Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Teori demokrasi mengajarkan bahwa demokratisasi membutuhkan hadirnya
masyarakat sipil yang terorganisir secara kuat, mandiri, semarak, pluralis, beradab,
dan partisipatif. Partisipasi merupakan kata kunci utama dalam masyarakat sipil yang
menghubungkan antara rakyat biasa

(ardinary people) dengan pemerintah.

Partisipasi bukan sekedar keterlibatan masyarakat dalam pemilihan kepala desa dan
BPD, tetapi juga partisipasi dalam kehidupan sehari-hari yang berurusan dengan
pembangunan dan pemerintah desa. Secara teoretis, partisipasi adalah keterlibatan
secara terbuka (Inclusion) dan keikutsertaan (involvement). Keduanya mengandung
kesamaan tetapi berbeda titik tekannya. Inclusion (termasuk) menyangkut siapa saja
yang terlibat, sedangkan involvement berbicara tentang bagaimana masyarakat
terlibat. Keterlibatan berarti memberi ruang bagi siapa saja untuk terlibat dalam
proses politik, terutama kelompok-kelompok masyarakat miskin, minoritas, rakyat
kecil, perempuan, dan kelompok-kelompok marginal lainnya.
Dalam konteks pembangunan dan pemerintahan desa, partisipasi masyarakat
terbentang dari proses pembuatan keputusan sehingga evaluasi. Proses ini tidak
semata didominasi oleh elite-elite desa (Pamong Desa, BPD, Pengurus RT maupun
Pemuka Masyarakat), melainkan juga melibatkan unsur-unsur lain seperti
perempuan, pemuda, kaum tani, buruh dan sebagainya. Dari sisi proses, keterlibatan
masyarakat biasa bukan dalam konteks mendukung kebijakan desa atau sekedar

menerima sosialisasi kebijakan desa, melainkan ikut menentukan kebijakan desa


sejak awal.
Partisipasi politik dalam pembangunan desa, misalnya, bisa dilihat dari
keterlibatan masyarakat dalam merumuskan kebijakan pembangunan (rencana
strategis desa, program pembangunan dan APBDES, dan lain-lain), antara lain
melalui forum RT, Musbangdus, Musbangdes maupun Rembuk Desa. Forum-forum
itu juga bisa digunakan bagi pemerintah desa untuk mengelola akuntabilitas dan
transparansi, sementara bagi masyarakat bisa digunakan untuk voice, akses dan
kontrol terhadap pemerintah desa.
Secara substantif, partisipasi masyarakat mencakup tiga hal. Pertama, voice
(suara): setiap warga mempunyai hak dan ruang untuk menyampaikan suaranya
dalam proses pembangunan. Pemerintah, sebaliknya mengakomodasi setiap suara
yang berkembang dalam masyarakat yang kemudian dijadikan sebagai basis
perencanaan pembangunan. Kedua, akses, yakni setiap warga mempunyai
kesempatan untuk mengakses atau mempengaruhi perencanaan pembangunan desa
dan akses terhadap sumber daya lokal. Ketiga, kontrol, yakni setiap warga atau
elemen-elemen masyarakat mempunyai kesempatan dan hak untuk melakukan
pengawasan

(kontrol)

terhadap

lingkungan

kehidupan

dan

pelaksanaan

pembangunan.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang
pemerintah daerah, masyarakat menaruh harapan yang besar terhadap implementasi
otonomi daerah. Tak terkecuali masyarakat ditingkat desa, memberikan dinamika

dan suasana baru dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di desa. Sebab,


masyarakat desa sangat sadar keberadaan institusi-institusi demokrasi desa selama ini
berada dalam kondisi yang tidak kondusif dalam mendorong menegakkan demokrasi
pada level akar rumput (masyarakat pedesaan).
Partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari keikutsertaan
langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak
langsung, seperti sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam
pembuatan kebijakan pemerintah. Namun demikian, ragam dan kadar partisipasi
sering kali ditentukan secara masif yakni dari banyaknya individu yang dilibatkan.
Padahal partisipasi masyarakat pada hakikatnya akan berkaitan dengan akses
masyarakat untuk memperoleh informasi. Hingga saat ini partisipasi masyarakat
masih belum menjadi kegiatan tetap dan terlembaga khususnya dalam pembuatan
keputusan. Sejauh ini, partisipasi masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan
dalam pelaksanaan program-program atau kegiatan pemerintah, padahal partisipasi
masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaan tetapi juga mulai tahap
perencanaan pengambilan keputusan. (http//:www.jurnal kopertis.org)
Pembangunan melalui partisipasi masyarakat merupakan salah satu upaya
untuk memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang
berkaitan dengan potensi sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah, yaitu
peningkatan aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang ada dalam
masyarakat, peningkatan motivasi dan peran serta kelompok masyarakat dalam

proses pembangunan, dan peningkatan rasa memiliki pada kelompok masyarakat


terhadap program kegiatan yang telah disusun.
Keberhasilan pelaksanaan pembangunan masyarakat Community Devlopment
sangat bergantung kepada peranan pemerintah dan masyarakatnya. Keduanya harus
mampu menciptakan sinergi. Tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan
dapat mencapai hasil pembangunan secara optimal. Pembangunan hanya akan
melahirkan produk-produk baru yang kurang berarti bagi masyarakatnya, tidak
sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Demikian pula sebaliknya, tanpa peran
yang optimal dari pemerintah, pembangunan akan berjalan secara tidak teratur dan
tidak terarah, yang akhirnya akan menimbulkan permasalahan baru. Selain
memerlukan keterlibatan masyarakat, pembangunan juga membutuhkan strategi yang
tepat agar dapat lebih efisien segi pembiayaan dan efektif dari segi hasil. Pemilihan
strategi pembangunan ini penting karena akan menentukan di mana peran pemerintah
dan di mana peran masyarakat, sehingga kedua pihak mampu berperan secara
optimal dan sinergi. (http//www.eeqbal.blogspot.com)
Partisipasi masyarakat dalam otonomi desa berupa subtansi nyata dari
kemampuan masyarakat setempat untuk mengakses potensi sumber daya yang ada di
lingkungannya. Sehingga potensi sumber daya yang sangat melimpah ruah itu bisa
dijadikan nilai tambahan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di desa-desa
bersangkutan. Maka bantuan pemerintah daerah berupa financial (keuangan),
program pembangunan, dan pelimpahan kewenangan merupakan syarat yang perlu

dipenuhi. Meskipun hasil harus terbatas pada beberapa hal yang dianggap penting
bagi percepatan pembangunan kemandirian desa.
Kenyataan partisipasi masyarakat desa yang dianggap kunci keberhasilan
pembangunan otonomi daerah justru hanya merupakan partisipasi manipulatif.
Artinya masyarakat desa tidak diberikan kesempatan yang cukup untuk melibatkan
diri dalam pembangunan di desanya. Bahkan banyak objek pembangunan pedesaan
yang masih dilakukan secara sepihak dari atas (Top-Down). Sehingga sasaran
pembangunan tidak sesuai dengan aspirasi dan harapan masyarakat setempat.
Partisipasi politik masyarakat dalam rencana pembangunan desa harus sudah
dimulai sejak saat perencanaan kemudian pelaksanaan dan seterusnya pemeliharaan.
Kegiatan masyarakat yang disebut partisipasi politik adalah perilaku politik lembaga
dan para pejabat pemerintah yang bertanggung jawab membuat, melaksanakan dan
menegakkan keputusan politik, perilaku politik masyarakat (individu/kelompok)
yang berhak mempengaruhi lembaga dan pejabat pemerintah dalam pengambilan
keputusan politik, karena menyangkut kehidupan masyarakat.
Dalam perspektif politik, Huntington (1993:270), partisipasi politik
masyarakat merupakan ciri khas modernisasi politik dalam pembangunan desa,
kemajuan demokrasi dapat dilihat dari seberapa besar partisipasi politik masyarakat.
(Tjokroamidjojo, 1991:113), pertama, partisipasi politik aktif masyarakat berarti
keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan; kedua, keterlibatan
dalam memikul hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan. Alexander Abe
(2001:110), Partisipasi politik masyarakat merupakan hal terpenting dalam
pembangunan desa, yaitu akan menjadi wahana political education yang sangat baik.

Sedangkan menurut Conyers Pertama, partisipasi politik masyarakat sebagai alat


guna memperoleh suatu informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap
masyarakat yang tanpa kehadirannya program pembangunan desa serta proyek akan
gagal; kedua, masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan didesa,
jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya dan pengambilan
keputusan terhadap priritas pembangunan yang sesuai kebutuhan masyarakat, karena
akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek dan akan mempunyai rasa memiliki
terhadap proyek; dan ketiga, yang mendorong partisipasi umum dibanyak negara
karena timbul anggapan bahwa hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan masyarakat. Katz partisipasi politik masyarakat diwujudkan melalui
partisipasi politik dalam proses pembuatan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan
hasil dan evaluasi.
(http://publik.brawijaya.ac.id/simple/us/jurnal/pdffile/Annisa%20partisipasi%20polit
ik 20dalam%20pembangunan%20desa.pdf, 13 Desember 2008).
Partisipasi politik dapat dianggap sebagai tolak ukur dalam menilai apakah
proyek yang bersangkutan merupakan proyek pembangunan desa. Jika masyarakat
desa, tidak berkesempatan untuk berpartisipasi politik dalam pembangunan suatu
proyek didesanya. Proyek tersebut pada hakekatnya bukanlah proyek pembangunan
desa (Ndraha, 1990:103).
Partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan desa bertujuan untuk
menjamin agar pemerintah selalu tanggap terhadap masyarakat atau perilaku
demokratisnya. Dan itu juga berarti bahwa metode yang digunakan dalam
pembangunan desa harus sesuai dengan kondisi fisiologis sosial dan ekonomi serta

lingkungan kebudayaan didesa. (Bharracharyya,J, 1972:20) Dusseldorp (1994:10),


salah satu cara untuk mengetahui kualitas partisipasi politik masyarakat dapat dilihat
dari bentuk-bentuk keterlibatan seseorang dalam berbagai tahap proses pembangunan
yang

terencana

mulai

dari

perumusan

tujuan

sampai

dengan

penilaian.

(http://publik.brawijaya.ac.id/simple/us/jurnal/pdffile/Annisa%20partisipasi%20polit
ik 20dalam%20pembangunan%20desa.pdf, 13 Desember 2008).
Desa Kelanga sebagai salah satu desa di daerah Kabupaten Natuna, dalam
pembangunannya, salah satunya pembangunan desa telah berupaya menempatkan
partisipasi politik masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan
terhadap pembangunan desa dengan melibatkan masyarakat dalam proses
penyusunan program, pelaksanaan kegiatan, monitoring dan evaluasi pembangunan
desa sesuai dengan substansi yang terkandung dalam Undang-Undang No 32 Tahun
2004. Namun karena pelaksanaan pembangunan desa yang melibatkan peran aktif
dari masyarakat merupakan fenomena baru bagi masyarakat, dimana selama ini
pelaksanaan pembangunannya jarang sekali melibatkan partisipasi masyarakatnya.
Walaupun ada, partisipasi masyarakat hanya bersifat manipulatif belaka. Pada Desa
Kelanga, partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan desa belum diimbangi
dengan adanya proses pemilihan yang memadai, melainkan hanya sekedar bentuk
baru dari tanggapan masyarakat terhadap manipulasi para elite atas kehidupan politik
nasional mereka. Padahal proses partisipasi politik masyarakat merupakan bagian
penting dari pembangunan desa di mana ia selalu berhadapan dengan berbagai
rintangan dan halangan terhadap tindakan yang kaku ataupun penghasut-penghasut
yang membahayakan. Partisipasi politik masyarakat nampaknya terbentur dengan

minimnya pertemuan untuk memusyawarahkan tentang program pembangunan desa


yang akan dijalankan, hal ini terlihat dengan beberapa orang tertentu saja yang
terlibat dalam pertemuan musyawarah desa. ( Hasil Wawancara Via Telepon dengan
Bapak Saleh Tokoh Masyarakat Desa Kelanga Tanggal 27 Maret 2008)
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merasa tertarik terhadap
permasalahan di atas dengan mencoba mengadakan penelitian dengan judul
Hubungan Partisipasi Politik Masyarakat terhadap Pembangunan Desa di Desa
Kelanga Kecamatan Bunguran

Timur Laut Kabupaten Natuna-Propinsi

Kepulauan Riau.

2. Perumusan Masalah
Untuk memudahkan peneliti nantinya, dan agar peneliti memiliki arah yang
jelas dalam menginterprestasikan hasil penelitian dari skripsi, maka terlebih dahulu
dirumuskan masalahnya.
Berdasarkan dari hal di atas, serta berpedoman pada perumusan latar
belakang yang telah dikemukakan, maka peneliti merumuskan permasalahan dalam
penelitian sebagai berikut:
Adakah Hubungan yang Positif dan Signifikan antara Partisipasi Politik
Masyarakat terhadap Pembangunan Desa di Desa Kelanga Kecamatan Bunguran
Timur Laut Kabupaten Natuna-Propinsi Kepulauan Riau.

3. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak
dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui sebelumnya.
Menurut Arikunto (1997:51), tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang
menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian. Adapun yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui hubungan yang positif dan signifikan antara Partisipasi
Politik Masyarakat terhadap Pembangunan Desa di Desa Kelanga Kecamatan
Bunguran Timur Laut Kabupaten Natuna-Propinsi Kepulauan Riau.

4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dilaksanakan ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan dan karya ilmiah di bidang administrasi, khususnya
administrasi Negara (publik).
2. Secara praktis:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi
pemanfaatan partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan Desa
di Desa Kelanga Kecamatan Timur Laut Kabupaten Natuna-Propinsi
Kepulauan Riau.
b. Bahan masukan bagi evaluasi pelaksanaan pembangunan Desa di
Desa Kelanga Kecamatan Timur Laut Kabupaten Natuna-Propinsi
Kepulauan Riau.

c. Dapat dijadikan dasar penelitian yang lebih mendalam terhadap


partisipasi politik masyarakat bagi pembangunan Desa di Desa
Kelanga Kecamatan Timur Laut

Kabupaten Natuna-Propinsi

Kepulauan Riau.

5. Kerangka Teori
5.1. Desa
Menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2004, desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan negara
Republik Indonesia.
Pengertian desa dari sudut pandang sosial budaya dapat diartikan sebagai
komunitas dalam kesatuan geografis tertentu agar mereka saling mengenal dengan
baik dengan corak kehidupan yang relatif homogen dan banyak bergantung secara
langsung kepada alam. Oleh karena itu, desa diasosiakan sebagai masyarakat yang
hidup secara sederhana pada sektor agraris, mempunyai ikatan sosial, adat dan tradisi
yang kuat, bersahaja, serta tingkat pendidikan yang dikatakan rendah. Sedangkan
dari sudut pandang politik dan hukum, desa sering diidentikkan sebagai organisasi
kekuasaan. Melalui kaca mata ini, desa dipahami sebagai organisasi pemerintahan
atau organisasi kekuasaan yang secara politis mempunyai wewenang tertentu dalam
struktur pemerintah negara. (Juliantara, 2000:18)

Desa berdasarkan Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2005 selanjutnya


disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum memiliki batas-batas wilayah
yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dibentuk
dalam sistem pemerintah nasional dan berada di kabupaten atau kota, sebagaimana
dimaksud dalam UU 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa
adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan
masyarakat.
Sebagai wujud demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintah desa dibentuk
Badan Permusyawaratan Desa atau sebutan lain sesuai dengan budaya yang
berkembang di desa yang bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan
dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, seperti dalam pembuatan dan
pelaksanaan peraturan desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan keputusan
Kepala Desa. Di desa di bentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan
sebagai mitra kerja pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat desa.
Kepala Desa pada dasarnya bertanggungjawab pada rakyat desa yang dalam
tata cara dan prosedur pertanggungjawaban disampaikan kepada Bupati atau
Walikota melalui Camat. Kepada Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa wajib
memberi

keterangan

menyampaikan
memberikan

laporan

informasi

pertanggungjawabannya

pokok-pokok

dan

pertanggungjawaban

kepada
namun

rakyat
tetap

peluang kepada masyarakat melalui BPD untuk menanyakan atau

meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal yang bertalian dengan pertanggung
jawaban yang dimakasud.

Pengaturan lebih lanjut mengenai desa seperti pembentukan, penghapusan,


penggabungan, perangkat pemerintah desa, keuangan desa, pembangunan desa, dan
lain sebagainya dilakukan oleh kabupaten dan kota yang ditetapkan dalam peraturan
daerah mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.

5.2. Pemerintahan Desa


Dalam pemerintah daerah Kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang
terdiri dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa, pembentukan,
penghapusan, dan penggabungan desa dengan memperhatikan asal usul dan prakarsa
masyarakat. Desa

di kabupaten secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan

statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa pemeritah desa bersama BPD
yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pemeritah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa
terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Sekretaris desa diisi dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.
Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup:
a. Urusan pemerintah yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.
b. Urusan pemerintah yang menjadi kewenangan kabupaten yang diserahkan
pengaturannya kepada desa.
c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi, dan pemeritah
kebupaten.
d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan
diserahkan kepada desa.

Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah


kabupaten kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana, dan prasarana, serta
sumber daya manusia.
Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan
peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Lembaga
kemasyarakatan bertugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam
pemberdayaan masyarakat desa.
Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu berupa uang maupun berupa barang yang dapat
dijadikan milik desa berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Hak dan
kewajiban tersebut menimbulkan pendapatan, belanja, dan pengolahan keuangan
desa. Sumber pendapatan desa adalah :
a. Pendapat asli desa.
b. Bagi hasil pajak daerah dan distribusi kabupaten.
c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
kabupaten.
d. Bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintahan kebupaten
atau kota.
e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.

Pembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan oleh kabupaten atau pihak


ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa.
Pelaksanaan pembangunan kawasan pedesaan diatur dengan perda, dengan
memperhatikan:
a. Kepentingan masyarakat desa;
b. Kewenangan desa;
c. Kelancaran pelaksanaan investasi;
d. Kelestarian lingkungan hidup;
e. Keserasian kepentingan antar kawasan dan kepentingan umum.
Pengaturan lebih lanjut mengenai desa ditetapkan dalam Perda dengan
berpedoman pada peraturan pemerintah. Perda sebagaimana dimaksud wajib
mengakui dan menghormati hak, asal usul, dan adat istiadat desa.

5.3. Partisipasi Masyarakat


Partisipasi masyarakat telah sekian lama diperbincangkan dan didengungkan
dalam berbagai forum dan kesempatan. Intinya adalah agar masyarakat ikut serta
dengan

pemerintah

memberi

bantuan

guna

meningkatkan,

memperlancar,

mempercepat, dan menjamin berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum


partisipasi dapat diartikan sebagian pengikutsertaan atau pengambil bagian dalam
kegiatan bersama.
Secara umum ada 2 (dua) jenis definisi partisipasi yang beredar di
masyarakat, menurut Soetrisno (1995:221), yaitu:

1. Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan masyarakat


terhadap rencana/proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuan
oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam
defenisi ini pun diukur dengan kemauan masyarakat ikut menanggung biaya
pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan
pembangunan.
2. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerja sama erat antara
perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan
dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Ukuran tinggi
dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan tidak hanya
diukur dengan kemauan masyarakat untuk menanggung biaya pembangunan,
tetapi juga dengan ada tidaknya hak masyarakat untuk ikut menentukan arah
dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka. Ukuran lain yang
dapat digunakan adalah ada tidaknya kemauan masyarakat untuk secara
mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu.
Dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan, maka pengertian partisipasi
setidak-tidaknya mengandung tiga pokok pikiran,yaitu:
1. Titik berat partisipasi adalah keterlibatan dari mental dan emosional,
kehadiran

secara fisik semata-mata dalam suatu kelompok. Tampa

keterlibatan tersebut bukanlah merupakan partisipasi.


2. Kesediaan memberikan kontribusi. Wujud kontribusi dalam pembangunan
dapat bermacam-macam, misalnya: barang, uang, jasa, bahan-bahan, sebuah
pikiran, ketrampilan dan sebagainya.

3. Kebersediaan untuk bertanggung jawab sepenuh hati.


Suksesnya partisipasi langsung berhubungan dengan syarat-syarat tertentu.
Kondisi seperti itu terjadi pada partisipasi yang ada dalam lingkungannya. Perkerjaan
partisipasi lebih baik situasinya dari pada lainnya. Syarat-syarat tersebut yaitu:
1. Diperlukan banyak waktu untuk berpartisipasi sebelum bertindak. Partisipasi
tidak akan terjadi dalam keadaan mendadak.
2. Biaya partisipasi tidak boleh melebihi nilai-nilai ekonomi dan sebagainya.
3. Subjek partisipasi harus relevan dengan organisasi, partisipasi sesuatu yang
akan menarik perhatian partisipasi atau akan dianggapnya sebagai perkerjaan
yang sibuk.
4. Partisipasi harus mempunyai kemampuan, kecerdasan dan pengetahuan untuk
berpartisipasi secara efektif.
5. Partisipasi harus mampu berkomunikasi untuk saling bertukar gagasan.
6. Tidak seorangpun akan merasakan bahwa posisinya diancam dengan
partisipasi; partisipasi untuk memutuskan arah tindakan pada seluruh
organisasi hanya dapat menempati lingkungan kebebasan kerja kelompok.
Dengan demikian konsepsi partisipasi dalam pembangunan memiliki
perspektif yang sangat luas. Seorang dikatakan telah berpartisipasi apabila ia telah
terlibat secara utuh dalam proses pelaksanaan pembangunan baik secara pisik
maupun mental. Keterlibatan individu dapat dimanifiestasikan dalam berbagai
bentuk kontribusi.
Tingkat partisipasi yang tinggi akan memunculkan kemandirian masyarakat
baik dalam

bidang ekonomi, politik, sosial budaya, yang secara betahap akan

menimbulkan jati diri, harkat dan martabat masyarakat secara maksimal. Partisipasi
sendiri diterapkan dalam tiga sektor:
1. Sektor ekonomi fokusnya adalah mekanisme pasar
2. Sektor politik fokusnya adalah pengembangan demokrasi
3. Sektor sosial dan budaya fokusnya adalah partisipasi sosial.
Menurut Arnstein (dalam Yusran, 2006:11), ada delapan tangga partisipasi
masyarakat yaitu sebagai berikut:
1

Citizen Control
2

Delegated Power

Partnership

Placation

Consultation

Information

Teraphy

Manifulation

Degree Of Citizen

Power Degree of Tokenism

Non Participation

Gambar 1. Delapan Tangga Partisipasi Masyarakat


Penjelasan tingkat di atas adalah sebagai berikut: Manipulation bisa diartikan
tidak ada komunikasi apalagi dialog, Therapy berarti telah ada komunikasi namun
masih bersifat terbatas inisiatif datang dari atas dan bersifat searah, Information
menyiratkan bahwa komunikasi sudah mulai banyak terjadi namun masih bersifat
dua arah, placation berarti komunikasi sudah berjalan dengan baik dan sudah ada
negoisasi antara masyarakat dengan pemerintah. Partnership adalah kondisi di mana
pemerintah dan masyarakat adalah mitra sejajar, delegated power berarti bahwa

pemerintah memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengurus diri sendiri


untuk beberapa keperluannya dan citizen kontrol bermakna bahwa masyarakat
menguasai kebijakan publik, mulai dari perumusan, implementasi hingga evaluasi
dan kontrol.

5.4. Pembangunan Politik Desa


Pembangunan adalah perubahan yang dilakukan secara terencana dan
menyeluruh yang dilakukan oleh negara-bangsa dalam rangka memperoleh kemajuan
untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan.
Menurut Kuncoro (2004:3), pembangunan adalah suatu proses yang
kompleks dan penuh ketidakpastian yang tidak dapat dengan mudah dikendalikan
dan direncanakan dari pusat. Karena itu dengan penuh keyakinan para pelopor
desentralisasi mengajukan sederet panjang alasan dan argumen tentang pentingnya
desentralisasi dalam pembangunan.
Menurut Siagian (2003:4), pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian
usaha pertumbuhan dan perubahan secara berencana yang dilakukan secara sadar
oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju moderenitas dalam rangka
pembinaan bangsa. Lebih jauh lagi dia menyatakan bahwa pembangunan
mengandung aspek yang sangat luas salah satunya mencakup pembangunan di
bidang politik.
Ndraha

(2000:15)

mengartikan

pembangunan

meningkatkan kemampuan manusia untuk

sebagai

upaya

untuk

mempengaruhi masa depannya.

Sebaliknya dia mengatakan implikasi dari defenisi tersebut yaitu:

1. Pembangunan berarti membangkitkan kemauan optimal manusia baik dan


kesejahteraan (Equity)
3. Menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri
sesuai
dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Kepercayaan ini
dinyatakan dalam bentuk kesempatan yang sama, kebebasan memilih dan
kekuasaan untuk memutuskan (Empowermwnt )
4. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara
mandiri (Sustainability)
5. Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang satu dengan
yang lainnya dan menciptakan hubungan yang saling menggantungkan dan
saling menghormati (Interdependece)
Ada beberapa ide pokok yang sangat penting diperhatikan tentang
pembangunan yaitu sebagai berikut:
Pertama, bahwa pembangunan merupakan suatu proses berarti suatu kegiatan
yang terus-menerus dilaksanakan meskipun sudah barang tentu bahwa proses itu
dapat dibagi dan biasanya memang dibagi menjadi tahap-tahap tertentu yang berdiri
sendiri. Pentahapan itu dapat dibuat berdasarkan jangka waktu, biaya, atau hasil
tertentu yang diharapkan akan diperoleh.
Kedua, bahwa pembangunan merupakan usaha yang secara sadar
dilaksanakan. Jika ada kegiatan yang kelihatannya nampak seperti pembangunan,
akan tetapi sebenarnya tidak dilaksanakan secara sadar dan timbul hanya secara
insedental di masyarakat tidaklah dapat digolongkan kepada kategori pembangunan.
Ketiga, bahwa pembangunan dilakukan secara berencana dan perencanaan itu
berorientasi kepada pertumbuhan dan perubahan.
Keempat, bahwa pembangunan mengarah kepada modernitas. Modernitas
disini diartikan sebagai cara hidup yang baru dan lebih baik dari pada sebelumnya
serta kemampuan untuk lebih menguasai alam lingkungan dalam rangka peningkatan
kemampuan swasembada dan mengurangi ketergantungan pada pihak lain.

Kelima, bahwa modernitas yang dicapai melalui pembangunan itu bersifat


multi dimensional. Artinya bahwa modernitas itu mencakup seluruh aspek kehidupan
bangsa dan negara, terutama aspek politik, ekonomi, sosial budaya.
Keenam, bahwa semua hal yang telah disebutkan dimuka ditujukan kepada
usaha membina bangsa yang terus menerus dilaksanakan dalam rangka pencapaian
tujuan bangsa dan negara yang telah ditentukan sebelumnya.
Sedangkan menurut Nugroho (2003:24) inti dari pembangunan pada dasarnya
adalah pergerakan ekonomi rakyat. Ada pepatah mengatakan bahwa negara dalam
kondisi paling berbahaya jika rakyatnya miskin. Kemiskinan mempunyai pengaruh
paling buruk kepada setiap sisi kehidupan manusia. Oleh karena itu, tugas
pembangunan adalah menanggunglangi kemiskinan. Dengan pemahaman ini dapat
dikatakan bahwa inti pembangunan adalah menggerakan ekonomi agar rakyat
mempunyai kemampuan untuk tidak berada dalam kemiskinan. Dalam bahasa politis
disebut sebagai menggerakan ekonomi rakyat.
Pembangunan yang mencapai hasil dapat secara efektif dicapai dengan
melihat kekuatan pokok yang harus dibangun dan mengidentifikasikan tugas pokok
dan fungsi dari lembaga-lembaga strategis pembangunan. Kekuatan pokok yang
dibangun oleh indonesia adalah keunggulan bersaing. Hanya bangsa yang memiliki
keunggulan bersaing yang pokok adalah keunggulan ekonomi. Dengan demikian,
setiap bidang harus mendukung kearah terbentuknya daya saing ekonomi. Secara
khusus prioritas bagi sektor ekonomi adalah membangun daya saing pelaku ekonomi
baik secara sektoral maupun secara regional. Daya dukung ideologi, politik dan
hukum adalah implementasi kebijakan otonomi daerah yang taat asas dan

penegakkan hukum yang konsisten. Daya dukung di bidang sosial budaya adalah
membangun paradigma pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentu
saja kesemuanya tidak akan terjadi jika tidak didukung keamanan dan ketertiban
yang mantap. Dengan melihat kondisi tersebut, maka strategi untuk pelaku ekonomi/
usaha adalah mewajibkan implementasi good cooperate governance, dan untuk
sektor bukan ekonomi bisnis dengan mewajibkan implementasi good governance.
Visi dari pembangunan adalah terwujudnya masyarakat yang maju, mandiri,
sejatera, adil, dan setia kepada pancasila dan UU 45. Visi ini mempunyai jangka
waktu tak terbatas, karena sifat dari kemajuan bersifat tergantung dengan waktu.
Oleh karena itu, dapat pula disusun visi lima tahunan, dan disesuaikan dengan
tantangan dan kebutuhan yang harus dijangkau dalam lima tahun kedepan.
Misi pembangunan tidak berbeda dengan misi dari Negara Indonesia, seperti
yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa
indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan atas kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dikaitkan dengan konteks kekinian, maka misi pembangunan disempurnakan lagi
dengan mencermati kondisi objektif dalam masyarakat yaitu adanya kesenjangan
sebagai tantangan pembangunan. Oleh karenanya, secara lebih fokus, maka misi dari
pembangunan adalah menanggulangi kesenjangan, mempersiapkan kompetisi global,
dan menjaga kesinambungan hidup bangsa dengan pola pembangunan untuk rakyat,
dilaksanakan oleh rakyat sesuai aspirasi yang tumbuh dari rakyat.

Manajemen strategi pembangunan yang diturunkan dari misi diatas adalah


Strategi Pembangunan Partisipatif, atau dapat juga disebut sebagai Strategi
Pembangunan Pemberdayaan . Pembangunan yang partisipatif sendiri diterapkan
dalam lima sektor:
1. Sektor Ekonomi fokusnya adalah mekanisme pasar
2. Sektor Politik fokusnya adalah pengembangan demokrasi
3. Sektor Sosial fokusnya adalah partisipasi sosial
4. Sektor Hukum fokusnya adalah membangun tertib hukum
5. Sektor Administrasi fokusnya adalah membangun good govertnance
Pembangunan nasional indonesia mengambil konsep dasar pembangunan
sesuai dengan kondisi terkini dari negara indonesia, yaitu adanya keragaman potensi,
kecakapan, keinginan dari setiap daerah di indonesia, dan telah disepakatinya
desentralisasi sebagai pola penyelenggaraan pembangunan, dimana otonomi daerah
diletakkan pada tingkat kabupaten dan kota. Dengan demikian konsep dasar
pembangunannya adalah bahwa tugas dari pemerintah nasional adalah menyusun
visi, misi, dan strategi pembangunan nasional. Pemerintah Kabupaten dan kota
melaksanakan sesuai dengan potensi, kecakapan, dan aspirasi. Pemerintah Provinsi
bertugas untuk menjadi pendamping dan penyelaraskan pembangunan natar daerah
otonom tersebut.
Mengingat konsep dasar pembangunan tersebut, maka startegi pembangunan
nasional yang disusun oleh Pemerintah Provinsi adalah menyusun secara rinci secara
sektoral strategi-strategi pembangunan dimana setiap daerah dapat memilih sektor
dan strateginya sesuai dengan potensi, kecakapan, dan aspirasi lokal. Jadi, ibaratnya,

strategi pembangunan nasional adalah menu yang lengkap untuk diberikan kepada
masyarakat membangun di daerahnya untuk dapat memilih sesuai dengan prioritas
pembangunan di daerahnya masing-masing.
Konsep pembangunan desa menjelaskan : pembangunan masyarakat adalah
suatu gerakan untuk memajukan suatu kehiduapan yang lebih baik bagi seluruh
masyarakat, dengan partisipasi aktif, bahkan jika mungkin dengan swakarsa
(inisiatif) masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu bagaimana menggugah dan
menumbuhkembangkan partisipasi sangatlah diperlukan untuk proses pembangunan
masyarakat itu sendiri ( DEPDAGRI).
Menurut Islamy (2004) partisipasi masyarakat berarti : (1). memberilkan
kesempatan yang nyata kepada mereka untuk mempengaruhi pembuatan keputusan
tentang masalah kehidupan ya ng mereka hadapi sehari-hari dan memperkecil jurang
pemisah antara pemerintah dan rakyat (2). Memperluas pendidikan politik sebagai
landasan bagi demokrasi, dengan demikian mereka akan terlatih dalam menyusun
prioritas-prioritas kebutuhan melalui suatu pola kompromi yang sehat (3). Akan
memperkuat solidaritas komunitas masyarakat lokal.
Masalah-masalah pembangunan merupakan suatu akibat dari modernisasi
politik, pembangunan politik sering dilihat sebagai kapasitas sistem politik untuk
menyelesaikan masalah ini. Pembangunan politik didefinisikan secara sempit sebagai
meningkatnya diferensiasi dan spesialisasi struktur politik dan meningkatnya
sekularisasi budaya politik. Pembangunan politik terjadi jika sistem politik berhasil
mengatasai tantangan masalah pembangunan negara dan bangsa, distribusi, dan lain-

lain. Makna pembangunan seperti ini secara umum adalah meningkatnya efektivitas
dan efisiensi perilaku sistem politik, serta meningkatkan kapabilitasnya.
Bahwa ukuran pembangunan politik adalah rasionalisasi wewenang,
diferensiasi struktur, dan perluasan partisipasi massa, keberhasilan pemilihan
pimpinan di berbagai tingkatan wilayah dapat dijadikan salah satu ukuran
keberhasilan pembangunan politik nasional. Sebabnya, unsur-unsur yang terlibat
dalam

proses

pemilihan

pimpinan,

baik

masyarakat

maupun

pemerintah,

mencerminkan tiga fungsi di atas. Pembangunan politik sebagai kemampuan


penyelesaian masalah yang timbul dari modernisasi, diperlihatkan secara lebih
sederhana, meskipun berbeda. Pembangunan politik didefinisikan tidak sebagai suatu
proses dengan tujuan kondisi politik tertentu, tetapi proses yang menciptakan
kerangka lembaga untuk menyelesaikan masalah sosial yang terus berkembang. Ini
menandai keinginan untuk menghindari perincian tujuan pembangunan politik
seperti menciptakan negara demokrasi liberal atau sosialis.Tapi yang lebih penting
adalah masalah yang diselesaikan menjadi luas dan keluar dari batas-batas perangkat
masalah pembangunan.
Menurut J.J. Rousseau (Zakaria Bangun, 2008:1) bahwa demokrasi bersipat
mutlak dalam penyelenggaraan pemerintah sebuah negara. demokrasi merupakan
sebuah cita-cita sekaligus cara pengelolaan pemerintah sebuah negara secara
beradap. Dengan demokrasi segala tindakan penguasa dapat diawasi dan dikontrol
oleh rakyat secara langsung maupun melalui wakil-wakil rakyat (parlemen). Dalam
negara demokrasi penguasa tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Kekuasaan
tertinggi ada ditangan rakyat (aux mains du people). Di negara demokrasi setiap

warga negara mempunyai kedudukkan yang dhadapan pemerintah. Setiap warga


negara berhak ikut menentukan kebijakan pemerintah dan mengontrol jalannya
pemerintahan.
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang artinya rakyat dan
cratein yang berarti kekuasaanatau pemerintahan. Demokrasi harus menjadi alat
rakyat untuk mencapai tujuan rakyat. Bukan rakyat menjadi alat demokrasi, intansi
demokrasi yang hakiki adalah kekuasaan politik berada ditangan rakyat. Oleh karena
itu, demokrasi yang kuat adalah demokrasi yang bersumber dari nurani rakyat untuk
mencapai keadilan dan kesejahteraan bersama.
Dalam pandangan Cillffod Geertzter (Muhaimin, 1982:11) bahwa satusatunya bentuk pembangunan politik yang bermakna adalah pembinaan demokrasi.
Bahkan ada berapa orang menekankan pentingnya hubungan ini dan berpendapat
bahwa pembangunan baru bermakna bila dikaitkan dengan suatu ideologi tertentu,
apakah demokrasi, komunisme, ataupun totaliterisme. Menurut pandangan ini
pembangunan baru berarti bila dihubungkan dengan penguatan nilai-nilai tertentu,
dan usaha untuk berdalih bahwa hal itu tidak relevan adalah sama dengan menipu
diri sendiri. Menggunakan pembinaan demokrasi sebagai kunci bagi pembangunan
politik dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk memaksakan nilai-nilai dengan
bangsa lain.
Masalah hubungan birokrasi dengan pembangunan politik sangat rumit tetapi
karena hal ini merupakan issue penting. Untuk sementara hanya perlu diperhatikan
bahwa banyak orang yang berpendapat bahwa pembangunan betul-betul ber beda
dengan demokrasi, dan justru usaha untuk memperkenalkan demokrasi bisa menjadi

hambatan bagi pelaksanaan pembangunan. Banyak mereka merasa bahwa demokrasi


itu tidak sesuai dengan pembangunan yang cepat memandang pembangunan hampir
semata-mata dalam artian ekonomis dan tertib sosial. (Muhaimin, 1982:11)

Konsep pembangunan politik mengandung pengertian sebagai berikut:


-

Perubahan politik perlu untuk mencapai tujuan khusus, yaitu demokrasi


liberal, masyarakat komunis atau negara Islam.

Suatu proses perubahan umum dalam kawasan politik berkaitan erat dengan
aspek masyarakat lainnya, yaitu, a) perluasan dan sentralisasi kekuasaan
pemerintah serta diferensiasi dan spesialisasi fungsi dan struktur politik, b)
peningkatan partisipasi masyarakat dalam politik, c) peningkatan identifikasi
masyarakat dengan sistem politik.

Kemampuan sistem politik dalam a) menyelesaikan persoalan-persoalan


pembangunan, dan b) mengawali kebijaksanaan baru bagi masyarakat,
menyusun struktur baru dan memperbaiki yang lama.

Kemampuan belajar lebih baik dan bagaimana melaksanakan fungsi politik


dan menyusun struktur politik. (Dodd, C.H., 1986:6)
Masih ada tafsiran-tafsiran lain mengenai dengan pembangunan politik,

misalnya pandangan yang umum dibanyak wilayah bekas jajahan bahwa


pembangunan berarti membangkitkan rasa harga diri dan kebanggaan nasional dalam
hubungan internasional, atau padangan yang lebih umum di negara-negara maju
bahwa pembangunan politik harus mengarah pada jaman purna-nasionalisme (post-

nationalism) dimana negara bukan lagi merupakan unit utama kehidupan politik.
Pembahasan itu sudah cukup banyak untuk menunjukkan kepada kita : pertama,
tingkat kekacauan yang ada dalam hal istilah pembangunan politik, dan kedua,
dibalik kekacauan itu masih ada kemungkinan membentuk dasar persetujuan tertentu
yang lebih kokoh. Tanpa mencoba untuk mempertahankan salah satu orientasi
filosofis atau kerangka teori tertentu, sangat bermanfaat untuk meneliti berbagai
definisi atau pandangan yang dibahas untuk mencari ciri-ciri pembangunan politik
yang paling dapat diterima umum dan paling fundamentil dalam pemikiran umum
mengenai masalah-masalah pembangunan politik.
Ciri pokok pertama yang ditunjukan oleh kebanyakan konsep-konsep adalah
semangat dan sikap umum terhadap persamaan (equality). Dalam kebanyakan
pandangan mengenai hal ini, pembangunan politik betul-betul berkenaan dengan
masalah partisipasi massa dan terlibatan rakyat dalam kegiatan-kegiatan politik.
Partisipasi mungkin terwujud mobilisasi demogratis atau totaliter, tetapi yang
penting adalah bahwa seorang harus menjadi warga negara yang aktif.
Persamaan berarti juga bahwa pemasukan ke dalam jabatan politik harus
mencerminkan ukuran pecakapan berdasar prestasi dan bukan pertimbanganpertimbangan status berdasarkan sistem sosial tradisionil. Asumsi dalam sistem
politik yang sudah maju adalah bahwa orang harus menunjukan jasa yang cukup
untuk menduduki jabatan pemerintahan dan para pejabat pemerintah harus lulus
ujian kecakapan yang kompetitif.
Ciri pokok kedua ditemui dalam kebanyakan konsep pembangunan politik itu
berkaitan dengan kapasitas atau kesanggupan dari suatu sistem politik. Dalam arti

tertentu, kapasitas berkaitan dengan output sistem politik, dan seberapa jauh sistem
politik dapat mempengaruhi sistem sosial dan sistem ekonomi. Kapasitas juga
berhubungan erat dengan prestasi pemerintah dan keadaan-keadaan yang
mempengaruhi prestasi itu.
Lebih khususnya kapasitas pertama-tama melibat masalah besarnya, ruang
lingkup dan skala prestasi politik dan pemerintah. Sistem yang telah maju dianggap
bisa berbuat lebih banyak dan dapat menjangkau berbagai kehidupan sosial yang
lebih luas dari pada sistem yang belum maju.
Kapasitas berarti efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaan kebijaksanaan
umum. Sistem yang sudah maju dianggap tidak hanya dapat berbuat lebih banyak
dari sistem yang belum maju, tetapi juga dapat bekerja lebi cepat dan teliti. Di sini
terdapat kecenderungan kearah profesionalisasi pemerintah. Diperhatikan efisiensi
dan efektivitas mengakibatkan timbulnya ukuran-ukuran prestasi yang diakui secara
universal.
Ciri ketiga yang sering muncul dalam diskusi masalah pembangunan politik
adalah diferensiasi dan spesialisasi. Jadi segi pembangunan politik ini pertama-tama
menyangkut diferensiasi dan spesialisasi struktur. Jabatan-jabatan dan badan-badan
pemerintah masing-masing cenderung memiliki fungsi yang tersendiri dan terbatas,
dan ada persamaan pembagian kerja didalam pemerintahan.
Dengan differensiasi timbul peningkatan spesialisasi fungsional dari berbagai
peranan politik dalam sistem tersebut. Diferensiasi juga menyangkut integrasi dari
struktur-struktur dan proses-proses yang rumit. Artinya, diferensiasi bukanlah

fragmentasi dan isolasi bagian-bagian yang berbeda dari sistem politik, tetapi
spesialisasi yang didasarkan atas suatu pemahaman mengenai integrasi.
Dengan menerima tiga dimensi ini, yaitu persamaan, kapasitas dan
diferensiasi, sebagai inti proses pembangunan tidaklah berarti kita menyatakan
bahwa ketiganya mudah ditemukan satu sama lain. Bahkan sebaliknya menurut
sejarah, biasanya terjadi ketegangan yang takut antara tuntutan akan persamaan,
kebutuhan akan kapasitas dan proses differensiasi yang lebih besar.
Jadi sebetulnya kita dapat membedakan pola-pola pembangunan menurut
sistem yang ditempuh oleh masyarakat dalam usaha menangani segi-segi yang
berlainandari gejala pembangunan (development syndrome). Dalam pengertian ini
pembangunan bukan proses yang unilinier (searah dan menaik), bukan pula proses
yang dapat diatur berdasar tahap-tahap yang berbeda tegas, tetapi lebih ditentukan
oleh luasnya cakupan masalah yang timbul, baik secara terpisah-pisah maupun
bersama-sama.
Dalam usaha untuk mencari pola dari proses-proses pembangunan yang
berbeda ini dapat untuk menganalisa berbagai tipe dari masalah ini, perlu
diperhatikan bahwa masalah-masalah persamaan biasanya berkaitan erat dengan
budaya politik dan perasaan-perasaan mengenai keabsahan dan keterikatan pada
sistem; masalah-masalah kapasitas umumnya berkaitan erat dengan prestasi dan
struktur-struktur pemerintahan yang memiliki wewenang resmi (authoritative); dan
masalah-masalah diferensiasi terutama sekali berkaitan dengan prestasi strukturstruktur yang tidak memiliki wewenang resmi (non-authoritative) dan dengan proses
politik dalam masyarakat umumnya. Ini berarti pada akhir masalah pembangunan

politik berkisar pada masalah hubungan antara budaya politik, struktur-struktur yang
berwenang, dan proses politik umumnya. (Muhaimin 1982:16).

5.5. Hubungan antara Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Politik


Desa
Tentang tujuan Otonomi Desa, baik undang-undang Otonomi Daerah Nomor
22 Tahun 1999 kemudian direvisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 maupun
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 telah menjelaskan salah satu tujuan dari
implementasi otonomi desa tersebut adalah: Otonomi Desa dapat menjadi wahana
yang baik bagi peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan daerah, melalui implementasi otonomi desa, diharapkan prakarsa dari
pembangunan tumbuh dan berkembang dari aspirasi masyarakat desa, sehingga
masyarakat desa akan memiliki Sense of Belonging dari setiap derap dan hasil
pembangunan di desanya
Partisipasi Masyarakat adalah suatu hal yang sangat penting dalam
pemerintahan demokratis, terutama dalam praktek pemerintahan daerah. Yusran
(2006:10) mengartikan partisipasi masyarakat sebagai keterlibatan terus menerus dan
aktif dalam pembuatan keputusan yang dapat mempengaruhi kepentingan umum.
Partisipasi Masyarakat memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar
masyarakat senantiasa memiliki dan turut bertanggung jawab terhadap pembangunan
kehidupan bersama-sama warga desa. Partisipasi pada intinya adalah agar
masyarakat ikut serta dengan pemerintah memberikan bantuan guna meningkatkan,

memperlancar, mempercepat, dan menjamin berhasilnya usaha pembangunan. Maka


secara umum partisipasi dapat diartikan sebagai pengikutsertaan atau pengambilan
bagian dalam kegiatan bersama.
Pembangunan menyangkut pengertian bahwa manusia adalah objek dan
subjek pembangunan. Karena manusia sebagai subjek pembangunan, maka dia harus
diperhitungkan. Oleh karena itu, perlu mengajak subjek tadi berpartisipasi aktif
dalam pembangunan. Sering kita mendengar bahwa pembangunan yang dilaksanakan
tidak dapat sambutan rakyat, hal ini meminta pemimpin memiliki persepsi yang
tajam dalam mendeteksi keinginan masyarakat untuk menggerakkan partisipasi
masyarakat. Mengapa perlu partisipasi masyarakat dalam mengakses pembangunan?
Karena pembangunan adalah usaha masyarakat sebanyak mungkin ikut serta dengan
pemerintah, memberi bantuan guna meningkatkan, memperlancar, mempercepat dan
menjamin keberhasilan pembangunan. Mengapa pemerintah perlu menghimbau
masyarakat? Karena keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh partisipasi
unsur masyarakat dapat bercorak pasif (memang tidak menolak program tapi tidak
ada prakarsa) atau bercorak aktif (menerima) malahan aktif mengajak orang lain
memperluas jangkauan (pemerataan) dan meningkatkan hasil pembangunan.
Pembangunan yang meliputi segala aspek segi kehidupan politik, ekonomi,
sosial dan budaya itu baru berhasil apabila kegiatan yang melibatkan seluruh
masyarakat di dalam usaha negara. Tidak saja dalam pengambilan kebijakan
tertinggi, perencanaan, pimpinan pelaksanaan operasional, tapi juga petani yang
masih tradisional, buruh, nelayan dan lainnya. Telihat tiga aspek dalam rangka
partisipasi pembangunan.

1. Terlibat dan ikut serta rakyat sesuai dengan mekanisme proses politik dalam
sebuah negara turut menentukan arah, strategi dan kebijakan pembangunan
yang dilakukan oleh pemerintah.
2. Meningkatkan artikulasi (kemampuan) untuk merumuskan tujuan dan arah
serta strategi rencana yang telah ditentukan dalam proses politik
3. Adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipasi dalam
pembangunan berencana.
Menurut pandangan umum, pembangunan politik memang meliputi kegiatan
perluasan partisipasi massa, akan tetapi sangat perlu membedakan kondisi-kondisi
yang memungkinkan adanya perluasan tersebut. Dari sudut sejarah, di negara-negara
Barat dimensi pembangunan politik erat bertalian dengan perluasan hak pilih dan
pengikutsertaan kelompok-kelompok baru dalam masyarakat di dalam proses politik.
Proses partisipasi massa ini berarti penyebarluasan pengambilan keputusan, di mana
partisipasi

tersebut

berpengaruh

pula

terhadap

masalah

pilihan

dan

keputusan.(Gaffar, 1989:42)

6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara yang masih diuji kebenarannya.
Berdasarkan konsep dan teori sebagaimana penulis kemukakan di atas, maka penulis
akan mengemukakan hipotesis penelitian yakni Ada Hubungan yang Positif dan
Singnifikan antara Partisipasi politik Masyarakat terhadap Pembangunan Desa
di Desa Kelanga Kecamatan Bunguran Timur Laut Kabupaten Natuna Propinsi
Kepulauan Riau.

7. Defenisi Konsep
Menurut Singarimbun (1995;33) konsep adalah abstraksi mengenai suatu
fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dan sejumlah karakteristik,
kejadian keadaan, kelompok atau individu tertentu
Untuk memberikan batasan-batasan yang lebih jelas dari masing-masing
konsep guna menghindari adanya salah pengertian, maka defenisi beberapa konsep
yang dipakai dalam penelitian ini sesuai dengan kerangka teoritis yang telah
dikemukakan di atas maka konsep operasional tersebut adalah sebagai berikut:
1. Partisipasi Masyarakat adalah keterlibatan mental dan emosional individu dalam
situasi kelompok yang mendorongnya memberikan sumbangan terhadap tujuan
kelompok serta mambagi tanggung jawab bersama mereka.
2. Pembangunan Desa adalah sebagai upaya untuk menumbuhkan keadaan dari yang
kurang dikehendaki menuju keadaan yang lebih baik berdasarkan aspirasi,
partisipasi, adat istiadat masyarakat setempat.

8. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana
caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun,1995:56). Menurut siagian, 2004:11
defenisi operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam
bentuk indikator-indikator agar lebih memudahkan operasionalisasi dari sudut
penelitian. Operasionalisasi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

A.

Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah


Masyarakat dengan indikatornya sebagai berikut :
No

Dimensi

Partisipasi Politik

Indikator

Waktu

Meluangkan waktu

Pikiran

Masukan dan Saran

Tenaga

Kerjasama

Uang

Sumbangan dan Iuran

Menurut Max F. Millikan , (Muhaimin 1982:16). defenisi operasional


merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indikatorindikator

agar

lebih

memudahkan

operasionalisasi

dari

sudut

penelitian.

Operasionalisasi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut


B. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah pembangunan Desa dengan
indikatornya sebagai berikut :
No
Dimensi
Persamaan
(equality)
1

Indikator
- Keterlibatan masyarakat dalam
kegiatan-kegiatan politik
- Persamaan hak dan kewajiban
masyarakat dalam sistem politik
- Persamaan
peluang
dan
kesempatan masyarakat dalam
menduduki jabatan politik, dsb.

Kapasitas

Diferensiasi dan spesialisasi - Spesialisasi struktur


- Spesialisasi fungsionil

Sumber : Muhaimin (1982:16)

- Output penerapan suatu sistem


kebijakan
- Efektivitas
dan
efisiensi
pelaksanaan
kebijaksanaan
pemerintah
- Rasionalitas administrasi

Anda mungkin juga menyukai