BAB 3
METODOLOGI
d. Lokasi dan Titik Koordinat disertakan pada hasil identifikasi lahan potensial dan
prioritas untuk di bangun PSU. Lokasi mencakup keterangan RT/RW, Desa,
Kelurahan, Nama komplek perumahan dan Kecamatan. Titik Koordinat disertakan
pada laporan Detailed Engineering Design (DED) dari hasil identifikasi lahan
potensial dan prioritas.
Pendekatan perencanaan ini bertitik tolak dari kebutuhan dan tuntutan akan
perlunya keterpaduan arahan dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah di satu sisi dan aspirasi dari masyarakat di sisi lainnya. Pendekatan ini
menggunakan 2 (dua) terminologi yaitu pendekatan dari atas (top down
approach) berupa perencanaan program-program serta merupakan penjabaran
dari kebijakan tata ruang oleh Pemerintah Kabupaten. Sedangkan terminologi
kedua adalah dari bawah (bottom up approach). Pendekatan ini memberikan
penekanan bahwa kegiatan ini mengakomodasi aspirasi masyarakat sebagai
pelaku pembangunan dan dengan melibatkan masyarakat dalam proses
perencanaannya. Perencanaan ini merupakan upaya untuk memberdayakan
masyarakat dalam perencanaan kerakyatan dan untuk mengembangkan segala
potensi, mengurangi, dan seoptimal mungkin menyelesaikan permasalahan serta
1. Ketentuan Umum
Untuk dapat merumuskan substansi materi yang tepat, maka diperlukan rujukan
payung hukum yang tepat agar materi yang dihasilkan nantinya sesuai dengan KAK
dan sesuai dengan payung hukum yang berlaku. Berikut ini adalah penjelasannya ;
A. Definisi
b) Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri dari lebih dari
satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana dan sarana umum serta
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
c) Definisi dari Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) adalah sebagai berikut ;
- Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang
memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang
layak, sehat, aman, dan nyaman.
- Sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk
mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial,
budaya, dan ekonomi.
- Utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan
hunian
B. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor : 34 /Permen/M/2006
Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Keterpaduan Prasarana, Sarana Dan
Utilitas (PSU) Kawasan Perumahan.
a) Pola Penanganan PSU
Penanganan Keterpaduan PSU kawasan secara preventif
Penanganan Keterpaduan PSU secara preventif dimaksudkan sebagai upaya
untuk menyiapkan perumahan melalui penyediaan layanan PSU yang
memadai sehingga dapat mencegah timbulnya permasalahan prasarana
sarana dan utilitas di kawasan perumahan yang akan dibangun pada kawasan
skala besar dan kawasan khusus, sehingga akan tercipta lingkungan kawasan
perumahan yang layak huni. Penanganan Keterpaduan PSU kawasan secara
preventif diselenggarakan, dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Penanganan PSU di kawasan perumahan yang baru.
Tahapan Pengendalian
Tahapan Pengendalian adalah kegiatan pengawasan dan tindak turun tangan
yang dilakukan sejak dari perencanaan sampai dengan pengelolaan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Pengendalian pelaksanaan keterpaduan PSU kawasan perumahan dan
permukiman harus didasarkan kepada tertib administrasi dan tertib
pembangunan yang ditetapkan oleh instansi yang berwewenang.
2) Pengendalian pelaksanaan keterpaduan PSU kawasan perumahan dan
permukiman dilakukan oleh instansi yang berwewenang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
3) Pengendalian dimaksudkan untuk memperoleh hasil tepat biaya , mutu,
dan waktu.
C. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 38/PRT/M/2015 Tentang Bantuan Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Umum
Untuk Perumahan Umum
Kelompok Sasaran dan Syarat Pemberian PSU adalah ;
1) Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
2) Pemberian PSU diberikan melalui pelaku pembangunan yang membangun
perumahan umum.
3) Komponen PSU mengacu pada Kepmen PUPR No.896 / KPTS / M / 2016
4) Persyaratan pengajuan bantuan PSU oleh pelakau pembangunan perumahan
umum berupa ;
A. Persyaratan Administrasi
a) Persyaratan administrasi yang wajib dipenuhi pelaku pembangunan
dalam mengajukan Bantuan PSU terdiri atas:
- format surat permohonan pemberian Bantuan PSU dan
kelengkapannya;
- dokumen kuesioner pemberian Bantuan PSU berupa rumah tunggal
dan rumah deret; dan
- dokumen kuesioner pemberian Bantuan PSU berupa rumah susun.
f. Data Perumahan dan PSU dari sumber Dinas / Lembaga Terkait Bidang
Perumahan dan Permukiman di Pemerintah Kabupaten Tabalong dan Hulu
Sungai Utara.
IDENTIFIKASI
PRASARANA,SARANA & UTILITAS (PSU)
PERMUKIMAN
DED
2) Ruang terbuka non hijau, berupa parkir atau lapangan olah raga
5) Jaringan air minum berupa, penyediaan jaringan air minum, baik yang
bersumber dari PDAM atau bersumber dari air tanah (air tanah dangkal
dan dalam), yang dilakukan secara langsung atau komunal dengan
a Perkerasan
b Lajur maksimum 3,5 meter
c Bahu min 1 meter
d Saluran Drainase 1 meter
e Jalur hijau 1 meter
f Jalur pejalan kaki 1.5 meter
g Sempadan bangunan minimum 10.5 meter
h Damaja
i Damija
j Dawasja
k Damaja > 5 meter di atas sumbu jalan
l Damaja > 1.5 meter di bawah sumbu jalan
m Infrastruktur lain (kabel, saluran air kotor dsb)
4) Standar lebar DAMIJA, DAMAJA, DAWASJA dan bagian jalan untuk tiap hirarki
jalan perumahan.
Lebar minimum untuk tiap hirarki jalan perumahan dapat dilihat pada Tabel
berikut ;
Tabel 3.1. Lebar Minimum Jalan
Keterangan gambar:
5) Desain Jalan
a) Pemilihan Struktur Perkerasan
Pemilihan jenis perkerasan akan bervariasi berdasarkan volume lalu lintas,
umur rencana, dan kondisi fondasi jalan. Batasan pada Tabel 3.1 tidak mutlak,
perencana harus mempertimbangkan biaya terendah selama umur rencana,
keterbatasan dan kepraktisan pelaksanaan. Pemilihan alternatif desain
berdasarkan manual ini harus didasarkan pada discounted lifecycle cost
terendah.
Catatan:
Tingkat kesulitan:
1 - kontraktor kecil – medium;
2 - kontraktor besar dengan sumber daya yang memadai;
3 - membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus –kontraktor spesialis Burtu / Burda.
Ketentuan berikut ini membahas tanah dasar di bawah perkerasan kaku selain
tanah lunak atau gambut yang telah dibahas sebelumnya.
Pedoman perencanaan Pd T-14-2003 mensyaratkan nilai CBR ekivalen tanah
dasar normal ditentukan sebagai berikut:
Apabila fondasi perkerasan terdiri dari beberapa lapis atau apabila tanah dasar
asli terdiri dari beberapa lapis dengan kekuatan tertinggi terletak pada lapis
paling atas maka CBR tanah dasar ditentukan sesuai formula berikut:
dan timbunan dengan tinggi tidak kurang dari ketentuan menurut Gambar
berikut ;
Catatan:
1. Ketentuan-ketentuan struktur Fondasi Bagan Desain - 2 berlaku.
2. CTB mungkin tidak ekonomis untuk jalan dengan beban lalu lintas < 10 juta ESA5. Rujuk Bagan Desain - 3A,
3B dan 3C sebagai alternatif.
3. Pilih Bagan Desain - 4 untuk solusi perkerasan kaku dengan pertimbangan life cycle cost yang lebih rendah
untuk kondisi tanah dasar biasa (bukan tanah lunak).
4. Hanya kontraktor yang cukup berkualitas dan memiliki akses terhadap peralatan yang sesuai dan keahlian
yang diizinkan melaksanakan pekerjaan CTB. LMC dapat digunakan sebagai pengganti CTB untuk pekerjaan
di area sempit atau jika disebabkan oleh ketersediaan alat.
5. AC BC harus dihampar dengan tebal padat minimum 50 mm dan maksimum 80 mm
*Jalan desa atau jalan dengan volume lalu lintas kenderaan niaga rendah seperti dinyatakan di dalam
Tabel 4.6. (Perkiraan lalu lintas untuk jalan lalu lintas rendah).
Catatan :
1. Ketentuan-ketentuan struktur fondasi jalan Bagan desain – 2 berlaku juga untuk Bagan Desain – 5.
2. Lapis Fondasi Agregat Kelas A harus dihampar dengan tebal padat minimum 125 mm dan maksimum 200
mm.
3. SD4 dan SD5 hanya digunakan untuk konstruksi bertahap atau untuk penutupan bahu.
4. Dibutuhkan pengendalian mutu yang baik untuk semua lapis perkerasan.
5. Kerikil alam dengan atau material stabiisasi dengan CBR > 10% dapat merupakan pilihan yang paling
ekonomis jika material dan sumberdaya penyedia jasa yang mumpuni tersedia. Ukuran material LFA kelas B
lebih besar dari pada kelas A sehingga lebih mudah mengalami segregasi. Selain itu, ukuran butir material
kelas B yang lebih besar membatasi tebal minimum material kelas B. Walaupun dari segi mutu material kelas
A lebih tinggi daripada kelas B, namun dari segi harga material LFA kelas A dan B tidak terlalu berbeda
sehingga untuk jangka panjang LFA kelas A dapat menjadi pilihan yang lebih kompetitif
Catatan :
1. Bagan desain - 6 digunakan untuk semua tanah dasar dengan CBR > 3%. Ketentuan Bagan Desain – 2 tetap
berlaku untuk tanah dasar yang lebih lemah.
2. Disarankan untuk menggunakan LFA kelas A sebagai lapis fondasi. Penggunaan LFA kelas B sebagai lapis
bawah fondasi berpotensi mengalami segregasi, sedangkan dari perbedaan harga kelas A dan kelas B tidak
signifikan.
3. Stabilisasi satu lapis dengan tebal lebih dari 200 mm sampai dengan 300 mm diperbolehkan jika disediakan
peralatan stabilisasi yang memadai dan pemadatan dilakukan dengan pad-foot roller dengan berat statis
minimum 18 ton.
4. Bila catatan 2 diterapkan, lapisan distabilisasi pada Bagan Desain - 5 atau 6 boleh dipasang dalam satu
lapisan dengan lapisan distabilisasi dalam Bagan Desain - 2 sampai maksimum 300 mm.
5. Hanya kontraktor berkualitas dan mempunyai peralatan diperbolehkan melaksanakan pekerjaan Burda atau
pekerjaan Stabilisasi.
d) Desain Drainase Jalan
Drainase bawah permukaan (sub surface pavement drainage) harus memenuhi
ketentuan-ketentuan berikut:
Seluruh lapis fondasi bawah (subbase) harus dapat mengalirkan air atau cukup
permeable.
Desain pelebaran perkerasan harus memastikan bahwa air dari lapis granular
terbawah perkerasan eksisting dapat dialirkan dengan baik.
Lintasan drainase yang kurang dari 500 mm dari tepi luar lapis granular ke tepi
verge timbunan dapat mengalirkan air.
French drains dalam arah melintang pada setiap titik terendah arah
memanjang dan setiap 10 m dianggap dapat mengalirkan air dari lapis fondasi
bawah.
Jika lapis fondasi bawah lebih rendah dari ketinggian tanah disekitarnya, maka
harus dipasang subdrain (apabila memungkinkan hindari kondisi seperti ini
dengan membuat desain geometrik yang baik).
Jika subdrain tidak tersedia, atau jika muka air tanah lebih tinggi dari 600 mm
di bawah tanah dasar, maka sesuaikan tebal lapisan berbutir dengan
menggunakan nilai factor “m” sesuai dengan klausul 2.4.1 dari AASHTO
Pavement Design Guide 1993 dan Tabel 5.2.
Subdrain harus dibuat berdekatan dengan saluran U atau struktur lain yang
berpotensi menghalangi aliran air dari setiap lapisan fondasi bawah. Sulingan
pada dinding saluran tepi tidak dapat diandalkan untuk berfungsi sebagai
subdrain.
Subdrain harus dipasang dengan kemiringan seragam tidak kurang dari 0.5%
untuk memastikan bahwa air dapat bebas mengalir melalui subdrain ke titik-
titik pembuangan. Selain itu, harus disediakan akses untuk memudahkan
pembersihan subdrain pada interval jarak tidak lebih dari 60 m. Level inlet dan
outlet subdrain harus lebih tinggi dari level banjir
Untuk jalan dengan median pemisah, sistim subdrain pada median harus
dibuat jika kemiringan permukaan jalan mengarah ke median (pada
superelevasi).
Perencana perkerasan harus menjelaskan kriteria drainase perkerasan kepada
perencana drainase dan harus memastikan bahwa drainase yang dikehendaki
diuraikan dengan jelas pada gambar rencana.
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah
maupun yang sengaja ditanam.
RTH dapat berupa RTH publik dan RTH privat. RTH publik merupakan ruang
terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah yang digunakan
untuk kepentingan masyarakat secara umum, antara lain berupa taman kota;
taman pemakaman umum; dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, serta pantai.
RTH privat merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh
swasta/masyarakat, antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik
masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. RTNH merupakan ruang terbuka di
wilayah kota/kawasan perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, yaitu
berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air. Pedoman ini
memberikan rujukan sepanjang yang berkaitan dengan ruang terbuka
perkerasan. Ketentuan mengenai ruang terbuka biru dan kondisi tertentu lainnya
diatur dalam pedoman tersendiri.
Pentingnya penyediaan dan pemanfaatan RTNH di wilayah kota/kawasan
perkotaan adalah sebagai berikut:
- RTNH merupakan tempat dilangsungkannya berbagai aktivitas. Dengan fungsi
pendukung sebagai wadah kegiatan ekonomi dan konservasi ekologis, serta
fungsi pelengkap sebagai estetika lingkungan, kawasan, dan wilayah.
Sehingga kekurangan penyediaan RTNH dapat merupakan salah satu pemicu
timbulnya masalah atau konflik sosial.
- dalam konteks lingkungan hidup, penyediaan dan pemanfaatan RTNH dapat
diarahkan memiliki fungsi ekologis untuk membantu fungsi RTH dalam
konservasi air tanah, melalui berbagai kelengkapan utilitasnya (misalnya:
drainase dan peresapan).
- RTNH mempunyai nilai historis sosio-kultural dalam suatu wilayah/masyarakat
yang telah berlangsung secara turun menurun, sehingga perlu dipertahankan
keberadaannya
RTNH Parkir
Parkir merupakkan suatu bentuk RTNH sebaggai suatu pelataran dengan funngsi
utama meletakkan kenndaraan seeperti mobil, motor, dan lain-lainn jenis
kennderaan. Laahan parkirr dikennal sebagai salah satu bentuk RTTNH yang
memiliki fungsi ekonomis. Hal ini dikarenakan manfaatnya yang secara langsung
dapat memberikan keuntungan ekonomis atauu fungsinya dalam menunjang
berbagai kegiatan ekonomis yang berlangsung. Keedudukan ahan parkir menjjadi
bagiann yang tidak terpisahhkan dari suatu sisteem pergerakan suatuu kawasann
perkotaan. Pada kawasan perkotaan, dimana bberbagai keegiatan ekonomis
terjaadi dengan intensitas yangg relatif tinggi, namun di sisi lain lahan yangg
tersedia terbatas deengan nilai lahan yangg tingggi, mengakibatkan keberadaan
lahan parkir sangat dibutuhkan. Contoh RTNH tipe parkir dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar Contoh RTNH Parkir
- pada penyediaan lahan parkir umum untuk area permukiman skala RT (250
penduduk) lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan permukiman
pada skala RT, dengan standar penyediaan 100 m2, dan penggunaannya yang
juga sekaligus berfungsi sebagai pangkalan sementara kendaraan angkutan
publik.
- pada penyediaan lahan parkir umum untuk area permukiman skala RW (2.500
penduduk) lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan permukiman
pada skala RW, dengan standar penyediaan 400 m2, dan penggunaannya
yang juga sekaligus berfungsi sebagai pangkalan sementara kendaraan
angkutan publik.
- pada penyediaan lahan parkir umum untuk area permukiman skala kelurahan
(30.000 penduduk) lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan
permukiman pada skala kelurahan, dengan standar penyediaan 2.000 m2, dan
dipisahkan dengan terminal wilayah kelurahan (seluas 1.000 m2) dan
pangkalan oplet/angkot (seluas 200 m2).
- pada penyediaan lahan umum untuk area permukiman skala kecamatan
(120.000 penduduk) lokasinya diarahkan pada setiap pusat lingkungan
permukiman pada skala kecamatan, dengan standar penyediaan 4.000 m2,
dan dipisahkan dengan terminal wilayah kecamatan (seluas 2.000 m2) dan
pangkalan oplet/angkot (seluas 500 m2).
- besaran yang terdapat pada area RT, RW, kelurahan dan kecamatan ini belum
termasuk penyediaan lahan parkir yang diperuntukkan bagi bangunan sarana
lingkungan pada tiap unit baik RW, kelurahan maupun kecamatan.
- lokasi lahan parkir untuk lingkungan permukiman ini ditempatkan pada area
strategis sehingga pembatasan aksesibilitasnya hanya khusus bagi penghuni
atau penunjang kebutuhan penghuni, misalnya perletakan di area pintu masuk
area permukiman.
- luas lahan parkir ini sangat bergantung tidak hanya pada jumlah pemilikan
kendaraan, melainkan juga pada perencanaan karakter dari kompleks itu
sendiri. Sebagai acuan umum luas parkir untuk area permukiman:
Berikut adalah pola parkir mobil penumpang pada pelataran parkir / taman parkir,
antara lain :
Pada pola parkir ini, arah gerakan lalu Iintas kendaraan dapat satu arah
atau dua arah.
Gambar Pola Parkir Mobil Penumpang Pulau bentuk tulang ikan tipe A
Gambar Pola Parkir Mobil Penumpang Pulau bentuk tulang ikan tipe B
Gambar Pola Parkir Mobil Penumpang Pulau bentuk tulang ikan tipe C
Perbedaan antara jalur sirkulasi dan jalur gang terutama terletak pada
penggunaannya. Patokan umum yang dipakai adalah :
d. Panjang sebuah jalur gang tidak lebih dari 100 meter;
e. Jalur gang yang ini dimaksudkan untuk melayani lebih dari 50 kendaraan
dianggap sebagai jalur sirkulasi.
Lebar minimum untuk jalur sirkulasi :
f. Untuk jalan satu arah = 3,5 meter,
g. Untuk jalan dua arah = 6,5 meter.
Gambar Sketsa Jalur Sirkulasi, Gang, dan Modul Sudut 300,450, dan 600
penduduk RW, dengan luas minimal 1.250 m2. Lokasi lapangan berada pada
radius kurang dari 1000 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayaninya.
Sarana olah raga di ruang terbuka dapat menggunakan permukaan yang
diperkeras. Perkerasan dapat menggunakan perkerasan tembus air maupun tidak
tembus air; penggunaan perkerasan tembus air tidak lagi memerlukan dukungan
sistem drainase. Untuk persyaratan khusus lainnya harus mengacu pada standar
lapangan olah raga yang lebih spesifik. Secara umum, konstruksi pelat untuk area
olah raga mempunyai kelengkapan khusus seperti pelat untuk plasa, yang juga
dipersiapkan untuk mitigasi bencana yang mungkin terjadi disekitarnya, sehingga
kekuatan pelat dibuat minimum 300 kg/cm2, sehingga dimungkinkan dilewati
kendaraan ambulans, pemadam kebakaran, dan lainnya. Khusus untuk area
bermain, tanpa persyaratan yang membatasi seperti kebutuhan pada lapangan
olah raga, dapat menggunakan paving block dengan sistem konstruksi seperti
pada paving block untuk plasa, yaitu dengan memiliki kemampuan penyerapan
air. Kelengkapan pengamanan pada area bermain lebih diutamakan, yaitu dengan
diberi pagar pada jalur keluar dan masuk area dengan tonggak-tonggak tertentu
untuk menghindari masuknya kendaraan kedalam taman bermain, disamping
kelengkapan elemen lansekap dan kelengkapan sarana bermain lainnya.
c. Penerangan Jalan Umum (Tenaga Surya dan PLN)
Fungsi penerangan jalan
Penerangan jalan di kawasan perkotaan mempunyai fungsi antara lain :
1) Menghasilkan kekontrasan antara obyek dan permukaan jalan;
2) Sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan;
3) Meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan, khususnya pada
malam hari;
4) Mendukung keamanan lingkungan;
5) Memberikan keindahan lingkungan jalan.
Dasar perencanaan penerangan jalan
1) Perencanaan penerangan jalan terkait dengan hal-hal berikut ini :
a) Volume lalu-lintas, baik kendaraan maupun lingkungan yang bersinggungan
seperti pejalan kaki, pengayuh sepeda, dll;
Tabel 3.10. Jarak Antar Tiang PJU Berdasarkan Tipikal Distribusi Pencahayaaan dan
Klasifikasi Lampu
a b c d e f
Keterangan : (a) : Di kiri/kanan jalan (d) : Di tengah median jalan
(b) : Di kiri & kanan berselang-seling (e) : Kombinasi
(c) : Di kiri & kanan berhadapan (f) : Katenasi
Tabel 3.11. Penataan Letak PJU
Di daerah-daerah atau kondisi dimana median sangat lebar (> 10 meter) atau
pada jalan dimana jumlah lajur sangat banyak (> 4 lajur setiap arah) perlu
dipertimbangkan dengan pemilihan penempatan lampu penerangan jalan
kombinasi dari cara-cara tersebut di atas dan pada kondisi seperti ini, pemilihan
penempatan lampu penerangan jalan direncanakan sendiri-sendiri untuk setiap
arah lalu-lintas.
Laporan Pendahuluan Bab
III - 56
Penyusunan Identifikasi Data Dan Kajian Teknis Perumahan Untuk Mendukung PSU Di Permukiman
Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Bumbu
Lampu penerangan jalan (PJU) tenaga matahari mempunyai ketinggian tiang yang
berbeda-beda, mulai dari 5m s/d 14m. Jarak antar tiang juga bervariasi mulai dari
15m s/d 40m. Jarak antar tiang tergantung ketinggian tiang, jenis lampu, dan
cahaya yang dibutuhkan (brightness).
Warna cahaya yang dipilih lampu penerangan jalan biasanya yang tergolong
'warm light' bukan 'cool light'. Cool light atau identik dengan warna putih sepintas
jauh lebih terang, tetapi untuk cuaca buruk seperti asap, kabut, hujan gerimis
maupun hujan deras warna 'cool light' sangat tidak dianjurkan. Sedangkan 'warm
light' yang identik dengan warna kuning dipilih karena masalah safety. Dalam
kondisi cuaca buruk maka warna kuning masih dapat tembus sampai ke retina
mata kita.
Terang tidaknya suatu penerangan biasanya diukur dalam satuan lumen yang
merupakan satuan luminasi flux. Sedangkan bila perangkat penerangannya sudah
terpasang maka kekuatan cahaya ( illuminasi rata-rata ) yang sampai ke obyek
biasanya diukur dalam satuan lux atau lumen/m2. Untuk aplikasi Penerangan
Jalan Umum (PJU) biasanya diukur dalam lux per berapa meter ketinggian sumber
cahaya ke alat ukur. Contoh PJU yang mempunyai luminasi flux sebesar 6075
lumen mempunyai illuminasi rata-rata 15 lux / 10m.
Untuk mengakomodasi penghematan energi untuk lampu penerangan jalan (PJU),
lampu hemat energi dengan lifetime yang lama maka dipakailah teknologi LED
untuk PJU. Daya tahannya bisa s/d 50.000 jam dengan sumber daya DC,
bandingkan dengan lampu hemat energi AC buatan merk terkenal yang notabene
cuma bisa bertahan beberapa ribu jam saja dengan pemakaian daya yang lebih
besar. Dengan lamanya interval penggantian lampu berarti juga menghemat biaya
operasional untuk ongkos jasa penggantian bola lampunya saja
d. Sanitasi (TPS 3R)
Standar Kriteria Teknis Penyediaan TPS 3R Permukiman
Diskripsi Umum
- TPS 3 R adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan,
penggunaan ulang, pendauran ulang, dan pengolahan skala kawasan.
- Persyaratan TPS 3R :
o Luas TPS 3R, lebih besar dari 200 m2
Fasilitas TPS 3R
Fasilitas TPS 3R meliputi wadah komunal, areal pemilahan, areal composting
(kompos dan kompos cair), dan dilengkapi dengan fasilitas penunjang lain seperti
saluran drainase, air bersih, listrik, barier (pagar tanaman hidup) dan gudang
penyimpan bahan daur ulang maupun produk kompos serta biodigester (opsional).
Daur Ulang
- Sampah yang didaur ulang minimal adalah kertas, plastik dan logam yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dan untuk mendapatkan kualitas bahan daur ulang
yang baik, pemilahan sebaiknya dilakukan sejak di sumber.
- Pemasaran produk daur ulang dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak
penampung atau langsung dengan industri pemakai.
- Daur ulang sampah B3 Rumah tangga (terutama batu baterai dan lampu neon
bekas) dikumpulkan untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku.
- Daur ulang kemasan plastik (air mineral, minuman dalam kemasan, mie instan,
dan lain-lain) sebaiknya dimanfaatkan untuk barang- barang kerajinan atau
bahan baku produk lainnya.
Pembuatan Kompos
- Sampah yang digunakan sebagai bahan baku kompos adalah sampah dapur
(terseleksi) dan daun potongan tanaman.
- Metode pembuatan kompos dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain
dengan open windrow dan caspary.
- Perlu dilakukan analisa kualitas terhadap produk kompos secara acak dengan
parameter antara lain warna, C/N rasio, kadar N,P,K dan logam berat. Dalam
pengecekan analisa kualitas produk kompos, bisa bekerja sama dengan
Laboratorium Tanah yang ada di universitas atau milik Instansi Pemerintah
setempat.
- Pemasaran produk kompos dapat bekerja sama dengan pihak koperasi dan
dinas (Kebersihan, Pertamanan, Pertanian, dan lain- lain).
Standar minimal desain bangunan TPS 3R Perumahan
Desain bangunan TPS 3R minimal memuat beberapa hal sebagai berikut:
1. Area penerimaan/dropping area;
2. Area pemilahan/separasi;
3. Area pencacahan dengan mesin pencacah;
4. Area komposting dengan metode yang dipilih;
5. Area pematangan kompos/angin;
6. Mempunyai gudang kompos dan lapak serta tempat residu;
7. Mempunyai minimum kantor;
8. Mempunyai sarana air bersih dan sanitasi.
untuk wilayah pelayanan yang tipikal, alokasi kebutuhan air disetiap node
diperkirakan besarnya sesuai dengan persentase bagian luas wilayah
pelayanan;
untuk daerah yang tidak tipikal secara umum, alokasi kebutuhan air harus
dihitung sesuai dengan peruntukkannya. Contohnya taman-taman umum,
industri besar, dan lain-lain;
g) besar tekanan air minimum di jaringan pipa distribusi sebagai berikut:
jaringan distribusi utama : 15 m;
jaringan distribusi pembagi: 11 m;
sambungan pelanggan : 7,5 m.
Tekanan air diukur dari permukaan tanah, sedangkan pada sambungan
pelanggan diukur pada sambungan pipa pelayanan;
h) pemilihan bahan pipa harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut ;
i) perlengkapan jaringan pipa distribusi:
katup (valve), berfungsi untuk membuka dan menutup aliran air dalam pipa
dan dipasang pada:
(a) lokasi ujung pipa tempat aliran air masuk atau aliran air keluar;
(b) setiap percabangan;
(c) pipa outlet pompa;
(d) pipa penguras atau wash out.
Tipe katup yang dapat dipakai pada jaringan pipa distribusi adalah gate valve;
wash out/blow off, dipasang pada tempat-tempat yang relatif rendah
sepanjang jalur pipa, ujung jalur pipa yang mendata dan menurun dan titik
awal jembatan;
katup udara/air valve, dipasang pada titik tertinggi di sepanjang pipa
distribusi, di jembatan pipa dengan perletakan 1/4 panjang bentang pipa dari
arah aliran pada jalur lurus setiap jarak tertentu (750 m - 1000 m);
hidran kebakaran, dipasang pada jaringan pipa distribusi dengan jarak antar
hidran maksimum tidak boleh lebih dari 300 m di depan gedung perkantoran
kran komersil. Hidran kebakaran dipasang pada diameter pipa sekunder
minimum 150 mm.
Perencanaan untuk hidran kebakaran harus sesuai dengan SNI 03-6382-2000;
SNI 19-6773-2002 tentang Spesifikasi Unit Paket Instalasi Penjernihan Air Sistem
Konvensional Dengan Struktur Baja;
SNI 19-6774-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi
Penjernihan Air.
Perencanaan Teknis Unit Distribusi
Air yang dihasilkan dari IPA dapat ditampung dalam reservoir air yang berfungsi
untuk menjaga kesetimbangan antara produksi dengan kebutuhan, sebagai
penyimpan kebutuhan air dalam kondisi darurat, dan sebagai penyediaan kebutuhan
air untuk keperluan instalasi. Reservoir air dibangun dalam bentuk reservoir tanah
yang umumnya untuk menampung produksi air dari sistem IPA, atau dalam bentuk
menara air yang umumnya untuk mengantisipasi kebutuhan puncak di daerah
distribusi. Reservoir air dibangun baik dengan konstruksi baja maupun konstruksi
beton bertulang.
Perencanaan teknis pengembangan SPAM unit distribusi dapat berupa jaringan
perpipaan yang terkoneksi satu dengan lainnya membentuk jaringan tertutup (loop),
sistem jaringan distribusi bercabang (dead-end distribution system), atau kombinasi
dari kedua sistem tersebut (grade system). Bentuk jaringan pipa distribusi ditentukan
oleh kondisi topografi, lokasi reservoir, luas wilayah pelayanan, jumlah pelanggan
dan jaringan jalan dimana pipa akan dipasang.Ketentuan-ketentuan yang harus
dipenuhi dalam perancangan denah (lay-out) sistem distribusi adalah sebagai
berikut:
Denah (Lay-out) sistem distribusi ditentukan berdasarkan keadaan topografi
wilayah pelayanan dan lokasi instalasi pengolahan air;
Tipe sistem distribsi ditentukan berdasarkan keadaan topografi wilayah
pelayanan; c) Jika keadaan topografi tidak memungkinkan untuk sistem gravitasi
seluruhnya, diusulkan kombinasi sistem gravitasi dan pompa. Jika semua wilayah
pelayanan relatif datar, dapat digunakan sistem perpompaan langsung, kombinasi
dengan menara air, atau penambahan pompa penguat (booster pump);
Jika terdapat perbedaan elevasi wilayah pelayanan terlalu besar atau lebih dari 40
m, wilayah pelayanan dibagi menjadi beberapa zone sedemikian rupa sehingga
memenuhi persyaratan tekanan minimum.
Untuk mengatasi tekanan yang berlebihan dapat digunakan katup pelepas tekan
(pressure reducing valve). Untuk mengatasi kekurangan tekanan dapat digunakan
pompa penguat.
Perencanaan Teknis Unit Pelayanan
Unit Pelayanan terdiri dari sambungan rumah, hidran/kran umum,terminal air, hidran
kebakaran dan meter air.
Sambungan Rumah
Yang dimaksud dengan pipa sambungan rumah adalah pipa danperlengkapannya,
dimulai dari titik penyadapan sampai dengan meterair. Fungsi utama dari sambungan
rumah adalah:
mengalirkan air dari pipa distribusi ke rumah konsumen;
untuk mengetahui jmlah air yang dialirkan ke konsumen. Perlengkapan minimal
yang harus ada pada sambungan rumah adalah:
bagian penyadapan pipa;
meter air dan pelindung meter air atau flowrestrictor;
katup pembuka/penutup aliran air;
pipa dan perlengkapannya.
Hidran/Kran Umum
Pelayanan Kran Umum (KU) meliputi pekerjaan perpipaan danpemasangan meteran
air berikut konstruksi sipil yang diperlukansesuai gambar rencana. KU menggunakan
pipa pelayanan dengandiameter ¾”–1” dan meteran air berukuran ¾”. Panjang
pipapelayanan sampai meteran air disesuaikan dengan situasi dilapangan/pelanggan.
Konstruksi sipil dalam instalasi sambunganpelayanan merupakan pekerjaan sipil yang
sederhana meliputipembuatan bantalan beton, meteran air, penyediaan kotak
pengamandan batang penyangga meteran air dari plat baja beserta anakkuncinya,
pekerjaan pemasangan, plesteran dan lain-lain sesuaigambar rencana.Instalasi KU
dibuat sesuai gambar rencana dengan ketentuansebagai berikut:
lokasi penempatan KU harus disetujui oleh pemilik tanah
saluran pembuangan air bekas harus dibuat sampai mencapai saluran air
kotor/selokan terdekat yang ada
KU dilengkapi dengan meter air diameter ¾”