BAB
Bab III-1
Laporan Pendahuluan
Bab III-2
Laporan Pendahuluan
tercapai keserasian keselarasan dan keseimbangan struktur dan pola pemanfaatan ruang
wilayah.
4. Keberlanjutan, yakni memperhatikan kemampuan daya dukung sumber daya alam
dan kepentingan generasi berikutnya agar tercapai kelestarian daya dukung wilayah secara
berkelanjutan.
5. Keterbukaan, yakni memperhatikan hak yang ada pada setiap masyarakat untuk
mengetahui rencana-rencana tata ruang wilayah yang disusun secara terbuka, antara lain
melalui lokakarya, sarasehan, papan pengumuman, atau media cetak, media elektronik
atau forum pertemuan.
6. Persamaan dan Keadilan, yakni memperhatikan adanya hak yang sama pada setiap
masyarakat untuk menikmati manfaat ruang dan atau nilai tambah ruang, serta untuk
mendapatkan penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai
akibat kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang secara adil.
7. Perlindungan Hukum, yakni memperhatikan perlunya jaminan perlindungan hukum untuk
memberikan kepastian dan rasa aman dalam berusaha terhadap setiap hak atas
pemanfaatan ruang yang diberikan kepada masyarakat.
3.3. Pendekatan
3.3.1. Pendekatan Umum
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional dengan:
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan
dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Atas dasar tersebut, maka penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan,
yaitu bertujuan untuk:
1. Menyiapkan perwujudan ruang, dalam rangka pelaksanaan program pembangunan
perkotaan;
2. Menjaga konsistensi pembangunan dan keserasian perkembangan kawasan perkotaan
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/Kabupaten;
3. Menciptakan keterkaitan antar kegiatan yang selaras, serasi dan efisien;
4. Menjaga konsistensi perwujudan ruang kawasan perkotaan melalui pengendalian program-
program pembangunan perkotaan.
Sebagaimana dasar penyusunan diatas, maka output Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan adalah sebagai pedoman untuk:
Bab III-3
Laporan Pendahuluan
Bab III-4
Laporan Pendahuluan
Bab III-5
Laporan Pendahuluan
NO DINAS DATA
2. PU Data jalan dan Peta Jalan
Data tentang panjang dan lokasi sungai
Panjang, lebar dan lokasi jaringan jalan arteri
Panjang, lebar dan lokasi jaringan jalan kolektor
Panjang, lebar dan lokasi jaringan jalan lokal
Progam Rencana PU yang berhubungan dalam
pengembangan jalan dan sungai di Kecamatan Kawasan
Perkotaan Loksado
Data tentang sistem drainase primer, sekunder,
tersier beserta peta
3. BPS Kabupaten Hulu Sungai Selatan Dalam Angka (time
series 5 tahun)
Kecamatan Kawasan Perkotaan Loksado Dalam Angka (time
series 5 tahun)
4. TELKOM Jumlah dan lokasi stasiun telepon
Jumlah dan lokasi rumah kabel dan kotak pembagi
Panjang dan lokasi jaringan kabel sekunder
Panjang dan lokasi jaringan telepon seluler
Lokasi telepon umum
Jumlah Pelanggan
Kebijakan dan Rencana Pengembangan Jaringan
Telekomunikasi
5. PLN Jumlah dan lokasi bangunan pembangkit
Jumlah dan lokasi gardu induk tegangan ekstra tinggi
Jumlah dan lokasi gardu induk dan kapasitas daerah yang
terlayani
Jumlah dan lokasi gardu distribusi
Kapasitas terpasang
Jumlah pelanggan
Panjang Jaringan Transmisi dan Distribusi
Kondisi Jaringan Listrik meliputi:
Penerangan jalan
Daya
Titik sambungan
Kebijakan dan Rencana Pengembangan Jaringan Listrik
6. DINAS PERTANIAN Jenis, luas dan lokasi pertanian
Jenis dan Hasil pertanian tiap tahun
Kebijakan dan rencana Pengembangan Sektor Pertanian
Data Kelas Lahan Pertanian
7. DINAS Jumlah dan lokasi terminal penumpang
PERHUBUNGAN Jumlah dan lokasi terminal barang
Jenis lokasi trayek angkutan penumpang dan lokasinya
Jaringan lintas angkutan barang dan lokasinya
Data Kelas Jalan Di Kecamatan Kawasan Perkotaan Loksado
8. PDAM Jumlah dan lokasi bangunan pengambil air baku
Jumlah dan lokasi bak penampung
Panjang, diameter dan lokasi pipa transmisi air baku intalasi
produksi
Panjang, diameter dan lokasi pipa transmisi air bersih
Panjang, diameter dan lokasi pipa distribusi sekunder/distribusi
hingga blok peruntukkan
Lokasi hidran
Bab III-6
Laporan Pendahuluan
NO DINAS DATA
Lokasi kran umum
Sumber – sumber air bersih
Sistem pelayanan dan distribusi air bersih
Jumlah Pelanggan
Kondisi jaringan
Kebijakan Pengembangan Jaringan Air bersih
9. DINAS Luas dan Lokasi Taman di Kecamatan Kawasan Perkotaan
LINGKUNGAN Loksado
Luas dan lokasi MCK di Kecamaan Kawasan Perkotaan
Loksado
Jalur truk sampah
Luas dan lokasi (tempat pembuangan sementara) TPS dan TPA
(Tempat Pembuangan Akhir)
Kebijakan Penanganan Sampah
Manajemen Persampahan
Sistem Pengangkutan Sampah
10. KANTOR Monografi Kelurahan/ Desa
KELURAHAN Profil Kelurahan/ Desa
Peta Desa/ Kelurahan
Bab III-7
Laporan Pendahuluan
Bab III-8
Laporan Pendahuluan
- Nilai aksesbilitas:
A=FKT
d
Dimana: A = nilai aksesbilitas
F = fungsi jalan (arteri, kolektor, lokal)
K = konstruksi jalan (aspal, perkerasan tanah)
T = kondisi jalan (baik, sedang, buruk).
d = jarak
Nilai-nilai F, K,dan T diberi bobot.
- Indeks Aksesbilitas :
A= EJ
( dij)b
Dimana: EJ = ukuran aktivitas (antara lain: jumlah penduduk usia kerja, pedagang, dan
sebagainya)
dij = jarak tempuh (waktu/jarak)
b = parameter
Perhitungan parameter b dengan menggunakan grafik regresi linier yang diperoleh
berdasarkan perhitungan:
K= T ij
P ij
Bab III-9
Laporan Pendahuluan
Pi = jumlah aktifitas i
P = jumlah penduduk
c) Analisis Sistem Hubungan (Linkage)
Digunakan untuk mengamati hubungan saling ketergantungan antara satu pusat pemukiman
dan pusat pemukiman lainnya dan antara pusat pemukiman dengan pusat-pusat pelayanan
sosial ekonomi.
Informasi yang muncul dari analisis ini adalah organisasi spasial dari pemukiman-
pemukiman penduduk. Intensitas hubungan dari pusat-pusat pemukiman ke pusat pemasaran,
pendidikan lanjutan atas, pelayanan kesehatan, dapat menunjukkan pola tata ruang
berdasarkan hubungan fungsional yang terjalin.
Dengan analisis ini dapat diidentifikasi pemukiman-pemukiman yang berada di luar
sistem kaitan ruang, yaitu daerah yang kurang terlayani. Alternatif model yang dapat
digunakan adalah model gravitasi yaitu sebagai berikut:
Gi – j = K D i Dj
d ij
x
Bab III-10
Laporan Pendahuluan
Bab III-11
Laporan Pendahuluan
Bab III-12
Laporan Pendahuluan
Bab III-13
Laporan Pendahuluan
peluang bagi peningkatan peran serta masyarakat dan benar-benar dapat dinikmati oleh
masyarakat setempat.
Dengan pertimbangan ketiga jenis kesesuaian dimaksud, maka diharapkan alokasi
pemanfaatan ruang mampu mempertinggi produktivitas wilayah, dan selanjutnya akan
meningkatkan daya saing wilayah perencanaan, dengan tidak melupakan kepentingan
masyarakat setempat dan kepentingan masa depan. Untuk melakukan analisis alokasi
pemanfaatan ruang diperlukan beberapa arahan sebagai berikut :
A. Untuk menetapkan suatu alokasi sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya
dilakukan prosedur alokasi pemanfaatan ruang.
Penentuan suatu alokasi sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya dilakukan dengan
mengacu pada kriteria lokasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Kriteria dimaksud secara
langsung maupun tidak langsung merefleksikan daya dukung serta tingkat kesesuaian (fisik)
lokasi dengan kegiatan yang akan diletakkan di atasnya. Teknis analisis yanag
dipergunakan adalah dengan melakukan sumperimpose (overlay peta) dengan memberikan
nilai sesuai variabelnya dan kemudian menghitung nilai dari setiap variabel dengan
menggunakan klasifikasi penilaian dan selanjutnya menghitung skor lokasi setiap unit
medan dengan menjumlahkan hasil perkalian antara nilai dengan bobotnya
1) Kriteria Lokasi : Karakteristik fisik lahan seperti kemiringan lahan, kepekaan tanah
terhadap erosi, intensitas curah hujan dan ketinggian merupakan variabel utama dalam
penetapan jenis kawasan, disamping variabel lainnya seperti ketersediaan sumberdaya
(termasuk air) yang mendukung atau diperlukan oleh suatu kegiatan budidaya yang
merupakan variabel utama dalam pengalokasian pemanfaatan ruang untuk kawasan
budidaya
2) Skorlokasi : Skorlokasi merupakan salah satu parameter utama dalam penentuan jenis
kawasan. Skor ini merupakan hasil overlay dan pembobotan dari 3 variabel lokasi, yaitu
kemiringan lereng, jenis tanah dan intensitas curah hujan. Jika skorlokasi > 175, maka
lokasi bersangkutan harus diterapkan sebagai kawasan lindung, jika sebaliknya maka
dapat dimanfatkan sebagai kawasan budidaya, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri
Pertanian No.837/KPTS/Um/1980.
Bab III-14
Laporan Pendahuluan
Nilai
Variabel Kriteria Skor
Bobot
Kelerengan 15 – 25 % atau tingkat III 60 Dengan menjumlah
Kelerengan 25 – 45 % atau tingkat IV 80 nilai bobot pada
Kelerengan > 45 % atau tingkat V 100 tiap – tiap
Alluvial, tanah glei, planosol, hidromorf 15 Variabel yang
kelabu, latorik air tanah termasuk dalam digunakan maka
tingkat tidak peka terhadap erosi didapat klasifikasi
Latosol termasuk dalam tingkat kurang 30 skor sebagai
peka terhadap erosi berikut :
Brown forest soil, noncolcic brown, 45 < 74 Termasuk
mediteran termasuk dalam tingkat agak kawasan
Jenis budidaya
peka terhadap terhadap erosi
Tanah tanaman
Andosol, loterik, grumosol, potsol, podsolik 60
termasuk dalam tingkat peka terhadap semusim
erosi 74 – 125
Regosol, litosol, organosol, rezina termasuk 75 termasuk
dalam tingkat sangat peka terhadap erosi kawasan
Intensitas < 13,6 mm / hari termasuk 10 budidaya
dalam klasifikasi rendah tanaman tahunan
Intensitas 13,6 – 20,7 m / hari termasuk 20 125 – 175
dalam klasifikasi rendah termasuk
Intensitas 20,7 – 27,7 m / hari termasuk 30 kawasan
Iklim penyangga
dalam klasifikasi sedang
> 175 termasuk
Intensitas 27,7 – 34,8 mm / hari termasuk 40
kawasan lindung
dalam klasifikasi tinggi
Intensitas > 34,8 mm / hari termasuk 50
dalam klasifikasi sangat timggi
Sumber : SK Menteri Pertanian No. 837 / KPTS / 1980
B. Untuk menetapkan kegiatan yang mampu didukung oleh suatu lahan dipergunakan metode
analisis kemampuan lahan
Analisis kemampuan lahan adalah analisis tingkat kemampuan sebidang lahan untuk suatu
penggunaan tertentu, baik pertanian maupun bukan pertanian.
Bab III-15
Laporan Pendahuluan
C. Untuk menetapkan kegiatan yang mampu didukung oleh suatu lahan dipergunakan metode
analisis kemampuan lahan
Analisis kemampuan lahan adalah analisis tingkat kemampuan sebidang lahan untuk suatu
penggunaan tertentu, baik pertanian maupun bukan pertanian. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel dibawah ini.
Bab III-16
Laporan Pendahuluan
D. Untuk menentukan komoditas yang sesuai dikembangkan pada suatu wilayah dilihat dari
sisi kondisi agro-ekologis dipergunakan metode analisis kesesuaian lahan
Analisis kesesuaian lahan adalah analisis mengenai tingkat kesesuaian sebidang lahan untuk
suatu penggunaan tertentu dengan memperhatikan pengelolaan khas yang diperlukan agar
diperoleh hubungan yang lebih baik atau menguntungkan antara manfat (hasil) dan
masukan (investasi) yang diperlukan, baik atas dasar pengalaman maupun antisipasi. Jadi
istilah kesesuaian lahan berkonotasi ekonomi dan lingkungan. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut :
Bab III-17
Laporan Pendahuluan
Bab III-18
Laporan Pendahuluan
Bab III-19
Laporan Pendahuluan
1) Penggunaan lahan untuk pengembangan perumahan baru 40% - 60% dari luas lahan
yang ada, dan untuk kawasan-kawasan tertentu disesuaikan dengan karakteristik serta
daya dukung lingkungan;
2) Kepadatan bangunan dalam satu pengembangan kawasan baru perumahan tidak
bersusun maksimum 50 bangunan rumah/ha dan dilengkapi dengan utilitas umum yang
memadai;
3) Memanfaatkan ruang yang sesuai untuk tempat bermukim di kawasan peruntukan
permukiman di perdesaan dengan menyediakan lingkungan yang sehat dan aman dari
bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi
pengembangan masyarakat, dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi
lingkungan hidup;
4) Kawasan perumahan harus dilengkapi dengan:
a) Sistem pembuangan air limbah yang memenuhi SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara
Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan;
b) Sistem pembuangan air hujan yang mempunyai kapasitas tampung yang cukup
sehingga lingkungan perumahan bebas dari genangan. Saluran pembuangan air
hujan harus direncanakan berdasarkan frekuensi intensitas curah hujan 5 tahunan
dan daya resap tanah. Saluran ini dapat berupa saluran terbuka maupun tertutup.
Dilengkapi juga dengan sumur resapan air hujan mengikuti SNI 03-2453-2002
tentang Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan
dan dilengkapi dengan penanaman pohon;
c) Prasarana air bersih yang memenuhi syarat, baik kuantitas maupun kualitasnya.
Kapasitas minimum sambungan rumah tangga 60 liter/orang/hari dan sambungan
kran umum 30 liter/orang/hari;
d) Sistem pembuangan sampah mengikuti ketentuan SNI 03-3242-1994 tentang Tata
Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman.
9) Pemanfaatan kawasan perumahan merujuk pada SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara
Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, serta Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas
Umum, dan Fasilitas Sosial Perumahan kepada Pemerintah Daerah;
10) Dalam rangka mewujudkan kawasan perkotaan yang tertata dengan baik, perlu
dilakukan peremajaan permukiman kumuh yang mengacu pada Instruksi Presiden
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kampung Kota;
b) Analisis Kawasan Industri
Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan kawasan peruntukan industri yang
berorientasi bahan mentah:
Bab III-20
Laporan Pendahuluan
1) kemiringan lereng : kemiringan lereng yang sesuai untuk kegiatan industri berkisar
0% - 25%, pada kemiringan >25% - 45% dapat dikembangkan kegiatan industri
dengan perbaikan kontur, serta ketinggian tidak lebih dari 1000 meter dpl;
2) hidrologi : bebas genangan, dekat dengan sumber air, drainase baik sampai sedang;
3) klimatologi : lokasi berada pada kecenderungan minimum arah angin yang menuju
permukiman penduduk;
4) geologi : dapat menunjang konstruksi bangunan, tidak berada di daerah rawan
bencana longsor;
5) lahan : area cukup luas minimal 20 ha; karakteristik tanah bertekstur sedang
sampai kasar, berada pada tanah marginal untuk pertanian.
Kriteria teknis:
1) Harus memperhatikan kelestarian lingkungan;
2) Harus dilengkapi dengan unit pengolahan limbah;
3) Harus memperhatikan suplai air bersih;
4) Jenis industri yang dikembangkan adalah industri yang ramah lingkungan dan
memenuhi kriteria ambang limbah yang ditetapkan Kementerian Lingkungan
Hidup;
5) Pengelolaan limbah untuk industri yang berkumpul di lokasi berdekatan sebaiknya
dikelola secara terpadu;
6) Pembatasan pembangunan perumahan baru di kawasan peruntukan industri;
7) Harus memenuhi syarat AMDAL sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku;
8) Memperhatikan penataan kawasan perumahan di sekitar kawasan industri;
9) Pembangunan kawasan industri minimal berjarak 2 Km dari permukiman dan
berjarak 15-20 Km dari pusat kota;
10) Kawasan industri minimal berjarak 5 Km dari sungai tipe C atau D;
11) Penggunaan lahan pada kawasan industri terdiri dari penggunaan kaveling
industri,jalan dan saluran, ruang terbuka hijau, dan fasilitas penunjang. Pola
penggunaan.
Tabel 3.8. Pola Penggunaan Lahan Pada Kawasan Industri
Bab III-21
Laporan Pendahuluan
12) Setiap kawasan industri, sesuai dengan luas lahan yang dikelola, harus
mengalokasikan lahannya untuk kavling industri, kaveling perumahan, jalan dan
sarana penunjang, dan ruang terbuka hijau. Alokasi lahan pada Kawasan
Industri dapat dilihat pada Tabel berikut ;
13) Kawasan Industri harus menyediakan fasilitas fisik dan pelayanan umum. Standar
teknis pelayanan umum dan fasilitas fisik di kawasan industri dapat dilihat pada
tabel berikut ;
Tabel 3.10. Standard Teknis Pelayanan Umum di Kawasan Industri
Bab III-22
Laporan Pendahuluan
Bab III-23
Laporan Pendahuluan
Bab III-24
Laporan Pendahuluan
6 Peruntukan Lahan Budidaya non Budidaya non Budidaya non Budidaya non Dapat berbaur Dapat berbaur Di dalam
Industrial
pertanian pertanian pertanian pertanian antara lain antara lain Estate
dengan
permukiman perdagangan,
dan
pertanian pertanian,
dan
permukiman
7 Orientasi Lokasi Lokasi Bahan Aksesibilitas dan Infrastruktur Aksesibilitas ke Tenaga Kerja - -
Baku
Tenaga Kerja Pelabuhan
Sumber: SK Menteri Perindustrian No. 291/1989 tentang Standar Teknis Kawasan Industri
Catatan: Di dalam Penetapan ruang kegiatan industri secara operasional di samping kriteria di atas perlu dipertimbangkan
faktor kemiringan lahan dan daya dukung tanah (mengingat faktor tersebut mempengaruhi biaya konstruksi pabrik)
serta tingkat produktifitas tanah dalam kaitannya dengan lahan pertanian
Bab III-25
Laporan Pendahuluan
Bab III-26
Laporan Pendahuluan
Kriteria teknis
1) Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam
untuk kegiatan pariwisata alam dilaksanakan sesuai dengan asas konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
2) Pemanfaatan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman
Wisata Alam untuk sarana pariwisata alam diselenggarakan dengan
persyaratan sebagai berikut:
a) Luas kawasan yang dimanfaatkan untuk pembangunan sarana dan
prasarana pariwisata alam maksimum 10% dari luas zona pemanfaatan
taman nasional, blok pemanfaatan taman hutan raya, dan blok
pemanfaatan taman wisata alam yang bersangkutan;
b) Bentuk bangunan bergaya arsitektur setempat;
c) Tidak mengubah bentang alam yang ada;
d) Tidak mengganggu pandangan visual.
3) Pihak-pihak yang memanfaatkan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan
Raya, dan Taman Wisata Alam untuk kegiatan pengusahaan pariwisata alam
harus menyusun Rencana Karya Pengusahaan Pariwisata Alam yang
dilengkapi dengan AMDAL sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
4) Pemanfaatan kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman
Wisata Alam untuk kegiatan pengusahaan pariwisata alam diberikan untuk
jangka waktu paling lama 30 tahun sesuai dengan jenis kegiatannya;
5) Jenis-jenis usaha sarana pariwisata alam yang dapat dilakukan dalam
kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam
meliputi kegiatan usaha:
a) akomodasi seperti pondok wisata, bumi perkemahan, karavan, dan
penginapan;
b) makanan dan minuman;
c) sarana wisata tirta;
d) angkutan wisata;
e) cenderamata;
f) sarana wisata budaya.
6) Dalam rangka pelestarian nilai-nilai budaya setempat, pemerintah daerah
dapat menetapkan kawasan, lingkungan dan atau bangunan sebagai
lingkungan dan bangunan cagar budaya sebagai kawasan pariwisata budaya.
Penetapannya dilakukan apabila dalam suatu kawasan terdapat beberapa
Bab III-27
Laporan Pendahuluan
Bab III-28
Laporan Pendahuluan
Tabel 3.12.
Karakteristik Peruntukan Pariwisata
Bab III-29
Laporan Pendahuluan
Bab III-30
Laporan Pendahuluan
Bab III-31
Laporan Pendahuluan
4. Analisis Kependudukan
Bab III-32
Laporan Pendahuluan
Dimana :
Pt : Jumlah penduduk pada tahun dasar.
Pt – Q : Jumlah penduduk pada tahun (t – Q)
Q : Selang waktu pada tahun dasar ke tahun (t – Q)
Dimana :
b nq -1 = b/ Q-1
b : Rata-rata pertambahan jumlah penduduk tiap tahun
bn : Tambahan penduduk n tahun
Dimana :
Bab III-33
Laporan Pendahuluan
a = P ∑ 2 – P ∑XP b = N ∑XP– X ∑P
2 2
N ∑ – (∑ X) N ∑2 – (∑ X)2
Keterangan :
N : Jumlah tahun data pengamatan
Dimana :
Pt : Jumlah penduduk di daerah yang diselidiki pada tahun t
Pt + U : Jumlah penduduk di daerah yang diselidiki oada tahun t+U
R : Tingkat (prosentase) pertambahan penduduk rata-rata setiap
tahun
Pt : Jumlah penduduk di daerah yang diselisiki pada tahun t.
Pt + U : Jumlah Penduduk di daerah yang diselidiki pada tahun t+U
Bab III-34
Laporan Pendahuluan
C. Proyeksi Penduduk
Semua perencanaan pembangunan sangat membutuhkan data penduduk tidak
saja pada saat merencankan pembangunan tetapi juga pada masa-masa mendatang,
inilah yang disebut dengan proyeksi penduduk. Proyeksi penduduk bukan merupakan
ramalan jumlah penduduk untuk masa mendatang, tetapi suatu perhitungan ilmiah
yang didasarkan asumsi dari komponen-komponen laju pertumbuhan penduduk yaitu
kelahiran, kematian dan migrasi penduduk. Ketiga komponen inilah yang menentukan
besarnya jumlah penduduk dan struktur penduduk di masa yang akan datang.
Data dasar yang diperlukan untuk pembuatan proyeksi penduduk adalah sebagai
berikut.
1. Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin sebagai data
dasar pembuatan proyeksi penduduk.
2. Besar dan perkembangan angka kelahiran, kematian dan migrasi penduduk.
3. Tabel kematian yang sesuai dengan perkembangan komponen demografi pada
periode proyeksi tersebut.
Berikut ini adalah rumus untuk menentukan proyeksi penduduk
Bab III-35
Laporan Pendahuluan
Dimana:
Mij : jumlah migrasi dari daerah i ke daerah j
Pi : jumlah penduduk i
dij : jarak dari daerah i ke daerah j
Zj : faktor z pada daerah j yang menarik migrasi
Bab III-36
Laporan Pendahuluan
Si / Ni Si / S
LQ = =
S / N Ni / N
dimana :
Si : Besaran dari suatu kegiatan tertentu yang akan diukur di daerah
yang diteliti
Ni : Besaran total untuk kegiatan tertentu dalam daerah yang lebih
luas
S : Besaran total untuk seluruh kegiatan di daerah yang diteliti
N : Besaran total seluruh kegiatan di daerah yang lebih luas
Apabila LQ suatu sektor >= 1, maka sektor tersebut merupakan sektor basis.
Danapabila LQ suatu sektor < 1, maka sektor tersebut merupakan sektor non
basis.Selain metode di atas, metode analisi lain yang dipergunakan untuk
menetukan dan menganalisa potensi ekonomi dasar (economic based) suatu
wilayah, parameter yang dipakai untuk mengukur adalah PDRB berdasarkan harga
berlaku yang merupakan merupakan produk barang dan jasa yang dihasilkan dari
seluruh sektor kegiatan ekonomi yang tersebar di masing-masing kecamatan di
Bab III-37
Laporan Pendahuluan
Bab III-38
Laporan Pendahuluan
Jadi bila 1 umpi terkecil terdiri dari 4 orang (ayah + ibu + 2 anak) maka kebutuhan
luas lantai minimum adalah sebagai berikut :
Luas lantai utama 4 x 6 m2 = 24 m2
Luas lantai pelayanan 50% x 24 = 12 m2
Total luas lantai = 36 m2
Building coverage 50% maka luas kaveling minimum untuk keluarga/Umpi terkecil:
x 36 m2 = 72 m2
Tetapi bila 1 umpi hanya terdiri dari 1 orang maka kebutuhan lantai adalah 18
m2 (sudah termasuk pelayanan).
Cara lain:
Untuk menghitung luas kaveling minimum bagi umpi terkecil sebagai berikut:
Luas lantai untuk 1 orang (termasuk pelayanan) = 18 m2
Luas lantai untuk 3 orang (3 x 6 m2) = 18 m2
Jumlah = 36 m2
Building Coverage = 50%
100
Luas kapling x 36 m2 = 72 m2
50
Bila 1 (satu) keluarga terdiri dari 5 orang dan luas lantai pelayanan 50% lantai utama
(habitable space) maka kebutuhan luas lantai per keluarga:
Luas lantai 5 x 6 m2 = 30 m2
Lantai pelayanan 50% = 15 m2
45 m2
Bila building coverage yang diizinkan (peraturan bangunan setempat) 50 % maka luas
perpetakan per keluarga:
100
50 x 45 m2 = 90 m2
Luas perpetakan ini adalah luas perpetakan minimum sebagai dasar keseluruhan.
Untuk daerah-daerah tertentu luas perpetakan ini perlu dibedakan dengan
mempertimbangkan:
Kepadatan penduduk yang direncanakan
Kepadatan bangunan yang direncanakan
Memperhatikan pada daerah pusat kota dan pinggiran kota yang keseluruhannya
akan diatur oleh peraturan bangunan daerah sesuai dengan kondisi kota masing-
masing
Building Coverage (BC) bagian kapling yang digunakan untuk bangunan
2) Lokasi kawasan perumahan
Lokasi kawasan perumahan ini harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain:
Bab III-39
Laporan Pendahuluan
Bab III-40
Laporan Pendahuluan
c. Sarana Kesehatan
Untuk jenis posyandu 750 jiwa, balai pengobatan 2.500 jiwa, puskesmas
pembantu 10.000 jiwa, apotik 10.000 jiwa, praktek dokter 5.000 jiwa, rumah sakit
240.000 jiwa.
Tabel 3.14. Kebutuhan Sarana Kesehatan
Bab III-41
Laporan Pendahuluan
d. Sarana Peribadatan
Fasilitas peribadatan yang lebih diutamakan adalah untuk pemeluk agama
mayoritas yang berada di wilayah perencanaan, berikut adalah standarnya ;
Tabel 3.15. Kebutuhan Fasilitas Peribadatan
Kebutuhan
Jumlah
Luas
Jenis Fasilitas Penduduk yang Luas lantai Keterangan
Lahan
dilayani (m2)
(m2)
Peribadatan
Masjid 2500 - 1500
Musholla 500 - 1000
Gereja - 1,2m2/orang 1000
Sumber : Standar Perencanaan Permukiman Perkotaan Dep. PU
f. Fasilitas RTH
Ruang terbuka hijau yang dianalisa dapat menggunakan standar pemenuhan
kebutuhan dengan mengacu pada standar berikut ini ;
Tabel 3.17 Kebutuhan Sarana Ruang Terbuka, Taman dan Lapangan Olah Raga
Bab III-42
Laporan Pendahuluan
B. Utilitas
a. Air Bersih
Pemenuhan kebutuhan air minum dikatagorikan dengan mengikuti besaran jumlah
penduduk dalam suatu kota.
Tabel 3.18. Kriteria Air Bersih Domestik
Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk
Metropolita Besar Sedang Kecil Desa
URAIAN n (500.000 - (100.000 - (20.000 - (<
(>1.000.000 1.000.000) 500.000) 100.000) 20.000)
)
1. Konsumsi Unit 190 170 150 130 100
Sambungan Rumah
(lt/org/hari)
2. Konsumsi Unit 30 30 30 30 30
Hidran Umum (HU)
(lt/org/hari)
3. Konsumsi Unit 20 - 30 20 - 30 20 - 30 20 - 30 10 - 20
Non Domestik (%)
4. Kehilangan Air 20 - 30 20 - 30 20 - 30 20 - 30 20
5. Faktor Maximum 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1
Day
6. Faktor Peak - Hour 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
Bab III-43
Laporan Pendahuluan
Sistem pengelolaan air limbah perkotaan secara garis besar dapat dibagi dalam 2
(dua) jenis, yaitu sistem pengelolaan setempat (On Site) dan sistem pengelolaan
terpusat (Off Site).
Bab III-44
Laporan Pendahuluan
Pemilihan fasilitas pengolahan sangat tergantung pada kondisi fisik lokasi dan
tingkat ekonomi pemakainya. Tangki septik umumnya lebih mahal dan
membutuhkan areal yang cukup besar untuk bidang resapan, sedang cubluk
sebagai sumur penampungan juga langsung berfungsi sebagai resapan.
Khusus untuk tanki septik yang terbuat dari konstruksi kedap air, sewaktu-
waktu bila penuh dikosongkan. Untuk mengosongkan tangki septik diperlukan
peralatan penyedot lumpur tinja berupa kendaraan yang dilengkapi dengan
pompa pengisap dan tangki penampungan. Lumpur tinja yang sudah disedot
biasanya.
- Sewerage konvensional
- Shallow sewer
- Small bore sewer
- Interceptor sewer
Yang sudah diterapkan di Indonesia adalah sewerage konvensional, baik yang
merupakan pembangunan baru maupun pengembangan dari sistem peninggalan
Belanda.
Bab III-45
Laporan Pendahuluan
1) MCK
Dalam merencanakan MCK perlu diperhatikan :
Lokasi dan jarak terhadap kelompok pemakai
Tata letak dan komposisi ruang
Kapasitas pelayanan dianjurkan untuk MCK kelompok 10 KK
2) Tangki Septik dan Bidang Resapan
Bab III-46
Laporan Pendahuluan
Bab III-47
Laporan Pendahuluan
Tabel 3.22. Kapasitas Septic Tank yang diperlukan untuk Rumah Tinggal
Jumlah Kapsitas Bersih Ukuran yang dianjurkan
maksimu Cairan dalam Lebar Panjang Kedalaman
m Tangki Septic (m) (m) Cairan Total (m)
pemakai (Liter) (m)
tetap
(Jiwa)
4 1900 0.92 1.83 1.22 1.52
6 2271 0.92 2.14 1.22 1.52
8 2650 1.07 2.29 1.22 1.52
10 3407 1.07 2.60 1.38 1.68
12 4164 1.22 2.60 1.38 1.68
14 4920 1.22 3.05 1.38 1.68
Catatan : Kapasitas cairan berdasarkan jumlah pemakaian tetap
Sumber : Buku Pedoman Training PLP
c. Drainase
Sektor drainase merupakan salah satu sarana/prasarana yang tidak dapat
diabaikan keberadaaannya di dalam suatu lingkungan permukiman dan senantiasa
memerlukan pembenahan baik dalam rangka perencanaan maupun pembangunan
fisiknya. Data-data yang diperlukan dalam rangka analisa sarana/prasarana drainase
adalah sebagai berikut :
Pengumpulan data saluran eksisting dari instansi yang berkaitan dengan penanganan
saluran pematusan yang meliputi : panjang saluran, penampang saluran, debit
saluran, arah aliran dan kemiringan saluran.
Bangunan-bangunan pelengkap yang ada.
Data curah hujan.
Topografi wilayah studi guna identifikasi daerah genangan hujan.
Besarnya debit air maksimum (Qtotal) yang harus ditampung dan dialirkan oleh
saluran-saluran drainase pada suatu kawasan merupakan akumulasi dari debit air hujan
yang harus dialirkan (Qlimpasan) ditambah dengan debit air buangan limbah rumah
Bab III-48
Laporan Pendahuluan
tangga yang ada disekitar saluran tersebut (Qbuangan). Secara matematis dapat
dituliskan sebagai berikut :
1. Qtotal = Qlimpasan + Qbuangan
2. Qbuangan = Jml Pend. yang terlayani X (70% x kebutuhan air bersih)
3. Rumus Qlim = 0,278. C. I. A
Keterangan :
Qlim = debit aliran (m3/dt)
C = koefisien run off (berdasarkan standar baku)
I = intensitas hujan rata-rata (mm/jam)
A = luas daerah tangkapan (km2)
Dari debit total yang diperoleh, dapat ditentukan pola dan sistem pembuangan
(drainase) pada suatu suatu kawasan perkotaan.
Pada prakteknya jaringan drainase selalu memiliki pola yang terintegrasi dengan
pola jaringan jalan. Dan bila disesuaikan dengan pola jalan yang terhirarki, maka
perkiraan penampang saluran drainase dapat ditetapkan sebagai berikut :
Jalan arteri lebar > 1,5m; dalam 1,0 - 1,5m.
Jalan kolektor lebar 0,8 – 1,5m; dalam 1,0 – 1,5m
Jalan lokal primer lebar 0,5 – 0,8m; dalam 0,5 – 1,0m
Jalan lokal sekunder lebar 0,3 – 0,5m; 0,3 – 0,5m.
Sedangkan potongan melintang saluran, terbuka atau tertutup disesuaikan
dengan kondisi setempat, sehingga dikategorikan sebagai berikut :
Tipe saluran I, berupa pasangan batu kali dengan kemiringan talud 4:1
Tipe saluran II, berupa pasangan batu kali dengan dinding vertikal dilengkapi trikel
Tipe saluran III, berupa saluran tertutup dengan tutup plat beton bertulang
Tipe saluran IV, berupa gorong-gorong plat beton
Tipe saluran V, berupa gorong-gorong box beton bertulang
Sistem saluran drainase ada 2 macam :
Sistem Saluran Terpisah, saluran antara air hujan dan air buangan terpisah
Sistem Saluran Tercampur, saluran antara air buangan dan air hujan menjadi satu.
Sedangkan jenis saluran penyalurannya ada 2 macam :
Saluran Primer, biasanya berupa sungai. Saluran ini merupakan penampungan air
buangan dari saluran-saluran sekunder.
Saluran Sekunder, biasanya berupa got. Merupakan saluran untuk mengalirkan air
buangan dari rumah tangga.
d. Persampahan
Berdasarkan Buku Pedoman Paket Modul Persampahan:
Sampah Domestik/Rumah Tangga = 2.28 liter/orang ekivalensi/hari.
Bab III-49
Laporan Pendahuluan
Bab III-50
Laporan Pendahuluan
Bab III-51
Laporan Pendahuluan
Untuk melayani akan kebutuhan listrik, gardu induk berfungsi sebagai pengumpul
dan penyebar listrik kepada gardu yang lain yang mempunyai klasifikasinya lebih
rendah. Kawasan sekitar gardu ini harus dibebaskan dari bangunan dan diberi
pembatas khusus (dipagar), sehingga tidak digunakan untuk kawasan publik.
Gardu (Penurun Tegangan)
Gardu ini merupakan turunan dari gardu induk. Gardu ini tersebar pada setiap
kebutuhan dalam jumlah yang besar sehingga lokasinya menyesuaikan dengan arah
pengembangan kota.
f. Telepon
Dalam pengembangan jaringan telepon perlu memperhatikan hal berikut :
Pelayanan telepon diprioritaskan pada kawasan komersial, industri, fasilitas umum
dan rumah tangga.
Pada pusat lingkungan, pusat pelayanan umum, kawasan perkantoran, pendidikan,
kesehatan, terminal dan sekitar kawasan permukiman diusahakan harus terdapat
fasilitas telepon umum.
Pada kawasan yang cukup strategis, maka pengembangan wartel (untuk telepon
lokal, interlokal, internasional dan telegram) diperlukan untuk menunjang
kemudahan dalam melakukan komunikasi jarak jauh.
Fasilitas STO dikembangkan pada setiap pusat BWK.
Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan sambungan telepon, terdapat sistem
distribusi pemenuhannya. Sistem tersebut berupa distribusi jaringan kabel dari Sentra
Telepon Otomat (STO) ke pelanggan.
a) Jaringan distribusi utama/primer
Jaringan kabel tanah yang menghubungkan STO dengan terminal
utama/pembagi/MDT/Main Distribution Frame dan RK, dan antar RK)
b) Jaringan distribusi sekunder
Jaringan kabel tanah dan atau udara yang menghubungkan RK dengan DP)
c) Jaringan distribusi tersier
Jaringan kabel udara yang menghubungkan DP dengan masing-masing pelanggan.
7. Analisis Sistem Transportasi
Analisa sistem prasarana transportasi dilakukan untuk memperoleh gambaran
mengenai keterkaitan fungsional dan ekonomi tentang kota, antar kawasan baik dalam
wilayah maupun antar wilayah kabupaten, dengan melihat pengumpul hasil produksi,
pusat kegiatan transportasi dan pusat distribusi barang dan jasa. Kemudian dengan
menggunakan analisa sistem transportasi dapat memperoleh gambaran mengenai
kecenderungan perkembangan prasarana transportasi yang ada serta aksesibilitas lokasi-
lokasi kegiatan di wilayah perencanaan.
Bab III-52
Laporan Pendahuluan
Bab III-53
Laporan Pendahuluan
Bab III-54
Laporan Pendahuluan
lebih rendah. Sistem ini dapat dipergunakan sebagai alat untuk mendistribusikan
pelayanan barang dan jasa bagi masyarakat.
Perbedaan potensi setiap calon-calon pusat pertumbuhan menunjukkan bahwa tidak
semua calon pusat dapat dikategorikan sebagai pusat pertumbuhan. Untuk mengukur
tingkat potensi dilakukan penilaian terhadap setiap calon pusat.
Kriteria penilaian yang dilakukan sedapat mungkin mencerminkan besarnya potensi tiap
calon pusat pertumbuhan itu. Kriteria yang dimaksud adalah :
Kelengkapan fasilitas pusat.
Kelengkapan fasilitas sosial ekonomi dapat dipakai sebagai alat indikasi pengukuran
tingkat perkembangan pusat karena dapat memperlihatkan besar kecilnya suatu
daerah (dengan melihat jumlah fasilitas yang dimilimi oleh suatu daerah).
Jarak antar sub pusat dengan pusat.
Salah satu cara untuk menentukan suatu wilayah sebagai pusat pertumbuhan adalah
dengan menghitung jarak atau aksesibilitas.
Jumlah penduduk tiap kawasan
B. Analisis Kebutuhan Sarana Perkotaan
Ada beberapa metode pendekatan untuk memenuhi masyarakat dalam hal
pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan sarana perkotaan/pedesaan. Pendekatan
lokasi dapat didekati melalui sistem perwilayahan yaitu mengenai jenis pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan tingkat kewilayahannya. Kemampuan
berkembangnya suatu wilayah perkotaan/pedesaan dapat ditunjukkan dengan adanya
sistem penyebaran maupun kelengkapan dan kapasitas pelayanan dari fasilitas sosial,
antara lain berupa fasilitas–fasilitas pendidikan, peribadatan, perbelanjaan,
perkantoran, rekreasi, ruang terbuka (jalur hijau) serta fasilitas perkotaan lainnya.
Perkembangan penduduk tanpa diimbangi dengan pengadaan dan penyebaran fasilitas
yang memadai akan menimbulkan aspek-aspek negatif pada kehidupan penduduknya.
Secara ringkas skala pelayanan, standar kebutuhan luas lantai dapat dilihat pada tabel
berikut :
a) Standar Kebutuhan Sarana Perkotaan/Pedesaan
Standar kebutuhan sarana perkotaan/pedesaan sesuai dengan Petunjuk Perencanaan
Kawasan Perumahan Kota Departemen Pekerjaan Umum tahun 1987 dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 3.24. Standar Kebutuhan Sarana Perkotaan/Pedesaan
Bab III-55
Laporan Pendahuluan
Kebutuhan
Jumlah
Luas
Jenis Fasilitas Penduduk yang Luas lantai Keterangan
Lahan
dilayani (m2)
(m2)
Pendidikan
Taman Kanak- Min. 1000 252 atau 1200 - 2Rg Kelas @35-40
kanak 15m2 /murid - Radius max 500m
Sekolah Dasar Min 1600 400-60 3600 - 6 Rg kelas@
30murid
- Radius max 500mm
SLTP Min 4800 Umum : 2700 Umum : - 3 Rg kelas
Khusus: 2551 2700 @30murid
Khusus : - KDB umum 60
5000 - KDB khusus 50%
SLTA Min 4800 Umum : 1514 Umum : - 3 Rg kelas @ 30
Khusus : 2551 2700 murid
Khusus : - KDB umum : 60%
5000 - KDB khusus : 50%
Peribadatan
Masjid 2500 - 1500
Musholla 500 - 1000
Gereja - 1,2m2/orang 1000
Kesehatan
Puskesmas 30000 - 1200
Puskesmas
15000 150 300
pembantu
BKIA/
10000 - 1000 Radius 2000m
R.bersalin
Apotik 10000 - 300
Bersatu dg. Rumah
Praktek dokter 5000 - 100
tangga
Perdagangan
Warung 250 - 100
Pusat
2500 - 1500
Pertokoan Kecil
Rekreasi
Taman Bermain 250 - 250 Anak umur 5-14 th
Taman & olah Remaja umur 10-17
2500 - 2500
raga th
Jalur hijau - - - 6% luas terbangun
Kebudayaan
Balai
2500 - 400
pertemuan
Gedung serba
5000 - 1000
guna
Bioskop 30000 - 2000
Umum
Pos keamanan 250 - 10
Pengumpul 2500 - - 10 m3
Bab III-56
Laporan Pendahuluan
Kebutuhan
Jumlah
Luas
Jenis Fasilitas Penduduk yang Luas lantai Keterangan
Lahan
dilayani (m2)
(m2)
sampah
Halte 2500 - 400
Sumber : Standar Perencanaan Permukiman Perkotaan Dep. PU
aij/b j
Dimana : T.Pij x100%
c is
Bab III-57
Laporan Pendahuluan
b. Model Regresi
Analisis ini didasarkan pada data pola pertumbuhan penduduk pada 5 – 10 tahun
yang lalu yang didekati dengan salah satu pola regresi, yaitu linier, logaritma,
eksponensial, dan regresi berpangkat.
a). Linier Regresion
Rumus:
Pn = Po + F (x); F(x) = a(n) Pn = Po + a(n)
Dimana:
Pn = jumlah penduduk tahun yang akan datang (n),
F(x) = pertambahan penduduk selama tahun n
a = koefisien/rata-rata persentasi pertambahan
Pt+x = a + b(x)
Dimana:
Pt+x = jumlah penduduk pada tahun t+x
a,b = konstanta
x = jumlah selang tahun dari tahun dasar t
Bab III-58
Laporan Pendahuluan
n = sampel pengamatan
a = P. X2 - P. PX
N X2 – (X)2
b = NPX - X . P
NX2 – (X)2
b). Logarithmic Regression
Rumus: Y = A + B ln X
Dimana: A = konstanta
B = Koefisien regresi
X = Tahun
Y = Jumlah Penduduk
c). Exponential Regresi
Rumus: Y = A . 1 B.X
Dimana: A = konstanta
B = Koefisien regresi
X = Tahun
Y = Jumlah Penduduk
d). Power Regressi
Rumus: Y = A . X B
Dimana: A = konstanta
B = Koefisien regresi
X = Tahun
Y = Jumlah Penduduk
B. Analisis Pertumbuhan Penduduk
a. Metode Ekstrapolasi/Trend
Metode ekstrapolasi/trend adalah melihat kecenderungan pertumbuhan
penduduk di masa lalu dan melanjutkan kecenderungan tersebut untuk masa
yang akan datang sebagai proyeksi. Metode ini dibagi dua, yaitu teknik grafik dan
metode trend.
Cara yang paling mudah adalah dengan teknik grafik, dimana perkembangan
penduduk di masa lalu digambarkan dalam sebuah susunan koordinat salib.
Jumlah penduduk untuk setiap kurun waktu (misalnya pertahun) dinyatakan
dalam sebuah titik pada bidang koordinat salib. Susunan titik-titik tersebut dapat
dipandang sebagai suatu garis (lurus atau lengkung) dan arah garis tersebut
diteruskan ke masa yang akan datang sebagai proyeksi. Teknik grafik ini
Bab III-59
Laporan Pendahuluan
Apabila trend masa lalu adalah garis lengkung yang menaik, rumusnya berubah
menjadi :
Pt = Po (1 + r) (t – 0) (1 + r), dimana :
r = rata-rata proporsi kenaikan penduduk tiap tahun, yaitu jumlah
kenaikan/pertambahan penduduk dibagi jumlah penduduk pada tahun dasar.
Rumus ini sering disingkat dengan PT= Po (1 + r)n
Besarnya (r) hanya ditentukan oleh angka awal (Po) dan angka akhir (Pt), atau
end to end. Dengan demikian, apabila angka awal dan angka akhir jauh
menyimpang dari tahun-tahun lainnya, perlu dilakukan penyesuaian angka atau
angka ekstrem itu tidak dipakai, agar tidak menyesatkan.
Bab III-60
Laporan Pendahuluan
Bab III-61
Laporan Pendahuluan
Analisis ini merupakan analisis yang akan menemukenali bentuk kawasan secara
keseluruhan yang nantinya antar bagian akan saling mendukung dan melengkapi
fungsinya. Adapun analisis akan meliputi :
a. Perkembangan pembangunan, merupakan kebijakan rencana pembangunan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah maupun swasta;
b. Pusat-pusat kegiatan, dengan melakukan kajian terhadap pemusatan kegiatan yang
ada atau direncanakan oleh rencana diatasnya;
c. Kesesuaian dan daya dukung lahan, sebagai daya tampung dan daya hambat ruang
kawasan dalam berkembang;
d. Pembagian fungsi ruang pengembangan, merupakan struktur kawasan yang dibagi
dalam fungsi dan peran bagian-bagian kawasan.
Untuk menyusun struktur tata ruang, perlu dilakukan tahapan superimpose/analisis
antara struktur pusat-pusat yang telah ditentukan (dihitung) dengan alokasi penggunaan
lahan. Maka dalam penyusunan standar manual struktur tata ruang akan terkait
pengertian pusat wilayah, struktur transportasi dan wilayah yang dilayani oleh pusat
tersebut. Dan dalam hal ini, unit wilayah perencanaan pada tingkat RDTR dapat berupa
satu SKP (kecamatan) atau sebagian dari satu atau beberapa SKP yang luasnya berkisar
antara 10.000 Ha – 20.000 Ha. Metode pendekatan yang dapat digunakan dalam
menganalisis struktur tata ruang adalah sebagai berikut :
a) Analisis Aksesbilitas
Analisis aksesbilitas ini digunakan untuk mengukur tingkat kemudahan pencapaian
dari pusat-pusat pemukiman ke pusat-pusat pelayanan. Variabel-variabel yang
digunakan adalah : jarak/waktu tempuh, frekuensi kendaraan umum, dan ada tidaknya
jalan penghubung.
- Nilai aksesbilitas:
A=FKT
d
Dimana: A = nilai aksesbilitas
F = fungsi jalan (arteri, kolektor, lokal)
K = konstruksi jalan (aspal, perkerasan tanah)
T = kondisi jalan (baik, sedang, buruk).
d = jarak
Nilai-nilai F, K,dan T diberi bobot.
- Indeks Aksesbilitas :
A= EJ
Bab III-62
Laporan Pendahuluan
( dij)b
Dimana: EJ = ukuran aktivitas (antara lain: jumlah penduduk usia kerja, pedagang,
dan sebagainya)
dij = jarak tempuh (waktu/jarak)
b = parameter
Perhitungan parameter b dengan menggunakan grafik regresi linier yang diperoleh
berdasarkan perhitungan:
K= T ij
P ij
Bab III-63
Laporan Pendahuluan
Informasi yang muncul dari analisis ini adalah organisasi spasial dari pemukiman-
pemukiman penduduk. Intensitas hubungan dari pusat-pusat pemukiman ke pusat
pemasaran, pendidikan lanjutan atas, pelayanan kesehatan, dapat menunjukkan pola
tata ruang berdasarkan hubungan fungsional yang terjalin.
Dengan analisis ini dapat diidentifikasi pemukiman-pemukiman yang berada di
luar sistem kaitan ruang, yaitu daerah yang kurang terlayani. Alternatif model yang
dapat digunakan adalah model gravitasi yaitu sebagai berikut:
Gi – j = K D i Dj
d ij
x
Bab III-64
Laporan Pendahuluan
Total jenis
Dimana: Total jenis : jenis fasilitas yang diinventarisasi
Error : jumlah kotak kosong pada ruang di atas garis tangga ditambah
jumlah kotak isi pada ruang di bawah garis tangga.
e) Analisis Fungsional Skalogram
Perhitungan yang lebih halus dari skalogram adalah dengan menggunakan indeks
sentralitas (IS). Fasilitas-fasilitas yang dianggap mewakili fungsi-fungsi pusat bukan
hanya melayani penduduk setempat, melainkan juga melayani penduduk di pemukiman
lain.
Fasilitas yang terdapat hampir di seluruh wilayah atau desa dinilai mempunyai
indeks sentralitas yang rendah, demikian sebaliknya. Pemukiman yang mempunyai score
(total IS) tinggi dianggap sebagai pusat pelayanan utama (PP1) selanjutnya pemukiman
yang lain dikelompokkan sebagai pusat pelayanan kedua dan seterusnya..
f) Analisis Daya Tampung
Analisa daya tampung wilayah adalah analisa untuk melihat kemampuan suatu
wilayah/ kawasan dalam menampung kehidupan manusia dan segala kegiatan yang
berkaitan dengan usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya hingga mencapai tingkat
kehidupan yang layak dengan tetap memperhatikan keserasian dan kelestarian kondisi
lingkungan.
Hasil analisa daya tampung diharapkan akan bisa menjadi salah satu bahan
pertimbangan (pedoman) untuk menentukan strategi dan kebijakan kependudukan
dimasa mendatang. Oleh karena itu analisa daya tampung wilayah menjadi salah satu
bagian yang penting di dalam perencanaan tata ruang.
Maksud dan tujuan dilakukannya analisa daya tampung wilayah adalah:
- memberikan gambaran mengenai kemampuan suatu wilayah dalam mendukung
kehidupan yang layak bagi penduduk yang berada dalam wilayah tersebut.
- memberikan bahan pertimbangan (pedoman) untuk penentuan strategi/kebijakan
kependudukan.
Beberapa asumsi yang mendasari proses analisa ini adalah:
Kegiatan usaha (mata pencaharian) penduduk secara garis besar
dibedakan menjadi dua kelompok sesuai dengan tempat kedudukan penduduk yang
bersangkutan, yaitu:
- Penduduk yang bertempat kedudukan didaerah belakang (hinterland) dianggap
seluruhnya bermata pencaharian di sektor pertanian (Agriculture Oriented).
- Penduduk yang bertempat kedudukan di pusat-pusat pengembangan dianggap
bermatapencaharian di sektor non pertanian (Non Agriculture Oriented).
Bab III-65
Laporan Pendahuluan
Bab III-66
Laporan Pendahuluan
Bab III-67
Laporan Pendahuluan
Bab III-68
Laporan Pendahuluan
Bab III-69
Laporan Pendahuluan
2) hidrologi : bebas genangan, dekat dengan sumber air, drainase baik sampai
sedang;
3) klimatologi : lokasi berada pada kecenderungan minimum arah angin yang
menuju permukiman penduduk;
4) geologi : dapat menunjang konstruksi bangunan, tidak berada di daerah
rawan bencana longsor;
5) lahan : area cukup luas minimal 20 ha; karakteristik tanah bertekstur sedang
sampai kasar, berada pada tanah marginal untuk pertanian.
Kriteria teknis:
1) Harus memperhatikan kelestarian lingkungan;
2) Harus dilengkapi dengan unit pengolahan limbah;
3) Harus memperhatikan suplai air bersih;
4) Jenis industri yang dikembangkan adalah industri yang ramah lingkungan dan
memenuhi kriteria ambang limbah yang ditetapkan Kementerian
Lingkungan Hidup;
5) Pengelolaan limbah untuk industri yang berkumpul di lokasi berdekatan
sebaiknya dikelola secara terpadu;
6) Pembatasan pembangunan perumahan baru di kawasan peruntukan industri;
7) Harus memenuhi syarat AMDAL sesuai dengan ketentuan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku;
8) Memperhatikan penataan kawasan perumahan di sekitar kawasan industri;
9) Pembangunan kawasan industri minimal berjarak 2 Km dari permukiman dan
berjarak 15-20 Km dari pusat kota;
10) Kawasan industri minimal berjarak 5 Km dari sungai tipe C atau D;
11) Penggunaan lahan pada kawasan industri terdiri dari penggunaan kaveling
industri,jalan dan saluran, ruang terbuka hijau, dan fasilitas penunjang.
Pola penggunaan.
12) Setiap kawasan industri, sesuai dengan luas lahan yang dikelola, harus
mengalokasikan lahannya untuk kavling industri, kaveling perumahan, jalan
dan sarana penunjang, dan ruang terbuka hijau. Alokasi lahan pada Kawasan
Industri dapat dilihat pada Tabel berikut ;
c) Analisis Kawasan Perdagangan dan Jasa
Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan:
1) Tidak terletak pada kawasan lindung dan kawasan bencana alam;
2) Lokasinya strategis dan mudah dicapai dari seluruh penjuru kota;
Bab III-70
Laporan Pendahuluan
3) Dilengkapi dengan sarana antara lain tempat parkir umum, bank/ATM, pos
polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, tempat ibadah, dan
sarana penunjang kegiatan komersial serta kegiatan pengunjung;
4) Terdiri dari perdagangan lokal, regional, dan antar regional.
Kriteria dan batasan teknis:
1) Pembangunan hunian diijinkan hanya jika bangunan komersial telah berada
pada persil atau merupakan bagian dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
2) Penggunaan hunian dan parkir hunian dilarang pada lantai dasar di bagian
depan dari perpetakan, kecuali untuk zona-zona tertentu;
3) Perletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung
disesuaikan dengan kelas konsumen yang akan dilayani;
4) Jenis-jenis bangunan yang diperbolehkan antara lain:
a) bangunan usaha perdagangan (ritel dan grosir): toko, warung, tempat
perkulakan, pertokoan;
b) bangunan penginapan: hotel, guest house, motel, hostel, penginapan;
c) bangunan penyimpanan: gedung tempat parkir, show room, gudang;
d) bangunan tempat pertemuan: aula, tempat konferensi;
e) bangunan pariwisata (di ruang tertutup): bioskop, area bermain.
d) Analisis Kawasan Pariwisata
Karakteristik lokasi dan kesesuaian lahan:
4) Memiliki struktur tanah yang stabil;
5) Memiliki kemiringan tanah yang memungkinkan dibangun tanpa
memberikan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan;
6) Merupakan lahan yang tidak terlalu subur dan bukan lahan pertanian yang
produktif;
4) Memiliki aksesibilitas yang tinggi;
5) Tidak mengganggu kelancaran lalu lintas pada jalur jalan raya regional;
6) Tersedia prasarana fisik yaitu listrik dan air bersih;
7) Terdiri dari lingkungan/ bangunan/ gedung bersejarah dan cagar budaya;
8) Memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya, serta keunikan
tertentu;
9) Dilengkapi fasilitas pengolah limbah (padat dan cair).
Kriteria teknis
1) Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam
untuk kegiatan pariwisata alam dilaksanakan sesuai dengan asas konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
Bab III-71
Laporan Pendahuluan
Bab III-72
Laporan Pendahuluan
Bab III-73
Laporan Pendahuluan
Bab III-74
Laporan Pendahuluan
Tinggi dan jarak bangunan ini meliputi tinggi bangunan yang dikaitkan dengan
kedudukan bangunan, perlengkapan dekoratif bangunan, jenis dan bahan
konstruksi bangunan, fungsi bangunan. Jarak bangunan yang dimaksudkan di sini
adalah jarak antar bangunan yang berada di dalam persil yang sama. Ketinggian
bangunan yang akan ditetapkan ditentukan oleh: Garis Langit, Field of Vision,
garis atap, selubung bangunan, Elevasi/ pell.
- Garis Langit
- Field of Vision
Bab III-75
Laporan Pendahuluan
of Vision. Sudut field of vision normal adalah 600 dan pengamatan efektif
di bidang horizontal sejajar mata adalah 400.
- Elevasi/pell
- Gubahan Masa
- Orientasi Bangunan
- Estetika bangunan
Bab III-76
Laporan Pendahuluan
- Aksesbilitas Lingkungan
- Tempat Parkir
Pada dasarnya fasilitas parkir dibedakan atas parkir diluar jalan dan
parkir di jalan. Parkir di jalan bisa parkir sejajar dan parkir menyudut.
Parkir sejajar pada satu sisi jalan akan mengurangi lebar jalan sebesar 2
meter, sedangkan parkir menyudut 450 akan mengurangi 4,5 meter.
Jika lebar jalan yang berdampingan < 20 m maka titik sudut ditetapkan pada
as jalan. Jika lebar jalan yang berdampingan > 20 m maka titik sudut
ditetapkan 10 m dari garis sempadan pagar ke jalan.
Jarak bangunan yang dimaksudkan di sini adalah jarak antar bangunan yang
berada di dalam persil yang sama. Sesuai konsep yang dirumuskan, jarak
bangunan untuk berbagai ketinggian, diusulkan sebagai berikut :
Bab III-77
Laporan Pendahuluan
Di mana:
Keterangan gambar :
Bab III-78
Laporan Pendahuluan
Keterangan:
L : lebar jalan
- Komponen Bangunan
Bab III-79
Laporan Pendahuluan
Dengan adanya analisa KLB ini, maka dapat ditentukan ketinggian bangunan
yang merupakan penetapan ketinggian bangunan maksimum sesuai dengan
kondisi bangunan terhadap jalan, daya dukung tanah terhadap bangunan
serta kondisi lingkungannya. Selain itu, diperoleh pula garis langit kawasan
yang merupakan garis titik tertinggi bangunan yang terbentuk oleh perbedaan
ketinggian masing-masing bangunan di tiap koridor jalan kawasan
Bab III-80
Laporan Pendahuluan
d. Koefisien daerah hijau, yaitu angka perbandingan antara ruang terbuka hijau
dengan dasar bangunan dalam satu persil. Variabel yang perlu dianalisa
adalah :
- KDB,
- Lansekap: trotoar, jalan, RTH, lahan parkir.
e. Koefisien tapak basement, yaitu angka perbandingan antara luas basement
dengan luas keseluruhan persil. Variabel yang harus diamati adalah :
- KDB,
- KLB.
f. Elevasi/peil bangunan, yaitu tinggi dasar bangunan berdasarkan titik ukur
yang ditentukan dari titik tertinggi as jalan dimana persil berada. Variabel
yang harus diamati adalah :
- Tinggi persil,
- Tinggi jalan,
- Topografi,
- Bentuk drainase.
g. Gubahan massa, yaitu tata letak massa bangunan diatas persil yang
dipengaruhi oleh kondisi luas persil dan skala urban space. Ada beberapa
aspek yang harus ditinjau dalam menghasilkan gubahan massa bangunan ini,
yakni:
- Bentuk dasar bangunan,
- Bentuk massa bangunan sekitar,
- Variabel estetika (irama, ritme, dsb).
Berdasarkan aspek-aspek diatas, maka kemudian dianalisa gubahan massa
bangunan di kawasan perencanaan.
Bab III-81
Laporan Pendahuluan
h. Orientasi bangunan, yaitu konsep dasar arah hadap bangunan yang dilakukan
berdasarkan pertimbangan kondisi fisik seperti: unsur aksesibilitas, arah
matahari, angin, kondisi iklim, serta pemandangan yang menyenangkan
(viesta). Variabel amatan yang diperlukan selain kondisi fisik dasar kawasan
adalah:
Tinggi bangunan,
Envelop.
Bab III-82
Orientasi bangunan terhadap arah angin.
Laporan Pendahuluan
Orientasi
bangunan
terhadap jalan.
Orientasi bangunan
terhadap
arah viesta.
Bab III-83
Laporan Pendahuluan
Berikut ini contoh tinggi bangunan yang tidak sama pada satu kawasan dan
jarak antar bangunan yang akan mempengaruhi selubung bangunan:
Selubung
bangunan:
Bab III-84
Laporan Pendahuluan
m. B
a h
a n
Bab III-85
Laporan Pendahuluan
Bab III-86
Laporan Pendahuluan
Bab III-87
Laporan Pendahuluan
2. Komponen analisis :
a. Identifikasi aspirasi dan analisis permasalahan;
b. Analisis perilaku lingkungan: masyarakat perkotaan dan perdesaan yang memiliki
kultur dan tingkat pendidikan yang berbeda;
c. Analisis perilaku kelembagaan: perlu dianalisis subtansi tugas dan tanggungjawab;
d. Analisis metode dan sistem: perlu dianalisis alat dan perlengkapan, termasuk
pendanaan bila diperlukan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
15. Kelembagaan dan Peran Serta Masyarakat
Dalam rangka mewujudkan penataan ruang yang dapat mengakomodasi
kebutuhan ruang bagi masyarakat yang sesuai dengan kondisi, kaakteristik dan
daya dukung kawasan kota yang terus berkembang, maka proses penyusunan
rencana tata ruang kawasan perkotaan dan kawasan fungsional lain, harus
bersifat partisipatif dan dinamis.
A. Kelembagaan
Lembaga formal pemerintah yang terlibat dalam penataan ruang adalah
Pemerintah Daerah dalam rangka pengaturan, pembinaan,pelaksanaan dan
pengawasan penataan ruang, serta koordinasi penyelenggaraan penataan
ruang lintas sektor, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan.
Pelaksanaan penyusunan Peraturan Zonasi dilaksanakan oleh lembaga formal
pemerintah kabupaten dibawah koordinasi BAPEDA dan didukung oleh
dinas/instansi terkait.
a) Sebagai langkah langkah koordinasi dalam penanganan penataan ruang,
pembinaan dan pengembangan kebijakan tata ruang wilayah dan lintas
sektor, sektor, koordinasi diselenggarakan dalam suatu badan koordinasi
daerah skala kabupaten seperti BKPRD (Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah) sebagai lembaga fungsional yang berfungsi :
b) Mengkoordinasikan pelaksanaan Peraturan Zonasi secara terpadu sebagai
dasar bagi penentuan perijinan dalam penataan kawasan kota yang
dijabarkan dalam program pembangunan kawasan perkotaan.
c) Merumuskan pelaksanaan dan mengkoordinasikan masalah masalah yang
timbul dalam penyelenggaraan penataan ruang di kawasan kota, dan
memberikan arahan dan pemecahannya.
d) Mengkoordinasikan penyusunan peraturan perundang undagan di bidang
penataan ruang.
Bab III-88
Laporan Pendahuluan
Bab III-89
Laporan Pendahuluan
Efisiensi dan efektfitas; keputusan harus diambil secara efisen dan efektif,
dengan mengedepankan kemampuan masyarakat, kepentingan umum, guna
tercapainya kesejahteraan masyarakat secara luas.
Produk rencana merupakan hasil dan kesepakan bersama, hasil dari dialog
serta negosiasi berbagai pihak yang terlibat ataupun yang pihak terkena
dampak perencanaan.
Produk rencana yang telah disepakati bersama tersebut, menjadi konsekuensi
bersama dan isi rencana mengikat melalui pengesahan Peraturan Pemerintah
Daerah.
Jika terjadi peruntukan
Pengaturan teknis yang tidak diatur dalam Perencanaan Detail Tata Ruang,
harus mengikuti kaidah teknis, lingkungan, dan tidak menimbulkan dampak
penting yang luas.
Adanya sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan yang transparan dan
terbuka bagi publik.
c) Bentuk Peran Serta Masyarakat Dalam Pelaksanaan Penataan Ruang
Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan
Penataan Ruang
Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang dan
program pembangunan .
Bantuan teknik dan pengolahan dalam pemanfaatan ruang dan/atau
Kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi
lingkungan hidup.
d) Bentuk Peran Serta Masyarakat Dalam Pengendalian Pemanfaatan
Ruang
Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang skala daerah, kecamatan dan
kawasan, termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan
pemanfaatan ruang kawasan dimaksud dan/atau sumberdaya tanah, air,
udara dan sumberdaya lainnya.
Memberikan masukan/laporan tentang masalah yang berkaitan dengan
perubahan/ penyimpangan pemanfaatan ruang dari peraturan yang telah
disepakati
Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban
pemanfaatan ruang.
Mengajukan keberatan dan gugatan melalui instansi yang berwenang
menangani gugatan kepada pemilik, pengelola, dan/atau pengguna atas
Bab III-90
Laporan Pendahuluan
Bab III-91