Anda di halaman 1dari 6

KULIAH PARTISIPASI MASYARAKAT : PAPER ANALISA

KELOMPOK B
1. NAMA : SULTHON ANDIS SAHARA
NIM : 235212002
2. NAMA : TONDI DWI
NIM : 235212001
3. NAMA : FETI
NIM : 23521200

PARTISIPATIF MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA PEJENGKOLAN

I. PENDAHULUAN

Desa Pejengkolan masih merupakan sebuah desa tertinggal di salah satu tempat
pelosok tanah air. Pendapatan asli daerahnya masih rendah, selain itu tingkat
perekonomian rakyat masih rendah. Sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian
di sektor pertanian.
Masyarakat belum mampu untuk dikatakan sejahtera dalam pemenuhan kebutuhan
pokok masyarakat. Dan hal itu menjadi persoalan dalam kehidupan sehari-hari yang
belum mampu dipenuhi oleh pemerintah setempat.
Untuk mencukupi kebutuhan air bersih sehari-hari masyarakat desa mengambil air
dari sumber mata air desa. Sumber air letaknya jauh dari pemukiman penduduk, membuat
masyarakat cukup kesulitan dalam pemenuhan air bersih. Warga harus mengambil air
secara manual dengan berjalan kaki karena jalan setapak yang ada tidak memungkinkan
untuk memakai kendaraan bermotor.
Kondisi lahan sawah untuk pertanian tidak jauh berbeda. Akses jalan ke lahan
pertanian cukup sulit dikarenakan belum ada jalan usaha tani yang memadai.

II. ISI
Partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat secara aktif masyarakat dapat juga
keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi kebijaksanaan pembangunan yang
dilaksanakan pemerintah. Hal ini terutama berlangsung dalam proses politik dan juga
proses sosial, hubungan antara kelompok kepentingan dalam masyarakat sehingga
demikian mendapat dukungan dalam pelaksanaannya.
Konsep partisipasi masyarakat dalam pembangunan sudah mulai dikenalkan oleh
pemerintah sejak awal tahun 1980-an melalui istilah pemberdayaan masyarakat.
Masyarakat diharapkan untuk dapat berpartisipasi dalam membangun serta menjaga
lingkungan dimana mereka berada. Untuk mensukseskan gerakan pemberdayaan
masyarakat tersebut kemudian pemerintah membentuk beberapa lembaga-lembaga PKK,
LKMD, dan karang taruna sebagai wadah dalam mendorong komunitas lokal untuk
berpartisipasi dan menjunjung solidaritas bersama. Mengingat pemberdayaan masyarakat
kebanyakan  adalah staf pemerintah atau yang ditunjukan oleh pemerintah yang bekerja
sebagai penghubung antara kebijakan serta agenda pembangunan dengan apa yang
harus dilakukan oleh komunitas.
Partisipasi dapat dijelaskan sebagai masyarakat pembangunan hanyalah
menjadikan masyarakat sebagai objek semata. Salah satu kritik adalah masyarakat
merasa tidak memiliki dan acuh tak acuh terhadap program pembangunan yang ada.
Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga
masyarakat akan dapat berperan serta secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan
hingga monitoring dan evaluasi pembangunan.
Musrenbang dilaksanakan secara bertahap dari mulai tingkat paling bawah
yaitu RT/RW, Musrenbangdes, Musrenbangkec dan Musrenbang Kabupaten/Kota
dimaksudkan agar masyarakat kembali berdaya dan mempunyai kekuatan sendiri
untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan dari, oleh, dan untuk dirinya
sendiri.
Membangun serta meningkatkan motivasi dan persepsi masyarakat dalam
berpartisipasi sama halnya dengan membangun kesadaran akan pentingnya hidup bersih,
pentingnya pendidikan dan kegiatan-kegiatan non fisik lainnya dimana memerlukan proses
dan waktu yang tidak sebentar
A. Teori Partisipatif Menurut Chambers:
1. Cosmetic Label
Sering digunakan agar proyek yang diusulkan terlihat lebih cantik sehinga
lembaga donor maupun pihak pemerintah akan mau membiayai proyek tersebut.
2. Coopting Practice
Digunakan untuk memobilisasi tenaga-tenaga di tingkat lokal dan mengurangi
pembiayaan proyek.
3. Empowering Process
Dimaknai sebagai suatu proses yang memampukan masyarakat lokal untuk
melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya,
mendapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri
tentang alternatif pemecahan masalah apa yang ingin mereka pilih.
Dari teori Chambers yang sesuai dengan fenomena yang terjadi di Desa
Pejengkolan adalah Teori nomor 3 Empowering Proces. Pada Pemberdayaan di Desa
Pejengkolan pendekatan proses lebih  memungkinkan dalam pelaksanaan pembangunan
yang memanusiakan manusia. Dalam  pandangan ini pelibatan masyarakat dalam
pembangunan lebih mengarah kepada  bentuk partisipasi, bukan dalam bentuk mobilisasi.
Dalam Proses Musrenbangdes, Partisipasi oleh masyarakat dalam  perumusan program
membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan  sebagai konsumen program,
tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta  terlibat dalam proses pembuatan dan
perumusannya, sehingga masyarakat merasa  ikut memiliki program tersebut dan
mempunyai tanggung jawab bagi  keberhasilannya serta memiliki motivasi yang lebih bagi
partisipasi pada tahap-tahap berikutnya.
Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka fenomena yang terjadi di Desa
Pejengkolan memiliki kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan
stimulasi,mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau
keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.
Adedokun,et all., (2010) menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif akan
menimbulkan partisipasi aktif dari anggota masyarakat  dalam pengembangan
masyarakat. Ia juga mengungkapkan bahwa ketika kelompok masyarakat yang terlibat
dalam strategi komunikasi, membantu  mereka mengambil kepemilikan inisiatif
pembangunan masyarakat dari pada melihat diri mereka sebagai penerima manfaat
pembangunan. Berdasarkan temuan tersebut, direkomendasikan bahwa para pemimpin
masyarakat serta agen pengembangan masyarakat harus terlibat dalam komunikasi yang
jelas sehingga dapat meminta partisipasi anggota masyarakat dalam isu-isu
pembangunannya.

Shucksmith, (2013) menyatakan pendekatan bottom-up untuk  pembangunan


pedesaan (‘didorong dari dalam’, atau kadang-kadang  disebut endogen) berdasarkan
pada asumsi bahwa  sumber daya spesifik daerah – alam, manusia dan  budaya –
memegang kunci untuk perkembangannya. Sedangkan  pembangunan pedesaan top-
down melihat tantangan utamanya  sebagai mengatasi perbedaan pedesaan dan
kekhasan melalui promosi keterampilan teknis universal dan  modernisasi infrastruktur
fisik, bawah ke atas  Pengembangan melihat tantangan utama sebagai memanfaatkan
selisih melalui memelihara khas lokal  kapasitas manusia dan lingkungan itu. Model
bottom-up terutama menyangkut mobilisasi sumber daya lokal dan aset.  Artinya,
masyarakat  pembangunan harus dianggap bukan sebagai teori pembangunan, tetapi
praktek  pembangunan yang menekankan emansipasi dari lembaga yang tidak pantas
dan setiap melemahkan situasi yang mengarah pada partisipasi, pengembangan
masyarakat harus menjadi mekanisme untuk menarik  kekuatan kolektif anggota
masyarakat tertentu – yang terdiri dari laki-laki dan  perempuan, kaya dan miskin, dll –
untuk memberikan perubahan  di wilayah mereka.

Pemberdayaan ini memiliki tujuan dua arah, yaitu melepaskan belenggu 


kemiskinan dan keterbelakangan dan memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam
struktur kekuasaan.Pemberdayaan  adalah  sebuah  proses  dan  tujuan.  Sebagai 
proses,  pemberdayaan  adalah  serangkaian  kegiatan  untuk  memperkuat  kekuasaan 
atau  keberdayaan  kelompok  lemah  dalam  masyarakat,  termasuk  individu-individu 
yang  mengalami  masalah  kemiskinan.  Sebagai  tujuan,  maka  pemberdayaan  merujuk
pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial;  yaitu 
masyarakat  yang  berdaya,  memiliki  kekuasaan  atau  mempunyai  pengetahuan  dan 
kemampuan  dalam  memenuhi  kebutuhan  hidupnya  baik  yang  bersifat fisik, ekonomi
maupun sosial seperti memiliki kepecayaan diri, mampu  menyampaikan  aspirasi, 
mempunyai  mata  pencaharian,  berpartisipasi  dalam  kegiatan sosial, dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya (Sipahelut, 2010).

B. Teori Partisipatid Menurut Direktur Jendral Pengembangan Masyarakat Desa


Kemendagri (2006) :
1. Partisipasi Buah Pikiran.
2. Partisipasi Tenaga dan Fisik.
3. Partisipasi Ketrampilan dan kemahiran.
4. Partisipasi Harta Benda.
Dari teori Chambers yang sesuai dengan fenomena yang terjadi di Desa
Pejengkolan adalah Teori nomor 1 yaitu Partisipasi Buah Pikiran.

Dilihat dari jenisnya, maka partisipasi masyarakat dalam pembangunan


dapat bermacam-macam sesuai dengan kemampuan, seperti tertera di bawah
ini:

a. Partisipasi buah pikiran, adalah jenis partisipasi yang diberikan seperti


menyumbangkan buah pikiran, pengalaman, pengetahuan dalam
pertemuan rapat.
b. Partisipasi tenaga, adalah jenis partisipasi yang diberikan dalam berbagai
kegiatan, seperti untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan
untuk orang lain, partisipasi spontan atas dasar sukarela.
c. Partisipasi harta benda, partisipasi yang diberikan oleh seseorang dalam
suatu kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan
bagi orang lain dan sebagainya.
d. Partisipasi keterampilan dan kemampuan, yang diberikan orang untuk
mendorong aneka ragam bentuk usaha dan industri.
e. Partisipasi sosial, adalah jenis partisipasi yang diberikan sebagai tanda
keguyuban, seperti turut arisan, koperasi, melayat (dalam peristiwa
kematian) tabungan dan sebagainya. (Santoso Sastroputro, 1988).

III. KESIMPULAN

a. Parsitipatif pembangunan telah terjadi di Desa Pejengkolan yang bertingkat dari


bawah, bisa dihayati dan dilaksanakan secara bermakna
IV. DAFTAR PUSTAKA

Adedokun, O.M. C.W, Adeyamo, and E.O. Olorunsula. 2010. The Impact of
Communication on Community Development. J Communication, 1(2): 101-
105.

Sastropoetro, Santoso R.A., 1988, “Partisipasi, Komunilasi, Persuasi, dan Disiplin Dalam
Pembangunan Nasional”, Alumni Bandung.

Shucksmith, Mark. 2013. Future Direction in Rural Development. Carnegie UK Trust.


England.

Sipahelut, Michel. 2010. Analisis Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Di Kecamatan


Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Tesis. IPB. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai