1 Peraturan Perundang-Undangan
2.1.1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Cipta Kerja merupakan upaya penciptaan kerja melalui usaha
kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil,
dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan berusaha, dan
investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional. Undang-
undang Cipta Kerja dibentuk dengan tujuan untuk beberapa hal diantaranya:
1. Menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan memberikan
kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan terhadap koperasi dan
UMK-M serta industri dan perdagangan nasional sebagai upaya untuk
dapat menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya dengan
tetap memperhatikan keseimbangan dan kemajuan antar daerah dalam
kesatuan ekonomi nasional;
2. Menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan, serta mendapat
imbalan dalam perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja;
3. Melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan
dengan keberpihakan, penguatan, dan perlindungan bagi koperasi dan
UMK-M serta industri nasional; dan
4. Melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan
dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan
proyek strategis nasional yang berorientasi pada kepentingan nasional
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 1
yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi nasional
dengan berpedoman pada Haluan ideologi Pancasila.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 2
e. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
f. Kerja sama penataan ruang antar negara dan memfasilitasi kerja
sama penataan ruang antar provinsi.
2. Wewenang dalam pelaksanaan penataan ruang nasional:
a. Perencanaan tata ruang wilayah nasional;
b. Pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan
c. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional.
3. Wewenang dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis
nasional:
a. Penetapan kawasan strategis nasional;
b. Perencanaan tata ruang kawasan strategis nasional;
c. Pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan
d. Pengendalian pemanfaatan penataan ruang kawasan strategis
nasional.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 3
a. Rencana tata ruang wilayah nasional;
b. Rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
c. Rencana tata ruang wilayah Kabupaten/ Kota.
2. Rencana rinci tata ruang:
a. Rencana tata ruang pulau/ kepulauan dan rencana tata ruang
kawasan strategis nasional; dan
b. Rencana detail tata ruang kabupaten/ kota.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 4
RTRW NASIONAL RTRW PROVINSI RTRW KABUPATEN/ KOTA
ruang wilayah nasional; wilayah provinsi; wilayah kabupaten;
2. Rencana struktur ruang 2. Rencana struktur ruang 2. Rencana struktur ruang
wilayah nasional yang wilayah provinsi yang wilayah kabupaten yang
meliputi sistem perkotaan meliputi sistem perkotaan
meliputi Sistem
dalam wilayahnya yang di wilayahnya yang terkait
perkotaan nasional berkaitan dengan dengan kawasan
yang terkait dengan kawasan perdesaan perdesaan dan sistem
kawasan perdesaan dalam wilayah jaringan prasarana
dalam wilayah pelayanannya dan sistem wilayah kabupaten;
pelayanannya dan jaringan prasarana 3. Rencana pola ruang
Sistem jaringan wilayah provinsi; wilayah kabupaten yang
3. Rencana pola ruang meliputi kawasan lindung
prasarana utama.
wilayah provinsi yang kabupaten dan kawasan
3. Rencana pola ruang meliputi kawasan lindung budi daya kabupaten;
wilayah nasional yang dan kawasan budidaya 4. Arahan pemanfaatan
meliputi Kawasan yang memiliki nilai ruang wilayah kabupaten
lindung nasional dan strategis provinsi; yang berisi indikasi
Kawasan budidaya 4. Arahan pemanfaatan program utama jangka
nasional. ruang wilayah provinsi menengah lima tahunan;
yang berisi indikasi dan
4. Penetapan kawasan
program utama jangka 5. Ketentuan pengendalian
strategis nasional; menengah lima tahunan; pemanfaatan ruang
5. Arahan pemanfaatan dan wilayah kabupaten yang
ruang yang berisi 5. Arahan pengendalian berisi ketentuan umum
indikasi program utama pemanfaatan ruang zonasi, ketentuan
jangka menengah 5 wilayah provinsi yang kesesuaian kegiatan
(lima) tahunan; dan berisi indikasi arahan pemanfaatan ruang,
zonasi sistem provinsi, ketentuan insentif dan
6. Arahan pengendalian
arahan kesesuaian disinsentif, serta arahan
pemanfaatan ruang
kegiatan pemanfaatan sanksi.
wilayah nasional yang
ruang, arahan insentif dan
berisi indikasi arahan
disinsentif, serta arahan
zonasi sistem
sanksi.
nasional, arahan
kesesuaian kegiatan
pemanfaatan ruang,
arahan insentif dan
disinsentif, serta
arahan sanksi.
MENJADI 1. Penyusunan rencana 1. Penyusunan rencana Penyusunan rencana
PEDOMAN pembangunan jangka pembangunan jangka pembangunan jangka
Panjang nasional; Panjang daerah; Panjang daerah;
2. Penyusunan rencana Penyusunan rencana
2. Penyusunan rencana
pembangunan jangka pembangunan jangka
pembangunan jangka menengah daerah; menengah daerah;
menengah nasional; 3. Pemanfaatan ruang dan Pemanfaatan ruang dan
3. Pemanfaatan ruang pengendalian pengendalian
dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam pemanfaatan ruang di
pemanfaatan ruang di wilayah provinsi; wilayah kabupaten;
wilayah nasional; 4. Perwujudan keterpaduan, Perwujudan keterpaduan,
keterkaitan, dan keterkaitan, dan
4. Perwujudan
keseimbangan kesimbangan antar sektor;
keterpaduan,
perkembangan dan
keterkaitan, dan
antarwilayah kabupaten/ Penetapan lokasi dan
keseimbangan
kota, serta keserasian fungsi ruang untuk
perkembangan antar
antar sektor; investasi.
wilayah provinsi, serta
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 5
RTRW NASIONAL RTRW PROVINSI RTRW KABUPATEN/ KOTA
keserasian antar 5. Penetapan lokasi dan
sektor; fungsi ruang untuk
5. Penetapan lokasi dan investasi; dan
fungsi ruang untuk 6. Penataan ruang wilayah
investasi; kabupaten/ kota.
6. Penataan ruang
kawasan strategis
nasional; dan
7. Penataan ruang
wilayah provinsi dan
kabupaten/ kota.
Jangka
Waktu 20 Tahun 20 Tahun 20 Tahun
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 6
Terdapat beberapa perubahan yang signifikan, khususnya terhadap
substansi dokumen rencana tata ruang baik pada tingkat Nasional (RTRWN),
Provinsi (RTRWP), Kabupaten/ Kota (RTRWK), dan RDTR Kota. Ketentuan
tentang substansi rencana tata ruang dapat dilihat pada tabel berikut.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 7
RTRW NASIONAL RTRW PROV RTRW KAB RDTR KOTA
arahan pengendalian wilayah provinsi yang pengendalian pemerintahan,
pemanfaatan ruang berisi indikasi arahan pemanfaatan ruang pariwisata,
wilayah nasional peraturan zonasi sistem wilayah kabupaten perindustrian)
yang berisi indikasi provinsi, arahan yang berisi ketentuan dalam blok-blok
arahan peraturan perizinan, arahan umum peraturan peruntukan.
zonasi sistem insentif dan disinsentif, zonasi, ketentuan 3. Pedoman pelaksanaan
nasional, arahan serta arahan sanksi. perizinan, ketentuan pembangunan kawasan
perizinan, arahan insentif dan fungsional perkotaan
insentif dan disinsentif, serta meliputi:
disinsentif, serta arahan sanksi. a. Arahan kepadatan
arahan sanksi. bangunan (net
density/KDB) untuk
setiap blok
peruntukan;
b. Arahan ketinggian
bangunan
(maximum
height/KLB) untuk
setiap blok
peruntukan;
c. Arahan garis
sempadan
bangunan untuk
setiap blok
peruntukan;
d. Rencana
penanganan
lingkungan blok
peruntukan;
e. Rencana
penanganan
jaringan prasarana
dan sarana.
Pedoman pengendalian
pemantaatan ruang
kawasan fungsional
perkotaan.
PEDOMAN penyusunan rencana penyusunan rencana penyusunan rencana penyusunan rencana
pembangunan pembangunan jangka pembangunan jangka pembangunan jangka
jangka panjang panjang daerah; panjang daerah; panjang daerah;
nasional; penyusunan rencana penyusunan rencana penyusunan rencana
penyusunan rencana pembangunan jangka pembangunan jangka pembangunan jangka
pembangunan menengah daerah; menengah daerah; menengah daerah;
jangka menengah pemanfaatan ruang dan pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang dan
nasional; pengendalian dan pengendalian pengendalian
pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang di pemanfaatan ruang di
dan pengendalian dalam wilayah provinsi; wilayah kabupaten; wilayah kabupaten;
pemanfaatan ruang mewujudkan mewujudkan mewujudkan
di wilayah nasional; keterpaduan, keterpaduan, keterpaduan,
mewujudkan keterkaitan, dan keterkaitan, dan keterkaitan, dan
keterpaduan, keseimbangan keseimbangan keseimbangan
keterkaitan, dan perkembangan antarsektor; antarsektor;
keseimbangan antarwilayah penetapan lokasi dan penetapan lokasi dan
perkembangan kabupaten/kota, serta fungsi ruang untuk fungsi ruang untuk
antarwilayah keserasian antarsektor; investasi; dan investasi; dan
provinsi, serta penetapan lokasi dan penataan ruang penataan ruang
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 8
RTRW NASIONAL RTRW PROV RTRW KAB RDTR KOTA
keserasian fungsi ruang untuk kawasan strategis kawasan kota.
antarsektor; investasi; kabupaten.
penetapan lokasi penataan ruang
dan fungsi ruang kawasan strategis
untuk investasi; provinsi; dan
penataan ruang penataan ruang wilayah
kawasan strategis kabupaten/kota.
nasional; dan
penataan ruang
wilayah provinsi dan
kabupaten/kota.
Jangka Waktu 20 Tahun 20 Tahun 20 Tahun 20 Tahun
Peninjauan 5 Tahun sekali atau 5 Tahun sekali atau 5 Tahun sekali atau 5 Tahun sekali atau
Kembali lebih dari 1 kali lebih dari 1 kali dalam 5 lebih dari 1 kali dalam lebih dari 1 kali dalam 5
dalam 5 tahun pada tahun pada kondisi 5 tahun pada kondisi tahun pada kondisi
kondisi lokasi lokasi strategis tertentu lokasi strategis lokasi strategis tertentu
strategis tertentu tertentu
Penetapan Peraturan Peraturan Daerah Peraturan Daerah Peraturan Daerah
Pemerintah Provinsi Kabupaten Kabupaten
Sumber : Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 9
distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Sistem jaringan sekunder
merupakan jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa
untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan
kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Adapun penjelasan jalan umum
menurut fungsinya, sebagai berikut:
1. Jalan Arteri:
Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan Kolektor:
Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal:
Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
4. Jalan Lingkungan:
Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri
perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 10
Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Adapun penjelasan
jalan menurut statusnya, sebagai berikut:
1. Jalan Nasional:
Jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta
jalan tol.
2. Jalan Provinsi:
Jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan
ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/ kota, atau antar ibukota
kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
3. Jalan Kabupaten:
Jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk
kedalam jalan nasional dan jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota
kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota
kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta
jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah
kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
4. Jalan Kota:
Jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan
antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan
dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar
pusat permukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan Desa:
Jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman
di dalam desa, serta jalan lingkungan.
Selain itu, untuk pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas,
jalan dibagi dalam beberapa kelas jalan. Pembagian kelas jalan diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan
angkutan jalan. Peraturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyedia
prasarana jalan dikelompokkan atas jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan
sedang, dan jalan kecil.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 11
Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan (RUMAJA), ruang milik
jalan (RUMIJA), dan ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Adapun penjelasan
bagian-bagian jalan sebagai berikut:
1. Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA):
Meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.
2. Ruang Milik Jalan (RUMIJA):
Ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar manfaat jalan.
3. Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA):
Ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang ada di bawah pengawasan
penyelenggara jalan.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 12
1. Mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan penataan ruang;
2. Memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta hak dan kewajibannya
dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan
3. Mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
Penataan ruang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan. Akan tetapi, pengelolaan
sumber daya ruang laut dan ruang udara diatur dengan Undang-Undang
tersendiri. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, adanya integrasi antara tata ruang
darat dan laut.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 13
Gambar 2.7 Satu Produk Rencana Tata Ruang
Sumber : PP No.21 Tahun 2021
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 14
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten/ Kota
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang diatur dengan Peraturan Menteri.
Penyusunan RDTR Kabupaten/ Kota dapat mencakup kawasan dengan
beberapa karakteristik diantaranya:
1. Karakteristik perkotaan:
Kawasan dengan karakteristik perkotaan merupakan kawasan yang
memiliki fungsi utama sebagai:
a. Kegiatan ekonomi;
b. Kegiatan lingkungan hidup;
c. Kegiatan sosial; dan
d. Kegiatan budaya dengan karakteristik perkotaan.
2. Karakteristik perdesaan:
Kawasan dengan karakteristik perdesaan merupakan kawasan yang
memiliki fungsi utama sebagai:
a. Kegiatan ekonomi;
b. Kegiatan lingkungan hidup;
c. Kegiatan sosial; dan
d. Kegiatan budaya dengan karakteristik perdesaan.
3. Kawasan lintas kabupaten/ kota:
Secara fungsional terdapat di lebih dari 1 (satu) wilayah Kabupaten/ Kota
yang berbatasan, dilaksanakan secara terintegrasi oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/ Kota terkait.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 15
Dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten/
Kota, terdapat beberapa subsatansi yang harus dilaksanakan yang terdiri dari
beberapa hal diantaranya dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 16
4. Penetapan rancangan peraturan kepala daerah Kabupaten/ Kota tentang
RDTR Kabupaten/ Kota oleh Bupati/ Wali Kota sesuai dengan
persetujuan substansi oleh Menteri.
B. Pemanfaatan Ruang:
Pelaksanaan pemanfaatan ruang dilakukan melalui beberapa hal
diantaranya sebagai berikut:
1. Pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang; dan
2. Pelaksanaan sinkronisasi program pemanfaatan ruang.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 17
Pelaksanaan singkronisasi program pemanfaatan ruang dilaksankan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sinkronisasi program pemanfaatan
ruang menghasilkan beberapa dokumen, diantaranya:
1. Sinkronisasi program pemanfaatan ruang jangka menengah 5 (lima)
tahunan; dan
2. Sinkronisasi program pemanfaatan ruang jangka pendek 1 (satu)
tahunan.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 18
2.11.1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021
Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung
Bangunan Gedung merupakan wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, Sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/ atau di dalam tanah dan/ atau air, yang berfungsi sebagai tempat
mansia melakukan kegiatannya baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
Kemudahan hubungan ke, dari, dan didalam bangunan menyediakan fasilitas
dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman bagi setiap pengguna dan
pengunjung bangunan Gedung.
Penyedia fasilitas dan aksesibilitas hubungan ke, dari, dan di dalam
bangunan salah satunya yaitu Hubungan Horizontal antar ruang/ antar bangunan
yang dapat memudahkan hubungan pada Bangunan Gedung. Fasilitas dan
aksesibilitas tersebut terdiri dari beberapa hal diantaranya :
1. Pintu;
2. Selasar;
3. Koridor;
4. Jalur pedestrian;
5. Jalur pemandu; dan/ atau
6. Jembatan penghubung antar ruang atau antar bangunan.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 19
1. Permukaan :
a. Permukaan jalur pedestrian harus stabil, kuat, tahan cuaca, dan tidak
licin;
b. Perlu dihindari penggunaan sambungan atau gundukan pada
permukaan, apabila terpaksa ada, tingginya harus tidak lebih dari
1,25 cm; dan
c. Apabila menggunakan karet maka bagian tepi harus dengan
konstruksi yang permanen.
2. Ukuran :
a. Lebar jalur pedestrian tidak kurang dari 150 cm untuk jalur satu arah
dan tidak kurang dari 160 cm untuk jalur dua arah; dan
b. Lebar jalur pedestrian dapat berukuran 180 – 300 cm atau lebih untuk
memenuhi kebutuhan terhadap intensitas pejalan kaki tinggi.
3. Kelandaian :
a. Kelandaian sisi lebar jalur pedestrian paling besar 2°; dan
b. Kelandaian sisi panjang jalur pedestrian paling besar 5°.
4. Area Istirahat :
Setiap jarak 900 cm, jalur pedestrian dapat dilengkai dengan tempat
duduk untuk istirahat.
5. Pencahayaan berkisar antara 50 – 150 lux tergantung pada intensitas
pemakaian, tingkat bahaya, dan kebutuhan keamanan.
6. Drainase :
Jalur pedestrian disediakan berikut drainase yang dibuat tegak lurus arah
jalur dengan kedalaman paling tinggi 1,5 cm;
7. Tepi pengaman/ kanstin (low curb) :
a. Jalur pedestrian perlu dilengkapi dengan tepi pengaman/ kanstin (low
curb) yang berfungsi sebagai penghentian roda kendaraan dan
tongkat penyandang disabilitas Netra agar terhindar dari area yang
berbahaya; dan
b. Tepi pengaman/ kanstin (low curb) dibuat dengan ketinggian paling
rendah 10 cm dan lebar 15 cm di sepanjang jalur pedestrian.
8. Jalur pedestrian perlu dilengkapi dengan pemandu/ penanda antara lain :
a. Jalur pemandu bagi penyandang disabilitas Netra;
b. Tempat sampah dan perabot jalan (steet furniture) lainnya;
c. Penanda untuk akses pejalan kaki;
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 20
d. Sinyal suara yang dapat didengar;
e. Pesan-pesan verbal; dan
f. Informasi lewat getaran.
9. Ram pada jalur pedestrian diletakkan di setiap persimpangan, prasarana
ruang pejalan kaki yang memasuki pintu keluar masuk bangunan atau
kaveling.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 21
Gambar 2.13 Sudut Kemiringan Maksimal RAM pada Jalur Pedestrian
Sumber : PP Nomor 16 Tahun 2021
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 22
Gambar 2.16 Contoh Penerapan Bagku Istirahat
Sumber : PP Nomor 16 Tahun 2021
B. Jalur Pemandu :
Jalur Pemandu berfungsi sebagai jalur sirkulasi bagi Penyandang
Disabilitas Netra termasuk penyandang gangguan penglihatan yang hanya
mampu melihat sebagian yang terdiri atas ubin pengarah dan ubin peringatan.
Terdapat beberapa persyaratan untuk merencanakan jalur pemandu diantaranya
sebagai berikut :
1. Ubin pengarah (guiding block) bermotif garis berfungsi untuk
menunjukkan arah perjalanan;
2. Ubin peringatan (warning block) bermotif bulat berfungsi untuk
memberikan peringatan terhadap adanya perubahan situasi disekitarnya;
3. Ubin pengarah (guiding block) dan ubin peringatan (warning block) harus
dipasang dengan benar sehingga dapat memberikan orientasi yang jelas
pada penggunanya;
4. Jalur pemandu harus dipasang diantara :
a. Di depan jalur lalu lintas kendaraan;
b. Di depan pintu masuk/ keluar dari dan ke tangga atau fasilitas
persilangan dengan perbedaan ketinggian lantai;
c. Di pintu masuk/ keluar Bangunan Gedung untuk kepentingan umum
termasuk terminal transportasi umum atau area penumpang; dan
d. Pada sepanjang jalur pedestrian.
5. Ubin pengarah (guiding block) dan ubin peringatan (warning block) harus
dibuat dari material yang kuat, tidak licin, dan diberikan warrna yang
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 23
kontras dengan warna ubin eksisting seperti kuning, jingga, atau warna
lainnya sehingga mudah dikenali oleh penyandang gangguan penglihatan
yang hanya mampu melihat Sebagian (low vision); dan
6. Ubin pengarah (guding block) dan ubin peringatan (warning block)
dipasang pada bagian tepi jalur pedestrian untuk memudahkan
pergerakan penyandang disabilitas Netra termasuk penyandang
gangguan penglihatan yang hanya mampu melihat Sebagian (low vision).
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 24
Gambar 2.19 Contoh Gambar dan Jenis Jalur Pemandu
Sumber : PP Nomor 16 Tahun 2021
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 25
Gambar 2.20 Prinsip Perencanaan Jalur Pemandu
Sumber : PP Nomor 16 Tahun 2021
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 26
Gambar 2.22 Contoh Penerapan Ubin Pemandu
Sumber : PP Nomor 16 Tahun 2021
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 27
3. Koridor;
4. Jalur pedestrian;
5. Jalur pemandu; dan/ atau
6. Jembatan penghubung antar ruang/ antar bangunan.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 28
1. Konektivitas dan kontinuitas antar ruang/ antar bangunan;
2. Keamanan, kenyamanan, dan kemudahan pengguna; dan
3. Penempatan pada koridor, jalur pedestrian, dan ruang terbuka.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 29
5. Jalur pejalan kaki harus diperkeras dan dibuat sedemikian rupa sehingga
apabila hujan, permukaannya tidak licin, tidak terjadi genangan air, serta
disarankan untuk dilengkapi dengan peneduh;
6. Untuk menjaga keselamatan dan keleluasaan pejalan kaki, sebaiknya
dipisahkan secara fisik dari jalur lalu lintas kendaraan; dan
7. Pertemuan antara jenis jalur pejalan kaki yang menjadi satu kesatuan
harus dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan keamanan dan
kenyamanan bagi pejalan kaki.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 30
Gambar 2.23 Perspektif Sidewalk
Sumber : Pedoman Teknik No.032/T/BM/1999
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 31
2. Ruang Pejalan Kaki di Sisi Air (Promenade) :
Ruang pejala kaki yang pada salah satu sisinya berbatasan dengan
badan air.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 32
3. Ruang Pejalan Kaki di Kawasan Komerisal/ Perkantoran (Arcade) :
Ruang pejalan kaki yang berdampingan dengan bangunan pada salah
satu atau kedua sisinya.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 33
Ruang pejalan kaki di pusat kawasan bisnis dan pusat kota ini adalah
area yang harus dirancang untuk mengakomodir volume yang lebih besar
dari pejalan kaki disbanding di area-area kawasan permukiman. Batas
jalanan (jalur transportasi) pada area ini dapat dimanfaatkan untuk
berbagai tujuan yang beragam dan secara umum terdiri dari beberapa
zona, antara lain :
a. Zona bagian depan Gedung;
b. Zona bagi pejalan kaki;
c. Zona bagi tanaman/ perabot’ dan
d. Zona untuk pinggiran jalan.
Pembagian zona ini dimaksudkan agar ruang pejalan kaki yang ada dapat
tetap melayani para pejalan kaki yang melintasi area ini dengan nyaman.
Pembagian zona akan lebih rinci dibahas pada zona prasarana dan
sarana ruang pejalan kaki di pusat kota.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 34
Gambar 2.30 Potongan dan Tampak Atas Green Pathway
Sumber : Pedoman Teknik No.032/T/BM/1999
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 35
Gambar 2.32 Potongan dan Tampak Atas Ruang Pejalan Kaki yang
Terletak di Bawah Tanah
Sumber : Pedoman Teknik No.032/T/BM/1999
Ruang pejalan kaki dibawah tanah ini harus terhubung dengan tempat-
tempat penyebrangan bagi pejalan kaki di bawah tanah. Tempat
penyebrangan ini harus mampu dilihat dengan tepat untuk dapat
melewatinya. Untuk membantu jarak pandang di malam hari, tempat
penyebrangan di bawah jalan harus menyediakan penerangan yang
cukup.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 36
Gambar 2.34 Potongan dan Tampak Atas Ruang Pejalan Kaki di Atas
Tanah
Sumber : Pedoman Teknik No.032/T/BM/1999
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 37
Gambar 2.35 Zona Jalur Pejalan Kaki di Pusat Kota/ Bisnis
Sumber : Pedoman Teknik No.032/T/BM/1999
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 38
kesempatan bagi para pejalan kaki yang berdampingan atau bagi pejalan kaki
yang berjalan berlawanan arah satu sama lain.
Zona yang digunakan untuk pejalan kaki di jalan lokal dan jalan kolektor
adalah 1,2 meter dan jalan arteri serta jalan utama adalah 1,8 meter. Ruang
tambahan diperlukan untuk tempat pemberhentian dan halte bus dengan luas
1,5 meter X 2,4 meter. Zona pejalan kaki tidak boleh kurang dari 1,2 meter yang
merupakan lebar minimum yang dibutuhkan untuk orang yang membawa hewan
peliharaan, pengguna alat bantu jalan, dan para pejalan kaki.
Zona Tanaman/ Perabot Jalan dapat berfungsi sebagai zona penahan
antara zona lalu – lintas (kendaraan cepat) dengan zona pejalan kaki. Area ini
berfungsi sebagai penyangga dan menjadi tempat untuk meletakan berbagai
elemen perabot jalan (hidran air, kios, telepon umum, bangku-bangku, tanda-
tanda, dan lain-lain).
Zona Pinggir Jalan merupakan bagian intergral dari jalan dan sistem
saluran air, serta berfungsi sebagai pembatas antara zona lalu-lintas (jalan raya)
dengan zona tanaman/ perabot atau zona pejalan kaki.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 39
Perencanaan Jalur Pejalan Kaki Pada Jalan Umum. Pedoman ini menetapkan
ketentuan mengenai fasilitas pejalan kaki yang terletak dalam Ruang Manfaat
Jalan (RUMAJA).
Prinsip umum perencanaan fasilitas pejalan kaki sekurang-kurangnya
memenuhi kaidah sebagai berikut :
1. Memenuhi aspek keterpaduan siste, dari penataan lingkungan, sistem
transportasi, dan aksesibilitas antar kawasan;
2. Memenuhi aspek kontinuitas, yaitu menghubungkan antara tempat asal
ke tempat tujuan, dan sebaliknya;
3. Memenuhi aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanan; dan
4. Memenuhi aspek aksesibilitas, dimana fasilitas yang direncanakan harus
dapat diakses oleh seluruh pengguna, termasuk oleh pengguna dengan
berbagai keterbatasan fisik.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 40
kaki di kawasan perkotaan berdasarkan tata guna lahan, fungsi, dan tipe jalan
dapat dilihat sebagai berikut :
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 41
Kemiringan memanjang trotoar idealnya 8% dan disediakan landasan
datar setiap jarak 9 m dengan panjang minimal 1,2 m. kemiringan melintang
trotoar harus memiliki kemiringan permukaan 2% - 4% untuk kepentingan
penyaluran air permukaan. Arah kemiringan permukaan disesuaikan dengan
perencanaan drainase.
Pelandaian diletakkan pada jalan masuk, persimpangan, dan tempat
penyebrangan pejalan kaki. Persyaratan khusus untuk pelandaian adalah
sebagai berikut :
1. Tingkat kelandaian maksimum 12 % (1:8) dan disarankan 8 % (1:12).
untuk mencapai nilai tersebut, pelandaian sedapat mungkin berada dalam
zona jalur fasilitas. Bila perlu ketinggian trotoar bisa diturunkan; dan
2. Area landau harus memiliki penerangan yang cukup.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 42
2. Menyediakan akses bagi pejalan kaki; dan
3. Meningkatkan visibilitas antara mobil dan pejalan kaki di jalan masuk.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 43
Gambar 2.40 Elemen Desain Jalan Masuk
Elemen Isu Utama Informasi Tambahan
Kemiringan memanjang maksimum 12 Kemiringan memanjang disarankan 8
% (1:8) % (1:12)
Kemiringan melintang maksimum 2 %
Harus konsisten sepanjang ramp
Pelandaian (ramp) (1:50)
Lebar minimum 1,2 m Disarankan 1,5 m
Ubin kubah sebagai peringatan dan
Ubin pemandu
ubin garis sebagai pengarah.
Kemiringan melintang dan memanjang Untuk mencegah pengguna kursi roda
Datar (landing) maksimum 2% (1:50) kehilangan keseimbangan atau bergulir
Lebar minimum 1,2 m Disarankan 1,5 m
Sumber : SE Menteri PUPR Nomor 02/SE/M/2018
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 44
fasilitas pendukung seperti tempat duduk, atap peneduh, dan kelengkapan
lainnya.
Jarak yang umumnya digunakan penentuan jarak antara halte dan/ atau
tempat pemberhentian bis adalah 300 m. untuk detail jarak antar halte dan/ atau
tempat pemberhentian bis mengacu kepada Keputusan Direktur Jenderal
Perhubungan Darat Nomor 271/HK/105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis
Rekayasa Tempat Pemberhentian Kendaraan Penumpang Umum.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 45
Gambar 2.44 Kebijakan Pembangunan
2.44.1 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Pembangunan nasional adalah upaya seluruh komponen bangsa dalam
rangka mencapai tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Jalan perubahan adalah jalan ideologis yang bersumber pada
Proklamasi, Pancasila 1 Juni 1945, dan Pembukaan UUD 1945.
Proklamasi dan Pancasila 1 Juni 1945 menegaskan jatidiri dan identitas
bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Pembukaan
UUD 1945 dengan jelas mengamanatkan arah tujuan nasional dari pembentukan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu untuk:
1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2. Memajukan kesejahteraan umum;
3. Mencerdasakan kehidupan bangsa; dan
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 46
Makmur : berarti seluruh kebutuhan hidup masyarakat Indonesia telah
terpenuhi sehingga dapat memberikan makna dan arti penting
bagi bangsa-bangsa lain.
Visi :
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 47
Misi :
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 48
4. Penyederhanaan Birokrasi:
Memprioritaskan investasiuntuk penciptaan lapangan kerja, memangkas
prosedur dan birokrasi yang panjang, dan menyederhanakan eselonisasi.
5. Transformasi Ekonomi:
Melakukan transformasi ekonomi dari ketergantungan SDA menjadi daya
saing manufaktur dan jasa modern yang mempunyai nilai tambah tinggi
bagi kemakmuran bangsa demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 49
1. Meningkatnya pemerataan antarwilayah (KBI-KTI, Jawa-luar Jawa);
2. Meningkatnya keunggulan kompetitif pusat-pusat pertumbuhan wilayah;
3. Meningkatnya kualitas dan akses pelayanan dasar, daya saing serta
kemandirian daerah; dan
4. Meningkatnya sinergi pemanfaatan ruang wilayah.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 50
Hal tersebut maka diperlukan penyusunan Dokumen Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) guna dapat mendukung 7 Agenda Pembangunan. Selaras
dengan Rencana Detail Tata Ruang, substansi yang diharuskan ada diantaranya
Rencana Struktur Ruang. Dalam Rencana Struktur Ruang salah satu substansi
yang direncanakan adalah Rencana Pengembangan Jaringan Prasarana
Lainnya. Salah satu substansi dalam Rencana Pengembangan Jaringan
Prasarana Lainnya diantaranya Jalur Pejalan Kaki. Sehingga Rencana Detail
Tata Ruang dapat menjadi salah satu pedoman bagi penyusunan Kajian
Penataan Jalur Pedestrian Perkotaan Pringsewu.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 51
daerah yang aman juga akan meningkatkan minat investasi yang pada
gilirannya akan menciptakan kesempatan kerja.
2. Kehidupan masyarakat yang berbudaya :
Kondisi masyarakat yang cerdas (smart) dalam mengembangkan potensi
dirinya, yang didukung dengan pendidikan yang baik dan merata, lebih
memahami demokrasi, lebih kreatif (inovatif) dan produktif dalam
berkarya, serta lebih siap berinteraksi (beradaptasi) dengan perubahan
dan masyarakat global, serta tidak mudah terprovikasi oleh pengaruh-
pengaruh yang kontraproduktif terhadap pembangunan.
3. Kehidupan masyarakat yang maju dan berdaya saing :
Kondisi kehidupan yang lebih produktif yang didukung dengan sarana dan
prasarana pelayanan publik yang baik dan merata, sehingga masyarakat
siap beradaptasi dengan teknologi dalam memanfaatkan peluang,
termasuk dalam persaingan global.
4. Kehidupan masyarakat yang sejahtera :
Kondisi masyarakat yang terlepas dari kemiskinan dan keterbelakangan
yang dicirikan dengan kehidupan yang sehat, pendapat yang lebih baik
dan merata, tercukupinya kebutuhan sandang, pangan, papan,
pendidikan, dan kesehatan.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 52
5. Misi – 5 :
Membangun kekuatan ekonomi masyarakat berbasis pertanian dan
wilayah perdesaan yang seimbang dengan wilayah perkotaan.
6. Misi – 6 :
Mewujudkan pembangunan daerah berkelanjutan untuk kesejahteraan
Bersama.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 53
“PRINGSEWU BERDAYA SAING, HARMONIS DAN SEJAHTERA
(BERSAHAJA)”
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 54
nyaman, tenteram, damai, sentosa dan makmur lahir bathin, yang
diindikasikan dengan :
a. terpenuhinya kebutuhan dasar, mencakup kebutuhan pangan, sandang
dan papan;
b. terpunuhinya pelayanan dasar, mencakup pelayanan pendidikan;
pelayanan kesehatan; pelayanan pekerjaan umum dan penataan ruang;
pelayanan perumahan rakyat dan kawasan permukiman; pelayanan
ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat; serta
pelayanan sosial.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 55
Gambar 2.47 Keterkaitan Visi Kabupaten Pringsewu Tahun 2017-2022.
Sumber : RPJMD Kab.Pringsewu 2017-2022
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 56
Pringsewu sebagai daerah transit dan sekaligus penyangga. Karena itu
sektor perdagangan, jasa dan industri kecil dan menengah perlu dikelola
secara baik sehingga dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap
kesejahteraan masyarakat.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 57
No. Isu Strategis No. Misi
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 58
4. Terciptanya sistem Meningkatkan sarana, Peningkatan sarana, prasarana
transportasi yang prasarana dan fasilitas dan fasilitas perhubungan
terintegrasi dan perhubungan yang berdasarkan rencana
nyaman. memadai dan handal. pengembangan wilayah.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 59
budaya. Meningkatkan Peningkatan pelestarian dan
pelestarian dan pengembangan nilai-nilai luhur
pengembangan nilai- seni dan budaya lokal.
nilai lihur seni dan
budaya lokal.
Misi 3 : Meningkatkan Daya Saing Perekonomian Masyarakat.
TUJUAN SASARAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN
Peningatan 1. Berkembangnya Meningkatkan sarana Peningkatan sarana dan
pertumbuhan sarana dan prasarana dan prasarana, prasarana, kebersihan,
dan perekonomian kebersihan, keamanan keamanan serta ketertiban pasar.
pemerataan masyarakat pada pusat serta ketertiban pasar
perekonomian pertumbuhan primer, Meningkatkan kapasitas Peningkatan kapasitas lembaga
masyarakat. skunder dan tersier. lembaga dan dan pemberdayaan koperasi,
pemberdayaan UMKM, industri kecil, serta
koperasi, UMKM, pengendalian perdagangan.
industri kecil, serta
pengendalian
perdagangan.
Misi 4 : Memperkuat Kualitas Ketahanan Pangan dan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan.
TUJUAN SASARAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN
Terwujudnya 1. Meningkatnya produksi Meningkatkan produksi Peningkatan daya saing produksi
kualitas dan produktifitas hasil dan produktifitas hasil pertanian untuk memperkuat
ketahanan pertanian dan pertanian melalui swasembada pangan.
pangan dan peternakan. intensifikasi dan
lingkungan ekstersifikasi.
hidup yang
berkelanjutan. Meningkatkan kuantitas Peningkatan kapasitas peternak
dan kualitas produksi dan pengembangan bibit ternak
peternakan. serta sarana yang berkualitas.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 60
2. Terwujudnya Meningkatkan Peningkatan ketersediaan
ketahanan pangan pemenuhan kebutuhan pangan dan pengembangan
yang berkualitas. dan stok pangan cadangan pangan.
masyarakat.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 61
pengelolaan keuangan dan pelaksanaan pengendalian pembangunan
secara berkualitas. pengendalian daerah.
pembangunan daerah
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 62
puluh) Tahun ke depan, maka tujuan penataan ruang Kabupaten Pringsewu
Tahun 2031 adalah:
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 63
berperan dalam menjaga keseimbangan alam (ekosistem) termasuk
didalamnya upaya-upaya mitigasi bencana tsunami, longsor, gempa dan
banjir; dan
4. Berdaya saing tinggi adalah pelaksanaan pembangunan perekonomian
wilayah yang maju memerlukan dukungan sumberdaya manusia yang
unggul, mampu bersaing dan mampu mengelola potensi sumberdaya
wilayah secara optimal. Dalam mewujudkan hal tersebut diperlukan
penyelenggaraan pendidikan yang memiliki standar kualitas yang tinggi,
keunggulan kompetitif dalam ilmu dan pengetahuan teknologi yang
berdaya saing tinggi, mampu menciptakan keseimbangan antara
kecerdasan inteligensia (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan
spiritual (SQ), sistem kebijakan pendidikan yang unggul serta penyediaan
sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 64
mempertimbangkan kearifan lokal guna peningkatan perekonomian
wilayah;
6. Mewujudkan pembangunan wilayah berbasis pemanfaatan sumber daya
alam berkelanjutan (sustainable development) melalui upaya pelestarian,
pemeliharaan dan pemulihan fungsi-fungsi alam yang berperan dalam
menjaga keseimbangan alam (ekosistem) termasuk didalamnya upaya-
upaya mitigasi bencana longsor; dan
7. Mewujudkan kualitas sumberdaya manusia yang unggul, bermoral,
beretika, beradab, berbudaya dan bertaqwa dalam membangun daerah
yang maju, nyaman dan ramah lingkungan melalui penyediaan ruang bagi
pengembangan kegiatan pendidikan.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 65
a. Mendorong pengembangan kawasan pusat perkantoran,
perdagangan, jasa, dan ekonomi kreatif yang berfungsi dalam skala
regional dan nasional;
b. Meningkatkan kualitas pasar tradisional dan sarana atau fasilitas
sosial utama sebagai pusat kegiatan ekonomi yang berskala regional;
c. Mendorong pengembangan kegiatan-kegiatan perdagangan dan
pelayanan jasa pada pusat-pusat pelayanan lain dalam wilayah
kabupaten untuk memiliki skala pelayanan yang lebih luas; dan
d. Mendorong pengembangan potensi-potensi bangkitan kegiatan
perekonomian dalam wilayah kabupaten untuk dapat memiliki
kemampuan skalan pelayanan yang lebih luas.
3. Pemantapan sistem perekonomian perkotaan yang bertumpu pada sektor
perdagangan dan jasa melalui peningkatan dukungan peran pemerintah
daerah sebagai regulator, dengan menyiapkan prosedur teknis yang
komprehensif, yang mampu dijadikan sebagai alat pengendali dalam
pemanfaatan lahan.
Strategi Penataan Ruang :
a. Memperkecil ruang gerak spekulan tanah dan pelaku usaha yang
mengatasnamakan mekanisme pasar sebagai faktor penentu lokasi;
b. Memberikan kepastian hukum terhadap status lahan yang dimiliki
oleh perseorangan disesuaikan dengan fungsi peruntukkan yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang;
c. Meningkatkan transparansi pelayanan informasi terhadap nilai jual
obyek pajak dari lahan yang dimiliki oleh masyarakat;
d. Memberikan dukungan kebijakan melalui pemberian instrumen
insentif berupa keringanan pajak;
e. Memberikan kemudahan dan keterbukaan bagi pengembangan
lembaga permodalan dan lembaga ekonomi dalam mendukung
kawasan secara mikro maupun makro; dan
f. Menjalin kerjasama dengan pihak investor, terkait pemberian
kredit/modal usaha.
4. Pengembangan kelengkapan prasarana dan sarana wilayah sebagai
upaya dukungan terhadap pengembangan kawasan perdagangan dan
jasa di kawasan perkotaan serta pengembangan kegiatan pertanian di
kawasan perdesaan sebagai hinterland-nya.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 66
Strategi Penataan Ruang :
a. Membangun sistem transportasi darat yang terpadu yang
menghubungkan antar pusat-pusat permukiman di perkotaan dan di
perdesaan;
b. Membangun dan mengembangkan prasarana jalan darat untuk
menunjang perkembangan antar wilayah dalam kabupaten maupun
luar kabupaten;
c. Membangun jaringan jalan lingkar utara – selatan yang terpadu
dengan akses jaringan jalan lainnya di Kabupaten Pringsewu;
d. Mengembangkan prasarana dan sarana pertumbuhan wilayah seperti
pendidikan, kesehatan, peribadatan, perdagangan dan jasa, air
minum, listrik, pos dan telekomunikasi sesuai dengan rencana
pengembangan pusat-pusat permukiman dan pengembangan
kawasan budidaya, serta skala pelayanan masing-masing pusat
pertumbuhan tersebut;
e. Mengembangkan fungsi Ibukota Kabupaten Pringsewu yang selaras
dengan pengembangan prasarana dan sarana perkotaan di ibukota
kabupaten untuk menunjang peran pusat pelayanan pemerintahan,
pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat perdagangan regional;
f. Mengembangkan keterkaitan antar wilayah secara fungsional,
termasuk kaitannya dengan pusat pertumbuhan utama Provinsi
Lampung.
g. Membangun prasarana pengairan untuk memperluas pelayanan
daerah irigasi dan meningkatkan produktifitas hasil pertanian
tanaman pangan;
h. Mengembangkan energi listrik untuk mendukung pengembangan
kawasan potensial bagi pengembangan perindustrian;
i. Mengembangkan prasarana telekomunikasi untuk mendukung
pengembangan kawasan yang relatif sulit dijangkau;
j. Mengembangkan berbagai prasarana pendukung produksi pertanian,
perikanan dan peternakan sebagai upaya pengembangan kegiatan
agro minapolitan; dan
k. Menyediakan ruang bagi pengembangan prasarana dan sarana
pendukung di kawasan perdagangan dan jasa.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 67
5. Pengembangan sistem agro minapolitan sebagai upaya peningkatan
komoditi unggulan daerah yang diintegrasikan dengan pengembangan
sektor perdagangan dan jasa di wilayah Kabupaten Pringsewu.
Strategi Penataan Ruang :
a. Memadukan pembangunan industri pengolahan hasil pertanian
(agroindustri) dengan pengembangan komoditi pertanian, sebagai
bahan bakunya, sehingga kawasan pertanian dapat tumbuh dan
berkembang sebagai suatu kawasan sentra produksi yang dapat
diandalkan dalam memacu pertumbuhan ekonomi kabupaten dan
peningkatan pendapatan masyarakat;
b. Mengembangkan terminal barang/agribisnis;
c. Mengembangkan pusat perdagangan dan transportasi pertanian;
d. Mengembangkan penyedia jasa pendukung pertanian;
e. Menyediakan pasar konsumen produk non-pertanian;
f. Mengembangkan pusat industri pengolahan hasil kegiatan pertanian;
dan
g. Menyiapkan sumberdaya manusia sebagai pelaksana pembangunan
sistem agro minapolitan, dalam hal ini petani dan peternak ikan,
dalam penguasaan budidaya, pengolahan dan pemasaran (on farm
dan off farm).
6. Pemantapan pelestarian dan perlindungan kawasan lindung untuk
meningkatkan kualitas lingkungan, sumberdaya alam/buatan dan
ekosistemnya, meminimalkan resiko dan mengurangi kerentanan
bencana.
Strategi Penataan Ruang :
a. Memantapkan fungsi kawasan hutan lindung melalui peningkatan
kelestarian hutan untuk keseimbangan tata air dan lingkungan hidup;
b. Memantapkan kawasan perlindungan setempat melalui upaya
pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup; dan
c. Membatasi pemanfaatan dan pengembangan lahan pada kawasan
rawan bencana.
7. Pengembangan kawasan budidaya yang optimal dalam upaya
mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan di wilayah
Kabupaten Pringsewu sebagai bagian dari upaya perwujudan ruang
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 68
perkotaan yang harmonis dan dinamis dengan pengembangan wilayah
belakangnya.
Strategi Penataan Ruang :
a. Menetapkan kawasan budidaya untuk pemanfaatan sumberdaya
alam dalam rangka mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang
dan terarahnya lokasi investasi untuk berbagai jenis usaha di
Kabupaten Pringsewu;
b. Mengarahkan lokasi kegiatan budidaya melalui mekanisme perijinan
dan penerapan pola insentif dan disinsentif;
c. Melakukan pemantauan dan pelarangan kegiatan budidaya yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang;
d. Mengembangkan kegiatan budidaya sesuai dengan peruntukkannya
yang didasarkan pada kapasitas daya dukung dan daya tampung;
e. Mengembangkan kawasan budidaya perkotaan yang didasarkan
pada kemampuan lahan dan kesesuaian lahan bagi pembangunan
fisik perkotaan;
f. Memberikan pembatasan dan pelarangan kegiatan budidaya pada
kawasan lindung;
g. Mempertahankan kawasan budidaya pertanian tanaman pangan
beririgasi teknis dengan mempertahankan daerah sawah irigasi
teknis untuk mencukupi kebutuhan pangan dan melestarikan
pertanian yang berkelanjutan;
h. Mengembangkan kawasan budidaya pertanian tanaman pangan
sesuai dengan peruntukkannya yang diarahkan pada wilayah dengan
kesesuaian lahan optimal serta dukungan pengembangan prasarana
pengairan;
i. Melakukan diversifikasi bahan pangan dan menciptakan peluang
ekonomi melalui tanaman komoditi perdagangan yang mempunyai
nilai ekonomi serta daya saing pasar yang kuat agar dalam
menghadapi kompetitor yang setingkat;
j. Mengembangkan kawasan budidaya pertanian tanaman hortikultura
diarahkan pada wilayah yang memiliki kesesuaian lahan optimal
untuk tanaman palawija, hortikultura atau tanaman pangan lainnya;
k. Mengembangkan kawasan budidaya perkebunan diarahkan untuk
pengembangan tanaman perkebunan atau tanaman tahunan yang
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 69
telah ada, dan diarahkan untuk perluasan kesempatan kerja,
peningkatan pemanfaatan pertanian, dan pemeliharaan lingkungan
hidup;
l. Mengembangkan kawasan budidaya peternakan diarahkan pada
pusat-pusat permukiman yang telah ada;
m. mengembangkan kawasan budidaya perikanan diarahkan untuk
meningkatkan produksi perikanan melalui upaya ekstensifikasi dan
diversifikasi produk perikanan air tawar;
n. Mengembangkan kawasan pertambangan pada wilayah yang
memiliki daya dukung sesuai dan berorientasi pada pemanfaatan
potensi bahan galian yang ramah lingkungan;
o. Mengembangkan kawasan pertambangan pada kawasan budidaya
selama tidak memberikan dampak terhadap kerusakan lingkungan
dan mengganggu aktivitas perekonomian wilayah;
p. Mengembangkan kawasan pertambangan untuk memfasilitasi dan
mewadahi kegiatan ekonomi masyarakat secara lestari di bidang
pertambangan;
q. Melakukan optimalisasi pemanfaatan sebagian kawasan lindung
yang didalamnya mengandung potensi pertambangan, tanpa
mengancam fungsi utamanya dengan menggunakan rekayasa
teknologi tinggi;
r. Menyediakan kebijakan pengembangan kawasan pertambangan
meliputi penegasan batas kawasan yang dapat ditambang dengan
pemetaan yang lebih rinci, pengendalian kegiatan pertambangan oleh
masyarakat melalui perijinan dan penegakan pelaksanaannya di
lapangan;
s. Menerapkan sistem manajemen pengelolaan yang baik, agar dalam
memberdayagunakan hasil galian atau hasil tambang dan potensi
yang masih ada dengan tidak semena-mena, sehingga hasil
sumberdaya tambang/galian dan potensi yang masih tersimpan
masih dapat diberdayagunakan dan dinikmati dalam jangka panjang;
t. Memanfaatkan sumber daya tambang atau galian secara terencana,
rasional dan optimal dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
aspek lingkungan hidup dan aspek pembangunan berkelanjutan
(suistainable development), sehingga setiap lokasi pertambangan
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 70
harus didukung oleh studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL, ASDAL, ANDAL) maupun Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RPL);
u. Mengembangkan industri pengolahan berbasis hasil petanian,
perkebunan, kehutanan dan hasil tambang/galian dan sistem
agribisnis hasil-hasil pertanian;
v. Mengembangkan kegiatan industri pengolahan sebagai salah satu
pendorong peningkatan perekonomian wilayah, pada kawasan yang
mempunyai prospek pengembangan secara fisik maupun ekonomi,
efisiensi dalam penyediaan prasarana, serta terpadu dengan
pengembangan sektor lain;
w. Mengembangkan kegiatan industri kecil diarahkan pada lokasi-lokasi
yang sudah ada melalui pengembangan sentra-sentra industri yang
diharapkan dapat menambah kesempatan kerja di daerah perdesaan
maupun perkotaan;
x. Menempatkan lokasi atau penentuan/pemilihan lokasi kegiatan
industri pada lokasi yang strategis dan telah memenuhi standar
kelayakan AMDAL, ANDAL dan ASDAL serta mengatur aspek
pembuangan limbah agar memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam
dokumen AMDAL;
y. Membatasi permukiman yang ada secara linear sepanjang jalan
kolektor primer ke arah yang konsentrik atau berkelompok. Hal
tersebut dilakukan untuk keamanan pengguna jalan dan penghuni
rumah, meningkatkan daya dukung jalan untuk meningkatkan
jangkauan pelayanan dari fasilitas sosial-ekonomi yang ada.
Sedangkan untuk pengadaan perumahan secara vertikal / rumah
susun diarahkan memanfaatkan kawasan perkotaan;
z. Membatasi penggunaan lahan perumahan dengan memanfaatkan
lahan pertanian tanaman pangan yang merupakan strategi dalam
mempertahankan luasan penggunaan lahan pertanian tanaman
pangan sebagai lahan sawah abadi di Kabupaten Pringsewu;
aa. Menyediakan pemenuhan kebutuhan fasilitas penunjang bagi
permukiman penduduk yang disesuaikan dengan jumlah penduduk
pendukungnya;
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 71
bb. Mengarahkan pengaturan pola tata letak bangunan agar ditata
dengan baik sehingga dalam pembangunannya tidak mengalami
tumpang tindih;
cc. melakukan sosialisasi pengembangan kawasan permukiman yang
berada pada daerah rawan bencana alam, dan sertifikasi bangunan
tahan bencana alam;
dd. Mengembangkan lokasi dengan daya tarik wisata potensial agar lebih
menarik untuk dikunjungi;
ee. Membangun prasarana jalan ke lokasi tujuan wisata;
ff. Membangun fasilitas akomodasi (hotel, restoran, guest house) dan
fasilitas lain yang mendukung kebutuhan perjalanan wisata;
gg. Mengembangkan tempat persinggahan wisata dan mengembangkan
lokasi terminal tempat pergantian moda angkutan menuju tempat
wisata;
hh. Merencanakan pengembangan pariwisata yang dititikberatkan pada
pendekatan partisipasif masyarakat dan memberi peluang sebesar-
besarnya bagi investor lokal atau asing untuk menanamkan
modalnya di bidang kepariwisataan;
ii. Meningkatkan SDM melalui pengembangan pendidikan formal dan
informal dalam rangka menyiapkan tenaga profesional sebagai ujung
tombak dibidang kepariwisataan;
jj. Menerapkan sistem manajemen pemasaran (market management)
yang jitu, tepat sasaran, terstruktur, informatif, dan tersistematis
antara pusat informasi wisata dengan kawasan wisatanya; dan
kk. Mengefektifkan promosi wisata baik tingkat lokal, regional, nasional
maupun internasional.
8. Pengembangan kawasan strategis sebagai kawasan prioritas untuk
mengakomodasikan kepentingan sektor-sektor yang pengembangannya
dinilai strategis dalam rangka mendukung pengembangan wilayah
maupun guna perlindungan kawasan sesuai fungsi utama kawasan.
Strategi Penataan Ruang :
a. Menetapkan kawasan strategis kabupaten;
b. Menyediakan prasarana dan sarana penunjang kawasan strategis;
c. Menyusun program pembangunan kawasan strategis;
d. Menyusun rencana detail tata ruang kawasan strategis;
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 72
e. Meningkatkan aksesibilitas kawasan strategis dengan kawasan cepat
tumbuh, dan kawasan yang didorong pertumbuhannya;
f. Mengembangkan kawasan strategis untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi wilayah dan meningkatkan manfaat ruang di
wilayah Kabupaten Pringsewu;
g. Mengembangkan kawasan strategis untuk melestarikan fungsi dan
meningkatkan daya dukung lingkungan hidup;
h. Mengembangkan ruang bagi pengembangan pendidikan skala
regional yang mendukung terwujudnya kualitas sumberdaya
manusia; dan
i. Mengembangkan ruang bagi pengembangan potensi daya tarik
wisata budaya.
B. Stuktur Ruang:
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi :
1. Pemantapan peran perkotaan di Daerah sesuai fungsi yang telah
ditetapkan, yaitu PKN, PKNp, PKW, PKWp, dan PKL;
2. Pengembangan sistem kota-desa yang sesuai dengan dayadukung dan
dayatampung serta fungsi kegiatan dominannya;
3. Pengendalian perkembangan kawasan perkotaan di wilayah utara serta
wilayah yang berada di antara wilayah utara dan selatan untuk menjaga
lingkungan yang berkelanjutan;
4. Pengendalian perkembangan sistem kota di wilayah selatan dengan tidak
melebihi dayadukung dan daya tampungnya;
5. penataan dan pengembangan infrastruktur wilayah yang dapat menjadi
pengarah, pembentuk, pengikat, pengendali dan pendorong
pengembangan wilayah untuk mewujudkan sistem kota di Daerah; dan
6. mendorong terlaksananya peran WP serta KSP dalam mewujudkan
pemerataan pertumbuhan wilayah dan sebaran penduduk.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 73
Rencana Struktur Ruang Kabupaten Pringsewu terdiri dari PKL, PPK, dan
PPL. Adapun pusat-pusat pelayanan di Kabupaten Pringsewu yang diemban
selama 20 Tahun kedepan sebagai berikut :
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 74
Fungsi Pusat
No Kecamatan Peran
Pelayanan
Pelayanan Pemerintahan Kecamatan
Pengembangan Permukiman Pedesaan
Pengembangan Pertanian Pangan
Pengembangan Pertanian Hortikultura
6. Adiluwih PPK
Pengembangan Tanaman Perkebunan
Pengembangan Peternakan
Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Pertanian
dan Perkebunan
Pelayanan Pemerintahan Kecamatan
Pengembangan Permukiman Perdesaan
Pengembangan Pertanian Pangan
Pengembangan Pertanian Hortikultura
7. Banyumas PPL
Pengembangan Tanaman Perkebunan
Pengembangan Peternakan
Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Pertanian
dan Perkebunan
Pelayanan Pemerintahan Kecamatan
Pengembangan Permukiman Perdesaan
Pengembangan Pertanian Pangan
Pengembangan Pertanian Hortikultura
8. Pardasuka PPL Pengembangan Perikanan Air Tawar
Pengembangan Tanaman Perkebunan
Pengembangan Peternakan
Pengembangan Pariwisata dan Budaya
Kawasan Lindung
Pelayanan Pemerintahan Kecamatan
Pengembangan Permukiman Pedesaan
Pengembangan Pertanian Pangan
Pengembangan Pertanian Hortikultura
9 Pagelaran Utara PPL
Pengembangan Tanaman Perkebunan
Pengembangan Peternakan
Pengembangan Pariwisata dan Budaya
Kawasan Lindung
Sumber : RTRW Kab.Pringsewu 2011-2031
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 75
Gambar 2.42
Peta Rencana Struktur Ruang
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 76
C. Pola Ruang:
Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budidaya. Pola ruang di Kabupaten Pringsewu terdiri dari kawasan
peruntukan lindung dan kawasan peruntukan budidaya yang memiliki nilai
strategis kabupaten. Untuk lebih jelasnya mengenai pola ruang di Kabupaten
Pringsewu, terdiri sebagai berikut:
1. Kawasan lindung:
a. Kawasan Hutan Lindung;
b. Kawasan Perlindungan Setempat; dan
c. Kawasan Rawan Bencana.
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 77
Gambar 2.43
Peta Rencana Pola Ruang
TINJAUAN KEBIJAKAN II - 78