Anda di halaman 1dari 12

1

Bab ini secara khusus akan membahas aspek pengelolaan pembangunan di Kota
Buranga Kabupaten Buton Utara selama sepuluh tahun ke depan (2011-2020) meliputi aspek
pelaku (who), mekanisme pembiayaan (how), substantif program (what), lokasi program
(where), dan waktu pelaksanaan program (when). Sistematika pembahasan bab ini akan
meliputi pokok-pokok bahasan (1) Indikasi Program pembangunan, (2) Rencana
kelembagaan pelaksana program pembangunan, dan (3) Rencana mekanisme partisipasi
masyarakat.

6.1. Identifikasi Program Pembangunan


Pengembangan kawasan rencana didasarkan pada sektor dan subsektor yang
terindikasi dan perlu diprioritaskan pelaksanaannya. Ditinjau terhadap urgensi dan tingkat
permasalahannya, prioritas pembangunan pada RDTR Kota Buranga Kabupaten Buton Utara
disusun berdasarkan urutan sebagai berikut:
a. Pembangunan mendesak; yaitu pembangunan sektor dan subsektor guna
menanggulangi masalah utama yang menyebabkan masalah lainnya. Bila tidak segera
ditanggulangi akan menimbulkan masalah lebih besar dan semakin sulit diatasi.
b. Pembangunan yang diprioritaskan yaitu pembangunan sektor dan subsektor yang
diharapkan dapat menggerakkan mekanisme percepatan pertumbuhan dan
perkembangan sektor utama kota dan kawasan rencana yang berdampak positif. Hal ini
meliputi: perdagangan, fasilitas pendidikan, kesehatan dan perhubungan.
c. Pembangunan strategis; yaitu pembangunan sektor dan subsektor penting yang
memberikan implikasi struktural dalam jangka panjang sesuai dengan tujuan
pembangunan masyarakat adil dan makmur. Hal ini meliputi: fasilitas, penertiban
penggunaan tanah dan bangunan, pengadaan utilitas yang memadai, dan lain-lain.
d. Pembangunan pelengkap; yaitu pembangunan sektor dan subsektor yang tidak
bersifat kebutuhan dasar, tetapi dipandang perlu untuk dibangun sesuai dengan
kemampuan dan potensi wilayah. Hal ini meliputi: fasilitas rekreasi, pembangunan
pusat kegiatan olahraga dan pembangunan pusat kegiatan kemasyarakatan.
Indikasi program berdasarkan hasil rencana dalam jangka menengah dilaksanakan
pada beberapa komponen perkotaan sebagai berikut :
1. Program Struktur Tata Ruang, meliputi :
a. Program pengembangan pusat sekunder,
b. Program pengembangan transportasi,
c. Program pengembangan jaringan prasarana,
2. Program Pola Pemanfaatan Ruang
a. Program pengembangan kawasan lindung (Sempadan Sungai, RTH, dsb),

2
b. Program pengembangan kawasan budidaya meliputi program-program
pengembangan kawasan perumahan, perdagangan, jasa, pendidikan, fasilitas
kesehatan, indutri dan pergudangan, dan rekreasi.
3. Program Pengendalian Ruang
a. Program pengendalian perkembangan kawasan,
b. Program pengembangan daya dukung dan daya tampung ruang.
Wilayah Kota Buranga terdiri dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Bonegunu dan
Kecamatan Kulisusu. Rencana indikasi program dapat diidentifikasikan beberapa usulan
program pembangunan yang secara garis besar meliputi aspek berikut :
1. Program pengembangan pusat sekunder dan pusat tersier Kota Buranga,
2. Program pengembangan kawasan budidaya,
3. Program pengendalian kawasan budidaya
4. Program pengembangan prasarana transportasi, prasarana air bersih, fasilitas sosial
budaya, prasarana pemadam kebakaran, rehabilitasi sarana pendidikan, kesehatan,
pelayanan pemerintahan, ruang terbuka hijau, pelayanan air bersih, penyaluran air
kotor, drainase, persampahan.
5. Program daya dukung dan daya tampung wilayah.
Pembangunan perkotaan harus senantiasa menghilangkan hambatan-hambatan yang
membatasi inisiatif dan kreatifitas serta peran serta seluruh komponen pembangunan
(stakeholder) yaitu pemerintah, masyarakat, dan swasta. Perencanaan Partisipasi sejalan
dengan bottom up planning, democratic planning, grasroot planning, public involvement,
collaborative planning dan advocacy planning sebagai pendekatan yang menitik beratkan
pada peran serta masyarakat dalam mengambil keputusan tata ruang.

6.2. Rencana Kelembagaan Pelaksana Program Pembangunan


Aspek kelembagaan dalam pelaksanaan pengelolaan pembangunan Wilayah Kota
Buranga sepuluh tahun ke depan (2011-2020) adalah badan-badan atau dinas-dinas
pemerintahan Kabupaten Buton Utara yang terkait penataan ruang Kabupaten Buton Utara
baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan untuk tugas dan
fungsi kelembagaan terkait dalam unsur penataan ruang baik di Kabupaten Buton Utara
termasuk didalamnya kelembagaan Kota Buranga dapat lihat Tabel VII-6.

Tabel 6. 1 Instansi Terkait dengan Penataan Ruang di Kabupaten Buton Utara


NO INSTANSI TUGAS POKOK FUNGSI
1. Bappeda Membantu Bupati dalam  Perumusan kebijakan umum bidang perencanaan
menyelenggarakan pembangunan daerah;
pemerintahan daerah di  Pelaksanaan perencanaan dan pengendalian
bidang perencanaan pembangunan daerah yang meliputi data dan
pembangunan daerah statistik, perencanaan ekonomi, perencanaan
sosial dan budaya, serta perencanaan fisik dan

3
NO INSTANSI TUGAS POKOK FUNGSI
prasarana.
2. Dinas Melaksanakan sebagian  Merumuskan kebijakan teknis bidang pekerjaan
Pekerjaan kewenangan daerah di bidang umum;
Umum dan pekerjaan umum dan  Pelaksanaan tugas teknis operasional bidang
Tata Ruang menyelenggarakan sebagian pekerjaan umum kebinamargaan yang meliputi
tugas pemerintah di bidang perencanaan, pengendalian operasional,
Penataan Tata Ruang. pemeliharaan dan logistik.
 Pelaksanaan pengukuran dan pemetaan serta
melakukan investigasi dan inventarisasi data
sekunder guna keperluan perencanaan;
 Penyusunan rencana tata ruang dan pemanfaatan
ruang berikut prasarananya;
 Pelaksanaan pemberian layanan kepada
masyarakat dalam bentuk ijin pemanfaatan
ruang;
 Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang.
3. Dinas Membantu kepala daerah  Merumuskan kebijakan teknis di bidang
Perhubungan dalam melaksanakan sebagian perhubungan
, Komunikasi kewenangan daerah di bidang  Melaksanakan tugas teknis operasional di bidang
dan perhubungan di lingkungan perhubungan yang meliputi teknis prasarana,
Informatika Pemerintah Kabupaten Buton teknis sarana, teknis lalu lintas dan angkutan,
Utara sesuai dengan teknis operasional serta pos dan telekomunikasi.
ketentuan dan peraturan
perundangan yang berlaku.
4. Bawasda mempunyai tugas pokok dan -
fungsi membantu Bupati
dalam menyelenggarakan
Pemerintah daerah di bidang
Pengawasan Daerah meliputi
pemerintahan dan aparatur,
perekonomian kesejahteraan
rakyat, pembangunan serta
perlengkapan, peralatan dan
kekayaan daerah.
5. Bapedalda Melaksanakan pengelolaan  Perumusan kebijakan teknis bidang pengelolaan
lingkungan hidup lingkungan hidup;
 Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pencegahan dan
pengendalian, pemantauan/evaluasi dan
konservasi lingkungan hidup.

6. Satpol Menyelenggarakan  Perumusan teknis dalam bidang Trantibum


Pamong ketentraman dan ketertiban  Pelaksana Trantibum, Penegak Perda, Keputusan
Praja umum di wilayah Kabupaten Kepala Daerah dan Perundangan lainnya
Buton Utara  Perencanaan meliputi perlengkapan dan logistik,
penyidikan/pemeriksaan dan pengendalian
Penegak Peraturan Daerah, opesional
Keputusan Kepala Daerah dan
Peraturan Perundangan
Lainnya
7. Penanaman Melaksanakan sebagian  Perumusan teknis dalam bidang penanaman
Modal kewenangan daerah di bidang modal daerah
Daerah Penanaman Modal  Pelaksanaan administrasi dan koordinasi
pelaksanaan penanaman modal daerah yang
meliputi informasi dan promosi investasi,
administrasi penanaman modal serta kerjasama
pengembangan penanaman modal.

4
6.3. Rencana Sumber Pembiayaan Program
Pembiayaan program dapat berasal dari beberapa sumber, diantaranya sumber dana
dari pemerintah maupun sumber dana dari swasta/swadaya masyarakat. Sumber dana dari
pemerintah dapat berupa pendapatan asli daerah (PAD), PBB, APBN, serta bantuan luar
negeri. Sedangkan pembiayaan pembangunan yang berasal dari pihak swasta terdiri dari
PMA dan PMDN yang merupakan sumbangan terbesar sektor swasta, serta dapat berasal dari
swadaya masyarakat. Bentuk-bentuk kerja sama antara pemerintah dengan swasta yang
dapat dilakukan, antara lain:
1. Kerjasama Patungan (Joint Venture)
Joint Venture ini dilakukan dengan pembentukan suatu perusahaan oleh beberapa pihak,
yang dioperasikan secara bersama dalam satu perusahaan. Kerjasama patungan ini
dilakukan oleh pemerintah dengan pihak swasta, khususnya untuk pembangunan yang
memiliki risiko lingkungan, jika dipegang oleh pihak swasta saja. Pada kerjasama ini pihak
swasta biasanya bertanggung jawab pada pengoperasian dan pemerintah tetap menjadi
pemegang saham terbesar.
2. Kemitraan Pemerintah dan Swasta
Kemitraan pemerintah-swasta dapat dibedakan dalam beberapa bentuk sesuai dengan
kebutuhan penggunaannya, yaitu:
a. Konsep BOT (Build, Operate and Transfer), pada bentuk ini pihak swasta bertugas
menyediakan prasarana dengan cara membangun fasilitas baru (atau memperbaiki)
dengan biaya sendiri dan dapat mengurusnya dalam jangka waktu tertentu. Setelah
selesai jangka waktu tersebut maka prasarana dikembalikan kepada pihak pemerintah.
Pada saat kerjasama berlangsung, swasta dapat mengoperasikan prasarana tersebut
untuk memperoleh keuntungan.
b. Konsep BOO (Build, Owned and Operate), pada bentuk ini tidak ada pengalihan pada
akhir periode kerjasama. Di sini investor dapat memiliki fasilitas yang dibangunnya
dalam jangka waktu lama untuk mendapatkan kembali biaya pembangunan dan
memperoleh keuntungan.
c. Konsep BRT (Build, Rent and Transfer), di sini pemerintah membangun dengan dana
sendiri dan pihak swasta dapat menyewa dalam jangka waktu tertentu, yang kemudian
pada akhir kontrak dikembalikan kepada pemerintah.
d. Konsep ROT (Rehabilitate, Operate and Transfer), bentuk ini sama dengan BOT namun
pada bentuk ini swasta tidak membangun tetapi memperbaiki fasilitas yang telah ada.
3. Konsep "Contract Operations"
Pada bentuk ini pemerintah membayar atau menyewa swasta untuk memberikan jasa
manajemen atau jasa lainnya dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

5
4. Penjualan Asset (Asset Selling)
Penjualan asset dapat berarti penjualan rencana, lahan, saham, atau suatu kegiatan
khusus perusahaan pemerintah oleh pemerintah secara utuh maupun sebagian kepada
swasta.
5. Kerjasama Pemerintah-Swasta yang kompleks
Kerjasama ini merupakan suatu bentuk kerja sama yang berbeda, yang meliputi:
 Peremajaan kota
 Pembangunan kawasan industri
 Pembangunan kota baru
 Kegiatan penyediaan prasarana kota
6. Kerjasama Komunitas-Lembaga Keuangan Pemerintah/Swasta
Kerjasama ini merupakan suatu bentuk kerja sama dimana komunitas sebagai pemilik
aset lokal menggandeng lembaga keuangan dalam pengembangan suatu tempat untuk
kepentingan tertentu. Bentuk kerjasama ini masih jarang dilakukan, dan sebaiknya
didorong oleh pemerintah karena dapat menguntungkan komunitas sebagai stakeholder
utama pembangunan kota.
Dalam pelaksanaan kerjasama antara pemerintah dengan pihak swasta sangat penting
untuk diperhatikan mengenai aspek legal dan administrasinya. Hal ini perlu dirumuskan
secara jelas, terutama yang menyangkut hak dan kewajiban serta sanksi, dan perlindungan
hukumnya untuk masing-masing pihak. Perlunya pembangunan sarana dan prasarana
perkotaan yang memadai, karena dengan membangun atau melengkapi aksesibilitas dan
sarana suatu kawasan maka kawasan tersebut akan semakin cepat berkembang.

6.4. Rencana Mekanisme Partisipasi Masyarakat


Pembangunan perkotaan harus senantiasa menghilangkan hambatan-hambatan yang
membatasi inisiatif dan kreatifitas serta peran serta seluruh komponen pembangunan
(stakeholder) yaitu pemerintah, masyarakat, dan swasta. Perencanaan Partisipasi sejalan
dengan bottom up planning, democratic planning, grasroot planning, public involvement,
collaborative planning dan advocacy planning sebagai pendekatan yang menitik beratkan
pada peran serta masyarakat dalam mengambil keputusan tata ruang.
Terdapat beberapa landasan hukum yang menjadi dasar keharusan pelibatan
masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan tata ruang, BAB III pasal 4 butir 1 dan 2
Undang-Undang No.24 tahun 1992, mengamanatkan mengenai hak masyarakat dalam proses
perencanaan tata ruang , yang bunyinya sebagai berikut :
(1) Setiap orang berhak menikmati manfaat ruang termasuk
pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang ;

6
(2) Setiap orang berhak untuk :
a) Mengetahui rencana ruang,
b) Berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang,
c) Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi pelaksanaan
kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Sedangkan Pasal 5 butir 1 dan 2 mengamanatkan kewajiban masyarakat dalam proses
perencanaan tata ruang, yang berbunyi :
(1) Setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas
ruang.
(2) Setiap orang berkewajiban mentaati rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
Menurut PP No.69 tahun 1996, peran serta masyarakat lebih diarahkan untuk
partisipasi bebas atau spontan karena ditekankan pada berbagai kegiatan masyarakat yang
timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat. Konsekuensinya
pemerintah berkewajiban untuk menyediakan forum dan wadah formal untuk menampung
kehendak dan keinginan partisipasi tersebut sejak dari proses perencanaan hingga
pengendalian. Sementara dasar hukum itu, forum atau wadah formal ini belum secara
khusus dimunculkan sebagian isi pasal lebih merupakan proses pembantuan masyarakat
dalam mengelola tata ruang.
Dalam perencanaan misalnya, bentuk partisipasi masyarakat yang diharapkan oleh PP
tersebut adalah :
1. Pemberian masukan dalam menentukan arah pengembangan lingkungan.
2. Mengidentifikasikan berbagai potensi dan masalah pembangunan.
3. Pemberian masukan dalam perumusan perencanaan tata ruang
4. Pemberian informasi, saran, perimbangan atau pendapat dalam penyusunan strategi
dan arah kebijakan pengelolaan lingkungan.
5. Pengajuan keberatan terhadap perencanaan tata ruang.
6. Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan.
7. Bantuan tenaga ahli.
8. Bantuan dana.
Bentuk partisipasi aktif masyarakat terdiri yaitu tingkat partisipasi tinggi dan
sedang.
 Tingkat partisipasi tinggi, meliputi proses :
 Teknis rencana
 Penetapan rencana
 Penyuluhan dan pemasyarakatan rencana

7
 Penyusunan program
 Penyusunan peraturan pelaksanaan rencana dan perangkat insentif dan disentif
 Penyusunan dan pengusulan proyek
 Perijinan rencana pengelolaan
 Pengawasan
 Penertiban
 Peninjauan kembali rencana
 Tingkat partisipasi sedang, hanya pada kegiatan pengesahan rencana. Partisipatif ini
sekurang-kurangnya berlandaskan :
 Kesadaraan dan kesukarelaan.
 Orientasi pemberdayaan dan pengembangan kapasitas masyarakat.
 Optimalisasi sinergi peran tiga stakeholder inti : pemerintah, swasta dan
masyarakat.
Tabel 6. 2 Konsepsi Partisipasi Masyarakat Dalam Penataan Ruang Menurut PP No. 69 Tahun 1996
TAHAPAN LINGKUP WILAYAH
PENATAAN LINGKUP PARTISIPASI
NASIONAL PROPINSI KAB/ KOTA KAWASAN
RUANG
Proses teknis rencana T T
Perencanaan Penetapan rencana T T
Pengesahan rencana T
Penyuluhan dan
pemasyarakatan T T
rencana
Penyusunan program T T
Penyusunan peraturan
pelaksanaan rencana
Pemanfaatan T T T
dan perangkat insentif
dan disentif
Penyusunan dan
T T T
pengusulan proyek
Pelaksanaan program
T T T
dan proyek
Perijinan rencana
T
pengelolaan
Pengendalian
Pengawasan T T T
Penertiban T
Peninjauan Kembali Rencana T T T T
Keterangan Intensitas Partisipasi Masyarakat :

Partisipasi Tinggi Partisipasi Sedang Partisipasi Rendah

Pola pendekatan yang digunakan mendudukan masyarakat sebagai pelaku utama


subjek dalam pembangunan, sehingga semua keputusan dan tindakan pembangunan
didasarkan pada aspirasi, kepentingan atau kebutuhan, kemauan upaya masyarakat. Pada
perencanaan perkotaan melalui pendekatan partisipasi, masyarakat diajak untuk mengenali
permasalahan (self help survey) dan potensi kota yang dapat digali oleh mereka dan duduk

8
bersama-sama (partisipatori planning) merencanakan pengolahan potensi kota di lahan
mereka. Dengan cara demikian pemanfaatan potensi tersebut langsung dapat dirasakan
oleh masyarakat di kawasan tersebut sehingga pada gilirannya kualitas kota akan tercapai
sejalan dengan peningkatan ekonomi, sosial dan pendidikan. Pada pendekatan partisipasi,
masyarakat diletakkan sejajar dengan para pelaku pengelola kota lainnya yaitu pemerintah
daerah, instansi terkait, kelembagaan pendanaan, dan lain-lain. Bila pada pembangunan
umum, masyarakat yang berpartisipasi membentu pemerintah, maka pada pola ini
partisipasi justru diharapkan dari pelaku lain untuk membantu masyarakat.
Disadari bahwa dengan pendekatan partisipasi dimana unsur kesesepakatan seluruh
perlaku menjadi hal terpenting dalam prosesnya maka dibutuhkan waktu yang lebih lama,
bertahap dalam pelaksanaanya keterlibatan masyarakat porsi terbesar. Berbeda dengan
penanganan lain, dengan penambahan keterlibatan tersebut, maka semakin banyak
keinginan dan kemampuan dari kepala pelaku yang harus disesuaikan. Dengan
menitikberatkan pada aspek keberlanjutan maka perencanaan kota lebih berorientasi pada
proses (process oriented) dari pada produk fisik yang haris diselesaikan dalam waktu cepat.
Secara skematis, bentuk dan tingkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat
dilihat pada gambar bagan alur di bawah ini.

Publisitas Pendidikan MasyarakatMasukan Masyarakat Interaksi Masyarakat Kemitraan Masyarakat

Pembangunan dukungan masyarakat Pembangunan komunikasi


Pengamanan
dua arah saran dan persetujuan
Diseminasi informasiPengumpulan informasi

Keterlibatan Pasif Keterlibatan Aktif

Gambar 6. 1 Lingkup dan Tingkat Keterlibatan Bentuk Partisipasi Masyarakat


Pelaksanaan peran serta masyarakat diarahkan pada aspek-aspek berikut :
a. Hak Masyarakat
Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak :
1. Berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
2. Mengetahui secara terbuka rencana tata ruang di Kabupaten Buton Utara.
3. Menikmati pemanfaatan ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari
penataan ruang.

9
4. Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
5. Mengajukan keberatan pada masa/periodetertentu yang ditetapkan.
6. Mendapat perlindungan dari kegiatan-kegiatan yang merugikan.
Masyarakat dapat mengetahui Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Buton Utara
melalui :
1. Dokumen RTRW, RDTRK maupun rencana teknis lainnya.
2. Peraturan Daerah tentang RTRW yang diterbitkan dalam Lembaran Daerah.
3. Pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Daerah pada tempat-tempat
yang mudah diakses oleh masyarakat melalui berbagai bentuk media massa dan
informasi.

Hak masyarakat untuk menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai sebagai
akibat penataan ruang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau kaidah
yang berlaku. Hak masyarakat dalam memperoleh penggantian yang layak atas kerugian
terhadap perubahan status lahan dan ruang udara semula yang dimilikinya sebagai akibat
pelaksanaan Rencana Tata Ruang dilaksanakan dengan cara musyawarah antara pihak yang
berkepentingan, dengan tetap memperhatikan hak masyarakat.
b. Kewajiban Masyarakat
Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat wajib :
1. Berperan serta dalam memelihara kualitas ruang.
2. Berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3. Menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan dengan


mematuhi dan menerapkan prosedur, mekanisme, kriteria, kaidah, baku mutu, standar,
aturan dan ketentuan teknis penataan ruang. Peraturan dan kaidah pemanfaatan ruang
yang dipraktekkan masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang
memperhatikan faktor-faktor daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, estetika
lingkungan, lokasi, struktur pemanfaatan ruang, peraturan perundangan yang berlaku, serta
dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras dan seimbang.
a. Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah meliputi :
1. Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah.

10
2. Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan termasuk bantuan
untuk memperjelas hak atas ruang di wilayah dan termasuk pula pelaksanaan tata
ruang kawasan.
3. Bantuan untuk merumuskan perencanaan tata ruang wilayah kota.
4. Pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam menyusun strategi
dan struktur pemanfaatan ruang wilayah kota.
5. Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang wilayah kota.
6. Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan dan atau bahkan bantuan tenaga
ahli.

Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang meliputi:


1. Pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan, agama, adat atau kebiasaan yang berlaku.
2. Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan
ruang wilayah kota dan kawasan yang mencakup lebih dari satu kecamatan.
3. Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang wilayah
Kabupaten Buton Utara dan rencana tata ruang kawasan yang meliputi lebih dari satu
wilayah kota atau kecamatan.
4. Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah kota.
5. Bantuan teknik dan pengolahan dalam pemanfaatan ruang dan/atau.
6. Kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan
hidup.

Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang meliputi:


1. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang skala kota, kecamatan dan kawasan,
termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan
dimaksud dan/atau sumberdaya tanah, air, udara dan sumberdaya lainnya.
2. Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban pemanfaatan
ruang.
b. Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang
Tata cara peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang dilaksanakan:
1. Dengan pemberian saran, pertimbangan, pendapat, , tanggapan, keberatan,
masukan terhadap informasi tentang arah pengembangan, potensi dan masalah yang
dilakukan secara lisan atau tertulis kepada Walikota.
2. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang pelaksanaannya
dikoordinasikan oleh Walikota.
c. Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat

11
Untuk memberdayakan masyarakat dalam penataan ruang, maka:
1. Pemerintah Kota wajib menyediakan informasi penataan ruang dan rencana tata
ruang secara mudah dan cepat melalui media cetak, elektronik atau forum pertemuan.
2. Masyarakat dapat memprakarsai upaya peningkatan tata laksana hak dan kewajiban
masyarakat dalam penataan ruang melalui kegiatan diskusi, bimbingan, pendidikan atau
pelatihan untuk tercapainya tujuan penataan ruang.
3. Untuk terlaksananya upaya peningkatan tata laksana hak dan kewajiban masyarakat,
Pemerintah Kota wajib menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat untuk
menumbuhkan serta mengembangkan kesadaran memberdayakan dan meningkatkan
tanggung jawab masyarakat dalam penataan ruang.
4. Pemberdayaan masyarakat dilakukan oIeh instansi yang berwenang dengan cara:
a. Memberikan dan meyelenggarakan diskusi dan tukar pendapat, dorongan,
pengayoman, pelayanan, bantuan teknik, bantuan hukum , pendidikan dan atau
pelatihan.
b. Menyebarluaskan semua informasi mengenai proses penataan ruang kepada
masyarakat secara terbuka.
c. Mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada masyarakat.
d. Menghormati hak yang dimiliki masyarakat.
e. Memberikan penggantian yang layak kepada masyarakat atas kondisi yang
dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
rencana tata ruang.
f. Melindungi hak masyarakat untuk berperan serta dalam proses perencanaan tata
ruang, menikmati manfaat ruang yang berkualitas dan pertambahan nilai ruang
akibat rencana tata ruang yang ditetapkan serta dalam menaati rencana tata ruang.
g. Memperhatikan dan menindak lanjuti saran, usul atau keberatan dari masyarakat
dalam rangka peningkatan mutu pelayanan ruang.

6.1. Identifikasi Program Pembangunan.........................................................................................................2


6.2. Rencana Kelembagaan Pelaksana Program Pembangunan.....................................................................3
6.3. Rencana Sumber Pembiayaan Program...................................................................................................5
6.4. Rencana Mekanisme Partisipasi Masyarakat...........................................................................................6

Gambar 6. 1 Lingkup dan Tingkat Keterlibatan Bentuk Partisipasi Masyarakat.......................................................9

Tabel 6. 1 Instansi Terkait dengan Penataan Ruang di Kabupaten Buton Utara.......................................................3


Tabel 6. 2 Konsepsi Partisipasi Masyarakat Dalam Penataan Ruang Menurut PP No. 69 Tahun 1996.....................8

12

Anda mungkin juga menyukai