Partisipasi Masyarakat
Sebenarnya konsep atau istilah partisipasi sudah sangat sering dan lama dikenal dalam
berbagai literatur keilmuan. Namun sebagai konsep dan praktek operasional ia baru mulai
dibicarakan sejak tahun 1970-an, yaitu ketika beberapa lembaga internasional mempro-
mosikan praktek partisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Ada beber-
apa bentuk atau jenis partisipasi, terutama bila dikaitkan dengan praksis pembangunan
masyarakat yang demokratis, antara lain:
Partisipasi Politik sering diartikan sebagai hubungan interaksi perseorangan atau or-
ganisasi, biasanya partai politik, dengan negara. Karena itu partisipasi politik seringkali di-
hubungkan dengan demokrasi politik, perwakilan, dan partisipasi tak langsung. Sedangkan
Partisipasi Sosial sering diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam proyekproyek pem-
bangunan. Model partisipasi ini seringkali dipergunakan selama rezim orde baru berkuasa.
Dengan kata lain, partisipasi sosial seringkali diartikan sebagai terlibatnya masyarakat untuk
ikut gotong royong dalam proyek pembangunan negara yang bersifat swadaya masyarakat,
meskipun dalam praksisnya partisipasi selalu diartikan sebagai kewajiban masyarakat untuk
membantu pemerintah dan bukan sebagai hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapat
bantuan dari pemerintah. Sebenarnya, partisipasi sosial lebih tepat diartikan sebagai upaya
terorganisasi untuk meningkatkan pengawasan terhadap sumber daya dan lembaga pengatur
dalam keadaan sosial tertentu oleh pelbagai kelompok dan gerakan yang sampai sekarang
dikesampingkan dalam fungsi pengawasan.
Dalam pengertian yang luas munculnya masyarakat warga ini ditandai dengan civil-
ity, yaitu ketertiban sosial yang terjadi bukan karena paksaan dari the power holder tetapi
karena kebutuhan masyarakat luas. Penguatan masyarakat warga merupakan faktor yang mut-
lak dalam proses pengambilan kebijakan publik yang melibatkan segenap lapisan sosial. Ada
dua pola yang dapat dilakukan dalam rangka menggalang partisipasi masyarakat untuk pem-
buatan kebijakan publik di era demokratisasi seperti yang sedang bergulir di tanah air akhir-
akhir ini, yaitu partisispasi tidak langsung, seperti partisipasi melaui media massa (cetak dan
elektronik), dan partisipasi langsung dengan menggunakan struktur-struktur mediasi.
Meskipun harus diakui bahwa pola-pola partisipasi ini masing-masing memiliki keunggulan
dan kelemahan.
Di sisi lain Partisipasi dapat pula dibedakan menjadi partisipasi manipulasi (bersifat
manipulatif) dan partisipasi konsultatif. Partisipasi dikatakan bersifat manipulatif karena pe-
merintah memberikan informasi yang keliru kepada publik. Namun Suhirman menyatakan
bahwa para praktisi umumnya menerima konsep bahwa manipulasi pada dasarnya bukanlah
partisipasi . Partisipasi bersifat konsultatif adalah partisipasi dimana pemerintah meminta
saran dan kritik pada sebelum keputusan ditetapkan. Sayangnya konsultasi ini sering kali
hanya bersifat formalitas atau untuk diperalat melegitimasi belaka. Karena pada kenyataan-
nya saran dan kritik masyarakat tidak dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengam-
bilan keputusan.
Partisipasi melalui media massa termasuk bentuk partisipasi tidak langsung. Media
komunikasi secara prinsip terbagi menjadi dua bentuk yaitu, media cetak (koran, majalah,
tabloid, dan sebagainya) dan elektronik (radio, televisi, internet, dan sebagainya). Kedua ben-
tuk media komunikasi tersebut sebagai konsekuensi dari kemajuan teknologi komunikasi
yang secara terselubung memilki kepentingan ekspansif untuk memperluas wilayah-wilayah
komunikasi, mengaitkan budaya-budaya, mengikat berbagai kepentingan dan space binding
culture . Namun harus diakui bahwa kemajuan teknologi komunikasi telah memperluas peran
masyarakat dalam partisipasi pilitik. Proses-proses politik tidak lagi hanya sekadar melalui
diskusi langsung yang terikat oleh dimensi ruang, tetapi juga tidak terikat oleh dimensi
waktu. Di tanah air juga sering diselenggarakan diskusi publik melalui talk show di radio
maupun televisi yang bersifat interaktif.
Hal ini jelas ini merupakan sebuah proses politik yang dimediasi oleh teknologi ko-
munikasi elektronik. Sistim politik demokrasi memperoleh dukungan dengan perkembangan
teknologi komunikasi karena proses politik dapat dipindahkan dari ruang publik fisik ruang
publik cetak dan elektronik yang kemudian menghasilkan fenomena online politic. Perluasan
ruang publik akibat kemajuan teknologi komunikasi tersebut dapat dipandang sebagai salah
satu cara untuk semakin mengefisienkan lembaga-lembaga politik guna mendukung
demokrasi. Persoalan yang paling mendasar adalah akses ke media cetak dan elektronik yang
tidak dimiliki secara seimbang oleh setiap warga masyarakat dapat mengakibatkan distorsi
dalam pengambilan kebijakan publik.
2..Partisipasi Langsung
Suatu kebijakan pemerintahan pasti mempunyai kandungan atau isi tertentu. Hooger-
werf (1997), menyebutkan lima hal sebagai isi kebijakan itu, yakni ; masalah kebijakan, azas,
norma dan tujuan kebijakan sarana-sarana kebijakan, aktivitas kebijakan, urutan waktu dan
kecepatan kebijakan. Kelima isi itu diuraikan sebagai berikut : 1. Masalah Kebijakan Suatu
masyarakat ditandai antara lain oleh masalah-masalahnya. Masalah-masalah itu ada yang
telah lama terdapat dalam masyarakat, ada pula yang baru muncul. Munculnya masalah-
masalah dalam masyarakat karena adanya kejadian-kejadian (peristiwa- peristiwa) tertentu
dan berpengaruh pada orang-orang secara berbeda-beda. Untuk mendapatkan dan memec-
ahkan secara tepat suatu masalah ternyata tidak begitu sederhana. Suatu masalah mungkin da-
pat dipecahkan, tetapi akan muncul pula masalahmasalah yang lain.
Dan untuk memecahkan kemudian dirumuskan dan ditetapkan menjadi kebijakan ne-
gara atau disebut pula kebijakan pemerintah. ini berarti suatu kebijakan pemerintah adalah
semacam jawaban atas suatu masalah masyarakat yang memperoleh perhatian dari pemerin-
tah. Menurut Hoogerwerf, suatu kebijakan pemerintahan merupakan suatu upaya untuk
memecahkan, mengurangi atau mencegah suatu masalah dengan cara tertentu, yaitu dengan
tindakan yang terarah. Beberapa contoh seperti ; Pengotoran lingkungan, pengangguran, ke-
langkaan energi, keamanan lalu lintas, kesehatan rakyat, perumahan, pengajaran dan Jaminan
sosial, serta lain-lain merupakan petunjuk dan sekian banyak masalah yang terdapat dalam
masyarakat tersebut. Azas, Norma, dan Tujuan Kebijakan Isi suatu kebijakan menyangkut
pula ukuran. Ukuran berpengaruh terhadap pilihan nengenai tujuan, sarana dan waktu dari se-
buah kebijakan. Ukuran dapat diuraikan sebagai batu ujian untuk menilai keadaan yang
sedang berlangsung, keadaan yang diharapkan, dan jalan mengalihkan keadaan yang berlang-
sung kepada keadaan yang diharapkan. Ukuran itu mencakup azas dan norma yang dikan-
dung suatu kebijakan. Azas adalah aturan tingkah laku secara umum.
Norma adalah aturan tingkat laku yang lebih khas. Azas terpenting yang terdapat
dalam suatu kebijakan pemerintah seperti; Azas kebebasan, persamaan, solidaritas, keadilan,
toleransi dan demokrasi. Azas-azaz. Ini mempunyai isi yang umum. Azas persamaan umpa-
manya dapat diuraikan sebagai paham bahwa hal yang sama harus diperlakukan dengan cara
yang sama pula . Norma lebih khas, misalnya norma yang diambil dari azas persamaan,
bahwa pria dan wanita harus menerima upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. Norma
dapat berhubungan dengan kualitas . Namun norma inipun dinyatakan bukan dengan angka
pedoman (kualitas). Azas dan norma kebijakan itu harus dibedakan dan tujuan kebijakan. Tu-
juan kebijakan adalah keinginan dan kebutuhan rakyat banyak (masyarakat) yang hendak di-
wujudkan melalui pelaksanaan kebijakan itu. Ia lebih dari suatu mimpi indah. Suatu kebji-
akan pada umumnya tidak hanya mempunyai suatu tujuan melainkan mempunyai sekelom-
pok tujuan
. Kelompok tujuan dari suatu kebijakan dianggap jelas, jika telah ditentukan urutan
prioritasnya. Hoogerwerf membagi tujuan suatu kebijakan pemerintah terdiri atas : (a) tujuan
utama, (b) tujuan antara, (c) tujuan sampingan, dan (d) tujuan akhir. Tujuan utama adalah tu-
juan kebijakan yang oleh aktor (pemerintah) diangap lebih penting dari tujuan-tujuan lainya.
Jadi suatu tujuan utama kebijakan mempunyai prioritas terhadap tujuan-tujuan lain bagi ak-
tornya. Tujuan antara suatu kebijakan adalah suatu tujuan yang oleh aktornya berusaha men-
capai dengan maksud mencapai tujuan yang lebih jauh (tujuan akhir). Suatu tujuan sampin-
gan adalah tujuan yang oleh aktornya dianggap kurang penting, atau ia mempunyai prioritas
yang lebih rendah dari pada tujuan utama bagi aktornya. Tujuan antara menjadi sarana bagi
tujuan utama untuk mencapai tujuan akhir, ia adalah sarana yang terwujud. Kemudian tujuan
akhir suatu kebijakan adalah bahwa aktornya berusaha mencapainya setelah mencapai satu
atau lebih tujuan lain (tujuan antara).
Untuk membantu memahami perbedaan pengertian dari keempat jenis tujuan kebi-
jakan itu, ditampilkan sebuah contoh ; suatu pemerintah negara sedang berperang dengan pe-
merintah negara lain, masalah yang dihadapi umpamanya ; perang segera dihentikan. Tin-
dakan segera diambil adalah memilih genjatan senjata, dan melakukan perundingan dengan
negara lawan itu guna mengakhiri perang agar dicapai perdamaian diantara kedua belah pi-
hak. Disini perdamaian sebagai tujuan akhir, genjatan senjata sebagai tujuan utama, perundin-
gan sebagai tujuan antara, dan menghindari bertambah banyak korban perang merupakan tu-
juan sampingan, dan contoh lainnya. Akhirnya, tujuan-tujuan penting dari kebijakan pemerin-
tahan umumnya adalah memelihara ketertiban umum, (negara sebagai stabilisator), melancar-
kan perkembangan masyarakat dalam berbaga hal (negara sebagai perangsang, stimulator),
menyesuaikan beberapa aktifitas (negara sebagai koordinator), memperuntuk dan membagi
berbagai materi dan sumber (negara sebagai pembagi, allokator). 3. Sarana-sarana kebi-
jakan
Sarana kebijakan adalah segala sesuatu yang dipergunakan atau dapat. dipergunakan
oleh aktor (pemerintah) untuk memperlancar tercapainya tujuan atau tujuan-tujuan dari kebi-
jakan yang ditetapkannya. Sarana kebijakan mempunyai hubungannya dengan tujuan kebi-
jakan. Dalam praktek, sesudah menetapkan .tujuan suatu kebijakan dalam bidang tertentu
oleh pemerintah baru menetapkan sarana-sarana yang sesuai untuk mewujudkan tujuan-tu-
juan kebijakan itu. Sarana-sarana yang di pergunakan dalam sebuah kebijakan dapat be-
ranekaragam. Hoogerwerf menyebutkan pula sarana-sarana yang bersifat yuridis pemerinta-
han yang terbagi atas tiga golongan yang berbeda-beda, yaitu :
Masuknya era globalisasi seperti saat ini telah memperluas ruang informasi yang
harus diberikan pemerintah kepada masyarakat. Dengan semakin terbukanya ruang informasi
yang harus disediakan pemerintah, maka pola komunikasi dua arah antara pemerintah dan
masyarakat harus tersusun melalui sebuah sistem yang baik. Hal ini dilakukan untuk memini-
malisir gesekan akibat perbedaan pemahaman atas informasi yang tersampaikan.
Pengaduan tersebut marupakan bagian dari pelayanan publik, di mana masyarakat da-
pat menyampaikan keluhan maupun saran perbaikan terhadap pelayanan yang diberikan.
Berbagai pelayanan publik memang kerap kali dirasa masih memiliki kekurangan, bahkan
sampai gagal berfungsi.Namun masyarakat juga acap kali enggan untuk melaporkan apa yang
menjadi kekurangan atau kendala yang dihadapi dengan berbagai alasan seperti waktu yang
terlalu lama untuk bisa menyampaikan pengaduan. Hal ini lah yang kemudian disoroti pemer-
intah untuk meningkatkan kepedulain masyarakat terhadap perbaikan pelayanan publik
melalui perbaikan sistem pengaduan.
Indikator keberhasilan yang ideal dari suatu unit layanan pengaduan adalah jika jum-
lah pengaduan semakin berkurang. Namun menilik kebiasaan warga Negara Indonesia yang
cepat sekali complain jika merasa ada satu hal yang menurutnya tidak sesuai dengan yang se-
harusnya, maka berkurangnya jumlah pengaduan merupakan hal yang agak sulit dicapai. Se-
lama ada kehidupan, selama itu pula akan terus ada complain dan pengaduan, sesuai dengan
fitrah manusia, yang merupakan tempatnya salah dan lupa.Oleh karena itu, indikator yang da-
pat diukur dari keberhasilan suatu unit pengaduan adalah apabila jumlah pengaduan yang
direspons lebih besar daripada jumlah pengaduan yang masuk setiap harinya. Hal ini menun-
tut adanya kecepatan yang luar biasa dari para petugasnya untuk melakukan analisis dan
telaahan serta penyaluran.
Selain itu, personil yang secara kuantitas mencukupi dan secara kualitas menguasai
alur proses pengelolaan pengaduan akan sangat membantu cepatnya proses penyaluran suatu
pengaduan. Kecukupan kuantitas juga harus diikuti dengan komitmen pegawai terkait untuk
berjibaku dengan tetek bengek urusan pengelolaan pengaduan, bukan hanya sekedar untuk
penempatan belaka, terlebih jika lebih banyak berurusan dengan tugas di luar urusan pengad-
uan. Akan lebih baik lagi jika para pegawai fokus pada masalah proses analisis dan telaahan
pengaduan, tanpa terlalu banyak dibebani dengan tugas tambahan yang menyita waktu.
Kemajuan teknologi digital juga tidak bisa dikesampingkan. Dukungan sarana dan
prasarana memungkinkan terciptanya proses pengelolaan pengaduan dengan lebih canggih,
yaitu dengan menggunakan aplikasi, terutama aplikasi yang web-based, sehingga dapat diker-
jakan tidak hanya di kantor dan hanya di satu perangkat komputer saja, tapi bisa diakses dan
di-update oleh semua petugas di bidang pengaduan. Hal ini dapat meningkatkan kecepatan
proses karena tidak hanya tergantung pada satu orang operator saja. Namun di sisi lain, se-
mua kegiatan ini tak dapat dilakukan jika tidak ada dukungan anggaran dan dana yang
memadai, baik untuk pengadaan server maupun untuk menyempurnakan aplikasi yang sudah
ada. Selain itu, sarana berupa gudang penyimpanan arsip dan dokumen juga sangat dibu-
tuhkan untuk menunjang tertib administrasi pendokumentasian.
Proses selanjutnya dari pengelolaan pengaduan adalah menunggu tanggapan dari unit
terkait yang diadukan oleh pelapor. Walaupun merupakan faktor eksternal yang berada di
luar kendali bidang pengaduan, namun bukan berarti kita bisa berlepas tangan di sini. Jika in-
gin suatu kasus selesai dengan tuntas, maka bidang pengaduan harus proaktif melakukan pe-
mantauan dan evaluasi terhadap APIP terkait. Untuk itu, diperlukan kerjasama dan koordinasi
yang baik dengan seluruh APIP, baik di lingkungan Kementerian maupun Pemerintah
Daerah.
PERTEMUAN 5
MODEL ANALISIS DALAM KEBIJAKAN PEMERINTAH
Model digunakan karena adanya eksistensi masalah publik yang kompleks. Model =
pengganti kenyataan.
Model adalah representasi sederhana mengenai aspek – aspek yang terpilih dari suatu
kondisi masalah yang disusun untuk tujuan tertentu.
Model kebijakan dinyatakan dalam bentuk konsep/teori, diagram, grafik atau per-
samaan matematis.
Model kelembagaan
Model kelompok
Model elit
Model rasional
Model incremental
Model sistem
1.Model Kelembagaan
Dalam proses pembuatan kebijakan model ini masih merupajan model tradisional, di-
mana fokus model ini terletak pada struktur organisasi pemerintahan. Jadi yang sangat
berpengaruh di dalam model ini hanyalah lembaga-lembaga pemerintah dari tingkat pusat
atau daerah, sedang. Adapun aktor eksternal pada model ini seperti media massa, kelompok
think-thank (LSM, Kelompok budayawan, kelompok mahasiswa, cendikiawan, tokoh
masyarakat, tokoh agama, dan lain-lain,) serta masyarakat hanya berfungsi memberikan pen-
garuh dalam batas kewenangannya. Jadi kebijakan yang telah dibuat akan dijalankan dahulu
oleh aktor internal, yaitu lembaga-lembaga pemerintahan tersebut.
Contoh kasus :
Di kota salatiga, belasan pedagang ayam yang biasa mangkal di jalan taman pahlawan sekitar
eks pertokoan hasil, mendatangi komisi II DPRD kota salatiga, pertemuan tersebut dalam
rangka audiensi dan dihadiri Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM yang
mana dinas tersebutlah yang mengurusi aktivitas pedagang di pasar. Para pedagang men-
gungkapkan keluh kesahnya kegiatan berjualan di tempat mereka mangkal dengan menan-
gantongi perizinan usaha, sementara aktivitas mereka tidak diakui secara sah oleh dinas
terkait. Para pedagang tersebut meminta agar tetap dapat berjualan di pinggir jalan Taman
Pahlawan dekat eks pertokoan hasil, karena memiliki izin usaha. Namun permintaan peda-
gang tersebut tidak disetujui oleh Disperindagkop, sebab pasar sudah ditata berdasarkan
lokasi jenis dagangan, yang mana kebijakan pemerintah setempat telah membangun pasar –
pasar tersebut untuk pedagang ayam, daging, dan lain sebagainya, di daerah pasar raya.
2.Model Kelompok
Pada model ini pemerintah membuat kebijakan karena adanya tekanan dari berbagai
kelompok. Kebijakan publik merupakan hasil perimbangan (equilibrium) dari berbagai
tekanan kepada pemerintah, dari berbagai kelompok kepentngan. Besar kecil tingkat pen-
garuh dari suatu kelompok kepentingan ditentukan oleh jumla anggotanya, harta kekayaan-
nya, kekuatan, dan kebaikan organisasi, kepemimpinan, hubungannya yang erat dengan pem-
buat keputusan, kohesi intern para anggotanya.
Contoh kasus :
3.Model Elit
Model ini menggambarkan pembuatan kebijakan publik dalam bentuk piramida, di-
mana masyarakat berada pada tingkat paling bawah, elit pada ujung piramida dan aktor inter-
nal birokrasi pembuat kebijakan publik (dalam hal ini pemerintah) berada ditengah – tengah
antara masyarakat dan elit.
Masyarakat tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menciptakan opini ten-
tang isu kebijakan yang seharusnya menjadi agenda politik di tingkat atas. Sementara
birokrat/administrator hanya menjadi mediator bagi jalannya informasi yang mengalir dari
atas ke bawah. Elit politik selalu ingin mempertahankan status quo, maka kebijakannya men-
jadi konservatif. Perubahan kebijakan bersifat trial and error yang hanya mengubah atau
memperbaiki kebijakan sebelumnya.
Contoh kasus :
Salah satu kasus dari model elit yaitu kebijakan yang di buat oleh pemerintah untuk mengetas
atau mengurangi kemiskinan, yang di sebut Bantuan Langsung Tunai atau BLT. Kebijakan
ini bisa dikatakan kebijakan yang trial & eror, karena dalam kenyataan penerapannya kebi-
jakan ini tidak mempengaruhi apa – apa. Uang yang harusnya diterima oleh masyarakat yang
kurang mampu justru dipotong di sana – sini oleh berbagai oknum dan berbagai alasan. Oleh
karena itu kelanjutan kebijakan ini tidak diteruskan.
4.Model Rasional
Model rasional adalah model yang mana di dalam pengambilan keputusan melalui
prosedurnya akan mengajak pada pilihan alternatif yang paling efisien dari pencapaian tujuan
kebijakan, yang ditekankan pada penerapan rasionalisme dan positifisme.
Contoh kasus :
Pada saat bulan puasa tahun 2009 kemarin harga gula pasir di pasar jawa tengah, khususnya
di semarang melambung tinggi, dengan melihat kondisi tersebut maka pemerintah provinsi
jawa tengah melakukan kebijakan untuk melakukan “operasi pasar”, sehingga memberikan
alternatif kepada masyarakat yang merasa dirugikan atas kenaikan harga tersebut untuk mem-
beli gula pasir di pasar yang disediakan pemprov tersebut, tentu saja masyarakat sangat
merasakan dampak dari kebijakan tersebut,karena perbedaan yang signifikan antara harga
gula pasir di pasar milik pemprov dan di pasar – pasar.
5.Model Incremental
Model incremental adalah pembuatan kebijakan yang melalui proses politisi dimana didalam-
nya ada tawar menawar dan kompromi untuk kepentingan para pembuat keputusan sendiri.
Contoh kasus :
Pemerintah berencana menaikkan gaji presiden, menteri, dan para pejabat negara pada tahun
2001. Kebijakan ini diberlakukan untuk menyesuaikan kebutuhan dan kinerja para pejabat
negara. Melalui Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara instrumen yang akan
dijadikan dasar untuk mengatur kenaikan gaji tersebut telah disiapkan. Namun penentuan be-
sarnya nominal gaji akan ditentukan oleh Departemen Keuangan, adapun beberapa pertim-
bangan yang dijadikan dasar kenaikan gaji presiden, menteri, dan para pejabat negara yakni,
kenaikan gaji berkala yang sudah sejak lama tidak diberikan kepada presiden dan pejabat ne-
gara. Sejak lima tahun lalu, gaji presiden dan pejabat negara tidak pernah mengalami ke-
naikan padahal kebutuhan semakin meningkat, selain itu kenaikan juga dipertimbangkan dari
kinerja masing – msing pejabat negara. Karena itu kemneg telah menyusun pedoman
berdasarkan kinerja.
6.Model Sistem
Contoh kasus :
Setelah batik mendapat sertifikat dari UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia, kini pe-
merintah membuat kebijakan untuk mendaftarkan angklung ke UNESCO agar alat musik
khas daerah tersebut tidak diklaim oleh pihak lain. Melalui tahap verifikasi akan terbukti
bahwa angklung sangat berperan dalam kelangsungan suku bangsa khususnya di Indonesia,
jika lolos verifikasi, UNESCO akan mengeluarkan sertifikat dan angklung akan diakui seba-
gai warisan asli budaya asli Indonesia. Kesenian dan kebudayaan jawa barat yang berbahan
dasar bambu tengah dihadapkan pada percepatan dunia industri yang membutuhkan inovasi
dan kreativitas. Sepanjang 2008, angklung juga berfungsi sebagai alat promosi budaya den-
gan berbagai inovasi dalam seni pertunjukkan. Angklung telah menjadi salah satu kekuatan
diplomasi budaya serta komunikasi nonverbal lintas sektoral yang cukup efektif. Bermain
musik bambu juga bermain dengan menggunakan rasa, yang menimbulkan kepekaan dan sol-
idaritas yang menciptakan harmoni sehingga perlu ditanamkan di kalangan generasi pelajar
Indonesia. Dengan begitu sangat pantaslah pemerintah mengambil kebijakan untuk mendaf-
tarkan angklung sebagai salah satu warisan budaya asli Indonesia, yang mana bangsa ini
memiliki solidaritas dan kepekaan yang tinggi.
B.MODEL INSTITUSIONAL
DAFTAR PUSTAKA