Anda di halaman 1dari 10

LATAR BELAKANG

Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia, tentunya dengan menyandang gelar
kota terbesar kedua Kota Surabaya memiliki berbagai macam permasalahan diantaranya
permasalahan persampahan, kepadatan penduduk, lapangan pekerjaan, kesenjangan sosial,
dan banjir. Meskipun Kota Surabaya memiliki kontur yang cukup datar, tidak dapat
dipungkiri jika sebagian wilayah Surabaya masih sering terjadi. Banjir di Surabaya sendiri
ada dua jenis, banjir air laut (ROB) dan banjir genangan. Yang sering terjadi di Surabaya
adalah banjir genangan. Karena Surabaya dengan kontur yang cukup datar maka di kota
Surabaya sendiri sangat banyak terdapat rumah pompa, yang berfungsi untuk membuang
atau mengalirkan air dari satu sungai yang sudah penuh dengan air ke sungai yang lebih
besar.

Begitu juga dengan yang terjadi di kelurahan keputih khususnya pada RW08/RT02 pada
kawasan tersebut masih sering terjadi banjir ketika musim hujan tiba. Hal tersebut
diperparah dengan kondisi drainase yang kurang baik, mulai dari penyempitan drainase di
beberapa titik, dan drainase yang belum tersambung dengan sungai yang lebih besar, selain
itu kesadaran masyarakat akan lingkungan sekitar terutama kondisi drainase yang ada
masih tergolong minim, hal ini di karenakan masyarakat yang bertempat tinggal di tempat
tersebut kebanyakan bukan penduduk asli kawasan tersebut, dan apabila banjir sudah
terjadi banyak penyakit yang di timbulkan karena banjir tersebut salah satunya DB (Demam
Berdarah)

TUJUAN DAN SASARAN


Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Teridentifikasi persoalan apa yang sedang terjadi pada kawasan tersebut


2. Tersusunnya stategi penyelesaian persoalan yang ada

Adapun sasaran dari penulisan ini sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi masalah yang ada


2. Mengidentifikasi potensi dan permasalahan yang ada di masyarakat sekitar dalam
rangka penyelesaian persoalan yang ada pada kawasan tersebut

RUANG LINGKUP PENELITIAN


Ruang lingkup wilayah penelitian kami terletak di Kelurahan Keputih, RW08/RT02

TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan partisipatif adalah suatu sistem pengelolaan pembangunan di desa bersama-
sama secara musyawarah, mufakat, dan gotong royong yang merupakan cara hidup
masyarakat yang telah lama berakar budaya di wilayah Indonesia.

Pengertian Pemberdayaan Masyarakat (Community Development)


Pemberdayaan masyarakat adalah upaya mendorong masyarakat untuk mandiri serta
memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, prakarsa sendiri, dan
memperbaiki hidup sendiri. Keterlibatannya, dapat berupa aktivitas dalam wujud
sumbangan pikiran, pendapat maupun tindakan, dapat pula berupa sumbangan biaya,
material untuk perbaikan lingkungannya (Alit, 2005). Pada hakekatnya pemberdayaan
masyarakat dapat dilihat dari keikutsertaannya dalam 5 tahap kegiatan, yaitu kegiatan
dalam pengambilan inisiatif, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, serta
pengelolaan dan pemeliharaan.

Sumodiningrat (1996), mengemukakan Ada dua pengertian pemberdayaan yang saling


terkait, masyarakat belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan dan pihak
yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan. Pembangunan yang
berorientasi pada pmberdayaan memberikan kesempatan kepada setiap anggota
masyarakat untuk dapat ikut serta dalam proses pembangunan dengan mendapatkan
kesempatan yang sama dan menikmati hasil pembangun tersebut sesuai kemampuannya

Upaya pemberdayaan dapat dilihat dari tiga sisi : Pertama, menciptakan suasana iklim yang
potensi masyarakat yang berkembang. Kedua, memperkuat potensi ekonomi atau daya
yang dimiliki oleh masyarakat, upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan
dan derajat kesehatan serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti
modal, teknologi, lapangan pekerjaan dan pasar. Ketiga, pemberdayaan melalui
pengembangan ekonomi rakyat berarti mencegah dan melindungi masyarakat dari
kesenjangan ekonomi serta menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara yang sudah
maju dengan yang belum berkembang.

Memberdayakan (empower) mengandung dua arti pengertian, pertama adalah to give


power or authority to (memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan
otoritas ke pihak lain) dan pengertian dua adalah to give ability to or enable (upaya untuk
memberikan kemampuan atau keberdayaan). Pemberdayaan intinya terletak pemahaman
dalam pelaksanaan pembangunan, pemeliharaan dan pengawasan pembangunan. Hal ini
memberikan arti bahwa pemberdayaan itu harus diawali dengan menyebarkan informasi
yang ditindak lanjuti dengan proses pembinaan (Prijono & Pranarka, 1996).

Dari definisi tersebut tersirat bahwa dalam konsep pemberdayaan terdapat adanya
pengalihan sebagian kekuatan atau kemampuan dari pihak yang lebih berkuasa atau
mampu kepada pihak yang kurang mampu (masyarakat) agar menjadi lebih berperan,
melalui proses penstimulasian dan pemberian motivasi agar mereka mempunyai
kemampuan untuk memahami sekitarnya. Pemberdayaan mengarah kepada suatu
pemahaman adanya paya memandirikan dan meningkatkan kemampuan masyarakat serta
membangkitkan kesadaran akan kemampuan yang dimiliki untuk maju ke arah kehidupan
yang lebih baik dan berkelanjutan (sustainable), karena pada hakekatnya setiap masyarakat
yang terseri dari kumpulan individu mempunyai potensi yang dapat dikembangkan.

Pembangunan dalam paradigma pemberdayaan masyarakat akan bersifat people-centered,


participatory, empowering, dan sustainable (Chambers, 1985). Konsep pemberdayaan
masyarakat mencakup pengertian pembangunan masyarakat (community development)
dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community-based development)
(Kartasasmita, 1996). Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa
masyarakat tidak dijadikan obyek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan
subyek dari upaya pembangunannya sendiri. Tahapan pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat dimulai dari proses seleksi lokasi sampai dengan pemandirian masyarakat.

Tingkat Partisipasi Masyarakat


Tingkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan partisipatif memiliki tingkatan yang
berbeda. Tolok ukur dalam tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan menurut
Arnstein menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat terbagi 8 tingkat yaitu
1. manipulation (manipulasi), tingkat partisipasi masyarakat ini merupakan tingkatan
paling rendah dimana masyarakat hanya dipakai namanya sebagai anggota dalam
berbagai kegiatan. Dalam tingkatan ini, peran serta masyarakat tidak ada dan tidak
tulus, diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi dari pihak penguasa.
2. therapy (penyembuhan), dengan berkedok pelibatan masyarakat dalam
perencanaan, para perancang memperlakukan anggota masyarakat diibaratkan
seperti proses terapi penyembuhan pada pasien. Seolah-olah masyarakat
diikutsertakan dalam kegiatan, namun dalam kenyataannya lebih banyak untuk
mngubah pola pikir masyarakat daripada mendapatkan masukan dari mereka.
3. informing (pemberian informasi), adanya pemberian informasi satu arah dari pihak
pemegan kuasa kepada masyarakat tanpa adanya kemungkinan untuk memberikan
umpan balik untuk negosiasi dari masyarakat. Informasi diberikan pada akhir
perencanaan dimana masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk
mempengaruhi rencana tersebut.
4. consultation (konsultasi), tingkatan ini merupakan langkah penting dalam menuju
partisipasi penuh masyarakat. Namun penilaian masyarakat terhadap keberhasilan
tingkat ini masih rendah. Karena tidak ada jaminan bahwa ide dan keperdulian akan
diperhatikan. Metode yang sering dipergunakan adalah survey tentang arah pikir
masyarakat atau dengar pendapa dengan masyarakat.
5. placation (perujukan), masyarakat mulai mempunyai beberapa pengaruh tetapi
beberapa hal masih ditentukan oleh para penguasa. Dalam pelaksanaannya
beberapa anggota masyarakat yang dianggap mampu, dimasukkan sebagai anggota
dalam kegiatan diskusi dengan wakil-wakil dari instansi pemerintah. Walaupun usul
dari masyarakat diperhatikan namun suara masyarakat itu sering tidak didengar
karena jumlahnya yang relatif sedikit dibanding anggota dari berbagai instansi
pemerintah. Selain itu kedudukan mereka juga dianggap masih relatif rendah
6. partnership (kemitraan), adanya kesepakatan bersama antara masyarakat dengan
pihak pemegang kekuasaan mengenai pembagian tanggung jawab dalam
perencanaan, pengendaliann keputusan, penyusunan kebijakan dan pemecahan
berbagai masalah yang dihadapi.
7. delegated power (pelimpahan kekuasaan), masyarakat diberi pelimpahan
kewenangan untuk membuat keputusan pada rencana atau program tertentu.
Pemerintah harus melakukan tawar menawar dengan masyarakat jika muncul
perbedaan pendapat. Pemerintah tidak dapat memberikan tekanan-tekanan tertentu
kepada masyarakat.
8. citizen control (kontrol masyarakat), masyarakat memliki kekuatan untuk mengatur
program atau kelembagaan yang berkaitan dengan kepentingan mereka. Mereka
mempunyai kewenangan dan dapat mengadakan negosiasi dengan pihak-pihak luar
untuk melakukan perubahan. Dalam hal ini usaha bersama warga dapat langsung
berhubungan dengan sumber-sumber dana dalam rangka mendapatkan bantuan
atau pinjaman dana tanpa perantara.

Prinsip Pemberdayaan Masyarakat


Untuk melakukan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat diwujudkan dengan
menerapkan prinsip-prinsip dasar pendampingan masyarakat, sebagai berikut :
1. Belajar Dari Masyarakat
Prinsip yang paling mendasar adalah prinsip bahwa untuk melakukan pemberdayaan
masyarakat adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti, dibangun pada
pengakuan serta kepercayaan akan nilai dan relevansi pengetahuan tradisional
masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah-masalahnya
sendiri.
2. Pendamping sebagai Fasilitator
Masyarakat sebagai Pelaku Konsekuensi dari prinsip pertama adalah perlunya
pendamping menyadari perannya sebagai fasilitator dan bukannya sebagai pelaku
atau guru. Untuk itu perlu sikap rendah hati serta ketersediaan untuk belajar dari
masyarakat dan menempatkan warga masyarakat sebagai narasumber utama dalam
memahami keadaan masyarakat itu. Bahkan dalam penerapannya masyarakat
dibiarkan mendominasi kegiatan. Kalaupun pada awalnya peran pendamping lebih
besar, harus diusahakan agar secara bertahap peran itu bisa berkurang dengan
mengalihkan prakarsa kegiatan-kegiatan pada warga masyarakat itu sendiri.
3. Saling Belajar
Saling Berbagi Pengalaman Salah satu prinsip dasar pendampingan untuk
pemberdayaan masyarakat adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan
tradisional masyarakat. Hal ini bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar
dan harus dibiarkan tidak berubah. Kenyataan objektif telah membuktikan bahwa
dalam banyak hal perkembangan pengalaman dan pengetahuan tradisional
masyarakat tidak sempat mengejar perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak lagi
dapat memecahkan masalah-masalah yang berkembang. Namun sebaliknya, telah
terbukti pula bahwa pengetahuan modern dan inovasi dari luar yang diperkenalkan
oleh orang luar tidak juga memecahkan masalah mereka.

METODOLOGI
Metodologi yang kami gunakan ada tiga jenis social mapping, SWOT dan RCA, kami
menggunakan ketiga metode ini karena dianggap cocok untuk menyelesaikan persoalan
yang ada di kawasan tersebut, metode social mapping di lakukan untuk mengetahui apa-
apa saja yang menjadi persoalan di daerah tersebut dan dari social mapping ini kami dapat
mengetahui persoalan yang ada, upaya yang sudah pernah di lakukan untuk menyelesaikan
persoalan tersebut, termasuk penyebab yang menyebabkan persoalan itu terjadi.

Kami juga menggunakan SWOT, metode ini kami lakukan untuk perencanaan strategi
yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses),
peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Dan dari metode SWOT ini kami dapat
menemukan masalah dari 4 sisi yang berbeda, dimana aplikasinya adalah kekuatan
(strengths) mampu mengambil keuntungan dari sebuah peluang (opportunities) yang ada,
kemudian bagaimana mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah keuntungan, lalu
bagai mana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada, dan
yang terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu
membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menjadi ancaman baru.

Metode yang terakhir yang kami gunakan adalah RCA (Root Cause Analysis). Metode ini
adalah salah satu alat (tool) yang digunakan dalam inisiatif problem solving, untuk
membantu tim menemukan akar penyebab (root cause) dari masalah yang kini sedang di
hadapi. Metode ini cukup mudah untuk dilakukan hal pertama yang di lakukan adalah
mendefinisikan masalah yang ada, pengumpulan data atau bukti-bukti dari masyarakat
yang ada, dan pengidentifikasi penyebab yang mungkin.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Social mapping
Social mapping, atau pemetaan partisipatif dilakukan di kelurahan keputih
RT2 RW08 pada tanggal 18 Desember 2016 dengan peserta Ketua RT dan
perwakilan warga. Pemetaan partisipatif yang dilakukan di RT2 RW08
melebar hingga ke RT lain dalam satu RW, seperti RT 5 yang tidak begitu
partisipatif dan kerja bakti yang dilakukan oleh RT1. Berikut adalah foto hasil
dari pemetaan partisipatif:
Gambar 1 Pemetaan Partisipatif dii RT2 RW8 Kelurahan Keputih Surabaya.
Sumber: dokumentasi penulis, 2016

Dari pemetaan partisipatif di atas, dapat dikatakan bahwa RT 2 RW 8 memiliki sungai kecil,
balai RT yang ada di atas sungai, dan rumah-rumah yang terbuat dari gubuk.

SWOT
SWOT biasa digunakan untuk mempermudah penguraian potensi dan masalah dari dalam
maupun luar objek penelitian. Berikut adalah SWOT yang dilakukan bersama ketua RT dan
perwakilan warga pada tanggal 18 Desember 2016 di balai RT:
Kekuatan / strength:
1. Sungai lancar
2. Lingkungan bersih
3. Adanya penghijauan di samping sungaisungai
4. Air sungai dapat dimanfaatkan
5. RT memiliki pengaruh
6. Adanya dukungan dari Kelurahan Medokan
Kelemahan / weakness:
1. Dana minim
2. Adanya gubuk liar
3. Masyarakat merasa tidak ada masalah
Peluang / opportunity:
1. Musrembang dapat dilaksanakan
2. Saluran air sebagai prioritas pembangunan
3. Tanah milik sungai
Ancaman / threat:
1. Belum ada anggaran untuk tahun ini

RCA (Root Cause Analaysis)


Ada empat poin utama yang menjadi permasalahan di RT 2 RW 8 Kelurahan Keputih. Namun,
warga hanya menjelaskan dua dari empat permasalahan. Dua permasalahan itu adalah
pembakaran sampah dan kualitas SDM rendah. Dua permasalahan lainnya adalah
pendangkalan sungai dan bau sampah. Berikut adalah RCA yang dilakukan oleh warga:

Bakar sampah Kualitas SDM rendah

Cara Cepat dan murah


Pendidikan rendah

Sampah cepat menumpuk


Kesadaran akan pendidikan
rendah
Mata pencaharian sebagian warga musiman

Mencari kerja
Warga musiman tidak ikut pindah ketika TPA
pindah

Banyak pengepul sampah


Ada pengepul sampah

Ada fasilitas dari pengepul Ada fasilitas dari pengepul

Gambar 2 RCA di RT 2 RW 8 Kelurahan Keputih


Sumber: analisis penulis, 2016

Apabila dilihat dari RCA dan SWOT, permasalahan utama yang ada di RT 2 RW 8 Kelurahan
Keputih adalah banyaknya warga musiman yang bekerja mengolah sampah tetapi dengan
cara tradisional. Namun, disamping itu juga adanya kekhawatiran warga sekitar dalam
menghadapi banjir.
KESIMPULAN
Masyarakat di kelurahan keputih khususnya di RT 2 RW 8 membutuhkan perbaikan drainase
berupa penembusan drainase yang ada di kawasan RT 2 RW 8 ke sungai yang ada di
kelurahan semolo bahari, karena di sungai tersebut sudah di lengkapi dengan rumah pompa
sehingga dapat membuang air lebih cepat apabila debit air yang ada sudah tinggi. Di
kawasan tersebut juga membutuhkan sosialisai pengolahan sampah yang baik dan benar,
karena mayoritas masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut bermatapencaharian
sebagai pengepul sampah, sehingga dengan adanya sosialisasi pengolahan sampah yang
baik dan benar tersebut dapat berdampak positif pada lingkungan sekitar, serta lingkungan
RT 2 RW 8 ini dapat menadi lebih asri dan bersih.

LAMPIRAN
Dafpus

Alit, I. K. (2005, Februari). Pemberdayaan Masyarakat dalam Peningkatan Kualitas


Lingkungan di Permukiman Kumuh di Propinsi Bali. Jurnal Permukiman Natah,
3(1), 34-43.

Arnstein, S. P. (2007). A Ladder of Citizen Participation. Journal of American Institute


of Planners, 216-224.

Chambers, R. (1985). Rural development : putting the last first. New York: Longman.

Kartasasmita, G. (1996). Pembangunan Untuk Rakyat - Memadukan Pertumbuhan


dan Pemerataan. Jakarta: Pustaka Cidesindo.

Prijono, O. S., & Pranarka, A. (1996). Pemberdayan: Konsep, Kebijakan, dan


Implementasi. Jakarta: CSIS.

Sumodiningrat, G. (1999). Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial.


Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai