Anda di halaman 1dari 71

Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman

Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

BAB 3
METODOLOGI

3.1. PENDEKATAN DAN METODOLOGI


Bab Metodologi berisi tentang cara pihak konsultan untuk dapat menjawab
ruang lingkup kegiatan yang telah ditentukan dalam KAK. Adapun dalam KAK, telah
disyaratkan ruang lingkup kegiatan yang meliputi ;
a. Kondisi Umum di Kabupaten Tabalong dan Kabupaten Hulu Sungai Utara :
- Kelembagaan Perumahan
- Stakeholders Pembangunan Perumahan
- Perencanaan Pembangunan Perumahan (Kebijakan, Kerjasama, Perizinan
Terkait Perumahan, dan lain-nya)
- Pendanaan Pembangunan Perumahan
- Data Perumahan untuk mendukung PSU di permukiman.

b. Identifikasi Perumahan Perkotaan :


- Data Perumahan dan PSU dari sumber Dinas / Lembaga Terkait Bidang
Perumahan dan Permukiman di Pemerintah Kabupaten Tabalong dan Hulu
Sungai Utara.

- Data Perumahan dan PSU dari Asosiasi Pengembangan Perumahan (REI,


APERSI, dll).

- Survey lapangan untuk memperoleh data primer dan sekunder tentang


perumahan untuk mendukung PSU di permukiman.

c. Penyelenggaraan perumahan yang sesuai dengan ketentuan Peraturan


Daerah/Pergub yang perlu didukung PSU-nya :

- Perda/Pergub Penyelenggaraan Perumahan dan Permukiman

Laporan Pendahuluan Bab


III - 1
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

- Perda/Pergub Penyelenggaraan dan Penyerahan Prasarana Sarana dan


Utilitas Umum (PSU).

- Identifikasi kebutuhan penanganan PSU Perumahan berdasarkan kriteria atau


skala prioritas yang dikembangkan dari peraturan dan ketentuan lain yang
berlaku.

- Identifikasi PSU yang telah diserah terimakan kepada Pemerintah Daerah.

- Identifikasi PSU yang telah dilaksanakan penanganan-nya APBN/ APBD


Prov/ Kota/ Pengembang/ Masyarakat.

d. Lokasi dan Titik Koordinat disertakan pada hasil identifikasi lahan potensial dan
prioritas untuk di bangun PSU. Lokasi mencakup keterangan RT/RW, Desa,
Kelurahan, Nama komplek perumahan dan Kecamatan. Titik Koordinat disertakan
pada laporan Detailed Engineering Design (DED) dari hasil identifikasi lahan
potensial dan prioritas.

Berdasarkan ruang lingkup kegiatan tersebut diatas, berikut ini adalah


beberapa metodologi yang akan digunakan pihak konsultan.
3.1.1. Metodologi Pendekatan
A. Pendekatan Keterpaduan Perencanaan dari Bawah dan dari Atas (Top Down and
Bottom Up Planning)

Pendekatan perencanaan ini bertitik tolak dari kebutuhan dan tuntutan akan
perlunya keterpaduan arahan dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah di satu sisi dan aspirasi dari masyarakat di sisi lainnya. Pendekatan ini
menggunakan 2 (dua) terminologi yaitu pendekatan dari atas (top down
approach) berupa perencanaan program-program serta merupakan penjabaran
dari kebijakan tata ruang oleh Pemerintah Kabupaten. Sedangkan terminologi
kedua adalah dari bawah (bottom up approach). Pendekatan ini memberikan
penekanan bahwa kegiatan ini mengakomodasi aspirasi masyarakat sebagai
pelaku pembangunan dan dengan melibatkan masyarakat dalam proses
perencanaannya. Perencanaan ini merupakan upaya untuk memberdayakan
masyarakat dalam perencanaan kerakyatan dan untuk mengembangkan segala
potensi, mengurangi, dan seoptimal mungkin menyelesaikan permasalahan serta

Laporan Pendahuluan Bab


III - 2
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

menanggulangi segala ancaman atau tantangan yang muncul dari pengendalian


pemanfaatan ruang di wilayah perencanaan.

B. Pendekatan Intersektoral Holistik

Pendekatan ini didasarkan pada suatu pemahaman bahwa kegiatan indentifikasi


data dan kajian teknis perumahan untuk mendukung PSU menyangkut banyak
aspek, sektor-sektor, lain serta kawasan yang lebih luas dari wilayah perencanaan.
Perencanaan ini dimulai dengan tahapan diagnosis secara umum terhadap
kawasan perencanaan (mikro) maupun dalam konteks yang luas yaitu Kabupaten
(makro). Dari tahapan diagnosis akan dirumuskan konteks dan kerangka makro
pengembangan wilayah perencanaan. Tahapan selanjutnya adalah analisa dan
arahan pada setiap rencana sektoral yang ada. Setelah tahapan tersebut,
dilanjutkan dengan tahapan koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi pemanfaatan
ruang.

C. Pendekatan Masyarakat (Community Approach)

Pendekatan ini digunakan dengan pemahaman bahwa masyarakat setempat


adalah masyarakat yang paling tahu kondisi di wilayahnya. Dan setiap kegiatan
pembangunan harus memperhitungkan nilai-nilai sosial budaya pembangunan.
Oleh karena itu langkah perencanaan tata ruang kawasan harus mencerminkan
masyarakat lokal yang ikut terlibat dalam proses perencanaan dan pengambilan
keputusan.

D. Pendekatan Perencanaan Partisipatif (Participatory Planning)

Pendekatan ini melibatkan berbagai pihak (pemangku kepentingan) yang terkait


dalam pengembangan PSU di dua kabupaten tersebut.

1. Ketentuan Umum
Untuk dapat merumuskan substansi materi yang tepat, maka diperlukan rujukan
payung hukum yang tepat agar materi yang dihasilkan nantinya sesuai dengan KAK
dan sesuai dengan payung hukum yang berlaku. Berikut ini adalah penjelasannya ;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 3
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

A. Definisi

a) Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik


perkotaan maupun perdesaan yang dilengkapi dengan PSU sebagai hasil
upaya pemenuhan rumah layak huni.

b) Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri dari lebih dari
satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana dan sarana umum serta
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

c) Definisi dari Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) adalah sebagai berikut ;
- Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang
memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang
layak, sehat, aman, dan nyaman.
- Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk
mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial,
budaya, dan ekonomi.
- Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan
hunian
B. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor : 34 /Permen/M/2006
Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Keterpaduan Prasarana, Sarana Dan
Utilitas (PSU) Kawasan Perumahan.
a) Pola Penanganan PSU
Penanganan Keterpaduan PSU kawasan secara preventif
Penanganan Keterpaduan PSU secara preventif dimaksudkan sebagai upaya
untuk menyiapkan perumahan melalui penyediaan layanan PSU yang
memadai sehingga dapat mencegah timbulnya permasalahan prasarana
sarana dan utilitas di kawasan perumahan yang akan dibangun pada kawasan
skala besar dan kawasan khusus, sehingga akan tercipta lingkungan kawasan
perumahan yang layak huni. Penanganan Keterpaduan PSU kawasan secara
preventif diselenggarakan, dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Penanganan PSU di kawasan perumahan yang baru.

Laporan Pendahuluan Bab


III - 4
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

2) Upaya keterpaduan preventif dilaksanakan seluruh pemangku kepentingan


yang akan membuka kawasan perumahan baru, baik berskala besar
(Kasiba, Lisiba dan Lisiba BS) maupun kawasan khusus, dengan fasilitasi
pemerintah kabupaten/kota untuk menghindari permasalahan
ketidakterpaduan PSU pada saat penghunian dan perkembangannya di
masa yang akan datang.
3) Keterpaduan secara preventif ini dilakukan secara berkelanjutan mulai
sejak saat penentuan lokasi, perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan,
pengelolaan, dan pengendalian.
4) Penanganan keterpaduan PSU kawasan ini juga dilaksanakan dengan
memperhatikan kawasan disekitarnya.
5) Penanganan keterpaduan PSU kawasan mengacu pada RTRWK, RP4D,
Rencana Rinci Tata Ruang, Rencana Induk Sistem (masterplan)
Keterpaduan kawasan dan kebijakan strategi pemerintah, serta koordinasi
antar instansi terkait.
Penanganan Keterpaduan PSU kawasan secara kuratif
Penanganan keterpaduan PSU kawasan perumahan secara kuratif,
dimaksudkan sebagai upaya untuk membantu memecahkan permasalahan
prasarana sarana dan utilitas, pada kawasan perumahan yang sudah
terbangun, sehingga akan terwujud lingkungan kawasan perumahan yang
sehat, dan berwawasan lingkungan. Penanganan Keterpaduan PSU kawasan
secara kuratif pada kawasan yang telah terbangun, dengan ketentuan antara
lain :
1) Keterpaduan PSU secara kuratif ini adalah upaya peningkatan kawasan
perumahan dan permukiman yang meliputi pemugaran, perbaikan dan
peremajaan serta mitigasi bencana.
2) Kriteria penanganan kuratif adalah penanganan permasalahan di kawasan
perumahan yang sudah terbangun.
3) Keterpaduan PSU secara kuratif dilaksanakan oleh:
- Pemerintah Kabupaten/Kota, yang mengkoordinasikan keterpaduan
pembangunan PSU.

Laporan Pendahuluan Bab


III - 5
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

- Pihak lain yang terlibat dalam keterpaduan PSU untuk bersama


memecahkan permasalahan adalah instansi Pemerintah Kabupaten/
Kota, pihak swasta (pengembang), pihak masyarakat, Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Pusat.
- Jika permasalahan ketidakterpaduan PSU, tidak mampu diselesaikan
ditingkat pemerintah kabupaten/ kota, maka dapat diselesaikan
ditingkat propinsi atau tingkat pusat.
- Bantuan pemecahan permasalahan PSU yang terjadi di kawasan
perumahan, oleh pemerintah propinsi maupun pemerintah pusat dapat
berupa fasilitasi ataupun pemberian bantuan stimulan PSU.
- Pada penanganan keterpaduan PSU secara kuratif, dengan langkah-
langkah kegiatan sebagai berikut :
 Dalam rangka penanganan kuratif, yang paling penting adalah
identifikasi permasalahan.
 Identifikasi permasalahan atau peta masalah, dilakukan melalui
diskusi keterpaduan PSU dengan pemangku kepentingan di
pemerintah kabupaten/ kota. Diskusi bisa difasilitasi oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah propinsi.
 Dari peta masalah, selanjutnya disusun rencana tindak (action
plan), berisi : permasalahan, peta pelaku dan pembagian tanggung
jawab, skenario penataan kawasan dan jadwal kegiatan, skema
pembiayaan, perencanaan teknis, penganggaran, dan peningkatan
kapasitas kelembagaan, rencana pelaksanaan dan pengelolaan yang
diproses dan disepakati oleh pelaku.
 Dari identifikasi permasalahan, dapat dikeluarkan konsep
penyelesaiannya, konsep ini dilaksanakan mengikuti seperti pada
penanganan secara preventif (butir 2.3), tergantung dari kondisi
permasalahan.
b) Tahap Pelaksanaan Bantuan PSU
Ada beberapa tahap dalam pelaksanaan bantuan PSU tahapan tersebut
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan dan pengendalian.
Tahapan Pra Perencanaan

Laporan Pendahuluan Bab


III - 6
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Tahapan pra perencanaan adalah kegiatan yang harus dilaksanakan guna


mengantisipasi kondisi di lapangan saat ini dan yang akan datang dengan
memperhatikan tahapan sebagai berikut :
1) Pembangunan perumahan dan permukiman mengacu pada ketentuan
rencana tata ruang wilayah yang ada.
2) Lokasi kawasan perumahan harus mengacu pada Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota yaitu berada pada kawasan permukiman dan termasuk
dalam Rencana Pengembangan dan Pembangunan Perumahan
Permukiman Daerah (RP4D). Paling tidak kawasan ini dicadangkan untuk
areal pengembangan kabupaten/ kota (untuk kawasan baru).
3) Dibuatkan Rencana Tata Ruang Rinci kawasan, yang mengatur dan
penataan blok pemanfaatan ruang dengan skala 1:1.000 sampai dengan
skala 1: 5.000.
4) Penyiapan lahan, untuk perencanaan PSU dan keperluan lainnya termasuk
dalam tahapan ini adalah mengupayakan penataan ulang lahan terbangun,
sehingga cukup dikembangkannya sistem PSU yang diperlukan.
5) Menyusun rencana induk sistem keterpaduan PSU, berdasarkan rencana
induk sektoral yang ada.
6) Apabila diperlukan, menyusun studi kelayakan untuk mendukung rencana
induk sistem yang ada.
7) Pada tahapan pra perencanaan ini harus dilakukan koordinasi antar
pemangku kepentingan terkait untuk mengintegrasikan/keterpaduan
penyelenggaraan keterpaduan PSU kawasan perumahan. Hasil dari
koordinasi ini adalah rencana tindak (action plan), pembagian tanggung
jawab, pendanaan (pembiayaan), rencana kerja dan peningkatan
kelembagaan.
8) Pada tahapan ini produk pengaturan yang dipakai sebagai referensi adalah
Undang undang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Rinci,
Permen/Kepmen, dan standar teknis yang berlaku.
Tahapan Perencanaan
Tahapan perencanaan adalah kegiatan yang harus dilaksanakan sebelum
pelaksanaan pekerjaan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Laporan Pendahuluan Bab


III - 7
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

1) Berdasarkan rencana induk yang ada, segera disusun perencanaan teknis


Detail Engineering Design (DED) pembangunan kawasan, terdiri dari DED
pembangunan rumah (site plan), pembangunan PSU.
2) Penyusunan paket-paket pekerjaan, berdasarkan kriteria pendanaan, atau
berdasarkan kriteria prioritas pembangunan.
3) Dalam penyusunan Perencanaan Teknis atau Detail Engineering Design
(DED) perlu dilengkapi dokumen tender, yang terdiri dari syarat
administrasi, syarat teknis, spesifikasi teknis, spesifikasi khusus,
perhitungan volume masing-masing paket, perkiraan biaya (engineering
estimate), dan gambar detail teknis bangunan, dan lain-lain.
4) Pada tahap perencanaan ini diperlukan juga koordinasi keterpaduan PSU
antar pemangku kepentingan dan kesepakatan yang diketahui bersama.
Disamping itu diperlukan keterpaduan perencanaan di lapangan, artinya
pembangunan PSU di dalam kawasan harus terintegrasi/ terpadu dengan
PSU di luar kawasan.
5) Tahapan perencanaan ini dapat diikuti oleh mobilisasi investasi termasuk
memasarkan bagian pembangunan kawasan, sesuai dengan karakteristik
paket pembangunan perumahan dan komponen PSU yang diperlukan.
Pengembangan skema investasi, kompensasi pembiayaan kepada pemilik
lahan.
6) Pembangunan layanan publik diarahkan pada pembiayaan pemerintah
sesuai penetapan status komponen PSU, sedangkan investasi swasta
diarahkan sesuai dengan permintaan pasar, dengan memperhatikan
keadilan dan keberlanjutan.
7) Rujukan yang dipakai dalam tahapan ini mencakup kebijakan umum
pembangunan daerah, kebijakan pembangunan kawasan sebagai bagian
dari pembangunan Kabupaten/Kota, rencana induk sistem, dan standar
teknis yang berlaku.
Tahapan Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan adalah tahapan yang menyangkut pelaksanaan fisik,
dan proses pengaturan serta pelibatan seluruh pemangku kepentingan yang
terkait dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Laporan Pendahuluan Bab


III - 8
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

1) Koordinasi keterpaduan PSU sebelum pelaksanaan fisik dilapangan.


2) Pelaksanaan pekerjaan PSU, mengacu pada rencana induk sistem sektoral
serta agar berfungsi PSU kawasan secara terpadu sesuai dengan
karakteristik kawasan. Pembangunan PSU terpadu memperhatikan tata air,
termasuk ketersediaan air baku, pengendalian banjir, managemen
transportasi dalam skala kabupaten/ kota.
3) Koordinasi dengan pemangku kepentingan seawal mungkin jika ada
permasalahan dan dilakukan tindak turun tangan.
4) Menyusun jadwal yang mengakomodasikan kebutuhan pembangunan PSU
terpadu dilapangan, permintaan pembangunan perumahan, ketersediaan
dana investasi dari seluruh pemangku kepentingan.
5) Membuat laporan rencana dan kinerja pembangunan yang transparan
untuk seluruh pemangku kepentingan, untuk menunjang upaya
pengembangan pasar permintaan supply perumahan.
6) Setelah pelaksanaan fisik PSU selesai dibangun dan dimanfaatkan, harus
diserahterimakan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan
peraturan pemerintah yang berlaku.
Tahapan Pengelolaan
Tahapan Pengelolaan adalah tahapan pekerjaan yang dilakukan untuk
mengoperasikan prasarana dan sarana yang telah berfungsi agar
berkelanjutan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut :
1) Hasil pembangunan PSU perlu dilakukan pemeliharaan rutin dan
pemeliharaan besar, agar didapatkan manfaat yang optimal.
2) Untuk melakukan pemeliharaan ini diperlukan koordinasi keterpaduan
pemeliharaan PSU, antar instansi terkait.
3) Perlu dibentuk badan atau lembaga pengelola PSU.
4) Lembaga pengelola, mengkoordinasikan/ mempadukan kegiatan
pengelolaan PSU kawasan, agar berfungsi sebagai mana yang diharapkan
dalam perencanaan.

Laporan Pendahuluan Bab


III - 9
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Tahapan Pengendalian
Tahapan Pengendalian adalah kegiatan pengawasan dan tindak turun tangan
yang dilakukan sejak dari perencanaan sampai dengan pengelolaan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Pengendalian pelaksanaan keterpaduan PSU kawasan perumahan dan
permukiman harus didasarkan kepada tertib administrasi dan tertib
pembangunan yang ditetapkan oleh instansi yang berwewenang.
2) Pengendalian pelaksanaan keterpaduan PSU kawasan perumahan dan
permukiman dilakukan oleh instansi yang berwewenang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
3) Pengendalian dimaksudkan untuk memperoleh hasil tepat biaya , mutu,
dan waktu.
C. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 38/PRT/M/2015 Tentang Bantuan Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Umum
Untuk Perumahan Umum
Kelompok Sasaran dan Syarat Pemberian PSU adalah ;
1) Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
2) Pemberian PSU diberikan melalui pelaku pembangunan yang membangun
perumahan umum.
3) Komponen PSU mengacu pada Kepmen PUPR No.896 / KPTS / M / 2016
4) Persyaratan pengajuan bantuan PSU oleh pelakau pembangunan perumahan
umum berupa ;
A. Persyaratan Administrasi
a) Persyaratan administrasi yang wajib dipenuhi pelaku pembangunan
dalam mengajukan Bantuan PSU terdiri atas:
- format surat permohonan pemberian Bantuan PSU dan
kelengkapannya;
- dokumen kuesioner pemberian Bantuan PSU berupa rumah tunggal
dan rumah deret; dan
- dokumen kuesioner pemberian Bantuan PSU berupa rumah susun.

Laporan Pendahuluan Bab


III - 10
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

b) Format surat permohonan pemberian Bantuan PSU dan


kelengkapannya (Lampiran I Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan
Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 38/PRT/M/2015)
c) Dokumen kuesioner pemberian Bantuan PSU berupa rumah tunggal
dan rumah deret (Lampiran II Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan
Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 38/PRT/M/2015)
d) Dokumen kuesioner pemberian Bantuan PSU berupa rumah susun
(Lampiran III Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan
Rakyat Republik Indonesia Nomor 38/PRT/M/2015)
e) Surat permohonan dilampiri ;
- rencana tapak yang disahkan oleh pemerintah kabupaten/kota atau;
- dokumen legalitas usaha;
- dokumen legalitas proyek pembangunan perumahan;
- dokumen teknis proyek perumahan;
- surat pernyataan kesanggupan dari pelaku pembangunan untuk
membangun perumahan umum, yang di dalamnya mencakup
kesanggupan menjual rumah kepada MBR dengan harga
berdasarkan batasan harga jual rumah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
- surat pernyataan pelaku pembangunan perumahan umum untuk
menyerahkan lahan guna pembangunan PSU kepada pemerintah
daerah;
- surat pernyataan pemerintah kabupaten/kota untuk mendukung
pelaksanaan Bantuan PSU dan kesiapan tanah (clean and clear);
dan
- surat pernyataan pemerintah kabupaten/kota untuk menerima aset
Bantuan PSU paska konstruksi.
- surat peryataan bahwa calon pembeli rumah umum merupakan MBR.
B. Persyaratan Teknis
a) Persyaratan teknis yang wajib dipenuhi oleh pelaku pembangunan
perumahan umum berupa rumah tunggal, rumah deret, dan rumah
susun dalam mengajukan Bantuan PSU terdiri dari:

Laporan Pendahuluan Bab


III - 11
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

- penyediaan tanah untuk pembangunan PSU;


- bagi rumah susun harus memiliki Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan
memperhatkan keandalan bangunan yang terdiri dari keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
b) Ketentuan mengenai persyaratan teknis PSU sesuai dengan perizinan
pembangunan perumahan dan standar pelayanan minimal perumahan
dan permukiman.
C. Persyaratan Lokasi
Persyaratan lokasi yang wajib dipenuhi pelaku pembangunan perumahan
umum berupa rumah tunggal, dan rumah deret meliputi:
a) lokasi sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
b) lokasi sudah memiliki rencana tapak yang telah disetujui oleh
pemerintah kabupaten/kota;
c) status tanah tidak dalam sengketa;
d) lokasi perumahan sesuai dengan rencana tapak memiliki daya tampung
sekurang-kurangnya 100 (seratus) unit rumah;
e) jumlah unit rumah yang diusulkan untuk mendapat Bantuan PSU
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) unit rumah sudah terbangun pada
saat dilakukan verifikasi pra konstruksi;
f) keterbangunan rumah sesuai pengajuan usulan yang disampaikan
pelaku pembangunan, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah
provinsi kepada Menteri;
g) rumah sudah terbangun paling lama terhitung mulai tanggal 1 Januari
tahun sebelumnya sampai dengan dilakukan verifikasi; dan
h) keterbangunan rumah sesuai rencana tapak yang sudah disetujui oleh
dinas terkait di kabupaten/kota.
Persyaratan lokasi yang wajib dipenuhi pelaku pembangunan perumahan
umum berupa rumah susun meliputi:
a) lokasi sesuai dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
b) lokasi sudah memiliki rencana tapak yang telah disetujui oleh
pemerintah kabupaten/kota;
c) status tanah tidak dalam sengketa;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 12
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

d) rumah susun umum sudah terbangun paling lama terhitung mulai


tanggal 1 Januari tahun sebelumnya; dan
e) keterbangunan rumah sesuai rencana tapak yang sudah disetujui oleh
dinas terkait di kabupaten/kota.
D. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor : 896 / KPTS
/ M / 2016 tentang Komponen Bantuan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
Untuk Perumahan Umum.
Berdasarkan peraturan diatas, telah ditetapkan komponen bantuan PSU berupa ;
1) Jalan berupa jalan lingkungan
2) Ruang terbuka non hijau berupa parkir atau lapangan olah raga
3) Penerangan jalan umum berupa pemasangan penerangan jalan umum di
depan rumah pada lingkungan perumahan, dengan menggunakan tenaga
surya atau sambungan PLN
4) Sanitasi berupa tempat pengolahan sampah reuse,reduce, recycle (TPS 3R)
5) Jaringan air minum berupa penyediaan jaringan air minum, baik yang
bersumber dari PDAM atau bersumber dari air tanah (air tanah dangkal dan
dalam), yang dilakukan secara langsung atau komunal dengan penampungan
(Penampungan air di bawah tanah atau penampungan di atas tanah).
3.1.2. Metodologi Pendataan dan Kajian Teknis
Berdasarkan ketentuan-ketentuan umum diatas, berikut ini akan diuraikan
beberapa metodologi yang akan digunakan pada pedataan dan kajian teknis
perumahan untuk mendukung PSU di Permukiman.
A. Pendataan Data Sekunder meliputi:
a. Data RPJP, RPJM daerah Provinsi dan daerah Kabupaten/Kota
a) Visi dan misi pembangunan daerah;
b) Arah kebijakan dan strategi pembangunan daerah;
c) Tujuan dan sasaran pembangunan daerah;
d) Prioritas daerah; dan
e) Program pembangunan daerah terkait bidang perumahan dan
permukiman.
b. Data dari RTRW daerah Kabupaten/Kota, meliputi:
a) Arahan kebijakan pemanfaatan ruang kawasan permukiman; dan

Laporan Pendahuluan Bab


III - 13
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

b) Rencana struktur dan pola ruang.


c. Data rencana rinci RDTR dan Peraturan Zonasi yang telah disusun, meliputi ;
a) Rencana pola ruang
b) Rencana jaringan prasarana
c) Ketentuan pemanfaatan ruang
d) Peraturan zonasi
d. Data dan informasi tentang kebijakan pembangunan dan pengembangan
perumahan dan kawasan permukiman di dalam wilayah kabupaten/kota;
e. Data izin lokasi pemanfaatan tanah;

f. Data Perumahan dan PSU dari sumber Dinas / Lembaga Terkait Bidang
Perumahan dan Permukiman di Pemerintah Kabupaten Tabalong dan Hulu
Sungai Utara.

g. Data Perumahan dan PSU dari Asosiasi Pengembangan Perumahan (REI,


APERSI, dll).
h. Data dan informasi perumahan dan kawasan permukiman yang berada
dalam wilayah kabupaten/kota, meliputi:
a) Data kependudukan tiap kecamatan;
b) Data gambaran umum kondisi rumah (jumlah dan tipe rumah, status
kepemilikan rumah, ) ;
c) Data tentang prasarana, sarana, dan utilitas umum;
d) Data perizinan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang
telah diterbitkan; dan
e) Data dan informasi tentang kelembagaan terkait perumahan dan
kawasan permukiman di daerah kabupaten/kota.
i. Peta-peta, meliputi:
a) Peta dalam dokumen RTRW meliputi:
1) Peta batas administrasi;
2) Peta penggunaan lahan eksisting;
3) Peta informasi kebencanaan dan rawan bencana;
4) Peta kondisi tanah antara lain peta geologi, hidrologi, topografi;
5) Peta-peta identifikasi potensi sumberdaya alam;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 14
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

6) Peta tata guna lahan;


7) Peta daya dukung dan daya tampung wilayah;
8) Peta prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan
permukiman; dan
9) Peta rencana struktur dan pola ruang;
b) Citra satelit untuk memperbaharui (update) peta dasar dan membuat
peta tutupan lahan; dan
c) Peta status perizinan lokasi pemanfaatan tanah.

B. Metodologi Pendataan Data Primer, meliputi ;


a) Survey lapangan pada lokasi perumahan yang memiliki kriteria layak
mengajukan bantuan PSU yaitu sesuai dengan persyaratan administasi, teknis
dan lokasi yang merujuk pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan
Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 38/PRT/M/2015 Tentang
Bantuan Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Umum Untuk Perumahan Umum .
Adapun substansi materi PSU yang akan disurvey sesuai dengan Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor : 896 / KPTS / M /
2016 tentang Komponen Bantuan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum
Untuk Perumahan Umum, yang meliputi ;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 15
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

IDENTIFIKASI
PRASARANA,SARANA & UTILITAS (PSU)

PERMUKIMAN

PERUMAHAN (Def kumpulan rumah)


(UU No.1 Th 2011)
Jenisnya Bentuknya
1. Komersial 1. Tunggal 7 (Tujuh) PSU
2. Umum 2. Deret (Kwalitas & Kwantitas)
3. Swadaya 3. Rusun 1. Jalan
4. Khusus 2. Air minum
5. Negara 3. Sanitasi (TPS 3R)
4. Ruang Terbuka Non
Hijau
DATA BASE 5. Jaringan listrik
6. Penerangan Jalan
Umum
7. Drainase
SISTEM INFORMASI

PSU PRIORITAS INDIKASI


(Usulan Pemda) PROGRAM

DED

Laporan Pendahuluan Bab


III - 16
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Substansi Materi Data Base

7 (Tujuh) Komponen PSU ;


1. Jalan 2. Drainase
3. Air Minum
a. Nama ruas jalan a. Nama ruas jalan
a. Jenis sumber
b. Lokasi (Kec,Desa) b. Ada drainase,Tidak ada
b. SPAM
c. Titik awal – akhir drainase / drain alami
c. Jaringan Distribusi
d. Jenis perkerasan b. Lokasi (Kec,Desa)
d. Usulan
a)Tanah c. Titik awal – akhir
- Titik awal-akhir d. Jenis drainase
4. Sanitasi (Persampahan 3R)
- Dimensi PxL a) Beton
a. Lokasi
- Kondisi - Titik awal-akhir
b. Luas Lahan
- Koordinat - Dimensi PxL
c. Ketersediaan bangunan
- Foto - Kondisi
d. Usulan
b) Makadam - Koordinat
- Titik awal-akhir - Foto
5. RTNH (Parkir & Lapangan
- Dimensi PxL b) Pasangan batu
OR)
- Kondisi - Titik awal-akhir
a. Jenis & Lokasi
- Koordinat - Dimensi PxL
b. Luas
- Foto - Kondisi
c. Fast Pendukung RTNH
c) Aspal - Koordinat
d. Usulan
- Titik awal-akhir - Foto
- Dimensi PxL c) Tanah
6. Jaringan Listrik
- Kondisi - Titik awal-akhir
a. Lokasi
- Koordinat - Dimensi PxL
b. Cakupan Pelayanan
- Foto - Kondisi
c. Usulan
d) Beton - Koordinat
- Titik awal-akhir - Foto
7. PJU
- Dimensi PxL e. Usulan
a. Lokasi
- Kondisi
b. Jenis Penerangan PJU
- Koordinat
c. Cakupan Pelayanan
- Foto
c. Usulan
e) Paving block
- Titik awal-akhir
- Dimensi PxL
- Kondisi
- Koordinat
- Foto

Laporan Pendahuluan Bab


III - 17
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

1) Jalan, berupa jalan lingkungan

Laporan Pendahuluan Bab


III - 18
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

2) Ruang terbuka non hijau, berupa parkir atau lapangan olah raga

Laporan Pendahuluan Bab


III - 19
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

3) Penerangan jalan umum berupa, pemasangan penerangan jalan umum di


depan rumah pada lingkungan perumahan, dengan menggunakan tenaga
surya atau sambungan PLN.

4) Sanitasi berupa, tempat pengolahan sampah reuse,reduce, recycle (TPS


3R)

Laporan Pendahuluan Bab


III - 20
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

5) Jaringan air minum berupa, penyediaan jaringan air minum, baik yang
bersumber dari PDAM atau bersumber dari air tanah (air tanah dangkal
dan dalam), yang dilakukan secara langsung atau komunal dengan

Laporan Pendahuluan Bab


III - 21
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

penampungan (Penampungan air di bawah tanah atau penampungan di


atas tanah).

C. Metodologi Kajian Teknis Untuk mendukung DED, meliputi ;


a. Jalan Lingkungan
1) Pembagian Sistem Jaringan Jalan Perumahan

Laporan Pendahuluan Bab


III - 22
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Jalan lokal sekunder di perumahan dibagi ke dalam 3 (tiga) bagian yaitu:


a) jalan lokal sekunder I,
Jalan lokal I merupakan jalan poros perumahan yang menghubungkan antara
jalan kolektor dan atau pusat aktivitas di perumahan. Jalan ini secara
fungsional dapat dikatakan seperti jalan dengan hirarki arteri di dalam
kawasan perumahan, dengan kapasitas jalan yang dapat melayani jumlah
kendaraan yang relatif besar, yaitu antara 800-2000 kendaraan/hari.
b) jalan lokal sekunder II,
Jalan lokal II menghubungkan akses menuju jalan lokal sekunder III dan
menghubungkan aktivitas atau menuju jalan yang lebih tinggi hirarkinya. Jalan
lokal II dapat berbentuk loop yang menghubungkan satu jalan kolektor atau
jalan arteri pada dua titik, atau dapat juga berbentuk jalan lurus yang
menghubungkan lalu-lintas antara jalan kolektor atau jalan arteri. jalan lokal
II mempunyai kapasitas 200-1000 kendaraan/hari.
c) jalan lokal sekunder III,
Fungsi utama dari jalan ini adalah menghubungkan lalu-lintas dari dan menuju
persil jalan lainnya dalam perumahan. Jalan lokal III tidak memberikan
pelayanan sebagai jalan pintas. Kapasitas jalan ini adalah kurang dari 350
kendaraan/hari.
2) Persyaratan klasifikasi jalan lokal sekunder menurut peranan jalan berdasarkan
peraturan pemerintah;
a) didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10km/jam dan dengan
lebar badan jalan tidak kurang dari 5 meter;
b) persyaratan teknis seperti di atas diperuntukkan bagi kendaraan beroda tiga
atau lebih;
c) jalan lokal sekunder yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan beroda tiga
atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan tidak kurang dari 3,5 meter;
d) Dawasja tidak kurang dari 4 meter.
3) Standar potongan melintang jalan lingkungan perumahan

Laporan Pendahuluan Bab


III - 23
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

a Perkerasan
b Lajur maksimum 3,5 meter
c Bahu min 1 meter
d Saluran Drainase 1 meter
e Jalur hijau 1 meter
f Jalur pejalan kaki 1.5 meter
g Sempadan bangunan minimum 10.5 meter
h Damaja
i Damija
j Dawasja
k Damaja > 5 meter di atas sumbu jalan
l Damaja > 1.5 meter di bawah sumbu jalan
m Infrastruktur lain (kabel, saluran air kotor dsb)
4) Standar lebar DAMIJA, DAMAJA, DAWASJA dan bagian jalan untuk tiap hirarki
jalan perumahan.

Laporan Pendahuluan Bab


III - 24
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Lebar minimum untuk tiap hirarki jalan perumahan dapat dilihat pada Tabel
berikut ;
Tabel 3.1. Lebar Minimum Jalan

Keterangan gambar:

a Jalur lalu lintas


b Lajur lalu lintas
c Bahu jalan
d Jalur pejalan kaki
e Saluran drainase
f Sempadan
bangunan
g Daerah manfaat
jalan (damaja)
h Daerah milik
jalan (damija)
i Daerah
pengawasan
jalan (dawasja)
j Jalur hijau

Laporan Pendahuluan Bab


III - 25
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

5) Desain Jalan
a) Pemilihan Struktur Perkerasan
Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi berdasarkan volume lalu lintas,
umur rencana, dan kondisi fondasi jalan. Batasan pada Tabel 3.1 tidak mutlak,
perencana harus mempertimbangkan biaya terendah selama umur rencana,
keterbatasan dan kepraktisan pelaksanaan. Pemilihan alternatif desain
berdasarkan manual ini harus didasarkan pada discounted lifecycle cost
terendah.

Tabel 3.2. Pemilihan Jenis Perkerasan

Catatan:
Tingkat kesulitan:
1 - kontraktor kecil – medium;
2 - kontraktor besar dengan sumber daya yang memadai;
3 - membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus –kontraktor spesialis Burtu / Burda.

b) Desain Fondasi Jalan


Persyaratan umum persiapan tanah dasar
- Tanah dasar perkerasan harus memenuhi kriteria berikut:
- harus mempunyai nilai CBR rendaman rencana minimum;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 26
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

- dibentuk dengan benar, sesuai dengan bentuk geometrik jalan;


- dipadatkan dengan baik pada ketebalan lapisan sesuai dengan
persyaratan; tidak peka terhadap perubahan kadar air;
- mampu mendukung beban lalu lintas pelaksanaan konstruksi.
Dalam semua kasus, selain yang diuraikan untuk lapis penopang, tingkat
kepadatan yang disyaratkan pada timbunan dan tanah dasar harus dicapai.
Persyaratan tambahan untuk perkerasan kaku di atas tanah lunak diuraikan
seabagai berikut ini membahas tanah dasar di bawah perkerasan kaku selain
tanah lunak atau gambut yang telah dibahas sebelumnya. Pedoman
perencanaan Pd T-14-2003 mensyaratkan nilai CBR ekivalen tanah dasar
normal ditentukan sebagai berikut:
Apabila fondasi perkerasan terdiri dari beberapa lapis atau apabila tanah dasar
asli terdiri dari beberapa lapis dengan kekuatan tertinggi terletak pada lapis
paling atas maka CBR tanah dasar ditentukan sesuai formula berikut:

Apabila semakin dalam kekuatan tanah dasar semakin meningkat maka


formula tersebut di atas tidak berlaku. Dalam kasus ini nilai CBR karakteristik
adalah nilai CBR lapis teratas tanah dasar.
Dalam kasus-kasus tertentu, untuk mencegah keretakan pelat beton karena
pengaruh perbedaan daya dukung tanah akibat tanah lunak, persyaratan
struktur fondasi perkerasan kaku mungkin melebihi persyaratan untuk
perkerasan lentur. Kasus ini biasanya terjadi pada kawasan persawahan, di
atas tanah lempung marine atau lempung kelanauan.

Laporan Pendahuluan Bab


III - 27
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Tabel 3.3. CBR Desain Pondasi Jalan

Desain fondsasi perkerasan lentur ;


Tanah dasar normal
Tanah dasar normal adalah tanah dasar yang secara umum mempunyai nilai
CBR in-situ lebih besar dari 2,5%, termasuk pada daerah timbunan, galian dan
permukaan tanah asli.
Pemilihan tebal perbaikan tanah dasar dapat dilihat pada Bagan Desain – 2
diatas.Pastikan bahwa ketentuan mengenai elevasi permukaan fondasi
memenuhi persyaratan drainase jalan.
Tanah lunak
Tanah lunak didefinisikan sebagai tanah terkonsolidasi normal1 atau sedikit
over konsolidasi (lightly over consolidated), biasanya berupa tanah lempung
atau lempung kelanauan dengan CBR kurang dari 2,5% dan kekuatan geser
(qc) lebih kecil dari 7,5 kPa, dan umumnya IP>25.

Laporan Pendahuluan Bab


III - 28
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Metode khusus diperlukan untuk mempersiapkan fondasi jalan yang memadai


di atas tanah terkonsolidasi normal. Metode pemadatan permukaan biasa dan
penggunaan pengujian CBR laboratorium tidak valid karena:
- Umumnya dalam keadaan jenuh dan tidak dapat dipadatkan secara biasa;
- Dalam keadaan kering, hanya lapis permukaan yang dapat dipadatkan
dengan alat pemadat biasa, sedangkan kepadatan dan kekuatan geser
lapisan di bawahnya akan tetap rendah pada kondisi jenuh;
Tanah terkonsolidasi normal yang mendapat pembebanan statik dan dinamik
akan mengalami pergerakan yang jauh lebih besar (akibat konsilidasi sekunder
atau rangkak) dibandingkan tanah dasar normal yang dipadatkan secara
mekanik. Oleh sebab itu penyebab kerusakan yang berbeda berlaku pada jalan
yang dibangun di atas tanah lunak. Ketentuan yang dijelaskan dalam bagian
berikut adalah ketentuan minimum.
Pemilihan metode perbaikan berupa lapis penopang atau penggantian tanah
harus didasarkan pada biaya terendah. Apabila kedalaman tanah lunak kurang
dari 1 meter maka penggantian tanah seluruhnya perlu dipertimbangkan.
Jika kedalaman tanah lebih dari 1 meter perbaikan dengan lapis penopang
perlu dipertimbangkan. Lihat pada Bagan desain–2 mengenai ketebalan lapis
penopang.
Apabila kedalaman tanah lunak memerlukan waktu pra-pembebanan yang
terlalu lama (Lihat berikut), drainase vertikal atau pra-pembebanan atau

Laporan Pendahuluan Bab


III - 29
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

kombinasi dari metode-metode tersebut atau metode lainnya harus ditentukan


dengan menggunakan analisa geoteknik.
Apabila kondisi lapangan tidak memungkinkan penggunaan lapis penopang,
perlu dipertimbangkan penggunaan metode micro piling atau penanganan
khusus lainnya. Analisis geoteknik yang diperlukan untuk perbaikan tersebut di
luar lingkup manual ini.
Apabila tidak ada contoh atau pengalaman yang mendukung kelayakan desain
lapis penopang atau desain lain untuk kondisi yang serupa, lakukan timbunan
percobaan (trial embankment) dan pengujian pembebanan harus dilakukan
untuk memverifikasi.
Tanah alluvial kering
Tanah aluvial kering pada umumnya memiliki kekuatan sangat rendah
(misalnya CBR < 2%) di bawah lapis permukaan kering yang relatif keras.
Kedalaman lapis permukaan tersebut berkisar antara 400 – 600 mm. Metode
termudah untuk mengidentifikasi kondisi tersebut adalah menggunakan uji
DCP.
Tanah aluvial kering umumnya terdapat pada area endapan dan persawahan
kering. Masalah utama dari kondisi tanah seperti ini adalah penurunan daya
dukung akibat musim hujan dan kerusakan akibat beban lalu lintas selama
periode konstruksi. Oleh sebab itu, desain harus dilakukan dengane asumsi
bahwa kondisi musim hujan akan terjadi selama periode konstruksi.
Penanganan fondasi pada tanah alluvial kering harus sama dengan perbaikan
tanah aluvial jenuh, kecuali jika perbaikan seperti yang diuraikan berikut ini
dapat dilakukan apabila pelaksanaan fondasi jalan diselesaikan pada musim
kering:
- Jika lapis atas tanah asli tidak digali dan dapat dipadatkan menggunakan
pemadat pad foot roller, maka tebal lapis penopang dari Bagan Desain - 2
dapat dikurangi sebesar 150 mm.
- Pertimbangkan penggunaan metode pemadatan khusus seperti High
Energy Impact Compaction (HEIC) atau metode PencampuranTanah Dalam
(Deep Soil Mixing) dapat mengurangi kebutuhan lapis penopang.
- Geotekstil

Laporan Pendahuluan Bab


III - 30
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Geotekstil sebagai pemisah harus dipasang di antara lapis penopang dan


tanah asli jika tanah asli jenuh atau cenderung jenuh pada masa
pelayanan. Material lapis penopang yang terletak langsung di atas
geotekstil harus berbutir.
Tanah Gambut
Fondasi pada area gambut harus memenuhi persyaratan minimum Bagan
Desain -2, akan tetapi persyaratan tersebut belum tentu mencukupi. Oleh
karena itu harus dilakukan penyelidikan geoteknik untuk semua area gambut
dan analisis harus meliputi penentuan waktu pra-pembebanan, besar
penurunan dan nilai CBR efektif pada permukaan lapis penopang.
Pelaksanaan konstruksi harus dilakukan secara bertahap untuk
mengakomodasi terjadinya konsolidasi sebelum pelaksanaan lapis- lapis
perkerasan lentur. Proses konsolidasi harus dipantau menggunakan pelat
penurunan (settlement plate).
Tinggi timbunan minimum memenuhi ketentuan yang diuraikan dalam Bab 5,
serta harus mengakomodasi konsolidasi pasca pelaksanaan konstruksi. Apabila
diperlukan timbunan tinggi, seperti pada oprit jembatan, kemiringan timbunan
hendaklah tidak lebih tajam dari 1:3, kecuali apabila terdapat bordes.
Untuk menjaga kestabilan timbunan, drainase lateral harus terletak cukup jauh
dari kaki timbunan. Bordes perlu disediakan untuk meningkatkan kestabilan
timbunan.
Pada kawasan yang tidak ada referensi jalan eksisting di atas tanah gambut,
harus dibuat timbunan percobaan (trial embankment). Timbunan percobaan
tersebut harus dipantau untuk memverifikasi stabilitas, waktu pra -
pembebanan, dan data lainnya. Pelaksanaan konstruksi tidak boleh
dilaksanakan sebelum percobaan timbunan selesai dilaksanakan dan informasi
yang diperlukan didapat.
Penyelidikan geoteknik harus dilakukan untuk menentukan waktu pra-
pembebanan tanah gambut.
Desain fondasi perkerasan kaku ;
Tanah dasar normal

Laporan Pendahuluan Bab


III - 31
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Ketentuan berikut ini membahas tanah dasar di bawah perkerasan kaku selain
tanah lunak atau gambut yang telah dibahas sebelumnya.
Pedoman perencanaan Pd T-14-2003 mensyaratkan nilai CBR ekivalen tanah
dasar normal ditentukan sebagai berikut:
Apabila fondasi perkerasan terdiri dari beberapa lapis atau apabila tanah dasar
asli terdiri dari beberapa lapis dengan kekuatan tertinggi terletak pada lapis
paling atas maka CBR tanah dasar ditentukan sesuai formula berikut:

Apabila semakin dalam kekuatan tanah dasar semakin meningkat maka


formula tersebut di atas tidak berlaku. Dalam kasus ini nilai CBR karakteristik
adalah nilai CBR lapis teratas tanah dasar.
CBR efektif tanah dasar hendaknya tidak kurang dari 6%. Gunakan stabilisasi
apabila diperlukan (lihat ketentuan 6.6.2 mengenai CBR rencana stabilisasi
tanah dasar
Tanah lunak
Perkerasan kaku sebaiknya tidak digunakan di atas tanah lunak, kecuali jika
dibangun dengan fondasi micro pile.
Gambar berikut menunjukkan tipikal struktur perkerasan di atas tanah lunak.
Apabila perkerasan kaku dibangun di atas tanah lunak maka fondasi
perkerasan tanah lunak harus terdiri atas:
- penggalian dan penggantian seluruh tanah lunak atau,
- lapis penopang dengan nilai CBR tidak lebih dari yang ditunjukkan di dalam
Gambar berikut ;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 32
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

dan timbunan dengan tinggi tidak kurang dari ketentuan menurut Gambar
berikut ;

Lapis penopang harus diberikan waktu untuk mengalami konsolidasi (pra-


pembebanan) sesuai batasan perbedaan penurunan yang ditunjukkan di
dalam Tabel berikut ;
Tabel 3.4. Jenis Penurunan Tanah

Laporan Pendahuluan Bab


III - 33
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Apabila ketinggian timbunan terbatas seperti halnya pada kasus pelebaran


perkerasan eksisting, perlu dilakukan pembongkaran tanah lunak seluruhnya
atau menggunakan penanganan khusus
c) Desain Perkerasan Jalan
Desain perkerasan berdasarkan beban lalu lintas rencana dan pertimbangan
biaya terendah ditunjukan pada:
Bagan Desain - 3 Perkerasan Lentur,

Laporan Pendahuluan Bab


III - 34
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Catatan:
1. Ketentuan-ketentuan struktur Fondasi Bagan Desain - 2 berlaku.
2. CTB mungkin tidak ekonomis untuk jalan dengan beban lalu lintas < 10 juta ESA5. Rujuk Bagan Desain - 3A,
3B dan 3C sebagai alternatif.
3. Pilih Bagan Desain - 4 untuk solusi perkerasan kaku dengan pertimbangan life cycle cost yang lebih rendah
untuk kondisi tanah dasar biasa (bukan tanah lunak).
4. Hanya kontraktor yang cukup berkualitas dan memiliki akses terhadap peralatan yang sesuai dan keahlian
yang diizinkan melaksanakan pekerjaan CTB. LMC dapat digunakan sebagai pengganti CTB untuk pekerjaan
di area sempit atau jika disebabkan oleh ketersediaan alat.
5. AC BC harus dihampar dengan tebal padat minimum 50 mm dan maksimum 80 mm

Bagan Desain - 4 Perkerasan Kaku,


Perencana harus menerapkan kelompok sumbu kendaraan niaga dengan
beban yang aktual. Bagan beban di dalam Pd T -14-2003 tidak boleh
digunakan untuk desain perkerasan karena didasarkan pada ketentuan berat
kelompok kendaraan yang tidak realistis dengan kondisi Indonesia. Lampiran D
memberikan pembebanan kelompok sumbu yang mewakili kondisi Indonesia.

Laporan Pendahuluan Bab


III - 35
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

*Jalan desa atau jalan dengan volume lalu lintas kenderaan niaga rendah seperti dinyatakan di dalam
Tabel 4.6. (Perkiraan lalu lintas untuk jalan lalu lintas rendah).

Bagan Desain - 5 Perkerasan Berbutir dengan Laburan

Catatan :
1. Ketentuan-ketentuan struktur fondasi jalan Bagan desain – 2 berlaku juga untuk Bagan Desain – 5.
2. Lapis Fondasi Agregat Kelas A harus dihampar dengan tebal padat minimum 125 mm dan maksimum 200
mm.
3. SD4 dan SD5 hanya digunakan untuk konstruksi bertahap atau untuk penutupan bahu.
4. Dibutuhkan pengendalian mutu yang baik untuk semua lapis perkerasan.
5. Kerikil alam dengan atau material stabiisasi dengan CBR > 10% dapat merupakan pilihan yang paling
ekonomis jika material dan sumberdaya penyedia jasa yang mumpuni tersedia. Ukuran material LFA kelas B
lebih besar dari pada kelas A sehingga lebih mudah mengalami segregasi. Selain itu, ukuran butir material
kelas B yang lebih besar membatasi tebal minimum material kelas B. Walaupun dari segi mutu material kelas
A lebih tinggi daripada kelas B, namun dari segi harga material LFA kelas A dan B tidak terlalu berbeda
sehingga untuk jangka panjang LFA kelas A dapat menjadi pilihan yang lebih kompetitif

Laporan Pendahuluan Bab


III - 36
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Tipikal Potongan Melintang Perkerasan Kaku (Bagan Desain 4)

Bagan Desain - 6 Perkerasan Tanah Semen

Catatan :
1. Bagan desain - 6 digunakan untuk semua tanah dasar dengan CBR > 3%. Ketentuan Bagan Desain – 2 tetap
berlaku untuk tanah dasar yang lebih lemah.
2. Disarankan untuk menggunakan LFA kelas A sebagai lapis fondasi. Penggunaan LFA kelas B sebagai lapis
bawah fondasi berpotensi mengalami segregasi, sedangkan dari perbedaan harga kelas A dan kelas B tidak
signifikan.
3. Stabilisasi satu lapis dengan tebal lebih dari 200 mm sampai dengan 300 mm diperbolehkan jika disediakan
peralatan stabilisasi yang memadai dan pemadatan dilakukan dengan pad-foot roller dengan berat statis
minimum 18 ton.
4. Bila catatan 2 diterapkan, lapisan distabilisasi pada Bagan Desain - 5 atau 6 boleh dipasang dalam satu
lapisan dengan lapisan distabilisasi dalam Bagan Desain - 2 sampai maksimum 300 mm.
5. Hanya kontraktor berkualitas dan mempunyai peralatan diperbolehkan melaksanakan pekerjaan Burda atau
pekerjaan Stabilisasi.
d) Desain Drainase Jalan
Drainase bawah permukaan (sub surface pavement drainage) harus memenuhi
ketentuan-ketentuan berikut:

Laporan Pendahuluan Bab


III - 37
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Seluruh lapis fondasi bawah (subbase) harus dapat mengalirkan air atau cukup
permeable.
Desain pelebaran perkerasan harus memastikan bahwa air dari lapis granular
terbawah perkerasan eksisting dapat dialirkan dengan baik.
Lintasan drainase yang kurang dari 500 mm dari tepi luar lapis granular ke tepi
verge timbunan dapat mengalirkan air.
French drains dalam arah melintang pada setiap titik terendah arah
memanjang dan setiap 10 m dianggap dapat mengalirkan air dari lapis fondasi
bawah.
Jika lapis fondasi bawah lebih rendah dari ketinggian tanah disekitarnya, maka
harus dipasang subdrain (apabila memungkinkan hindari kondisi seperti ini
dengan membuat desain geometrik yang baik).
Jika subdrain tidak tersedia, atau jika muka air tanah lebih tinggi dari 600 mm
di bawah tanah dasar, maka sesuaikan tebal lapisan berbutir dengan
menggunakan nilai factor “m” sesuai dengan klausul 2.4.1 dari AASHTO
Pavement Design Guide 1993 dan Tabel 5.2.
Subdrain harus dibuat berdekatan dengan saluran U atau struktur lain yang
berpotensi menghalangi aliran air dari setiap lapisan fondasi bawah. Sulingan
pada dinding saluran tepi tidak dapat diandalkan untuk berfungsi sebagai
subdrain.
Subdrain harus dipasang dengan kemiringan seragam tidak kurang dari 0.5%
untuk memastikan bahwa air dapat bebas mengalir melalui subdrain ke titik-
titik pembuangan. Selain itu, harus disediakan akses untuk memudahkan
pembersihan subdrain pada interval jarak tidak lebih dari 60 m. Level inlet dan
outlet subdrain harus lebih tinggi dari level banjir
Untuk jalan dengan median pemisah, sistim subdrain pada median harus
dibuat jika kemiringan permukaan jalan mengarah ke median (pada
superelevasi).
Perencana perkerasan harus menjelaskan kriteria drainase perkerasan kepada
perencana drainase dan harus memastikan bahwa drainase yang dikehendaki
diuraikan dengan jelas pada gambar rencana.

Laporan Pendahuluan Bab


III - 38
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

b. RTNH (Area parkir atau lapangan olah raga)


UUPR mengatur ruang terbuka, yang terdiri atas RTH dan RTNH. RTH merupakan
area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih

Laporan Pendahuluan Bab


III - 39
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah
maupun yang sengaja ditanam.
RTH dapat berupa RTH publik dan RTH privat. RTH publik merupakan ruang
terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah yang digunakan
untuk kepentingan masyarakat secara umum, antara lain berupa taman kota;
taman pemakaman umum; dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, serta pantai.
RTH privat merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh
swasta/masyarakat, antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik
masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. RTNH merupakan ruang terbuka di
wilayah kota/kawasan perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, yaitu
berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air. Pedoman ini
memberikan rujukan sepanjang yang berkaitan dengan ruang terbuka
perkerasan. Ketentuan mengenai ruang terbuka biru dan kondisi tertentu lainnya
diatur dalam pedoman tersendiri.
Pentingnya penyediaan dan pemanfaatan RTNH di wilayah kota/kawasan
perkotaan adalah sebagai berikut:
- RTNH merupakan tempat dilangsungkannya berbagai aktivitas. Dengan fungsi
pendukung sebagai wadah kegiatan ekonomi dan konservasi ekologis, serta
fungsi pelengkap sebagai estetika lingkungan, kawasan, dan wilayah.
Sehingga kekurangan penyediaan RTNH dapat merupakan salah satu pemicu
timbulnya masalah atau konflik sosial.
- dalam konteks lingkungan hidup, penyediaan dan pemanfaatan RTNH dapat
diarahkan memiliki fungsi ekologis untuk membantu fungsi RTH dalam
konservasi air tanah, melalui berbagai kelengkapan utilitasnya (misalnya:
drainase dan peresapan).
- RTNH mempunyai nilai historis sosio-kultural dalam suatu wilayah/masyarakat
yang telah berlangsung secara turun menurun, sehingga perlu dipertahankan
keberadaannya

RTNH Parkir
Parkir merupakkan suatu bentuk RTNH sebaggai suatu pelataran dengan funngsi
utama meletakkan kenndaraan seeperti mobil, motor, dan lain-lainn jenis

Laporan Pendahuluan Bab


III - 40
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

kennderaan. Laahan parkirr dikennal sebagai salah satu bentuk RTTNH yang
memiliki fungsi ekonomis. Hal ini dikarenakan manfaatnya yang secara langsung
dapat memberikan keuntungan ekonomis atauu fungsinya dalam menunjang
berbagai kegiatan ekonomis yang berlangsung. Keedudukan ahan parkir menjjadi
bagiann yang tidak terpisahhkan dari suatu sisteem pergerakan suatuu kawasann
perkotaan. Pada kawasan perkotaan, dimana bberbagai keegiatan ekonomis
terjaadi dengan intensitas yangg relatif tinggi, namun di sisi lain lahan yangg
tersedia terbatas deengan nilai lahan yangg tingggi, mengakibatkan keberadaan
lahan parkir sangat dibutuhkan. Contoh RTNH tipe parkir dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar Contoh RTNH Parkir

Standar luas Penyediaan Lahan Parkir


Pada tiap unit RT (250 penduduk), unit RW (2.500 penduduk), unit kelurahan
(30.000 penduduk) maupun unit kecamatan (120.000 penduduk) disediakan
lahan parkir umum yang sekaligus dapat digunakan untuk tempat mangkal
sementara bagi kendaraan umum. Pada malam hari, lahan parkir ini dapat
digunakan sebagai tempat pool kendaraan penghuni ataupun kegiatan lain untuk
menunjang kebutuhan masyarakat di sekitar lingkungan yang bersangkutan.
Lokasi dan besaran luas yang disyaratkan untuk lahan parkir ini adalah sebagai
berikut ;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 41
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

- pada penyediaan lahan parkir umum untuk area permukiman skala RT (250
penduduk) lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan permukiman
pada skala RT, dengan standar penyediaan 100 m2, dan penggunaannya yang
juga sekaligus berfungsi sebagai pangkalan sementara kendaraan angkutan
publik.
- pada penyediaan lahan parkir umum untuk area permukiman skala RW (2.500
penduduk) lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan permukiman
pada skala RW, dengan standar penyediaan 400 m2, dan penggunaannya
yang juga sekaligus berfungsi sebagai pangkalan sementara kendaraan
angkutan publik.
- pada penyediaan lahan parkir umum untuk area permukiman skala kelurahan
(30.000 penduduk) lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan
permukiman pada skala kelurahan, dengan standar penyediaan 2.000 m2, dan
dipisahkan dengan terminal wilayah kelurahan (seluas 1.000 m2) dan
pangkalan oplet/angkot (seluas 200 m2).
- pada penyediaan lahan umum untuk area permukiman skala kecamatan
(120.000 penduduk) lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan
permukiman pada skala kecamatan, dengan standar penyediaan 4.000 m2,
dan dipisahkan dengan terminal wilayah kecamatan (seluas 2.000 m2) dan
pangkalan oplet/angkot (seluas 500 m2).
- besaran yang terdapat pada area RT, RW, kelurahan dan kecamatan ini belum
termasuk penyediaan lahan parkir yang diperuntukkan bagi bangunan sarana
lingkungan pada tiap unit baik RW, kelurahan maupun kecamatan.
- lokasi lahan parkir untuk lingkungan permukiman ini ditempatkan pada area
strategis sehingga pembatasan aksesibilitasnya hanya khusus bagi penghuni
atau penunjang kebutuhan penghuni, misalnya perletakan di area pintu masuk
area permukiman.
- luas lahan parkir ini sangat bergantung tidak hanya pada jumlah pemilikan
kendaraan, melainkan juga pada perencanaan karakter dari kompleks itu
sendiri. Sebagai acuan umum luas parkir untuk area permukiman:

Laporan Pendahuluan Bab


III - 42
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Standar Pola Penyediaan Lahan Parkir

Berikut adalah pola parkir mobil penumpang pada pelataran parkir / taman parkir,
antara lain :

a. Parkir Kendaraan Satu Sisi

Pola parkir ini diterapkan apabila ketersediaan ruang sempit.

 Membentuk sudut 900


Pola parkir ini mempunyai daya tampung lebih banyak jika dibandingkan
dengan pola parkir paralel, tetapi kemudahan dan kenyamanan pengemudi
melakukan manuver masuk dan keluar ke ruangan parkir lebih sedikit jika
dibandingkan dengan pola parkir dengan sudut yang lebih keeil dari 90 0.

Gambar Pola Parkir Mobil Penumpang Satu Sisi sudut 900

 Membentuk sudut 300,450,600

Pola parkir ini mempunyai daya tampung lebih banyak jika


dibandingkan dengan pola parkir paralel, dan kemudahan dan
kenyamanan pengemudi melakukan manuver masuk dan keluar ke
ruangan parkir lebih besar jika dibandingkan dengan pola parkir dengan
sudut 90°.

Laporan Pendahuluan Bab


III - 43
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Gambar Pola Parkir Mobil Penumpang Satu Sisi sudut 300,450,600

b. Parkir kendaraan dua sisi

Pola parkir ini diterapkan apabila ketersediaan ruang cukup memadai.

 Membentuk sudut 900

Pada pola parkir ini, arah gerakan lalu Iintas kendaraan dapat satu arah
atau dua arah.

Gambar Pola Parkir Mobil Penumpang Dua Sisi sudut 900

Laporan Pendahuluan Bab


III - 44
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

 Membentuk sudut 300,450,600

Gambar Pola Parkir Mobil Penumpang Dua Sisi sudut 300,450,600

c. Pola Parkir Pulau


Pola parkir ini diterapkan apabila ketersediaan ruang cukup luas.
 Membentuk sudut 900

Gambar Pola Parkir Mobil Penumpang Pulau sudut 900

 Membentuk sudut 450

Laporan Pendahuluan Bab


III - 45
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

o Bentuk Tulang Ikan Tipe A

Gambar Pola Parkir Mobil Penumpang Pulau bentuk tulang ikan tipe A

o Bentuk Tulang Ikan Tipe B

Gambar Pola Parkir Mobil Penumpang Pulau bentuk tulang ikan tipe B

o Bentuk Tulang Ikan Tipe C

Laporan Pendahuluan Bab


III - 46
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Gambar Pola Parkir Mobil Penumpang Pulau bentuk tulang ikan tipe C

Standar Jalur Sirkulasi, Gang, dan Modul

Perbedaan antara jalur sirkulasi dan jalur gang terutama terletak pada
penggunaannya. Patokan umum yang dipakai adalah :
d. Panjang sebuah jalur gang tidak lebih dari 100 meter;
e. Jalur gang yang ini dimaksudkan untuk melayani lebih dari 50 kendaraan
dianggap sebagai jalur sirkulasi.
Lebar minimum untuk jalur sirkulasi :
f. Untuk jalan satu arah = 3,5 meter,
g. Untuk jalan dua arah = 6,5 meter.

Gambar Sketsa Jalur Sirkulasi, Gang, dan Modul Sudut 900

Laporan Pendahuluan Bab


III - 47
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Gambar Sketsa Jalur Sirkulasi, Gang, dan Modul Sudut 300,450, dan 600

Tabel 3.5. Lebar Jalur Gang

Lebar Jalur Gang (m)

<30° <45° <60° 90 %


SRP

1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

a. SRP mobil pnp 3,0* 6,00* 3,00 6,00* 5,1* 6,00* 6. * 8, 0*


2,5 m x 5,0 m 3,50* 6,50* 3,50* 6,50** 5,1** 6,50** 6,5 ** 8,0 **
b. SRP mobil pnp 3,0* 6,00* 3,00 6,00* 4,60* 6,00* 6. * 8, 0*
2,5 m x 5,0 m 3,50* 6,50* 3,50* 6,50** 4,60** 6,50** 6,5 ** 8,0 **
c. SRP sepeda * * * 1,6 *
motor 0,75 x 30 1,6 **
m
d. SRP bus/ truk 9,5
3,40 m x 12,5
m
Keterangan : * = lokasi parkir tanpa fasilitas pejalan kaki
** = lokasi parkir dengan fasilitas pejalan kaki
Sumber : Pedoman Teknis Dirjen Perhubungan Darat , 1996

RTNH Lapangan Olah Raga


Lapangan olahrraga meruppakan suatu bentuk RTTNH sebaga suatu peelataran
denngan fungsi utam tempat dilangsungkaannya kegiaatan olahraga. Beberapa
contoh RTNH tipe lapanngan olahraaga dapat dilihat padda beberappa gambarr
sebaagai berikut:

Laporan Pendahuluan Bab


III - 48
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Standar Luas Lapangan Olah Raga


- RTNH Skala Rukun Tetangga (Lapangan RT) RTNH Rukun Tetangga (RT)
adalah lapangan yang ditujukan untuk melayani penduduk dalam lingkup 1
(satu) RT, khususnya untuk melayani kegiatan sosial di lingkungan RT
tersebut. Luas lapangan ini adalah minimal 1 m2 per penduduk RT, dengan
luas minimal 250 m2. Lokasi lapangan berada pada radius kurang dari 300 m
dari rumah-rumah penduduk yang dilayani.
- RTNH Skala Rukun Warga (Lapangan RW) RTNH Rukun Warga (RW) adalah
lapangan yang ditujukan untuk melayani penduduk satu RW, khususnya
kegiatan remaja, kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan masyarakat
lainnya di lingkungan RW tersebut. Luas lapangan ini minimal 0,5 m2 per

Laporan Pendahuluan Bab


III - 49
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

penduduk RW, dengan luas minimal 1.250 m2. Lokasi lapangan berada pada
radius kurang dari 1000 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayaninya.
Sarana olah raga di ruang terbuka dapat menggunakan permukaan yang
diperkeras. Perkerasan dapat menggunakan perkerasan tembus air maupun tidak
tembus air; penggunaan perkerasan tembus air tidak lagi memerlukan dukungan
sistem drainase. Untuk persyaratan khusus lainnya harus mengacu pada standar
lapangan olah raga yang lebih spesifik. Secara umum, konstruksi pelat untuk area
olah raga mempunyai kelengkapan khusus seperti pelat untuk plasa, yang juga
dipersiapkan untuk mitigasi bencana yang mungkin terjadi disekitarnya, sehingga
kekuatan pelat dibuat minimum 300 kg/cm2, sehingga dimungkinkan dilewati
kendaraan ambulans, pemadam kebakaran, dan lainnya. Khusus untuk area
bermain, tanpa persyaratan yang membatasi seperti kebutuhan pada lapangan
olah raga, dapat menggunakan paving block dengan sistem konstruksi seperti
pada paving block untuk plasa, yaitu dengan memiliki kemampuan penyerapan
air. Kelengkapan pengamanan pada area bermain lebih diutamakan, yaitu dengan
diberi pagar pada jalur keluar dan masuk area dengan tonggak-tonggak tertentu
untuk menghindari masuknya kendaraan kedalam taman bermain, disamping
kelengkapan elemen lansekap dan kelengkapan sarana bermain lainnya.
c. Penerangan Jalan Umum (Tenaga Surya dan PLN)
Fungsi penerangan jalan
Penerangan jalan di kawasan perkotaan mempunyai fungsi antara lain :
1) Menghasilkan kekontrasan antara obyek dan permukaan jalan;
2) Sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan;
3) Meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan, khususnya pada
malam hari;
4) Mendukung keamanan lingkungan;
5) Memberikan keindahan lingkungan jalan.
Dasar perencanaan penerangan jalan
1) Perencanaan penerangan jalan terkait dengan hal-hal berikut ini :
a) Volume lalu-lintas, baik kendaraan maupun lingkungan yang bersinggungan
seperti pejalan kaki, pengayuh sepeda, dll;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 50
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

b) Tipikal potongan melintang jalan, situasi (lay-out) jalan dan persimpangan


jalan;
c) Geometri jalan, seperti alinyemen horisontal, alinyemen vertikal, dll;
d) Tekstur perkerasan dan jenis perkerasan yang mempengaruhi pantulan
cahaya lampu penerangan;
e) Pemilihan jenis dan kualitas sumber cahaya/lampu, data fotometrik lampu
dan lokasi sumber listrik;
f) Tingkat kebutuhan, biaya operasi, biaya pemeliharaan, dan lain-lain, agar
perencanaan sistem lampu penerangan efektif dan ekonomis;
g) Rencana jangka panjang pengembangan jalan dan pengembangan daerah
sekitarnya;
h) Data kecelakaan dan kerawanan di lokasi.
2) Beberapa tempat yang memerlukan perhatian khusus dalam perencanaan
penerangan jalan antara lain sebagai berikut :
a) Lebar ruang milik jalan yang bervariasi dalam satu ruas jalan;
b) Tempat-tempat dimana kondisi lengkung horisontal (tikungan) tajam;
c) Tempat yang luas seperti persimpangan, interchange, tempat parkir, dll;
d) Jalan-jalan berpohon;
e) Jalan-jalan dengan lebar median yang sempit, terutama untuk pemasangan
lampu di bagian median;
f) Jembatan sempit/panjang, jalan layang dan jalan bawah tanah
(terowongan);
g) Tempat-tempat lain dimana lingkungan jalan banyak berinterferensi dengan
jalannya.
Ketentuan Pencahayaan
Kualitas pencahayaan pada suatu jalan diukur berdasarkan metoda iluminansi atau
luminansi. Meskipun demikian lebih mudah menggunakan metoda iluminansi,
karena dapat diukur langsung di permukaan jalan dengan menggunakan alat
pengukur kuat cahaya. Kualitas pencahayaan normal menurut jenis/klasifikasi
fungsi jalan ditentukan seperti pada Tabel berikut ;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 51
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Tabel 3.6. Kualitas Pencahayaan Normal

Keterangan : g1 : E min/E maks


VD : L min/L maks
VI : L min/L rata-rata
G : Silau (glare)
TJ : Batas ambang kesilauan
Penempatan lampu penerangan
- Penempatan lampu penerangan jalan harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga dapat memberikan :
- Kemerataan pencahayaan yang sesuai dengan ketentuan tabel – tabel berikut
ini ;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 52
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Tabel 3.7. Batas Kuat Pencahayaan

Sumber ; SNI 7391


Tabel 3.8. Kemerataan Pencahayaan

Sumber ; SNI 7391

- Keselamatan dan keamanan bagi pengguna jalan;


- Pencahayaan yang lebih tinggi di area tikungan atau persimpangan, dibanding
pada bagian jalan yang lurus;
- Arah dan petunjuk (guide) yang jelas bagi pengguna jalan dan pejalan kaki.
- Sistem penempatan lampu penerangan jalan yang disarankan seperti pada
tabel berikut ;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 53
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Tabel 3.9. Sistem Penempatan Lampu Penerangan Jalan

Sumber ; SNI 7391


- Pada sistem penempatan parsial, lampu penerangan jalan harus memberikan
adaptasi yang baik bagi penglihatan pengendara, sehingga efek kesilauan dan
ketidaknyamanan penglihatan dapat dikurangi.
Standar Penempatan PJU
Keterangan :
H = tinggi tiang lampu
L = lebar badan jalan, termasuk
median jika ada
E = jarak interval antar tiang lampu
S1 + S2 = proyeksi kerucut cahaya lampu
S1= jarak tiang lampu ke tepi kereb
S2= jarak dari tepi kereb ke titik
penyinaran terjauh
I = sudut inklinasi pencahayaan

Laporan Pendahuluan Bab


III - 54
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Tabel 3.10. Jarak Antar Tiang PJU Berdasarkan Tipikal Distribusi Pencahayaaan dan
Klasifikasi Lampu

Laporan Pendahuluan Bab


III - 55
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Penataan letak lampu penerangan jalan


Penataan/pengaturan letak lampu penerangan jalan diatur seperti pada Tabel 10
dan diilustrasikan berikut ini ;

a b c d e f
Keterangan : (a) : Di kiri/kanan jalan (d) : Di tengah median jalan
(b) : Di kiri & kanan berselang-seling (e) : Kombinasi
(c) : Di kiri & kanan berhadapan (f) : Katenasi
Tabel 3.11. Penataan Letak PJU

Sumber ; SNI 7391

Di daerah-daerah atau kondisi dimana median sangat lebar (> 10 meter) atau
pada jalan dimana jumlah lajur sangat banyak (> 4 lajur setiap arah) perlu
dipertimbangkan dengan pemilihan penempatan lampu penerangan jalan
kombinasi dari cara-cara tersebut di atas dan pada kondisi seperti ini, pemilihan
penempatan lampu penerangan jalan direncanakan sendiri-sendiri untuk setiap
arah lalu-lintas.
Laporan Pendahuluan Bab
III - 56
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Standar Tipikal Tiang dan Dimensi Lampu PJU Perumahan

Laporan Pendahuluan Bab


III - 57
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Standar Tipikal Pondasi Lampu PJU Perumahan

PJU Tenaga Surya


Lampu penerangan jalan (PJU) tenga matahari berbasis LED menggunakan daya
yang lebih sedikit. Lampu penerangan jalan (PJU) LED dengan panel surya / solar
cell sebagai sumber listrik. PJU tenga matahari tidak membutuhkan kabel listrik.
Sangat cocok untuk daerah yang jauh dari jangkauan listrik, instalasi kabel listrik
menjadi tidak ekonomis, dan kemudahan instalasi.
Beberapa pertimbangan penggunaan lampu jalan berbasis panel surya / solar cell
dan LED:
- Daya tahan perangkat panel surya / solar cell dan lampu LED
- Tanpa jaringan kabel listrik, bersifat mandiri, menggunakan tenaga matahari
- Tidak merusak fasilitas dengan penggalian kabel
- Tanpa perawatan

Laporan Pendahuluan Bab


III - 58
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

- Instalasi sangat mudah


- Kemudahan pemindahan

Laporan Pendahuluan Bab


III - 59
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Lampu penerangan jalan (PJU) tenaga matahari mempunyai ketinggian tiang yang
berbeda-beda, mulai dari 5m s/d 14m. Jarak antar tiang juga bervariasi mulai dari
15m s/d 40m. Jarak antar tiang tergantung ketinggian tiang, jenis lampu, dan
cahaya yang dibutuhkan (brightness).
Warna cahaya yang dipilih lampu penerangan jalan biasanya yang tergolong
'warm light' bukan 'cool light'. Cool light atau identik dengan warna putih sepintas
jauh lebih terang, tetapi untuk cuaca buruk seperti asap, kabut, hujan gerimis
maupun hujan deras warna 'cool light' sangat tidak dianjurkan. Sedangkan 'warm
light' yang identik dengan warna kuning dipilih karena masalah safety. Dalam
kondisi cuaca buruk maka warna kuning masih dapat tembus sampai ke retina
mata kita.
Terang tidaknya suatu penerangan biasanya diukur dalam satuan lumen yang
merupakan satuan luminasi flux. Sedangkan bila perangkat penerangannya sudah
terpasang maka kekuatan cahaya ( illuminasi rata-rata ) yang sampai ke obyek
biasanya diukur dalam satuan lux atau lumen/m2. Untuk aplikasi Penerangan
Jalan Umum (PJU) biasanya diukur dalam lux per berapa meter ketinggian sumber
cahaya ke alat ukur. Contoh PJU yang mempunyai luminasi flux sebesar 6075
lumen mempunyai illuminasi rata-rata 15 lux / 10m.
Untuk mengakomodasi penghematan energi untuk lampu penerangan jalan (PJU),
lampu hemat energi dengan lifetime yang lama maka dipakailah teknologi LED
untuk PJU. Daya tahannya bisa s/d 50.000 jam dengan sumber daya DC,
bandingkan dengan lampu hemat energi AC buatan merk terkenal yang notabene
cuma bisa bertahan beberapa ribu jam saja dengan pemakaian daya yang lebih
besar. Dengan lamanya interval penggantian lampu berarti juga menghemat biaya
operasional untuk ongkos jasa penggantian bola lampunya saja
d. Sanitasi (TPS 3R)
Standar Kriteria Teknis Penyediaan TPS 3R Permukiman
Diskripsi Umum
- TPS 3 R adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan,
penggunaan ulang, pendauran ulang, dan pengolahan skala kawasan.
- Persyaratan TPS 3R :
o Luas TPS 3R, lebih besar dari 200 m2

Laporan Pendahuluan Bab


III - 60
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

o Jenis pembangunan penampung residu/sisa pengolahan sampah di TPS 3R


bukan merupakan wadah permanen
o Penempatan lokasi TPS 3R sedekat ,mungkin dengan daerah pelayanan
dalam radius tidak lebih dari 1 km
o TPS 3R dilengkapi dengan ruang pemilah, pengomposan sampah organik,
gudang, zona penyangga (buffer zone) dan tidak mengganggu estetika
serta lalu lintas
o Keterlibatan aktif masyarakat dalam mengurangi dan memilah sampah
- Area kerja pengelolaan sampah terpadu skala kawasan (TPS3R) yang meliputi
area pembongkaran muatan gerobak, pemilahan, perajangan sampah,
pengomposan, tempat/kontainer sampah residu, penyimpanan barang lapak atau
barang hasil pemilahan, dan pencucian.
- Kegiatan pengelolaan sampah di TPS3R meliputi pemilahan sampah, pembuatan
kompos, pengepakan bahan daur ulang, dll.
- Pemisahan sampah di TPS3R dilakukan untuk beberapa jenis sampah seperti
sampah B3 rumah tangga (selanjutnya akan dikelola sesuai dengan ketentuan),
sampah kertas, plastik, logam/kaca (akan digunakan sebagai bahan daur ulang)
dan sampah organik (akan digunakan sebagai bahan baku kompos).
- Pembuatan kompos di TPS3R dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara
lain Open Windrow dan Caspary. Sedangkan pembuatan kompos cair di TPS 3R
dapat dilakukan dengan Sistem Komunal Instalasi Pengolahan Anaerobik Sampah
(SIKIPAS).
Lokasi
- Luas TPS 3R bervariasi. Untuk kawasan perumahan baru (cakupan pelayanan
2000 rumah) diperlukan TPS3R dengan luas 1000 m2. Sedangkan untuk cakupan
pelayanan skala RW (200 rumah), diperlukan TPS 3R dengan luas 200-500 m2.
- TPS 3R dengan luas 1000 m2 dapat menampung sampah dengan atau tanpa
proses pemilahan sampah di sumber.
- TPS 3R dengan luas <500 m2 hanya dapat menampung sampah dalam keadaan
terpilah (50%) dan sampah campur 50%.
- TPS 3R dengan luas <200 m2 sebaiknya hanya menampung sampah tercampur
20%, sedangkan sampah yang sudah terpilah 80%.

Laporan Pendahuluan Bab


III - 61
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Fasilitas TPS 3R
Fasilitas TPS 3R meliputi wadah komunal, areal pemilahan, areal composting
(kompos dan kompos cair), dan dilengkapi dengan fasilitas penunjang lain seperti
saluran drainase, air bersih, listrik, barier (pagar tanaman hidup) dan gudang
penyimpan bahan daur ulang maupun produk kompos serta biodigester (opsional).
Daur Ulang
- Sampah yang didaur ulang minimal adalah kertas, plastik dan logam yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dan untuk mendapatkan kualitas bahan daur ulang
yang baik, pemilahan sebaiknya dilakukan sejak di sumber.
- Pemasaran produk daur ulang dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak
penampung atau langsung dengan industri pemakai.
- Daur ulang sampah B3 Rumah tangga (terutama batu baterai dan lampu neon
bekas) dikumpulkan untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku.
- Daur ulang kemasan plastik (air mineral, minuman dalam kemasan, mie instan,
dan lain-lain) sebaiknya dimanfaatkan untuk barang- barang kerajinan atau
bahan baku produk lainnya.
Pembuatan Kompos
- Sampah yang digunakan sebagai bahan baku kompos adalah sampah dapur
(terseleksi) dan daun potongan tanaman.
- Metode pembuatan kompos dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain
dengan open windrow dan caspary.
- Perlu dilakukan analisa kualitas terhadap produk kompos secara acak dengan
parameter antara lain warna, C/N rasio, kadar N,P,K dan logam berat. Dalam
pengecekan analisa kualitas produk kompos, bisa bekerja sama dengan
Laboratorium Tanah yang ada di universitas atau milik Instansi Pemerintah
setempat.
- Pemasaran produk kompos dapat bekerja sama dengan pihak koperasi dan
dinas (Kebersihan, Pertamanan, Pertanian, dan lain- lain).
Standar minimal desain bangunan TPS 3R Perumahan
Desain bangunan TPS 3R minimal memuat beberapa hal sebagai berikut:
1. Area penerimaan/dropping area;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 62
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

2. Area pemilahan/separasi;
3. Area pencacahan dengan mesin pencacah;
4. Area komposting dengan metode yang dipilih;
5. Area pematangan kompos/angin;
6. Mempunyai gudang kompos dan lapak serta tempat residu;
7. Mempunyai minimum kantor;
8. Mempunyai sarana air bersih dan sanitasi.

e. Jaringan air minum (PDAM dan air tanah)


Jaringan Air Minum PDAM
Berdasarkan SNI 7509:2011, berikut ini adalah metodologi untuk menyusun
DED jaringan air minum pada kegiatan Identifikasi Data dan Kajian Teknis PSU ;
Pipa Transmisi
a) perencanaan jalur pipa tranmisi harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

Laporan Pendahuluan Bab


III - 63
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

- jalur pipa sependek mungkin;


- menghindari jalur yang mengakibatkan konstruksi sulit dan mahal;
- tinggi hidrolis pipa minimum 5 m diatas pipa, sehingga cukup menjamin
operasi air valve;
- menghindari perbedaan elevasi yang terlalu besar (80% tekanan kerja pipa)
sehingga tidak ada perbedaan kelas pipa;
b) penentuan dimensi pipa harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- pipa yang direncanakan mengalirkan debit maksimum harian;
- kehilangan tekanan dalam pipa tidak lebih dari 30% dari total head statis pada
sistem transmisi dengan pemompaan. Untuk sistem gravitasi, kehilangan
tekanan maksimum 5 m/1000 m atau 80% tekanan kerja sesuai dengan
spesifikasi teknis pipa;
c) pemilihan bahan pipa yang memenuhi persyaratan SNI berikut ini:
- spesifikasi pipa PVC harus sesuai dengan SNI 03-0084-2002;
- spesifikasi untuk pipa PE harus sesuai dengan SNI 06-4829-2005;
- spesifikasi pipa baja harus sesuai dengan SNI 07-2225-1991;
- pipa daktil harus sesuai dengan SNI 19-6782-2002;
- pipa fiber harus sesuai dengan SNI 03-6785-2002;
Persyaratan bahan pipa lainnya dapat menggunakan standar nasional maupun
internasional lainnya yang berlaku;
c) perlengkapan jaringan pipa transmisi:
- katup (valve), berfungsi untuk membuka dan menutup aliran air dalam pipa
dan dipasang pada:
(a) lokasi ujung pipa tempat aliran air masuk atau aliran air keluar;
(b) setiap percabangan;
(c) pipa outlet pompa;
(d) pipa penguras atau wash out.
Tipe katup yang dapat dipakai pada jaringan pipa transmisi adalah gate valve;
- pipa peguras (wash out/blow off), dipasang pada tempat-tempat yang relatif
rendah sepanjang jalur pipa, ujung jalur pipa yang mendatar dan menurun
dan titik awal jembatan;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 64
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

- katup udara, dipasang pada titik-titik tertinggi di sepanjang pipa transmisi, di


jembatan pipa dengan perletakan 1/4 panjang bentang pipa dari arah aliran
pada jalur lurus setiap jarak tertentu (750 m - 1000 m);
- meter induk;
- bak pelepas tekanan dipasang pada jaringan pipa transmisi yang
membutuhkan pengurangan tekanan akibat perbedaan topografi yang terlalu
besar sampai pada sisa tekanan yang dipersyaratkan, pada jaringan pipa
transmisi yang mengalami kelebihan tekanan, sekaligus untuk membantu
mengurangi kehilangan air akibat kebocoran fisik;
d) data yang diperlukan untuk perencanaan teknik pipa transmisi air minum dan
perlengkapan sebagai berikut:
- potensi dan kebutuhan air minum;
- kajian topografi berupa:
(a) peta situasi rencana jalur pipa transmisi skala 1 : 1 000;
(b) potongan memanjang rencana jalur pipa transmisi skala vertikal 1:100,
horizontal 1: I 000;
(c) potongan melintang rencana jalur pipa transmisi skala 1:100;
(d) peta situasi rencana lokasi bangunan perlintasan skala 1:100 dengan inter
val garis kontur 0,5 m.
Pipa distribusi
a) perencanaan lay-out jaringan pipa distribusi ditentukan berdasarkan
pertimbangkan:
 situasi jaringan jalan di wilayah pelayanan; jalan-jalan yang tidak saling
menyambung cocok untuk sistem cabang. Jalan-jalan yang saling
berhubungan membentuk jalur jalan melingkar atau tertutup, cocok untuk
sistem tertutup, kecuali bila kepadatan penduduk rendah;
 kepadatan penduduk rendah dipilih lay-out pipa berbentuk cabang;
 keadaan topografi dan batas alam wilayah pelayanan;
 tata guna lahan wilayah pelayanan;
b) jaringan pipa distribusi harus terdiri dari beberapa komponen untuk
memudahkan pengendalian kehilangan air:

Laporan Pendahuluan Bab


III - 65
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

 jaringan distribusi utama yaitu rangkaian pipa distribusi dengan diameter


besar membentuk suatu zone distribusi; yaitu wilayah pelayanan yang terdiri
dari 5 sampai dengan 6 sel utama (primary cell). Sebuah zona distribusi dapat
dibatasi oleh:
(a) area yang tidak termasuk dalam rencana pengembangan, seperti taman-
taman umum;
(b) batas-batas alam, termasuk yang ada maupun buatan, yaitu sungai, dan
saluran-saluran. jalan kereta api dan jalan raya utama;
 sel utama (primary cell), yaitu area yang dibatasi jaringan distribusi pembagi
yang membentuk suatu jaringan tertutup yang terdiri dari lebih kurang 5-6 sel
dasar;
 sel dasar (elementary zone) yaitu suatu area pelayanan dalam sebuah sel
utama dan dibatasi oleh pipa pelayanan yang direncanakan terdiri dari 500-
1.000 sambungan pelanggan. Setiap sel dasar dalam sebuah sel utama
dilengkapi dengan sebuah meter distrik;
e) dimensi dan panjang pipa distribusi:
 ukuran diameter pipa distribusi ditentukan berdasarkan aliran pada jam
puncak dengan sisa tekan minimum di jalur distribusi, pada saat terjadi
kebakaran jaringan pipa mampu mengalirkan air untuk kebutuhan maksimum
harian dan tiga buah hidran kebakaran masing-masing berkapasitas 250 gpm
dengan jarak antar hidran maksimum 300 m. Faktor jam puncak terhadap
debit rata-rata tergantung pada jumlah penduduk wilayah terlayani sebagai
pendekatan perencanaan. Ukuran diameter pipa pembawa minimum 100 mm.
Ukuran diameter pipa pembagi 50 mm;
Faktor maksimum adalah 1,10 sampai 1,15 dan faktor jam puncak 1,50
sampai 2,0.
 panjang pipa distribusi pembagi maksimum antar titik simpul (node)
pelayanan 1 (satu) sel utama, maksimum 1.500 m;
f) alokasi kebutuhan air pada setiap titik simpul (node) jaringan sel utama dan sel
dasar dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
 wilayah pelayanan dibagi menjadi beberapa wilayah pelayanan kecil atau blok-
blok pelayanan;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 66
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

 untuk wilayah pelayanan yang tipikal, alokasi kebutuhan air disetiap node
diperkirakan besarnya sesuai dengan persentase bagian luas wilayah
pelayanan;
 untuk daerah yang tidak tipikal secara umum, alokasi kebutuhan air harus
dihitung sesuai dengan peruntukkannya. Contohnya taman-taman umum,
industri besar, dan lain-lain;
g) besar tekanan air minimum di jaringan pipa distribusi sebagai berikut:
 jaringan distribusi utama : 15 m;
 jaringan distribusi pembagi: 11 m;
 sambungan pelanggan : 7,5 m.
Tekanan air diukur dari permukaan tanah, sedangkan pada sambungan
pelanggan diukur pada sambungan pipa pelayanan;
h) pemilihan bahan pipa harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut ;
i) perlengkapan jaringan pipa distribusi:
 katup (valve), berfungsi untuk membuka dan menutup aliran air dalam pipa
dan dipasang pada:
(a) lokasi ujung pipa tempat aliran air masuk atau aliran air keluar;
(b) setiap percabangan;
(c) pipa outlet pompa;
(d) pipa penguras atau wash out.
Tipe katup yang dapat dipakai pada jaringan pipa distribusi adalah gate valve;
 wash out/blow off, dipasang pada tempat-tempat yang relatif rendah
sepanjang jalur pipa, ujung jalur pipa yang mendata dan menurun dan titik
awal jembatan;
 katup udara/air valve, dipasang pada titik tertinggi di sepanjang pipa
distribusi, di jembatan pipa dengan perletakan 1/4 panjang bentang pipa dari
arah aliran pada jalur lurus setiap jarak tertentu (750 m - 1000 m);
 hidran kebakaran, dipasang pada jaringan pipa distribusi dengan jarak antar
hidran maksimum tidak boleh lebih dari 300 m di depan gedung perkantoran
kran komersil. Hidran kebakaran dipasang pada diameter pipa sekunder
minimum 150 mm.
Perencanaan untuk hidran kebakaran harus sesuai dengan SNI 03-6382-2000;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 67
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

 meter induk dan distrik meter:


(a) meter induk dipasang pada awal pipa suatu zona distribusi utama atau
pada awal sistem distribusi skala kecil;
(b) distrik meter dipasang pada pipa distribusi pembagi yang merupakan awal
dari suatu sel dasar. Pemasangan distrik meter disesuaikan dengan situasi
setempat. Ukuran distrik meter akan bervariasi sesuai dengan jumlah
sambungan antara 500 sampai dengan 1000 sambungan;
 katup atau bak pelepas tekanan, dipasang pada jaringan pipa distribusi yang
membutuhkan pengurangan tekanan akibat perbedaan topografi yang terlalu
besar sampai pada sisa tekanan yang dipersyaratkan, pada jaringan pipa
distribusi yang mengalami kelebihan tekanan, sekaligus untuk membantu
mengurangi kehilangan air akibat kebocoran fisik;
 data yang diperlukan untuk membuat perencanaan teknik jaringan pipa
disitribusi sebagai berikut:
1) wilayah studi dan wilayah pelayanan;
2) peta dasar kota skala 1 :500;
3) potensi dan kebutuhan pelayanan air minum;
4) lokasi sistem pelayanan air minum;
5) peta tata guna lahan eksisting;
6) peta tata guna lahan tahun periode perencanaan;
7) peta topografi skala 1 : 1000 untuk garis permukaan tanah;
8) peta situasi daerah perencanaan;
9) peta jaringan jalan 1 : 1000.
Gambar Pelayanan Sambungan Rumah

Laporan Pendahuluan Bab


III - 68
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

Jaringan Air Minum (Sumber Air Tanah)


Perencanaan Teknis Unit Transmisi Air Baku
Perencanaan teknis unit transmisi harus mengoptimalkan jarak antara unit air baku
menuju unit produksi dan/atau dari unit produksi menuju reservoir/jaringan distribusi
sependek mungkin, terutama untuk sistem transimisi distribusi (pipa transmisi dari
unit produksi menuju reservoir). Hal ini terjadi karena transmisi distribusi pada
dasarnya harus dirancang
untuk dapat mengalirkan debit aliran untuk kebutuhan jam puncak, sedangkan pipa
transmisi air baku dirancang mengalirkan kebutuhan maksimum. Pipa transmisi
sedapat mungkin harus diletakkan sedemikian rupa dibawah level garis hidrolis untuk
menjamin aliran sebagaimana diharapkan dalam perhitungan agar debit aliran yang
dapat dicapaimasih sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam pemasangan pipa transmisi, perlu memasang angker penahan pipa pada
bagian belokan baik dalam bentuk belokan arah vertikal maupun belokan arah
horizontal untuk menahan gaya yang ditimbulkan akibat tekanan internal dalam pipa
dan energi kinetik dari aliran air dalam pipa yang mengakibatkan kerusakan pipa
maupun kebocoran aliran air dalam pipa tersebut secara berlebihan.Sistem transmisi
harus menerapkan metode-metode yang mampu mengendalikan pukulan air (water
hammer) yaitu bilamana sistem aliran tertutup dalam suatu pipa transmisi terjadi
perubahan kecepatan aliran air secara tiba-tiba yang menyebabkan pecahnya pipa
transmisi atau berubahnya posisi pipa transmisi dari posisi semula.
Perencanaan Unit Produksi
Perencanaan teknis pengembangan SPAM unit produksi disusun berdasarkan kajian
kualitas air yang akan diolah, dimana kondisi ratarata dan terburuk yang mungkin
terjadi dijadikan sebagai acuan dalam penetapan proses pengolahan air, yang
kemudian dikaitkan dengansasaran standar kualitas air minum yang akan
dicapai.Rangkaian proses pengolahan air umumnya terdiri dari satuan operasi dan
satuan proses untuk memisahkan material kasar, material tersuspensi, material
terlarut, proses netralisasi dan proses desinfeksi. Unit produksi dapat terdiri dari unit
koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, netralisasi, dan desinfeksi. Perencanaan unit
produksi antara lain dapat mengikuti standar berikut ini:
 SNI 03-3981-1995 tentang tata cara perencanaan instalasi saringan pasir lambat;

Laporan Pendahuluan Bab


III - 69
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

 SNI 19-6773-2002 tentang Spesifikasi Unit Paket Instalasi Penjernihan Air Sistem
Konvensional Dengan Struktur Baja;
 SNI 19-6774-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi
Penjernihan Air.
Perencanaan Teknis Unit Distribusi
Air yang dihasilkan dari IPA dapat ditampung dalam reservoir air yang berfungsi
untuk menjaga kesetimbangan antara produksi dengan kebutuhan, sebagai
penyimpan kebutuhan air dalam kondisi darurat, dan sebagai penyediaan kebutuhan
air untuk keperluan instalasi. Reservoir air dibangun dalam bentuk reservoir tanah
yang umumnya untuk menampung produksi air dari sistem IPA, atau dalam bentuk
menara air yang umumnya untuk mengantisipasi kebutuhan puncak di daerah
distribusi. Reservoir air dibangun baik dengan konstruksi baja maupun konstruksi
beton bertulang.
Perencanaan teknis pengembangan SPAM unit distribusi dapat berupa jaringan
perpipaan yang terkoneksi satu dengan lainnya membentuk jaringan tertutup (loop),
sistem jaringan distribusi bercabang (dead-end distribution system), atau kombinasi
dari kedua sistem tersebut (grade system). Bentuk jaringan pipa distribusi ditentukan
oleh kondisi topografi, lokasi reservoir, luas wilayah pelayanan, jumlah pelanggan
dan jaringan jalan dimana pipa akan dipasang.Ketentuan-ketentuan yang harus
dipenuhi dalam perancangan denah (lay-out) sistem distribusi adalah sebagai
berikut:
 Denah (Lay-out) sistem distribusi ditentukan berdasarkan keadaan topografi
wilayah pelayanan dan lokasi instalasi pengolahan air;
 Tipe sistem distribsi ditentukan berdasarkan keadaan topografi wilayah
pelayanan; c) Jika keadaan topografi tidak memungkinkan untuk sistem gravitasi
seluruhnya, diusulkan kombinasi sistem gravitasi dan pompa. Jika semua wilayah
pelayanan relatif datar, dapat digunakan sistem perpompaan langsung, kombinasi
dengan menara air, atau penambahan pompa penguat (booster pump);
 Jika terdapat perbedaan elevasi wilayah pelayanan terlalu besar atau lebih dari 40
m, wilayah pelayanan dibagi menjadi beberapa zone sedemikian rupa sehingga
memenuhi persyaratan tekanan minimum.

Laporan Pendahuluan Bab


III - 70
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu

 Untuk mengatasi tekanan yang berlebihan dapat digunakan katup pelepas tekan
(pressure reducing valve). Untuk mengatasi kekurangan tekanan dapat digunakan
pompa penguat.
Perencanaan Teknis Unit Pelayanan
Unit Pelayanan terdiri dari sambungan rumah, hidran/kran umum,terminal air, hidran
kebakaran dan meter air.
Sambungan Rumah
Yang dimaksud dengan pipa sambungan rumah adalah pipa danperlengkapannya,
dimulai dari titik penyadapan sampai dengan meterair. Fungsi utama dari sambungan
rumah adalah:
 mengalirkan air dari pipa distribusi ke rumah konsumen;
 untuk mengetahui jmlah air yang dialirkan ke konsumen. Perlengkapan minimal
yang harus ada pada sambungan rumah adalah:
 bagian penyadapan pipa;
 meter air dan pelindung meter air atau flowrestrictor;
 katup pembuka/penutup aliran air;
 pipa dan perlengkapannya.
Hidran/Kran Umum
Pelayanan Kran Umum (KU) meliputi pekerjaan perpipaan danpemasangan meteran
air berikut konstruksi sipil yang diperlukansesuai gambar rencana. KU menggunakan
pipa pelayanan dengandiameter ¾”–1” dan meteran air berukuran ¾”. Panjang
pipapelayanan sampai meteran air disesuaikan dengan situasi dilapangan/pelanggan.
Konstruksi sipil dalam instalasi sambunganpelayanan merupakan pekerjaan sipil yang
sederhana meliputipembuatan bantalan beton, meteran air, penyediaan kotak
pengamandan batang penyangga meteran air dari plat baja beserta anakkuncinya,
pekerjaan pemasangan, plesteran dan lain-lain sesuaigambar rencana.Instalasi KU
dibuat sesuai gambar rencana dengan ketentuansebagai berikut:
 lokasi penempatan KU harus disetujui oleh pemilik tanah
 saluran pembuangan air bekas harus dibuat sampai mencapai saluran air
kotor/selokan terdekat yang ada
 KU dilengkapi dengan meter air diameter ¾”

Laporan Pendahuluan Bab


III - 71

Anda mungkin juga menyukai