Anda di halaman 1dari 35

A.

Pemberdayaan dan Pengorganisasian Masyarakat


Pemberdayaan Masyarakat
1. Definisi
Menurut Mubarak (2010) pemberdayaan  masyarakat dapat diartikan
sebagai upaya untuk memulihkan atau meningkatkan  kemampuan suatu
komunitas untuk mampu berbuat sesuai dengan harkat dan  martabat mereka
dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung jawabnya selaku  anggota
masyarakat.
Pada Pemberdayaan pendekatan proses lebih  memungkinkan
pelaksanaan pembangunan yang memanusiakan manusia. Dalam  pandangan
ini pelibatan masyarakat dalam pembangunan lebih mengarah kepada  bentuk
partisipasi, bukan dalam bentuk mobilisasi. Partisipasi masyarakat dalam 
perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan 
sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut
serta  terlibat dalam proses pembuatan dan perumusannya, sehingga
masyarakat merasa  ikut memiliki program tersebut dan mempunyai tanggung
jawab bagi  keberhasilannya serta memiliki motivasi yang lebih bagi
partisipasi pada tahaptahap berikutnya (Soetomo, 2006).

2. Konsep Pemberdayaan Masyarakat


Istilah konsep berasal dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu
yang dipahami. Konsep merupakan abstraksi suatu ide atau gambaran mental,
yang dinyatakan dalam suatu kata atau symbol. Secara konseptual,
pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata power
yang berarti kekuasaan atau keberdayaan. Konsep pemberdayaan berawal dari
penguatan modal sosial di masyarakat (kelompok) yang meliputi penguatan-
penguatan modal social, kepercayaan (trusts), patuh aturan (role), dan
jaringan (networking)). Apabila memiliki modal social yang kuat maka kita
akan mudah mengarahkan dan mengatur (direct) masyarakat serta mudah
mentransfer pengetahuan kepada masyarakat. Konsep ini mengandung arti
bahwa konsep pemberdayaan masyarakat adalah Trasfer kekuasaan melalui
penguatan modal social kelompok untuk menjadikan kelompok produktif
untuk mencapai kesejahteraan social. Modal social yang kuat akan menjamin
suistainable didalam membangun rasa kepercayaan di dalam masyarakat
khususnya anggota kelompok (how to build thr trust).
Oleh karena itu, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep
mengenai modal soaial dan kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dan
dihubungkan dengan kemampuan individu untuk membuat individu
melakukan apa yang diinginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka.
Pada  dasarnya,  pemberdayaan  diletakkan  pada  kekuatan  tingkat  individu 
dan sosial (Sipahelut, 2010).
Jimmu, (2008) menyatakan bahwa pengembangan masyarakat tidak
hanya sebatas  teori tentang bagaimana mengembangkan daerah pedesaan
tetapi memiliki arti yang  kemungkinan perkembangan di tingkat masyarakat.
Pembangunan masyarakat seharusnya mencerminkan tindakan masyarakat
dan kesadaran atas identitas diri. Oleh karena itu, komitmen untuk
pengembangan masyarakat harus mengenali keterkaitan antara individu dan
masyarakat dimana  mereka berada.

3. Prinsip dan Dasar Pemberdayaan Masyarakat


Prinsip utama dalam mengembangkan konsep pemberdayaan
masyarakat menurut Drijer dan Saise (dalam Sutrisno, 2005:18) ada lima
macam yaitu:
a. Pendekatan dari bawah (bottom up approach): pada kondisi ini
pengelolaan dan para stakeholder setuju pada tujuan yang ingin dicapai
untuk kemudian mengembangkan gagasan dan beberapa kegiatan setahap
demi setahap untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

b. Partisipasi (participation): dimana setiap aktor yang terlibat memiliki


kekuasaan dalam setiap fase perencanaan dan pengelolaan.
c. Konsep keberlanjutan: merupakan pengembangan kemitraan dengan
seluruh lapisan masyarakat sehingga progam pembangunan berkelanjutan
dapat diterima secara sosial dan ekonomi.

d. Keterpaduan: yaitu kebijakan dan strategi pada tingkat lokal, regional, dan
nasional.

e. Keuntungan sosial dan ekonomi: merupakan bagian dari progam


pengelolaan. Sedangkan dasar-dasar pemberdayaan masyarakat adalah:
mengembangkan masyarakat khususnya kaum miskin, kaum lemah, dan
kelompok terpinggirkan, menciptakan hubungan kerjasama antara
masyarakat dan lembaga-lembaga pengembangan, memobilisasi dan
optimalisasi penggunaa sumber daya secara keberlanjutan, mengurangi
ketergantungan, membagi kekuasaan dan tanggung jawab, dan
meningkatkan tingkat keberlanjutan (Delivery dalam Sutrisno, 2005:17).

4. Proses dan Upaya Pemberdayan Masyarakat


Menurut Suharto (2006:59) pemberdayaan adalah sebuah proses dan
tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat,
terutama individu-individu yang mengalami kemiskinan. Sebagai tujuan,
maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai
oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki
kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti
memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
pencaharian, berpartisipasi dalan kegiatan sosial dan mendiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayan sebagai
tujuan seringkali digunakan sebagai indikator sebuah keberhasilan
pemberdayaan.
Menurut Kartasasmita (1997:19), upaya memberdayakan rakyat harus
dilakukan dengan tiga cara:
a. Menciptakan suasana yang memungkinkan potensi masyarakat untuk
berkembang. Disini titik tolaknya bahwa manusia dan masyarakat
memiliki potensi (daya) yang dapat dikembangkan, sehingga
pemberdayaan merupakan upaya untuk membangun daya itu dengan
mendorong, memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
b. Memperkuat potensi yang dimiliki oleh rakyat dengan menerapkan
langkah-langkah nyata, menampung berbagai masukan, menyediakan
sarana dan prasarana baik fisik (irigasi, jalan dan listrik) maupun sosial
(Sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan) yang dapat diakses
masyarakat lapisan bawah. Terbukanya akses pada berbagai peluang akan
membuat rakyat makin berdaya, seperti tersedianya lembaga pendanaan,
pelatihan dan pemasaran di pedesaan.
c. Melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah. Dalam proses
pemberdayaan harus dicegah jangan sampai yang lemah bertambah lemah
atau makin terpinggirkan menghadapi yang kuat. Oleh karena itu,
perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya
dalam pemberdayaan masyarakat. Melindungi dan membela harus dilihat
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang
dan eksploitasi atas yang lemah.

5. Teknik dan Pola Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat


Teknik pemberdayaan masyarakat saat ini sangat diperlukan semua
pihak, karena banyak proyek-proyek pembangunan yang berasal dari
pemerinah atau dari luar komunitas masyarakat setempat mengalami
kegagalan. Kegagalan tersebut biasanya karena tidak pernah
mengikutsertakan partisipasi masyarakat (top down), sehingga pihak luar
tidak mengetahui secara pasti kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya.
Oleh sebab itu sudah saatnya potensi masyarakat didayagunakan yaitu bukan
hanya dijadikan objek tetapi subyek atau dengan kata lain memanusiakan
masyarakat sebagai pelaku pembangunan yang aktif.
Menurut Wahab dkk (2002: 81-82) ada tiga pendekatan yang dapat
dilakukan dalam empowerment, yaitu:
a. The welfare approach, pendekatan ini mengarah pada pendekatan manusia
dan bukan memperdaya masyarakat dalam mengahadapi proses politik
dan kemiskinan rakyat, tetapi justru untuk memperkuat keberdayaan
masyarakat dalam pendekatan centrum of power yang dilatarbelakangi
kekuatan potensi lokal masyarakat.

b. The development approach, pendekatan ini bertujuan untuk


mengembangkan proyek pembangunan untuk meningkatkan kemampuan,
kemandirian dan keberadaan masyarakat.

c. The empowerment approach, pendekatan yang melihat bahwa kemiskinan


sebagai akibat dari proses politik dan berusaha memberdayakan atau
melatih rakyat untuk mengatasi ketidakberdayaan.

6. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat


Sulistiyani (2004: 83-84) menyatakan bahwa proses belajar dalam
rangka pemberdayaan masyarakat akan berlangsung secara bertahap. Tahap-
tahap yang harus dilalui tersebut meliputi:
a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku menuju
perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan
kapasitas diri.
b. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan,
kecakapan, ketrampilan agar terbuka wawasan dan pemberian ketrampilan
dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.
c. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan, ketrampilan
sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan untuk mengatarkan pada
kemandirian.

Selanjutnya dikemukan serangkaian tahapan yang harus ditempuh melalui


pemberdayaan masyarakat tersebut dalam tabel bawah ini:

7. Lingkup Pemberdayaan Masyarakat


Agar kita dapat melakukan analisis dan pemahaman yang tepat
mengenai pemberdayaan masyarakat, harus dipahami dulu kerangka
konseptual mengenai lingkup pemberdayaan. Dari kajian-kajian empiris
pelaksanaan pemberdayaan dimasyrakat, Alshop dan Heinshon (dalam
Sumaryadi, 2005) menggambarkan 3 hal dalam lingkup pemberdayaan, yaitu
pemberdayaan politik, pemberdayaan ekonommi dan pemberdayaan sosial,
sedangkan Ndraha (dalam Sumaryadi, 2005) menyebutkan satu lingkup
lainnya pemberdayaan lingkungan.
Pemberdayaan politik lebih mengarah kepada upaya untuk
menyadarkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik dan
meningkatkan posisi tawar masyarakat terhadap pemerintah atau pihak-pihak
lainnya, yang meliputi aspek- aspek penegakan keadilan, kemampuan politik,
dan pelayanan publik.
Pemberdayaan ekonomi adalah pendekatan yang diutamakan kepada
masyarakat kelas bawah untuk mampu beraktivitas dalam bidang ekonomi,
dan memiliki penghasilan yang lebih baik, sehingga mampu menanggung
dampak negatif dari pertumbuhan yang terjadi.
Pemberdayaan sosial lebih merupakan upaya untuk meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia dan menyadarkan posisi dan peran
seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial dalam komunitasnya.
Sedangkan, untuk pemberdayaan lingkungan adalah upaya yang dimaksudkan
untuk menjaga kelestarian lingkungan dan menjalin hubungan baik dalam
interaksi manusia dengan lingkungannya

8. Siklus dan Proses Pemberdayaan Masyarakat


Dalam beberapa kajian mengenai pembangunan komunitas,
pemberdayaan masyarakat sering dimaknai sebagai upaya untuk memberikan
kekuasaan agar suara mereka didengar guna memberikan kontribusi kepada
perencanaan dan keputusan yang mempengaruhi komunitasnya.
Memberdayakan orang lain pada hakikatnya merupakan perubahan
budaya, sehingga pemberdayaan tidak akan jalan jika tidak dilakukan
perubahan seluruh budaya organisasi secara mendasar. Perubahan budaya
sangat diperlukan untuk mampu mendukung upaya sikap dan praktik bagi
pemberdayaan yang lebih efektif (Sumaryadi, 2005: 105).
Rubin dalam Sumaryadi (2005: 94-96) mengemukakan 5 prinsip dasar
dari konsep pemberdayaan masyarakat sebagai berikut:
a. Pemberdayaan masyarakat memerlukan break-even dalam setiap kegiatan
yang dikelolanya, meskipun orientasinya berbeda dari organisasi bisnis,
dimana dalam pemberdayaan masyarakat keuntungan yang diperoleh
didistribusikan kembali dalam bentuk progam atau kegiatan pembangunan
lainnya.
b. Pemberdayaan masyarakat selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik
dalam perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan.
c. Dalam melaksanaan progam pemberdayaan masyarakat, kegiatan
pelatihan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari usaha
pembangunan fisik.
d. Dalam implementasinya, usaha pemberdayaan harus dapat
memaksimalkan sumber daya, khususnya dalam hal pembiayaan baik
yang berasal dari pemerintah, swasta maupun sumber-sumber lainnya.
e. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dapat berfungsi sebagai
penghubung antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro dengan
kepentingan masyrakat yang berkepentingan mikro.

Menurut Wilson (dalam Sumaryadi 2005) terdapat 7 tahapan dalam siklus


pemberdayaan masyarakat. Tahap pertama yaitu keinginan dari masyarakat
sendiri untuk berubah menjadi lebih baik. Pada tahap kedua, masyarakat
diharapkan mampu melepaskan halangan-halangan atau faktor-faktor yang
bersifat resistensi terhadap kemajuan dalam dirinya dan komunitasnya. Pada
tahap ketiga, masyarakat diharapkan sudah menerima kebebasan tambahan
dan merasa memiliki tanggungjawab dalam mnegembangkan dirinya dan
komunitasnya.
Tahap keempat lebih merupakan kelanjutan dari tahap ketiga yaitu upaya
untuk mengembangkan peran dan batas tanggungjawab yang lebih luas, hal
ini juga terkait dengan minat dan motivasi untuk melakukan pekerjaaan
dengan lebih baik. Pada tahap kelima ini hasil-hasil nyata dari pemberdayaan
mulai kelihatan, dimana peningkatan rasa memiliki yang lebih besar
menghasilkan keluaran kinerja yang lebih baik. Pada tahap keenam telah
terjadi perubahan perilaku dan kesan terhadap dirinya, dimana keberhasilan
dalam peningkatan kinerja mampu meningkatkan perasaan psikologis di atas
posisi sebelumnya. Pada tahap ketujuh masyarakat yang telah berhasil dalam
memberdayakan dirinya, merasa tertantang untuk upaya yang lebih besar guna
mendapatkan hasil yang lebih besar guna mendapatkan hasil yang lebih baik.

Siklus pemberdayaan ini menggambarkan proses mengenai upaya


individu dan komunitasnya untuk mengikuti perjalanan ke arah prestasi dan
kepuasan individu dan pekerjaan yang lebih tinggi. Gambar di bawah ini
menunjukkan siklus pemberdayaan masyarakat dalam suatu komunitas.

Pengorganisasian Masyarakat
1. Definisi Pengorganisasian Masyarakat
Menurut Dave Beckwith dan Cristina Lopespengorganisasian
masyarakat merupakan proses pembangunan kekuatan dengan melibatkan
konstituen sebanyak mungkin melalui proses menemukenali ancaman yang
ada secara bersama-sama, menemukenali penyelesaian-penyelesaian yang
diinginkan terhadap ancaman-ancaman yang ada; menemukenali orang dan
struktur, birokrasi, perangkat yang ada agar proses penyelesaian yang dipilih
menjadi mungkin dilakukan, menyusun sasaran yang harus dicapai, dan
membangun sebuah institusi yang secara demokratis diawasi oleh seluruh
konstituen sehingga mampu mengembangkan kapasitas untuk menangani
ancaman dan menampung semua keinginan dan kekuatan konstituen yang
ada.
Jadi pengorganisasian masyarakat bukan hanya sekedar melakukan
pengerahan masyarakat untuk mencapai sesuatu kepentingan semata, namun
suatu proses pembangunan organisasi masyarakat yang dilaksanakan dengan
jalan mencari penyelesaian secara bersama pula yang didasarkan pada potensi
yang ada dalam masyarakat.
Pengorganisasian dalam konteks perubahan sosial menjadi titik
strategis yang harus mendapat perhatian lebih seksama. Keberhasilan
mencapai titik perubahan akan sangat ditentukan oleh pekerjaan
pengorganisasian ini. Tanpa suatu pengorganisasian yang memadai, kuat dan
sistematik, maka agenda pemberdayaan masyarakat akan senantiasa
bergantung kepada niat baik kekuasaan, pasar politik, atau situasi lain yang
tidak pasti. Satu-satunya faktor yang akan memastikan bahwa pembangunan
komunitas berjalan dalam rel yang benar adalah kehendak dan kemampuan
komunitas sendiri untuk memperbaiki keadaan.
Pengorganisasian masyarakat atau CO adalah pengembangan yang
mengutamakan pembangunan kesadaran kritis dan penggalian potensi
pengetahuan lokal masyarakat. Pengorganisasian masyarakat mengutamakan
pengembangan masyarakat berdasarkan dialog atau musyawarah yang
demokratis. Usulan komunitas merupakan sumber utama gagasan yang harus
ditindaklanjuti secara kritis, sehingga partisipasi masyarakat dalam
merencanakan, membuat keputusan dan melaksanakan program merupakan
tonggak yang sangat penting.
Pengorganisasian masyarakat bergerak dengan cara menggalang
masyarakat kedalam suatu organisasi yang mampu menjangkau seluruh
lapisan masyarakat. Suara dan kepentingan masyarakat lebih utama daripada
kepentingan kaum elit.
Pengorganisasian masyarakat juga memaklumi arti penting
pembangunan sarana-sarana fisik yang dapat menunjang kemajuan
masyarakat, namun titik tekan pembangunan itu ialah pengembangan
kesadaran masyarakat sehingga mampu mengelola potensi sumberdaya
mereka.
Secara umum, metode yang dipergunakan dalam pengorganisasian
masyarakat adalah penumbuhan kesadaran kritis, partisipasi aktif, pendidikan
berkelanjutan, pembentukan dan penguatan pengorganisasian masyarakat.
Semua itu bertujuan untuk melakukan transformasi sistem sosial yang
dipandang menghisap masyarakat dan menindas (represif). Tujuan pokok
pengorganisasian masyarakat adalah membentuk suatu tatanan masyarakat
yang beradab dan berperikemanusiaan (civil society) yang menjunjung tinggi
nilai-nilai demokratis, adil, terbuka, berkesejahteraan ekonomis, politik dan
budaya.
2. Asumsi Dasar pengorganisasian masyarakat
Melakukan pengorganisasian masyarakat dengan maksud memperkuat
(memberdayakan) sehingga masyarakat mampu mandiri dalam mengenali
persoalan-persoalan yang ada dan dapat mengembangkan jalan keluar (upaya
mengatasi masalahtersebut) berangkat dari asumsi:
a. Masyarakat punya kepentingan terhadap perubahan (komunitas harus
berperan aktif dalam menciptakan kondisi yang lebih baik bagi seluruh
masyarakat)
b. Perubahan tidak pernah datang sendiri melainkan membutuhkan
perjuangan untuk dapat mendapatkannya
c. Setiap usaha perubahan (sosial) pada dasarnya membutuhkan daya tekan
tertentu, dimana usaha memperkuat (daya tekan) juga memerlukan
perjuangan.

3. Arah pengorganisasian masyarakat


Pengorganisasian adalah untuk mengembangkan peningkatan
kapasitas dan daya tawar masyarakat (komunitas). Pemikiran ini bermuara
pada prinsip demokrasi, yang menegaskan bahwa kedaulatan ada di tangan
rakyat, atau suatu proses dari, oleh dan untuk rakyat. Secara mendasar
pengorganisasian diarahkan untuk meningkatkan kesadaran kritis masyarakat
dan disisi lain mempersiapkan basis sosial bagi tatanan dan situasi yang baru
dan lebih baik yang ingin diciptakan.

4. Pentingnya Pengorganisasian
Pengorganisasian masyarakat penting dilakukan karena:
a. Kenyataan  bahwa masyarakat pada kebanyakan berposisi dan berada
dalam kondisi lemah, sehingga diperlukan wadah yang sedemikian rupa
dapat dijadikan wahana untuk perlindungan dan peningkatan kapasitas
bargaining
b. Kenyataan masih adanya ketimpangan dan keterbelakangan, dimana
sebagian kecil memilki akses dan asset untuk bisa memperbaiki keadaan,
sementara sebagian besar yang lain tidak. Kenyataan ini menjadikan
perubahan pada posisi sebagai jalan yang paling mungkin untuk
memperbaiki keadaan. Tentu saja pengorganisasian tidak selalu bermakna
persiapan melakukan “perlawanan” terhadap tekanan dari pihak-pihak
tertentu, tetapi juga dapat bermakna sebagai upaya bersama dalam
menghadapi masalah-masalah bersama seperti bagaimana meningkatkan
produksi, memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat, dan lain-lain.

5. Inti Kerja Mengorganisasi Masyarakat


a. Membangun dan mengembangkan kesadaran kritis masyarakat dalam
melihat persoalan-persoalan yang menghambat pencapaian keadaan yang
lebih baik dan bermakna, seperti masalah mengapa posisi masyarakat
lemah dan kondisi mereka “kurang beruntung.
b. Mendorong dan mengembangkan organisasi yang menjadi alat dalam
melakukan perjuangan kepentingan masyarakat.
c. Melakukan usaha-usaha yang mengarah kepada perbaikan keadaan dalam
kapasitas yang paling mungkin, dan dengan kalkulasi kekuatan yang
cermat, serta melalui pentahapan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
tahap-tahap perkembangan masyarakat yang dinamis.

6. Prinsip-prinsip pengorganisasian masyarakat


Berdasarkan definisi dan pengertian pengorganisasian masyarakat,
agar tujuannya dapat terwujud dan tidak keluar dari kerangka kerja
pengorganisasian masyarakat maka ada prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan, yaitu:
a. Keberpihakan
Pengorganisasian masyarakat harus menitikberatkan pada lapisan bawah
yang selama ini selalu dipinggirkan, sehingga yang menjadi basis
pengorganisasian adalah masyarakat kelas bawah, tanpa mempunyai
prioritas keberpihakan terhadap masyarakat kelas bawah seringkali
pengorganisasian yang dilakukan terjebak pada kepentingan kelas
menengah dan elit dalam masyarakat.
b. Pendekatan holistik
Pengorganisasian masyarakat harus melihat permasalahan yang ada dalam
masyarakat secara utuh dan tidak sepotong-sepotong, misalnya; hanya
melihat aspek ekonomi saja, tetapi harusdilihat dari berbagai aspek
sehingga pengorganisasian yang dilaksanakan untuk mengatasi berbagai
aspek dalam masyarakat.
c. Pemberdayaan
Muara dari pengorganisasian masyarakat adalah agar masyarakat berdaya
dalam menghadapi pihak-pihak di luar komunitas (pelaku pembangunan
lain; pemerintah, swasta atau lingkungan lain pasar, politik, dsb), yang
pada akhirnya posisi tawar masyarakat meningkat dalam ber hubungan
dengan pemerintah dan swasta.
d. HAM
Kerja-kerja pengorganisasian masyarakat tidak boleh bertentangan dengan
HAM.
e. Kemandirian
Pelaksanaan pengorganisasian masyarakat harus ditumpukan pada potensi
yang ada dalam masyarakat, sehingga penggalian keswadayaan
masyarakat mutlak diperlukan. Dengan demikian apabila ada faktor luar
yang akan terlibat lebih merupakan stimulan yang akan mempercepat
proses perubahan yang dikehendaki. Apabila hal kemandirian tidak bisa
diwujudkan, makaketergantungan terhadap faktor luar dalam proses
pengorganisasian masyarakat menjadi signifikan. Kemandirian menjadi
sangat penting karena perubahan dalam masyarakat hanya bisa terjadi dari
masyarakat itu sendiri.
f. Berkelanjutan
Pengorganisasian masyarakat harus dilaksanakan secara sistematis dan
masif, apabila tujuannya adalah untuk meningkatkan posisi tawar
masyarakat, oleh sebab itulah dalam melaksanakan pengorganisasian
masyarakat harus mampu memunculkan kader-kader masyarakat dan
pengorganisasi lokal, karena merekalah yang akan terus mengembangkan
pengorganisasian yang sudah jalan sehingga kegiatan ini terjamin
keberlanjutannya.
g. Partisipatif
Salah satu budaya yang dilahirkan oleh Orde Baru adalah ‘budaya bisu’
dimana masyarakat hanya dijadikan alat untuk legitimasi dari kepentingan
kelompok dan elit. Kondisi semacam ini tercermin dari kegiatan
pengerahan masyarakat untuk mencapai kepentingan-kepentingan sesaat,
oleh sebab itulah dalam pengorganisasian masyarakat harus diupayakan
keterlibatan semua pihak terutama masyarakat kelas bawah. Partisipasi
yang diharapkan adalah partisipasi aktif dari anggota sehingga akan
melahirkan perasaan memiliki dari organisasi yang akan dibangun.
h. Keterbukaan
Sejak awal dalam pengorganisasian masyarakat harus diupayakan
keterbukaan dari semua pihak, sehingga bisa dihindari intrik dan
provokasi yang akan merusak tatanan yang telah dibangun. Pengalaman
yang ada justru persoalan keterbukaan inilah yang banyak menyebabkan
perpecahan dan pembusukan dalam organisasi masyarakat yang telah
dibangun.
i. Tanpa kekerasan
Kekerasan yang dilakukan akan menimbulkan kekerasan yang lain dan
pada akhirnya menjurus pada anarkhisme, sehingga diupayakan dalam
berbagai hal dalam pengorganisasian masyarakat harus mampu
menghindari bentuk-bentuk kekerasan baik fisik maupun psikologi dengan
demikian proses yang dilakukan bisa menarik simpati dan dukungan dari
berbagai kalangan dalam melakukan perubahan yang akan dilaksanakan.
j. Praxis
Proses pengorganisasian masyarakat harus dilakukan dalam lingkaran
Aksi-Refleksi-Aksi secara terus menerus, sehingga semakin lama kegiatan
yang dilaksanakan akan mengalami peningkatan baik secara kuantitas dan
terutama kualitas, karena proses yang dijalankan akan belajar dari
pengalaman yang telah dilakukan dan berupaya untuk selalu
memperbaikinya.
k. Kesetaraan
Budaya yang sangat menghambat perubahan masyarakat adalah tinggalan
budaya feodal. Oleh sebab itu pembongkaran budaya semacam ini bisa
dimulai dengan kesetaraan semua pihak, sehingga tidak ada yang merasa
lebih tinggi (superior) dan merasa lebih rendah (inferior), dengan
demikian juga merupakan pendidikan bagi kalangan kelas bawah untuk
bisa memandang secara sama kepada kelompok-kelompok lain yang ada
dalam masyarakat, terutama dalam berhubungan dengan pemerintah dan
swasta.

Yang perlu dipikirkan mengenai pengorganisasian masyarakat:


a. Mengutamakan yang terabaikan (pemihakan kepada yang lemah dan
miskin)
b. Merupakan jalan memperkuat masyarakat, bukan sebaliknya
c. Masyarakat merupakan pelaku, pihak luar hanya sebagai fasilitator
d. Merupakan proses saling belajar
e. Sebagai bagian dari upaya mengoptimalkan capaian
f. Bersedia belajar dari kesalahan
g. Terbuka, bukan merupakan usaha pembentukan kelompok eksklusif.
7. Langkah-langkah pengorganisasian masyarakat
Adapun tindak lanjut yang dimaksud meliputi tahapan langkah-langkah
pengorganisasian masyarat yang terdiri dari:
a. Langkah integrasi, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh organisator dengan
meleburkan dirinya dalam masyarakat sehingga diterima masyarakat dan
memahami kondisi masyarakat.
b. Riset sosial, yaitu dengan mempelajari lebih mendalam situasi sosio-
kultural, historis dan masalah yang ada di masyarakat.
c. Program tentatif, yaitu menyusun serangkaian kegiatan yang dapat
mendorong masyarakat sehingga masyarakat dapat berperan secara efektif
dalam melakukan aktivitas penanganan masalah.
d. Aktivitas pemberdayaan, yaitu dengan membangun kesadaran melalui
motivasi dan nilai-nilai moralitas.
e. Pertemuan dan Role Playing, yang melakukan pembahasan secara formal
sehingga terdapat legitimasi dari masyarakat mengenai tindak lanjut
pelaksanaan upaya yang akan dilakukan dalam penanganan masalah. Di
samping itu, disiapkan pula langkah-langkah tindak lanjutnya agar jelas
bagi masyarakat untuk terlibat.
f. Pelaksanaan Aksi, yaitu melakukan kegiatan pengorgniasasian
masayarakat dalam penanganan masalah. Dalam hal ini perlu
diidentifikasi jenis aksi, metode aksi, struktur aksi, tujuan dan target aksi.
g. Evaluasi, yaitu dengan melakukan kajian ulang mengenai proses maupun
dari aktivitas pengorganisasian masyarakat.

8. Beberapa metode dan media pengorganisasian masyarakat


Setelah mengetahui pola dan langkah-langkah pengorganisasian
masyarakat, perlu diketahui pula metode dan media yang memungkinkan
untuk digunakan dalam proses pengorganisasian.
Pentingnya mengetahui metode dan media pengorganisasian
masyarakat karena sarana yang akan digunakan akan membuat langkah-
langkah yang sudah disusun dapat berjalan dengan efektif dan tepat sasaran.
Di samping itu, dalam pengorganisasian masyarakat adalah penting dalam
upaya memenangkan dukungan dan pemikiran masyarakat.
Beberapa bentuk metode dan media pengorganisasian masyarakat
adalah sebagai berikut:
a. Diskusi, baik yang bersifat formal maupun yang bersifat informal (privat).
Diskusi formal dilakukan secara terbuka dengan melibatkan seluas-
luasnya anggota masyarakat dari segala macam lapisan. Sedangkan
diskusi informal (privat) adalah diskusi yang melibatkan komunitas secara
lebih spesifik
b. Pelatihan, yang ditujukan pada anggota masyarakat yang nantinya akan
mampu menjadi aktor utama dalam pengorganisasian masyarakat.
c. Bentuk-bentuk aksi juga dapat menjadi sarana pengorganisasian
masyarakat dimana suatu aksi yang memberikan impresi yang positif di
mata masyarakat juga memiliki potensi untuk meningkatkan partisipasi
dalam pengorganisasian tersebut.
d. Salah satu sarana lainnya adalah sarana yang memiliki karakter
penyebaran yang lebih luas dan merata yaitu kampanye dan sosialisasi.
Sarana ini dapat dilakukan dalam berbagai cara yaitu dalam bentuk
selebaran, radio komunitas, buletin/buku, majalah/koran, video dan seni
pertunjukan.
Adanya langkah-langkah pengorganisasian berikut metode dan media
pendukung tidak akan efektif apabila kita tidak memperhatikan pembagian
tugas, pengenalan wilayah, dan yang tidak kalah penting adalah melakukan
transformasi dalam pengorganisasian masyarakat.
B. Contoh Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM).
1. Posyandu
a. Definisi
Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk,
dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan
guna memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memeroleh
pelayanan kesehatan dasar (Kementrian Kesehatan RI, 2011).
Menurut Sulistyorini (2010), posyandu adalah kegiatan kesehatan
dasar yang diselenggarakn dari, oleh, dan untuk masyarakan dan dibantu
oleh petugas kesehatan disuatu wilayah kerja Puskesmas. Program ini
dapat dilaksanakan di balai dusun, balai kelurahan, maupun tempat lain
yang mudah didatangi masyarakat.

b. Tujuan
Tujuan dari penyelenggaraan Posyandu menurut Kemenkes RI (2006)
adalah sebagai berikut:
1) Mempercepat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), anak balita,
dan angka kelahiran.
2) Mempercepat penurunan AKI (Angka Kematian Ibu) dan Ibu Hamil.
3) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan
kegiatan kesehatan.

c. Manfaat
Menurut Kementrian Kesehatan (2011), manfaat dari penyelenggaraan
Posyandu antara lain:
1) Bagi masyarakat
a) Mendapat kemudahan untuk memeroleh informasi dan pelayanan
kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan
Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), dan
Angka Kematian Balita (AKBA).
b) Memeroleh layanan secara professional dalam pemecahan masalah
kesehatan terutama terkait kesehatan ibu, bayi, dan balita.
2) Bagi kader dan tokoh masyarakat
a) Mendapat informasi lebih dulu tentang upaya kesehatan yang
terkait dengan penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka
Kematian Ibu (AKI), dan Angka Kematian balita (AKBA).
b) Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu
masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan terkait Angka
Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), dan Angka
Kematian balita (AKBA).
3) Bagi Puskesmas
a) Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat, pusat pelayanan kesehatan perorangan dan kesehatan
masyarakat.
b) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan
masalah kesehatan sesuai dengan kondisi.
c) Mendekatkan akses pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat.

d. Sasaran
Sasaran dalam pelayanan posyandu antara menurut Ambarwati (2009),
antara lain:
a) Bayi berusia kurang dari 1 tahun
b) Anak balita usia 1 – 5 tahun
c) Ibu Hamil
d) Ibu Menyusui
e) Ibu Nifas
f) Wanita usia subur
e. Pelayanan Kesehatan yang Dijalankan Posyandu
Menurut Syarifudin, pelayanan kesehatan yang dijalankan diantaranya:
1) Pemeliharaan kesehatan bayi dan balita
a) Penimbangan berat badan bulanan
b) Pemberian tambahan makanan bagi bayi yang beratnya kurang
c) Imuniasasi bayi 3-14 bulan
d) Pemberian oralit untuk mengatasi diare
2) Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia
subur
a) Pemeriksaan kesehatan umm
b) Pemeriksaan kehamilan dan nifas
c) Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil
penambahan darah
d) Imunisasi TT untuk ibu hamil
e) Penyuluhan kesehatan dan KB
f) Pemberian alat kontrasepsi KB
g) Pemberian oralit pada ibu yang terkena diare.

2. Posbindu
a. Definisi
Posbindu adalah pos pelayanan kesehatan untuk masyarakat usia lanjut
disuatu wilayah tertentu yang sudah disepakati dan digerakkan oleh
masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan.
Posyandu Lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah
melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraanya melalui
program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga,
tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraanya
(R.Fallen & R. Budi. Dwi. K, 2010).
Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan
kegiatan deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM Utama yang
dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan berkala. Faktor risiko penyakit
tidak menular (PTM) meliputi merokok, konsumsi minuman beralkohol,
pola makan tidak sehat, kurang aktifitas fisik, obesitas, stres, hipertensi,
serta menindak faktor risiko yang ditemukan melalui konseling kesehatan.
b. Tujuan
1) Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat,
sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan
lansia.
2) Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran masyarakat dalam
pelayanan posbindu untuk meningkatkan komunikasi.
3) Mengurangi angka kematian lansia di masyarakat.
4) Meningkatkan peran serta usia lanjut, keluarga, kader, organisasi
sosial dan lembaga swadaya masyarakat dalam penyelenggaraan
pembinaan kesehatan usia lanjut.

c. Manfaat
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2007), posbindu dilakukan agar
pengetahuan lansia menjadi meningkat dan menjadi dasar pembentukan
serta dapat mendorong minat atau memotivasi lansia untuk lelalu
mengikuti kegiatan Posbindu.
Posbindu juga mempunyai manfaat sebagai berikut:
1) Memberikan semangat hidup bagi usia lanjut
2) Memberikan keringanan biaya pelayanan kesehatan bagi keluarga
yang tidak mampu
3) Memberikan bimbingan pada usia lanjut dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatanya, agar tetap sehat dan mandiri.
d. Sasaran
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2012), sasaran kegiatan Posbindu
adalah kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM
atau orang dewasa yang berumur 15 tahun keatas. Pada orang sehat,
faktor risiko tetap terjaga dalam kondisi normal. Pada orang dengan faktor
risiko adalah mengembalikan kondisi berisiko ke kondisi normal, dan
pada orang dengan penyandang PTM adalah mengendalikan faktor risiko
pada kondisi normal sebagai upaya pencegahan timbulnya komplikasi
PTM.

e. Kegiatan Posbindu PTM :


1) Monitoring faktor risiko bersama PTM secara rutin dan periodik.
2) Konseling faktor risiko PTM tentang diet, aktifitas fisik, merokok,
stress.
3) Penyuluhan/dialog interaktif sesuai dengan masalah PTM yang ada.
4) Aktifitas fisik bersama seperti olah raga bersama, kerja bakti, senam,
jalan santai dll.
5) Rujukan kasus faktor risiko sesuai kriteria klinis ke Puskesmas.

3. Desa Siaga
a. Definisi
Desa siaga merupakan strategi baru pembangunan kesehatan. Desa
siaga lahir sebagai respon pemerintah terhadap masalah kesehatan di
Indonesia yang tak kunjung selesai. desa siaga merupakan desa yang
penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta
kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan,
bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Desa siaga
adalah suatu konsep peran serta dan pemberdayaan masyarakat di tingkat
desa, disertai dengan pengembangan kesiagaan dan kesiapan masyarakat
untuk memelihara kesehatannya secara mandiri. (Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 564/MENKES/SK/VI II/2006).
Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan
sumber daya, kemampuan dan kemauan untuk mencegah dan mengatasi
masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan
secara mandiri. Inti kegiatan desa siaga adalah pemberdayaan masyarakat
agar mau dan mampu hidup sehat. Penelitian ini bertujuan mengetahui
pelaksanaan pengembangan Desa Siaga di Kabupaten Maluku Tenggara.
Pelaksanaan pengembangan Desa Siaga ini merupakan tanggung jawab
dari pimpinan dan perangkat pemerintahan desa. Metode pengumpulan
data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan telaah dokumen.
Data di análisis secara kualitatif dalam pendekatan deskriptif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tahap pelaksanaan yang terdiri dari
pengembangan tim petugas, pengembangan tim di masyarakat, survei
mawas diri, musyawarah masyarakat desa, pembinaan, dan pembentukan
forum untuk membantu atau memfasilitasi masyarakat menjalani proses
pembelajaran melalui siklus pemecahan masalah yang terorganisir dan
masih perlu ditingkatkan. Pengembangan Desa Siaga di Desa Evu
Kabupaten Maluku Tenggara sudah berjalan dengan baik hanya saja perlu
lebih lagi di tingkatkan. Langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh
adalah pengembangan tim petugas, pengembangan tim di masyarakat,
survei mawas diri, musyawarah masyarakat desa, pembangunan poskesdes
serta pembinaan dan peningkatan lintas sektor.
Konsep desa siaga adalah membangun suatu sistem di suatu desa
yang bertanggung jawab memelihara kesehatan masyarakat itu sendiri, di
bawah bimbingan dan interaksi dengan seorang bidan dan 2 orang kader
desa. Di samping itu, juga dilibatkan berbagai pengurus desa untuk
mendorong peran serta masyarakat dalam program kesehatan seperti
imunisasi dan posyandu (Depkes 2009).
b. Tujuan
1) Tujuan Umum :
Percepatan terwujudnya masyarakat desa dan kelurahan yang peduli,
tanggap, dan mampu mengenali, mencegah serta mengatasi
permasalahan kesehatan yang dihadapi secara mandiri, sehingga
derajat kesehatannya meningkat.
2) Tujuan Khusus :
a) Mengembangkan kebijakan pengembangan Desa siaga aktif di
setiap tingkat Pemerintahan Desa
b) Meningkatkan komitmen dan kerjasama semua pemangku
kepentingan di Desa untuk pengembangan desa siaga aktif.
c) Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
dasar di desa
d) Mengembangkan UKBM dan melaksanakan penanggulangan
bencana dan kedaruratan kesehatan, survailans berbasis
masyarakat (meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu,
pertumbuhan anak, lingkungan, dan perilaku), serta penyehatan
lingkungan.
e) Meningkatkan ketersediaan sumber daya manusia, dana, maupun
sumber daya lain, yang berasal dari pemerintah, masyarakat dan
swasta/dunia usaha, untuk pengembangan Desa siaga aktif

c. Tahapan pengembangan desa siaga


Pengembangan desa siaga merupakan aktivitas yang berkelanjutan dan
bersifat siklus. Setiap tahapan meliputi banyak aktivitas.
1) Tahap 1
Dilakukan sosialisasi dan survei mawas diri (SMD), dengan kegiatan
antara lain Sosialisasi, Pengenalan kondisi desa, Membentuk
kelompok masyarakat yang melaksanakan SMD, pertemuan pengurus,
kader dan warga desa untuk merumuskan masalah kesehatan yang
dihadapi dan menentukan masalah prioritas yang akan diatasi.
2) Tahap 2
Dilakukan pembuatan rencana kegiatan. Aktivitasnya, terdiri dari
penentuan prioritas masalah dan perumusan alternatif pemecahan
masalah. Aktivitas tersebut, dilakukan pada saat musyawarah
masyarakat 2 (MMD-2). Selanjutnya, penyusunan rencana kegiatan,
dilakukan pada saat musyawarah masyarakat 3 (MMD-3). Sedangkan
kegiatan antara lain memutuskan prioritas masalah, menentukan
tujuan, menyusun rencana kegiatan dan rencana biaya, pemilihan
pengurus desa siaga, presentasi rencana kegiatan kepada masyarakat,
serta koreksi dan persetujuan masyarakat.
3) Tahap 3
Merupakan tahap pelaksanaan dan monitoring, dengan kegiatan
berupa pelaksanaan dan monitoring rencana kegiatan.
4) Tahap 4
Kegiatan evaluasi atau penilaian, dengan kegiatan berupa pertanggung
jawaban.

d. Komponen Desa Siaga


Desa atau Kelurahan Siaga Aktif memiliki komponen :
1) Pelayanan kesehatan dasar.
2) Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan UKBM dan
mendorong upaya Survailans berbasis masyarakat, kedaruratan
kesehatan dan penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan.
3) Perilaku Hidup Sehat dan Bersih.
e. Manfaat Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
1) Bagi Masyarakat:
a) Mudah mendapat pelayanan kesehatan dasar.
b) Peduli, tanggap dan mampu mengenali, mencegah dan mengatasi
masalah kesehatan yang dihadapi.
c) Tinggal di lingkungan yang sehat.
d) Mampu mempraktikkan PHBS.
2) Bagi Tokoh Masyarakat/Organisasi Kemasyarakatan :
a) Membantu secara langsung terhadap upaya pemberdayaan dan
penggerakan masyarakat di bidang kesehatan.
b) Meningkatkan kepercayaan masyarakat dan citra terhadap figur
tokoh masyarakat/organisasi kemasyarakatan.
c) Membantu meningkatkan status kesehatan masyarakat.
3) Bagi Kepala Desa/Kelurahan :
a) Optimalisasi kinerja Kepala Desa/Lurah.
b) Meningkatnya status kesehatan masyarakat.
c) Optimalisasi fungsi fasilitas kesehatan yang ada di wilayah
kerjanya sebagai tempat pemberdayaan masyarakat dan pelayanan
kesehatan dasar.
d) Efisiensi dalam menggerakkan dan menumbuhkan kesadaran
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
e) Meningkatkan citra diri sebagai kepala pemerintahan Desa yang
aktif mendukung dan mewujudkan kesehatan masyarakat.

f. Kriteria Desa Siaga


1) Kepedulian Pemerintahan Desa atau Kelurahan dan pemuka
masyarakat terhadap Desa siaga aktif yang tercermin dari keberadaan
dan keaktifan forum desa
2) Keberadaan kader pemberdayaan masyarakat/kader kesehatan desa
siaga aktif.
3) Keberadaan UKBM dan melaksanakan penanggulangan bencana dan
kedaruratan kesehatan, survailans berbasis masyarakat, penyehatan
lingkungan.
4) Tercakupnya pendanaan untuk pengembangan desa siaga aktif dalam
Anggaran Pembangunan Desa serta dari masyarakat dan dunia usaha.
5) Peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam
kegiatan kesehatan di Desa siaga aktif.
6) Peraturan di tingkat desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur
tentang pengembangan Desa siaga aktif.
7) Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah
Tangga

4. Saka Bakti Husada


a. Definisi
Satuan Karya Pramuka (Saka) adalah wadah pendidikan guna
menyalurkan minat, mengembangkan bakat dan pengalaman para
pramuka dalam bernagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Saka
Bakti Husada adalah wadah pengembangan pengetahuan, pembinaan
keterampilan, penambahan pengalaman dan pemberian kesempatan untuk
membaktikan dirinya kepada masyarakat dalam bidang kesehatan. Saka
Bakti Husada diresmikan pada tanggal 17 Juli 1985, dengan dilantiknya
Pimpinan Saka Bakti Husada Tingkat Nasional oleh Kwartir Nasional
Gerakan Pramuka yang kemudian dicanangkan oleh Menteri Kesehatan
Republik Indonesia pada tanggal 12 November 1985 sebagai Hari
Kesehatan Nasional di Magelang. (Promkes Kementrian Kesehatan RI,
2016).
Satuan Karya Pramuka Bakti Husada yaitu salah satu jenis satuan
karya Pramuka yang merupakan wadah kegiatan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan praktis dalam bidang kesehatan yang dapat
diterapkan pada diri, keluarga, lingkungan dan mengembangkan lapangan
pekerjaan di bidang kewirausahaan. (Kementrian Kesehatan RI, 2018).

b. Tujuan
Saka Bakti Husada bertujuan untuk mewujudkan tenaga kader
pembangunan dalam bidang kesehatan, yang dapat membantu
melembagakan norma hidup sehat bagi semua anggota Gerkan Pramuka
dan masyarakat dilingkungannya.

c. Sasaran
Sasaran dibentuknya Saka Bakti Husada adalah agar para anggota
Gerakan Pramuka
yang telah mengikuti kegiatan Saka tersebut :
1) Memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam bidang
kesehatan.
2) Mampu dan mau menyebarluaskan informasi kesehatan kepada
masyarakat khususnya tentang :
a) Kesehatan lingkungan
b) Kesehatan keluarga
c) Penanggulangan berbagai penyakit
d) Gizi
e) Manfaat dan bahaya obat
1) Mampu memberikan latihan tentang kesehatan kepada para Pramuka
di gugus depannya.
2) Dapat menjadi contoh hidup sehat bagi masyarakat di lingkungannya.\
3) Memiliki sikap dan perilaku yang lebih mantap.
d. Krida dalam Saka Bakti Husada
Krida adalah satuan terkecil dari Saka, sebagai wadah kegiatan
keterampilan, pengetahuan dan teknologi tertentu. Saka Bakti Husada
terdiri dari 6 Krida dengan 36 Kecakapan khusus, yaitu :
1) Krida Bina Lingkungan Sehat
Krida Bina Lingkungan Sehat adalah wadah yang memberikan
pembinaan penyehatan lingkungan yaitu pembinaan penyehatan
rumah, penyehatan tempat fasilitas umum dan penerapan kedaruratan
kesehatan lingkungan.
Tujuan Krida Bina Lingkungan Sehat untuk memperoleh
kecakapan khusus tentang rumah sehat, tempat fasilitas umum sehat
dan penerapan kedaruratan kesehatan lingkungan. SKK Krida Bina
Lingkungan Sehat ada 3 (tiga), yaitu:
a. Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Rumah Sehat
b. Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Tempat dan Fasilitas Umum
Sehat
c. Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Kedaruratan Kesehatan
Lingkungan
Berdasarkan syarat kecakapan khusus yang terdapat di Krida Bina
Lingkungan Sehat maka anggota Saka Bakti Husada yang mendalami
Krida Bina Lingkungan Sehat dapat menjadi wirausaha di bidang
sanitasi.
2) Krida Bina Keluarga Sehat
Krida Bina Keluarga Sehat adalah wadah yang memberikan
pengetahuan dan keterampilan tentang keluarga sehat agar mereka
mau dan mampu menggerakkan dan memberdayakan masyarakat
dalam mewujudkan keluarga sehat.
Tujuan Krida Bina Keluarga Sehat untuk memperoleh kecakapan
khusus tentang pembinaan Keluarga Sehat yaitu pembinaan kesehatan
ibu, bayi, anak pra sekolah, usia sekolah dan remaja (termasuk
didalamnya kesehatan gigi dan mulut), reproduksi, lanjut usia, jiwa
dan kesehatan kerja dan olahraga. SKK Krida Bina Keluarga Sehat
ada 7 (tujuh) yaitu:
a) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Kesehatan Ibu dan Bayi Baru
Lahir
b) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Kesehatan Balita dan Anak Pra
Sekolah
c) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Kesehatan Usia Sekolah dan
Remaja
d) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Kesehatan Reproduksi
e) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Kesehatan Lanjut Usia
f) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Kesehatan Jiwa
g) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Kesehatan Kerja dan Olahraga
Berdasarkan syarat kecakapan khusus yang terdapat di Krida Bina
Keluarga Sehat maka anggota Saka Bakti Husada yang mendalami
Krida Bina Keluarga Sehat antara lain, dapat menjadi penyedia jasa
pengasuh bayi, anak, lanjut usia dan instruktur olahraga.
3) Krida Pengendalian Penyakit
Krida Pengendalian Penyakit adalah wadah kegiatan keterampilan,
pengetahuan, dan teknologi tepat guna untuk memberikan kecakapan
khusus tentang pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular,
penyakit menular, dan kesehatan jiwa.
Tujuan Krida Pengendalian Penyakit untuk memperoleh
kecakapan khusus tentang pengendalian penyakit malaria, penyakit
demam berdarah, rabies, penyakit diare, penyakit tuberkulosis,
penyakit cacingan, HIV/AIDS, penyakit tidak menular serta imunisasi
dan gawat darurat. SKK Bina Pengendalian Penyakit ada 11 (sebelas)
yaitu:
a) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Pengendalian Penyakit Malaria
b) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Pengendalian Penyakit Demam
Berdarah
c) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Pengendalian Rabies
d) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Pengendalian Penyakit Diare
e) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Pengendalian Penyakit
Tuberkulosis
f) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Pengendalian Penyakit
Kecacingan
g) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Imunisasi
h) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Gawat Darurat
i) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Pengendalian HIV/AIDS
j) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Pengendalian Penyakit Tidak
Menular
Berdasarkan syarat kecakapan khusus yang terdapat di Krida
Pengendalian Penyakit maka anggota Saka Bakti Husada yang
mendalami Krida Pengendalian Penyakit dapat menjadi pembuat
teknologi tepat guna bidang pencegahan dan pengendalian penyakit.
4) Krida Bina Gizi
Krida Bina Gizi adalah wadah kegiatan keterampilan, pengetahuan
dan teknologi tertentu untuk memberikan kecakapan khusus tentang
Gizi di Rumah Tangga, Gizi di Masyarakat, dan Gizi di Institusi
Kesehatan.
Tujuan Krida Bina Gizi untuk memperoleh kecakapan khusus
tentang mengenal keadaan gizi, kegiatan gizi di pos pelayanan
terpadu, perencanna menu, penyuluhan gizi dan pengangan gizi
darurat. SKK Krida Bina Gizi ada 5 (lima) yaitu:
a) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Mengenal Keadaan Gizi

b) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Kegiatan Gizi di Pos Pelayanan


Terpadu
c) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Perencanaan Menu

d) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Penyuluhan Gizi

e) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Penanganan Gizi Darurat

Berdasarkan syarat kecakapan khusus yang terdapat di Krida Bina


Gizi maka anggota Saka Bakti Husada yang mendalami Krida Bina
Gizi dapat menjadi wirausaha kuliner sehat.
5) Krida Bina Obat
Krida Bina Obat adalah wadah kegiatan keterampilan dan
pengetahuan tertentu untuk memberikan kecakapan khusus mengenai
obat-obatan, jamu, kosmetika, pangan dan narkotika psikotropika dan
zat adiktif lainnya.
Tujuan Krida Bina Obat untuk memperoleh kecakapan khusus
tentang pemahaman obat, pembuatan jamu yang baik dan
pemanfaatannya, pencegahan dan penaggulangan penyalahgunaan
narkotika, spikotropika dan zak adiktif lainnya, pemilihan pangan
sehat dan pembinaan kosmetika. SKK Krida Bina Obat ada 5 (lima)
yaitu:
a) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Pemahaman Obat

b) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Pembuatan Jamu yang Baik dan


Pemanfaatannya

c) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Pencegahan dan


Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya

d) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Pemilihan Pangan Sehat

e) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) Pembinaan Kosmetika


Berdasarkan syarat kecakapan khusus yang terdapat di Krida Bina
Obat maka anggota Saka Bakti Husada yang mendalami Krida bina
obat dapat menjadi wirausaha jamu.
6) Krida Bina PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)
Krida Bina PHBS adalah wadah pengetahuan dan keterampilan
tentang PHBS agar mau dan mampu menerapkan pada diri sendiri,
keluarga serta menggerakkan masyarakat.
Tujuan Krida Bina PHBS untuk memperoleh kecakapan khusus
tentang PHBS di rumah tangga, sekolah, tempat-tempat umum, tempat
kerja dan di institusi kesehatan. SKK Krida PHBS ada 5 (lima) yaitu:
a) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) PHBS di Rumah Tangga
b) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) PHBS di Sekolah
c) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) PHBS di Tempat-tempat Umum
d) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) PHBS di Tempat Kerja
e) Syarat Kecakapan Khusus (SKK) PHBS di Institusi Kesehatan

5. Polindes
a. Pengertian
Polindes atau Pondok bersalin desa adalah suatu tempat atau lembaga Unit
Kegiatan Bersam Masyarakat (UKBM) yang didirikan oleh masyarakat
atas dasar musyawarah sebagai sebagai kelengkapan kelengkapan dari dari
pembangunan pembangunan kesmas kesmas untuk untuk memberikan
memberikan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga
Berencana (KB) dikelola oleh bidan desa (bides) bekerjasama dengan
dukun bayi dibawah pengawasan dokter puskesmas setempat.

b. Fungsi Polindes
1) Sebagai tempat yankes ibu dan anak (tmsk KB)
2) Sebagai tempat pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan
3) Sebagai tempat tempat konsultasi, konsultasi, penyuluhan penyuluhan
dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat, dukun bayi, dan kader
c. Kegiatan Polindes
1) Pemeriksaan kehamilan, termasuk pemberian imunisasi pada ibu
hamil, deteksi dini pada kehamilan.
2) Menolong persalinan normal dan resiko sedang.
3) Memberikan yankes pada ibu nifas dan menyusui.
4) Memberikan yankes pada neonatal, bayi, balita, anak prasekolah,
imunisasi dasar pada bayi.
5) Memberikan pelayanan KB.
6) Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada kehamilan dan
persalinan yang resti baik bagi ibu maupun bayinya.
7) Menampung rujukan bagi dukun bayi dan kader kesehatan.
8) Merujuk kelainan ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu.
9) Melatih dan membina dukun bayi maupun kader.
10) Mencatat dan melaporkan kegiatan yang dilaksanakan pada
puskesmas.

d. Syarat Polindes
1) Tersedianya bidan di desa yang siap siaga didesa.
2) Tersedia sarana dan prasarana yankes sesuai standar pelayanan
minimal untuk bidan praktek.
3) Memenuhi persyaratan rumah sehat: air bersih,ventilasi, penerangan
cukup, pembuangan air limbah, pekarangan limbah, pekarangan yang
bersih, ukuran min 3x4 m2.
4) Lokasi di tengah penduduk yang dapat dicapai dg mudah oleh
penduduk sekitarnya dan dapat dijangkau dg kendaraan roda empat .
5) Tersedia tempat untuk melakukan pertolongan persalinan dan
perawatan post partum, min 1 tempat tidur
e. Pembiayaan dan Oprasional
1) Biaya yang dipungut ditetapkan secara swadana dengan musyawarah
bersama masyarakat dan disesuaikan dengan kemampuan masyarakat
setempat.
2) Dapat di koordinasikan dengan daerah melalui dana kesehatan APBD
untuk pembentukan desa siaga
3) Operasional polindes tidak diperlukan surat izin, cukup dilaporkan dan
dicatat pd pusk setempat, kalaupun perlu cukup dibuat tingkat desa
atau kecamatan

f.  Pada orang sehat agar faktor risiko tetap terjaga dalam kondisi
normal.
g.  Pada orang dengan faktor risiko adalah mengembalikan
kondisi berisiko ke kondi

Anda mungkin juga menyukai