E
PENDEKATAN, METODOLOGI DAN
PROGRAM KERJA
f. Antisipasi yang tepat dan monitoring perubahan lingkungan yang terjadi akibat
pembangunan dan pemanfatan lahan untuk budidaya.
KETERPADUAN PERENCANAAN
DARI ATAS DAN DARI BAWAH
Pola Dasar
Pembangunan
Kebijaka
Tata Ruang
Kebijakan
Sektoral
SDM
ASPIRASI RENCANA
RENCANA TATA
TATA BANGUNAN
BANGUNAN DAN
DAN LINGKUNGAN
LINGKUNGAN KARAKTER
KAWASAN PUSAT KOTAKKJSM
KAW. PERMUKIMAN PONOROGO MASYARAKAT
MASYARAKAT
Diagram E.1
Pendekatan Top Down and Bottom Up Planning
memerlukan perlakuan berbeda. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kajian berdasar
pendekatan ini mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
wilayah perencanaan sebagai organisme yang bersifat dinamis;
wilayah perencanaan di analisa dan di sintesa berdasarkan faktor-
faktor yang mempengaruhi pembangunan, seperti aspek politis, ekonomis,
sosial-budaya, biogeofisik.
wilayah perencanaan dikaji secara komprehensif dengan
mempertimbangkan aspek-aspek tersebut diatas;
wilayah perencanaan dikembangkan berdasarkan kebutuhan
pembangunan masyarakat dalam konteks ruang dan waktu tertentu dengan
mempertimbangkan dimensi sosial, ekonomi dan fisik;
wilayah perencanaan dianalisa berdasarkan keragaman struktur
organisasi dan kelembagaan dalam masyarakat sesuai dengan perilaku dan
distribusi penduduk dan aktifitas ekonomi secara spasial;
wilayah perencanaan memandang berbagai macam proses spasial
dalam kurun waktu tertentu sebagai kepedulian (concern) terhadap berbagai
kebiasaan masyarakat di berbagai bagian wilayah lain;
wilayah perencanaan dianalisa berdasarkan pembangunan yang
dilakukan dalam kurun waktu tertentu pada ruang yang dianggap penting yang
dapat mempertegas peran dan eksistensi karakter kawasan perencanaan,
seperti kawasan bersejarah, kawasan perkotaan, daerah aliran sungai,
kawasan perdagangan, kawasan industri, dan kawasan fungsional lainnya.
wilayah perencanaan dikaji berdasarkan prinsip-prinsip dasar
organisasi keruangan (spasial), yang terkait dengan mengatur keseimbangan
(equilibrium) dan struktur organisasi, serta terkait dengan efisiensi, kesetaraan
(equity), dan kesejahteraan sosial (social welfare);
wilayah perencanaan mengkaji sistem ruang, lokasi, pusat
pelayanan, pola permukiman, kegiatan ekonomi dan industri, lapangan kerja,
penerimaan dan pengeluaran pendapatan, penggunaan sumberdaya alam,
secara keseluruhan dalam konteks lingkungan fisik;
Wilayah perencanaan disintesakan terkait dengan kemampuan
merencanakan dan mengelola perubahan sistem ruang;
Perencanaan mengkaji konflik-konflik keruangan diantara unit-
unit/Blok maupun sub blok kawasan terkait melalaui metoda untuk menganalisa
dan menyelesaikan konflik;
Diperlukan adanya kerjasama berbagai pihak yang terlibat untuk saling berbagi
kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada, khususnya yang
berkatian dengan kemapuan sumberdaya manusia.
Pendekatan participatory digunakan untuk memperoleh urutan prioritas
pengembangan dan masukan-masukan dari berbagai stakeholders untuk melengkapi
peta potensi yang sudah dihasilkan. Pendekatan participatory ini dilakukan melalui
pembahasan/ FGD untuk mengkaji lebih lanjut hasil analisis yang dibuat. Manfaat
penggunaan pendekatan tersebut adalah untuk meminimalkan konflik berbagai
kepentingan yang berarti juga mendapatkan hasil akhir yang menguntungkan untuk
semua pihak. Keuntungan lainnya yang akan diperoleh adalah jaminan kelancaran
implementasi hasil kajian ini di kemudian hari. Sepenuhnya disadari bahwa
penggunaan participatory approach akan menimbulkan berbagai persoalan dalam
prosesnya, terutama masalah keterbatasan waktu. Masalah ini akan dicoba
diminimalkan melalui persiapan materi dan pelaksanaan diskusi pembahasan/FGD
yang matang, sehingga kesepakatan dapat dengan segera dicapai tanpa mengurangi
kebebasan stakeholders untuk mengeluarkan pendapatnya.
t. Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada Kabupaten
tempat lokasi studi; dan
u. Peraturan Daerah/Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung pada
Kabupaten tempat lokasi studi.
v. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di
Perkotaan.
Gambar E.2
Kedudukan RTBL
- Efisiensi dan efekticitas. Keputusan yang diambil akan bersifat efisien dan
efektif jika sesuai dengan kondisi yang ada, baik kebutuhan, keinginan,
maupun sumberdaya di masyarakat.
- Memberdayakan masyarakat setempat, terutama dalam hal membentuk dan
membangun kepercayaan diri, kemampuan bermasyarakat dan
bekerjasama.
Prinsip Utama
- Berdasarkan kesepakatan dan hasil kerjasama. Kesepakatan yang dicapai
adalah hasil dialog dan negosiasi berbagai pihak yang terlibat atau pun pihak
yang terkena dampak perencanaan.
- Sesuai dengan aspirasi public. Perencanaan disesuaikan dengan
kebutuhan, keinginan dan kondisi yang ada di masyarakat.
- Kejelasan tanggung jawab
Adanya sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan yang transparan
dan terbuka bagi publik
Terbuka kemungkinan untuk mengajukan keberatan dan gugatan
melalui instansi yang berwenang menangani gugatan kepada
pemilik, pengelola, dan/atau pengguna atas penyelenggaraan
bangunan gedung dan lingkungannya.
- Kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam proses pembangunan.
Setiap anggota masyarakat atau pemangku kepentingan (stakeholders),
terutama yang akan terkena dampak langsung dari suatu kegiatan
pembangunan, memiliki akases dan kesempatan yang sama untuk
berkiprah.
Hasil Analisis
Hasil analisis pengembangan kawasan berbasis masyarakat adalah
memperoleh gambaran tentang keinginan masyarakat terhadap rencana
pengembangan kawasan yang meliputi penataan bangunan dan lingkungan.
Dimana informasi ini dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan tujuan
pengembangan kawasan serta visi, misi, dan indikasi program bangunan dan
lingkungan di kawasan perencanaan.
1. Secara fungsional:
Kesamaan fungsi, karakter eksisting atau pun karakter yang ingin
diciptakan;
Kesamaan dan potensi pengembangan;
Kebutuhan pemilahan dan organisasi pekerjaan serta strategi
pengembangannya.
2. Secara fisik:
Morfologi blok;
Pola/pattern blok;
Kemudahan implementasi dan prioritas strategi.
3. Dari sisi lingkungan (daya dukung dan kelestarian ekologi
lingkungan):
Keseimbangan dengan daya dukung lingkungan, dan perwujudan
sistem ekologis yang bekelanjutan;
Peningkatan kualitas kehidupan ruang publik melalui penyediaan
lingkungan yang aman, nyaman, sehat dan menarik serta
berwawasan ekologis.
4. Dari sisi pemangku kepentingan:
Tercapainya keseimbangan berbagai berbagai kepentingan yang ada antar
para pelaku.
Manfaat
- Meningkatkan kualitas kehidupan ruang kota melalui penciptaan
lingkungan yang aman, nyaman, sehat, menarik dan berwawasan
ekologis
- Mendorong terciptanya kegiatan publik sehingga tercipta integrasi
ruang sosial antar penggunanya.
- Menciptakan estetika, karakter dan orientasi visual dari suatu
lingkungan.
- Menciptakan iklim mikro lingkungan yang berorientasi pada
kepentingan pejalan kaki.
- Mewujudkan lingkungan yang nyaman, manusiawi dan berkelanjutan.
Komponen Penataan
- Sistem Ruang Terbuka Umum (kepemilikan publik aksesibilitas publik),
yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka, bebas dan diakses publik
karena bukan milik pihak tertentu.
- Sistem Ruang Terbuka Pribadi (kepemilikan pribadi aksesibilitas-
pribadi), yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka tapi terbatas, yang
hanya dapat diakses oleh pemilik, pengguna atau pihak tertentu.
- Sistem Ruang Terbuka Privat yang dapat diaksex oleh umum
(kepemilikan pribadi-aksesibilitas publik), yaitu ruang yang karakter
fisiknya terbuka, serta bebas dan mudah diakses oleh publik meskipun
milik pihak tertentu, karena telah didedikasikan untuk kepentingan
publik sebagai hasil kesepakatan antara pemilik dan pihak
pengelola/pemerintah daerah setempat, dimana pihak pemilik
mengizinkan lahannya digunakan untuk kepentingan publik, dengan
mendapatkan kompensasi berupa insentif/disinsentif tertentu, tanpa
mengubah status kepemilikannya.
- Sistem pepohonan dan Tata Hijau, yaitu pola penanaman pohon yang
disebar pada ruang terbuka publik.
- Bentang Alam, yaitu ruang yang karakter fisiknya terbuka dan terkait
dengan area yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan
publik, dan pemanfaatannya sebagai bagian dari alam yang dilindungi.
Pantai dan laut, sebagai batas yang melingkupi tepian kawasan,
menentukan atmostif dari suasana kehidupan kawasan, serta
dasar penciptaan pola tata ruang;
- Skala dan proporsi ruang yang manusiawi dan berorientasi bagi pejalan
kaki
a. Penciptaan keseimbangan ruang terbuka atau pun ruang
terbuka antar bangunan dengan tema ramah bagi pejalan kaki
sekaligus menghidupkan ruang kawasan melalui berbagai
aktivitas padaarae pejalan kaki;
b. Penciptaan iklim mikro berskala lingkungan yang member
kenyamanan dan keserasian pada area pejalan kaki.
- Sebagai pengikat lingkungan/bangunan Penciptaan ruang terbuka
sebagai sarana interaksi dan sosialisasi penghuni, atau pun ruang
pengikat/penyatu antar bangunan kelompok bangunan.
- Sebagai pelindung, pengaman dan pembatas lingkungan/bangunan bagi
pejalan kaki
- Penciptaan ruang terbuka dan tata hijau sebagai pelindung,peneduh,
maupun pembatas antarruang.
Secara Fisik dan Nonfisik, meliputi:
1. Peningkatan estetika, karakter dan citra kawasan
2. Kualitas fisik
Perencanaan lingkungan yang memenuhi kriteria kenyamanan
bagi pemakai, kelancaran sirkulasi udara, pancaran sinar
matahari, tingkat kebisingan, dan aspek klimatologi lainnya.
3. Kelengkapan fasilitas penunjang lingkungan
4. Penyediaan elemen pendukung kegiatan seperti street furniture
(kios, tempat duduk, lampu, material perkerasan elemen, dan
lain-lain).
Dari sisi lingkungan, meliputi:
1. Keseimbangan kawasan perencanaan dengan sekitar
2. Keseimbangan dengan daya dukung lingkungan
3. Kelestarian ekologis kawasan
4. Pemberdayaan kawasan
Pengembangan potensi bentang alam sebagai usnur
kenyamanan kota dengan merencanakannya sebagai ruang
terbuka bagi publik;
RENCANA INVESTASI
Umum
Rencana investasi disusun berdasarkan dokumen RTBL yang memperhitungkan
kebutuhan nyata para pemangku kepentingan dalam proses pengendalian
investasi dan pembiayaan dalam penataan lingkungan/kawasan.
Rencana ini merupakan rujukan bagi para pemangku kepentingan untuk
menghitung kelayakan investasi dan pembiayaan suatu penataan atau pun
menghitung tolok ukur keberhasilan investasi, sehingga tercapai kesinambungan
pentahapan pelaksanaan pembangunan.
Rencana ini menjadi alat mobilisasi dana investasi masing-masing pemangku
kepentingan dalam pengendalian pelaksanaan sesuai dengan kapasitas dan
perannya dalam suatu sistem wilayah yang disepakati bersama, sehingga dapat
tercapai kerjasama untuk mengurangi berbagai kepentingan konflik dalam
investasi/pembiayaan.
Rencana investasi juga mengatur upaya percepatan penyediaan dan peningkatan
kualitas pelayanan prasarana/sarana dari suatu lingkungan/kawasan.
Sekenario Strategi Rencana Investasi
Aspek-aspek Perencanaan
- Program bersifat jangka panjang menengah, minimal untuk kurun waktu 5
(lima) tahun, serta mengindikasikan investasi untuk berbagai macam kegiatan,
yang meliputi: tolok ukur/kuantitas pekerjaan, besaran rencana pembiayaan,
perkiraan waktu pelaksanaan dan kesepakatan sumber pendanaannya.
- Meliputi investasi pembangunan yang dibiayai oleh pemerintah daerah/(dari
berbagai sektor), dunia usaha/swasta, dan masyarakat.
- Menjelaskan pola-pola penggalangan pendanaan, kegiatan yang perlu
dilakukan khususnya oleh Pemda setempat, sekaligus saran/alternatif waktu
pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut.
- Menjelaskan tata cara penyiapan dan penyepakatan investasi dan pembiayaan,
termasuk menjelaskan langkah, pelaku, dan perhitungan teknisnya.
- Menuntun para pemangku kepentingan dalam memperoleh justifikasi kelayakan
ekonomi dan usulan perencanaan lingkungan dengan memisahkan jenis paket
berjenis cost recovery, noncost recovery, dan pelayanan publik.
Strategi perencanaan investasi dengan sekenario sebagai berikut:
- Langkah I : Penetapan paket kegiatan pada tiap jangka waktu pentahapan dan
penyiapan rincian sumber pembiayaan.
Pengendalian Pelaksanaan
Aspek-aspek Pengendalian
- Penetapan alat-alat dan prosedur pengendalian pelaksanaan, seperti dalam
mekanisme perizinan IMB, review tim ahli bangunan gedung (TABG), dan
penerapan insentif/disinsentif;
- Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan materi teknis dokumen RTBL;
- Evaluasi pelaksanaan peran para pemangku kepentingan sesuai kesepakatan
dalam penataan bangunan dan lingkungan, baik pemerintah daerah, dunia
usaha, masyarakat, maupun pemerintah;
- Pengawasan teknis atas pelaksanaan sistem perizinan dan pelaksanaan
kegiatan pembangunan di lokasi penataan;
- Penerapan mekanisme sanksi dalam penyelenggaraan pembangunan sesuai
peraturan perundang-undangan.
Kriteria dan Pertimbangan Pengendalian:
- Memperhatikan kepentingan publik;
- Mempertimbangkan keragaman pemangku kepentingan yang dapat memiliki
kepentingan berbeda;
- Mempertimbangkan pendayagunaan SDM dan sumber daya alam (ekonomi,
sosial budaya, dan lingkungan) lokal, seperti masyarakat setempat beserta
kegiatan sosial-budayanya.
Pengelolaan Kawasan
Tujuan Pengelolaan Kawasan
Untuk dapat melaksanakan kegiatan estate management dengan efektif dan
terencana, suatu lingkungan perlu membuat suatu piranti atau alat berupa
dokumen tertulis yang melindungi dan memelihara berbagai aset dari lingkungan
yang bersangkutan sebagai penjabaran dari berbagai kepentingan pemakai,
pemilik, atau pun pihak-pihak lain yang mempunyai hak milik, hak sewa atau hak
pakai di lingkungan tersebut.
Pedoman Pengelolaan Kawasan merupakan piranti pengelolaan yang berisi
kewajiban, hak, wewenang, kelembagaan serta mekanisme dari pengendalian dan
pengelolaan terhadap berbagai keinginan pemangku kepentingan, yang bersifat
menerus dan berkelanjutan.
Lingkup Pengelolaan
Pengelolaan kawasan mencakup kegiatan pemeliharaan atas investasi fisik yang
telah terbangun beserta segala aspek nonfisik yang diwadahinya, kegiatan
penjaminan, pengelolaan operasional, pemanfaatan, rehabilitasi/pembaharuan,
serta pelayanan dari aset properti lingkungan/ kawasan.
Aset Properti yang Dikelola
Jenis aset properti yang dikelola dapat berupa sumberdaya alam, bangunan fisik,
lahan, lansekap dan tata hijau, aset pelestarian budaya dan sejarah serta
infrastruktur kawasan, baik yang merupakan aset bersama dengan kepemilikan
publik setempat, atau pun aset properti pribadi yang harus dikontrol pemanfaatan
dan perkembangannya sesuai dengan RTBL yang disepakati.
Pelaku Pengelolaan
- Wewenang atas pelaksanaan pegelolaan kawasan dilakukan oleh Pihak
Pengelolaan kawasan yang anggota dan programnya disusun sesuai
kesepakatan antara masyarakat (pemilik lahan/bangunan), swasta
(pengembang/investor/penyewa), pemerintah daerah dan pelaku
pembangunan lain, termasuk pengguna/pemakai/penyewa dari luar
kawasan.
- Pihak pengelola kawasan berfungsi sebagai lembaga perantara/
penghubung dan lembaga perwakilan di antara berbagai pelaku yang
berkepentingan dalam pengelolaan aset properti.
- Pihak pengelola merumuskan program pengelolaan yang dirangkum dari
berbagai kepentingan beragam pelaku.
- Pada kasus pengelolaan dengan kompleksitas tinggi, pihak pengelola
diizinkan untuk mendelegasikan atau mengontrakkannya secara
profesional kepada suatu lembaga/pihak lain secara kompetitif sesuai
peraturan perundang-undangan.
Aspek-aspek Pengelolaan
Kepentingan pengelolaan yang mengikat semua pihak dengan suatu
peraturan yang saling menguntungkan, termasuk juga mengikat dan
menguntungkan lembaga penerusnya, pengguna pewarisnya, atau yang diberi
kuasa.
Kepentingan agar semua persil yang berada dalam lingkungan binaan yang
ditata tersebut dapat digunakan, dikelola dan dipelihara sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang dimuat pada pedoman pengelolaan kawasan.
Kepentingan pemberlakuan peraturan bagi seluruh persil yang ditujukan untuk
meningkatkan dan melindungi nilai, daya tarik, dan daya guna pakai dari
seluruh fungsi yang ada untuk kepentingan bersama.
Kepentingan perencanaan aset eksisting yang harus mendukung kebutuhan
pelayanan lingkungan setempat.
Pertimbangan lain seperti umur bangunan atau aset properti dan resiko
investasi yang harus dipertimbangkan sejak tahao perancangan kawasan.
Kepentingan pengendalian yang dikaitkan dengan pola kerjasama yang
berlaku, seperti pola BOT, BOO, dan sebagainya.
PEMBINAAN PELAKSANAAN
Umum
Pembinaan pelaksanaan penataan bangunan dan lingkungan oleh pemerintah
bertujuan untuk mewujudkan efektivitas peran pemerintah, masyarakat dan dunia
usaha baik dalam penyusunan RTBL, maupun dalam penetapan dokumen RTBL
melalui peraturan gubernur/bupati, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan,
pengelolaan kawasan, serta peninjauan kembali RTBL.
Perwujudan peran pemerintah diselenggarakan melalui optimalisasi pelaksanaan
pengembangan program dan kegiatan pemerintah yang mendukung pelaksanaan
RTBL dalam penataan lingkungan/kawasan.
Peran Pemerintah Daerah
Dalam menyelenggarakan pembinaan pelaksanaan, pemerintah kabupaten
mengembangkan program dan kegiatannya antara lain:
Membuat identifikasi lokasi potensial penataan lingkungan/ kawasan yang
memerlukan RTBL;
Menyusun RTBL pada kawasan prioritas;
Memberikan advis teknis penyusunan RTBL yang dilakukan oleh masyarakat atau
dunia usaha, termasuk dalam penetapan lokasi dan deliniasi kawasan RTBL;
Memfasilitasi pelaksanaan dengar pendapat publik dan pemberian rekomendasi
oleh tim ahli bangunan gedung dalam proses penyusunan RTBL;
Menetapkan dokumen RTBL sebagai peraturan Gubernur/ Bupati;
Menyebarluaskan peraturan Gubernur/Bupati tentang dokumen RTBL dan
melakukan promosi investasi pembangunannya;
Melaksanakan kegiatan pembangunan fisik secara terpadu lintas sekotral sesuai
dokumen RTBL yang merupakan tanggung jawab pemerintah daerah;
Mengendalikan pelaksanaan pembangunan berdasarkan peraturan Bupati tentang
RTBL untuk lokasi yang bersangkutan dan peraturan daerah tentang bangunan
gedung; dan
Pemerintah daerah dapat mengembangkan kelembagaan khusus yang
bertanggung jawab dalam sosialisasi, promosi, pelaksanaan dan pengendalian
pelaksanaan pengembangan serta pengelolaan kawasan.
Dalam menyelenggarakan pembinaan pelaksanaan, Pemerintah mengembangkan
program dan kegiatannya antara lain:
Membuat identifikasi lokasi potensial dan menetapkan diliniasi lingkungan
pada kawasan strategis rasional dan kawasan prioritas nasional yang
memerlukan penyusunan RTBL;
Bersama pemerintah daerah menyusun RTBL pada:
Dalam rangka memenuhi target sasaran sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam
semua tahapan dan lingkup kegiatan diatas, berikut rincian tahapan kegiatan yang
harus dilaksanakan:
5) Pelaksanaan Focus Group Discussion Pertama (FGD-I) dalam point 5 ini bisa
ditekankan juga uraian tentang tempat pelaksanaannya yang ‘dilaksanakan di
pemkab setempat’
Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tim tenaga ahli konsultan RTBL
segera mengagendakan dan menyelenggarakan Focus Group Discussion
Pertama (FGD-I) dengan mengundang tim teknis daerah dan seluruh
pemangku kepentingan terkait di daerah. Focus Group Discussion Pertama
(FGD-I) diadakan pada lokasi studi, dengan melibatkan unsur Bappeda, Dinas
Pekerjaan Umum dan Dinas terkait, unsur kecamatan yang terkait dengan
studi RTBL di tingkat lokal. Dalam Focus Group Discussion Pertama (FGD-I)
tersebut tim tenaga ahli konsultan RTBL menyampaikan hasil survey awal
lokasi untuk dapat dikonfirmasi oleh pihak terkait serta mengidentifikasi
sebanyak-banyaknya aspirasi daerah terkait keterpaduan pembangunan di
lokasi studi dari masing-masing pihak pemangku kepentingan di daerah yang
akan diselaraskan menggunakan perangkat berupa Dokumen RTBL. Di akhir
pelaksanaan Focus Group Discussion Pertama (FGD-I) wajib disusun Berita
Acara FGD-I yang ditandatangani bersama oleh peserta yang memuat
kesepakatan bersama sebagai berikut:
Pekerjaan Umum dan Dinas terkait, unsur kecamatan yang terkait dengan
studi RTBL di tingkat lokal.
maka tim tenaga ahli konsultan RTBL diminta untuk membuat Berita Acara
Serah Terima Dokumen RTBL yang ditandatangani oleh unsur pihak
Pemerintah Daerah yang berwenang. Berita Acara Serah Terima Dokumen ini
digunakan sebagai bukti telah selesainya serangkaian proses penyusunan
RTBL yang telah menghasilkan keseluruhan produk RTBL yang telah diterima
oleh pihak Pemerintah Daerah.
Dalam menata besaran KLB dan KDB juga perlu disepakati hal-hal
antara lain :
Dalam menghitung luas bangunan, luas lantai dijumlahkan sampai
batas dinding terluar.
Luas ruangan beratap yang berdinding lebih dari 1,2 m di atas lantai
ruangan tersebut dihitung penuh (100 %).
Luas ruang beratap yang bersifat terbuka atau berdinding tidak lebih
tinggi dari 1,2 m di atas lantai ruang tersebut dihitung 50%-nya,
selama tidak melebihi 10 % dari luas denah dasar bangunan yang
diperkenankan sesuai dengan hitungan KDB. Bila luasan melebihi
angka toleransi (10 %) maka hitungan luas bangunan dianggap
100%.
Luas overstek yang kurang dari 1,2 m2 tidak dimasukkan dalam
perhitungan sebagaimana di atas.
Luas ruangan yang berdinding lebih dari 1,2 M namun tidak beratap
diperhitungkan 50% selama tidak melebihi 10% dari luas denah yang
ditetapkan dalam KDB. Bila melebihi hitungan 10%, dianggap dalam
hitungan penuh (100%).
Teras-teras tidak beratap yang berdinding tidak lebih dari 1,2 M di atas
lantai teras tersebut tidak diperhitungkan.
Lantai bangunan yang berada di bawah permukaan tanah tidak
dimasukkan dalam perhitungan KDB.
Ramp dan tangga terbuka dihitung setengahnya selama tidak melebihi
10% dari luas denah dasar yang diperkenankan.
Bangunan yang didirikan harus memenuhi persyaratan KDB dan KLB,
sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
Kepala Daerah dapat memberikan kelonggaran ketentuan ini untuk
bangunan perumahan dan bangunan sosial dengan memperhatikan
keserasian dan arsitektur lingkungan.
Setiap bangunan yang didirikan harus sesuai dengan rencana
penggunaan lahan mikro dan syarat peruntukan kawasan. Apabila
tidak dipenuhi atau tidak ditetapkan maka KDB dan KLB
diperhitungkan berdasarkan luas tanah di belakang Garis Sempadan
Jalan yang dimiliki.
Untuk tanah yang belum atau tidak memenuhi persyaratan luas
minimum perpetakan menurut peraturan ini, Kepala Daerah dapat
menetapkan lain dengan memperhatikan keadaan lapangan, kesera-
sian dan keamanan lingkungan serta memenuhi persyaratan teknis
yang telah ditetapkan.
Koefisien Dasar Hijau
D/H = 1 D/H = 2
Standar fasilitas bangunan rendah masih bisa ditunjang oleh tangga dan
utilitas sederhana. Pada bangunan sedang dan tinggi, khususnya 5 lantai
ke atas, harus ditunjang oleh fasilitas lift dan tangga. Tentu saja sistem
struktur dan utilitas yang diperlukan lebih berteknologi tinggi.
Pengaturan tinggi bangunan, didasarkan pada kompilasi dari beberapa
sumber, diarahkan dengan mempertimbangkan :
1. Daya dukung lahan (struktur geologi)
2. Potensi gempa
3. Kenyamanan dan keamanan; misalnya antisipasi terhadap bahaya
kebakaran
4. Ketersediaan ruang evakuasi bencana
5. Sistem Sanitasi dan Kesehatan
6. Sistem pencahayaan dan penghawaan alami yang
mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam
bangunan gedung
7. Ruang bebas dan batas ketinggian bangunan terkait dengan standar
keselamatan penerbangan
8. Terpeliharanya Estetika kawasan
9. Nilai historis untuk bangunan cagar budaya
10. Kenyamanan visual; interaksi visual penghuni bangunan terhadap
ruang luar tidak terganggu oleh bangunan lainnya
11. Terkendalinya intensitas atau kerapatan bangunan
12. Potensi atau rencana investasi jangka panjang
13. Luasan kavling yang tersedia
14. Klasifikasi jalan di hadapan persil
15. Ketersediaan lahan untuk jarak bebas bangunan gedung di bagian
depan, samping kiri dan kanan, serta belakang bangunan
16. Aksesibilitas masuk dan keluar gedung harus terjamin
kelancarannya.
H=D H = TINGGI
8
BANGUNAN
45°
8 4 10 2
D = 41 H D = 21 H D= H D = 2H
konstruksi jalan. Tinggi ruang bebas bagi jalan arteri dan kolektor paling rendah 5
(lima) meter dengan kedalaman lebih dari 1,5 (satu setengah) meter.
Saluran tepi jalan, hanya diperuntukkan bagi penampungan dan penyaluran air, agar
badan jalan bebas dari pengaruh air.Ukuran saluran tepi jalan ditetapkan sesuai
dengan lebar permukiman jalan dan keadaan lingkungan. Dalam hal tertentu dan
dengan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh menteri saluran tepi jalan dapat
diperuntukkan sebagaimana saluran lingkungan. Ambang pengaman jalan hanya
diperuntukkan bagi pengamanan konstruksi jalan. Bangunan utilitas yang
mempunyai sifat pelayanan wilayah pada sistem jaringan jalan primer di luar kota,
harus ditempatkan di luar Daerah Milik Jalan. Bangunan utilitas yang mempunyai
sifat pelayanan lokal pada sistem jaringan jalan Primer di luar kota, dapat
ditempatkan di luar daerah Manfaat Jalan sejauh mungkin mendekat ke batas
Ruang Milik Jalan. Bangunan Utilitas pada sistem jaringan jalan primer di dalam
kota dan sistem jaringan jalan sekunder dapat ditempatkan di dalam Ruang Manfaat
Jalan dengan ketentuan :
Untuk yang berada di atas tanah atau ditempatkan di luar jarak tertentu
dari tepi paling luar bahu jalan atau perkerasan jalan, sehingga tidak
menimbulkan hambatan samping bagi pemakai jalan.
Untuk yang berada di bawah tanah ditempatkan di luar jarak tertentu dari
tepi paling luar bahu jalan atau perkerasan jalan, sehingga tidak akan
mengganggu keamanan konstruksi jalan.