LIPI
DEMOKRASI,
HAM DAN MILITER
Fenomena Post Democracy Party di Indonesia: Kajian atas Latar Belakang,
Karakteristik dan Dampaknya
Pengawasan Intelijen Demokratik sebagai Instrumen Pencegahan Pelanggaran HAM
Polisi Sipil (Civillian Police) dalam Reformasi Polri: Upaya & Dilema antara Penegakan
HAM dan Fungsi Kepolisian
Kebijakan Keamanan Maritim di Perbatasan Indonesia:
Kasus Kejahatan di Laut Sulawesi – Laut Sulu
Poros Maritim dan Tantangan Laut Tiongkok Selatan
Pelibatan TNI dalam Kontra Terorisme di Indonesia
Penguatan Perlindungan Saksi dan Korban pada Pengadilan Hak Asasi Manusia
Respon Pemerintah dalam Menghadapi Perkembangan dan Pengaruh
Gerakan Islamic State di Indonesia
RESUME PENELITIAN
Perempuan Kepala Daerah dalam Jejaring Oligarki Lokal
Faksi dan Konflik Internal Partai-Partai Politik di Indonesia Era Reformasi
REVIEW BUKU
Taking Religion more Seriously: Beyond Secular Assumption in Studying Religion
and Politics in Indonesia
Mitra Bestari Prof. Dr. Syamsuddin Haris (Ahli Kajian Kepartaian, Pemilu, dan Demokrasi)
Prof. Dr. Indria Samego (Ahli Kajian Ekonomi Politik dan Keamanan)
Dr. C.P.F Luhulima (Ahli Kajian Ekonomi Politik Internasional, ASEAN dan Eropa)
Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA (Ahli Kajian Otonomi Daerah dan Politik Lokal)
Dr. Lili Romli (Ahli Kajian Pemilu dan Kepartaian)
Drs. Hamdan Basyar, M.Si (Ahli Kajian Timur Tengah dan Politik Islam)
Dr. Sri Nuryanti, MA (Ahli Kepartaian dan Pemilu)
Dr. Ganewati Wuryandari, MA (Ahli Kajian Hubungan Internasional)
Dra. Ratna Shofi Inayati, MA (Ahli Kajian Hubungan Internasional)
Dewan Redaksi Firman Noor, Ph.D (Ahli Kajian Pemikiran Politik, Pemilu dan Kepartaian)
Dr. Adriana Elisabeth, M.Soc.Sc (Ahli Kajian Hubungan Internasional)
Moch. Nurhasim, S.IP., M.Si (Ahli Kajian Pemilu dan Kepartaian)
Dra. Sri Yanuarti (Ahli Kajian Konflik dan Keamanan)
Drs. Heru Cahyono (Ahli Kajian Politik Lokal)
Redaksi Pelaksana Dra. Awani Irewati, MA (Ahli Kajian ASEAN dan Perbatasan)
Indriana Kartini, MA (Ahli Kajian Dunia Islam dan Perbandingan Politik)
Alamat Redaksi Pusat Penelitian Politik-LIPI, Widya Graha LIPI, Lantai III & XI
Jl. Jend. Gatot Subroto No. 10 Jakarta Selatan 12710
Telp/Faks. (021) 520 7118, E-mail: penerbitan.p2p@gmail.com
Website: www.politik.lipi.go.id | http://ejournal.politik.lipi.go.id/index.php/jpp
ISSN 1829-8001
Terakreditasi No. 726/Akred/P2MI-LIPI/04/2016
Vol. 14, No. 2, Desember 2017
DAFTAR ISI
Daftar Isi i–ii
Catatan Redaksi iii–iv
Artikel
• Fenomena Post Democracy Party di Indonesia:
Kajian Atas Latar Belakang, Karakteristik dan Dampaknya
Firman Noor 109–125
• Pengawasan Intelijen Demokratik Sebagai Instrumen
Pencegahan Pelanggaran HAM
Sri Yanuarti 127–147
• Polisi Sipil (Civillian Police) dalam Reformasi Polri:
Upaya & Dilema Antara Penegakan HAM dan Fungsi
Kepolisian
Sarah Nuraini Siregar 149–164
• Kebijakan Keamanan Maritim di Perbatasan Indonesia:
Kasus Kejahatan di Laut Sulawesi – Laut Sulu
Ismah Rustam 165–181
• Poros Maritim dan Tantangan Laut Tiongkok Selatan
Deasy Silvya Sari 183–196
• Pelibatan TNI dalam Kontra Terorisme di Indonesia
Diandra Megaputri Mengko 197–208
• Penguatan Perlindungan Saksi dan Korban pada Pengadilan
Hak Asasi Manusia
Yustina Trihoni Nalesti Dewi 209–226
• Respon Pemerintah dalam Menghadapi Perkembangan dan
Pengaruh Gerakan Islamic State di Indonesia
Novie Lucky Andriyani dan Feriana Kushindarti 227–242
Abstrak | v
kegiatan intelijen pada saat itu ditujukan untuk DDC: 320.12
menghancurkan komunisme di Indonesia. Ismah Rustam
Dengan justifikasi tersebut operasi dalam skala
besar dijalankan. Hal ini berlanjut selama tiga KEBIJAKAN KEAMANAN MARITIM
puluh tahun di mana kegiatan intelijen yang DI PERBATASAN INDONESIA : KASUS
menjustifikasi pelanggaran HAM tersebut lebih KEJAHATAN DI LAUT SULAWESI –
diitujukan untuk mengatasi ancaman yang LAUT SULU
datang dari dalam negeri. Deretan kasus yang
terjadi mulai dari operasi militer di Aceh, Timor Jurnal Penelitian Politik
Timur, Papua, peristiwa Malari 1974, Tanjung Vol. 14 No. 2, Desember 2017, Hal. 165-181
Priuk 1984, kasus Penembakan Misterius
(Petrus) di tahun 1980an, diikuti dengan kasus Tulisan ini membahas mengenai
penghilangan aktivis sepanjang tahun 1997- kebijakan keamanan maritim pada wilayah
1998 menunjukkan wajah gelap intelijen yang Laut Sulawesi – Laut Sulu yang sering kali
saat itu dijadikan instrumen bagi penguasa dihadapkan pada permasalahan kejahatan
untuk melanggengkan kekuasaannya. terutama penyanderaan dan pembajakan kapal.
Kata Kunci : Intelijen, Pengawasan, Demokrasi, Meski tiga negara; Indonesia, Malaysia, dan
Pelanggaran HAM Filipina telah melaksanakan patroli bersama di
kedua perairan namun angka tindak kejahatan
di wilayah tersebut masih tergolong tinggi.
DDC: 361.24 Pendekatan yang ingin dilihat dalam tulisan ini
Sarah Nuraini Siregar yaitu pembentukan kerja sama trilateral, dimana
pemerintah perlu melakukan pendekatan
POLISI SIPIL (CIVILLIAN POLICE) diplomatik dan membentuk rezim kerjasama
DALAM REFORMASI POLRI: yang cukup mengikat. Indonesia selaku negara
UPAYA & DILEMA ANTARA yang memiliki kepentingan teritorial cukup besar
PENEGAKAN HAM DAN FUNGSI di wilayah tersebut harus menginisiasi tindak
KEPOLISIAN lanjut dari pertemuan-pertemuan yang telah
dilaksanakan di antara tiga negara. Layaknya
Jurnal Penelitian Politik Selat Malaka, alur laut wilayah perbatasan Laut
Vol. 14 No. 2, Desember 2017, Hal. 149-164 Sulawesi - Laut Sulu termasuk jalur pelayaran
yang berbahaya. Berbagai inisiatif rezim di Selat
Paradigma sebagai Polisi Sipil adalah Malaka membuat penurunan angka kriminalitas
perubahan paradigma besar Polri. Ini bukan dan meningkatkan angka keselamatan navigasi.
pekerjaan mudah karena identitas Polri saat Sementara di wilayah perbatasan Laut Sulawesi
masih menjadi bagian dari ABRI tidak jauh dari – Laut Sulu belum nampak rezim yang cukup
watak militeristik dan sarat dengan pola tindak kuat dalam pengamanan lautnya.
kekerasan. Tulisan ini mencoba mengkaji
Kata Kunci : keamanan maritim, Laut Sulawesi
dan menganalisa fungsi Polri sebagai Polisi
– Laut Sulu, rezim, wilayah teritorial
Sipil selama masa reformasi dalam konteks
Reformasi Polri. Analisa ini disertakan dengan
berbagai problematika yang dihadapi Polri, DDC: 959.164
sehingga acapkali membuat posisi Polri menjadi Deasy Silvya Sari
dilematis; antara menjalankan fungsinya
dengan ketat namun berkonsekuensi pada isu POROS MARITIM DAN TANTANGAN
pelanggaran HAM, atau membuat pilihan- LAUT TIONGKOK SELATAN
pilihan strategis yang dapat menyokong citra
Polri dalam koridor sebagai Polisi Sipil. Jurnal Penelitian Politik
Kata Kunci : Polisi Sipil, Reformasi Polri, Isu Vol. 14 No. 2, Desember 2017, Hal. 183-196
Pelanggaran HAM
Perlombaan reklamasi pulau sedang
berlangsung di Laut Tiongkok Selatan
sejak lima belas tahun terakhir. Perlombaan
reklamasi dilakukan oleh pemerintah negara-
Kata kunci: Indonesia, Laut Tiongkok Selatan, Pengadilan HAM Indonesia untuk Timor-
Poros Maritim, Regional Security Complex Timur, Tanjung Priok, dan Abepura yang sudah
Theory (RSCT), menangani 18 perkara, tidak kredibel karena
mengandung banyak cacat dan kelemahan serta
mengingkari standar kemanusiaan. Salah satu
alasannya karena Pengadilan HAM tidak dapat
menjamin perlindungan saksi dari ancaman dan
tekanan. Padahal perlindungan saksi sangat
Abstrak | vii
penting terutama dalam pelanggaran berat ini akan membahas tentang perkembangan
HAM karena pelaku biasanya mempunyai Negara Islam di Indonesia dan bagaimana hal
otoritas, kekuasaan dan sumber daya untuk tersebut mempengaruhi kondisi Indonesia.
menghilangkan barang bukti, mempengaruhi Selain itu, tulisan ini juga akan menerapkan
aparat penegak hukum maupun mengintimidasi teori pengambilan keputusan untuk membahas
saksi-saksi. Sedangkan saksi biasanya pihak bagaimana pemerintah Indonesia menanggapi
lemah terutama dalam relasi kekuasaan dengan kesepakatan dan menghadapi pengaruh Negara
terdakwa. Paper ini hendak menguraikan Islam di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan
perlunya pembenahan perlindungan saksi bahwa Indonesia memberikan perhatian kepada
terutama dalam konteks legislasi untuk konsep kekhalifahan global yang diperkenalkan
mendukung kemampuannya berkontribusi bagi oleh Negara Islam. Ancaman Negara Islam
terciptanya fair trial Pengadilan HAM. yang menyebar di seluruh Indonesia mendorong
pemerintah Indonesia untuk merespon ideologi
Kata Kunci: Hak Asasi Manusia, Pengadilan,
Negara Islam dan tindakan barbarnya, tetapi
Korban
juga tindakan Negara Islam dalam subversi
nasionalisme.
DDC: 363.3
Kata Kunci: Indonesia, pengaruh, Negara
Novie Lucky Andriyani dan Feriana
Islam, respon
Kushindarti
DDC: 297.272
Gde Dwitya Arief Metera
Abstrak | ix
Vol. 14, No. 2, Desember 2017
Abstract | xi
run. This continued for thirty years in which DDC: 320.12
intelligence activities that justify human rights Ismah Rustam
abuses are more aimed at addressing threats
coming from within the country. The sequence MARITIME SECURITY POLICY IN
of cases that occurred from military operations INDONESIA’S BOUNDARY: CASES OF
in Aceh, East Timor, Papua, Malari 1974, CRIMINAL IN SEA - SULU SEA
Tanjung Priuk 1984, the mysterious shooting
case (Peter) in the 1980s, followed by cases of Journal of Political Research
activist disappearance during 1997- 1998 show Vol. 14 No. 2, December 2017, Page 165-181
the dark face of intelligence that when it is used
as an instrument for the ruler to perpetuate his This paper discusses the maritime security
power. policy on the Sulawesi Sea - Sulu Sea which is
Keywords: Intelijen, Monitoring, Democracy, often faced with crime issues especially hostage
Human Rights Violations taking and hijacking. Though three countries;
Indonesia, Malaysia and the Philippines have
joint patrols in both waters but the crime rate in
DDC: 361.24 the region is still relatively high. The approach
Sarah Nuraini Siregar to be seen in this paper is the formation of a
trilateral cooperation, in which the government
CIVILLIAN POLICE IN POLICE REFORM: needs to take a diplomatic approach and establish
EFFORTS & DILEMMAS BETWEEN a binding cooperation regime. Indonesia as a
ENFORCING HUMAN RIGHTS AND country with significant territorial interests in
POLICE FUNCTIONS the region must initiate follow-up of meetings
that have been held between the three countries.
Journal of Political Research Like the Malacca Strait, the sea channel of
Vol. 14 No. 2, December 2017, Page 149-164 the Sulawesi Sea border - Sulu Sea includes a
dangerous voyage route. The various regime
Civillian Police is a major paradigm initiatives in the Malacca Strait have reduced
change for Polri. This change is not easy crime rates and increased the number of
because when the police were still part of ABRI, navigational safety. While in the border region
this institution is full of militaristic and violent of Sulawesi Sea - Sulu Sea has not seen the
character. This paper will examine and analyze regime strong enough in marine security.
the function of the Police as a Civillian Police
Keywords: maritime security, Sulawesi Sea -
during the reform period within the scope of
Sulu Sea, regime, territorial territory
the Police Reform. This analysis will explain
the problems faced by the Police, so that the
position of Polri becomes dilemmatic; between DDC: 959.164
carrying out its functions but has implications Deasy Silvya Sari
on the issue of human rights violations, or
making strategic choices that can support the MARITIME NEXUS AND THE
image of the Police in the corridor as Civillian CHALLENGE OF SOUTH CHINA SEA
Police.
Keywords: Civillian Police, Police Reform, Journal of Political Research
human rights violations Vol. 14 No. 2, December 2017, Page 183-196
Abstract | xiii
DDC: 363.3 DDC: 321.5
Novie Lucky Andriyani and Feriana Atika Nur Kusumaningtyas
Kushindarti
FEMALE LOCAL LEADERS IN LOCAL
GOVERNMENT RESPONSE IN DEALING OLIGARCHY NETWORK
WITH THE DEVELOPMENT AND
INFLUENCE OF ISLAMIC STATE Journal of Political Research
MOVEMENT IN INDONESIA Vol. 14 No. 2, December 2017, Page 243-264
Abstract | xv
FENOMENA POST DEMOCRACY PARTY DI INDONESIA:
KAJIAN ATAS LATAR BELAKANG, KARAKTERISTIK
DAN DAMPAKNYA
Firman Noor
Abstract
In the Indonesia current democracy situation, several parties emerges with their uniqueness, neither as
parties that growth from the society, nor as a mediator between Members of Parliament and the people. Their
presence is believed as an impact of transformation that becomes distance from ideal democracy in the nowadays
political condition. By mainly implementing Colin Crouch’s analytical frame work, this article discusses the
backgrounds and characteristics some Indonesia contemporary parties, and also examines to what extent these
parties could be categorized as a “post democracy party”. In the last part of the discussion, this article offers
a perspective on the possible impacts of the presence of this phenomenon. In general, this article indicates that
some post democracy party’s characteristic are relevant and becoming parties’ characteristic. However, such
characteristics are not permanent and tend to be fade away. This situation would potentially happen in line with
the intensity of those parties’ involvement in the real political life.
Keywords: Post-Democracy, Political Party, Oligarchy, Regulation.
Abstrak
Di era demokrasi saat ini beberapa partai di Indonesia nampak memiliki karakter unik dimana tidak tumbuh
dari masyarakat dan bukan pula merupakan sebuah institusi yang awalnya adalah perantara antara anggota parlemen
dengan masyarakat. Kehadiran partai berkarakter post-democracy itu sendiri ditengarai merupakan dampak dari
kondisi kehidupan politik yang sudah bergeser dari bentuk demokrasi yang dianggap ideal. Dengan menggunakan
pisau analisis dari Colin Crouch artikel ini membedah latar belakang dan karakter partai-partai di Indonesia saat
ini, serta menguji sejauh mana partai-partai tersebut dapat disebut sebagai post-democracy. Pada bagian akhir
artikel ini akan membahas berbagai potensi dampak yang ditimbulkan. Secara umum, tulisan ini memperlihatkan
bahwa saat ini beberapa partai di Indonesia memang memiliki karakter partai post democracy. Namun, secara
umum karakter itu bukan merupakan sesuatu hal yang permanen mengingat cenderung berpotensi semakin luntur
seiring dengan makin lamanya partai-partai itu berkecimpung dalam kehidupan politik riil.
110 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 14, No.2 Desember 2017| 109-125
Post-Democracy sebagai Tatanan tidak lagi memberikan banyak manfaat bagi
kehidupan mereka. Situasi ini belakangan
Politik Baru
memberikan peluang kepada aktor politik baru
Post-democracy adalah bukanlah sebuah situasi untuk mengambil alih peran politisi lawas dan
kembali ke masa pre-democracy, yang ditandai partai politiknya. Dengan kekuatan ekonominya,
misalnya dengan bercokolnya kembali figur para aktor baru itu leluasa mendesain dan
pemimpin tunggal atau sistem politik otoriter. menggerakkan sebuah bangunan partisipasi
Post-democracy justru hadir ketika lembaga- politik baru sehingga menggugah khalayak
lembaga berikut mekanisme demokrasi sudah untuk terlibat (lagi) dalam politik.
berjalan. Untuk dapat memahami hakekat
Pergerakan mereka semakin intens
post-democracy dan kehadiran partai-partai
menjelang pemilu. Fokus utama para aktor
di era post-democracy itu, artikel ini akan
politik baru ini adalah pada electoral enabling,
menguraikan lebih dulu makna post-democracy
yakni mendapatkan suara sebanyak-banyaknya
secara ringkas dengan menggunakan perspektif
melalui mobilisasi massa yang massif. Tujuan
Crouch.
ini relatif terbantu dengan rendahnya tingkat
Menurut Crouch, dewasa ini demokrasi kepedulian dan pemahaman politik masyarakat,
yang mengandalkan peran aktif masyarakat yang mengakibatkan mereka menjadi rentan
– terutama kelas menengah yang memiliki dimobilisir. Untuk memformalkan tujuan
kepedulian dan kesadaran politik untuk tersebut mereka membentuk partai yang
membangun tatanan politik yang berkeadilan, kemudian disebut Crouch sebagai firma politik.
berkemanusiaan dan sederajat (equal) – telah Firma politik ini berisikan pengusaha atau
bergeser, ditandai dengan munculnya kelompok pemilik modal berikut konsorsium bisnisnya,
baru yang mengambil alih peran masyarakat yang ditopang oleh penasehat-penasehat politik
tersebut. Berbeda dengan karakter kelas profesional, para pelobi dan jaringan media
menengah penggerak demokrasi, kalangan baru berikut para awaknya. Mereka inilah yang
ini lebih berorientasi pada populisme untuk kemudian menjadi pesaing dari “awak klasik”
menopang kekuasaan yang lebih eksklusif, partai politik, seperti simpatisan, anggota, dan
terutama dalam soal formulasi dan implementasi kader partai.
kebijakan pemerintah.
Kedua, munculnya fenomena makin
Kalangan ini kuat secara ekonomi dan melebarnya jarak antara partai dengan
dalam spektrum politik bukanlah pendukung masyarakat. Fenomena ini tidak sekadar dipicu
gerakan-gerakan sosial khas kaum kiri. oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap
Kalangan ini memiliki kesadaran bahwa melalui partai-partai, namun juga karena lepasnya
penguasaan politik mereka dapat merealisasikan ketergantungan partai-partai dari komunitas
kepentingannya termasuk mengamankan pendukung yang selama ini menopang
kekuasaan ekonominya. Kalangan ini dalam kegiatannya, termasuk dalam soal pemenuhan
perkembangannya menciptakan wacana politik kebutuhan finansial. Bila dulu partai hidup
baru berikut “opsi-opsi solusi praktis” atas dari sumbangan sukarela kader dan simpatisan,
berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. maka dimulai sejak era tahun 1960-an dan terus
Mereka menggiring pandangan, opini dan sikap menjadi tren di dunia Barat di tahun 1970-an
politik publik yang diklaim sebagai “kepentingan lambat tapi pasti peran tersebut digantikan oleh
umum”. Namun, menurut Crouch klaim negara dan kalangan pengusaha.2 Alasannya
tersebut bersifat superfisial, karena kepentingan adalah untuk membantu mempertahankan
eksklusif merekalah yang pada akhirnya lebih eksistensi partai sebagai pilar penting demokrasi.
terakomodir. Dalam kondisi seperti ini nuansa
Kondisi “kemandirian finansial”
superfisial demokrasi atau atmosfir oligarkis
ini menguat sejak partai mulai terbiasa
menghantui dinamika kehidupan politik riil.
berimprovisasi mendapatkan dana besar
Pergeseran aktor politik dan munculnya dari kalangan pengusaha untuk menopang
situasi baru, yang kemudian disebut sebagai kehidupannya. Muncul kemudian simbiosis
post-democracy, tersebut muncul bersamaan 2
Richard Katz and Peter Mair, How Party Organize:
dengan dua fenomena penting lain. Pertama, Change and Adaptation in Party Organizations in
meningkatnya skeptisisme masyarakat terhadap Western Democracies, (London: Sage Publication,
politik. Partai politik dan politisi dianggap 1994).
112 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 14, No.2 Desember 2017| 109-125
yang kuat dan tidak bergantung pada partisipasi dari lemahnya loyalitas pemilih termasuk yang
anggota melainkan pada kekuatan perorangan tinggi di dunia.8
atau sekelompok orang. Kemudian partai-partai
Jarak antara partai dan masyarakat juga
ini tumbuh dan berkembang di masa-masa
membuat dukungan simpatisan masyarakat
ketika post-democracy dalam banyak hal telah
dalam soal pendanaan partai semakin mengecil.
menemukan bentuknya di Indonesia.
Di sisi lain, partai tidak dapat mengandalkan
kontribusi kader.9 Dengan kondisi seperti ini
Latar Belakang Kehadiran sumbangan tokoh, pebisnis besar atau negara
semakin dibutuhkan. Sebagai konsekuensinya
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Crouch, beberapa pebisnis besar pun dengan mudahnya
kehadiran partai post-democracy berkorelasi menduduki posisi kunci di beberapa partai,
dengan kondisi masyarakat dan negara yang tanpa harus melalui jenjang kaderisasi yang
telah memasuki era post-democracy. Beberapa ketat. Tren pengusaha-pengusaha masuk
kondisi post-democracy muncul pula di dan bertarung langsung dalam dunia politik
Indonesia tidak lama setelah era reformasi mulai semakin terasa mengingat pertaruhan
bergulir. Menjelang kemunculan partai- politik selalu melibatkan banyak sekali dana.
partai post-democracy, masyarakat Indonesia Sebagai contoh, dalam pertarungan pemilihan
mengalami kekecewaan terhadap partai politik. presiden misalnya, setidaknya setiap kandidat
Setelah harapan yang amat tinggi di awal harus menyiapkan anggaran sebesar US$600
reformasi, yang ditandai oleh maraknya partai Juta.10 Belakangan para pengusaha besar
dan tingginya partisipasi pada Pemilu 1999, itu melangkah lebih jauh. Mereka tidak lagi
lambat laun masyarakat mulai menjaga jarak hanya ingin menjadi donatur namun justru
dengan partai-partai. menginisiasi kemunculan partai-partai baru dan
Kajian Laboratorium Ilmu Politik FISIP mengontrolnya secara langsung.
UI menyimpulkan bahwa di mata masyarakat Baik Gerindra, Nasdem atau Perindo tidak
partai politik dianggap lebih sebagai bagian dari terlepas dari kondisi-kondisi di atas. Gerindra
masalah dan bukan solusi terhadap masalah yang yang dideklarasikan pada tahun 2008, atau
ada.5 Lingkaran Survey Indonesia, misalnya, satu dekade setelah reformasi, diinisiasi oleh
menunjukkan bahwa dalam rentang waktu 2005- beberapa tokoh dari beragam latar belakang
2012 rasa terikat atau mengidentifikasikan diri termasuk kalangan intelektual, aktifis dan
kepada partai (party id) mengalami penurunan.6 pengusaha. Namun, pendirian partai ini sendiri
Bahkan wacana demokrasi tanpa kehadiran amat bergantung pada sosok pengusaha besar
partai politik mulai disuarakan.7 yakni, Hashim Djojohadikusumo.
Di sisi lain, kebanyakan partai lebih Hasim adalah salah satu orang terkaya di
sibuk pada urusan internalnya, terutama Asia menurut catatan Forbes di tahun 2012,
dalam rangka konsolidasi sebagai respon dengan kekayaan sebesar Rp. 85 Trilyun.
atas maraknya friksi di antara sesama kader. Dengan kekayaannya itu, Hasim masuk
Kader-kader partai di parlemen lebih terfokus dalam daftar lima puluh besar orang terkaya
pada persoalan-persoalan terkait pembuatan di Indonesia. Pada tahun 2013 Majalah Globe
kebijakan dan pengawasan pemerintahan.
Intensitas perhatian partai kepada masyarakat 8
Paige Johnson Tan. “Indonesia Seven Years after
yang lemah ini membuat simpati dan loyalitas Soeharto: Party System Institutionalization in a New
masyarakat kepada partai makin merosot. Tidak Democracy”, Contemporary Southeast Asia, Vol.28,
mengherankan jika kemudian ketidakstabilan No.1 (2006), hlm. 98.
(volatilitas) partai di Indonesia, sebagai buah
9
Veri Junaidi dkk, Anomali Keuangan Partai Politik.
Pengaturan dan Praktek. (Jakarta: Kemitraan bagi
5
Lihat: Mahrus Irsyam dan Lili Romli (eds), Pembangunan Tata Pemerintahan di Indonesia,
Menggugat Partai Politik, (Depok: Laboratorium 2011), hlm. 89-113.
Ilmu Politik FISIP UI. 2003). 10
Sonya Angraini dan Ulisari Eslita, “Indonesia’s
6
Lingkaran Survei Indonesia, Cuplikan Laporan Wealthiets Get the Political Itch”. 20 November 2013.
Penelitian Tahun 2005-2012, (Jakarta: LSI. 2012). https://www.forbes.com/sites/forbesasia/2013/11/20/
7
Utan Parlindungan, “Demokrasi tanpa Parpol”, from-boardroomto-istana-2/#7406dedf5146, diakses
Kompas, 10 Agustus 2011. pada 17 Maret 2017.
114 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 14, No.2 Desember 2017| 109-125
jaringan usaha Hary saat ini berkibar dengan Karakter Partai dan Dinamika
nama MNC Corporation. Kerajaan bisnisnya
Kekinian
merambah bidang media, pertambangan,
finansial, transportasi dan properti. Di bidang Pembahasan di bawah ini akan menunjukkan
media namanya berkibar sebagai pimpinan beberapa karakter dari partai-partai post-
Global Mediacom yang didalamnya ada democracy di Indonesia. Meski sebagian
RCTI, MNC dan Global TV serta Radio Sindo mengonfirmasi pandangan Crouch, pembahasan
Trijaya. Hary juga merupakan pemilik Sindo menunjukkan adanya gradasi karakter yang
Media yang membawahi surat kabar nasional memperlihatkan kecenderungan-kecenderungan
Koran Sindo dan Sindo Weekly. Kedekatannya yang tidak selamanya sejalan persis dengan apa
dengan Donald Trump sempat diangkat menjadi yang dibayangkan oleh Crouch.
berita oleh Forbes, yang pada tahun 2017 juga
menyebutnya sebagai bagian dari 50 orang
terkaya di Indonesia dengan kekayaan US$ 1,15 Eksklusifisme Pembentukan Lingkar
Milyar.13 Dalam: Firma Politik
Hary sempat bergabung ke Partai Nasdem Latar belakang kehadiran Gerindra, Nasdem
pada tahun 2011 dan menduduki jabatan Ketua dan Perindo memperlihatkan bahwa ketiganya
Dewan Pakar. Perbedaan pandangan yang tidak banyak bergantung pada segelintir orang, baik
terjembatani dengan Paloh soal kepemimpinan dalam konteks ide awal pendirian maupun
di Nasdem membuatnya keluar dari partai perluasan jaringan partai. Partai-partai ini dapat
tersebut. Hary sempat bergabung dengan Partai berdiri sendiri dengan hanya mengandalkan
Hati Nurani Rakyat (Hanura) yang didirikan oleh jaringan yang telah dibangun oleh para
Jenderal Wiranto. Posisinya sebagai donatur pemrakarsanya. Bandingkan misalnya dengan
utama partai tersebut sempat membuatnya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang banyak
menduduki posisi strategis di Hanura yakni mengandalkan jaringan Nahdlatul Ulama,
Ketua Badan Pemenangan Pemilu dan bahkan Partai Amanat Nasional (PAN) dengan jaringan
menjadi Cawapres dari partai tersebut menjelang Muhammadiyah atau Partai Keadilan Sejahtera
Pilpres 2014. Namun, perbedaan pandangan (PKS) dengan jaringan tarbiyah (Ikhwanul
kembali muncul karena Wiranto cenderung Muslimin). Begitu pula misalnya dengan
mendukung Jokowi pada Pilpres 2014. Tidak Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
lama berselang Hary memutuskan mundur dari dan PDIP yang banyak memanfaatkan jaringan
Hanura dan membentuk partai sendiri. Hary partai hingga ke pelosok yang telah ada sejak
kemudian mendeklarasikan Perindo sebagai zaman Orde Baru. Peran jaringan lawas itu
sebuah partai pada 7 Februari 2014 di Jakarta. demikian besar dan turut menentukan kualitas
Dapat dikatakan Perindo adalah hasil pelembagaan.15
pemikiran dan kerja Hary seorang pengusaha Pada partai-partai post-democracy,
yang memiliki orientasi dan ambisi politik yang jaringan yang dimaksud meliputi jaringan
kuat. Untuk mewujudkan dan membesarkan usaha, lembaga sosial kemanusiaan, ormas,
partainya dia banyak memanfaatkan jaringan serta jaringan pertemanan pribadi. Kesemuanya
bisnis dan pertemanannya. Kemampuan menjadi penopang utama dalam pembentukan
finansialnya yang kuat memungkinkan Perindo dan rekrutmen pengurus. Organ-organ yang
bergerak dengan gesit dalam membentuk terkait dengan bisnis para pendiri dimanfaatkan
kepengurusan hingga ke pelosok nusantara. semaksimal mungkin dan dijadikan tulang
Dengan dukungan pendanaan yang besar ini punggung dalam proses pengisian jabatan kunci
sebagian kalangan meyakini bahwa Perindo dalam inner-circle partai. Pada Gerindra, peran
akan berpeluang untuk dapat berkiprah lebih jaringan usaha, sosial, profesi dan pertemanan
jauh dalam politik nasional.14 yang dimiliki Hashim dan Prabowo, yang
juga pada saat itu telah beralih profesi sebagai
13
“Hary Tanoesoedibjo” dalam https://www.forbes.
com/profile/hary-tanoesoedibjo/?list=indonesia- Perindo-Andalkan-Uang-untuk-Pencitraan-, diakses
billionaires, diakses pada 17 maret 2017. pada 26 Maret 2017.
14
Wahyu S. Kuncahyo, “Pengamat: Perindo 15
Lihat: Dirk Tomsa, Party Politics and
Andalkan Uang untuk Pencitraan. 20 Juli 2015. http:// Democratization in Indonesia: Golkar in The Post
politik.rmol.co/read/2015/07/20/210611/Pengamat:- Soeharto Era, (New York: Routledge. 2008).
116 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 14, No.2 Desember 2017| 109-125
partai, termasuk politisi partai yang menduduki partai dan kegiatan-kegiatan lain baik yang
jabatan publik.18 Fenomena ini sekaligus bersifat pembinaan, promosi atau kepemiluan
menunjukkan dalam soal dana, karakter post- menyebabkan partai menjadi semakin realistis
democracy menjangkiti hampir semua partai untuk mulai menggali tambahan dana kegiatan,
yang ada. Hanya saja dalam kasus partai-partai yang tidak lagi seluruhnya dibebankan
post-democarcy kecenderungan tersebut jauh kepada DPP, khususnya pada para pendirinya.
lebih kuat. Partai-partai post-democracy pun akhirnya
memanfaatkan jabatan publik dan jaringan
Gerindra misalnya, pemenuhan dana
politik untuk mendapatkan suntikan dana segar
untuk kegiatan-kegiatan level pengurus
bagi pemenuhan kegiatan partai. Kader justru
cabang atau ranting dapat mengandalkan DPP.
mulai dijadikan mesin uang22 Partai-partai
Hanya dengan sebuah proposal DPP dapat
memang pada umumnya mengatur soal ini dalam
menurunkan bantuannya segera. Bahkan, ada
aturan main partai.23 Dinamika ini menunjukkan
selentingan kabar yang mengatakan pengurus
bahwa partai-partai post-democracy cenderung
partai ini dibayar hingga Rp50 Juta per-bulan.19
bergerak pada bentuk partai standard yang
Sementara Nasdem, terutama di awal-awal
ketergantungan pada negara menjadi semakin
keberadaannya, juga dikabarkan menggaji para
kuat dan partai pun akan kembali mengharap
pengurusnya.20
kesadaran dukungan keuangan pengurus, kader
Nasdem juga bahkan berkomitmen untuk dan anggotanya, terutama sekali mereka yang
membantu kadernya yang ingin maju dalam telah menduduki jabatan publik.
pileg dengan bantuan dana sebesar Rp. 5-10
Milyar.21 Ini merupakan sebuah komitmen
partai yang cukup fantastis untuk ukuran partai Pragmatis-Personal
di Indonesia. Kemampuan DPP Perindo juga
Secara umum partai-partai post-democracy
cukup besar melayani kegiatan pengurus di
cukup menunjukkan keberpihakan terhadap
level-level daerah. Banyak kegiatan untuk
hal-hal yang bersifat populis dan nasionalis.
mendongkrak aktifitas dan meluaskan promosi
Agenda-agenda seperti ekonomi kerakyatan,
pengurus lokal, seperti kegiatan sosial, budaya
kemandirian ekonomi, kesejahteraan rakyat,
atau kepemudaan, disponsori oleh DPP.
kedaulatan negara, nasionalisme ekonomi,
Demikian kuat nuansa dukungan DPP ini hingga
restorasi kehidupan politik menuju kedaulatan
sempat beredar isu bahwa DPP menyediakan
rakyat, menjadi hal-hal yang terus disuarakan.
dana Rp300 Juta per 1 DPC tiap tiga bulan.
Nampaknya kepentingan untuk berkomitmen
Dengan dukungan dana sedemikian dengan agenda politik tersebut, sekaligus
besar, tidak mengherankan ketiga partai ini berinvestasi politik agar lebih mendapat
dapat melalui proses verifikasi partai dengan dukungan dari publik di masa-masa selanjutnya
mudah. Meski demikian, Gerindra dan Nasdem mendorong adanya kontekstualisasi dan
belakangan memperlihatkan bahwa upaya self- popularisme agenda politik mereka.
sufficinet itu tidak dapat dipenuhi secara konstan.
Sintesa antara kepentingan eksklusif
Semakin membengkaknya kebutuhan internal
para pendiri dan komitmen pada tema-tema
18
Veri Junaidi dkk, Anomali Keuangan Partai Politik. dan opsi-opsi politik populis menjadi sebuah
Pengaturan dan Praktek, (Jakarta: Kemitraan bagi simtom politik kontemporer di Indonesia, yang
Pembangunan Tata Pemerintahan di Indonesia. kerap disebut sebagai pragmatisme. Dengan
2011), hlm.89-113. mengusung kepentingan pragmatis, tidak berarti
19
Redaksi, “Pengurus Gerindra Digaji Rp5-Rp50 elite partai mengorbankan jaringan kekuasan
Juta Per Bulan”, 12 Juli 2012, http://beritasatu.com/ ekonominya. Hashim, Paloh atau Hary, beserta
politik/59544-pengurus-gerindra-digaji-rp5-rp50- segenap jaringan korporat di belakangnya,
juta-per-bulan.html, diakses pada 23 Maret 2017.
tetap memiliki posisi yang cukup terpandang
20
“Wow..Pengurus Partai NasDem Digaji”, 1 Juni
dalam dunia bisnis nasional. Dalam nuansa ini
2012, http://rakyatsulsel.com/wow-pengurus-partai-
nasdem-digaji.html, diakses pada 23 Maret 2017. 22
Redaksi, “Kader Jadi Mesin Uang Parpol”.
21
Slamet Riyadi, “Biayai caleg, Nasdem tidak minta 16 Juni 2012. http://nasional.kompas.com/
imbalan”, 23 Juni 2012. https://economy.okezone. read/2012/06/18/01413573/twitter.com. diakses
com/read/2012/06/23/435/652341/biayai-caleg- pada 26 Maret 2017.
nasdem-tidak-minta-imbalan, diakses pada 25 Maret 23
Veri Junaidi dkk, op.cit.,hlm. 89-113.
2017.
118 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 14, No.2 Desember 2017| 109-125
dari akar rumput tidak banyak berperan. Partai- partai menjadi ephemeral (segera hilang dari
partai lebih bergantung pada sebuah tim pakar peredaran) atau memiliki tingkat volatilitas
atau penasihat politik, termasuk para pollster, tinggi. Loyalitas yang dibangun oleh partai-
yang bertugas membaca arah perkembangan partai post-democracy lebih banyak ditentukan
politik dan mengarahkan partai untuk merambah dan dipelihara oleh pendekatan pragmatis yang
isu-isu strategis. berorientasi pada uang dan jelas berbiaya tinggi.
Kegiatan-kegiatan partai juga melibatkan
Namun demikian, kondisi seperti di atas
perputaran uang DPP yang diharapkan dapat
tidaklah terjadi secara konstan. Ada kalanya
mengikat loyalitas pada partai. Namun, tentu
partai-partai mendengar pandangan berbagai
saja upaya membangun dukungan yang loyal
pihak. Saat ini, partai mulai membuka diri
tentu tidak dapat terus menerus dilakukan
dengan khalayak. Kecenderungan untuk
dengan hanya mengandalkan kekuatan finansial.
membuka diri bahkan terlihat pada kasus-kasus
Keberlangsungan hal ini justru akan semakin
partai di Eropa Barat, yang selama ini menjadi
mempersulit membangun loyalitas akar rumput
sumber kritik Crouch. Menurut Domett (2015),
yang diharapkan.
partai-partai di Eropa Barat, terutama di Inggris
Raya da Prancis, telah menunjukkan gejala Persoalan partisipasi dan loyalitas juga
untuk makin membuka diri dalam beberapa muncul karena komunikasi politik yang
tahun belakangan ini.25 Sementara di Indonesia cenderung dibangun oleh partai-partai post-
partai-partai post-democracy kerap juga turun democracy bersifat artifisial yakni, terkait
ke jalan dan menyerap aspirasi dari masyarakat. dengan mengamankan suara semata. Muncul
Selain itu, ada limitasi bagi para elite untuk dapat sebuah fenomena sebagaimana yang dikatakan
memahami situasi riil di level daerah. Dalam oleh Dommett (2015) bahwa partai cenderung
konteks politik kekinian yang menyaratkan menjadi “...rarely aspire to any complexity of
sebaran pengurus yang demikian luas di seluruh language or argument and aim not engage in
Indonesia maka akan semakin tidak realistis discussion but to persuade to buy...”.27 Dalam
jika banyak keputusan partai ditentukan oleh hal ini dialog yang mendalam lagi bermakna
segelintir orang saja. menghilang, digantikan oleh semangat promosi
satu arah. Masyarakat adalah sekadar target
mobilisasi yang diberlakukan tak lebih hanya
Formal Shell: Loyalitas dan sebagai pendengar pasif.
Partisipasi yang Superfisial Partisipasi yang berkembang akhirnya
Di awal pembentukannya, partai-partai post- menjadi tanpa makna mengingat kepentingan
democracy cenderung menjadi “formal shell” khalayak tidak benar-benar tertampung di
yang ditandai oleh eksklusifisme penataan dalamnya. Kerumunan yang membludak
struktur partai dan keterjarakan signifikan dan semarak dari kegiatan-kegiatan partai–
dengan massa. Meski partai-partai lain di termasuk kegiatan sosial, keagamaan, budaya,
Indonesia dalam kenyataannya juga memiliki kepemudaan, rekreasi dan olah raga – hanya
masalah pelik dengan massa26 namun, persoalan temporal, berfungsi terutama mengukuhkan
ini menjadi berlipat ganda bagi partai-partai eksistensi partai dan para elitenya. Kegiatan-
post-democracy mengingat tidak ada warisan kegiatan partisipasi aktif yang bersifat dua arah
komunitas akar rumput pendukung yang dengan rutinitas yang stabil dan benar-benar
dimilikinya. menjadi input bagi partai tidak berkembang.
Dengan situasi tanpa akar rumput, Namun, berapa lama partai-partai tersebut
bagaimana membangun loyalitas massa akar dapat terus beroperasi dalam nuansa keterjarakan
rumput pada akhirnya menjadi persoalan dan komunikasi nir dialog ini? Tentu tidak akan
besar. Loyalitas tentu saja tidak ada jika mudah bertahan. Kenyataannya partai-partai
semakin membutuhkan banyak masukan dari
25
K. Domett “Post-Democratic Party Politics”. publik untuk dapat bertahan dan berkembang.
Political Quarterly. 2015. http://eprints.whiterose. Dialog menjadi salah satu media untuk dapat
ac.uk/91469/. menentukan opsi-opsi mana yang lebih masuk
26
Dirk Tomsa, Party Politics and Democratization in akal di mata publik dan sejalan dengan kehendak
Indonesia: Golkar in The Post Soeharto Era, (New
York: Routledge. 2008). 27
K. Dommett., op.cit
120 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 14, No.2 Desember 2017| 109-125
cenderung berjalan seadanya dan tidak berarti kemandirian untuk menentukan arah
terkontrol. Upaya-upaya pemantapan jati diri kebijakan dalam segenap aspek secara murni
partai lebih banyak bergantung pada kreatifitas dan konsisten, dimensi decisional autonomy
individu dan bukan hasil sebuah rekayasa menjadi problematik. Hal ini karena kedudukan
ideologis yang digerakkan secara sistematis. pendiri partai yang dominan kerap menyebabkan
Akhirnya partai-partai post-democracy lebih kepentingan pribadinya dapat demikian
dikenal khalayak lebih sebagai “lembaga amal” mudah mendikte arah dan kepentingan partai.
yang mendekati publik melalui pendekatan Oleh karenanya, kualitas dimensi decisional
berorientasi uang, ketimbang berorientasi autonomy bagi partai-partai post-democracy
mmbangun karakter atau nlai-nilai. masih ambigu, karena meskipun mereka dapat
menjaga kemandirian dalam konteks eksternal,
Selain itu, pemantapan ideologi yang
namun secara internal potensi intervensi
seadanya, disusul kemudian dengan kedudukan
individu (pemimpin) terhadap institusi (partai)
ideologi yang sering kali tidak menjadi
masih besar.
referensi utama, juga menyebabkan jati diri
partai tidak terbangun. Muncul kemudian Dampak dari situasi ini membuat partai
berbagai kontroversi dimana antara nilai atau menyimpan banyak potensi persoalan. Beberapa
idealisme yang hendak dibangun dan praktek persoalan dan potensi persoalan itu termasuk di
di lapangan menjadi tidak sinkron. Sosok Paloh antaranya adalah lemahnya soliditas internal
yang demikian kuat dan sulit berkompromi (yang biasanya disusul dengan faksionalisasi),
atau bahkan disebut sebagai otoriter, misalnya, terabaikannya suara mayoritas kader,
nampak kontradiktif dengan tujuan partai untuk ketergantungan yang terus menerus terhadap
menguatkan kedaulatan rakyat. figur (ketimbang sistem), hilangnya semangat
merit system (yang menimbulkan kompetisi tidak
Sedangkan dalam hal dikenal luas oleh
sehat), hingga makin menguatnya pragmatisme
masyarakat (reifikasi) partai post-democracy
yang menyingkirkan sendi-sendi idealisme
berpotensi berhasil memenuhinya dengan
dan konstitusionalisme. Mundurnya pengurus
baik mengingat kemampuan finansial dan
Gerindra secara beramai-ramai di Sulawesi
penguasaan media mereka yang demikian
Selatan pasca ditunjuknya Ketua DPD Baru
kuat. Sebagaimana yang diisyaratakan oleh
Idris Maggabarani oleh DPP, meski kebanyakan
Tomsa bahwa pemanfaatan media yang tepat
pengurus daerah menolaknya menunjukkan
memungkinkan sebuah partai sukses dalam
fenomena ini.31 Sementara itu, Perindo Kota
soal reifikasi. Hal ini ditambah dengan cukup
Bogor juga menyatakan bubar dan pengurusnya
maraknya berbagai aktifitas partai yang dikemas
ramai-ramai hengkang setelah merasa tidak lagi
dalam nuansa budaya atau sosial-kemanusiaan.
memiliki visi yang sama dengan Hary.32
Begitu pula aktifitas politik langsung seperti
pemilu dan pilkada juga mendorong partai untuk Dengan memiliki beragam potensi negatif
lebih memperkenalkan dirinya ke masyarakat. tersebut tentu saja partai-partai post-democracy
Meski demikian, partai-partai ini belum dapat sulit untuk tumbuh menjadi partai modern yang
sepenuhnya menghindari keterjarakan dengan mampu menjalankan segenap fungsinya secara
khalayak. Ini mengingat pendekatan yang maksimal. Manakala hal ini tidak diperhatikan
dilakukan lebih dalam rangka “mendulang dengan sungguh-sungguh partai akan mudah
suara” bukan “memenangkan hati”. Dengan terjerembab menjadi kepentingan eksklusif dan
kondisi seperti ini rasa keterikatan masyarakat alat bagi kepentingan segelintir orang. Dengan
yang lebih kuat masih merupakan persoalan
besar.
31
Hasanudin Aco, “Gerindra Sulsel Dikabarkan
“Pecah” Menyusul Isu Penunjukan Ketua Baru oleh
Situasi lebih kompleks terjadi pada Prabowo”. 8 Januari 2017. http://www.tribunnews.
hal decisional autonomy. Partai-partai post- com/regional/2017/01/08/gerindra-sulsel-
democracy di satu sisi mampu terbebas dari dikabarkan-pecah-menyusul-isu-penunjukan-ketua-
intervensi kepentingan pihak luar. Kemampuan baru-oleh-prabowo, diakses pada 20 Maret 2017.
mencukupi dirinya sendiri relatif kuat, yang 32
Vento, Saudale, “Beda Visi dengan Hary Tanoe,
membuat tingkat kerentanan untuk menjadi Perindo Kota Bogor Bubar”. 15 Januari 2016. http://
corong pihak luar menjadi rendah. Namun www.beritasatu.com/nasional/341495-beda-visi-
dengan-hary-tanoe-perindo-kota-bogor-bubar.html,
di sisi lain, jika otonomi partai adalah
diakses pada 23 Maret 2017.
122 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 14, No.2 Desember 2017| 109-125
Oligarki pada akhirnya menimbulkan Penutup
masalah pada citra partai di mata publik.
Partai dipersepsikan sebagai hanya mengambil Pasca satu dekade Era Reformasi kehidupan
keuntungan pribadi. Alih-alih terbangun partai politik di Indonesia ditandai dengan
kesepahaman, keterasingan dan kecurigaan kehadiran partai-partai baru. Beberapa partai
publik terhadap partai-partai masih terasa. Tidak menunjukkan karakter sebagai partai post-
mengherankan jika tren rasa keterjarakan publik democracy dengan peran besar pengusaha dan
terhadap partai tidak kunjung membaik. Kondisi pemanfaatan jaringan bisnis sebagai penggerak
ini memang bukan khas Indonesia, melainkan utamanya. Dalam perkembangannya meski
juga terjadi di banyak negara.37 Hal ini tentu beberapa kasus dan fenomena yang ada di
saja tidak menguntungkan bagi pengembangan Indonesia hampir sejalan dengan prediksi
demokrasi perwakilan mengingat partai sebagai Crouch, secara umum terjadi beberapa
salah satu unsur terpenting di dalamnya justru perkembangan menarik dimana beberapa
mendapatkan ketidakpercayaan dari publik. karakter mengalami pergeseran.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Max Weber, Dalam soal keunikan dalam menyusun
partai-partai adalah bagian dari “anak-anak inner circle yang eksklusif, keseluruhan partai
demokrasi”38 sehingga sebenarnya secara mengalami terutama pada saat pembentukan
substansial dan praktis demokrasi akan sulit awal partai. Namun demikian dalam
hidup tanpa partai.39 perkembangannya terdapat kecenderungan
Meski beragam kondisi di atas terjadi, kuat bahwa firma politik tidak dapat bertahan
perkembangan partai-partai di Indonesia lama. Partai lebih semakin terbuka untuk
menunjukkan situasi lain yang juga menarik. menerima mereka yang awalnya tidak terkait
Komitmen untuk tidak larut terhadap kepentingan dengan jaringan korporat partai. Hal yang
kelompok mayoritas dilakoni oleh partai-partai sama juga terjadi dalam soal kemampuan
ini. Keputusan Gerindra untuk menjadi oposisi mencukupi kebutuhan finansialnya secara
bagi pemerintah, untuk memelihara checks mandiri. Meski peran pendiri partai masih
and balances, baik di era SBY ataupun Jokowi cukup besar untuk membuat partai tetap
menunjukkan bahwa partai memiliki sikap bergerak dan berfungsi sebagaimana mestinya.
tegas. Begitu juga sikap Gerindra dan Perindo Dalam perkembangannya, partai membutuhkan
yang mendukung pasangan non-petahana beberapa alternatif sumber pemasukan partai
pada ajang bergengsi Pilkada DKI 2017, terutama di daerah-daerah, yang akhirnya
meski mayoritas partai mendukung petahana. diusahakan sendiri oleh para pengurus partai.
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa partai- Pergeseran juga terjadi dalam soal
partai post-democracy dapat pula menunjukkan penyusunan agenda kerja. Beberapa partai
gelagat yang menguatkan kehidupan demokrasi. mulai membuka diri terhadap masukan dari akar
Situasi ini menunjukkan bahwa lingkungan rumput, bahkan mulai melakukannya secara
post-democracy tetap membuka peluang bagi lebih rutin. Namun demikian secara umum
partai-partai post-democracy untuk melakukan penyusunan agenda terutama di level pusat dan
hal positif, yang pada gilirannya nanti dapat untuk hal-hal yang bersifat strategis pola top-
membantu penguatan demokrasi. down masih tetap tidak terhindarkan. Dengan
kata lain, perubahan bersifat lambat. Kondisi ini
37
Russel J. Dalton, David M. Farrell, dan Ian juga terjadi dalam soal menghadirkan partisipasi
McAllister, Political Parties & Democratic Linkage, dan membangun loyalitas yang lebih murni.
How Parties Organize Democracy, (New York: Meski peluang untuk berpartisipasi semakin
Oxford University Press. 2011).
terbuka, partisipasi masih bersifat terbatas,
38
Max Weber, “The Advent of Plebiscitarian
mengingat karakter partai yang cenderung
Democracy” dalam Peter Mair (ed), The West
European Party System, (Oxford: Oxford University mengandalkan pola oligarkis. Loyalitas kepada
Press. 1990), hlm. 35 partai pun masih bersifat pragmatis. Namun
39
Elmer E. Schattschneider, Party Government, demikian, tidak berarti partai-partai post-
(New York: Farrar and Rinehart. 1942), hal.1. Lihat democracy tidak berhasil membangun basis
juga: Russel J. Dalton, David M. Farrell, dan Ian dukungan.
McAllister, Political Parties & Democratic Linkage,
Perubahan nampaknya masih cukup sulit
How Parties Organize Democracy, (New York:
Oxford University Press. 2011, hlm.3. dalam soal pengutaman electoral enabling
124 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 14, No.2 Desember 2017| 109-125
Katz, Richard and Mair, Peter. “Cadre, Catch-all Capella.Divonis.1.5.Tahun.Penjara
or Cartel? A Rejoinder”, Party Politics, Parlindungan, Utan. “Demokrasi tanpa Parpol”,
Vol. 1, No.1 (1996): 5-38. Kompas, 10 Agustus 2011.
Randall, Vicky dan Svasand, Lars. “Party Rahadian, Lalu. “Regenerasi Parpol, CSIS: Di
Instutitionalization in New Democracies”, Partai tak Terjadi Proses Demokrasi”. 15
Party Politics, Vol. 8 (Januari 2002). Desember 2014. https://www.cnnindonesia.
Seisselberg, Jörg. “Conditions of success and com/nasional/20141215145933-32-18238/
political problems of a ‘media-mediated csis-di-partai-tak-terjadi-proses-
personality-party’: The case of Forza demokrasi-internal/,
Italia”. West European Politics. Vol.19, Redaksi, “Pengurus Gerindra Digaji Rp5-Rp50
No.4 (1996): 715–743. Juta Per Bulan”, 12 Juli 2012, http://
Tan, Paige Johnson. “Indonesia Seven Years after beritasatu.com/politik/59544-pengurus-
Soeharto: Party System Institutionalization gerindra-digaji-rp5-rp50-juta-per-bulan.
in a New Democracy”, Contemporary html.
Southeast Asia, Vol.28, No.1 (2006). Redaksi, “Kader Jadi Mesin Uang Parpol”. 16
Juni 2012. http://nasional.kompas.com/
read/2012/06/18/01413573/twitter.com.
Sumber lainnya
Saudale, Vento. “Beda Visi dengan Hary
Aco, Hasanudin. “Gerindra Sulsel Dikabarkan Tanoe, Perindo Kota Bogor Bubar”. 15
“Pecah” Menyusul Isu Penunjukan Januari 2016. http://www.beritasatu.com/
Ketua Baru oleh Prabowo”. 8 Januari nasional/341495-beda-visi-dengan-hary-
2017. http://www.tribunnews.com/ tanoe-perindo-kota-bogor-bubar.html
regional/2017/01/08/gerindra-sulsel-
Slamet Riyadi, “Biayai caleg, Nasdem
dikabarkan-pecah-menyusul-isu-
tidak minta imbalan”, 23 Juni 2012.
penunjukan-ketua-baru-oleh-prabowo,
h t t p s : / / e c o n o m y. o k e z o n e . c o m /
Angraini, Sonya dan Eslita Ulisari. “Indonesia’s read/2012/06/23/435/652341/biayai-
Wealthiets Get the Political Itch”. 20 caleg-nasdem-tidak-minta-imbalan
November 2013. https://www.forbes.
----------- “Wow..Pengurus Partai NasDem
com/sites/forbesasia/2013/11/20/from-
Digaji”, 1 Juni 2012, http://rakyatsulsel.
boardroomto-istana-2/#7406dedf5146,
com/wow-pengurus-partai-nasdem-digaji.
Gustaman, Y. “Konflik Partai Nasdem. Bekas html,
Sekjen Nasdem: Surya Paloh Otoriter”.
----------- Profil Prabowo Subianto dalam http://
21 Januari 2013. http://www.tribunnews.
partaigerindra.or.id/profil-prabowo-
com/nasional/2013/01/21/bekas-sekjen-
subianto-ketua-dewan-pembina-partai-
nasdem-surya-paloh-otoriter,
gerindra,
Kuncahyo, Wahyu S. “Pengamat: PerindoAndalkan
----------- Sejarah Partai Gerindra dalam http://
Uang untuk Pencitraan. 20 Juli 2015. http://
partaigerindra.or.id/sejarah-partai-gerindra
politik.rmol.co/read/2015/07/20/210611/
Pengamat:-Perindo-Andalkan-Uang- ----------- “Hary Tanoesoedibjo” dalam
untuk-Pencitraan- https://www.forbes.com/profile/hary-
tanoesoedibjo/?list=indonesia-billionaires,
Lingkaran Survei Indonesia. Cuplikan Laporan
Penelitian Tahun 2005-2012. Jakarta: LSI.
2012.
Movanita, A.N Kemala. “Patrice Rio Capella
Divonis 1,5 Tahun Penjara”. 21 Desember
2015. http://nasional.kompas.com/
read/2015/12/21/16562101/Patrice.Rio.
1. Tulisan yang dimuat harus merupakan kajian ilmiah atas isu dan peristiwa yang berkaitan dengan
politik dalam negeri dan internasional, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.
2. Tulisan merupakan karya sendiri, bukan saduran atau terjemahan dan belum pernah dipublikasikan
dalam bentuk dan bahasa apa pun.
3. Tulisan mengandung data atau pemikiran yang baru dan orisinal.
4. Tulisan yang dimuat sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi penulis yang bersangkutan.
5. Panjang naskah untuk artikel, 20-25 halaman A4, spasi 1,5; book review, 10-15 halaman A4,
spasi 1,5.
6. Sistematika artikel hasil pemikiran/telaahan adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik);
nama dan alamat institusi; alamat e-mail penulis; riwayat naskah; abstrak (maksimum 150
kata dalam bahasa Inggris dan 25 kata dalam bahasa Indonesia); kata kunci (4-5 kata kunci);
pendahuluan; pembahasan (terbagi dalam beberapa sub-judul); penutup; daftar pustaka.
JUDUL
Penulis
Nama Instansi
Alamat lengkap instansi penulis
Email penulis
Riwayat naskah
Pendahuluan
Pembahasan
Penutup
Daftar Pustaka
JUDUL
Penulis
Nama Instansi
Alamat lengkap instansi penulis
Email penulis
Riwayat naskah
Judul buku
Pengarang
Penerbit
Tebal
Pendahuluan
Pembahasan
Penutup
Daftar Pustaka
8. Tabel dan gambar, untuk tabel dan gambar (grafik) di dalam naskah harus diberi nomor urut.
a. Tabel atau gambar harus disertai judul. Judul tabel diletakkan di atas tabel sedangkan judul
gambar diletakkan di bawah gambar.
b. Sumber acuan tabel atau gambar dicantumkan di bawah tabel atau gambar.
c. Garis tabel yang dimunculkan hanya pada bagian header dan garis paling bawah tabel.
Sedangkan untuk garis vertikal pemisah kolom tidak dimunculkan.
a. Format rujukan dari buku: nama penulis, judul buku (italic), kurung buka, kota penerbitan,
titik dua, nama penerbit, tahun terbit, kurung tutup, nomor halaman, titik. Contoh:
Denny J.A., Partai Politik Pun Berguguran, (Yogyakarta: LKIS, 2006), hlm. v.
b. Format rujukan dari buku (bunga rampai): nama penulis artikel, “judul artikel ditulis
tegak dalam dua tanda petik”, dalam, nama editor buku, judul buku (italic), kurung buka,
kota penerbitan, titik dua, nama penerbit, tahun terbit, kurung tutup, h., nomor halaman,
titik. Contoh:
Leonardo Morlino, “Political Parties and Democratic Consolidation in Southern Europe,”
dalam Richard Gunther, P. Nikiforos Diamandouros dan Hans Jurgen Puhle (eds.), The
Politics of Democratic Consolidation: Southern Europe in Comparative Perspective,
(Baltimore MD: Johns Hopkins University Press, 1995), h. 315−388.
c. Format rujukan dari jurnal: nama penulis, “judul artikel ditulis tegak dalam dua tanda
petik,” sumber artikel (italic), nomor atau edisi, tahun, h., nomor halaman, titik. Contoh:
Lili Romli, “Peta Kekuatan Politik Setelah Reformasi dan Kecenderungan Koalisi Parpol,”
Jurnal Demokrasi dan HAM, 2000, h. 124-125.
e. Format rujukan dari media online: nama penulis, “judul artikel ditulis tegak dalam dua
tanda petik,” nama situs, tanggal akses situs. Contoh:
Berita8, “Media Sosial bisa Perkuat Fungsi Partai Politik”, 18 April 2013, http://www.
berita8.com/berita/2013/04/MediaSosial-bisa-perkuat-fungsi-partai-politik, diakses pada
tanggal 18 Juni 2013.
f. Format rujukan dari media massa: nama penulis, “judul artikel ditulis tegak dalam dua
tanda petik,” sumber media (italic), tanggal terbit, nomor halaman, titik. Contoh:
Degung Santikarma, “Monumen, Dokumen dan Kekerasan Massal,” Kompas, 1 Agustus
2003, h. 12.
10. Penulisan sumber Daftar Pustaka dibedakan menjadi: buku; jurnal; laporan dan makalah; surat
kabar dan website. Daftar Pustaka dituliskan dengan urutan abjad nama belakang (family name).
Format penulisan sebagai berikut:
a. Format rujukan dari buku:
Buku dengan satu pengarang: nama penulis; tahun terbit; judul buku; tempat terbit; nama
penerbit. Contoh:
Caplan, Bryan.2007. The Myth of the Rational Voter: Why Democracies Choose Bad
Policies. New Jersey: Princeton University Press.
Buku dengan dua pengarang: nama penulis (dua orang); tahun terbit; judul buku; tempat
terbit; nama penerbit. Contoh:
Aspinall, E. dan M.Mietzner. 2010. Problems of Democratisation in Indonesia: Elections,
Institutions and Society. Singapore: ISEAS Publishing.
Buku dengan lebih dari dua pengarang: nama penulis (et al); tahun terbit; judul buku; tempat
terbit; nama penerbit. Contoh:
Ananta, Aris, et al., 2004. Indonesian Electoral Behaviour: A Statistical Perspective.
Singapore: ISEAS Publishing.
Artikel/tulisan dalam buku: nama penulis; tahun terbit; judul tulisan; dalam nama editor;
judul buku; tahun terbit; tempat penerbit; nama penerbit. Contoh:
Qodari, M. 2010. “The Professionalisation of Politics: The Growing Role of Polling
Organisation and Political Consultants”, dalam Aspinall, E. dan M. Mietzner (eds.).
Problems of Democratisation in Indonesia: Elections, Institutions and Society. Singapore:
ISEAS Publishing.
b. Format rujukan dari jurnal: nama penulis; tahun; judul artikel; nama jurnal; volume
jurnal; nomor jurnal; nomor halaman. Contoh:
Makalah seminar: nama penulis; tahun terbit; judul makalah; nama kegiatan seminar; waktu
pelaksanaan kegiatan seminar; tempat penerbit; nama penerbit. Contoh:
Ceron, Andrea dan Alessandra Caterina Cremonesi. 2013. “Politicians Go Social: Estimating
Intra-Party Heterogeneity (and its Effect) through the Analysis of Social Media”. Paper
disampaikan pada NYU La Pietra Dialogues on Social Media and Political Participation,
Florence, 10-11 Mei 2013.
Artikel online: nama penulis/institusi; tahun terbit; judul artikel, alamat websites; waktu
unduh. Contoh:
Aspinall, Edward, “The Taming of Ethnic Conflict in Indonesia”, dalam http://www.
eastasiaforum.org/2010/08/05/the-taming-of-ethnic-conflict, diunduh pada 28 November
2013.
13. Langganan:
Harga Pengganti ongkos cetak Rp.75.000,- per eksemplar sudah termasuk ongkos kirim biasa.
Untuk berlangganan dan surat menyurat langsung hubungi bagian sirkulasi Redaksi Jurnal
Penelitian Politik.