Uraian Pendekatan, Metodologi, dan Program Kerja di bawah ini diberikan dalam
uraian sistematika sebagai berikut ini.
[ Hal. E-1 ]
Batas Wilayah Kecamatan Soreang:
C. Demografi
Berdasarkan data terakhir pada Juni tahun 2017 (data Monografi
Kecamatan Soreang), jumlah penduduk di Kabupaten Lingga
berjumlah 102.620 jiwa dengan jumlah rumah tangga (kepala
keluarga) sebanyak 24.287 kepala keluarga (KK). Jumlah penduduk
Kabupaten Lingga terdiri dari 52.376 jiwa penduduk laki-laki dan
50.274 jiwa penduduk perempuan yang tersebar di 10 desa.
[ Hal. E-2 ]
sasaran yang ingin di capai melalui DED dalam rangka Perencanaan
Pembangunan Puskesmas Sukajadi ini adalah :
1. Menghadirkan suatu desain perencanaan pembangunan dan
rehabilitasi Puskesmas yang terarah dan terintegrasi dengan
lingkungan sekitar, sehingga menjadikan bangunan puskesmas
sebagai salah satu sarana kesehatan yang nyaman digunakan
serta yang ramah terhadap lingkungan sekitar.
2. Menghadirkan desain perencanaan pembangunan yang
memberikan nilai tambah dan berbagai aspek di lingkungan
sekitar serta memberikan manfaat secara optimal dari segi fungsi
bangunan tersebut serta peningkatan kesehatan dan
kesejahterahan bagi masyarakat.
3. Kawasan puskesmas yang akan di rencanakan akan di bangun
dan direhabilitasi berada di Jalan Raya Soreang – Ciwidey,
Kampung Heubeul Isuk RT 001 RW 009 Desa Sukajadi,
Kecamatan Soreang.
[ Hal. E-3 ]
B. Lingkup Pekerjaan serta Jasa Konsultasi Yang Diperlukan
(Aspek-aspek utama yang diindikasikan dalam KAK)
Lingkup tugas yang harus dilaksanakan oleh Konsultan Perencana
adalah meliputi tugas-tugas perencanaan lingkungan, site/tapak
bangunan dan perencanaan fisik bangunan gedung Negara yang
terdiri dari:
[ Hal. E-4 ]
6. Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan pengguna jasa
untuk menampung saran masukan dan aspirasi sebagai bahan
pertimbangan dalam proses perencanaan teknis.
7. Penyusunan pengembangan rencana, antara lain :
- Rencana struktur, beserta uraian konsep dan perhitungannya
- Rencana arsitektur dan uraian konsep yang mudah
dimengerti
- Rencana system mekanikal/elektrikal
- Rencana utilitas
- Perkiraan biaya
8. Penyusunan rencana detail antara membuat :
- Gambar-gambar detail arsitektur, struktur, utilitas dan M/E
yang sesuai dengan gambar rencana yang telah disetujui,
- Rencana kerja dan syarat-syarat (RKS),
- Rincian volume pelaksanaan pekerjaan (Bill of Quantity),
rencana anggaran biaya pekerjaan (RAB)
- Laporan akhir perencanaan
- Membantu Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
(PA/KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di dalam
menyusun dokumen pelelangan dan pelaksanaan
pelelangan.
9. Membantu Panitia Pengadaan/ULP pada waktu penjelasan
pekerjaan, termasuk menyusun kembali dokumen pelelangan
dan melaksanakan tugas-tugas yang sama apabila terjadi lelang
ulang;
10. Mendampingi konsultan pengawasan selama pelaksanaan
konstruksi fisik dan melaksanakan kegiatan seperti :
[ Hal. E-5 ]
- Melakukan penyesuian gambar dan spesisfikasi teknis
pelaksanaan bila ada perubahan
- Memberikan penjelasan terhadap persoalan-persoalan yang
timbul selama masa pelaksanaan kontruksi terutama
mengenai detail gambar perencanaan.
- Memberikan saran-saran
[ Hal. E-6 ]
a. Pemahaman Kerangka Acuan Kerja (KAK)
Konsultan perencana dalam hal ini akan memahami KAK dengan
sebaik-baiknya untuk dapat dituangkan secara sempurna dalam
pekerjaan desain.
b. Review Persyaratan dan Identifikasi Kebutuhan
Setelah memahami KAK dengan baik, konsultan perencana
melaksanakan review terhadap apa yang dipersyaratkan dalam
Kerangka Acuan kerja, kemudian mengidentifikasi “Kebutuhan”
untuk melaksanakan pekerjaan perencanaan DED proyek ini.
Persyaratan dan Kebutuhan yang dimaksud adalah meliputi
ketersediaan Tenaga Ahli, Fasilitas Pendukung, Data, dan
Teknologi.
c. Rencana Mutu/ Rencana Kerja
Dalam Rencana Mutu tersebut ditentukan target mutu yang akan
dicapai, ditentukan Input desain yang akan disediakan, Tenaga
ahli, Infrastruktur kerja, kemudian tahapan proses pekerjaan
termasuk didalamnya mengatur koordinasi antar disiplin, verifikasi
dan validasi, pengendalian mutu pekerjaan serta output produk
perencanaan. Dengan adanya Rencana Mutu diharapkan mutu
produk yang dihasilkan oleh Konsultan Perencana sesuai dengan
KAK dari Pemberi Tugas dan memenuhi standar mutu produk yang
baik.
d. Pengumpulan Input Desain
d.1. Pengumpulan Data dan Analisa Data
Pengumpulan Data Primer dan Sekunder sangat diperlukan
untuk menunjang pembuatan perencanaan yang berkualitas.
[ Hal. E-7 ]
Data-data yang pernah dikerjakan sebelumnya oleh Pemberi
Tugas, data lahan (KDB, KLB, Batasan Ketinggian Bangunan,
Garis Sempadan Bangunan (GSB)), data kebutuhan
bangunan, data kebutuhan ruangan, data kebutuhan luasan
per ruangan, data struktur organisasi Pemberi Tugas yang
akan menggunakan bangunan tersebut, semuanya perlu
dikumpulkan secara lengkap, untuk kemudian dianalisa,
sehingga dapat disimpulkan secara jelas dan rinci seluruh hal-
hal yang perlu diakomodasi dalam pekerjaan DED proyek ini.
[ Hal. E-8 ]
Studi Banding ke proyek sejenis akan membantu
memperkaya tingkat kedalaman pemahaman masalah yang
terjadi pada proyek-proyek sejenis dan proyek perencanaan
yang sedang dikerjakan.
d.5. Studi Literatur dan Peraturan Yang Berlaku
Di sini konsultan perencana harus mempelajari standar,
persyaratan, dan peraturan yang berlaku untuk diterapkan di
dalam desain kawasan dan/atau bangunan. Seperti garis
sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien
luas bangunan, standard kenyamanan dan keselamatan,
standar-standar evakuasi dalam keadaan kebakaran, ruang-
ruang pendukung yang harus tersedia, ketentuan-ketentuan
gempa, ketentuan-ketentuan pembebanan, ketentuan-
ketentuan struktur beton bertulang dan struktur baja,
ketentuan-ketentuan tentang pembebanan bangunan,
standar air bersih, standar air kotor, standar penerangan,
penanganan bahaya kebakaran, dan lainnya, semua harus
dicermati untuk dapat diterapkan dalam desain. Semua ini
merupakan dokumen yang harus diacu untuk semua aktifitas
perencanaan dan perancangan dalam pembuatan
perencanaan proyek ini.
d.6. Survey Lapangan
Survey ini dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang
berkaitan dengan kawasan dan/atau bangunan yang akan
didesain, kondisi site, arah angin, arah mata angin, lokasi
saluran drainase kota/ sungai, dan jaringan utilitas serta
fasilitas M&E yang sudah ada di lapangan. Desain bangunan
[ Hal. E-9 ]
yang akan dilakukan harus mengacu pada data-data tersebut.
Pemahaman yang baik terhadap site akan menghasilkan
desain yang menyatu dengan alam dan terhadap
ketersediaan fasilitas yang sudah ada.
d.7. Survey Topografi
Survei topografi digunakan untuk mengumpulkan data yang
akurat mengenai bentuk lahan, batas-batas lahan, kontur
lahan, lokasi dan kedalaman drainase yang ada, dan elevasi
jalan disekitarnya. Data ini sangat dibutuhkan untuk
perencanaan site planning dan perencanaan infrastruktur site
yang akurat. Hasil survey yang akurat sangat berpengaruh
pada kualitas desain yang akan dilakukan, termasuk volume
pekerjaan galian dan timbunan.
d.8. Penyelidikan Tanah
Penyelidikan ini dilakukan untuk mengetahui kedalaman
tanah keras, sifat tanah, dan parameter-parameter tanah
untuk perhitungan kapasitas daya dukung pondasi (aksial
tekan, aksial tarik, dan lateral). “Contoh Tanah Tidak
Terganggu” hasil penyelidikan tanah ini akan dibawa ke
laboratorium untuk diuji. Dari hasil penyelidikan lapangan dan
hasil uji laboratorium ini akan diketahui parameter-parameter
tanah untuk menentukan jenis pondasi apa yang paling tepat
untuk bangunan ini. Survei penyelidikan tanah yang akurat
sangat penting untuk menghasilkan bangunan yang kuat
namun ekonomis.
[ Hal. E-10 ]
Setelah seluruh data dikumpulkan maka dapat dimulai suatu
perencanaan site dan perencanaan pra-rancangan bangunan
dengan mengakomodasi semua kebutuhan Pemberi Tugas dan
memperhatikan seluruh Input Desain yang sudah dikumpulkan dan
dianalisa.
Setelah selesai perencanaan site dan membuat pra-rancangan
bangunan, maka perlu disusun prakiraan biaya awal untuk
pembangunan fisik konstruksi, sehingga dapat diberikan ilustrasi
biaya pembangunan kepada pihak Pemberi Tugas. Biaya awal ini
diperlukan Pemberi tugas untuk menentukan alokasi dana dan
tahapan pembangunan, termasuk mengubah pra-rancangan
apabila Pemberi Tugas melihat bahwa dana pembangunan yang
dialokasikan terlalu besar.
Apabila pihak Pemberi tugas sudah memiliki alokasi dana, maka
dapat digunakan oleh Pihak Konsultan Perencana untuk
menentukan besaran kawasan dan bangunan yang dapat dibangun
sesuai alokasi dana tersebut.
Apabila prakiraan biaya awal melebihi alokasi dana yang ditentukan
oleh Pemberi tugas, maka beberapa hal dapat dilakukan untuk
menyesuaikan desain tersebut misalnya melalui pengurangan luas
bangunan atau menurunkan spesifikasi material bangunan. Apabila
Pemberi Tugas belum memiliki alokasi dana, maka prakiraan biaya
awal ini akan menjadi indikasi kepada Pemberi Tugas untuk
melanjutkan proyek, untuk memperbesar nilai proyek, atau
memperkecil nilai proyek karena alokasi dana yang tersedia
ternyata lebih kecil.
[ Hal. E-11 ]
Banyak masalah dalam dunia desain, disebabkan oleh konsultan
perencana yang tidak memberikan informasi prakiraan biaya awal
sehingga Pemberi Tugas kelebihan ekspektasi dan harus kandas
oleh keterbatasan dana.
f. Verifikasi dan Validasi
Konsultan perencana diharuskan memastikan kembali bahwa
semua desainnya sudah memenuhi KAK, Peraturan, Ketentuan,
dan sudah memperhatikan masukan-masukan dari desain
sebelumnya yang sudah pernah dilaksanakan serta
mengakomodasinya dalam desain. Proses verifikasi akan dilakukan
pada masa pra-rancangan, pengembangan desain, dan pada masa
detailed design.
Sementara proses validasi adalah proses dimana konsultan
perencana diharuskan untuk memastikan bahwa desain yang
dibuatnya sudah memenuhi standar kefungsian dan kenyamanan.
Konsultan Perencana akan melakukan proses ini dalam masa pra
rancangan.
g. Presentasi dan Persetujuan Pemberi Tugas
Desain pra-rencana dan prakiraan biaya awal harus
dipresentasikan terlebih dahulu di hadapan Pemberi tugas untuk
mendapatkan persetujuan sebelum paparan atau asistensi teknis,
maka perencanaan akan dilanjutkan ke desain rinci dan pembuatan
dokumen lelang, sampai kepada penyerahan produk sesuai dengan
yang dipersyaratkan dalam KAK.
Selanjutnya Pendekatan Teknis dan Metodologi tersebut
dikembangkan dalam proses kerja yang lebih operasional
sebagaimana tergambar dalam bagan alir berikut ini :
[ Hal. E-12 ]
[ Hal. E-13 ]
[ Hal. E-14 ]
E. 2. PROGRAM KERJA
[ Hal. E-15 ]
Gambar-gambar pra rencana bangunan
Dalam tahap ini, setelah semua input design yang
diperoleh dari Tahap Persiapan Rancangan dipelajari
secara maksimal dan diolah menjadi Konsep dan program
ruang, Konsultan dapat merevisi Tata Letak Bangunan,
jalan lingkungan dan saluran drainase dan menyusun
konsep Perancangan dan program perencanaan.
Perkiraan biaya pembangunan
Prakiraan biaya kasar atas Konstruksi gedung, jalan,
drainase serta pematangan lahan perlu disusun untuk
dimintakan persetujuan kepada pemberi tugas dan juga
sebagai alat kendali atas desain yang dibuat, sehingga
diharapkan tidak overbudget.
Garis besar Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS)
Sebagai kelengkapan dari dokumen tender, Rencana Kerja
dan Syarat (RKS) ditempatkan sebagai dokumen penting
selain gambar rencana. Keberadaannya sangat
menentukan kepentingan dari berbagai pihak yang akan
terlibat dalam realisasi pekerjaan, dimulai sejak tahap awal
dari proses realisasi ide dari pemilik proyek (Owner).
c. Tahap Penyusunan Pengembangan Rencana
Setelah Pra Rencana dan Estimasi Prakiraan Biaya mendapat
persetujuan dari Pemberi Tugas, desain Arsitektur, Struktur,
Infrastruktur, Mekanikal, dan Elektrikal akan dikembangkan
secara maksimal. Pengembangan akan dilakukan secara per
disiplin maupun melalui koordinasi intensif antar disiplin.
Penggambaran Pengembangan Desain Arsitektur, Interior,
Struktur, MEP, Infrastruktur & Lansekap.
[ Hal. E-16 ]
Seluruh disiplin harus mengembangkan konsep
perencanaannya dan mengkoordinasikannya sehingga
dapat tercipta keselarasan dari seluruh sistem. Sistem-
sistem struktur, pradimensi struktur, sistem-sistem M&E,
dan one-line diagram M&E harus disusun untuk kemudian
dikoordinasikan. Bahan-bahan finishing arsitektur yang
akan dipergunakan harus dikembangkan. Gambar-gambar
perencanaan teknis Arsitekrur, Struktur, interior, lansekap,
MEP dan infrastruktur sudah dilaksanakan pada tahap ini.
Melakukan Perhitungan Desain
Struktur sudah mulai melakukan perhitungan struktur
bawah dan struktur atas, sedangkan ahli perencana jalan
juga mulai menghitung konstruksi jalan. Demikian halnya
dengan tenaga ahli hidrologi, mulai melakukan perhitungan
untuk menentukan ukuran drainase. Di sisi lain tenaga ahli
elektrikal, mekanikal dan teknik lingkungan melakukan hal
yang sama.
Membuat Drat RAB
Kemudian prakiraan biaya yang sudah dilakukan pada
tahap pra rancangan harus diupdate dan dikembangkan
menjadi Volume, RAB dan Analisa Harga Satuan pada
tahap pengembangan desain ini.
Membuat Draf RKS Teknis
Setelah menyusun outline spesifikasi pada tahap
Preliminari, para tenaga ahli mulai mengembangkannya
menjadi draft RKS Teknis.
d. Tahap Rencana Detail
[ Hal. E-17 ]
Apabila sudah mendapat persetujuan Tim Teknis pada tahap
pengembangan desain sebelumnya, maka konsultan
perencana akan melanjutkan ke tahap Pembuatan gambar
Detail.
Perencanaan rinci atau desain rinci akan dilakukan untuk
arsitektur, struktur, infrastruktur, mekanikal, dan elektrikal.
Semua perhitungan-perhitungan engineering akan
dilaksanakan.
Keluaran pada tahap ini adalah Dokumen Perencanaan
lengkap termasuk perhitungan
Gambar-gambar detail arsitektur, detail struktur, detail
Infrastruktur, detail Mekanikal dan Elektrikal
Rencana kerja dan syarat-syarat (administrasi, teknis, dan
khusus)
Daftar Volume Pekerjaan (BQ) dan
Rencana Anggaran Biaya (RAB).
e. Tahap Pelelangan / Pengadaan
Pada tahap ini, konsultan perencana akan membantu Pemberi
Tugas menyusun dokumen pelelangan, program pelelangan,
memberi penjelasan teknis dalam aanwijzing, membuatkan
lampiran teknis untuk Berita Acara pelelangan.
Dalam tahap ini Konsultan Perencana wajib untuk
memberikan :
Dokumen hasli pekerjaan Perencanaan Pembangunan
Puskesmas Sukajadi Kecamatan Soreang Kabupaten
Bandung, berupa RAB, Gambar Rencana Teknis, Daftar
Harga Satuan Upah, Bahan, Analisa Harga Satuan, RKS
[ Hal. E-18 ]
sejumlah 5 (lima) buku, dengan 1 (satu) asli dan 4 (empat)
copy lengkap dengan softcopy yang disimpan dalam
flashdisk.
Dokumen tambahan hasil penjelasan pekerjaan, dan
laporan teknis dan administratif pada saat pelelangan
kontraktor
[ Hal. E-19 ]
Tahap Penyusunan Pengembangan Rencana
Tahap ini akan diselesaikan dalam waktu selambat lambatnya
14 hari kalender dari tanggal SPMK. Tahap ini akan kami
upayakan lebih cepat dari yang ditentukan dalam KAK. Hal ini
terkait dengan target yang harus dicapai yaitu penyerahan
Laporan Pengembangan Rencana dimana sebelumnya harus
dipresentasikan terlebih dahulu dan mendapat persetujuan
dari Tim Teknis serta untuk menghindari keterlambatan pada
tahap Penyerahan Gambar Pelaksanaan Konstruksi yang
tentunya terkait dengan proses pelelangan konstruksi.
Tahap Rencana Detail
Tahap ini akan diselesaikan dalam selambat-lambatnya 30
hari kalender dari tanggal SPMK. Hal ini terkait dengan target
yang harus dicapai yaitu penyerahan Laporan Akhir/ Detail
Desain maupun Dokumen Lelang dimana sebelumnya harus
dipresentasikan terlebih dahulu dan mendapat persetujuan
dari Tim Teknis dan ditandatangani oleh PA dan PPTK.
[ Hal. E-20 ]
pembahasan tersebut. Presentasi/Diskusi/ Pembahasan formil
dilaksanakan sekurang-kurangnya 4 kali. Tetapi untuk proses
asistensi dengan Tim Teknis bisa lebih dari itu.
[ Hal. E-21 ]
Melakukan Rapat koordinasi interdisiplin
Presentasi dan minta approval dihadapan Pemberi Tugas
dan Dinas terkait.
Pengembangan Rancangan (Laporan Draft Akhir)
Membuat gambar pengembangan sampai dengan detail
prinsip (minggu ke 3 – 4)
Membuat perhitungan kebutuhan utilitas ME (minggu ke 3-
4)
Menyusun Laporan Pengembangan Rencana (minggu ke 3-
4)
Melakukan Rapat koordinasi interdisiplin
Presentasi dan minta approval dihadapan Pemberi Tugas
dan Dinas terkait (minimal 1 kali paparan pada minggu ke
3)
Rencana Detail/ Pembuatan Dokumen Lelang
(Laporan Akhir)
Membuat gambar kerja dan perhitungan perhitungan
(minggu ke 4)
Menyusun Rencana Kerja dan Syarat syarat Teknis
(minggu ke 4)
Menyusun perhitungan Bill of Quantity dan Rencana
Anggaran Biaya (minggu ke 4)
Melakukan Rapat koordinasi interdisiplin
Menyusun Laporan Akhir/ Detail Desain (minggu ke 4)
Menyusun Laporan Perhitungan Struktur (minggu ke 4)
[ Hal. E-22 ]
Presentasi dan minta approval dihadapan Pemberi Tugas
dan Dinas terkait (minimal 1 kali paparan pada minggu ke
4).
[ Hal. E-23 ]
Sistem Xref memungkinkan sebuah gambar yang dibuat pada suatu file
menjadi sumber referensi bagi gambar dalam file lainnya. Ketika file
sumber ini dimodifikasi dan perubahannya disimpan, maka file-file lain
yang merujuk
kepadanya akan termodifikasi secara otomatis dengan memberi
pemberitahuan kepada operator. Sistem ini sangat bermanfaat dalam
hal koordinasi gambar dan perubahan desain. Pada sistem Xrefs,
perubahan desain yang dilakukan pada sebuah file sumber akan terekam
pula pada file lain yang merujuknya.
Dengan demikian, kesalahan atau ketidaksinkronan gambar akibat
perubahan-perubahan desain bisa diminimalisir.
[ Hal. E-24 ]
sektor konstruksi menjadi gerakan green building/ bangunan ramah
lingkungan.
Aplikasi konsep bangunan ramah lingkungan menjadi penting dan perlu
disegerakan, baik untuk pembangunan sekarang dan akan datang.
Penerapan
konsep bangunan ramah lingkungan yang berorientasi hemat energi ini
selayaknya harus dirumuskan dan diprogramkan sejak tahap awal
perencanaan.
Konsultan Perencana mengambil kesempatan terkait posisinya sebagai
perancang lingkungan binaan dan arsitektur untuk membantu
mewujudkan
konsep green building yang hemat energi. Konsultan Perencana secara
intrinsik berkomitmen menjadikan faktor hemat energi sebagai variabel
penting dalam perencanaan dan pendekatan desain. Strategi-strategi
pengematan energi dalam lingkup bangunan, baik berupa strategi pasif
maupun strategi aktif, akan dielaborasi Konsultan Perencana pada setiap
tahapan perencanaan. Dimulai ketika desain bangunan hemat energi
dirumuskan sejak tahap pra rancangan, diperjelas melalui
pengembangan desain yang menggabungkan konsep hemat energi
dengan kebutuhan klien atau pengguna bangunan, dan penyesuaian
dengan batasan anggaran yang tersedia, sampai akhirnya konsep final
dituangkan pada desain detail atau dokumen lelang.
Dalam melakukan simulasi bangunan hemat energi, Konsultan
Perencana menggunakan bantuan program komputer Ecotect Analysis
2011 yang dikeluarkan oleh Autodesk. Program tersebut mampu
memetakan prakiraan
[ Hal. E-25 ]
kondisi termal bangunan yang dirancang dan memudahkan arsitek untuk
menentukan pilihan desain yang sesuai tujuan hemat energi. Selain
daripada
itu, Konsultan Perencana Penta Architecture didukung oleh tenaga ahli
arsitek yang sudah bersertifikasi Greenship Professional dari Green
Building Council Indonesia (GBCI).
Strategi hemat energi pasif (misal: konsep penerangan alami, sirkulasi,
ventilasi atau penghawaan alami tanpa bantuan mekanis, menghindari
pemanasan) atau strategi aktif (misal: penggunaan sistem sensor,
menggunakan peralatan mekanis atau elektikal hemat energi) yang
diaplikasikan pada rancangan bangunan akan berbeda-beda disesuaikan
dengan karakteristik dan potensi site atau lokasi di mana bangunan akan
berdiri, preferensi pengguna/ pemilik bangunan dan anggaran yang
tersedia.
Sebagian besar energi yang dikonsumsi bangunan saat beroperasi
dipakai untuk menjalankan sistem HVAC, yang pada kasus di Indonesia
mayoritas menjalankan sistem pendinginan ruang. Besarnya energi
untuk mendinginkan terbesar terjadi pada siang hari, yang salah satunya
dipengaruhi oleh peralihan termal yang terjadi pada kulit atau selubung
bangunan (perpindahan kalor dari radiasi matahari ke dalam bangunan
melalui dinding dan atap). Konsultan Perencana memahami hal ini dan
akan melakukan modifikasi desain pada selubung bangunan untuk
menurunkan peralihan panas. Pendekatan yang dilakukan mulai dari
penentuan orientasi bangunan sesuai jalur matahari, pengaturan letak
bukaan, pemilihan material kaca, pemanfaatan tabir surya (sun screen)
dan rekayasa selubung bangunan dengan menambah kulit luar (double
[ Hal. E-26 ]
skin façade) untuk menghalau radiasi sebelum sampai ke dinding dalam
bangunan.
[ Hal. E-27 ]
yang dirancang oleh Konsultan Perencana yang bertujuan menghindari
pemanasan.
[ Hal. E-28 ]
ini mengharuskan kita untuk melakukan penghematan penggunaan air
dan mencari sumber air alternatif.
Strategi-strategi untuk menghemat penggunaan air terutama ketika
bangunan beroperasi dan pemakaian sumber air alternatif (selain air
tanah dan air dari perusahaan penyedia air bersih), sangat perlu
dirumuskan sejak awal perencanaan. Sekalipun akan diusulkan
Konsultan Perencana, seperti pada kasus konsep hemat energi,
penerapan konsep hemat air dan sumber air alternatif akan berbeda-
beda pada setiap proyek bangunan disesuaikan dengan karakteristik dan
potensi site atau lokasi di mana bangunan akan berdiri, preferensi
pengguna/ pemilik bangunan dan anggaran yang tersedia.
Konsep hemat air dan menggunakan sumber air alternatif bisa didekati
dari sisi pasif seperti menyediakan perangkat hemat air, menyediakan
perangkat pengolahan air buangan/ recycle atau penampungan air
hujan/ reuse, maupun secara aktif seperti menyediakan dan
melaksanakan peraturan hemat air bagi pengguna sehingga dapat
menegakkan budaya hemat air.
[ Hal. E-29 ]
Dalam perangkat penilai green building Greenship yang dikeluarkan oleh
Green Building Council Indonesia (GBCI), penghematan air menjadi
fokus penting selanjutnya setelah EEC dengan porsi poin nilai yang
cukup signifikan pula. Kriteria Water Conservation (WAC) mendapatkan
prosentase poin terbesar kedua yaitu sebanyak 21% dari keseluruhan
enam kriteria yang dirumuskan pada Greenship New Building.
[ Hal. E-30 ]
Disamping itu perlu urutan tahapan perancangan mulai dari tahap
pengembangan desain (design development), dan desain rinci (detailed
design) yang dilalui secara berurutan sehingga akan membantu
tercapainya target waktu yang diharapkan.
[ Hal. E-31 ]
4. Ahli Teknik Plambing dan Pompa Mekanik, bertugas
selama 15 (lima belas) hari, bertanggungjawab
dan memiliki kompetensi untuk:
merancang bentuk dan struktur plambing dan pompa
mekanik bangunan gedung Puskesmas Sukajadi.
merancang bentuk dan struktur distribusi tenaga listrik
bangunan gedung Puskesmas Sukajadi.
5. Cost Estimator, bertugas selama 2 (dua) Bulan,
bertanggungjawab dan memiliki kompetensi membuat dan
menyusun Analisa Harga Satuan, menghitung volume
pekerjaan fisik serta membuat Rencana Anggaran Biaya
pembangunan gedung Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Daerah Dabo.
[ Hal. E-32 ]
Setiap bangunan atau arsitektur tidak dapat dipisahkan dari lokasi
dimana dia berdiri. Lokasi ini akan memberikan konteks dan
lansekap bagi bangunan maupun keliling bangunan yang akan
direncanakan. Desain yang muncul dari pemahaman yang baik
terhadap konteks dapat membantu mewujudkan lingkungan binaan
atau arsitektur yang lebih baik dan berkelanjutan. Perencanaan
tapak atau bangunan yang sensitif terhadap konteks memerlukan
pemahaman mendalam akan atribut-atribut yang terkait site atau
konteks tersebut.
Menurut James A. LaGro Jr. (2007) dalam bukunya yang berjudul
“Site Analysis: A Contextual Approach to Sustainable Land Planning
and Site Design”, untuk memutuskan atribut apa saja dari sebuah
site yang perlu dipetakan dan dianalisis, and atribut mana yang
tidak perlu diperhitungkan memerlukan pertimbangan terhadap
empat faktor sebagai berikut, yaitu:
Tata guna lahan yang diusulkan (program dari proyek);
Kondisi di dalam site dan di luar site;
Persyaratan untuk perizinan;
Biaya yang diperlukan untuk mengumpulkan dan menganalisis
data.
[ Hal. E-33 ]
Tahap pertama adalah melakukan survey atau investigasi tapak
dengan cukup cepat untuk mengidentifikasi potensi site, kelebihan-
kelebihan dan kekurangan-kekurangan tapak. Survey ini termasuk
mencari foto udara untuk mempermudah menangkap informasi
terkait site. Langkah selanjutnya adalah mengembangkan peta dasar
yang berfungsi sebagai cetakan untuk memetakan atribut site dan
analisis. Seyogyanya, peta topografi sudah tersedia dengan batasan
lahan perencanaan yang jelas. Jika belum pun maka survey topografi
harus dilakukan segera. Berikut adalah data site yang perlu diketahui
dari survey topografi (LaGro, 2007).
Pemetaan terhadap atribut biologis dari sebuah site dapat
membantu melindungi integritas ekologis dari suatu site ketika
sebuah perencanaan dibangun dan dipergunakan setelahnya.
Faktor biologis yang perlu diperhatikan dalam perencanaan dan
desain (LaGro, 2007) antara lain adalah komunitas ekologis
(infrastruktur lingkungan/ hijau, habitat, daerah teritori dan jalan),
vegetasi (jenis-jenis tanaman/ pepohonan, spesies eksotis yang
ada, tanaman yang dilindungi), dan kehidupan hewan liar
(habitat spesies eksotis yang ada, hewan yang dilindungi).
Atribut dari faktor budaya yang perlu diperhatikan dalam
perencanaan dan desain (LaGro, 2007) meliputi:
a. Tata guna lahan: distrik, site dan sekelilingnya, bangunan-
bangunan;
b. Ruang terbuka: taman, jalur hijau;
c. Peraturan-peraturan: keringanan-keringanan, pemintakatan
(zoning), peraturan bangunan (KDB, KLB, GSB, Damija, dsb.),
panduan dan pedoman perencanaan;
[ Hal. E-34 ]
d. Properti: kepemilikan, nilai lahan;
e. Persepsi panca indra: jarak penglihatan, kualitas visual, kebisingan,
bebauan;
f. Infrastruktur: sistem transportasi, utilitas.
Proses inventarisasi tapak akan memberikan informasi yang lengkap
tentang kondisi eksisting dan konstekstual dari sebuah site yang
berguna bagi perencanaan lansekap dan arsitektur.
Inventarisasi
Site
[ Hal. E-35 ]
Analisis Site
Setiap site memiliki kombinasi fisik, biologis dan budaya yang khas
yang tidak memungkinkan pendekatan “satu-untuk-semua” untuk
perencanaan dan desain. Pembangunan yang berkesesuaian dengan
kondisi eksisiting site adalah fungsi dari potensi dan batasan dari
suatu site untuk suatu program tertentu (LaGro, 2007).
Dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan maka
dibutuhkan perlindungan terhadap integritas ekologis dan
konservasi sumber daya alam dan juga warisan kebudayaan.
Pembangunan lahan, baik itu selama dan sesudah konstruksi, akan
membawa pengaruh signifikan yang menurunkan kualitas
lingkungan dan menimbulkan akibat sosial dan ekonomi yang
bervariasi. Dengan analisis site dan kontekstual yang menyeluruh
[ Hal. E-36 ]
dan berhati-hati, pembangunan dapat direncanakan untuk
meminimalisir dampak dan memperbaiki kerusakan terhadap
lingkungan dan masyarakat (LaGro, 2007).
Proses analisis dan sintesis arsitektur bangunan merupakan lanjutan
dari proses analisis site. Kesesesuaian site yang dicari melalui
analisis site akan menjadi masukan dalam proses perancangan
arsitektur. Bersama-sama dengan program bangunan, kepentingan
masyarakat umum, kondisi eksisting dan kontekstual site menjadi
input bagi Konsultan Perencana dalam merumuskan desain
konseptual. Pengetahuan, keahlian, dan nilai yang dimiliki oleh
perancang, mengenai teori perencanaan dan perancangan,
kemampuan komunikasi grafis, dan etika profesional (dalam hal
ini yang dimiliki oleh tenaga ahli-tenaga ahli Konsultan Perencana)
akan mempengaruhi keluaran rencana konsep yang dapat keluar
dalam beberapa alternatif. Pada tahap ini, perancang akan mencari
struktur teroganisir yang menghubungkan faktor alam dan budaya
dari site dengan kerangka ruang yang nantinya dibangun dalam
desain lansekap dan arsitektural dari program proyek perencanaan
yang sudah ditentukan.
Teori dan pendekatan arsitektur yang digunakan oleh perancang
untuk memecahkan masalah desain yang dinyatakan pada program
terkait dengan kondisi eksisting site dan konsteks, akan bervariasi
tergantung pada sifat dan tipologi arsitektur yang ingin
dimunculkan. Namun demikian, menyusun program ruang sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan Pemberi Tugas (dinyatakan dalam
KAK) dan merumuskan diagram hubungan antar ruang adalah tahap
awal dari sintesis desain arsitektur yang selalu dilakukan oleh
[ Hal. E-37 ]
perancang. Pemrograman ruang ini biasanya akan muncul secara
grafis dalam bentuk denah dan rencana tapak.
Pra rencana denah dan rencana tapak tersebut biasanya
dikomunikasikan bersamaan dengan ilustrasi tiga dimensi untuk
membantu pemahaman secara visual. Karena sifatnya yang
memberikan jawaban konseptual terhadap program sekaligus
memberikan respon terhadap kondisi eksisting site dan konteks
yang akan menentukan desain pada tahap selanjutnya, maka
rancangan pra rencana ini harus mendapatkan persetujuan dari
Pemberi Tugas. Pada tahapan pengembangan pra rencana yang
sudah disetujui oleh Pemberi Tugas, analisis yang diperlukan lebih
bersifat memecahkan masalah teknis detail dan bukan konseptual.
[ Hal. E-38 ]
Gambar-gambar arsitektur bangunan akan terdiri dari gambar-gambar
denah, tampak, potongan prinsip, potongan-potongan detail,
pembesaran toilet, pembesaran ruangan- ruangan, detail-detail
kusen, pintu, dan asesorisya, detail-detail atap, gambar rencana
plafon dan gambar rencana lantai, gambar-gambar tabel finishing,
gambar-gambar tangga dan ramp, gambar saluran sekeliling
bangunan, dan gambar-gambar standar detail arsitektur dan notasi
arsitektur.
Gambar-gambar struktur dan pondasi akan terdiri dari gambar-
gambar denah pondasi, gambar rencana pile cap dan sloof, gambar-
gambar denah-denah pembalokan dan lantai beton, gambar lokasi
dan besaran kolom, gambar-gambar lokasi dan besaran dinding geser
(apabila ada), gambar-gambar penulangan balok, slab, kolom, dinding
geser, pile cap, dan sloof, gambar-gambar detail struktur atap baja,
gambar-gambar struktur tangga dan ramp, gambar-gambar standar
detail penulangan struktur, dan gambar-gambar detail lainnya yang
terkait.
Gambar-gambar Mekanikal-Elektrikal-Plumbing akan terdiri dari
gambar-gambar sistem, gambar-gambar axonometeri, gambar-
gambar denah, gambar-gambar detail sambungan, gambar-gambar
potongan untuk mekanikal, AC, perlawanan kebakaran, transportasi
vertikal, elektrikal, elektronik, pencegahan petir, air bersih, air kotor,
perpipaan, dan gambar-gambar standar detail Mekanikal-Elektrikal-
Plumbing.
Gambar-gambar infrastruktur site akan terdiri dari gambar-gambar
galian dan timbunan, gambar-gambar alinyemen horizontal, vertikal,
potongan-potongan, perkerasan jalan, gambar-gambar tabel drainase
[ Hal. E-39 ]
dan detail-detail junction drainase, gambar-gambar dinding penahan
tanah, gambar-gambar kolam penampungan sementara, dan gambar-
gambar detail-detail kaitan dengan infrastruktur site.
Gambar-gambar kerja di atas adalah gambar-gambar yang sudah
melalui koordinasi inter-disiplin minimal sekali dalam 2 minggu, sudah
melalui prosedur pengecekan gambar sesuai ketentuan ISO 9001 :
2008, sudah diberi tanda tangan oleh pihak-pihak yang bertanggung
jawab atas gambar-gambar tersebut.
Kop gambar dari gambar-gambar tersebut sudah berisi key plan,
nama pemberi tugas, nama konsultan, pihak-pihak yang harus
memberikan tanda tangan di atasnya, sudah berjudul gambar,
bernomor gambar, sudah berstatus nomor revisi dan tanggal.
Seluruh gambar kerja dicetak di atas kertas kalkir dan diperbanyak
dengan cara blue print sesuai jumlah eksemplar tersebut dalam KAK/
Kontrak. Sementara untuk kepentingan lelang LPSE, maka semua
gambar juga akan disediakan dalam format pdf supaya bisa diupload
kedalam portal LPSE.
[ Hal. E-40 ]
Persyaratan Teknis Struktur dan Pondasi akan terdiri dari
spesifikasi teknis untuk pekerjaan :
1. Pekerjaan Galian dan Urugan
2. Pekerjaan Struktur Beton
3. Pekerjaan Struktur Baja
4. Pekerjaan Penyekat penyekat Air
5. Pekerjaan Siar Dilatasi
6. Pekerjaan Sparing (pemipaan dalam beton)
7. Pekerjaan Pondasi Tiang Pancang
8. Pekerjaan Pondasi Sumuran/ Bor Pile
9. Pekerjaan Pondasi Telapak
10. Pekerjaan Poer dan Sloof beton
11. Pekerjaan Pondasi Batu Kali
12. Daftar Material
[ Hal. E-41 ]
lainnya)
7. Pekerjaan Metal
8. Pekerjaan Stainless steel
9. Pekerjaan Railing
10. Pekerjaan Kusen Alumunium
11. Pekerjaan Partisi Gypsum Lapis Wallpaper
12. Pekerjaan Partisi Panel Kalciboard
13. Pekerjaan Plat Tembaga/ Kuningan
14. Pekerjaan Penutup Atap Metal Gelombang
15. Pekerjaan Penutup Atap Metal Gelombang dengan Zipping
system
16. Pekerjaan Penutup Atap Genteng (Keramik, Tanah Liat, Beton)
17. Pekerjaan Talang Vertikal
18. Pekerjaan Roof Drain
19. Pekerjaan Langit langit (Gypsum board, Accoustic Tile,
Alumunium ceiling)
20. Pekerjaan Grouting
21. Pekerjaan Waterproofing
22. Pekerjaan Sealant
23. Pekerjaan Anti Rayap
24. Pekerjaan Pengecatan (Kayu,Metal, Melamic, Polyurethane,
Chemstone)
25. Pekerjaan Kaca dan Cermin
26. Pekerjaan Perlengkapan Pintu dan Jendela dan Bovenlicht
27. Pekerjaan Sanitary Fixtures
28. Pekerjaan Luar Bangunan/ Lansekap
29. Pekerjaan Pembersihan Bekas Pembongkaran dan
[ Hal. E-42 ]
Pengamanan Setelah Pembangunan.
[ Hal. E-43 ]
6. Pekerjaan Sub Base & Base Course
7. Pekerjaan Finishing, Surface Treatment
8. Pekerjaan Lain lain (Penanaman Ruimput, Mortar, Pasangan
Batu, Marka Jalan, Kerb Beton)
[ Hal. E-44 ]
e. SNI 1726 - 2012 - Standar Perencanaan Ketahanan
Gempa untuk Struktur Bangunan
Gedung dan Non Gedung
f. IBC - 2009 - International Building Code 2009
(Peraturan Gempa Indonesia yang
baru mengacu kepada Peraturan ini).
g. SNI-03-2847-2002 - Tata Cara Perencanaan Struktur
Beton untuk Bangunan Gedung.
h. ACI 318 -99 - Building Code Requirements for
Structural Concrete. (Peraturan Beton
Indonesia mengacu kepada
Peraturan ini)
i. ACI 318 -05 - Building Code Requirements for
Structural Concrete. (Sehubungan
dengan Penta Rekayasa Divisi Struktur
menggunakan software ETABS versi
9.7, dan saat menulangi komponen
struktur, yang tersedia dalam software
ETABS versi 9.7 dan cocok dengan
kondisi saat ini adalah ACI 318 – 05,
maka Peraturan ini juga digunakan
sebagai acuan peraturan yang
digunakan).
j. ACI Detailing 2004 -ACI Detailing Manual - 2004.
k. SNI 03-1729-2002 - Tata Cara Perencanaan Struktur
Baja Untuk Bangunan Gedung.
l. AISC-LRFD -99 - American Institute of Steel
[ Hal. E-45 ]
Construction – Load and Resistance
Factor Design tahun 1999. (Peraturan
Baja Indonesia mengacu kepada
Peraturan ini).
m.AWS D.1.1 - American Welding Society.
n. SKBI – 2.3.53.1987 - Petunjuk Perencanaan Struktur
Bangunan Untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Rumah
dan Gedung.
2. DESIGN LOADS
2.1 Beban Mati
Beban Mati diperhitungkan berdasarkan data-data berikut
ini.
1. Berat Jenis Beton Bertulang yang diambil sebagai
[ Hal. E-46 ]
7. Beban Curtain Wall (Glass/ Alumunium Panel) = 100
kg/m2.
8. Beban dinding panel precast tebal 10 cm untuk
dinding luar = 240 kg/m2.
9. Beban M&E dan plafon diambil sebesar 25 kg/m2.
10. Beban equipment M&E di ruang M&E = 600 kg/m2,
kecuali ada ketentuan lain yang lebih berat.
11. Beban tanah dan tanaman, sesuai dengan ketebalan
tanah, dengan mengambil tanah = 1800 kg/m3.
= 400 kg/m2.
100 kg/m2.
[ Hal. E-47 ]
11. Beban Hidup atap dak beton yang aksesibel = 250
kg/m2.
[ Hal. E-48 ]
Kota yang sedang direncanakan disesuaikan Gambar
Wilayah Gempa (gambar 1) dalam SNI-03-1726-
2002 - Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
Untuk Bangunan Gedung (gambar 1).
Tipe tanah (lunak / sedang / keras) harus
diperkirakan terlebih dahulu mengikuti ketentuan
dalam SNI-03-1726-2002 - Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, butir
4.6.3., berdasarkan data N-SPT setinggi 30 meter
teratas dari Laporan Penyelidikan Tanah.
Periode getar bangunan akan ditentukan melalui
program komputer ETABS. Periode getar bangunan
tidak boleh melampui ketentuan SNI-03-1726-2002
- Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Bangunan Gedung, butir 5.6, yaitu :
T1 < ξxn ; dimana :
T1 = Periode Getar Fundamental Bangunan
(periode getar dari mode shape pertama)
ξ = Koefisien sesuai Tabel 8 dan sesuai zone gempa
n = Jumlah lantai bangunan
Mengingat Peraturan Gempa Baru sudah akan
direalisasikan segera, maka nilai C ini akan
dibandingkan dengan nilai C yang diperoleh dari
Peraturan Gempa Baru, kemudian dipilih yang lebih
besar dalam aplikasinya.
Faktor Keutamaan : I = 1.0 , untuk
bangunan yang
[ Hal. E-49 ]
berkategori bangunan
umum untuk penghunian,
perniagaan, dan
perkantoran, sesuai SNI-
03-1726-2002 - Tata Cara
Perencanaan Ketahanan
Gempa Untuk Bangunan
Gedung, butir 4.1.2, Tabel
1.
[ Hal. E-50 ]
Struktur Bangunan dan
Non Gedung, butir 7.2.2,
Tabel 9 nomor C.6.
Untuk perencanaan
bangunan ini akan diambil R
= 5.0, mengingat Peraturan
Gempa Baru sudah akan
terealisasi.
[ Hal. E-51 ]
Beban geser dasar dapat direduksi mengikuti ketentuan
SNI-03-1726-2002 - Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa Untuk Bangunan Gedung, butir 7.1.3. Reduksi
yang dapat dilakukan adalah sebesar maksimum 80 %
dari base shear statik, dengan catatan bahwa 80% dari
base shear statik tersebut tetap lebih besar dari base
shear yang diperoleh dari analisis dinamik (modal
analysis).
Arah pembebanan gempa harus diambil sedemikian
hingga sehingga memberikan pengaruh terbesar kepada
sistem struktur bangunan sesuai SNI-03-1726-2002 -
Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Bangunan Gedung, butir 5.8.1.
Titik Pusat bekerjanya Beban Gempa harus
mengakomodasi eksentrisitas rencana sesuai SNI-03-
1726-2002 - Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
Untuk Bangunan Gedung, butir 5.4.3.
[ Hal. E-52 ]
Beban angin pada proyek ini diterapkan ketika
mengevaluasi struktur atap baja di atas ruangan besar.
Berdasarkan lokasinya, apakah dekat dari laut ataukah
jauh dari laut maka beban angin yang dipergunakan
untuk mengecek konstruksi atap baja adalah berturut-
turut 40 kg/m2 dan 25 kg/m2. Faktor-faktor bentuk
bangunan untuk menentukan besarnya tekanan hisap
dan tarik di atap, sepenuhnya mengacu kepada
Peraturan Pembeban Indonesia SNI-1727-1989 -
Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan
Gedung.
3. MATERIAL GRADE
3.1 Beton
[ Hal. E-53 ]
masa konstruksi terjadi penurunan mutu beton dari
yang sudah dispesifikasikan maka tidak diperlukan
perdebatan konversi dari mutu kubus ke mutu silinder
atau dari mutu silinder ke mutu kubus.
E beton harus dihitung dengan formula : Ec = 4700 fc’
dalam MPa.
3.2 Tulangan
Diameter ulir (mm) : D(10), 13 D 32, BJTD 40, fy
(tegangan leleh) = 4000 kg/cm2 Diameter ulir (mm) :
13 D 32, BJTD 50, fy (tegangan leleh) = 5000
kg/cm2 Mutu BJTD 50 hanya digunakan untuk elemen
struktur yang tidak mensyaratkan daktilitas, misalnya pile
cap, tie-beam, dinding penahan tanah, dan pelat lantai.
Selain dari pile cap, tie-beam, dinding penahan tanah,
dan pelat lantai, maka mutu tulangan yang dipergunakan
adalah harus mutu BJTD 40. Diameter tulangan yang
dapat dipergunakan adalah : Diameter 10, 13, 16, 19, 22,
25,dan 32 mm.
Tebal Selimut Beton Minimum harus memenuhi
ketentuan di bawah ini (termasuk memperhitungkan
ketahanan kebakaran 2 jam untuk balok dan pelat, serta
3 jam untuk kolom dan dinding beton) :
Selimut
Komponen Struktur Minimum
(mm)
[ Hal. E-54 ]
Beton yang berhubungan langsung
dengan tanah (misal bored pile) 75
Beton yang berhubungan langsung
50
dengan cuaca
[ Hal. E-55 ]
3.4 Steel Deck (apabila selama perencanaan ditentukan akan
dipergunakan)
Steel Deck yang dipergunakan harus sesuai ketentuan
ASTM A653 dengan Grade Leleh minimal 320 MPa atau
3200 kg/cm2. Steel Deck tersebut harus dianti karat
dengan cara hot dip galvanized Z275. Penggunaannya
harus mengikuti brosur steel deck sesuai spesifikasi
pabrik yang memproduksi.
Apabila digunakan Steel Deck, maka selain tulangan
susut di atas, harus didesain tulangan bawah yang cukup
untuk bertahan selama kebakaran. Besar tulangan
bawah yang cukup tersebut harus dikonsultasikan
dengan pabrikan untuk memenuhi ketahanan
kebakaran selama 2 jam.
[ Hal. E-56 ]
Untuk sambungan struktur baja pada umumnya maka
elektroda las harus mengikuti ketentuan dari AWS D1.1.
Tipe elektroda yang digunakan harus Elektroda Low
Hydrogen AWS A5.1 - E 7016 atau A5.1 - E 7018 atau
setara.
4. DEFLECTION CRITERIA
4.1. Persyaratan Defleksi Vertikal
Dalam segala hal, tebal pelat lantai beton bertulang
tidak boleh kurang dari L/35 dan atau 120 mm, dimana
L adalah bentang terpendek, kecuali sudah melalui
analisis dengan program SAFE dengan memperhatikan
lendutan jangka panjang.
Apabila pelat tersebut menahan atau berhubungan
dengan komponen non struktural yang mungkin rusak
akibat lendutan yang besar, maka baik lendutan jangka
pendek maupun jangka panjang dari pelat tersebut
[ Hal. E-57 ]
harus memenuhi persyaratan sesuai SNI 03- 2847-2002
- Tata Cara Penghitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung, butir 11.5 Tabel 9.
Sementara tinggi balok (balok induk ataupun balok
anak) tidak diperkenankan lebih kecil dari 1/14
bentang.
[ Hal. E-58 ]
Berdasarkan bentangan atap baja, maka sistem konstruksi
yang dapat dipilih mono- beam profil I atau truss baja
dengan menggunakan kombinasi profil besi siku dan profil
I.
Apabila menggunakan mono beam Profil I maka
perencanaan struktur baja dapat mengacu ke konstruksi
balok dengan ketentuan Persyaratan untuk Sistem Rangka
Pemikul Momen Terbatas (SRPMT) – SNI 03-1729-2002 Tata
Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung,
Tabel 15.2-1, dengan nilai R sebesar R = 6.0.
Apabila menggunakan sistem truss maka perencanaan
struktur baja dapat mengacu ke konstruksi bresing dengan
ketentuan Persyaratan Sistem Rangka Bresing Konsentrik
Biasa (SRBKB) – SNI 03-1729-2002 Tata Cara Perencanaan
Struktur Baja untuk Bangunan Gedung, butir 15.2-1, dengan
nilai R sebesar R = 5.6.
Mengingat struktur beton di bawahnya direncanakan
dengan R = 5.0, maka struktur atap baja ini ketika
dievaluasi terhadap beban gempa akan diambil dengan nilai
R yang sama, yaitu R = 5.0.
6. CONCRETE REBAR REINFORCEMENT
Penulangan Struktur harus memenuhi persyaratan yang
ditentukan dalam SNI-03-2847- 2002 - Tata Cara
Penghitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.
Penulangan Core Wall, dan Spandrel harus memenuhi SNI-
03-2847-2002 Pasal 23.6 tentang Dinding Struktural Beton
Khusus dan Balok Perangkai Khusus. Untuk international
[ Hal. E-59 ]
codenya yang setara dapat mengacu kepada ACI M – 318 –
05 Pasal 21.7 tentang Special Reinforced Concrete Structural
Wall and Coupling Beams.
Lebar Boundary Zone untuk concrete structural wall
ditentukan langsung oleh program komputer ETABS, dimana
program komputer ETABS sudah menentukan lebar
Boundary Zone tersebut secara konservatif, dengan
mengambil concrete compress strain beton sebesar 0.003.
Boundary Zone yang ditentukan oleh ETABS sudah memenuhi
SNI-03-2847-2002 Pasal 23.6.(6) tentang Komponen Batas
untuk Dinding Struktural Beton Khusus. Untuk international
codenya yang setara sudah mengacu kepada ACI M – 318 –
05 Pasal 21.7.6 tentang Boundary Elements of Special
Reinforced Concrete Structural Walls.
Wall bagian tengah (diantara boundary zone) ditulangi
mengikuti ketentuan SNI-03- 2847-2002 Pasal 16 tentang
Dinding. Untuk international codenya yang setara dapat
mengacu kepada ACI M – 318 – 05 Pasal 14 tentang Walls.
Penulangan Balok dan Kolom harus memenuhi SNI-03-2847-
2002 Pasal 23.10 tentang Ketentuan-ketentuan untuk Sistem
Rangka Pemikul Momen Menengah. Untuk international
codenya yang setara dapat mengacu kepada ACI M – 318
– 05 Pasal 21.12 tentang Requirements for Intermediate
Moment Frames.
Standar detailing penulangan seluruhnya harus mengacu
kepada SNI-03-2847-2002 Pasal 23.6 tentang Dinding
Struktural Beton Khusus dan Balok Perangkai Khusus dan SNI-
[ Hal. E-60 ]
03-2847-2002 Pasal 23.10 tentang Ketentuan-ketentuan
untuk Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah.
Standar-standar detailing yang perlu untuk diperhatikan
adalah semua standar-standar penulangan yang diberikan
dalam ACI Detailing Manual 2004 (Publication SP-66 (04)).
7. FOUNDATION SYSTEM
7.1. Pemilihan Pondasi, Daya Dukung, dan Kedalaman
Pondasi
Pada umumnya diusahakan agar bangunan dibangun
dengan pondasi tiang pancang, mengingat kualitasnya
bagus dan harganya pun sangat kompetitif.
Apabila dibangun pada daerah yang padat penduduk/
padat bangunan, makan pondasi pressed pile adalah
yang terbaik. Penggunaan tipe pressed pile ini adalah
untuk menghindari rambatan getaran yang dapat
mengganggu kinerja bangunan di sekitarnya.
Kedalaman pondasi ditentukan sesuai dengan hasil
penyelidikan tanah.
Pondasi tiang akan diperhitungkan kontribusi friksinya
dan end-bearingnya dengan safety factor end bearing
sebesar 3 dan safety factor friksi sebesar 2, sehingga
total safety factor berkisar 2.5.
Efisiensi group tiang secara aksial dan secara lateral
harus diperhitungkan dalam perhitungan daya dukung
tiang. Entahkah tanah di site lebih bersifat kepasiran
atau kelempungan, maka efisiensi vertikal dapat diambil
[ Hal. E-61 ]
sebesar 0.9 – 1.0. Sementara efisiensi lateral akan
diambil sebesar 0.5 - 0.6 dengan melihat konfigurasi pile
per pile cap.
Apabila ada tiang yang akan mengalami gaya tarik karena
beban gempa atau beban angkat hidrostatis, maka daya
dukung tiang tarik harus ditentukan. Pengaruh kelompok
tiang terhadap daya dukung tarik harus tetap
diperhitungkan.
[ Hal. E-62 ]
dan dibuktikan bahwa differential settlement kurang dari
1 :300.
Apabila diperlukan, tie-beam bangunan harus didesain
untuk mampu menahan differential settlement dari
bangunan.
[ Hal. E-63 ]
DL + 1.6 LL
1.2 DL + 0.5 LL f2 Ex 0.3 Ey)
1.2 DL + 0.5 LL f2 Ey 0.3 Ex)
dimana nilai f2 adalah nilai sesuai SNI 03 – 1726 –
2002 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk
bangunan gedung, butir 9.1.
[ Hal. E-64 ]
8. LOAD COMBINATION
Kombinasi pembebanan untuk perencanaan struktur beton
(pada umumnya beban gempa adalah lebih dominan dari
beban angin) :
1.4 DL
1.2 DL + 1.6 LL
1.2 DL + 1 LL Ex 0.3 Ey)
1.2 DL + 1 LL (Ey 0.3 Ex)
0.9 DL (Ex 0.3 Ey)
0.9 DL Ey 0.3 Ex)
di mana DL Beban
LL
= Beban
Mati
E= = Hidup
Beban Gempa
x,y = Arah Beban Gempa Statik
Kombinasi pembebanan khusus untuk struktur baja atap
ruangan besar :
1.4 DL
1.2 DL + 1.6 LL
1.2 DL + 1 LL Ex 0.3 Ey
1.2 DL + 1 LL Ey 0.3 Ex
0.9 DL Ex 0.3 Ey
0.9 DL Ey 0.3 Ex
1.2 DL + 1 LL 1.3 Wx
1.2 DL + 1 LL 1.3 Wy
0.9 DL 1.3 Wx
0.9 DL 1.3 Wy
di mana :
DL = Beban Mati
[ Hal. E-65 ]
LL = Beban Hidup
E = Beban Gempa
W = Beban Angin
x,y = Arah Beban Gempa Statik atau Angin Statik
[ Hal. E-66 ]
penampang utuh harus direduksi dengan suatu faktor
sebagai berikut :
Faktor reduksi momen inersia untuk kolom = 0.7.
Faktor reduksi momen inersia untuk balok kotak (tidak
berpelat) = 0.35
Faktor reduksi momen inersia untuk balok T (di bagian
interior) = 2 x 0.35 = 0.7. Faktor reduksi momen
inersia untuk balok L (di bagian exterior) = 1.5 x 0.35
= 0.525.
Faktor reduksi momen inersia untuk shear wall beton
= 0.7.
[ Hal. E-67 ]
9.4. Pengaruh P-Delta
Sesuai SNI-03-1726-2002 - Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, butir 5.7,
maka analisis struktur harus memperhitungkan pengaruh
P-Delta.
[ Hal. E-68 ]
dapat dicapai dan seismic reduction factor yang
bersesuaian.
2. Menentukan Pra Dimensi Elemen-Elemen Struktur
termasuk mutu materialnya (mutu beton), juga
menentukan I crack dan E beton yang akan dipergunakan
untuk analisis struktur.
3. Menentukan Pembebanan DL dan LL Struktur, termasuk
reduksi LL untuk perhitungan beban gempa.
4. Melakukan Analisis Free Vibration untuk memastikan
bahwa periode fundamental bangunan tidak melampui
persyaratan SNI-03-1726-2002 - Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, butir 5.6,
serta mode pertama dan mode kedua didominasi oleh
translasi (bukan rotasi).
5. Menentukan jenis tanah (lunak, sedang, atau keras)
berdasarkan data tanah pada 30 meter di bawah tanah
eksisting dan berdasarkan klasifikasi sesuai SNI 03- 1726-
2002 Peraturan Gempa Indonesia butir 4.6.3.
6. Melakukan analisis dinamik response spectrum untuk
mendapatkan shears dinamik untuk kemudian
dibandingkan dengan shears statik.
Modal mass participation factor dalam analisis dinamik
response spectrum ini harus melebihi 90% untuk
memberikan tingkat keakuratan yang cukup.
Apabila 80% base shear statik lebih besar dari base
shear hasil analisis dinamik response spectrum, maka
untuk besaran base shear dapat dipergunakan 80%
[ Hal. E-69 ]
base shear statik, namun distribusi shearsnya
sepanjang ketinggian bangunan tetap mengikuti
shears dinamik.
Apabila diperlukan maka shears dinamik sepanjang tinggi
bangunan dapat dimodifikasi agar tidak tercipta gaya
gempa statik ekivalen dengan besaran negatif.
7. Menentukan gaya gempa statik ekivalen berdasarkan
base shear yang lebih besar antara 80% base shear statik
atau 90% base shear statik atau base shear dinamik,
sementara distribusi gaya gempa statik sepanjang tinggi
bangunan tetap harus mengikuti distribusi shears dinamik
sepanjang tinggi bangunan.
Apabila base shear dinamik lebih besar dari base shear
statik, maka base shear yang digunakan sebagai acuan
untuk menentukan beban statik ekivalen adalah base
shear dinamik tersebut, selanjutnya gaya statik ekivelan
sepanjang tinggi bangunan tetap diambil berdasarkan
distribusi shears dinamik.
8. Menentukan nilai eksentrisitas rencana, sehingga titik
pusat massa tempat bekerjanya beban gempa digeser
sejauh suatu nilai yang disebut dengan koreksi torsi.
9. Eksentrisitas rencana sesuai ketentuan SNI 03-1726-
2002 Peraturan Gempa Indonesia hanya diaplikasikan
dalam analisis struktur dengan beban gempa statik
ekivalen saja.
Eksentrisitas rencana diberikan karena 2 alasan, yaitu :
a. Adanya pembesaran dinamik akibat perilaku non-
[ Hal. E-70 ]
linier struktur pada pembebanan pasca elastik
(terjadinya sendi-sendi plastis pada pembebanan
pasca elastik).
b. Adanya komponen rotasi dari gerakan tanah,
adanya deviasi nilai kekakuan struktur dan
properties material struktur antara perhitungan dan
kenyataan sesungguhnya yang dibangun, dan
distribusi beban hidup yang tidak mudah diprediksi.
10. Melakukan analisis struktur dengan program komputer
ETABS dengan mengikutsertakan efek P-Δ dalam
analisisnya.
Mengevaluasi inter-story drift dalam kondisi layan dan
dalam keadaan gempa maksimum. Kekakuan struktur
harus memperhitungkan retakan elemen-elemen
struktur saat mengevaluasi drift (menggunakan I crack).
Inter-story drift harus memenuhi kriteria drift dalam
kondisi layan dan kondisi gempa maksimum sesuai SNI
03-1726-2002 Peraturan Gempa Indonesia butir 8
mengenai kinerja struktur gedung.
11. Menabelkan reaksi perletakan (berfaktor dan tidak
berfaktor) yang akan dipergunakan untuk mendesain
pondasi dan pile cap.
Reaksi perletakan tidak berfaktor digunakan untuk
menentukan jumlah pondasi dan analisis settlement.
Sementara reaksi perletakan berfaktor akan digunakan
untuk menulangi pile cap dan menulangi pondasi.
12. Melakukan penulangan struktur untuk mendapatkan
[ Hal. E-71 ]
jumlah tulangan yang diperlukan oleh setiap
penampang struktur (balok, kolom, pelat lantai, flat
plate, bearing wall, dan core/ shear wall). Momen inersia
(I) yang dipergunakan saat menulangi elemen-elemen
struktur harus menggunakan I crack.
Loads Factor dan Resistance Factors sesuai SNI-03-
2847-2002 - Tata Cara Penghitungan Struktur Beton
untuk Bangunan Gedung harus dipergunakan dalam
perhitungan penulangan struktur.
Untuk bagian-bagian struktur yang memerlukan daktilitas
maka tulangan yang dipergunakan harus maksimal BJTD
40 (tidak boleh 50).
Penulangan harus dilakukan sesuai dengan ”Ketentuan-
ketentuan Code” untuk setiap jenis sistem struktur yang
dipilih dengan nilai R yang bersesuaian.
13. Melakukan perhitungan struktur untuk bagian-bagian
sekunder bangunan seperti tangga, ramp, dinding
penahan tanah, dan bagian sekunder lainnya.
14. Membuat gambar-gambar struktur untuk kepentingan
konstruksi.
Perencanaan pondasi harus dilakukan dengan urut-urutan
sebagai berikut :
Menentukan profil tanah secara umum di lokasi.
Apabila ditemukan banyak lapisan pasir, maka
diperlukan evaluasi kemungkinan terjadinya likuifaksi
saat gempa kuat.
Menentukan tipe pondasi yang akan digunakan dengan
[ Hal. E-72 ]
melihat kepada besar dan tinggi bangunan.
Menentukan kedalaman pondasi dengan melihat data
tanah, besar dan ketinggian bangunan.
Menghitung daya dukung pondasi (aksial dan lateral)
berdasarkan data tanah yang tersedia.
Daya dukung aksial tarik diperlukan apabila ada kondisi
uplift yang harus ditahan oleh pondasi.
Informasi elevasi tanah eksisting ketika soil test
dilakukan, elevasi rencana untuk site, elevasi rencana
untuk ground floor, elevasi dasar basement (apabila
ada), muka air tanah eksisting, muka air banjir, dan
rencana ketebalan pile cap sangat diperlukan untuk
menentukan daya dukung tekan, tarik (apabila
diperlukan), dan lateral dari tiang.
Pada kondisi gempa desain, daya dukung pondasi boleh
naik 1.5 kali, sementara pada kondisi gempa maksimum,
daya dukung pondasi boleh naik 2.5 kali (sampai daya
dukung ultimate).
Pada kondisi banjir maksimum, safety factor daya dukung
aksial tarik boleh diambil sebesar 1.5 saja.
Menghitung jumlah pondasi yang dibutuhkan dengan
memperhatikan efek kelompok tiang (baik aksial
maupun lateral).
Disamping berdasarkan reaksi perletakan dari struktur
atas, pondasi harus juga didesain dengan
mempertimbangkan kondisi gempa maksimum, dengan
memberikan faktor f pada reaksi perletakan akibat
[ Hal. E-73 ]
gempa (E), dimana f adalah kombinasi antara faktor
kuat lebih beban & bahan (f1) dan faktor kuat lebih
struktur (f2), yang besarnya mengikuti SNI 03-1726-
2002 Peraturan Gempa Indonesia tabel 9.
Jumlah pondasi pada umumnya ditentukan berdasarkan
gaya-gaya vertikal, kemudian baru dicek kecukupan
jumlahnya berdasarkan gaya lateral.
Menghitung settlement dari tiap kelompok tiang dan raft
kelompok tiang, baik settlement elastik maupun
konsolidasi.
Settlement total maksimum yang diizinkan adalah 15 cm.
Mengevaluasi besar differential settlement antar unsur-
unsur vertikal bangunan.
Differential settlement maksimum antar unsur-unsur
vertikal bangunan adalah 1/300.
Evaluasi differential settlement dapat dilakukan dengan
memodelkan secara lengkap keseluruhan sistem
pondasi. Kelompok tiang dimodel dengan menggunakan
konstanta pegas. Balok-balok tie beam dimodel sesuai
dengan posisinya, dimensinya, dan material
propertiesnya.
Merencanakan penulangan pondasi (tulangan utama
dan tulangan sengkang) atau mengecek tulangan
pondasi sesuai data pabrikan atau menentapkan gaya-
gaya yang harus dipenuhi oleh tiang yang akan dipakai
oleh kontraktor.
Gaya aksial yang digunakan dalam perhitungan
[ Hal. E-74 ]
penulangan pondasi adalah gaya aksial akibat daya
dukung pondasi yang boleh naik 2.5 kali lipat. Momen
dan gaya lateral diperoleh dari kondisi fixed head pada
pergeseran kepala tiang sejauh 15 mm (pergesaran
kepala tiang maksimum yang diizinkan).
Merencanakan penulangan pile cap kelompok tiang
berdasarkan reaksi perletakan akibat gempa yang
diberikan faktor kuat lebih struktur (f2).
Penulangan pile cap dapat juga dilakukan berdasarkan
gaya reaksi akibat daya dukung pondasi yang dapat naik
2 kali lipat.
Menulangi tie beam dengan mempertimbangkan :
a. Beban-beban vertikal yang dipikulnya (beban tetap
dari lantai yang dipikulnya dan beban sementara
akibat uplift (apabila ada).
b. Differential settlement
c. Pengaruh 10% normal kolom yang diikatnya, yang
diperhitungkan ke tie-beam sebagai gaya aksial tarik.
[ Hal. E-75 ]
menyesuaikan dengan kebutuhan program dari proyek dan
mengikuti bentukan arsitektur, maka perencanaan yang
dilakukan oleh Konsultan Perencana untuk desain MEP
senantiasa melalui pendekatan yang aplikatif dan normatif,
artinya sesuai dengan standar praktis di lapangan dan
menyesuaikan dengan peraturan, kaidah keilmuan dan/ atau
pedoman teknis yang terkait.
Pernyataan kebutuhan/ statement of needs dari Pemberi Tugas,
peraturan, standar, kaidah keilmuan dan/ atau pedoman-
pedoman teknis dipakai Konsultan Perencana dalam
menentukan kebutuhan desain, kriteria perancangan dan
menentukan metoda perhitungan, yang selanjutnya akan
diturunkan menjadi rumusan konsep sistem MEP. Konsep
sistem ini yang kemudian dijabarkan menjadi desain detail.
Konsep sistem MEP hendaknya dirumuskan pada tahap pra
rencana bersama-sama dengan konsep arsitektur dan
struktur/ sipil. Masukan atau input desain yang didapatkan
melalui analisis site akan mempengaruhi konsep MEP
bangunan. Misalnya, kasus ketidaktersediaan infrastruktur atau
utilitas eksisting penyediaan air bersih pada site akan
mempengaruhi pilihan sumber air pada sistem distribusi air
bersih.
Sistem MEP dalam dan luar bangunan merupakan sarana
pendukung/ penunjang aktivitas penghuni/ pemakai dalam
bangunan atau Activity Support System, termasuk di dalamnya
penunjang untuk mencapai keselamatan bila terjadi keadaan
darurat atau Safety Support System. Dalam perancangan,
[ Hal. E-76 ]
lingkup sarana MEP yang terdapat dalam bangunan ini,
meliputi namun tidak terbatas kepada:
1. Sistem Mekanikal, meliputi :
a. Tata udara (air conditioning) dan ventilasi;
b. Sistem Transportasi Vertikal (lift, escalator);
c. Sistem generator set.
2. Sistem Elektrikal dan Elektronik, meliputi :
a. Distribusi daya listrik;
b. Grounding perlindungan bangunan dari sambaran petir
dan peralatan listrik;
c. Tata suara (sound system);
d. Komunikasi telepon;
e. Komunikasi data;
f. Alarm kebakaran;
g. Sistem akses keamanan dan CCTV;
h. MATV
3. Sistem Plambing, meliputi:
a. Penyediaan air bersih;
b. Penyaluran air kotor dan air kotoran;
c. Drainase air hujan dan peresapan;
d. Sistem pemadaman kebakaran.
[ Hal. E-77 ]
Keputusan Menteri Kimpraswil/PU No.
10/KPTS/2000, tentang “Ketentuan Teknis
Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada
bangunan Gedung dan Lingkungan”
Undang Undang No. 28 tahun 2002 Bangunan
Gedung.
Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 115 tahun
2001 ten-tang Pembuatan Sumur Resapan di
Propinsi DKI Jakarta
Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
907/MENKES/SK/ VII/2002 tentang Syarat-syarat
dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
2) Standard-standard Perencanaan instalasi dalam
bangunan dan gedung yang dikeluarkan Pemerintah
dalam bentuk Standard Nasional Indonesia atau SNI
:
a. Sistem Mekanikal dan Tata Udara:
SNI 19-6470-2000, Tata Cara Sistem Udara
Bertekanan untuk Sarana Jalan Keluar Kedap
Api.
SNI 03-6572-2000, Tata Cara Perancangan
Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara pada
Bangunan Gedung.
SNI 03-6570-2001, Sistem Pengendalian Asap
Kebakaran pada Bangunan Gedung.
SNI 03-6573-2000, Tata Cara Pemasangan
Sistem Transportasi Vertikal dan Gedung (LIF).
[ Hal. E-78 ]
b. Sistem Elektrikal dan Elektronika:
SNI 04-0255-2000, Persyaratan Umum Instalasi
Listrik atau dikenal dengan PUIL 2000.
SNI 03-7015-2004, Sistem Proteksi Petir Pada
Bangunan Gedung.
SNI 03-6197-2000, Konversi Energi Sistem
Pencaha-yaan Pada Bangunan Gedung.
SNI 03-3985-2000, Tata Cara Perancangan
Deteksi dan Alarm kebakaran untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung.
c. Sistem Pemadaman Kebakaran:
SNI 03-1735-2000, tentang Tata Cara
PerencanaanAkses Bangunan dan Akses
Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran
pada Bangunan Gedung.
SNI 03-1736-2000, Tata Cara Perencanaan
Sistem Proteksi Pasif untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung.
SNI 03-1745-2000, Tata Cara Perencanaan
dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan Slang
untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Rumah dan Gedung.
SNI 03-1746-2000, Tata Cara Perencanaan
dan Pema-sangan Sarana Jalan untuk
Penyelamatan Terhadap Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Gedung.
[ Hal. E-79 ]
SNI 03-3985-2000, Tata Cara Perencanaan,
Pema-sangan dan Pengujian Sistem Deteksi dan
Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Gedung.
SNI 03-3989-2000, Tata Cara Perencanaan
dan Pemasangan Sistem Springkler Otomatik
untuk Pence-gahan Bahaya Kebakaran pada
Bangunan Gedung.
SNI 19-6470-2000, Tata Cara Sistem Udara
Bertekan-an untuk Sarana Jalan Keluar Kedap
Api.
d. Sistem Plambing :
SNI 03-6481-2000, Sistem Plambing 2000.
[ Hal. E-80 ]
Indonesia, standard dan literatur asing inipun juga
digunakan sebagai rujukan. Standard dan Pedoman
tersebut antara lain:
a. ANSI : American National Standard
Organization.
b. ARI : American Refrigerating Institute.
c. ASHRAE : American Society of
Heating, Refrigerating and
Air Conditioning Engineer.
d. SMACNA : Sheet metal and Air Conditioning
Contractors National Association.
e. BSI : British Standard Institution
f. EN : European Standard.
g. DIN : Deutch Institute for Normalisation.
h. UL : Underwriter License
i. FM : Factory Mutual Standard.
j. NEC : National Electric Codes.
k. NFPA : National Fire Protection Association.
l. NPC : National Plumbing Codes.
[ Hal. E-81 ]
(Referensi: “Data Cuaca di Indonesia”,
Badan Meteorologi dan Geofisika,
Departemen Perhubungan RI)
[ Hal. E-82 ]
(Referensi: ASHRAE “Pocket Handbook
for Air Conditioning, Heating Ventilating,
Refrigeration” tahun 1987)
d. Parameter Dalam Perhitungan Peralatan Bantu
Evakuasi
Kecepatan aliran udara pada pintu terbuka =
80 m/menit
Beda tekanan dalam keadaan seluruh pintu
tertutup maksimum 0,2 inwg atau 5 mm
kolom air.
Jenis pintu adalah single leaf fire door.
2) Peraturan dan Literatur yang Digunakan
a. Peraturan yang diikuti :
Pemasangan Pesawat Ventilasi/Penghembus
(Blower) Pada Bangunan
SNI-19-6470-2000, Tata cara perancangan
sistem ventilasi dan pengkondisian udara
pada bangunan gedung.
SNI 03-6570-2001, Sistem Pengendalian
Asap Kebakaran pada Bangunan Gedung.
b. Literatur dan/atau referensi :
CARRIER Co., Handbook of Air-Conditioning
System Design
ASHRAE,
- Fundamentals Handbook, 1993
- HVAC Aplications Handbook, 1991
- Refrigeration Handbook, 1994
[ Hal. E-83 ]
- Inside Design Condition, Standard No. 55-
1981
- Ventilation for Acceptable Indoor Air
Quality, Standard No. 62- 1981
- Technical Data Bulletin, Volume 8 No.
2,3,4.
SMACNA
- Low Velocity Duct Constructions Standards
- HVAC Systems; Testing, Adjusting and
Balancing
M. David Egan, Concepts in Building Fire Safety
Butcher, E.G. & Parnell,A.C., Smoke Control in
Fire Safety Design
Dossat, R.J., Principles of Refrigeration
3) Aplikasi Sistem Tata Udara dan Ventilasi
a. Aplikasi Sistem Tata Udara (Air Conditioning):
pilihan tergantung pada masing-masing kasus
perencanaan.
b. Aplikasi Sistem Ventilasi, misal:
Exhaust toilet menggunakan sistem sentral
dengan menggunakan jenis Axial Fan.
Ventilasi ruang parkir (basement)
menggunakan sistem negatif dengan bantuan
Exhaust Fan, udara segar diambil dari bukaan
akses jalan.
Sistem air intake Tangga kebakaran
menggunakan axial fan.
[ Hal. E-84 ]
c. Aplikasi Peralatan Bantu Evakuasi, misal:
Dipasang intake air fan secara terpusat pada
lantai atap tiap tangga, untuk menghembuskan
udara ke dalam kompartemen tangga melalui
saluran udara.
Fan bekerja secara otomatis berdasarkan signal
dari sistem fire alarm.
Sumber daya listrik fan disediakan dari sumber
Genset - PLN.
4) Metoda Perhitungan
a. Metoda Perhitungan Beban AC
Beban AC dihitung menggunakan Software
E20-II CARRIER dengan kriteria sebagai
berikut :
[ Hal. E-85 ]
peralatan lainnya.
- Jumlah penghuni dalam ruangan.
- Jam operasi dari gedung/ruangan
tersebut.
Langkah-langkah Perhitungan,
- Dilakukan perhitungan secara terpisah
antara pengelompokkan beban untuk zone
yang berbeda sesuai dengan arah hadapan
ruangan dari masing-masing lantai, jenis
kegiatan dan jam operasinya.
- Perhitungan Cooling Load Ruangan
dengan Hourly Analisis Program untuk
setiap zona mulai dari bulan Januari
sampai dengan Desember.
- Dilakukan Analisis Psikometrik
berdasarkan hasil perhitungan “Hourly
Analisis Program” dengan menyertakan
faktor kompensasi terhadap Piping Heat
Gain yang akan dipergunakan untuk
penentuan dari kapasitas unit pendingin.
b. Metoda Perhitungan Ventilasi
Metoda dalam perhitungan sistem ventilasi
adalah sebagai berikut:
Perhitungan kebutuhan udara langsung
buang/masuk pada ruang terpolusi seperti
toilet, pantry dan lain-lain sesuai dengan
parameter tersebut di atas. Perhitungan ini
[ Hal. E-86 ]
disesuai-kan dengan fungsi masing- masing
ruangan yang terpolusi.
Pemilihan unit dilakukan berdasarkan
kapasitas dari kebutuhan udara
buang/masuk ditambah faktor kompensasi
terhadap external static pressure-nya.
c. Metoda Perhitungan Peralatan Bantu Evakuasi
Perhitungan kebutuhan udara tekan pada
kompartemen tangga kebakaran dan
kebutuhan udara buang berasap berdasarkan
kriteria yang sesuai terhadap peraturan yang
berlaku.
Penentuan Kapasitas Peralatan.
Kapasitas peralatan ditentukan sesuai dengan
hasil perhi-tungan kebutuhan udara yang
telah dikoreksi terhadap pengaruh external
static pressure dan hasil perhitungan ini
dicantumkan pada gambar Skedul Peralatan
Fan.
d. Metoda Perhitungan Saluran Udara
Perhitungan menggunakan metoda "Equal
Friction" dimana friction loss sebesar 0,1
in.wg./100 feet.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan
Duct Design dari software E20-II CARRIER.
Konstruksi saluran mengikuti ketentuan yang
tercantum dalam buku "SMACNA, Low
[ Hal. E-87 ]
Velocity Duct Construction Standard".
e. Metoda Perhitungan Pipa Refrigeran
Merupakan perhitungan friction loss untuk
aliran refrijeran dalam pipa tembaga untuk
menentukan diameter pipa.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan
Refrigerant Piping Design dari software E20-II
CARRIER.
Batasan-batasan dalam perhitungan ini
adalah, pressure drop maksimum yang
diperbolehkan pada refrigerant lines sebagai
berikut,
- Suction lines : 3 psig
- Discharge lines : 6 psig
- Liquid lines : 6 psig
Perhitungan kehilangan kapasitas (capacity
loss) digunakan untuk memeriksa penurunan
kapasitas dari mesin AC.
[ Hal. E-88 ]
Dalam Gedung.
SNI 03-1735-2000, Tata Cara Perencanaan
akses bangunan dan akses lingkungan untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung.
SNI 03-1746-2000, Tata Cara Perencanaan
dan Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk
Penyelamatan Terhadap Bahaya Kebakaran.
b. Literatur
Strakosch, G.R.: Vertical Transportation,
Elevators And Escalators, 1983.
Phillips, R.S. Electric Lifts.
ANSI 17.1 Safety Code for Elevators and
Escalators
British Standard Institution, BS.2655 dan
BS.5655
2) Kriteria Pelayanan Dengan Sistem Lift
a. Kategori Bangunan tergantung desain
arsitektur, bisa bangunan rendah, menengah
rendah, menengah tinggi atau tinggi.
b. Waktu Tunggu Rata-rata (WTR) & Tuntutan
Arus Sirkulasi (TAS) :
Jenis gedung : tergantung
Waktu tunggu rata-rata misal 30 – 40
program
Tuntutan
(WTR) Arus Sirkulasi misal 14 – 17
: detik.
Pola
(TAS)sirkulasi jam sibuk :: Siang
persen.Hari.
Perhitungan Kebutuhan Sistem Lift
3) a. Pendekatan yang digunakan dalam perhitungan
[ Hal. E-89 ]
ini adalah, meme-riksa apakah Lift sesuai
dengan jumlah dan ukuran ruang luncur yang
maksimum disediakan oleh Arsitek bisa
memenuhi kriteria transportasi vertikal yang
ditentukan di atas.
b. Analisis traffic dilakukan dengan mencoba
beberapa alternatif dengan merobah paramater
kapasitas kereta dan kecepatan dan hasilnya di
tabelkan dalam lampiran.
3) Operasi Sistem Lift
a. Operasi Lift Pada Saat Kebakaran
Dengan adanya signal dari fire alarm, semua
Lift akan bergerak menuju lantai dasar
dengan tanpa mengindahkan "registered hall
dan landing- call" yang ada. Apabila dalam
keadaan ini sumber daya listrik gagal
memberikan daya ke sistem Lift, maka Lift
akan bergerak dengan sumber daya cadangan
batere yang terdapat dalam sistem Lift
tersebut. Selanjutnya seluruh Lift akan
membuka pintu dan berhenti beroperasi dan
pintu tetap terbuka. Hanya Lift yang telah
ditentukan sebagai Lift kebakaran saja yang
akan dapat dioperasikan dengan kunci
khusus untuk Dinas Pemadam Kebakaran dan
dioperasikan secara manual dengan menekan
tombol dalam kereta secara terus menerus.
[ Hal. E-90 ]
Sumber daya Lift kebakaran diperoleh dari
sumber daya "emergensi" yang berasal dari
panel daya emerjensi kebaka-ran. Daya
berasal dari PLN atau dari generating sets,
melalui kabel tahan api yang diletakkan dalam
ruang luncur Lift kebakaran tersebut.
b. Operasi Lift Pada Saat Sumber Daya PLN
Terputus
Sistem elevator ini, selain mendapat daya listrik
dari sumber PLN, juga mendapat sumber catu
daya cadangan dari diesel generating sets.
Kedua sumber di atas berasal dari preference
cubicle LVMDP, dan penggantian sumber daya
PLN dan genset terjadi secara otomatis pada
panel utama sistem listrik.
Selain itu, sistem Lift juga dilengkapi dengan
sistem daya emerjensi dengan batere dan
sistem kontrol yang akan secara otomatis
menjalankan Lift menuju lantai yang terdekat
secara keseimbangan beban dan membuka
pintu, dalam keadaan ini lampu penerangan
dalam kereta berasal dari batere.
Operasi di atas hanya berlangsung sementara
pada saat daya dari genset belum masuk,
setelah daya dari genset masuk ke dalam
sistem listrik, maka sistem operasi Lift akan
kembali normal seperti semula.
[ Hal. E-91 ]
4) Kelengkapan Keamanan Dalam Kereta LIFT
a. Tombol bel/ alarm yang berhubungan dengan
ruang mesin Lift dan ruang kontrol/ pusat sekuriti
gedung.
b. Intercom/ interphone yang berhubungan dengan
ruang sekuriti gedung dan ruang mesin.
c. Lampu darurat di dalam kereta yang dilengkapi
dengan batere, bel/ alarm dan interphone.
d. Dilengkapi dengan Access Card untuk
mengfungsikan lift pada lantai yang dituju sesuai
kebutuhan pemegang kartu. Atau pengaturan
traffic sesuai manajemen/pengelola bangunan.
5) Lift Kebakaran
a. Lift yang dipakai adalah service-Lift dengan
kecepatan 90 - 105 mpm yang dengan ketinggian
dari lantai dasar sampai lantai teratas adalah 73
meter dan dengan kecepatan 90 - 105 mpm akan
ditempuh dalam waktu kurang dari 1 menit.
b. Dilengkapi dengan tombol tekan dalam break-
glass box di samping pintu kereta dan kabel daya
tahan api yang diletakkan di dalam ruang luncur
kereta tersebut.
[ Hal. E-92 ]
Sistem Distribusi Daya Listrik dirancang
berdasarkan:
a. Kehandalan dan fleksibilitas pelayanan sistem.
b. Proteksi /pengamanan terhadap pemakai
bangunan (orang).
c. Hemat dalam pemakaian daya listrik, dalam hal
ini erat kaitannya dengan pemilihan jenis beban
listrik dan Pemilihan Sistem Instalasi
Penerangan dan penggunaan Jenis lampu
penerangan.
d. Mudah dalam pengoperasian, dan biaya
investasi relative murah.
2) Kriteria Perancangan
a. Instalasi Daya Listrik
Sistem dirancang dengan berpedoman
terhadap segala ketentuan yang tercantum
pada buku Peraturan Umum Instalasi Listrik
2000 (PUIL 2000).
Besaran pemutus/pembatas arus, kabel dan
konstruksi panel mengikuti ketentuan yang
ada pada buku PUIL 2000, dan standard
besaran yang perjual-belikan dipasaran.
Susut tegangan yang terjadi pada setiap panel
distribusi diper- hitungkan tidak melebihi 2%
dari tegangan nominal.
b. Instalasi Penerangan
Tingkat kebutuhan kuat penerangan baik
[ Hal. E-93 ]
secara kualitas maupun kuantitas mengikuti
ketentuan yang siyaratkan dalam SNI.
Pengaturan system instalasi dirancang
mendukung pola peng-hematan energi yaitu
dengan cara:
- Disediakan saklar- saklar untuk menghidup-
matikan lampu secara lokal pada ruang-
ruang yang dianggap aktivitasnya tidak
kontinu.
- Instalasi penyalaan lampu penerangan luar
bekerja secara otomatis dengan
menggunakan magnetic contactor yang
dilengkapi timer switch.
- Lampu yang berada pada samping dinding
dilengkapi “sensor matahari” yang dapat
mengatur intensitas pencahayaan
(lumenasi), sehingga dapat mengatur
pemakaian daya listrik.
- Lampu yang berada di tengah-tengah
bangunan, dilengkapi “sensor gerak”,
sehingga bila pada ruangan tersebut tidak
ada aktivitas lampu akan mati secara
otomatis.
Sistem saklar, penggunaan material seperti
saklar tunggal, ganda maupun hotel pada
beberapa group rangkaian direncanakan untuk
pleksibilitas dalam menghidup-matikan lampu
[ Hal. E-94 ]
sehingga penghematan pemakaian daya listrik
dapat terpenuhi.
Selain secara lokal, seluruh beban daya
penerangan dapat dikontrol dan dikendalikan
pada ruang kontrol.
c. Klasifikasi Lampu Penerangan
Lampu penerangan normal yaitu lampu
penerangan buatan dengan intensitas
penerangan yang sesuai persyaratan untuk
menjamin kelancaran kegiatan dalam gedung.
Lampu penerangan darurat/ emergency yaitu
lampu penerangan buatan sebagai pengganti
bila lampu penerangan normal terganggu
(mati). Lampu ini akan menyala baik dalam
keadaan normal maupun darurat yang
dilengkapi dengan rangkaian converter/
inverter lengkap dengan baterai.
3) Peraturan dan Literatur yang Digunakan
a. Dasar Peraturan :
SNI No. 04-0255-2000, tentang Persyaratan
Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000).
Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berlaku
dan yang berkaitan dengan tenaga listrik.
SNI No. 03-7014.1-2004, Proteksi Bangunan
Terhadap Petir Bagian 1: Prinsip Umum.
SNI 03-7015-2004, Sistem Proteksi Petir Pada
Bangunan Gedung.
[ Hal. E-95 ]
SNI No. 03-6197 Tentang Konversi Energi
Sistem Pencahayaan Pada Bangunan Gedung,
2000.
Panduan Pencahayaan Sisi Luar Bangunan
Tinggi dan Penting di Wilayah DKI Jakarta
tahun 1999.
b. Referensi/ Literatur :
Mc. Guinness Stein & Reynolds, Mechanical &
Electrical Equipment for Building, 1980.
Ir. Imam Sugandi dkk., Panduan
Instalasi Listrik untuk Rumah Berdasarkan
PUIL 2000, 2001.
SITECO, Interior Lighting, 1994.
Philips, Lighting Manual, Fifth Edition, 1993
Philips, Philips Lighting Catalogue, 2004/05.
[ Hal. E-96 ]
Dalam perancangan, ditentukan kuat
penerangan dari jenis lampu yang akan
dipergunakan, yaitu:
[ Hal. E-97 ]
Penerangan Darurat
- Fungsi penerangan darurat adalah
sebagai penerangan sementara pada saat
Genset belum dapat menyalurkan daya
listrik, ketika jaringan PLN mengalami
gangguan.
- Penerangan darurat akan menjadi sangat
penting, terutama untuk bangunan tinggi
karena dapat berfungsi sebagai petunjuk
arah ke luar bangunan.
- Sebagai sumber daya listriknya,
dipergunakan batere yang dilengkapi
peralatan elektronik.
- Penerangan darurat dipasang pada lokasi –
lokasi tertentu, yang diantaranya :
o Pintu Keluar dan Pintu Tangga Darurat
o Ruang Panel
o Ruang Kontrol
o Koridor yang menuju ke luar bangunan.
o Sangkar Lift.
Rumus Perhitungan Menentukan Jumlah Titik
Lampu
- Dasar perhitungan untuk mendapatkan
jumlah titik lampu agar tingkat penerangan
sesuai dengan fungsinya, yaitu dengan
memakai Metode Lumen (Lumen Method)
b. Jenis Beban Listrik
[ Hal. E-98 ]
Jenis beban listrik pada bangunan ini terdiri
dari :
- Lampu penerangan dalam dan luar
bangunan
- Stop Kontak
- Pengkondisian Udara (AC)
- Exhaust Fan ( Ventilasi ) Bangunan dan
motor – motor
- Peralatan Listrik :
o Alat Utama Tata Suara
o PABX Telepon
o Sistem Deteksi Kebakaran dan CCTV
o Faximille, Komputer (peralatan kantor),
dan lain – lain.
- Berdasarkan jenis beban listrik tersebut
diatas, maka dalam peran- cangan sistem
jaringan instalasi listrik dalam/luar
bangunan dapat ditentukan berdasarkan :
- Pengelompokan dan prioritas pemakaian
daya listrik
- Kebutuhan daya listrik terpasang dan
prediksi beban puncak pemakaian.
- Sistem penyaluran daya listrik
- Rencana pengembangan bangunan dan
aktivitas yang dapat mengakibatkan
penambahan kebutuhan daya listrik.
- Sistem pengendalian pemakaian daya listrik.
[ Hal. E-99 ]
c. Kebutuhan Daya Listrik
- Besarnya kebutuhan daya listrik ditentukan
berdasarkan data – data beban listrik yang
terpasang pada setiap lantai gedung, baik yang
terpusat maupun pada lantai – lantai tertentu
sesuai program ruang yang telah ditentukan
perencanaan arsitektur/interior.
Tabel Estimasi Pemakaian Daya Listrik
Kapasita Faktor Jumlah
No. Panel Listrik
s (kVA) Daya (kVA)
1. 0,70
2. 0,70
3. 0,00
4. 0,40
5. 0,80
6. 0,80
7. 0,70
8. 0,70
9. 0,60
10. 0,80
11. 0,80
12. 0,70
13. 0,65
14. 0,70
15. 0,80
dst. 0,70
Jumlah Terpasang
Total Terpasang
Deversity Factor 1,10
Jumlah Puncak
Total Puncak Terpakai
Terpakai
[ Hal. E-100 ]
Sumber daya listrik utama adalah dilayani
dari daya listrik PLN pada tegangan nominal
20 kV, 3 phasa, 3 kawat, 50 Hz melalui
tranformator daya yang dilengkapi dengan
alat kontrol dan proteksi sesuai kapasitas
transformator terpasang.
Sumber daya listrik cadangan (genset) akan
melayani beban bangunan dengan pemilihan
beban sesuai keinginan pemakai, disaat catu
daya listrik PLN mengalami gangguan.
Untuk beban-beban kritis (yang tidak
menghendaki adanya pemadaman listrik)
seperti ruang operator, komputer
disediakan sumber daya tambahan yang
berupa UPS (Uninterruptible Power Supply)
yang ditempatkan disetiap ruang tersebut
(parsial) untuk mencatu daya dalam periode
waktu yang pendek sementara daya
cadangan genset dalam posisi pemanasan
(running).
Panel utama tegangan rendah (LVMDP)
menerima daya listrik 380/220V, 4 kawat,
50 Hz, dari transformator yang telah
disedia-kan melalui feeder kabel daya dan
ditunjang oleh genset untuk cadangan daya
dengan sistem peralihan catu daya cara
otomatis melalui peralatan Automatic
[ Hal. E-101 ]
Tranfer Switch (ATS).
LVMDP melayani MDP, dan MDP melayani
SDP (Sub Distribution Panel), dan Unit Chiller
(Sistem Pengkondisian Udara).
Panel SDP mendistribusikan daya ke setiap
panel PP/LP, PP-AC/ AHU setiap lantai, panel
penerangan luar, panel pompa – pompa, dst.
Sedangkan untuk beban kritis (dicatu dari
panel hydrant.
e. Sistem Pengaman Jaringan
Sistem pengaman jaringan dalam bangunan
direncanakan meng-gunakan sistem pengaman
pada setiap panel distribusi per lantai dan panel
distribusi utama.
Pengaman (proteksi) Panel Listrik
Jenis pengaman (proteksi) panel listrik yang
digunakan adalah:
- Proteksi terhadap gangguan hubung
singkat (short circuit)
- Proteksi terhadap beban lebih (over
current).
- Proteksi terhadap tegangan lebih (over
voltage)
- Proteksi terhadap tegangan turun (under
voltage)
- Proteksi terhadap tanah (ground over
current).
[ Hal. E-102 ]
Batasan tingkat kemampuan (Ratting Breaking
Capasity) dan kepekaan dari komponen
pengaman dipilih berdasarkan jenjang radial
dengan beban paling ujung mempunyai nilai
paling kecil.
Panel Listrik dan Peralatannya
Pengaman dari panel listrik dipergunakan
jenis Moulded Case Circuit Breaker (MCCB),
ACB (Air Circuit Breaker) dan Miniature Circuit
Breaker (MCB).
Q2 = Daya reaktif terkoreksi (kVAR)
Daya reaktif awal = Q1
Daya reaktif terkoreksi = Q2 Daya nyata
hasil perhitungan (S) = x kVA
Cos φ awal (asumsi) = 0,80
Cos φ1 setelah terkoreksi =0,95 QC = Q1
– Q2
Q1 = S tg
Q2 = S tg 1
Sehingga,
QC = S (tg. tg 1 ); arc. Cos 0,8 ;
[ Hal. E-103 ]
5) Sistem Pengaman Terhadap Manusia
Dalam perencanaan sistem pengaman
(perlindungan) terhadap manusia terdiri dari:
a. Sistem Pentanahan/Pembumian
Sistem pentanahan untuk bangunan ini dibagi
menjadi beberapa bagian, yang diantaranya :
- Pentanahan badan peralatan Panel Listrik
- Pentanahan titik netral trafo dan Genset
- Pentanahan beban peralatan elektronik,
dan
- Pentanahan perlindungan bangunan dari
sambaran petir.
Sistem pentanahan disalurkan melalui kabel
grounding menuju titik pengetanahan untuk
masing-masing sistem tersebut diatas, dan
setiap titik pengetanahan dihubungkan
sehingga membentuk kesatuan jaringan yang
saling terhubung.
Jaringan instalasi pengetanahan listrik arus kuat
dan arus lemah (elektronik) dibuat secara
terpisah dengan nilai impendansi titik
pengetanahan arus kuat, dan arus lemah
(elektronik) ≤ 2 Ohm. Jarak masing-masing titik
pengetanahan minimal 6 meter.
Seluruh badan peralatan-peralatan listrik yang
berupa panel listrik, motor-motor, trafo, genset,
stop kontak daya, peralatan elektronik, dan
[ Hal. E-104 ]
bagian instalasinya yang didalam keadaan kerja
normal tidak bertegangan dengan dihubung-
tanahkan ke sistem pentanahan (grounding
system).
Sistem pengetanahan panel tegangan
menengah untuk sisi incoming dilengkapi
dengan peralatan Arrester dan sebagian stop
kontak daya yang dikhususkan untuk peralatan
control dilengkapi dengan saklar bocor tanah
(Earth Leakage Circuit Breaker).
[ Hal. E-105 ]
direncakan akan dipasang pada bangunan
terdiri dari tiga bagian penting, yang
diantaranya adalah :
- Head Terminal
Head terminal dipasang pada atap bangunan
yang paling tinggi dengan radius
perlindungan (proteksi) 50 meter.
- Penghantar Instalasi Turun
Penghantar instalasi dipersyaratkan harus
mampu menyalur-an arus petir ke bumi
tanpa mengakibatkan terjadiya side flashing
dan juga diharapkan dapat merambatkan
electrostatic effect sampai mencapai nilai
minimal yang tidak menggangu pengguna
bangunan. Kabel penghantar yang
digunakan adalaj jenis High Voltage Shielded
Cable 2 x 35 mm2 atau disesuai-kan dengan
rekomendasi pabrik pembuat penangkal
petir.
- Elektroda Pembumian
Sistem pembumian (titik pengetanahan)
dalam pelaksanaan harus dicapai nilai
impendansi dinamis yang sangat rendah,
yang mana pada saat dilakukan
pengetesan/pengukuran tahanan
pembumian yang harus dicapai adalah
[ Hal. E-106 ]
maksimal 2 Ohm pada kondisi musim
kemarau.
[ Hal. E-107 ]
2) Sistem Komunikasi Dalam Gedung
a. Penjelasan Sistem
Sistem komunikasi dalam bangunan dipilih
menggunakan sambungan langsung dan
tidak langsung yang berlangganan pada PT.
Telkom dengan menggunakan system
jaringan kabel. Untuk hubungan telephone
dari /dan keluar bangunan direncanakan
menggunakan peralatan Bantu utama
berupa PABX, yang mana peralatan utama
tersebut diletakan pada ruang control
sekaligus menjadi ruang control monitoring
dan kendali seluruh sistem MEP bangunan.
Instalasi telepon di setiap lantai bangunan
didistribusikan melalui panel TBT yang
menuju MDF dengan menggunakan shaft
khusus LAL, dan instalasi dari titik outlet
telepon menuju TBT dilengkapi pipa
conduit jenis PVC high impact.
Outlet telepon direncanakan merupakan
kesatuan armature dengan outlet data dan
listrik arus kuat, yang penempa-tannya
disesuaikan dengan module strukture
bangunan. Setiap module struktur
bangunan disediakan 4 (empat) titik outlet.
b. Kriteria Perancangan
[ Hal. E-108 ]
Sistem komunikasi dapat difungsikan untuk:
Dengan mengikuti peraturan Pemerinrtah
Republik Indonesia Nomor 52 tahun 2000
tentang Penyelenggaraan Telekomuni-kasi,
sambungan telepon langsung yang
difungsikan untuk komunikasi pengguna
bangunan dengan pihak luar (dan/ atau
sebaliknya).
Sambungan telepon tidak langsung, yang
difungsikan untuk komunikasi pengguna
bangunan dengan pihak luar (dan/ atau
sebaliknya) melalui control peralatan PABX.
Komunikasi interkom, yang difungsikan
untuk komunikasi internal dalam bangunan
(antara satu handset ke handset lainnya/key
telephone dalam satu sistem jaringan)
dengan bantuan program perangkat lunak
pada peralatan utama PABX.
Pengamanan (Security) system komunikasi
dan jaringan terhadap gangguan
penyadapan dan gangguan lainnya.
Mampu melayani komunikasi audio & video
(multimedia) melalui sistem Voice Index
Protocol (VoIP).
Kelengkapan keyphone dapat difungsikan
untuk konprensi.
Dalam kondisi darurat kebakaran mampu
[ Hal. E-109 ]
melayani komunikasi yang disiapkan khusus
secara otomatis (dial-up) ke Dinas Pemadam
Kebakaran Setempat.
c. Peraturan dan Literatur yang Digunakan
Dasar Peraturan
- SNI No. 04-0255-2000, tentang
Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL
2000).
- Standar Nasional Indonesia (SNI),
pedoman teknik, dan rekomendasi dari
instansi yang berwenang mengenai
instalasi telekomunikasi.
- UU No. 32 tahun 1999 tentang
Telekomunikasi dan PP No. 52 tahun
2000 tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi.
- Standard Peraturan Direktorat Jenderal
Telekomunikasi.
- SNI 03-7015-2004, Sistem Proteksi Petir
Pada Bangunan Gedung.
Referensi/Literatur
- Standar-Standar Internasional yang
berkaitan dengan system telekomunikasi.
- Data Teknis dari produk dibidang
peralatan telepon yang dibuat oleh
pabrik pembuat yang banyak dipakai di
Negara Republik Indonesia.
[ Hal. E-110 ]
d. Uraian Cara Kerja Sistem Telepon
Peralatan Utama
Kelengkapan peralatan utama sistem
komunikasi telepon (PABX) yang digunakan
adalah sebagai berikut:
- Peralatan Utama PABX
- Peralatan utama berupa fully
microprocessor dengan sistem module
yang mudah untuk dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan tampa mengganti
sistem utama yang ada.
- Slot (Extention) cadangan yang
mencukupi untuk pengem-
bangan/penambahan extention dan
kelengkapan outside slots dan
outside/inside lines.
- VoIP Slots dan Voice Service Slots.
- Access Control Phone dan PSTN Lines
- Operator console dan batere NiCad.
- Operational system lengkap dengan CPU ,
monitor dan printer yang sistem
pengoperasiannya berbasis pada personal
komputer.
Instalasi
- Jaringan instalasi dari peralatan utama
PABX didistribusikan ke setiap Terminal
Box Telepon (TBT) melalui shaft LAL yang
[ Hal. E-111 ]
telah disiapkan dengan menggunakan
kabel type R – V(PE)V / STEEL- K-007
dengan jumlah pairs sesuai jumlah titik
extention yang direncanakan.
- Dari TBT ke Terminal Sambung Telepon
(TBS), yang diren- canakan untuk
melanyani Outlet – outlet telepon type RJ-
11 menggunakan kabel type R – V(PE)V
/STEEL-K-002 (4 x 0,6 mm2) yang
dilengkapi dengan conduit PVC.
- Jaringan instalasi yang difungsikan untuk
darurat kebakaran pada setiap panel boks
hydrant menggunakan kabel tahan api
(FRC) yang terinterkoneksi dengan
system alarm dan deteksi kebakaran.
Cara Kerja Sistem PABX
- Kondisi Normal
o Komunikasi penghuni kantor dengan
pihak luar (dan/ atau sebaliknya)
dilayani melalui extention operator
resepsionis dari peralatan utama PABX
yang ditempat-kan di ruang control
bangunan.
o Komunikasi telepon setiap extention
dapat diatur sesuai kebutuhan
(langsung dan/atau tidak langsung
tanpa melalui resepsionis) dengan
[ Hal. E-112 ]
pengaturan program di peralatan
utama PABX.
- Kondisi Darurat Kebakaran
o Pada area/lantai yang terjadi
kebakaran, petugas jaga dapat
memutus seluruh titik extention diarea
tersebut melalui peralatan utama PABX.
o Jaringan instalasi untuk komunikasi
darurat kebakaran dapat dilokalisir
melalui modul dengan bantuan
program perangkat lunak yang
dicadangkan khusus dalam PABX,
extention emergency difungsikan
sebagai cadangan (back up) bila
system intercome deteksi kebakaran
tidak berfungsi, karena dalam
penarikan instalasi sudah
diinterkoneksikan.
o Nomor extention yang interface dengan
Dinas Pemadam Kebakaran Setempat
sudah terprogram dalam PABX. Bila
terjadi keadaan darurat kebakaran,
secara otomatis akan melakukan dial-
up dengan sinyal penyulut (trigger) dari
peralatan utama deteksi kebakaran
(FACP) yang dalam perancangan
system sudah terinterkoneksi
[ Hal. E-113 ]
3) Sistem Close Circuit Television (CCTV)
a. Penjelasan Sistem
Sistem CCTV disediakan untuk membantu
pemantauan terhadap lokasi/area yang sudah
ditentukan melalui gambar video yang
dihasilkan oleh camera dan ditampilkan pada
layar monitor melalui peralatan control dan
dapat direkam.
b. Kriteria Perancangan
Memberikan rasa aman pada pengguna
bangunan dengan adanya system kontrol
bangunan yang terpadu.
Peralatan deteksi yang berupa camera dapat
ditempatkan pada setiap lantai/ area
bangunan tanpa menggangu aktivitas
pemakai/ pengguna bangunan.
Pusat control CCTV berada pada ruang control
yang telah disediakan khusus yang dapat
diiterkoneksikan dengan system lain seperti
uraian tersebut diatas. Dan sistem CCTV dapat
difungsikan video confrence pada setiap area
yang telah dikondisikan layar monitor berada.
Pengoperasian system CCTV berbasis
pada system Personal Komputer, sehingga
data audio /video dapat secara otomatis
terekam /disimpan dalam Central Prossesing
[ Hal. E-114 ]
Unit (CPU) yang telah disediakan, data
tersebut dapat dibaca pada semua system
personal komputer dengan data file JPG.
c. Peraturan dan Literatur yang Digunakan
Dasar Peraturan
- SNI No. 04-0255-2000, tentang
Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL
2000).
- Standar Nasional Indonesia (SNI),
pedoman teknik, dan rekomendasi dari
instansi yang berwenang mengenai jenis
instlasi yang dirancang.
- SNI 03-7015-2004, Sistem Proteksi Petir
Pada Bangunan Gedung.
Referensi/Literatur
Data Teknis dari produk dibidang peralatan
CCTV & Security yang dibuat oleh pabrik-
pabrik yang telah banyak dipakai di Negara
Republik Indonesia.
d. Uraian Kerja Sistem CCTV
Peralatan Utama
Peralatan utama CCTV berada pada ruang
control lantai dasar pangunan yang
diantaranya terdiri dari :
- Multiplexer Digital Recorder
- Camera Color : Fixed, dome, dan Auto
rotary (iris Lens)
[ Hal. E-115 ]
- Control Bus Juction Box dan Switcher
- Digiplex Keypad (keyboard)
- LCD Monitor
- Switching Interfice dari bangunan DPRD
ke G’
- Central Prossesing Unit (CPU) berbasis
Personal Computer
Instalasi
- Jaringan instalasi dari peralatan utama ke
setiap titik kamera menggunakan kabel
Coaxial RG-59/5C dengan impendasi kabel
75 Ω atau kabel data (8 x 0,6 mm2).
- Sinyal Audio/video Analog/digital
didistribusikan melalui Jaringan instalasi
kabel menuju Miltiplexer dan HUB
(Switcher) secara kaskade.
- Setiap switcher merupakan satu zoning
pengamatan yang dapat dimixing pada
LCD monitor utama. LCD Monitor bisa
dipasang lebih dari satu yang disesuaikan
sesuai kebutuhan, sistem CCTV dapat
difungsikan sebagai video confrence.
- Multiplexer difungsikan juga untuk sensor
barcort (fungsi absensi karyawan), sensor
matic dan parking guard dengan zoning
untuk setiap sistem diprogram tersendiri.
e. Cara Kerja Sistem CCTV
[ Hal. E-116 ]
Kondisi Normal
- Setiap lantai bangunan (keluar/ masuk)
orang diamati melalui kamera, asing-
masing zoning titik kamera tervisualisasi
secara mixing pada monitor LCD utama
yang berada pada ruang control dan
monitor- monitor lainnya sesuai kebutuhan
dengan pengendali zoning berupa
Multiplexer. Pengaturan zoning dapat
dikendali-kan dengan peralatan bantu
melalui keyboard pada Control Bus Juction
Boxes.
- Sensor matic, parking guard merupakan
kesatuan fungsi dengan camera melalui
media kendali infra red.
- Access door dengan media barcort yang
telah dipasang rangkaian Intregrated
Circuit (IC) dibuat zoning terpisah dengan
fungsi security.
- Setiap aktivitas yang teramati dari asing-
masing fungsi terdata pada CPU dan
tersimpan pada Digital recorder, sehingga
dapat didokumentasikan pada piringan CD
dengan file data yang terkompresi (JPG).
Kondisi Darurat Kebakaran
- Kamera dan Instalasi jaringan CCTV
ditempatkan di koridor dan hall lift setiap
[ Hal. E-117 ]
lantai bangunan, yang dianggap perlu
sesuai fungsi dan kebutuhan user.
- Bila terjadi keadaan darurat atau
kebakaran, kamera CCTV dapat
difungsikan sebagai triger pada peralatan
utama deteksi dan alarm kebakaran
(FACP).
[ Hal. E-118 ]
o Lobby Lift = 50 – 60 dB
o Area parkir = 70 dB
o Toilet = 40 – 50 dB
o Entrance = 75 dB
- Kekuatan suara yang keluar dari loud
speaker + 20 s/d 25 dB diatas parameter
tingkat kebisingan tersebut diatas.
- Frequency response tidak kurang 200 –
5.000 Hz.
- Sistem impendansi tinggi
- Power ampliftier output ≥ total speaker
output
- Type microphone yang dipakai adalah
unidirectional.
Pertimbangan perancangan diantaranya
adalah :
- Kebutuhan / Fungsi Ruang
- Luas Area bangunan/Ruang
- Kemudahandan alat bantu komunikasi
(alternative)
- Perioritas pelayanan komunikasi.
Fungsi dan Prioritas System
Sistem Tata Suara dipergunakan untuk:
- Public adress
- Car calling, dan
- Emergency calling.
Penggunaan sistem berdasarkan urutan
[ Hal. E-119 ]
prioritas:
- Utama emergency call
- Kedua paging, dan
- Ketiga back ground music.
c. Peraturan dan Literatur yang Digunakan
Dasar Peraturan
- SNI No. 04-0255-2000, tentang
Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL
2000).
- Standar Nasional Indonesia (SNI),
pedoman teknik, dan rekomendasi dari
instansi yang berwenang mengenai jenis
instlasi yang dirancang.
- SNI 03-7015-2004, Sistem Proteksi Petir
Pada Bangunan Gedung.
Referensi/Literatur
Data Teknis dari produk dibidang peralatan
sound system yang dibuat oleh pabrik-pabrik
yang telah banyak dipakai di Negara
Republik Indonesia.
d. Uraian Kerja Sistem Tata Suara (Sound
System)
Peralatan Utama
- Mixer dan Pre Ampliftier
- Mixer dan Pre Ampliftier khusus
Emergency
- Module Ampliftier
[ Hal. E-120 ]
- Grafic Equalizer
- Tuner Radio FM/AM
- CD/MP3 Player
- Michropone
- Selector Switch
- Volume Control
- Speaker.
Instalasi
- Sentral Tata Suara ditempatkan di ruang
kontrol.
- Jaringan instalasi kabel dari peralatan
utama yang ditempatkan di ruang kontrol
didistribusikan ke Terminal Boks Speaker
(TBS) dengan menggunakan kabel NYMHY
(3x2,5mm2). Jumlah instalasi sesuai
banyaknya zoning.
- Michropone yang difungsikan untuk
pelayanan informasi dan car call berapa
pada area resepsionis dengan system
remote, sedangkan untuk kondisi darurat
microphone di ruang control (bersatu
dengan peralatan utama yang disusun
dalam satu rak).
- Jaringan instalasi yang difungsikan untuk
fasilitas kondisi darurat kebakaran (area
koridor, hall lift dan tangga darurat setiap
lantai bangunan) dengan zoning tersendiri
[ Hal. E-121 ]
meng-gunakan kabel tahan api (FRC) dan
speaker type fire dome.
5) Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran (Fire Alarm)
a. Penjelasan Sistem
Tujuan utama sebuah bangunan bertingkat
dilengkapi dengan system deteksi dan alarm
kebakaran adalah memberikan peri-ngatan
dini kepada pengguna/pemakai agar
mengetahui secara cepat sebelum terjadi
bahaya kebakaran yang tidak terkendali.
Pemilihan Sistem
- Sistem deteksi dan alarm kebakaran
terdiri dari beberapa system yang
diantaranya adalah :
o Sistem konvensional
o Sistem semi addressable
o Sistem full addressable.
- Sistem deteksi dan alarm kebakaran (fire
alarm) yang digunakan adalah system “full
addressable” dengan alasan luas area yang
dideteksi cukup luas.
- Sistem full addressable mempunyai area
deteksi yang sempit, sehingga bila terjadi
kebakaran akan cepat diketahui karena
cakupan areanya maksimal hanya 80m2.
Setiap zoning/ titik detektor dari sistem
yang memberikan sinyal informasi ke
[ Hal. E-122 ]
master Fire Alarm Control Panel (FACP).
b. Kriteria Perancangan
Dalam merancang sistem fire alarm yang
perlu diperhatikan adalah hal- hal sebagai
berikut :
- Fungsi ruang
- Luas lantai dan jumlah lantai
- Fungsi kontrol
- Pemilihan peralatan detector yang sesuai,
dan mem-punyai kemudahan untuk
dideteksi dan dilihat.
- Peralatan utama FACP dapat ditambahkan
panel anunciator di area lain yang jauh
dari ruang control.
- Penentuan zoning yang tepat untuk area
yang dideteksi
- Dapat dihubungkan/interkoneksikan
dengan system hydran/ sprinkler, tata
suara, telephone, dan CCTV.
- Dilengkapi fasilitas peralatan komunikasi
berupa tele-pon/intercome darurat, yang
difungsikan untuk komu-nikasi fireman dan
petugas jaga/security bangunan.
- Catu daya yang tidak terputus, dalam
perancangan sumber catu daya didapat dari
:
o Listrik PLN
[ Hal. E-123 ]
o Pembangkit sendiri (diesel generating
set)
o Back up UPS 15 kVA (30 menit), dan
o Kelengkapan Batere NiCad (4 jam)
dalam FACP berikut rangkaian
pengisi/charger yang bekerja secara
otomatis.
Setiap zoning area deteksi dapat
terlihat/terbaca dengan jelas pada display
monitor master fire alarm (FACP).
Dalam satu zoning area, peralatan detector
harus dapat mendeteksi bahaya kebakaran
palsu (detection fault), sehing-ga dapat
mencegah sistem lain bekerja terutama sinyal
penyulut (treger) ke sistem sprinkler atau
tanda bahaya kebakaran yang dapat
mengakibatkan panic pengguna bangunan.
Mudah dalam perawatan dan
pengoperasiannya.
c. Peraturan dan Literatur yang Digunakan
Dasar Peraturan
- SNI No. 04-0255-2000, tentang
Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL
2000).
- Peraturan Daerah DKI Jakarta dan
Peraturan – peraturan Gubernur DKI
Jakarta lainnya yang berkaitan dengan jenis
[ Hal. E-124 ]
instalasi yang dirancang atau yang
berpengaruh terhadap pengoperasian jenis
instalasi yang dirancang.
- SNI 03-3985-2000, Tata cara perancangan
deteksi dan alarm kebakaran untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung.
- SNI 03-7015-2004, Sistem Proteksi Petir
Pada Bangunan Gedung.
Referensi/Literatur
- Pedoman Instalasi Alarm Bahaya
kebakaran Otomatik Depnaker No. 17
Tahun 1980.
- Australian Standard (AS) 3000 – SAA Wiring
Rules
- National Fire Protection Association (NFPA)
70, 72, 1996
- Data Teknis dari produk dibidang peralatan
fire alarm yang dibuat oleh pabrik – pabrik
yang banyak dipakai oleh Negara Republik
Indonesia.
d. Uraian Kerja Sistem Fire Alarm
Peralatan Utama Sistem Fire Alarm
- Master Fire Alarm Panel Control (FACP)
- Panel Anunciator
- Fire Detector (Smoke Detector, Rite of Rise
Detector, dan Fixed Detector).
[ Hal. E-125 ]
- Alarm Bell
- Manual Call Point (manual station)
- Signal Lamp.
Master Fire Alarm
- FACP dipasang di ruang control, bersatu
dengan peralatan control system lain
(Telepon PABX, Tata Suara, dan CCTV).
- Kapasitas zoning pada FACP sesuai dengan
gambar rencana
- Kelengkapan fungsi yang terdapat dalam
MFACP adalah sebagai berikut :
o Switch untuk mereset alarm
o Switch “local alarm” untuk per lantai
bangunan
o Switch “general alarm floor” (untuk
semua lantai)
o Switch untuk mengfungsikan
komunikasi dengan lantai dimana
terjadinya kebakaran melalui “fire
figting telephone” di dalam panel box
hydrant dan lift emergency.
o Switch untuk monitor dan testing dari
system fire alarm secara keseluruhan,
baik untuk fungsi operasi system
maupun instalasinya.
o Switch untuk menghentikan operasi lift
penumpang secara otomatis, yang
[ Hal. E-126 ]
mana bila alarm bekerja lift
penumpang tidak menerima panggilan
dari luar. Lift secara otomatis akan
turun ke lantai dasar dan puntunya
terbuka.
Spesifikasi Catu Daya FACP adalah sebagai
berikut :
- Catu daya FACP beroperasi pada tegangan
220V/1 phasa/50Hz.
- Rangkaian rectifier AC to DC, dan batere
nicad untuk cadangan catu daya yang
pengisiannya bekerja secara otomatis.
Batere tersebut bekerja pada tegangan 24
VDC dan mampu bekerja minimal selama 4
jam dengan semua beban bell berbunyi.
- Rangkaian catu daya, rectifier, charger
dan batere ditempatkan pada cabinet yang
merupakan satu kesatuan dengan FACP.
Alat Deteksi Kebakaran (Fire Detector)
- Pemilihan Detector
Pemilihan detector disesuaikan dengan
fungsi ruang, dalam perancangan ini
mengacu pada standard/ peraturan yang
berlaku di Indonesia.
- Type dari Fire Detector
- Rate of Rise Detector
[ Hal. E-127 ]
Type yang dipakai adalah air expansion,
inverted bimetal, self restoring, rate of rise
and fixed temperature dengan kenaikan
80 m2.
Manual Call Point
Type yang dipakai adalah “break glass”,
dimana untuk menekan tombol kaca harus
dipecah. Perletakan call point disesuaikan
dengan peraturan Daerah setempat.
- Alarm Panel
[ Hal. E-128 ]
- Signal Lamp (indicator lamp)
- Fire Fighting Telephone
Type yang dipakai adalah sesuai dengan
standard untuk “Fire Emergency Telephone”
lengkap dengan “telephone jack” sesuai
dengan banyaknya panel boks hydrant pada
setiap zoning area.
Instalasi
- Dengan kondisi bangunan yang
kemungkinan pada lantai –lantai tertentu
akan disewakan, sehingga kemungkinan
adanya security yang terpisah dengan
pengelola. Maka bila diperlukan, pada
system ini dilengkapi dengan anunciator.
- Sistem pengkabelan monitor point
penggunakan kabel jenis NYAFHY/NYMHY
dengan conduit PVC high impact, sistem
supervised 4 – wires (class A instalation)
dengan diameter kabel penghantar
[ Hal. E-129 ]
6) Sistem Instalasi Data Komputer dan Internet
a. Penjelasan Sistem
Tujuan utama adalah menyediakan “ sarana
bantu” system jaringan computer yang
terintegrasi dalam satu kesatuan system.
Fasilitas yang tersedia
- Jaringan instalasi kabel serat optic dengan
tray kabel khusus untuk data yang mempu
menyalurkan komunikasi data dengan
kapasitas sesuai kebutuhan pengguna
bangunan, kecepatan yang harus dicapai
antara 2 – 8 Gbps.
- Setiap lantai bangunan disediakan
Switching (HUB) dengan kemampuan
“High Speed” dengan type Un-managable
diatas 100 Mgps.
- Pada area umum disediakan jaringan Wi-Fi
oleh yang memungkinkan pengguna
bangunan dapat komunikasi dimana saja
tanpa bantuan jaringan instalasi.
[ Hal. E-130 ]
pada setiap lantainya, maka sudah merupakan
keharusan dilengkapi dengan perangkat
Building Management System (BMS). Tujuan
lain BMS adalah mengendalikan pemakaian
daya listrik (saving energi) dengan melakukan
pengaturan pemakaian daya listrik pada
peralatan utama MEP dengan pusat kendali
berada di ruang control bangunan.
b. Kriteria Perancangan
Dapat tercapai Effesiensi Cost dengan
dilakukannya pengaturan pemakaian daya
listrik untuk peralatan utama Mekanikal,
Elektrikal dan Plambing (MEP).
Dapat dicapai kemudahan untuk control
schedule pemakaian dan perawatan
peralatan MEP dengan adanya data dalam
CPU untuk system MEP di pusat data BMS.
Dapat dicapai tujuan utama berupa
penghematan energy listrik, control
keamanan, kemudahan dan kenyamanan
pengguna / pemakai bangunan dengan
adanya pelayanan yang cepat.
c. Peraturan dan Literatur yang Digunakan
Dasar Peraturan
- SNI No. 04-0255-2000, tentang
Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL
2000).
[ Hal. E-131 ]
- Standar Nasional Indonesia (SNI),
pedoman teknik, dan rekomendasi dari
instansi yang berwenang mengenai
instalasi control dan komunikasi data yang
berkaitan dengan BAS.
- SNI 03-7015-2004, Sistem Proteksi Petir
Pada Bangunan Gedung.
Referensi/ Literatur
- Data Teknis dari produk dibidang peralatan
BMS & Security System yang dibuat oleh
pabrik – pabrik yang banyak dipakai oleh
Negara Republik Indonesia.
- Standar 135 ANSI/ASHRAE, 2004 tentang
“A Data Communication Protocol for
Building Automation and Control Network”.
d. Uraian Kerja BMS
Peralatan Utama BMS
- Master Network Control Unit (Mimik
Display)
- Central Prossesing Unit (Personal
Computer)
- Digital Direct Control (DDC) Panel.
Jaringan Instalasi
Jaringan instalasi BMS mempunyai
kemampuan yang saling menghubungkan
seluruh system MEP melalui panel DDC yang
berfungsi untuk mencatat dan
[ Hal. E-132 ]
menyampaikan data input yang berupa
Binary Input (BI) dan Analog Input (AI) ke
master Network Control Unit (NCU) untuk
diproses menjadi berupa data. Dari NCU
dapat divisualisasikan melalui perangkat
personal computer yang berada di ruang
control.
Sistem MEP yang dapat diinterkoneksikan,
diantaranya:
- Peralatan kontrol untuk out station
peralatan FCU yang berfungsi untuk
pengaturan daya listrik (on/off)) dan suhu
ruang pada setiap lantai/ ruang sehingga
dapat dikendalikan dan diatur pada ruang
kontrol.
- Kelengkapan instalasi antara out station
dengan actuator dan relay- relay pada
setiap panel catu daya listrik menuju
peralatan, sehingga start/stop peralatan
yang dikontrol dapat dikendalikan di ruang
kontrol.
- Setiap out station serta peralatan bantu
lainnya yang menuju ruang control saling
terinterkoneksi secara radial melalui panel
DDC yang ditempatkan khusus pada riser
arus lemah (elektronika), dan akhirnya
bermuara pada peralatan utama NCU
[ Hal. E-133 ]
dengan pencatat data berupa PC.
- Jenis kabel yang digunakan adalah kabel
control dengan type AWG 18 (atau sesuai
yang dipersyaratkan oleh system BMS
yang akan dipakai). Kabel tersebut
dilindungi oleh conduit high impact/fire
resistant dengan tegangan kerja sesuai
karakteristik/type kabel yang digunakan,
sedangkan untuk kabel catu daya
listriknya menggunakan kabel jenis NYMHY
3 x 2,5 mm2.
Cara Kerja BMS
- Master NCU mengontrol dan
mengendalikan seluruh system elektronik
dan peralatan utama MEP bangunan
melalui visual monitor LCD yang
terinterkoneksi pada Personal Computer
yang tersedia di ruang kontrol.
- Interkoneksi out station (DDC) yang satu
dengan yang lainnya berfungsi dapat
diamati/dikendalikan dengan mudah,
sehingga merupakan jaringan yang terpadu
dengan pusat kendali pada system BMS.
- Data peralatan MEP, dari mulai saat
terpasang, waktu operasional dan schedule
perawatan dapat terdata dan diamati pada
personal computer system BMS
[ Hal. E-134 ]
- Bila terjadi keadaan darurat (Bahaya
kebakaran) seluruh sistem interkoneksi
dapat dioperasikan oleh petugas jaga
(security) sesuai prosedur baku yang telah
ditetapkan karena sudah terprogram pada
saat pelatihan, sehingga kemungkinan
kegagalan/ kesalahan procedur dapat
dihindari.
- Fungsi kontrol pada sistem BMS untuk
peralatan utama MEP dicontohkan dalam
Tabel berikut:
Status Kontrol
No. Peralatan
Monitoring (on/off
1 Genset Y Y)
2. LVMDP, SDP Y Y
. a a
3 PP/LP, PP-AC Y Y
a a
4 Pompa Reservoir Y Y
. a a
5 Pompa STP Y -
. a a
6 Roof Tank Y -
. a
7 Pompa Booster Y Y
. a
8 FCU Y Y
. a a
9 Fan Y Y
. a a
10. Elevator/Escalator Y Y
. a a
a a
[ Hal. E-135 ]
memungkinkan.
b. Sumber air cadangan disediakan sumur dalam
(deep well) dengan debit sesuai estimasi
perhitungan kebutuhan air untuk bangunan.
2) Kriteria Perencanaan
a. Sistem Air Bersih
Sumber Air Bersih
- Sumber air bersih dari PDAM Setempat
(bila memungkinkan) dengan kapasitas
sesuai estimasi perhitungan yang dilakukan
pada tahap pengembangan desain dan
detail.
- Kapasitas pengambilan air sumur dalam
(deep well) yang dibutuhkan minimal 150
liter per menit.
Kualitas Air Bersih
Kualitas air bersih harus memenuhi standar
"Baku Mutu Kualitas Air Minum" yang
disyaratkan oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 907/Menkes/SK/VII/ 2002,
tentang syarat-syarat & Pengawasan Kualitas
Air Minum.
Cadangan Kebutuhan Air
Menggunakan Reservoir bawah tanah dari
beton dengan kapasitas sesuai estimasi
perhitungan, termasuk untuk cadangan
kebakaran, air bilas (flashing) dan siram
[ Hal. E-136 ]
taman. Kompartemen air bilas dan siram
taman dibuat sekat yang terpisah dengan
kebutuhan domestik.
Kecepatan Aliran dan Tekanan
- Kecepatan design : 0,9-1,2
m/detik
[ Hal. E-137 ]
kebutuhan bilas (flassing) kloset dan
siram taman setelah melalui filterisasi sesuai
standar PAM.
Kriteria Aliran dan Kapasitas Air Kotor
- Beban BOD pegawai kantor adalah 25
gram/orang/hari sedangkan pengunjung
sebesar 10 gram/orang/hari.
- Jumlah air kotor adalah 70 persen dari
jumlah pemakaian air bersih.
- Faktor kepadatan penghuni adalah 100
persen dari jumlah penghuni yang dihitung
untuk kebutuhan penyediaan air bersih.
- Kemiringan pipa dibuat antara 1 - 2 %.
- Kecepatan aliran dalam pipa mendatar 0,6
meter/detik.
[ Hal. E-138 ]
sumur resapan ditampung pada bak
penampungan yang difungsikan untuk
melayani kebutuhan siram taman dan bilas
(flassing) closet.
[ Hal. E-139 ]
of small Sewage Treatment Works and
Cesspools.
[ Hal. E-140 ]
Dimensi pipa ditentukan berdasarkan fixtures
unit air kotor dan atas dasar fungsi pipa
tersebut dalam sistem air kotor, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Perhitungan kapasitas dan beban biologis air
kotor,
- Aliran air kotor adalah 70% dari kebutuhan
air bersih dalam satu hari.
- Beban biologis air kotor adalah seperti yang
tertera pada lampiran.
Perhitungan Sewage Treatment Plant, dapat
dilihat pada data perhitungan.
Over flow air buangan STP akan dilengkapi
“alat ukur monitoring BOD”, dan sebelum
dibuang kesaluran kota akan ditampung pada
bak penampungan yang bersatu dengan bak
penampungan air hujan. Air buangan tersebut
akan difungsikan untuk melayani kebutuhan
siram taman dan bilas (flashing) closet.
[ Hal. E-141 ]
setempat.
Perhitungan Sistem Drainase Air Hujan
- Air hujan yang jatuh ke halaman dibuang ke
saluran drainase
- Dalam perencanaan saluran drainase dan
talang air hujan, jumlah air hujan dihitung
berdasarkan rumus Rational
Q = 0,002785 C.I.A
Dimana,
Q: jumlah air hujan yang harus
[ Hal. E-142 ]
tertentu.
- Dari sumber Deep-well, dengan
menggunakan “Floating Valve” yang
dilengkapi dengan Pressure Switch yang
akan menghidupkan dan mematikan pompa
deep-well secara otomatis sesuai dengan
tekanan air.
Distribusi air bersih dalam bangunan,
- Air dari perusahaan penyedia air bersih
ditampung dalam tanki bawah (ground
tank), kemudian air dipompa ke tangki atas.
- Sistem distribusi yang diterapkan adalah
"gravity system" dengan tanki atap, untuk
seluruh lantai bangunan kecuali untuk 4
lantai teratas dibantu oleh pompa booster,
tanki atas disediakan dan dilayani oleh
pompa angkat.
- Untuk menghindarkan tekanan gravitasi air
yang berlebihan, dipasang katup pengatur
tekanan (pressure-reducing valve) pada
down pipe air bersih, untuk tiap jarak
vertikal yang lebih dari 25 meter.
Sistem pompa angkat
- Pompa ini berfungsi untuk memindahkan air
dari tanki bawah (Ground Tank) ke tanki
atas (Roof Tank)
- Pompa akan bekerja secara otomatis,
[ Hal. E-143 ]
dengan bantuan "water level control",
apabila volume air pada tanki atas telah
mencapai setting yang telah ditentukan.
- Jumlah pompa yang melayani setiap tanki
atas terdiri dari 2(dua) buah pompa angkat
yang bekerja secara bergantian.
- Pompa-pompa angkat hanya akan bekerja
apabila, muka air pada tanki atas mencapai
level minimum yang ditentukan. Muka air
pada tanki bawah tidak berada pada level
minimum.
- Pompa-pompa angkat akan berhenti bekerja
apabila, Muka air pada tanki atas mencapai
level maximum. Muka air pada tanki bawah
berada pada level minimum.
- Bila muka air pada tanki bawah mencapai
level minimum, sistem control akan
memberikan alarm secara otomatis berupa
buzzer di ruang kontrol.
- Perhitungan Head dan debit pompa yang
diperlukan akan dilakukan pada tahap
pengembangan desain dan desain detail.
Sistem pompa Booster
- Untuk memberikan tekanan yang sesuai
dengan persyaratan tekanan minimum pada
sanitary fixtures di 4 (empat) lantai teratas,
maka diperlukan sistem pompa Booster
[ Hal. E-144 ]
untuk memberikan tekanan tambahan
pada pipa pelayanan lantai- lantai
tersebut.
- Sistem adalah "Multiple Constant Speed
Volute Pumps" yang bekerja secara
bergantian berdasarkan prinsip "Paralel-
alternate Operation", dengan jumlah pompa
paralel ditentukan berdasarkan debit yang
diperlukan.
- Dalam operasinya, pompa pertama akan
bekerja tanpa berhenti selama sistem
kontrol masih mendeteksi adanya aliran
pada sistem. Apabila tekanan turun sampai
di bawah level minimum yang telah
ditentukan, pompa kedua akan hidup dan
bekerja secara paralel dengan pompa
pertama.
- Bila tekanan telah melebihi angka
maksimum, maka satu demi satu akan
berhenti bekerja sampai hanya pompa per-
tama yang bekerja.
b. Aplikasi Sistem Air Kotor
Sistem Pemipaan
- Setiap ujung buntu fixtures unit dilengkapi
clean out.
- Dilengkapi dengan sistem vent sesuai
dengan ketentu-an yang berlaku.
[ Hal. E-145 ]
- Setiap fixtures unit digunakan dari jenis yang
dileng-kapi dengan leher angsa (siphon
trap).
- Setiap kepanjangan-lurus (straight run) 15-
20 meter dilengkapi dengan bak-kontrol.
Sistem Penyaluran Air Buangan
- Air buangan yang berasal dari toilet umum
langsung dikumpulkan menuju pipa tegak
air-buangan yang diletakkan di dalam shaft.
- Ukuran pipa tegak air kotor ditentukan
berdasarkan nilai fixture unit air kotor untuk
jenis dan jumlah fixtures yang dilayani.
- Setiap fixture sanitair dilengkapi dengan
pipa vent sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Sistem Penyaluran Air Buangan Dapur
- Air buangan dari semua kitchen sink yang
terdapat di dapur restaurant dialirkan
menuju bak pemisah lemak sebelum
disalurkan menuju STP.
- Jenis yang dipasang adalah grease trap jenis
automatic portable yang diletakkan di bawah
kitchen sink.
- Grease trap ini harus dibersihkan secara
periodik.
- Selanjutnya effluent akan dialirkan ke STP.
c. Aplikasi Sistem Air Hujan
[ Hal. E-146 ]
Saluran air hujan dilengkapi dengan sumur
resapan. Keputusan ada atau tidaknya sumur
resapan tergantung pula pada jenis tanah.
Air hujan yang akan diresapkan adalah air
hujan yang langsung melalui atap atau talang
air hujan bangunan.
Ukuran talang tegak air hujan didasarkan
pada luas atap yang dilayaninya, sesuai
dengan SNI Plambing 2000.
[ Hal. E-147 ]
sebagai berikut,
F/M ratio : 0,15 kg BOD5/kg MLVSS
Oxygen Required : 2kg /kg BOD yang
diolah
c. Kriteria Effluent
Ditentukan berdasarkan kondisi rata-rata selama
24 jam dengan batasan tidak melebihi ketentuan
Peraturan dari golongan Baku Mutu Air Limbah
I, sebagai berikut :
Kandungan zat padat tersuspensi sebesar 30
mg/liter
Kebutuhan oksigen biologis (BOD5) sebesar 20
mg/liter.
Over flow buangan dilengkapi “monitoring alat
ukur kualitas air buangan” sesuai yang
dipersyaratkan Pemerintah Daerah Setempat.
2) Peraturan dan Literatur
a. Peraturan yang diikuti
Mengikuti standar dari Keputusan Gubernur
Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, No.
582 tahun 1995, tentang Penetapan
Peruntukkan Baku Mutu Air sungai/Badan Air
serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI
Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 82 tahun 2001, tentang Pengelolaan
Kualitas Air & Pengendalian Pencemaran Air.
[ Hal. E-148 ]
b. Literatur
Metcalf & Eddy, Inc. 1991, 3rd Edition
Wastewater Engineering: Treatment,
Disposal, and Reuse.
Degremont Co., 1979, Water Treatment
Handbook.
British Standard Institution, BS-6297:1983,
Codes of Practice for Design and Installation of
Small Sewage Treatment Works and Cesspools.
3) Penjelasan Sistem
a. Sistem Pengolahan terdiri dari perangkat sebagai
berikut,
Bak equalisasi untuk menampung,
mengeliminasi fluktuasi air buangan dan
merupakan bak aerasi awal.
Bak aerasi dan mekanisme
aerasi(submersible aerator atau air
compressor)
Bak sedimentasi untuk mengendapkan Lumpur
yang telah terbentuk.
Mekanisme pengembali lumpur aktif ke bak
aerasi
Bak chlorinasi
Bak penampung air effluent
b. Proses ini menggunakan oksigen untuk membantu bakteri
dalam proses penguraian zat-zat organik menjadi zat-zat
anorganik sehingga effluent menjadi jernih dan tidak
[ Hal. E-149 ]
berbau.
c. Chlorination berfungsi sebagai desinfectants untuk
meng-hilangkan bakteri koli (coliform bacteria)
d. Selanjutnya air buangan ditampung pada bak effluent
sebelum dibuang ke saluran drainase kota.
[ Hal. E-150 ]
dengan tanah. Penulangan dinding penahan tanah beton mengikuti
momen-momen gaya dalam yang tercipta oleh tekanan tanah aktif
tekan serta tekanan tanah pasif tahan, serta momen gaya dalam
yang timbul akibat tekanan tanah daya dukung dari bawah.
Untuk badan jalan, konsultan perencana akan menentukan tipe
perkerasan yang akan dipilih, apakah perkerasan paving block,
perkerasan beton, atau perkerasan flexibel aspal. Dalam hal arsitektur
menginginkan digunakannya perkerasan paving block, maka
konsultan perencana akan mensyaratkan subgrade minimum yang
harus dipadatkan di lapangan, lapisan sub-base CBR 30, lapisan base
course CBR 80, timbunan pasir padat, serta paving block minimal
dengan ketebalan 8 cm dengan mutu K-300. Dalam hal penggunaan
perkerasan rigid beton, maka konsultan perencana akan
menentukan subgrade tanah dasar yang harus dicapai melalui proses
pemadatan, lapisan sub-base CBR 30, timbunan pasir padat, plastik
cor, dan lapisan perkerasan beton. Untuk tipe perkerasan flexible
aspal, maka mensyaratkan subgrade minimum yang harus dipadatkan
di lapangan, lapisan sub-base CBR 30, lapisan base course CBR 80,
lapisan aspal pertama, dan lapisan penutup hotmix.
Melihat natur Indonesia yang berada di lokasi tropis yang curah
hujannya tinggi, maka umur perkerasan paving block dan aspal pada
umumnya hanya berumur 3 tahun, sementara perkerasan rigid beton
dapat berumur sampai 10 tahun.
Untuk perhitungan drainase site, maka curah hujan minimal 10 tahun
terakhir harus dikumpulkan, Konsultan Perencana kemudian akan
menentukan perioda ulang banjir yang akan digunakan dalam
perencanaan, pada umumnya perioda ulang 10 tahunan yang umum
[ Hal. E-151 ]
dipakai untuk desain drainase di Indonesia, analisis statistik kemudian
dilakukan sesuai data yang tersedia dengan periode ulang yang
ditetapkan untuk mendapatkan kurva intensitas hujan. Selanjutnya
konsultan perencana akan menentukan pola aliran drainase site
sampai kepada ujung buangannya, menghitung catchment area, dan
kemudian dengan tabel excel menghitung debit saluran dan
menentukan ukuran saluran.
Tipe saluran, apakah merupakan saluran terbuka atau tertutup,
ditentukan oleh Pihak Arsitek. Saluran drainase pada umumnya lebih
mudah untuk menggunakan saluran pre-fabrikasi yang sudah siap
dipesan sesuai ukuran saluran hasil perhitungan Tim Teknik Sipil.
Apabila site yang diberikan Pemberi Tugas cukup luas, maka dapat
direncanakan kolam penampungan sementara sebelum dibuang ke
buangan akhir. Kolam penampungan sementara dapat berfungsi
sebagai kolam resapan untuk mendukung program pemerintah untuk
membangun lingkungan Green di Indonesia, sehingga dengan lebih
banyak air menyerap ke dalam tanah berarti ikut mempertahankan
tidak habisnya air tanah dalam waktu yang singkat.
E. 7. LAPORAN-LAPORAN
1. Laporan Pendahuluan
Laporan tersebut minimal berisikan : apresiasi terhadap Kerangka Acuan
Kerja kegiatan yang antara lain meliputi latar belakang masalah, maksud
dan tujuan, data umum proyek, lokasi kegiatan, ruang lingkup kegiatan,
metode atau cara pendekatan, teknik dan prosedur pengumpulan data
[ Hal. E-152 ]
serta analisis. Pada pelaporan pendahuluan ini dicantumkan juga
pentahapan pekerjaan, jadwal rencana kerja dan organisasi pelaksanaan
2. Laporan Antara
Laporan tersebut minimal berisikan berisi hasil pengumpulan dan
pengolahan data lapangan serta rencana alternatif-alternatif perencanaan
teknis yang akan diajukan
3. Laporan Akhir
Laporan tersebut minimal berisikan berisi Laporan Perencanaan, Laporan
Penyelidikan Tanah, Laporan Perkiraan Kuantitas dan Biaya, Dokumen
Pelelangan, dan GambarRencana.
[ Hal. E-153 ]
sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka disusun organisasi
pelaksanaan pekerjaan dalam rangka kepemimpinan, koordinasi,
evaluasi, dan pengendalian pelaksanaan pekerjaan secara maksimal,
dengan sasaran pokok sebagai berikut :
a. Sasaran Eksternal
Sasaran eksternal memiliki pengertian koordinasi, pertukaran
informasi, evaluasi dan pengendalian pelaksanaan pekerjaan
dilakukan antara Tim Konsultan dengan Instansi/ Lembaga terkait,
serta Lembaga yang mungkin dapat berperan serta dalam kegiatan
ini. Koordinasi akan dilakukan oleh Team Leader Konsultan beserta
Tim Tenaga Ahli.
b. Sasaran Internal
Sasaran Internal memiliki pengertian koordinasi, evaluasi, dan
pengendalian pelaksanaan, dilakukan oleh Tim Konsultan sendiri
dalam semua tahap pelaksanaan kegiatan. Koordinasi dilakukan
antar anggota tim dengan Team Leader, sesuai tugas dan tangung
jawab masing – masing anggota tim.
Struktur Organisasi ini dibuat dengan berdasarkan sistem organisasi
yang sederhana yang tidak terlalu birokratis, diharapkan koordinasi
internal maupun eksternal dapat terjadi secara intens dan keputusan-
keputusan dapat diambil secara tepat, sehingga perencanaan dapat
berlangsung secara baik dan tepat waktu, serta mutu pekerjaan
dapat mencapai sempurna karena terjadinya komunikasi dan
koordinasi yang baik.
Namun demikian, struktur organisasi ini tetap memiliki unsur pimpinan
dan yang dipimpin untuk memberikan arah proses kepemimpinan dan
tanggung jawab secara jelas, sehingga keputusan walaupun
[ Hal. E-154 ]
diharapkan dapat diambil secara cepat, namun diambil pada tingkat
pengambil keputusan yang tepat, sehingga tanggung jawab desain
menjadi jelas.
Organisasi Pelaksanaan Pekerjaan ini diberikan dalam Struktur
Organisasi Tim Perencana seperti berikut ini:
[ Hal. E-155 ]
STRUKTUR ORGANISASI PEKERJAAN PT. FASADE KOBETAMA
GANJAR KUSDIAWAN, ST AGUS BRAMIANA, ST GUNAWAN WIJAKSONO, ST PIPIN ARIPIN, A.Md. ANEU NURSIFAH, SE
AHLI ARSITEKTUR AHLI GEOTEKNIK AHLI MEKANIKAL/ELEKTRIKAL OPERATOR KOMPUTER ADMINISTRASI
ARIF BUDIMAN, ST ADDY SANTOSO, ST. KIAGUS ALDI MULTAZAM, ST PANDU SUKSMAHADI, ST
COST ESTIMATOR SURVEYOR 1 SURVEYOR 2 DRAFTER
[ Hal. E-156 ]
E.8.2 Bidang-bidang pokok pekerjaan Team Leader, Tenaga Ahli Inti
dan Tenaga Ahli Pendukung
Untuk mengerjakan perencanaan ini maka dilakukan pendekatan yang
komprehensif dan simultan. Yang dimaksud adalah keterlibatan
berbagai tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu sudah dimulai sejak
awal, mengingat jadwal yang cukup ketat dan setiap fungsi ruangan
membutuhkan persyaratan teknis (struktur, finishing maupun utilitas)
tertentu.
Sebagai catatan penting bahwa Tenaga Ahli ini akan bekerja selama
masa perencanaan berlangsung sampai selesai diterima oleh Pemberi
Tugas.
Berdasarkan Pendekatan Penanganan dan Metodologi pekerjaan,
uraian Rencana Kerja Konsultan, dan Jadual Perencanaan yang
tersedia, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, maka disusun
bidang pokok pekerjaan para tenaga ahli yang terlibat dan rincian
tanggung jawab dari masing – masing tenaga ahli sebagai berikut :
1. Tenaga Ahli
a. Ketua Tim/ Team Leader (1 orang)
Bertindak sebagai Team Leader bagi keseluruhan pelaksanaan
teknis pekerjaan. Adalah Tenaga Ahli Berlatar belakang
pendidikan S1 Teknik Sipil dengan pengalaman kerja 5 tahun,
dan bersertifikat Ahli Madya Bangunan Gedung.
Bertugas dan bertanggung jawab untuk :
- Memimpin seluruh Tenaga Ahli untuk melaksanakan tugas
masing-masing dengan sebaik-baiknya.
- Memimpin seluruh pekerjaan perencanaan baik Arsitektur,
Infrastruktur, Struktur, Interior, Landscape, Mekanikal &
Elektrikal.
[ Hal. E-157 ]
- Memelihara jadual perencanaan sehingga perencanaan
berjalan sesuai waktu dan milestones yang tersedia.
- Memimpin tim dalam melakukan rapat internal yang diadakan
secara rutin.
- Melakukan konsultasi dengan pihak Pemberi Tugas untuk
mendapatkan masukan- masukan terbaik.
- Melakukan kontak dan diskusi dengan pihak-pihak terkait
lainnya, sehingga arah dan batasan perencanaan dapat
diimplementasikan dengan optimal.
- Memimpin persiapan presentasi dan ekspose kepada seluruh
stakeholders.
- Memastikan bahwa perencanaan berlangsung dengan alokasi
anggaran pembangunan yang sudah disetujui Pemberi Tugas.
b. Ahli Arsitektur
Berlatar belakang pendidikan S1 Teknik Arsitektur dengan
pengalaman kerja 3 tahun, bersertifikat keahlian Ahli Muda
Arsitektur.
Bertugas dan bertanggung jawab untuk :
- Melakukan Analisa, Evaluasi, Kajian terhadap Tata Letak
bangunan pada gambar Masterplan.
- Mengembangkan konsep preliminary desain arsitektur.
- Mengkordinir semua pekerjaan perencanaan arsitektur
bangunan sampai diselesaikannya gambar desain rinci yang
constructable tetapi dalam alokasi budget pembangunan.
- Menentukan spesifikasi material finishing yang akan digunakan.
- Menyusun Spesifikasi Teknis Pekerjaan Arsitektur.
[ Hal. E-158 ]
- Menyiapkan konsep-konsep interior bangunan baik lay out
maupun pengolahan detail ruang dalam bangunan, termasuk
furniture.
- Mendesain interior bangunan sehingga terkesan indah namun
ekonomis.
- Mengkordinir semua pekerjaan perencanaan interior bangunan
sampai diselesaikannya gambar desain rinci yang constructable
tetapi dalam alokasi budget pembangunan.
- Menentuan spesifikasi material interior yang akan digunakan.
- Menyusun Spesifikasi Teknis Pekerjaan Interior.
- Berkoordinasi dengan Ahli Estimasi sehingga pemilihan material
interior tidak melampui budget alokasi untuk konstruksi.
- Berkoordinasi dengan Ahli Estimasi sehingga pemilihan material
finishing tidak melampui budget alokasi untuk konstruksi.
- Berkoordinasi dengan disiplin lainnya yang terkait dengan
proyek ini sehingga menghasilkan keluaran desain yang terpadu
[ Hal. E-159 ]
yang constructable tetapi dalam alokasi budget pembangunan.
- Menentukan Kriteria Desain Struktur Bawah/Pondasi
- Menyusun Spesifikasi Teknis Pekerjaan Struktur Bawah/ Pondasi
- Berkoordinasi dengan Ahli Estimasi sehingga desain struktur
bawah/pondasi tidak melampui budget alokasi untuk konstruksi.
- Berkoordinasi dengan disiplin lainnya yang terkait dengan
proyek ini sehingga menghasilkan keluaran desain yang
terpadu.
[ Hal. E-160 ]
- Menentuan spesifikasi alat-alat mekanikal yang akan digunakan.
- Menyusun Spesifikasi Teknis Pekerjaan Mekanikal.
- Menyiapkan konsep preliminary desain elektrikal untuk
bangunan dan site
- Memimpin Perencanaan daya listrik, sistem tata kabel,
penerangan ruangan, penerangan site, telekomunikasi (telepon
dan internet), dan tata suara di dalam bangunan dan di site.
- Memimpin Perencanaan kapasitas back up gen-set.
- Mengkordinir semua pekerjaan perencanaan elektrikal
bangunan dan site sampai diselesaikannya gambar desain rinci
yang constructable tetapi dalam alokasi budget pembangunan.
- Menentuan spesifikasi alat-alat elektrikal yang akan digunakan.
- Menyusun Spesifikasi Teknis Pekerjaan Elektrikal.
- Berkoordinasi dengan Ahli Estimasi sehingga pemilihan alat-alat
elektrikal tidak melampui budget alokasi untuk konstruksi.
- Berkoordinasi dengan disiplin lainnya yang terkait dengan
proyek ini sehingga menghasilkan keluaran desain yang
terpadu.
2. Tenaga Pendukung
a. Ahli Biaya dan Kuantitas
Berlatar belakang pendidikan S1 Teknik Sipil dengan
pengalaman kerja sejenis selama 3 tahun.
[ Hal. E-161 ]
Bertugas dan bertanggung jawab untuk :
- Melakukan survey dan pengumpulan data harga material
dan upah standar yang berlaku di daerah setempat.
- Menyusun Analisa Harga Satuan Pekerjaan
- Membantu Tenaga Ahli dalam perhitungan volume
pekerjaan dan membuat analisa harga satuan pekerjaan.
- Membantu menghitung prakiraan biaya awal.
- Melakukan koordinasi teknis interdisiplin sehingga informasi
-informasi biaya dapat dipergunakan secara baik.
b. Surveyor (2 orang)
Pendidikan minimal D3, mempunyai pengalaman kerja minimal
3 (tiga), membantu Tenaga Ahli melakukan tugas pengumpulan
data, pengukuran topografi maupun soil investigasi.
c. CAD Operator/ Drafter (1 orang)
1 ( Satu ) orang, ,berpendidikan minimal D3 pengalaman kerja
minimal 3 (tiga) tahun. Bertanggung jawab dalam membuat
gambar-gambar hasil perencanaan sesuai arahan dari tenaga ahli.
d. Operator Komputer (1 orang)
Pendidikan minimal SMK/SLTA, betugas membantu Tenaga Ahli
menyusun laporan-laporan hasil perencanaan.
e. Tenaga Administrasi (1 orang)
Pendidikan minimal D-3, berpengalaman pekerjaan sejenis selama
minimal 3 (tiga) tahun, melakukan tugas administrasi kontrak dan
keuangan, membantu Tenaga Ahli melakukan penagihan dan
membuat berita acara.
[ Hal. E-162 ]