasaan dikembalikan lagi kepada seluruh rakyat.Rakyat disini
adalah, warga masyarakat yang tidak membedakan pada tingkat pendidikan, keturunan, jenis
kelamin, agama maupun harta kekayaan serta tingkatan sosial masyarakat, dimana seluruhnya
layak untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang penting bagi dirinya dan
lingkungannya.
Dalam tata pemerintahan, pola partisipasi sering dihubungkan dengan manajemen atau
model pemerintahan. Menurut M. Gottdiener, hubungan partisipasi dengan tata pemerintahan
yang beroreintasi pada rakyat sebagai lawan dari tata pemerintahan yang berorientasi pada
prinsip-prinsip
manajemen
.

Tata pemerintahan yang berpihak pada warga masyarakat merupakan pilihan yang harus
ditempuh untuk menjamin keberlanjutan pembangunan. Pilihan ini mengandung konsekuensi
harus semakin menguatnya partisipasi masyarakat disatu sisi, sementara disisi yang lain
pemerintah harus mengambil peran sebagai fasilitator untuk berbagai kepentingan masyarakat
yang berbeda atau saling bertentangan. Maksud dari partisipasi berarti mendorong proses belajar
bersama, komunikasi yang seimbang dalam membahas persoalan dan kebutuhan publik,
menjadikan kesepakatan warga dalam pengambil keputusan ditingkat lokal, dan memberikan
ruang yang cukup bagi masyarakat untuk mengontrol keputusan publik yang telah diputuskan
agar
dapat
dilaksanakan
sesuai
dengan
tujuan
yang
telah
ditetapkan.
Hal ini sejalan dengan peran non pemerintah dalam konteks pengembangan budaya kewargaan
(civil society).Relasi antara Pemerintah, Swasta dan Masyarakat tersebut dipengaruhi oleh paling
minimal 4 (empat) faktor, yaitu sejarah, tradisi, budaya, dan teknologi.
Gambar No. 1
Model Good Governance

Keterkaitan antara keempat faktor tersebut akan meningkatkan perilaku warga dalam
bernegoisasi dengan pemerintah (bargaining of power). Bargaining ini akan dapat dilihat dari
derajat pengaruh warga terhadap seluruh stakeholders yang lain. Peran mempengaruhi untuk
menggalang perilaku warga dapat divisualisasikan dalam permodelan sebagai berikut :

Gambar No. 2.
Derajat Mempengaruhi.

Sedangkan B. Guy Peters mencoba menghubungkan partisipasi dengan berkembangnya


berbagai model pemerintahan. Menurutnya partisipasi yang luas dapat tumbuh dalam tata
pemerintahan partisipatif yang lebih menekankan negosiasi dan keterlibatan dalam proses
pengambilan
kebijakan
ketimbang
hirarki
dan
teknokrasi
.
Dalam konteks pemerintahan dan kebijakan publik, partisipasi telah mengundang banyak
perdebatan antara pendukung dan pengkritisinya. Para pendukung partisipasi mengungkapkan
keunggulan partisipasi yaitu : dapat menjamin ketercapaian tujuan, membangun kapasitas lokal,
meningkatkan cakupan pengambil kebijakan, target keuntungan yang lebih baik, menjamin
keberlanjutan dan menjamin suara kelompok marjinal terutama kelompok miskin dan perempuan
terakomodasi. Sedangkan bagi pengkritisinya partisipasi dapat menyebabkan membengkaknya
biaya dan waktu untuk formulasi kebijakan, destabilisasi, terlalu ideologis dan menjatuhkan
beban pada orang miskin.

Dari berbagai studi literatur, terdapat kesepakatan bahwa proses institusionalisasi


demokrasi partisipatif akan terdorong melalui desentralisasi dan devolusi kewenangan ketingkat
lokal karena partisipasi optimum warga dapat ditingkatkan dengan mengurangi ukuran dari
tingkat pengambil keputusan. Demokrasi partisipatif juga dapat ditingkatkan dengan mefasilitasi
terbangunnya institusi masyarakat seperti asosiasi berbasis tempat tinggal, mata pencaharian,
kelompok fungsional dan lain sebagainya yang memungkinkan berlangsungnya solidaritas antar
individu dan upaya kolektif .

Partisipasi masyarakat
Partisipasi, sebagai suatu konsep dalam pengembangan masyarakat, digunakan secara
umum dan luas. Partisipasi adalah konsep sentral, dan prinsip dasar dari pengembangan
masyarakat karena, di antara banyak hal, partisipasi terkait erat dengan gagasan HAM. Dalam
pengertian ini, partisipasi adalah suatu tujuan dalam dirinya sendiri; artinya, partisipasi
mengaktifkan ide HAM (Hak Asasi Manusia0, hak untuk berpartisipasi dalam demokrasi dan
untuk memperkuat demokratif deliberative. Sebagai suatu proses dalam pengembangan
masyarakat, partisipasi berkaitan dengan HAM dengan cara lainnya. Jika HAM lebih dari
sekedar pernyataan dalam deklarasi yaitu jika partisipasi berakibat membangun secara aktif
kultur HAM-sehingga menjamin berjalannya proses-proses dalam pengembangan masyarakat
secara partisipatif adalah suatu konstribusi signifikan bagi pembangunan kultur HAM, suatu
kebudayaan yang partisipasi warga negaranya merupakan proses yang diharapkan dan normal
dalam suatu upaya pembuatan keputusan. Dalam hal ini, partisipasi adalah alat dan juga tujuan
karena membentuk bagian dari dasar kultur yang membuka terbukanya jalan bagi tercapainya
HAM. Paul berpendapat bahwa dalam partisipasi harus mencapkup kemampuan rakyat untuk
memengaruhi kegiatan-kegiatan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraanya.
Arti partisipasi sering disangkut pautkan dengan banyak kepentingan dan agenda yang berbeda
yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat dan pembuatan keputusan secara politis. Dalam
lain hal, Partisipasi masyarakat merupakan hak dan kewajiban warga Negara untuk memberikan
konstribusinya kepada pencapaian tujuan kelompok. Sehingga mereka diberi kesempatan untuk
ikut serta dalam pembangunan dengan menyumbangkan inisiatif dan kreatifitasnya.

Daftar isi

1 Pasrtisipasi sebagai Cara Dan Tujuan Menurut Oakley et al


o 1.1 Partisipasi sebagai cara
o 1.2 Partisipasi sebagai tujuan

2 Partsipasi Masyarakat dalam Negara-negara Berkembang

3 Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Masyarakat

4 Perencanaan Partisipatif
o 4.1 Participatory Rural Apprasial (Pemahaman desa secara partisipatif)menurut
Chambers

5 Referensi

Pasrtisipasi sebagai Cara Dan Tujuan Menurut Oakley et al


Partisipasi sebagai cara
1. Berimplikasi pada penggunaan partisipasi untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya.
2. Merupakan suatu Upaya pemanfaatan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan
program atau proyek.
3. Lebih umum dalam program-program pemerintah, yang pertimbangan utamanya adalah
untuk menggerakkan masyarakat dan melibatkan mereka dalam meningkatkan efisiensi
sistem penyampaian.
4. Partisipasi umumnya jangka pendek.
5. Partisipasi sebagai cara merupakan bentuk pasif dari partisipasi.

Partisipasi sebagai tujuan


1. Berupaya untuk memberdayakan rakyat untuk berpartisipasi dalam membangun mereka
sendiri secara lebih berarti.
2. Berupaya untuk menjamin peningkatan peran rakyat dalam inisiatif-inisiatif
pembangunan.

3. Fokus pada peningkatan kemampuan rakyat untuk berpartisipasi bukan sekedar mencapai
tujuan-tujuan proyek yang sudah ditetapkan sebelumnya.
4. Pandangan ini relatif kurang disukai oleh badan-badan pemerintah.
5. Pada prinsipnya LSM setuju dengan pandangan ini.
6. Partisipasi dianggap sebagai suatu proses jangka panjang.

7. Partisipasi sebagai tujuan relatif lebih aktif dan dinamis.

Partsipasi Masyarakat dalam Negara-negara Berkembang


Negara-negara berkembang yang non-komunis menunjukkan pengalaman yang berbedabeda. Kebanyakan Negara baru ini ingin cepat mengadakan pembangunan untuk mengejar
keterbelakanganya, karena dianggap bahwa berhasil-tidaknya pembangunan banyak tergantung
pada partisipasi rakyat. Ikut sertanya masyarakat akan membantu penanganan masalah-masalah
yang ditimbulkan oleh perbedaan-perbedaan etnis, budaya, status sosial, dan ekonomi, agama
dan sebagainya. Integrasi nasional, pembentukan identitas nasional, serta loyalitas kepada
Negara diharapkan akan ditunjang pertumbuhannya melalui partisipasi. Ketika terjadi krisis
dalam partisipasi jalan terbaik dalam mengatasinya adalah peningkatan incremental dan bertahap
seperti yang dilakukan inggris pada abad ke 19. Cara demikian akan memberikan kesempatan
dan waktu kepada institusi maupun kepada rakyat untuk menyesuaikan diri.

Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Masyarakat


Partisipasi masyarakat sering kali dianggap sebagai bagian yang tidak terlepas dalam upaya
pemberdayaan masyarakat. Dengan melihat partisipasi sebagai kesatuan dalam proses
pemberdayaan masyarakat, akan dapat diketahui bahwa akar perkembangan pemikiran tentang
partisipasif dalam pembangunan akan terkait dengan diskursus komunitas. Dimana salah satu
diskursus komunitas adalah asumsi bahwa masyarakat bukanlah sekumpulan orang yang bodoh,
yang hanya bisa maju kalau mereka mendapatkan perintah belaka. Partisipasi masyrakat adalah
keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada
dimasyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani
masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, keterlibatan masyarakat dalam proses
mengevaluasi perubahan yang terjadi.

Perencanaan Partisipatif

Participatory Rural Apprasial (Pemahaman desa secara partisipatif)menurut Chambers


adalah sekelompok pendekatan atau metode yang memungkinkan masyarakat desa untuk
berbagi, meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan
desa, membuat rencana dan bertindak. Hal ini bermakna bahwa masyarakat terlibat dalam proses
pembangunan dan melakukan analisis terhadap masalah dan potensi pada tempat mereka berada.

Referensi
1.
2.

^abcdefghijklmnopqr . Jim Ife .2006. Community Development. Yogyakarta: Pustaka


Belajar. Hal 294,295296,297,
^ . Finna Rizqinna. 2010. Partisipasi Masyarakat. www.lontar.ui.id. Hal 14

3.

^abcdef . Miriam Budiarjo. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama. Hal 381,382

4.

^abcd . Isbandi Rukminto Adi. Revisi 2012. Pemberdayaan Masyarakat dan


Partisipasi Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal 227,228,229,230,231

5.

^ab Edi Suharto. 1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial & Pekerjaan Sosial.
Bandung: LSP STKS. Hal 332

Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan pedesaan


Labels: partisipasi masyarakat, pembangunan pedesaan
Salah satu ciri dari pembangunan desa adalah partisipasi aktif dari masyarakat desa dalam proses
pembangunan tersebut. dengan demikian partisipasi masyarakat perlu dibina dan terus ditingkatkan agar
pembangunan desa mencapai sasaran yang diharapkan. mengenai pentingnya partisipasi aktif segenap
lapisan masyarakat, pendapat bintoro tjokroamidjojo (1986 : 222) sebagai berikut : pembangunan yang
meliputi segala segi kehidupan politik, ekonomi dan sosial budaya itu baru akan berhasil, apabila
merupakan kegiatan yang melibatkan partisipasi dari seluruh rakyat di dalam suatu negara. tidak saja
dari pengambil kebijaksanaan tertinggi, perencana, pemimpin pelaksanaan operasional tetapi juga dari
petani-petani yang masih tradi-sional, nelayan, buruh, pedagang kecil dan lain-lain.
Untuk membina dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan diperlukan
usaha-usaha nyata dengan berbagai jalan, dengan harapan lama-kelamaan partisipasi aktif masyarakat
akan tumbuh dengan
sendirinya. upaya dan cara untuk menumbuhkan partisipasi aktif masyarakat
dalam pembangunan dapat dilakukan antara lain dikemukakan oleh ndraha (1987 : 27-28) sebagai berikut
:

Memberi stimulasi kepada masyarakat dengan mengharapkan timbulnya responce yang


dikehendaki, antara lain dalam inpres bantuan pembangunan desa, inpres lomba desa dan sebagainya.

Menyesuaikan program pemerintah dengan kebutuhan (keinginan) yang telah lama dirasakan
oleh masyarakat desa yang bersangkutan.
Menumbuhkan dan menanamkan kesadaran akan kebutuhan dan atau perlunya perubahan di
dalam masyarakat dan dalam diri anggota masyarakat sedemikian rupa sehingga timbul kesediaan
berpartisipasi.

Partisipasi demikian tidak datang dengan sendirinnya. dibutuhkan usaha-usaha untuk


menumbuhkannya dengan kemampuan, ketekunan dan waktu. untuk dapat tumbuh dan berkembang
secara wajar tersebut, salah satu segi yang perlu mendapat perhatian adalah komunikasi, dimana bintoro
tjokroamidjojo (1986 : 227) menyatakan bahwa : ...gagasan-gagasan, kebijaksanaan dan rencana hanya
akan mendapat dukungan, bila diketahui kemudian dimengerti, bahwa hal-hal tersebut mencerminkan
sebagian atau seluruh kepentingan dan aspirasi masyarakat (kelompok masyarakat). kemudian lebih
lanjut diterima dengan pengertian oleh masyarakat, bahwa hasil daripada kebijaksanaan rencana tersebut
akan betul-betul sebagian atau seluruhnya dipetik oleh masyarakat. komunikasi bukan hanya penerangan,
biarpun penerangan merupakan suatu hal yang penting, tetapi penerangan menumbuhkan suatu iklim
pengertian, aspirasi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat dan pengembangan kepada tujuantujuan yang bersifat pembangunan secara nasional.

Dalam kutipan di atas nampaknya faktor komunikasi berperanan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. dari penjabaran di atas dan dihubungkan
dengan rumusan partisipasi masyarakat, maka kesediaan, keterlibatan dan tanggungjawab masyarakat
yang dapat menjadi ukuran tingkat patisipasi masyarakat meliputi keseluruhan rangkaian manajemen
pengelolaan bantuan pembangunan desa, yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan penerimaan
hasil pembangunan serta penilaian (evaluasi) pengelolaan bantuan pembangunan desa.

Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan berbagai cara untuk menumbuhkan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan yang dikemukakan para ahli, maka faktor yang sangat penting
diinginkan adalah partisipasi aktif masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan yaitu turut serta
mengambil bagian dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan tanggung jawab atas
hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.

Musni umar: Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Sosial di dki.ppt


1. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Sosial di DKI Musni Umar, Ph.D
2. PengantarPartisipasi berasal dari bahasa Inggris participation,yaitu pengikutsertaan
atau pengambilan. MenurutKeith Davis, partisipasi adalah suatu keterlibatanmental dan
emosi seseorang kepada pencapaian tujuandan ikut bertanggung jawab di dalamnya. Dari
definisitersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa partisipasiadalah keterlibatan mental dan
emosi. Partisipasiadalah suatu gejala demokrasi dimana orangdiikutsertakan dalam suatu

perencanaan serta dalampelaksanaan dan juga ikut memikul tanggung jawabsesuai


dengan tingkat kematangan dan tingkatkewajibannya. Partisipasi itu bisa dalam
pembangunanpisik, sosial, ekonomi, politik, pertahanan keamanandan lain sebagainya.
3. Contoh Partisipasi
4. Participation ToolsUntuk bisa berpartispasi dalam pembangunan, makaharus dilakukan
beberapa persiapan. Pertama,menetapkan bidang yang akan digeluti.Kedua, membentuk
badan hukum yang akan dijadikansarana partisipasi (participation tool).Ketiga,
menetapkan tujuan berpartisipasi misalnyadalam bidang sosial.Keempat, melaksanakan
partispasi.Kelima, melakukan evaluasi dan monitoring.Untuk bisa berpartisipasi dengan
baik, maka harusmembentuk badan hukum. Kalau mau berpartisipasidibidang sosial,
maka harus dibentuk Yayasan(Foundation).
5. Partisipasi Bidang Sosial
6. Partisipasi Pembangunan Fisik
7. Struktur YayasanYayasan adalah suatu badan hukum yang didirikanoleh beberapa orang
dengan struktur, pertama,pembina. Kedua, pengawas. Ketiga, pelaksana.Pembina adalah
para pendiri yayasan yangdibentuk dan ditetapkan dalam akte yayasan.Pembina
mempunyai fungsi dan peranan yangtergolong besar, seperti mengganti pengurus.Adapun
pengawas, berfungsi melaksanakanpengawasan terhadap jalannya yayasanm
sedangpengurus ialah yang menjalankan roda yayasansetiap hari.
8. Macam-macam PartisipasiPartisipasi dalam bidang apapun, paling kurangmengandung
dua macam. Pertama, autonomousparticipation. Kedua, mobilized participation.Bentuk
partisipasi
yang
paling
paling
baik
dansempurna
ialah
autonomous
participation.Partisipasi semacam itu, muncul dari kesadaran hariyang mendalam karena
mengetahui, memahamidan menghayati manfaat, kegunaan dan tujuandaripada
partisipasi. Sedang bentuk partispasi yanglain ialah partisipasi yang dimobilisasi.
9. Partisipasi Otonom
10. Partisipasi yang Dimobilisasi
11. Kementerian Dibawah Koordinasi Kementerian Kesehatan Menkokesra Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Sosial Kementerian Agama Kementerian
Negara Lingkungan Hidup Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan
Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Kementerian Negara Perumahan
Rakyat Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Perpustakaan Nasional (PERPUSNAS) Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
Lembaga Administrasi Negara (LAN) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) Badan Kepegawaian Negara (BKN)

12. Partisipasi di Bidang SosialPada semua kementerian dan non kementerianyang


disebutkan diatas, kita bisa berpartisipasi.Demikian juga pada kementerian lain. Kalau
dalambidang pengembangan SDM, maka bisa jugaberpartispasi di kementerian lain
dibidangkoordinasi Menko Perekonomian. Kalau mauberpartispasi di bidang
pembangunan fisik, makaharus mendirikan Perseroan Terbatas (PT) atau CV.Kalau mau
berpartisipasi dibidang sosial, makawadahnya adalah yayasan. Persoalannya
sekarang,yayasan tidak bisa bersifat profit sesuai UU UUNo.28 Thn 2004 - Perubahan
UU Yayasan
13. Relevansi Politik dengan Pembangunan SosialPembangunan sosial yang digambarkan
diatas sangattergantung dari proses politik dalam pemilukada DKI.Kalau Fauzi BowoNachrowi Ramli menang dalampemilukada DKI putaran ke 2 tanggal 20 September2012,
maka pembangunan di DKI akan berjalan cepatsesuai yang direncanakan. Kalau
sebaliknya, JokoWidodo-Basuki Tjahaya Purnama yang menang, makapasti
pembangunan akan terhambat karena penguasapolitik di Kebon Sirih (DPRD) DKI yang
dikuasai PartaiDemokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Golkar,Partai Persatuan
Pembangunan, Partai AmanatNasional dan partai-partai pendukung pemerintahamnSBY
akan menghambat, karena pasti tidak akan maumembiarkan PDIP dan Gerindra berjaya
di DKI dalampemilu parlemen 2014.
14. Pemilukada Sangat Penting
15. Penguasa di Kebon Sirih1. Partai Demokrat 32 kursi,2. Partai Keadilan Sejahtera 18
kursi,3. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangn 11 kursi,4. Partai Golkar 7 kursi,5. Partai
Persatuan Pembangunan 7 kursi,6. Partai Gerindra 6 kursi,7. PAN 4 kursi,8. Hanura 4
kursi,9. Partai Damai Sejahtera 4 kursi dan10. Fraksi PKB 1 kursi.
16. KesimpulanPartisipasi pembangunan di bidang sosial sangat luas danberagam.
Pemerintah memerlukan partisipasi masyarakat,karena tidak bisa semua hal dilakukan
oleh pemerintah.Diperlukan kerjasama pemerintah dan masyarakat untukmembangun
Jakarta yang maju, adil, sejahtera danmakmur.Kelangsungan pembangunan sekarang,
sangat ditentukanhasil pemilukada DKI 20 September 2012. Semogamasyarakat DKI
yang memiliki hak pilih berbondong-bondong datang ke bilik TPS dan memilih
pemimpin yangterbaik bagi masa depan masyarakat Jakarta. Sekian dan terima kasih.

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH


Perencanaan pembangunan akan tepat mengenai sasaran, terlaksana dengan baik dan bermanfaat
hasilnya jika dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut Kartasasmita (1996:63),
pembangunan haruslah dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pandangan ini
menunjukkan asas demokrasi dalam konsep pembangunan nasional.Masyarakat perlu dilibatkan secara
langsung bukan karena mobilisasi, melainkan sebagai bentuk partisipasi yang dilandasi oleh kesadaran.

Dalam proses pembangunan, masyarakat tidak semata-mata diperlakukan sebagai obyek, tetapi lebih
sebagai subyek dan aktor atau pelaku (Soetomo,2008:8).
Hoofsteede dalam Khairuddin (1992:125), membagi partisipasi menjadi tiga tingkatan :
Partisipasi inisiasi (inisiation participation) adalah partisipasi yang mengundang inisiatif dari
pemimpin desa, baik formal maupun informal, ataupun dari anggota masyarakat mengenai suatu proyek,
yang nantinya proyek tersebut merupakan kebutuhan bagi masyarakat.
Partisipasi legitimasi (legitimation participation) adalah partisipasi pada tingkat pembicaraan atau
pembuatan keputusan tentang proyek tersebut.
Partisipasi eksekusi (execution participation) adalah partisipasi pada tingkat pelaksanaan.

Ada dua hal yang harus dilaksanakan oleh pemerintah, Pertama : perlu aspiratif terhadap aspirasi
yang disampaikan oleh masyarakatnya, dan perlu sensitif terhadap kebutuhan rakyatnya. Pemerintah perlu
mengetahui apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya serta mau mendengarkan apa kemauannya. Kedua :
pemerintah perlu melibatkan segenap kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat dalam melaksanakan
pembangunan. Dengan kata lain pemerintah perlu menempatkan rakyat sebagai subjek pembangunan,
bukan hanya sebagai objek pembangunan.

Pentingnya keterlibatan masyarakat di dalam penyusunan perencanaan pembangunan sangat


ditekankan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional. Pendekatan partisipatif masyarakat terdapat pada 4 (empat) pasal Undang-Undang ini yaitu
pada Pasal 2, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7. Sistem perencanaan yang diatur dalam UU 25/2004 dan aturan
pelaksanaannya menerapkan kombinasi pendekatan antara top-down ( atas-bawah) dan bottom-up
(bawah-atas), yang lebih menekankan cara-cara aspiratif dan partisipatif.

Dengan adanya program-program partisipatif memberikan kesempatan secara langsung kepada


masyarakat untuk berpartisipasi dalam rencana yang menyangkut kesejahteraan mereka dan secara
langsung juga melaksanakan sendiri serta memetik hasil dari program tersebut. Selain uu no. 25 tahun
2004 terdapat peraturan perundang- undangan lain yang menekankan perlunya partisipasi masyarakat
dalam perencanaan pembangunan yakni : Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Menurut Siagian (2007:142), bahwa tugas pembangunan merupakan tanggung jawab seluruh
komponen masyarakat dan bukan tugas pemerintah semata-mata. Lebih lanjut Siagian (2007:153-154)
mengatakan bahwa pembangunan nasional membutuhkan tahapan.Pentahapan biasanya mengambil
bentuk periodisasi.Artinya, pemerintah menentukan skala prioritas pembangunan.

Perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya harus berorientasi ke bawah dan melibatkan


masyarakat luas, melalui pemberian wewenang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di tingkat
daerah. Dengan cara ini pemerintah makin mampu menyerap aspirasi masyarakat banyak, sehingga
pembangunan yang dilaksanakan dapat memberdayakan dan memenuhi kebutuhan rakyat banyak. Rakyat
harus menjadi pelaku dalam pembangunan, masyarakat perlu dibina dan dipersiapkan untuk dapat
merumuskan sendiri permasalahan yang dihadapi, merencanakan langkah-langkah yang diperlukan,
melaksanakan rencana yang telah diprogramkan, menikmati produk yang dihasilkan dan melestarikan
program yang telah dirumuskan dan dilaksanakan.Paradigma pembangunan yang sekarang menempatkan
masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Artinya, pemerintah tidak lagi sebagai provider dan
pelaksana, melainkan lebih berperan sebagai fasilitator dan katalisator dari dinamika pembangunan,
sehingga dari mulai perencanaan hingga pelaksanaan, masyarakat mempunyai hak untuk terlibat dan
memberikan masukan dan mengabil keputusan, dalam rangka memenuhi hak-hak dasarnya, salah satunya
melalui proses musrenbang.

Anda mungkin juga menyukai