Anda di halaman 1dari 83

PENDEKATAN, METODOLOGI

DAN PROGRAM KERJA


E. PENDEKATAN TEKNIS DAN METODOLOGI

1.1 Umum

Untuk dapata melaksanakan suatu pekerjaan dengan hasil yang baik, maka sebelumnya
perlu dibuat suatu pendekatan teknis dan metodologi pelaksanaan pekerjaan agar dapat
dilaksanakan secara sistematis, sehingga tercapai sasaran efisiensi biaya, mutu dan
waktu kerja. Maksud pendekatan teknis disini diantaranya adalah membuat pendekatan
rencana pelaksanaan pekerjaan ini tersusun tahap demi tahap termasuk analisis
kebutuhan personil serta peralatan dihitung setepat mungkin, maka kemudian dapat
disusun organisasi pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan kaitan-kaitan pekerjaan san
personil yang dibutuhkan sesuai tahapan masing-masing pekerjaan. Sedangkan maksud
dari Metodologi disini adalah bagaimana menyusun landasan perencanaan dan
menguraikannya kedalam suatu tindakan atau penerapan lapangan sehingga hasil yang
akan diperoleh dalam pelaksanaan kegiatan ini dapat dipertanggungjawabkan dan
digunakan sebaik mungkin.

Sesuai dengan acuan yang telah digariskan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK), maka
dalam menyiapkan rencana pekerjaan Penyusunan DED dan ME Pembangunan
Mesjid Kawasan Kantor Gubernur diperlukan pendekatan teknis dan metodologi
pelaksanaan yang mantap, ekonomis, tepat guna dan solusinya dapat diandalkan. Oleh
karena itu dalam melaksanakan pekerjaan ini CV. KARYA SAORAJA
KONSULTAN akan menyiapkan pendekatan teknis dan metode-metode yang akan
digunakan yang dituangkan dalam Pendekatan dan Metodologi. Bagian ini merupakan
penjelasan umum tentang metoda pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan, yang
memberikan arahan kualitatif terhadap cara-cara pelaksanaan dan penyelesaian
pekerjaan. Dalam penjelasan metodologi pelaksanaan, dibahas lingkup tahapan kegiatan
secara umum, yang dimulai dari tahap awal hingga penyelesaian akhir pekerjaan.
2.1 Pekerjaan Persiapan

Sebelum pelaksanaan suatu pekerjaan, amaka perlu dilaksanakan pekrjaan persiapan,


baik mengenai kelengkapan administrasi, personil pelaksana, sarana transportasi,
perlatan, dan segala aspek dalam kaitan pelaksanaan pekerjaan. Pada tahap ini
konsultan mempersiapkan diri dan melakukan koordinasi pekerjaan dengan personil
tenaga ahli yan telah ditunjuk agar pekerjaan dapat terlaksana dengan baik. Kerangka
Acuan Kerja dan urutan pekerjaan dibahas bersama, sehingga diharapkan semua tenaga
ahli dapat mengerti dan memahami tugasnya masing-masing. Koordinasi ini juga akan
dilakukan dengan pihak direksi pekerjaan agar rencana dan pelaksanaan pekerjaan
berjalan sesuai dengan jadwal waktu yang disediakan.

Pada tahap ini konsultan akan melakukan beberapa kegiatan, seperti yang akan
diuraikan sebagai berikut.

1.2.1. Persiapan Administrasi/Kantor

Tahap ini merupakan bagian yang penting untuk dilakukan oleh konsultan, agar
pelaksanaan kegiatan pada tahap berikutnya dapat berjalan dengan lancer sesuai dengan
jadwal yang telah disepakati. Kegiatan ini ummnya terdiri dari :

 Perisiapan/konsolidasi personil dan cek peralatan,


 Pengurusan surat tugas dan perizinan,
 Penyusunan rencana kerja, dan
 Penentuan sasaran kegiatan.

1.2.2. Penyusunan Rencana kerja

Rencana kerja disusun/dibuat untuk memudahkan pihak konsultan dalam tahapan


pelaksanaan pekerjaan, baik target kerja maupun alokasi pemanfaatan waktu kerja.
Rencana ini dibuat untuk membantu pihak konsultan sebagai penyedia jasa dan pihak
direksi sebagai pengguna jasa agar memiliki instrument pengendali yang jelas dan
terukur. Rencana kerja akan disusun oleh pihak konsultan secara bersama-sama dengan
seluruh tenaga ahli yang terlibat, sehingga alur kerja bisatergambar jelas kepada tiap-
tiap tenaga ahli yang terlibat.

Di dalam pelaksanaan pekerjaan layanan konsultansi, perlu adanya suatu rencana kerja
yang konsepsional, efektif dan efisien sedemikian sehingga setiap aktivitas kerja
terncana dengan baik. Dengan demikian pekerjaan dapat selesai dalam waktu yang
disediakan dan kualitas yang diharapkan. Rencana keja yang akan dilaksanakan
disesuaikan dengan ketentuan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term
References (TOR).

1.2.3. Menentukan Sasaran Kegiatan

Sasaran kegiatan sudah sangat jelas terpaparkan pada Kerangka Acuan Kerja yang
diterbitkan oleh pihak pengguna jasa. Namun di sini pihak konsultan lebih memperoleh
kebebasan dalam menyikapi permasalahan teknis di lapangan. Sasaran kegiatan yang
telah ditetapkan tersebut, adalah pencapaian minimal yang harus dipenuhi oleh pihak
konsultan dalam melakukan kegiatan pekerjaan ini. Dengan dukungan rencan/program
kerja yang tersusun secara sistematis, efektif dan efesian, maka pihak konsultan
berkeyakinan kan mampu mencapai sasaran yang diinginkan dari kegiatan ini.

1.2.4. Persiapan Teknis

Untuk menindak lanjuti rencana kerja dan sasaran yang ingin dicapai, maka konsultan
melakukan langkah-langkah konrkrit, seperti berikut ini :

 Studi Pustaka
 Pengumpulan data sekunder yang berkaitan dengan kebutuhan dalam Penyusunan
DED ME pembangunan Mesjid Kawasan Kantor Gubernur, antara lain :
 Laporan desain terdahulu (jika ada),
 Data geometrid an morfologi eksisting,
 Data bangunan-bangunan yang sudah dilaksanakan (jika ada),
 Data klimatologi,
 Persiapan dan metode survey
1.2.5. Pelaksanaan Survey Awal/Pendahuluan

1. Data dan informasi Instansi terkait


 Peta tata guna lahan,
 Peta rupa bumi,
 RTRW Kabupaten
 Kabupaten dalam angka
 Data Geologi
2. Observasi/Tinjauan Lapangan
 Peta lokasi rencana,
 Kondisi bangunan eksisting,
 Mencocokkan peta topografi,
 Lokasi base camp, dan
 Ketersediaan tenaga local.

1.2.6. Kajian Awal Rencana Penyusunan DED dan ME Pembangunan Mesjid


Kawasan Kantor Gubernur

Kajian secara komprehensif terhadap data yang didapat :

- Kajian terhadap kondisi eksisting.


- Kajian terhadap kemungkinan adanya sedimentasi, degradasi maupun agradasi.
- Evaluasi terhadap keberadaan bangunan-bangunan yang telah ada berkaitan
dengan fungsi maupun kondisinya.
- Kajian terhadap keterpaduan rencana Pembangunan Mesjid dengan rencana
pembangunan wilayah Kota.
3.1 Pengukuran/Survey lapangan
1.3.1. Pengukuran Topografi
Kegiatan survey topografi ini meliputi pekerjaan pengukuran geometri. Uraian
mengenai metode pengukuran dan pemetaan situasi ini, meliputi :
 Metode Pengukuran.
 Metode Hitungan.
 Metode Penggambaran.
Survey ini bertujuan untuk memperoleh gambaran kondisi rupa bumi di lokasi
pekerjaan dan daerah di sekitarnya beserta dengan obyek-obyek dan bangunan-
bangunan penting didalamnya dalam rupa situasi dan ketinggian serta posisi
kenampakan. Hasil survey ini kana menjadi tambahan data dari data yang telah dari
hasil survey pada pekerjaan sebelumnya. Secara garis besar pengukuran dan pemetaan
situasi meliputi pemasangan patok beton BM dan CP, pengamatan matahari,
pengukuran polygon dan waterpass, pengukuran profil melintang pantai, pengukuran
situasi detail, kerangka vertikal horizontal, dan lain-lain.

START

Penetapan :
- Personil Pelaksanaan
- Peralatan Survey topogram

Orientasi Lapangan dan


Penetapan Titik Referensi

Pemasangan: Beton Mark,


Control Polit dan Patok kayu

PENGUKURAN

Pengamatan Matahari Kerangka Horizontal Kerangka Vertikal

Pengukuran profil
memanjang/melintang
dan detail

ANALISI DATA

Hitungan Hitungan Hitungan Hitungan Titik


Pengamatan Kerangka Kerangka Detail
Matahari Horizontal Vertikal
Colt Tidak tidak tidak
Colt Colt

ya
LAPORAN - Peta Situasi lokasi Studi
PENGUKURAN - Profil Memanjang Dan
DESKRIPSI BMC
Melintang
1. Pengukuran Pengikatan - Gambar Detail/Mozaik
Salah satu kegiatan survey pengukuran adalah pengukuran pengikatan yaitu
pengukuran untuk mendapatkan titik-titik referensi posisi horizontal dan posisi
vertikal.
 Peralatan

Peralatan yang digunakan untuk kegiatan survey pengukuran pengikatan adalah :

 Theodolite T2 atau Total Station & Prisma,


 Waterpass untuk mengukur beda tinggi,
 Bak ukur
 Statif/Trifoot,
 GPS untuk penentuan Koordinat UTM BM,
 Formulir data ukur dan alat tulis, dan
 Kalkulator scientific.
1. Theodolit Digital
Theodolit terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian bawah, bagian tengah, dan
bagian atas. Bagian bawah terdiri dari skrup penyetel yang menyangga suatu
tabung dan plat yang berbentuk lingkaran. Bagian tengah terdiri dari suatu
rambu yang dimasukkan ke dalam tabung, dimana pada bagian bawah sumbuh
ini adalah sumbuh tegak atau sumbu pertama (S1). Di atas S1 diletakkan lagi
plat yang berbentuk lingkaran yang berjari-jari lebih kecil daripada jari-jari plat
bagian bawah. Pada dua tempat di tepi lingkaran dibuat alat pembaca yang
disebut nonius (NO). suatu nivo diletakkan pada atas plat nonius untuk membuat
sumbu tegak lurus. Bagian atas terdiri dari sumbu mendatar atau sumbu kedua
(S2), pada S2 diletakkan plat berbentuk lingkaran dan dilengkapi skala untuk
pembacaan skala lingkaran. Pada lingkaran tegak ini di tempatkan kedua nonius
pada penyangga S2.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ada dua perbedaan antara lingkaran
mendatar dengan lingkaran vertikal. Untuk skala mendatar titik harus ikut
berputar bila teropong diputar pada S1 dan lingkaran berguna untuk membaca
skala sudut mendatar. Sedangkan lingkaran berskala vertikal baru akan berputar
bila teropong diputar terhadap S2. Pembacaan ini digunakan untuk mengetahui
sudut miring.
Cara penggunaan theodolit digital :

1. Cara setting optis


- Alat diletakkan di atas patok, paku paying terlihat pada lensa teropong
untuk centering optis.
- Pengunci kaki statif dikendurkan, kaki statif ditancapkan ke tanah dan
dikunci atau dikencangkan lagi.
- Gelembung nivo diatur berada tepat pada tengah lingkaran.
- Mengatur salah satu nivo tabung dengan mengatur sekrup pengatur nivo.
- Mengatur nivo tabung yang lain.
- Mengatur nivo teropong dengan sekrup pengatur nivo teropong.
2. Cara penggunaan alat
- Memasukkan baterai ke dalam tempatnya kemudian melakukan
centering optis ke atas.
- Menghidukan display dan atur sesuai keperluan.
- Untuk membaca sudut mendatar, arahkan teropong pada titik yang
dikehendaki kemudian membaca pada display.
- Untuk membaca sudut vertikal, teropong diarahkan secara vertikal dan
kemudian dibaca pada display.
Gambar 4.2. Alat Ukur Theodolite Digital
2. Waterpass
Waterpass digunakan untuk mengukur beda tinggi suatu titik di atas permukaan
bumi. Waterpass terdiri atas dua lensa, yaitu lensa obyektif dan lensa okuler.
Disamping itu terdapat lensa pembalik yang membuat jalannya sinar dari obyek
ke pengamat lurus. Fungsi crmin dipakai untuk mengawasi nivo oleh pengamat
sambil mengarahkan teropong ke obyek yang dituju. Untuk mengontrol posisi
pesawat apakah sudah datar atau belum digunakan nivo. Sedangkan untuk
mengatur teropong sehingga pembacaan titik menjadi jelas digunakan alat
penggerak halus.

Gambar 4.3. Alat


Ukur Sipat Datar (Waterpass)
3. Rambu
Bentuk rambu mirip dengan mistar kayu yang besar, dilengkapi dengan skala
pembacaan tipa satu sentimeter dan skala besarnya merupakan huruh E.
panjang rambu adalah tiga meter. Bahan rambu ada yang dari kayu maupun
alumunium. Rambu berguna untuk membantu theodolit dalam menentukan
jarak secara optis. Hal yang perlu diperhatikan adalah dalam memegang rambu
harus tegak lurus terhadap titik yang ditinjau.
4. Patok Kayu
Patok kayu dibuat dari reng ¾ atau bujur sangkar dan panjangnya 90 centimeter
yang salah satu ujungnya diruncingkan dan di ujung lainnya di beri paku paying
agar pembacaan nonius lebih akurat.
5. Payung
Payung digunakan untuk melindungi theodolit dari sinar matahari dan hujan.
Sebaiknya paying tersebut bukan terbuat dari bahan logam.
6. Pendulum
Alat ini digunakan untuk membantu dalam meletakkan alat dalam kondisi tegak
lurus terhadap titik yang ditinjau. Karena salah satu syarat utama dalam
pengukuran sudut adalah sumbu vertikal harus tegak lurus sumbu horizontal.
Untuk perlatan modern pendulum diganti dengan cara optis dengan bantuan
teropong.
7. Roll Meter
Alat ini digunakan untuk mengukur jarak antar titik dan juga untuk mengukur
tinggi alat. Roll Meter yang dipergunakan ini mempunyai panjang 50 m.

Studi awal identifikasi didasarkan pada peta-peta yang ada, pengukuran pemetaan
global merupakan kegiatan pendahuluan dalam tahap pemetaan bias didasarkan pada
pengukuran dengan menggunakan GPS yang menghasilkan poisisi koordinat dan
ketinggian suatu tempat yang akan kita lakukan perencanaan.

Tahap Pelaksanaan Survei Topografi

1) Orientasi Lapangan
Untuk mengetahui lokasi pengukuran, perlu dilakukan orientasi lapangan yang
bertujuan untuk :
a) Mengetahui kondisi medan yang sebenarnya;
b) Menentukan Rencana Kerja dan Peta Kerja untuk pelaksanaan pengukuran;
c) Rencana kerja meliputi :
- Batas areal pemetaan,
- Titik referensi dan titik awal,
- Lokasi pemasangan titik control,
- Rencana semua jalur pengukuran.
d) Peta Kerja dapat menggunakan peta Topografi skala 1 : 50.000 hasil
pengukuran dan pemetaan topografi BASKOSURTANAL dan dari studi-studi
sebelumnya.

2) Persiapan
Sebekum melakukan pengukuran topografi maka perlu dilakukan persiapan
peralatan ukur dan koordinasi tenaga yang akan digunakan sehingga pada saat
pelaksanaan pengukuran tidak terjadi gangguan terutama pada kemampuan kerja
alat. Tahapan ini meliputi :
a) Penyiapan buku ukur;
b) Persiapan peralatan pengukuran dan kalibrasi alat ukur seperti theodolite,
waterpass, bak ukur dan roll meter;
c) Melakukan koordinasi diantara anggota tim tentang cara pengukuran, arah
pengukuran dan data yang diperlukan.
d) Mengumpulkan data pendukung seperti peta topografi skala 1:50.000 dan data
pendukung lainnya;
e) Penyiapan peralatan tulis dan formulir data.
3) Pemasangan Bench Mark (BM) dan Patok Kayu
Pemasangan Bench Mark akan memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a) Kontruksi cukup tahan untuk jangka waktu yang lama;
b) Pemasangan dilaksanakan pada tempat yang aman dari gangguan dan mudah
ditemukan kembali bila diperlukan;
c) Pemasangan pada tanah yang stabil.

Setiap bench Mark akan dibuat deskripsinya yang memuat data-data sebagai
berikut :

a) Koordinat X,Y dan Z;


b) Sketsa letak Bench Mark lengkap dengan jarak yang diperlukan;
c) Dilengkapi dengan foto yang memperlihatkan nomor dan bentuk Bench Mark
(BM) secara utuh serta keterangan seperlunya.
 Titik referensi Posisi Horisontal/Koordinat (X,Y).
Dalam prosespemetaan BM dipakai sebagai referensi horizontal (X,Y) yang
diikatkan pada koordinat global. Titik-titik referensi ini dilalui atau termasuk
dalam jaringan pengukuran polygon, sehingga merupakan salah satu titik
polygon.
 Titik Referensi Posisi Vertikal (Z)
Sebagai referensi ketinggian diikatkan terhadap elevasi yang mempunyai
datum (elevasi 0.00 m) pada Low Water Spring (LWS) pasang surut.
4) Kerangka Dasar Pemetaan
Kerangka dasar merupakan jalur patok dasar pengukuran (BM) yang akan
digunakan sebagai pengikatan titik awal maupun akhir pengukuran. Kegiatan yang
dilakukan dalam kaitannya dengan penyusunan kerangka dasar pemetaan adalah
sebagai berikut:
a) Pemasangan Patok
Selain BM pada jalur polygon dipasang titik bantu polygon, yaitu patok kayu
yang dibuat dari kayu lurus (dolken) dan kualitas baik dengan ukuran 2x3 cm
dan panjang 40 cm dan ditancapkan ke tanah sedalam 25 cm.
b) Pengukuran Poligon
Dalam rangka penyelenggaraan kerangka dasar peta, dalam hal ini kerangka
dasar horizontal/posisi horizontal (X,Y), digunakan metode polygon. Dalam
pengukuran polygon ada dua unsure penting yang perlu diperhatikan yaitu jarak
dan sudut jurusan.
 Pengukuran polygon sepanjang titik-titik polygon dengan jarak antara titik-
titik polygon maksimum 50 m.
 Pengukuran harus dimulai dari titik ikat dan pengukuran polygon harus
tertutup (dimulai dari titik ikat dan berakhir pada titik yang sama atau ditutup
pada titik lain yang sudah diketahui koordinatnya sehingga kesalahan-
kesalahan sudut maupun jarak dapat di kontrol).
 Pengukuran sudut jurusan dengan menggunakan system triangulasi.
- Dipakai titik BM sebagai basis.
- Pengukuran jarak basis dengan alat elektronik atau optis (T2 dan
Invarbasis) atau sejenis.
- Pengukuran sudut dilakukan dengan 2 (dua) seri biasa – luar biasa. Selisih
sudut antara bacaan tidak boleh lebih dari 10 detik.
 Pengamatan azimuth matahari (pengukuran azimuth) dilakukan pada salah
satu BM yang telah dibuat.
c) Pengukuran Titik Kontrol Horisontal
 Titik control yang diukur dilakukan dengan cara polygon tertutup dan
diikatkan pada titik dasar, yaitu Bench Mark yang telah terpasang;
 Jalur pengukuran polygon dibuat sedemikian rupa sehingga merupakan kring
(loop) tertutup;
 Sudut polygon diukur dalam satu seri ganda.
 Pembacaan sudut jurusan dilakukan dalam posisi teropong biasa dan luar
biasa. Spesifikasi teknis pengukuran polygon adalah sebagai berikut:
- Jarak antara titik-titik polygon adalah ≤ 50 meter.
- Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.
- Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter.
- Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).
- Selisih sudut antara dua pembacaan < 5” (lima detik)
- Ketelitian jarak linier (K1).
d) Pengukuran Titik Kontrol Vertikal
 Titik control yang diukur dilakukan dengan pengukuran sipat datar
(Waterpass) secara tertutup,
 Dilaksanakan disepanjang jalur polygon dengan mengukur beda tinggi antara
2 titik polygon,
 Sebelum dan sesudah pengukuran akan dilakukan pengecekan besarnya
kealahan garis bidik alat yang digunakan,
 Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap
benang atas, benang tengah, dan benang bawah,
 Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 lebih kecil atau sama dengan 2
mm,
 Jarak rambu kea lat maksimum 50 m,
 Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik,
 Toleransi salah penutup beda tinggi (T) ditentukan dengan rumus berikut: T =

(8 √ D )mm

Dimana D = jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan km.
 Pembacaan rambu dilakukan dengan system membaca ketiga benang silang,
yaitu benang atas (ba), benang bawah (bb) dan benang tengah (bt). Hasil
bacaan benang tersebut harus memenuhi persyaratan matematis sebagai
berikut :
2 bt – (ba + bb)< 2mm
5) Pengukuran sipat datar
 Pengukuran sipat datar dilakukan sepanjang titik-titik polygon dan diikatkan
pada Bench Mark.
 Pengukuran sipat datar dari Bench Mark ke Bench Mark dengan alat waterpass
di lakukan dengan teliti, dengan kesalahan penutup tidak boleh lebih dari 3 d
mm di mana d = jarak jalur pengukuran (dalam Km)
 Semua ketinggian harus mengacu pada LWS.
 Pengukuran sifat datar dilakukan dengan cara double stand / pulang pergi.
Selisih bacaan setiap stand maksimum 2 meter dan selisih hasil ukuran total
antara pergi dan pulang tidak boleh lebih dari 8 d mm dimana d = jarak jalur
pengukuran (dalam km).
 Emua titik polygon harus diambil tingginya, demikian juga perubahan tinggi
sepanjang jalur trase harus diambil tingginya.
 Alat ukur didirikan di tengah-tengah antara dua rambu yang didirikan di atas
paku pada patok.
 Tinggi patok di atas tanah harus diukur untuk mendapatkan elevasi tanah pada
lokasi patok tersebut.
 Data yang dicatat adalah pembacaan ketiga benang silang, yakni benang atas,
bawah dan tengah.
 Selisih stand I dan II harus lebih kecil atau sama dengan 2 mm dan selisih bt
dengan ba + bb harus lebih kecil atau sama dengan 2 mm.
 Pengukuran sipat datar dilakukan setelah Bench Mark terpasang.
6) Pengukuran Penampang Memanjang dan Melintang
a) Pengukuran penampang melintang dilakukan tiap interval jarak 50 m.
b) Untuk trase atau jalur yang berbelok dilakukan tiap interval lebih kecil dan
ketentuan tersebut di atas dengan memperhatikan busur kelengkungannya, yaitu
kurang dan 50 m.
c) Sketsa pengukuran harus dibuat rapid an jelas untuk memudahkan
penggambaran.
7) Pengukuran Situasi Detail
a) Pengukuran situasi detail dilakukan dari patok polygon yang sudah diketahui
kedudukan planimetris dan elevasinya dari pengukuran sipat datar,
b) Alat yang dipergunakan adalah Theodolit T0 Wild ayau yang sejenis dan
setingkat ketelitiannya,
c) Semua tampakan yang ada baik ilmiah maupun bauat manusia diambil sebagai
titik detail antara polygon,
d) Bangunan-bangunan yang penting dan berkaitan dengan pekerjaan design baru
diambil posisinya.
e) Setiap ujung existing baru diambil posisinya dan jarak antara ujung-ujung yang
berseblahan juga harus di uku (guna pengecekan).
8) Contoh Formulir dan Data Hasil Pengukuran
Hasil dari pengukuran topografi yang dilakukan oleh konsultan dalam bentuk
formulir (buku ukur) diinput kedalam Microsoft excel, seperti contoh berikut ini.
Tabel 4.1. Contoh Data Hasil Pengukuran Poligon/Situasi/Cross

DATA HASIL PENGUKURAN POLIGON/SITUASI/CROSS


Pekerjaan : ……………………………. Tanggal : ……………
Lokasi : ……………………………. Alat : Theodolit
Surveyor : ……………………………. Halaman : …………
No Titik Pembacaan Sudut koordinat KET.
Horizontal Vertikal Elevasi
Sta. (Z) =
Tinggi Bacaan Benang
/ X (m) Y (m) GN+T
Target Alat
Pat A-BT
ok (+/-) H
BT BA BB o , “ o , “
U Utara
P0 1.450 658371 9756271 2.836 BM
1 2.685 2.865 2.505 276 56 0 89 58 50 Timbunan
2 1.625 1.795 1.455 225 15 50 89 58 50 Pagar
3 1.380 1.640 1.120 189 57 0 89 58 50 Kantor
P1 1.600 1.760 1.440 246 24 24 89 58 50 Patok

P1 1.535 Patok
1 2.260 2.592 1.925 196 3 20 90 0 0 Timbunan
2 2.280 2.620 1.940 166 52 50 90 0 0 Pagar
P2 1.475 1.800 1.150 181 4 0 90 0 0 Patok

1.3.2 METODOLOGI

1. METODE PENDEKATAN PERANCANGAN

Sejalan dengan Kerangka Acuan Penyusunan DED dan ME Pembangunan


Mesjid Kawasan Kantor Gubernur, kegiatan perencanaan dan perancangan
tersebut diselenggarakan dalam tahapan-tahapan yang bersifat metodis,
disesuaikan dengan system pendekatan perencanaan dan perancangan arsitektur
yang bersifat rasional.

Dasar proses pendekatan Arsitektural (Architectural Appoaches System)


adalah upaya memperpadukan kaidah-kaidah fungsi bangunan, struktur dan
bentuk, biaya pembangunan, waktu pembangunan dan teknologi membangun
serta Faktor Eksternal (Peraturan-peraturan dan Lingkungan yang berlaku di
lokasi).
Secara diagramatik model integrasi pemikiran Metode Pendekatan dapat
digambarkan sebagai berikut :

FUNGSI
BANGUNAN
STRUKTUR, BENTUK
PEMBIAYAAN
DAN TEKNOLOGI
BANGUNAN
MEMBANGUN serta IT

EKSTERNAL (PERATURAN- WAKTU


PERATURAN DAN MEMBANGUN
LINGKUNGAN)

INTEGRATED OVERLAPPING ARCHITECTURAL


APPROACHES SYSTEM

 BUILDING DESIGN (ARCHITECTURAL)


 STRUCTURE
 MECHANICAL ELECTRICAL & UTILITIES
 LANDSCAPE & INFRA STRUCTURE
 INTERIOR DESIGN
Setiap keputusan perancangan merupakan out-put (keluaran)suatu
proses. Proses yang dimaksud adalah :

INPUT PROSES OUTPUT

INPUT PROSES OUTPUT

Dan Seterusnya

Dengan, melalui proses tersebut diharapkan semua out-put merupakan


hasil yang optimal dari integrasi pemikiran yang bersifat comprehensive.

Out-put awal dari pekerjaan ini adalah suatu gambaran rancangan


skematik berikut gagasan perancangan yang memperlihatkan :

 Konsepsi gambaran pola pembagian ruang sebagai manifestasi dari fungsi


yang diwadahinya.
 Konsepsi pemecahan fisik structural dari bangunan dan perekayasaan
sehingga memenuhi semua persyaratan statika dan dinamika (mekanika)
bangunan.
 Konsepsi pemecahan perekayasaan penunjangan kenyamanan bangunan
seperti mekanikal, elektrikal dan sanitasi bangunan.
 Gubahan-gubahan estetika bangunan yang harus mampu mengekspresikan
fungsi yang disandangnya dan dapat dirasakan sentuhan-sentuhan
rancangan seni arsitektural yang berniali.
Dalam upaya untuk mencapai objective tersebut, tim perancang PT.
DANA CONSULTANT mensistematiskan tahapan-tahapan kegiatannya dalam
metodologi perencanaan dan perancangan seperti terlampir pada halaman
berikut.

2. METODOLOGI PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Metodologi perencanaan dan perancangan bangunan dibagi pada tahap-


tahap sebagai berikut :

1 2 3 4 5
Programming Conceptual Final Design
Definitive Design
Skematik Programing (Tender
Design Development
Design Design Document)

A. Lingkup Pekerjaan Tahap Programming Skematik Design


1) Mempelajari dengan seksama Kerangka Acuan Kerja maka berpengaruh
pada:
- Perancangan Arsitektur/Interior
- Perancangan Struktur.
- Perancangan Mekanikal/Elektrikal.
- Dan lain-lain
2) Melakukan Survey dan Investigasi untuk Pengumpulan data existing
site/lahan dan bangunan.
- Keberadaan lahan.
- Keberadaan bangunan lama.
- Factor lingkungan dan fasilitas sarana prasaranan.
- Topografi dan (Boring hand) struktur tanah.
- Jaringan Infrastruktur
- Pencapaian
- Dan lain-lain
3) Survey dan kajian terhadap peraturan-peraturan setempat dalam
kaitannya terhadap perijinan.
- Master plan kota
- Koefisien dasar bangunan
- Koefisien luas bangunan
- Ketinggian bangunan
- Bentuk bangunan, (Ciri Arsitektur setempat)
- Dan lain-lain
4) Pendataan data literature dan Studi Banding. PengenalanTeknologi dan
studi banding terhadap bangunan-bangunan sejenis, studi banding akan
dilakukan pada bangunan di wilayah terdekat.
B. Lingkup Pekerjaan Tahap Conceptual Programming Design
1) Penetapan program ruang berdasarkan arahan dari struktur organisasi
yang berlaku dan data investigasi.
2) Pengelompokan fungsi-fungsi ruang dan studi konfigurasi hubungan
ruang.
3) Alokasi ruang pada struktur bangunan baik alokasi ruang secara
horizontal maupun alokasi ruang secara secara vertikal.
4) Penetapan sirkulasi dalam ruang bangunan dan pada halaman (site) baik
sirkulasi untuk manusia maupun sirkulasi kendaraan. Sirkulasi dipelajari
terhadap bangunan secara vertikal maupun horizontal.
5) Penetapan persyaratan-persyaratan khusus ruang-ruang tertentu sesuai
dengan tuntutan fungsi ruang sebagai gedung kesenian yang ditentukan
dalam Rencana Kerja & Syarat-syarat Perancangan.
6) Pengkondisian fisik ruang dan non fisik yang mencakup
- Penghawaan bangunan dan Air Conditioning System
- Pencahyaan bangunan
- Akustik pada bangunan khusunya Ruang Serbaguna dan Perkuliahan
- System Komunikasi IT pada bangunan
- Ekspresi estetika untuk ruang-ruang eksterior
- Ekspresi estetika untuk ruang interior
- Manajemen Jaringan dalam gedung dan luar gedung
7) Konsep penggunahan bahan struktur/kontruksi bangunan dan bahan
untuk instalasi mekanikal dan elektrikal bangunan beserta
perhitungannya.
8) Konsep terhadap system struktur dan system ME yang digunakan dengan
mempertimbangkan waktu, biaya dan mutu.
C. Lingkup Pekerjaan Tahap Definitive Design
1) Rencana tapak yang telah pasti
2) Denah – denah bangunan
3) Potongan site/lahan
4) Potongan bangunan
5) Tampak – tampak bangunan
6) Gambar situasi
7) Out-line system utilitas bangunan
a) Out-line system utilitas pengadaan dan distribusi air bersih.
b) Out-line system penyaluran air kotor dan drainase.
c) Out-line system penyaluran air hujan dan drainase pada site.
d) Out-line system elektrikal dan pengadaan daya listrik.
e) Out-line system elektronik (listrik arus lemah).
f) Out-line system air conditioning bangunan dan penghawaan lainnya.
g) Out-line system proteksi bangunan
1. Proteksi bahaya kebakaran (fire fighting)
2. Proteksi petir.
8) Pra Estimasi proyek untuk komponen-komponen biaya sebagai berikut:
a) Komponen biaya persiapan lahan/site
b) Komponen biaya pondasi.
c) Komponen biaya pekerjaan struktur atas.
d) Komponen biaya pekerjaan Arsitektur.
e) Komponen biaya pekerjaan Mekanikal dan Elektrikal.
f) Komponen biaya pekerjaan Tata Ruang Dalam (Interior).
g) Komponen biaya pekerjaan Tata Ruang Luar (Landscape).
D. Lingkup Pekerjaan Dalam Tahap Design Development
1) Site structure (struktur lahan)
a) Perletakan koordinat masa bangunan dan peil-peil bangunan
b) Kejelasan struktur jalan, paving area, parking space
c) Out-line design saluran-saluran drainase pada site
d) Out-line design saluran air bersih pada site.
e) Out-line feeders pada halaman serta lay-out system elektrikal pada
site.
f) Out-line system paging pada site.
g) Perletakan system septictank, rembesan, dan lain-lain.
2) Pertamanan
a) Rangcangan pola pertamanan pada halaman dan sekitar bangunan.
b) Jenis-jenis tanaman yang akan ditanam.
c) Proses pemeliharaan tanaman dan masa garansi.
3) Struktur bangunan
a) Denah bangunan setiap lantai.
b) Denah partisi dan peletakan perabot untuk tiap lantai.
c) Denah bahan penutup setiap lantai (floor covering oleh karpet,
keramik, marmer, atau jenis bahan lainnya).
d) Denah plafond (rangka plafond, out-let elektrikal dan perlengkapan
pada plafond misalnya : titik armature, diffuser AC, fire detector,
speaker dan sebagainya) setiap lantai.
e) Potongan-potongan struktur bangunan yang terdiri dari
1) Pondasi
2) Kolom
3) Balok-balok
4) Plat lantai
5) Dinding
6) Partisi
7) Garis plafond
8) Tangga bangunan
f) Tampak-tampak bangunan
1) Tampak keseluruhan site
2) Tampak untuk tiap-tiap masa bangunan
4) Utilitas Bangunan
4.1) Sistem Mekanikal
a) System Plumping
a.1) Sistem Distribusi Air Bersih :
(1) Perhitungan kebutuhan air bersih
(2) Kapasitas Graund Water Tank
(3) Perancangan Pemipaan Plumping dan accesoris
(4) Penentuan kapasitas Pompa Transfer
(5) Perhitungan kapasitas Elevated Water Tank dan Booster
Pump.

a.2) Pembuangan air kotor pada bangunan :


(1) Perhitungan jumlah air kotor dan air buangan
(2) Perhitungan kapasitas Sewage Treatment Plant
(3) Perancangan pemipaan air kotor, air buangan dan vent pipe
di dalam dan di luar bangunan.
(4) Recycling system dan pemanfaatan air buangan.
a.3) Penyaluran air hujan pada bangunan :
(1) Perhitungan debit air hujan
(2) Perancangan pemipaan air hujan di dalam dan di luar
bangunan
(3) Penyediaan sumur-sumur resapan.
b) System Pemadam Kebakaran
(1) Perhitungan kebutuhan debit air untuk hydrant gedung, hydrant
halaman sprinkler.
(2) Penentuan kapasitas unit-unit pompa kebakaran.
(3) Penentuan jumlah hydrant unit dan sprinkler head.
(4) Perancangan pemipaan hydrant dan sprinkler dan
kelengkapannya.
c) Sistem Tata Udara dan Ventilasi Mekanis
(1) Perhitungan Beban Pendinginan (Cooling Load) dan
perhitungan ventilasi mekanis
(2) Penentuan dan pertimbangan system tata udara.
(3) Perancangan pemipaan sistem distribusi air-dingin dan atau
system distribusi refgerant.
(4) Perancangan ducting untuk distribusi udara AC dan ventilasi
mekanis berikut perlengkapannya.
d) System Transportasi Vertikal (Lift & Escalator) Gedung
(1) Perhitungan Traffic Analisysis
(2) Penentuan dan pertimbangan jumlah Lift.
(3) Penentuan kapasitas dan kecepatan lift.
4.2) Sistem Elekrikal
a) System Listrik Arus Kuat
(1) Perhitungan Beban Daya Listrik
(2) Penentuan jumlah dan kapasitas Transformator
(3) Penentuan jumlah dan kapasitas Diesel Generating set
(Genset)
(4) Perhitungan tingkat penerangan dan kebutuhan power outlet.
(5) Perhitungan dan perancangan panel utama tegangan
menengah dan panel utama tegangan rendah.
(6) Perhitungan dan perancangan kabel daya, panel-panel daya
dan panel-panel penerangan.
(7) Perhitungan drop-voltage, short circuit dan pentanahan.
(8) Perancangan wiring panel, layout armature lampu, grouping
lampu, sakelar dan stop kontak, system control dan
interlocking genset, pentanahan, penangkal petir.
b) System Listirk Arus Lemah (Elektronika)
b.1) Sistem Fire Alarm
(1) Penentuan jenis detector dan perhitungan jumlah detector
(2) Penentuan jenis Fire Control (Convensional atau
adressible) dan kapasitas Panel Kontrol Fira Alarm.
(3) Perancangan system, wiring dan layout fire alarm.
b.2) Sistem Telepon dan Data
(1) Penentuan dan perhitungan jumlah pemakai telepon dan
data outlet.
(2) Penentuan kapasitas PABX dan Pacth Panel
(3) Perancangan system, Wiring dan layout telepon dan data.
b.3) Sistem Tata Suara (Sound Sistem)
(1) Penentuan tipe dan perhitungan jumlah unit speaker
gedung dan car call.
(2) Perhitungan kuat suara masing-masing speaker dan total
daya input speaker.
(3) Penentuan daya power amplifer dan peralatan utama sound
system (mixer, CD player/recorder, tape player/recorder,
tuner, power amplifier)
(4) Perancangan system, wiring dan layout tata suara di dalam
gedung dan di luar gedung.

5) Spesifikasi Teknis
a) Pekerjaan Struktur
b) Pekerjaan Arsitektur
c) Pekerjaan Tata Ruang Luar (Landscape)
d) Pekerjaan Tata Ruang Dalam (Interior)
e) Pekerjaan Mekanikal
f) Pekerjaan Elektrikal
g) Pekerjaan Elektronik dan IT/ Manajemen Jaringan.

6) Rencana Anggaran Biaya Bangunan secara keseluruhan.

a) Pekerjaan persiapan
b) Pekerjaan struktur
c) Pekerjaan Arsitektur
d) Pekerjaan Tata Ruang Luar (Landscape)
e) Pekerjaan Tata Ruang Dalam (Interior)
f) Pekerjaan Mekanikal
g) Pekerjaan Elektrikal
h) Pekerjaan Elektronik dan IT/Manajemen Jaringan.

3. KONSEPSI PERANCANGAN
A. KONSEP PERUNTUKAN & INTENSITAS.
 Menjamin Proyek Penyusunan DED dan ME Pembangunan Mesjid
Kawasan Kantor Gubernur didirikan berdasarkan ketentuan yang ada
pada Perencanaan dan Rencana Tata ruang dan Tata Bangunan yang
berlaku pada lokasi tersebut yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah
setempat.
 Menjamin Bangunan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya.
 Rencana Teknis yang ada agar terintegrasi sehingga terjadinya
aksesibilitas antar blok massa bangunan yang ada dalam kawasan
kompleks Kantor Gubernur.
B. ARSITEKTUR
Konsep yang digunakan dalam Pekerjaan ini sesalu mengacu pada
ketentuan dan syarat yang telah ditentukan dala KAK. Bangunan akan
berfungsi sebagai wadah kegiatan Umat, kajian/penelitian dan
pengembangan di bidang keagamaan. Sehingga secara umum harus
mengikuti Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 29/PRT/M/2006,
tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung beserta
lampirannya. Dan/atau Peraturan Pemerintah lain yang berlaku.
Sebagai Bangunan Mesjid yang mewadahi kegiatan sentra dan
sebagai tempat ibadah karyawan dilingkup pemprop sul bar, maka
bangunan harus dapat menyatukan aktifitas-aktifitas didalamnya secara
terintegrasi dan konsektual terhadap lingkungan dalam kantor gubernur
serta mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku di lokasi, sehingga perlu
pendekatan dan konsep perencanaan berhubungan dengan efisiensi dan
efektifitas ruang.
Maka dalam proses perancangan dipertimbangkan hal-hal sebagai
berikut :
 Menjadikan bangunan mesjid ini sebagai salah satu ikon Kota Mamuju
yang representative dengan mengacu kepada kearifan local sebagai
sumber inspirasi.
 Mampu mendukung dan menyatu dalam Kawasan Kantor Gubernur.
 Seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungan.
 Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang didirikan berdasarkan
karakteristik lingkungan, ketentuan wujud bangunan budaya daerah
setempat serta kemajuan teknologi yang berkembang saat ini.
 Efisien dalam penggunaaan sumber daya di dalam pemanfaatan dan
pemeliharaannya.
 Tata ruang diarahkan untuk memenuhi dan memperlancar proses
aktivitas, sesuai dengan fungsi masing-masing ruang dan aktifitas.
 Pemakaian material bangunan (khususnya finishing) diupayakan
memakai material local dan mudah dalam perawatannya dengan
memperharikan factor kenyamanan dan keamanan bangunan.
 Mengintegrasikan kondisi bangunan, dan fungsi ruang yang
disesuaikan dengan Master Plan.
B.1. Konsep Ruang
 Secara komprehensif & terpadu konsep Penyusunan DED dan ME
Pembangunan Mesjid Kawasan Kantor Gubernur dipertimbangkan
terhadap aspek-aspek sebagai berikut :
a) Tuntutan program ruang arsitektur.
b) Pola sirkulasi dan aktivitas yang telah terencana dan mengacu
pada tata ruang arsitektural bangunan sesuai dengan Organisasi
dan Kebutuhan ruang.
c) Pemenuhan kebutuhan fisik dan personil dalam hal pemanfaatan
ruang sirkulasi serta pengaruh visual dalam ruang baik secara
vertikal (tegak) maupun secara horizontal (mendatar).
d) Pemilihan bahan kontruksi furniture (perabot) dan komponen
ruang yang ekonomis dengan rancangan yang sederhana dan
serasi baik dari segi komposisi tata letak maupun komposisi
warna.
e) Tuntutan suasanan ruang yang diinginkan.
f) Pemenuhan akan tuntutan design reference standar.
 Perancangan Tata Ruang Dalam/Interior yang optimal dan terpadu
berkaitan erat dengan terciptanya kelompok-kelompok fungsi dan
interaksi kegiatan dalam bangunan, yang didasarkan atas :
1. Hubungan antar ruang dengan kualitas kenyamanan/comfortable
yang tinggi bagi pemakai bangunan.
2. Kebutuhan ruang-ruang yang menuntut control/monitoring
khusus.
3. Keserasian dan hirarki bangunan.
4. Terciptanya system sirkulasi dalam bangunan yang optimal.
 Bentuk Ruang, adalah segi-empat sebagai bentuk yang paling
efisien dan fleksibel terutama untuk ruang Ibadah yang
menerapkan konsep yang sederhana, transparan dan bersih.
 Sirkulasi Ruang, sirkulasi ruang terdiri dari bentuk ruang dan
sirkulasi yaitu : Lobby, Resepsionis (sirkulasi ruang terbuka
sebagai ruang penerima untuk awal sirkulasi), Koridor (sirkulasi
yang menghubungkan antara ruang), selasar (sirkulasi yang
menghubungkan ruang dalam dengan ruang luar) dan sirkulasi
vertikal (pencapaian ruang antar lantai).
B.2 Lay out Furniture
Penataan layout furniture Penyusunan DED dan ME
Pembangunan Mesjid Kawasan Kantor Gubernur disesuaikan dengan
fungsi kegiatan pada bangunan yang direncanakan agar tercapai
suasana nyaman, efektif, dan efesien dengan mempertimbangkan
jumlah pemakai ruangan dan kebutuhan aktifitas yang akan diwadahi.
 Penerapan modul rancangan unutk penentuan besaran/ukuran
kebutuhan ruang yang bebas kolom, efisiensi struktur, material
standar di Indonesia serta perabot dan ruang gerak.
 Lay Out Furniture.
B.3. Bahan/Material
1. Pemakaian bahan dan material finishing pada interior
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Material local, kecuali untuk ruang-ruang khusus yang harus
menggunakan material import.
b. Kemudahan untuk pembersihan dan pemeliharaan.
c. Ketahanan terhadap iklim, dan api.
d. Tuntutan khusus yang berkaitan dengan keamanan dan
keselamatan.
e. Criteria-kriteria lain yang dianggap perlu.
2. Konsep bahan/material finishing pada ruang-ruang khusus
a. Ruang-ruang khusus seperti lobby, ruang ibadah, ruang kantor
dan ruang-ruang khusus lainnya menggunakan bahan finishing
tertentu dengan, pemilihan warna yang elegant dan dengan
menonjolkan elemen-elemen estetika sehingga dapat menambah
keanggunan kenyamanan dari ruang-ruang tersebut.
b. Ruang-ruang non operasional dan penunjang digunakan bahan-
bahan finishing yang efisien dan efektif tanpa meninggalkan
segi-segi kenyamanan dan memudahkan perawatannya.
3. Penggunaan material/bahan finishing dalam ruang tetap mengikuti
ketentuan material finishing yang akan digunakan, namun
diusahakan pemakaian material produksi dalam negeri.
C. STRUKTUR
C.1. Konsep Struktur
 Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung
beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia
 Menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau
luka yang disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan.
 Menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan
benda yang disebabkan oleh struktur.
 Menjamin perlindungan property lainnya dari kerusakan fisik yang
disebabkan oleh kegagalan struktur.
C.2. Arahan Perencanaan Struktur
 Memperhatikan aspek-aspek teknis perancangan struktur dari segi
keamanan, kekuatan, kestabilan, ekonomis, kemudahan
pelaksanaan dan perawatan berdasarkan criteria perencanaan yang
ditentukan dan peraturan-peraturan yang berlaku.
 Memberikan pengarahan dalam rangka pencapaian perencanaan
pondasi yang baik dan ekonomis berdasarkan penyelidikan tanah
yang ada.
 Memberikan pengarahan dalam rangka pencapaian perencanaan
dalam system struktur yang terpadu dalam hubungannya dengan
perencanaan Arsitektur, Mekanikal dan Elektrikal, serta disiplin
lain yang terkait.
C.3. Kriteria Perencanaan Struktur
Pada dasarnya, criteria perencanaan yang akan dilakukan
adalah didasarkan pada peraturan-peraturan dan standar-standar
sebagai berikut :

Peraturan-peraturan yang digunakan

 Secara umum harus mengikuti Peraturan Menteri Pekerjaan


Umum No.29/PRT/M/2006, tentang Pedoman Persyaratan
Teknis Bangunan Gedung beserta lampirannya. Dan/atau
Peraturan Pemerintah lain yang berlaku.
 Pedoman Perencanaan Pembangunan untuk Rumah dan Gedung
SKBI-1.3.53 1987, UDC 624.042.
 Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung
SKBI-1.3.53.1987, UDC: 624.042.
 Tata cara Perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung
SK SNI T-15-1991/03.
 Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan
Gedung SKBI-1.3.53.1987, UDC : 699.841.
 Pedoman perencanaan bangunan baja untuk gedung, SKBI –
UDC 35 (910):693.55.
 Persyaratan Umum bahan bangunan di Indonesia (PUBI-1982)
UDC : 389.6:691.

C.4. Daftar Checklist Perencanaan Struktur


Dalam melakukan analisa dan perhitungan struktur, maka
disusun suatu daftar check list yang harus dipenuhi guna
terpenuhinya peracangan struktur yang lengkap.
a. Umum
 Outline Bangunan
 Filosofi Desaian
 System Struktur
 Lay out Struktur
 Lay out Frame
b. Material
Penentuan kekuatan dan tegangan ultimate untuk beton,
baja tulangan dan struktur baja yang dipakai didasarkan pada
criteria perencanaan, aspek ekonomis dan kemudahan
pelaksanaan.
c. Pembebanan
 Kondisi Pembebanan
- Beban mati
- Beban hidup
- Beban gempa
- Beban angin
- Tekanan hidrostatis
- Tekanan tanah
- Beban yang lain.
 Spesifikasi Pembebanan Kombinasi Pembebanan (Biaxial)
 Beban tetap
 Bebab sementara.
d. Analisa Tegangan
 Model analisis
 Pembebanan pada model
 Data input dan output
e. Pondasi dan Penggalian
 Hasil soil test
 Dewatering analisis
 Stabilitas galian tanah
 Gambar-gambar penggalian
 Desain struktur plat basemen dan retaning wall
 Foundation design (Biaxial) 100% + 30%
- Tipe pondasi
- Kapasitas vertikal pondasi dan kapasitas lateral
- Analisa settlement dan diferential settlement
- Tie beam, pile cap desain
- Gambar-gambar pondasi
- Loading test
f. Desain Struktur
 Sistim struktur dan model 3D
 Analisa beban vertikal
 Analisa beban lateral
- Beban static ekivalen
- Analisa dinamis
- I, K, C factor R = Faktor reduksi gempa.
- Pusat masa dan pusat kekakuan (tiap lantai)
- Exentrisitas tambahan akibat momen torsi (tiap lantai)
- Inter-story drift
- Pemisahan bangunan (dilatasi)
g. Desain Penampang
 Desian pelat
 Desain balok
 Desain kolom
 Desain shear wall
h. Gambar-gambar struktur atas.

C.5. Hasil Akhir Perencanaan Struktur


Dari rangkaian proses dan tahapan perencanaan yang
dilakukan, maka perencanaan yang dihasilkan adalah yang memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a. Struktur bangunan yang memiliki daya tahan yang tinggi baik
dalam penggunaan rutin, maupun pada saat dilanda gempa.
b. Bangunan dapat dibangun sekaligus atau berdasarkan tahapan
(flesibilitas pelaksanaan).
c. Suatu sistim struktur yang terpadu yang memenuhi persyaratan
batas layanan dan batas ultimate dimana bangunan tidak hanya
aman kontruksinya, namun juga nyaman bagi penggunanya.

D. KONSEP SISTEM MEKANIKAL DAN ELEKTRIKAL


D.1. Konsep Sistem Mekanikal
I. SISTEM PLUMPING
I.1. Standard dan Referensi Perancangan
1. SNI 03-6481-200 : Sistem Plumping.
2. SNI 03-2453-2002 : Tata cara perencanaan sumur resapan
air hujan untuk lahan pekarangan.
3. Perancangan dan Pemeliharan Sistem Plumbing, Soufyan
M Noerbambang & Morimura.
4. Kepmen Kesehatan No. 907/Menks/SK/VII/2002 : Syarat-
syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
5. National Plumbing Code Handbook, R. Dodge Woodson
1993.
6. Peraturan Daerah setempat yang berkaitan dengan
penyediaan air bersih dan system pembuangan air kotor.
I.2. Kriteria Perancangan
1. Air Bersih Bangunan Gedung
a. System Air Bersih
Sumber air : dari jaringan PDAM dan Deep Well
sebagai cadangan.
b. Kualitas air bersih mengacu pada Kepmen Kesehatan
No. 907/Mengkes/SK/vII/2002
c. Tekanan di alat plumbing : 1 – 3,5 Bar
Pemakaian air rata-rata per-orang setiap hari ditunjukkan
pada table sebagai berikut :

Fungsi Pemakaian air rata-rata Waktu pemakaian air


Bangunan per hari (Liter/orang) rata-rata sehari (jam)
Administrasi 100 8
Gedung 30 5

2. Air Kotor dan Air Bekas


Air limbah dari tiap-tiap bangunan merupakan limbah
domestic dimana volume air limbah dari alat-alat palmbing
yang berasal dari tiap-tiap bangunan diasumsikan sebesar
80% dari kebutuhan harian rata-rata air bersih.
a. Beban biologis masuk ke Sewage Treatment
- BOD : 250 mg/ltr
- COD : 300 mg/ltr
- SS : 300 mg/ltr
b. Beban Biologis keluar dari Sewage Treatment
- BOD : 20 mg/ltr
- COD : 120 mg/ltr
- SS : 100 mg/ltr

Air kotor dan buangan domestic diolah oleh Sewage


Treatment Plant.

I.3. Konsep Perancangan Sistem Plumping

1. Estimasi Kebutuhan Air Bersih dan Pembuangan Air Kotor


a. Kebutuhan Air bersih
- Estimasi kebutuhan air bersih perhari : 135 m3
- Sumber Air : dari jaringan PDAM, jaringan kawasan
dan atau sumur dalam (deep well)
b. Jumlah pembuangan air kotor/bekas
Estimasi jumlah air kotor/buangan = 70% x 135 m3
= ± 95 m3/hari
2. Ground Water Tank (GWT)
Ground Water Tank berada di lantai basement atau
pada tempat lain yang direncanakan dan direncanakan
untuk penampungan kebutuhan cadangan air bersih dan
cadangan air untuk pemadam kebakaran.
GWT dibagi 2 bagian, yaitu bagian Air Bersih (Clean
Water) dan bagian Air Baku (Raw Water).
Air dari jaringan PDAM masuk ke bagian (bak
penampung) Air Bersih dan juga ke bagian Air Baku
sedangkan air dari Deep Well masuk ke bagian (bak
penampung) Air Baku.
Kapasitas GWT
- Untuk Penampungan Air Bersih = 135

- Untuk Cadangan Air Pemadam Kebakaran = 170

Total Kapasitas GWT = ±


205 m³

3. System Distribusi Air Bersih


Dari Ground Reservoir, air bersih dipompakan ke
Reservoir Atas (Elevated Water Tank, EWT) dengan
menggunakan Transfer/Delivery Pump dan dari EWT,
untuk Basement s/d lantai 15 distribusikan secara gravitasi,
sedangkan untuk lantai 16 dan 17 memakai Booster Pump.
4. System Pengolahan Air (Water Treatment Plant, WTP)
Jika kwalitas air di lingkungan proyek kurang
memadai, untuk menjamin kualitas air tetap bersih dan
memenuhi standar air minum, terutama catu air yang
berasal Deep Well, air yang masuk ke GWT ditampung
terlebih dulu di bak penampung Air Baku. Dengan
menggunakan instalasi WTP, air baku tersebut
diproses/filtering dan kemudian di simpan di bak
penampung Air Bersih.
5. System Pengolahan Limbah
Sumber air limbah domestic berasal dari air kotor
(Wc, urinoir) dan air bekas (floor drain, wash
basin/lavatory dan kitchen sink). System pemipaan untuk
kedua air limbah tersebut dipisah. Khusus untuk air
buangan dari kitchen, sebelum dibuang ke peralatan
pengolah limbah atau kea lat perangkap lemak (grease
trap).
System pengolahan limbah diusulkan menggunakan
unit pengolah limbah tipe Packaged Biocell atau tipe
Extended Aeration.
6. Pemanfaatan kembali air hasil olahan STP (Recycling
System) Air hasil olahan dari STP diproses lebih lanjut
dengan menggunakan sand dan karbon filter (recycling).
Air Recycling ini dapat digunakan langsung untuk
kebutuhan-kebutuhan tertentu yang ada diluar bangunan,
misalnya untuk siram taman.
Namun demikian, jika diinginkan air-recycling ini
dimanfaatkan lebih lanjut yaitu dalam rangka unutk
konservasi air, air recycling ini selanjutnya diproses lagi
dengan system Water Treatment Plant, dimana air hasil
WTP dari Recycling ini dapat digunakan untuk kebutuhan
di dalam gedung yaitu sebatas pada pembilasan Wc dan
Urinoir.

II. SISTEM PEMADAM KEBAKARAN (FIRE FIGTHING)

II.1. Standard dan Referensi Perancangan

a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000


b. National Fire Protection Association (NFPA)
 NFPA-13, 1999 Edition
Standart for Installation of Sprinkler System.
 NFPA-14, 2000 Edition
Standart for the Installation of Stand Pipe, Private
Hydrant and Hose System.
 NFPA-20, 1999 Edition
Standart for the Installation of stationary pump for fire
pump for fire protection.

c. Standar Nasional Indonesia


 SNI 03-3989-2000
Tata cara perencanaan dan pemasangan system
sprinkler otomatis untuk pencegahan bahaya kebakaran
pada bangunan gedung.
 SNI 03-1745-2000
Tata cara perencanaan dan pemasangan system pipa
tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran
pada bangunan rumah dan gedung.
 SNI 03-6570-2001
Instalasi Pompa yang dipasang tetap untuk proteksi
kebakaran.
 SNI 03-3987-1995
Tata cara perencanaan pemasangan pemdam api ringan
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan
rumah dan gedung.
II.2. Kriteria Perancangan
1) Perlengkapan Pengamanan Kebakaran
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bangunan ini
dilengkapi dengan peralatan Perlawanan kebakaran
sebagai berikut :

Kelengkapan Bahaya Kebakaran


No. Nama Bangunan
FE IH OH SP FA PF EE
1. Penyusunan DED
dan ME
Pembangunan O O O O O O O
Mesjid Kawasan
Kantor Gubernur

Catatan : FE = Fire Extinguiser, IH = Indoor Hydrant, OH =


Outdoor Hydrant, SP = Sprinkler, FA = Fire Alarm, PF
= Pressurized Fan, EE = Emergency Exit.

2) Hydrant Gedung
a. Tingkat Bahaya Kebakaran dan Klasifikasi
Pelayanan Hydrant. Tingkat bahaya untuk bangunan
ini, sesuai dengan peraturan yang berlaku ditentukan
berdasarkan pemakaian ruangan yang memberikan
tingkat bahaya yang lebih tinggi.
b. Klasifikasi pelayanan ditentukan berdasarkan
ketentuan yang berlaku, adalah “KELAS
PELAYANAN III”, ialah pelayanan dengan
diameter selang 40 mm (1.5 inch) dan dilengkapi
dengan katup pengeluaran (landing valve) diameter
65 mm atau 2.5 Inch. (Per.3.1.4/Hal.2)
c. Pembagian zona pemadaman, berdasarkan
ketinggian bangunan yang relative rendah, maka
diterapkan zona pelayanan tunggal.
d. Sisa Tekanan Minimum pada hydrant terjauh, sisa
tekanan minimum pada titik hydrant terjauh
direncanakan sebesar 4,5 Bar.
e. Jumlah Hydrant Box di dalam Gedung
 Jumlah kotak hydrant per luas lantai sedikitnya 1
buah tiap 800 M2 (ruangan-ruangan tanpa sekat)
dan sedikitnya 2 buah kotak hydrant tiap luas 800
– 1000 m2 luas lantai untuk ruangan yang
mempunyai sekat.
 Jarak jangkauan selang (30 m) ditambah jarak
pancaran air (9,4 M) harus dapat menjangkau
seluruh daerah yang dilingdungi.
 Diameter pipa tegak ditentukan berdasarkan
tinggi bangunan sesuai ketentuan SKBI yaitu150
mm atau 6 inch.
f. Kopling pengeluaran untuk landing valve, pilar
hydrant dan siamesse dari jenis kopling van der
heyden sesuai standar kopling PK-Pemkap
setempat.
g. Kecepatan aliran dalam pipa dibatasi sebesar 1,5
m/detik dengan debit minimum sebesar 400 lpm.
h. Karakteristik kapasitas dan tekanan pompa yang
dipasang ditentukan berdasarkan ketentuan NFPA-
20. Disediakan kopling kembar siam (siamase
connection), masing-masing instalasi disediakan
secara terpisah, untuk hubungan dengan dinas
Pemadam Kebakaran dan ditempatkan pada lokasi
di depan bangunan dan mudah dicapai oleh petugas
Pemadam kebakaran.
3) Hydrant Halaman
a. Perletakan Hydrant Halaman
Jarak antara pilar hydrant, sesuai dengan klasifikasi
bangunan, maksimum adalah 60 meter.
b. Jumlah Hydrant halaman ditentukan berdasarkan
jarak maksimum antar titik Hydrant yaitu sebesar 60
meter.
c. Ketentuan-ketentuan lainnya :
- Laju aliran minimum : 250gpm
(1000)
- Panjang selang : 30 m
- Diameter selang : 6,25 cm
- Diameter pipa cabang minimum : 100 mm
- Diameter pipa induk minimum : 150 mm

4) Sprinkler
Pemasangan sprinkler head dan ukuran kapala
ditentukan sebagai berikut :

No
Uraian Ketentuan Referensi
.
Coverage area
1. 16,1 m2 NFPA-13
maksimum
Jarak maksimum antar
2. 4,6 m NFPA-13
pipa cabang
Jarak maksimum antar
3. 4,6 m NFPA-13
sprinkler head
4. Diameter sprinkler head 15 mm SKB-87
Maks. Jumlah sprinkler
1.000
5. head dalam satu riser NFPA-13
titik
(pipa tegak)
5) Sumber Air Cadangan Air Kebakaran
a. Sumber Air
Sumber Air berasal dari jaringan PDAM dan Deep
Well (cadangan)
b. Cadangan air pada Ground Reservoir
Cadangan air pada Ground Reservoir untuk
pemadaman Kebakaran dihitung berdasarkan waktu
pemakaian selama minimal 45 menit.
6) Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
- Klasifikasi Bahaya Kebakaran
Tingkat bahaya untuk bangunan ini, sesuai dengan
kefungsian dan peraturan yang berlaku, ditentukan
berdasarkan pemakaian ruang yaitu : “Bahaya
Kebakaran Menengah” dan golongan kebakaran
adalah jenis “A”
- Jumalah APAR yang harus disediakan untuk kelas
bahaya ini adalah ukuran ; 2A sebanyak 1 buah setiap
maksimum luas 200 m2 dengan jarak ketempat
pemadaman 20 m dan ukuran ; 4 A sebanyak 1 buah
setiap maksimum luas 600 m2 dengan jarak ketempat
pemadaman 15 m.
7) System Pompa Kebakaran
System pompa kebakaran gedung terdiri dari :
a. Jockey Fire Pump, lengkap dengan Fire Control Panel
b. Main Electric Fire Pump, lengkap dengan Fire
Control panel
c. Diesel Fire Pump, lengkap dengan Fire Control Panel.
II.3. Konsep Perancangan Sistem Pemadam Kebakaran
Sesuai dengan standart/peraturan nasional maupun
internasional, Penyusunan DED dan ME Pembangunan
Mesjid Kawasan Kantor Gubernur harus dilengkapi dengan
Sistem Pemadam Kebakaran (Fire Fighting System), dimana
system ini terdiri dari Outdoor Hydrant, Indoor Hydrant dan
sprinkler system.
a. Pada jalur pemipaan utama dari setiap system, dipasang 2
(dua) buah pressure switch yang masing-masing
dihubungkan ke panel control pompa jockey dan panel
control pompa utama.
b. Switch pertama akan mendeteksi penurunan tekanan air
dalam pipa dan memberikan signal ke panel control
pompa jockey bila tekanan menurun mencapai tingkat
yang lebih rendah dari batas bawah pada pressure switch,
lalu panel control pompa jockey akan menghidupkan
pompa jockey sampai tekanan kembali mencapai batas
atas dari pressure switch tersebut dan secara otomatis
panel control akan mematikan pompa tersebut.
c. Bila tekanan menurun terus sampai mencapai pada switch
kedua, maka panel control pompa utama akan
menghidupkan pompa utama secara otomatis, namun
mematikan pompa utama harus dilakukan secara manual.
d. Daya listrik untuk pompa-pompa kebakaran disediakan
melalui panel khusus yang mendapat daya listrik dari
sumber PLN dan Genset.
e. Systemp-sistem yang dikontrol dalam satu koordinasi
adalah sebagai berikut :
- System Fire Alarm
- System Lampu Darurat
f. System akan beroperasi bila terjadi signal kebakaran baik
yang berasal dari detector otomatis maupun dari manual-
station/break-glass.
g. Kapasitas Pompa Utama ditentukan berdasarkan
kebutuhan catu air maksimum ke hydrant dan sprinkler
pada saat terjadi kebakaran dengan mengacu pada jumlah
pipa tegak yang dipasang, dengan data sebagai berikut :

No
Pompa Kebakaran Kapasitas Head
.
1. Electric Fire Pump 3.786 Lpm 110 m
(1.000 gpm)
2. Diesel Fire Pump 3.786 Lpm 110 m
(1.000 gpm)
200 Lpm (54
3. Jockey Fire Pump 120 m
gpm)
System pemadam kebakaran untuk ruang data (Data
Center) menggunakan system pemadam khusus yaitu Fire
Suppression Sistem.

III. SISTEM TATA UDARA DAN VENTILASI MEKANIS


III.1. Standard dan Referensi Perancangan
a. Standard Nasional Indonesia
- SNI 03-6572-2001 : Tata cara Perancangan Sistem
Ventilasi dan Pengkodisian Udara pada Bangunan
Gedung.
- SNI 03-1746-2000 : Tata cara Perencanaan dan
Pemasangan Sarana Jalan Keluar Untuk Penyelamatan
terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung.
- SNI 03-0000-2001 : Sistem Pengendalian Asap
Kebakaran pada Bangunan Gedung.
b. ASHRAE Handbook
- Fundamentals-2005 (Chapter-25, Chapter-35 dan
Chapter-36)
- HVAC system and Equipment-2008 (Chapter-16)
- HVAC Applications-2007 (Chapter-52)
c. SMACNA : HVAC Sistem Duct Design, 1990.
d. Ansi/Ashrae Standar 62.1-2007 : Ventilation for
Acceptable Indoor Air Quality.
e. CARRIER Hand Book (Part-1, Part-2 dan Part-3).

III.2. Kriteria Perancangan


1) Kondisi Udara Perancangan
a. Perencanaan Luar
- Lokasi Bangunan : Makassar,
6o 11’ LS
- Suhu Udara luar rata-rata : 32oC DB/26,7oC
WB
b. Perencanaan Dalam

Relative
No Tempertaur Noise
Nama Ruangan Humidity
. (Co) Level
(%)
1. Perkantoran/R. 23 ± 1 45 - 60 NC.35-
Ibadah 40
2. Lobby/Hall 23 ± 1 45 - 60 NC.35-
40
3. R. Serbaguna 23 ± 1 45 - 60 NC.35-
40
*) Nilai RH mengikuti
2) Ventilasi Mekanis
Pertukaran udara di dalam ruangan-ruangan yang
tidak menggunakan system AC, seperti area parker
Basement, toilet, gudang, ruang pompa, ruang
transformer, dll. Dilakukan dengan memakai
exhaust/intake fan (ventilasi mekanis), dengan acuan
pergantian udara perjam (Air Change per Hour) sebagai
berikut :

No Nama Ruangan Ventilation Rate


. (Air Change per Hour)
1. Toilet 10 – 15
2. R. Transformator 25 – 35
3. R. Pompa 15 – 20
4. Pompa 5–6

3) Batas Kecepatan Aliran Udara dan Air


a. Batas Kecepatan Udara
Kecepatan udara di dalam cerobong utama (main duct)
dibatasi maksimal adalah 9,2 m/det (1.800 fpm).
b. Batas Kecepatan Aliran Air Dingin (Chilled Water)
Kecepatan aliran air pada pemipaan dibatasi
maksimum 2,4 m/det (8 fps)
c. Batas Pressure Drop pada Refrigerant Line
Batas pressure drop pada refrigerant line tidak boleh
melebihi kenaikan tekanan yang berkaitan dengan
perubahan saturation refrigerant temperature sebesar 1
K (1oC). Batasan ini digunakan untuk menentukan
diameter pipa yang optimum antara Indoor & Outdoor.
4) Persyaratan Tangga Kebakaran
Tekanan udara di dalam Tangga Kebakaran (TK)
dibatasi pada rentang tekanan minimum dan tekanan
maksimum.
Batas tekanan minimum adalah besarnya kelebihan
tekanan udara minimum di dalam TK relative terhadap
tekanan udara luar agar asap yang timbul pada saat
kebakaran tidak dapat masuk ke dalam TK.
Besarnya batas tekanan udara minimum dan
maksimum di dalam TK berturut-turut adalah 25 Pa dan
120 Pa.
Besarnya tekanan udara maksimum ini setara
dengan besarnya gaya dorong sebesar 130 Newton.
III.3. Konsep Perancangan Sistem Tata Udara
Produktivitas dan efisiensi kerja berhubungan erat
dengan lingkungan kerja yang nyaman. Kenyamanan di
dalam suatu lingkungan kerja pada umumnya terdiri dari
kenyamanan thermal, kenyamanan visual dan kenyamanan
audiual.
Pencapaian tingkat kenyamanan tertentu, misalnya
manusia merasa nyaman bila berada di lingkungan bersuhu
22 – 25 Co dan Relative Humidity (RH) 50 – 60 % dengan
kecepatan aliran udara ±0,1 m/s, akan sulit dicapai
bilamana hanya mengandalkan system ventilasi, baik
menggunakan system ventilasi mekanis maupun
memanfaatkan ventilasi alami.
Pemanfaatan ventilasi alami, khususnya untuk
lingkungan perkantoran dan untuk bangunan tinggi, akan
banyak mengalami masalah. Masalah-masalah yang akan
timbul antara lain adalah : suhu dan RH “nyaman” ruangan
kerja tidak akan pernah tercapai, ruangan akan cepat kotor,
kecepatan angin yang masuk ke dalam ruangan sulit
terkontrol, lingkungan menjadi lebih bising, dan
sebagainya.
Oleh sebab itu, di dalam konsep perancangan system
tata udara gedung ini, perancang lebih focus pada
pemakaian system tata udara buatan (Air Conditioning
Sistem).
System Tata Udara bertujuan untuk mengkondisikan
udara di dalam ruangan sesuai dengan tingkat kenyamanan
yang diinginkan penghuni ataupun untuk kondisi yang
dipersyaratkan oleh peralatan yang ada di ruang yang
bersangkutan.
System pengkondisian udara di dalam gedung ini
meliputi usaha-usaha sebagai berikut :
a. Mengatur kondisi di dalam ruang sesuai tingkat
kenyamanan penghuni yang memenuhi standar yang
berlaku umum (temperature, relative humidity) atau juga
sesuai kebutuhan untuk peralatan yang ada di ruang
tersebut.
b. Mensirkulasi udara di dalam ruangan dalam jumlah yang
memenuhi minimum pertukaran udara yang terjadi,
sesuai fungsi ruang-ruang yang bersangkutan.
c. Mengatur pola aliran udara dalam ruang sedemikian
rupa, sehingga tidak terjadi aliran udara dari ruang yang
kurang bersih ke ruang yang lebih bersih (menghindari
terjadinya contaminasi ruang).
d. Menambahkan udara segar ke dalam ruangan dalam
jumlah yang memenuhi standar sesuai kebutuhan dan
fungsi ruang.
e. Membuat aliran udara di dalam ruang pada kecepatan
dan distribusi yang baik sehingga tercapai kenyamanan
dan kondisi lain yang diinginkan (aliran laminar).
f. Meredam noise (kebisingan) yang ditimbulkan oleh
sistim tata udara terhadap ruang/lingkungannya, baik
yang berasal dari air borne transmission ataupun dari
structure air borne (vibrasi) pada batas-batas standar
yang berlaku.
g. Menjaga kebersihan udara yang disirkulasikan pada
tingkat kebersihan yang disyaratkna untuk fungsi ruang
ybs, melalui beberapa lapis filter udara (premedium
filter).
h. Mengadakan system Ventilasi mekanis untuk ruang-
ruang yang memerlukan pertukaran udara ataupun untuk
ruang-ruang yang memerlukan penurunan akumulasi
panas dari peralatan yang terpasang (ruang utility), agar
temperature ruang tidak melampaui batas temperature
yang diinginkan. Sebagai dasar perencanaan tata udara
dipakai kriteria-kriteria seperti yang diuraikan di bawah
ini.
1) Estimasi Beban Pendinginan
Jika seluruh ruangan dan lantai yang peruntukannya
untuk kegiatan perkantoran, ruang rapat, ruang
auditorium dan ruang theatre serta ruang serbaguna
dan hall seluruhnya di kondisikan, maka estimasi
beban pendinginan (cooling load) ruangan adalah
sebesar ±750 TR (2.640 KW).
2) Pertimbangan Pemilihan Sistem
System Tata Udara yang akan direncanakan untuk
pengkondisian udara gedung ini antara lain dengan
mempertimbangkan hal-hal berikut :
- Fungsi dan waktu pemakaian ruang-ruang yang
dikondisikan
- Bangunan merupakan bangunan tinggi
perkantoran dengan system pengelolaan secara
terpusat.
- Pengoperasian dan pemeliharaan system utilitas
yang mudah dan rendah
- Kemudahan di dalam pengawasan terhadap
operasional system
- System yang mengkomsumsi energy yang
efisien.
- System yang dapat dikontrol secara
individual/zoning
- System dengan usia pakai yang maksimal.
3) Pemilihan Sistem Tata Udara
Beberapa alternative Sistem Tata Udara yang dapat
diterapkan pada bangunan perkantoran ini, paling
sedikit ada 3 (tiga) pilihan, yaitu :
a. Central Chiller Sistem (Air Cooled atau Water
Cooled Chiller).
b. Water Cooled Packaged Sistem.
c. Direct Expansion System (VRV System, Split
Duct, Remote Condenser, Individual Split Unit,
Window Unit, dll.)

Masing-masing system tersebut mempunyai


keunggulan dan kelemahan yang terkait dengan
aspek teknis, biaya (investasi dan operasional) dan
arsitektur. Namun du dalam laporan ini tidak
membahas masalah detail tentang karakteristik dan
keunggulan/kelemahan dari system-sistem tersebut.

Atas pertimbangan-pertimbangan diatas dan


estimasi besarnya beban pendinginan (Total beban
pendinginan = ±750 TR) maka Sistem Tata Udara
yang diusulkan adalah.

1. Alternatif – 1 : Central Air Cooled Chiller


Sistem.
2. Alternatif – 2 : Individula Direct Expansion
Sistem.

D.2. KONSEP SISTEM ELEKTRIKAL


I. SISTEM LISTIRK ARUS KUAT
I.1. Standard dan Referensi Perancangan
a. SNI 04-025-2000 : Persyaratan Umum Instalasi
Listirk (PUIL-2000)
b. SNI 03-6575-2001 : Tata cara perancangan system
pencahayaan buatan pada bangunan gedung.
c. SNI 03-2396-2001 : Tata cara perancangan system
Pencahayaan alami pada bangunan gedung.
d. SNI 03-6574-2001 : Tata cara perencanaan
pencahayaan Darurat, tanda arah dan system peringatan
bahaya pada bangunan gedung.
e. Standar International Electrotechnical, Standarisasi IEC.
f. Darrel Locke : Guide to the Wiring Regulation,
Jhon Wiley & Son Inc, 2008.
g. Geoffrey Stokes : Elektrikal Instalation Practice,
Blackwell Publishing, 2003.
I.2. Kriteria Perancangan
1) Dasar Pemilihan Sistem
Perancangan system listrik akan memenuhi standar/code
dan kriteriaa perencanaan sebagai berikut :
- System penerangan buatan sesuai kebutuhan dan
standar secara optimal dan dengan mempertimbangkan
factor-faktor bangunan, aspek arsitektur/interior dan
factor alamiah.
- Suplai daya listrik dan penyediaan sarana instalasi
untuk melayani beban-beban listrik keseluruhan
sehingga memenuhi kebutuhan begitu pula untuk
operasionalnya.
- Penyediaan sarana instalasi listrik yang memenuhi
performance listrik dan pengamanan/proteksi baik
untuk peralatan dan operasinya, bangunan maupun
pengaman terhadap manusia.
- Penyediaan sarana sumber daya listirk utama.
2) Dasar Perhitungan dan Asumsi-asumsi
a. Kondisi LIngkungan
- Temperature : suhu rata-rata per tahun adalah 27,5
o
C dengan fluktuasi (5,5 – 7,5)oC. Temperature
maksimum untuk perencanaan ini diambil 40oC dan
temperature minimum 18oC.
- Kelembaban : rata-rata tiap hari adalah 60% dan
kelembaban maksimum 85%
b. Tegangan, Variasi & Pengaturan Tegangan.
Tegangan nominal, variasi tegngan dan pengaturan
tegangan sebagai yang diuraikan di bawah ini
merupakan pula dasar perencanaan ini :

No Distribusi Teg. Distribusi Teg.


Kriteria
. Menengah Rendah
Tegangan
1. 20 Kv 230/400V
Nominal
Variasi Tegangan
2. - Maksimum +5% +5%
- Minimum -10% -10%
Pengaturan
3. tegangan 5% 5%
maksimum
4. sistem Fasa 3,4 kawat Fasa 3,4 kawat
c. Pembunuhan Netral Sistem
Titik netral sisi tegangan rendah transformator
dibumikan tanpa impedasi (solidly grounding). Titik
netral generator emergency supply dibumikan dengan
cara yang sama.
d. Sumber Daya Listrik & Keandalan
Sumber daya listirk utama berasal dari jaringan PLN
dan disediakan sumber cadangan Genset.
e. System Distribusi
System distribusi listrik Tegangan Rendah adalah
secara radial dengan menggunakan kabel.
f. Beban Listrik
Beban listrik pada Penyusunan DED dan ME
Pembangunan Mesjid Kawasan Kantor Gubernur
meliputi beban-beban untuk :
- Penerangan, stop kontak & computer
- System tata udara dan ventilasi mekanik
- Pompa air bersih & pompa air kotor
- Pompa kebakaran
- System Elevator
- Peralatan kontorl, tata suara, telepon dan lain-lain.
g. System Proteksi & Selektivitas
Pengamanan/proteksi terhadap system, selektivitas dan
tingkat proteksi yang tepat dengan memperhatikan
kesederhanaan system, kemudahan operasi dan
kemudahan dalam mencari lokasi gangguan namun
dapat memenuhi pelayanan yang baik.
h. System Penerangan
Acuan perhitungan kuat penerangan yang akan
direncanakan adalah :
No Nama Ruangan Kuat Penerangan
.
1. Ruang kerja/Office 300 – 400 lux
2. Ruangan Serbaguna 200 – 300 lux
3. Lobby/hall/kamar 150 – 200 lux
4. Kantin/food court 200 – 300 lux
5. Ruang M & E 150 – 200 lux

i. Factor Daya
Factor daya dipertahankan pada 0,9 laging.
3) System Penangkal Petir
System penangkal petir akan dirancang dengan memakai
Electro Static dengan radius proteksi sebesar 100 meter.
Sebagai penyalur arus petir ke tanah menggunakan kawat
BC Ø70 mm. Tahanan grounding yang dijinkan
maksimum 5 volt.

I.3. KOnsep Perancangan Sistem Listrik


1) Penyediaan Daya Listrik
Penyediaan daya listrik untuk Penyusunan DED dan ME
Pembangunan Mesjid Kawasan Kantor Gubernur dicatu
dari :
a. Sumber Daya Lisrik Utama
Sumber listrik utama dilayani oleh sumber PLN.
Penyambungan daya listrik tegangan 20 kV, 3 phase,
3 kawat, 50 Hz. Kebutuhan total daya listrik : +2.000
kVA.
b. Sumber Daya Listrik Cadangan
Untuk menjamin adanya sumber daya listrik pada saat
PLN mengalami gangguan, disediakan Diesel
Generator Sets. Kapasitas Diesel Genset adalah 2 x
750 kVA. Pelayanan sumber daya listrik cadangan
adalah 80%.
2) System Pelayanan
- Pada keadaan normal beban listrik kantor dilayani
oleh sumber daya listrik utama PLN 20 kV yang
diturunkan menjadi tegangan kerja 400/230 Volt,
melalui transformator (2 x 1.250 kVA) yang terletak
di Power House.
- Bila PLN mengalami gangguan maka, pelayanan
listrik oleh Diesel Genset. Penyiapan daya listrik
adalah secara 80% untuk seluruh beban. Dengan
menghilangnya tegangan dari PLN maka melalui
‘Automatic Main Failure’ Diesel Genset dijalankan
yang kemudian disalurkan dayanya ke beban melalui
Panel Utama Tegangan Rendah LVMDP yang
terletak di power house Basement.
System interlock pelayanan PLN dan Diesel Genset
adalah berupa suatu Kontrol electrically on dan posisi
keluar/switch off daripada operasi dijamin penuh
sedemikian rupa sehingga tegangan listrik dari
sumber PLN sepenuhnya terpisah/isolated terhadap
sumber Diesel Genset ataupun sebaliknya dalam
setiap keadaan (mode of operation).
3) System Distribusi
System distribusi listrik adalah system radial. Dari Panel
Pembagi Tegangan Menengah (MVDP) disalurkan ke
transformator. Selanjutnya ke panel Pembagi Utama
Tagangan Rendah LVMDP.
Pendestribusian dari Panel Pembagi Utama Tegangan
Rendah, LVMDP ke panel Beban adalah dengan
menggunakan kabel NYY single core.
II. SISTEM LISTRIK ARUS LEMAH (ELEKTRONIKA)
II.1. SISTEM FIRE ALARM
II.1.1. Standard dan Referensi Perancangan
a. SNI 03-3985-2000 : Tata cara perancangan
system proteksi dan pengindera api dalam
bangunan.
b. NFPA-72, 1999 : National Fire Alarm Code
c. Kepmen PU No. 10/KPTS/2000 dan No.
11/KPTS/2000, tentang system pemadam
kebakaran dalam dan luar bangunan.
d. SNI 04-0225-2000 : Peraturan umum instalasi
listrik.
II.1.2. Kriteria Perancangan
1) Penetapan Jenis Penginderaan
Penetapan jenis penginderaan (detector) yang
dipilih harus disesuaikan dengan fungsi
ruangan, seperti yang tercantum berikut ini :
Table Penetapan Jenis Penginderaan

ROR Detector Kombinasi Fixed


Smoke Detector dan ROR Detector
Ruang Tangga Gudang
kantor darurat
Koridor Ruang Ruang Genset
control
Lobby Ruang trafo Ruang AC
Canteen Ruang panel Ruang POmpa
Aula

2) Tingkat Bahaya Kebakaran


Tingkat bahaya kebakaran untuk Penyusunan
DED dan ME Pembangunan Mesjid Kawasan
Kantor Gubernur dengan total luas yang cukup
besar, termasuk dalam kategori area terbatas
dengan zone deteksi lebih dari 60 zone, maka
penginderaan kebakaran secara otomatis dengan
system fully addressable.
3) Penempatan dan Jarak antar Titik Penginderaan
Kebakaran
Penempatan dan jarak detector (penginderaan)
kebakaran terdiri dari :
 Fixed Detector (detector bertemperatur
tetap), adalah suatu detector yang bekerja
pada suatu batasan temperature tertentu,
sehingga penempatannya pada ruangan
bersuhu sedang, yakni 79 – 120 oF (daerah
suhu kerja).
 ROR Detector (detector berdasarkan
kecepatan naiknya temperatur), afalah
detector yang bekerja berdasarkan kecepatan
tertentu naiknya temperature, sehingga
penempatannya pada ruangan bersuhu biasa,
yakni 58 – 78 OF.
 Kombinasi ROR dan Fixed Detector adalah
detector yang bekerja berdasarkan kecepatan
naikknya temperature dan batas temperature
maksimum yang ditetapkan sehingga
penemptannya pada ruangan bersuhu biasa
dan sedang, yakni 58-120 oF.
 Smoke Detektor (Detektor Asap Ionisasi)
adalah detector yang bekerja dengan prinsip
berkurangnya arus ionisasi oleh asap pada
kosentrasi tertentu, sehingga penempatannya
pada ruangan bersuhu rendah, yakni 0-38 oC
(suhu ruangan).
 Pemasangan pada plafond yang datar dan 30
cm dari plafond. Jarak antar detector 12 m
untuk ruangan efektif dan 28 m untuk
ruangan sirkulasi. Setiap ruangan dengan
luas 92 m2 dan tinggi plafond 3 m dipasang 1
buah detector, jarak detector dengan dinding
pembatas sejauh 6 m untuk ruangan efektif
dan sejauh 12 m untuk ruangan sirkulasi
serta paling dekat 30 cm.
4) Penempatan Tombol Isyarat Kebakaran/Manual
Station
Manual station yang digunakan adalah jenis
break glass switch yang diltekkan pada box
hidran dioperasikan secara manual. Untuk
fixture break glass switch terdapat outlet
telepon emergency sebagai instalasi komunikasi
untuk personil yang bekerja pada saat
kebakaran. Untuk flow switch yang diletakkan
pada pipa cabang sprinkler lantai.
5) Penempatan Peralatan Utama dan Panel Bantu
Penempatan peralatan utama Panel Kontrol
MCFA diletakkan dalam ruang control dilantai
lower ground, dimana system menggunakan
konvensional. Penempatan Panel Bantu
(Annunciator Aktif) sebagai duplikat dari
MCFA diletakkan di lobby lantai dasar.
6) Penempatan dan Jumlah Alarm Kebakaran
Audio dan Visual
Alarm kebakaran yang digunakan dari jenis
Bell, Sound Speaker, Sirine untuk audionya dan
jenis lampu tanda unutk visulanya. Penempatan
Alarm Bell dan lampu Tanda pada box hydrant,
untuk sirine diletakkan pada halaman. Alarm
kebakaran mempunyai bunyi serta irama yang
khas hingga dikenal sebagai alarm kebakaran
dan irama audio untuk menimbulkan kepanikan.
Bunyi alarm harus mempunyai frenkuensi
antara 500-1000 kHz dengan tingkat kekerasan
suara minimum 65 dB (A).
II.1.3. Konsep Perancangan Sistem Fire Alarm
1) Pengertian Tentang Fire Alarm
Pengertian Fire Alarm disini adalah system
deteksi dini bila terjadi bahaya kebakaran,
dimana peralatan ini akan memberikan Indikasi
secara Audio dan Visual dari mana kebakaran
itu berasal, sehingga dapat diambil tindakan
pengamanan dan penegahan sedini mungkin
untuk memadamkan kebakaran, penyelamatan
jiwa, penyelamatan harta benda dan sebagainya.
2) Panel control MCFA (Master Control Fire
Alarm) akan dapat menujukkan addres/alamat
asal lokasi kebakaran, dapat melakukan
tindakan mereset (cancel) alarm tersebut bila
hanya terjadi “fault alarm” atau alarm palsu,
membantu kerja detector dan alarm kebakaran
secara keseluruhan.
3) Apabila keadaan sangat membahayakan
“general alarm total”, signal dari flow switch
sprinkler dapat mengoperasikan general alarm
pada MCFA dan secara serentak :
- Menghidupkan pressurization fan
- Menurunkan semua lift ke ground floor dan
hanya lift kebakaran yang dapat dioperasikan
- Mematikan Unit-unit AC
- Menyambungkan komunikasi emernecy
telepon ke dinas kebakaran.dan apabila
petugas pemeriksa dapat mengatasi keadaan
darurat bahaya kebakaran, maka petugas jaga
harus segera me-reset system alarm
kebakaran otomatis, sehungga normal
kembali dan pemberitahuan dengan paging
address atas pengamanan yang dapat
diselesaikan.
II.2. SISTEM TELEPON DATA
II.2.1. Standard dan Referensi Perancangan
a. SNI 04-0225-2000 : Peraturan umum instalasi
listrik.
b. IEEE Standar 802.6 : Averview and Achitecture
Communication.
c. Electronic International Association (EIA) Code
18.5 : Private Automatic Branch Exchange, 1985.
d. National Electronic Code, 2007 Edition.

II.2.2.Kriteria Perancangan
1) Penyusunan DED dan ME Pembangunan
Mesjid Kawasan Kantor Gubernur
menggunakan sentral telepon PABC.
2) Instalasi Telepon
Instalasi telepon pada bangunan ini
diasumsikan:
a. Infra structure (structure kabel telephone)
akan menggunakan kabel TITC (Twisted
Indoor Telephone Cable) untuk telephone,
sedangkan untuk data, Instalasi dari Patch
Panel ke outlet akan menggunakan kabel
UPT Cat 6, 4 pairs. Instalasi dari Patch Panel
ke main Patch Panel (back bone)
menggunakan kabel UPT Cat 6,4 pairs.
b. Ruang kantor mendapat 1 telephone dan 1
data outlet setiap 10 – 15 m2.
c. Jumlah trunk line dari PT. Telkom sebesar
10% dari total extension.
II.2.3. Konsep Perancangan Sistem Telephone
1) Konsep secara umum
a. System telekomunikasi internal dan external
di alam/di luar gedung akan menggunakan
extension yang berasal dari PABX.
b. Trunk line dari PT. Telkom akan diterminasi
di MDF dan didistribusikan kesetiap lantai
melalui JBTP.
2) Aspek Teknis
a. System PABX ini bersifat modular dan dapat
dikembangkan sesuai dngan kebutuhan
(perkembangan) menggunakan teknologi
digital/time division dan PCM (Puse Code
Modulation).
b. Struktur telephone kabel system akan
mengikuti standar EIA/TIA 568 A dimana
kabel telepon akan menggunakan tipe TITC
(Twisted Indoor Telephone Cable) untuk
voice. Backbone telephone menggunakan
TITC Multipair. Untuk data menggunakan
kbael UPT Cat 6,4 pairs sebagai backbone
dan instalasi kabel ke outlet data
menggunakan UPT Cat 6.
3) Konfigurasi Sistem
a. Battery
System dilengkapi dengan battrey charger
dan battey dengan kapasitas minimum 30
menit bila mana supply listirk terputus.
b. Class of Service
PABX di disain untuk dapat menerima
telephone masuk berdasarkan grupnya.

c. Pengembangan PABX
 PABX harus dapat dikembangkan
sesuai kebutuhan.
 Pengembangan PABX harus meliputi
CO/Trunk line dan extension sebesar
10%.
 Kebutuhan daya listrik harus minimal
dan dapat diopersikan dalam ruangan
tanpa AC.
4) Pada system PABX dilengkapi dengan billing
system sehingga pemakain pulsa telephone dari
pesawat extension dapat dimonitor.
5) Pada system PABX ini dilengkapi kemampuan
untuk bekerja dengan telephone multiline
(costumer keyset).
6) Pada system PABX ini mempunyai dual
processor atau redundant processor. Apabila
processor yang satu rusak maka processor yang
satunya akan menggantikan yang rusak.
7) Kabel Telepon
Instalasi kabel telephone dari junction box ke
outlet telephone menggunakan Twisted Indoor
Telephone Cable 2x2x0,6 mm.
Instalasi kabel telepon dari MDF-TP ke JBTP
tiap lantai menggunakan kabel Twisted Indoor
Telephone Cable Multipair.
8) Kabel Data
Instalasi kabel data dari Patch Panel ke Outlet
Data menggunakan Kabel UTP Cat 6,4 pairs.
Instalasi kabel data dari Patch Panel ke Main
Patch Panel (Backbone) menggunakan kabel
UTP Cat 6,4 pairs.
9) Pentanahan (Grounding)
- Agar mutu suara pembicaraan baik,
diusahakan tanahan tanah dari unit-unit
Sentral telephone cukup rendah, sedangkan
isolasi kabel Instalasi terhadap tanah cukup
tinggi (0,1 ohm).
- Untuk menjamin mutu Instalasi pentanahan,
maka pentanahan untuk system ini terpisah
dengan pentanahan listrik dan penangkal
petir.

II.3. SISTEM TATA SUARA


II.3.1. Standard an Referensi Perancangan
a. NFPA-72, 1999 : National Fire Alarm Code.
b. Kepmen PU No. 10/KPTS/2000 dan No.
11/KPTS/2000, tentang system pemadam
kebakaran dalam dan luar bangunan.
c. SNI 04-0225-2000 : Peraturan umum instalasi
listrik.
II.3.2. Kriteria Perancangan
System Tata suara yang diterapkan di dalam gedung
ini terdiri dari :
a) System Tata Suara Umum (Public Address) dan
Paging Address
b) System Pemanggil Kendaraan (Car Calling).
 Batasan pendengaran manusia adalah antara 0-
120 phon untuk satuan pendengaran, atau 0 –
120 dB di dalam SPL (Sound Pressure
Level/Tekenan Suara) pada frekuensi 20Hz
 Untuk penyampain suara yang termasuk music
yang lembut, diperlukan SPL 5 – 40 dB pada
frekuensi range 100 Hz – 6 kHz.
 Untuk komunikasi (panggilan, penyampaian
pesan) diperlukan SPL 40 – 60 dB pada
frekuensi range 200 Hz-6/10 kHz
 Untuk emergency diperlukan SPL 60-120 dB
pada frekuensi range 10 kHz – 20 kHz.
 Noise adalah suara yang tidak diinginkan
pendengar yang timbul bersamaan dengan
suara informasi.
 Untuk penyampaian suara yang termasuk
music yang lembut atau BGM, tekanan suara
speaker harus lebih besar 3 dB dari level noise
pada titik dengar.
 Untuk komunikasi (panggilan, penyampaian
pesan), tekanan suara speaker harus 6-10 dB
diatas noise level.
 Hubungan antara plafond (langit-langit) dan
jarak speaker serta coverage angle yang
menyatakan sudut pancar dari speaker.
 Tinggi plafond dibawah 2,5 meter, jarak antar
speaker 5 – 6 meter, dengan area uang
dilingkapi seluas 25 m2.
 Tinggi plafond antara 2,5-4,5 meter, jarak
antar speaker 6 – 7 meter, dengan area yang
dilingkupi seluas 36 m2
II.3.3. Konsep Perancangan Sistem Tata Suara
Sarana system Tata Suara (sound sistem) gedung
diperuntukkan untuk keperluan back ground music,
pengumuman, pengumuman tanda
darurat/kebakaran dan untuk pemanggilan.
a. Back Ground Musik (BGM)/Public Addres di
tiap lantai, melaui Ceiling Speaker. Ceiling
Speaker yang ada di ruangan-ruangan kantor,
ruang rapat dan ruangan-ruangan khusus lainnya
memakai volue control. Alat untuk Back Ground
usik adalah caette player, CD/MP3, Radio.
b. Sentral sound system ditempatkan di ruang
control elektronik di lantai dasar. Paging adalah
alat-alat penyapaian informasi Car call adalah
alat pemanggilan sopir.
c. Khusus untuk paging system akan dilengkapi
dengan Reote Microphone yang diletakkan di
Lobby/Recepioni/Information Desk Lantai dasar
untuk member informasi kepada penghuni
bangunan atau dapat juga untuk :
- Tanda Bahaya dan Pengumuman Keadaan
Darurat. Keadaan darurat/bahaya misalnya
karena adanya gejala sumber kebakaran,
gangguan keamanan atau huru-hara. Informasi
yang disampaikan berupa penjelasan
mengenai situasi, pengarahan untuk
penyelematan (evakuasi) atau tanda bahaya
bila keadaan telah betul-betul gawat.
- Cara menyampaikan bias secara elektif atau
all-call. Selektif dipilih bila untuk menghadiri
kepanikan dan kemacetan pada satu pintu atau
jalan keluar. All-call dipilih bila keadaan udah
tak terkendali lagi. Emergency call merupakan
prioritas pertama yang dapat mengoverride
semua siaran.

E. TATA RUANG LUAR (LANSEKAP)


Perancangan Lansekap pada dasarnya mencakup hal-hal yang berkaitan
dengan tapak diluar bangunan, yang dapat direkayasa dengan
memanfaatkan kondisi alam setempat secara maksimal.
A. KETENTUAN UMUM
A.1. Persyaratan Guna
Lansekap harus memenuhi persyaratan guna, sehingga dapat
berfungsi secara menerus selama 15-20 tahun dan dapat
memberikan dampak sebagai berikut :
a. Kekuatan
Lansekap dirancang dengan memperhatikan keberadaannya
dan dapat bertahan hidup cukup lama. Rancangan lansekap
yang bukan tanaman hidup dapat disesuaikan lebih lanjut.
b. Estetika
Bentuk penampilan lansekap dan perlengkapannya selaras
dengan citra serta memperhatikan kondisi lingkungan.
c. Kenyamanan
Memperhatikan aspek tata ruang yang meliputi pola
hubungan ruang, standar ruang dan persyaratan teknis
penanaman yang sesuai dengan lingkungan.
d. Keamanan
e. Kemudahan dalam pemeliharaan/perbaikan.
A.2. Persyaratan Lain
a. Persyaratan fasilitas ruang luar/open space yang diperlukan.
b. Persyaratan pengaturan ruang terbuka sesuai dengan pola
sirkulasi.
c. Keserasian lansekap dengan bentuk bangunan dan
lingkungan yang ada.
B. KETENTUAN KHUSUS
B.1. Tata Ruang Tapak atau Lansekap
a. Pola
Pola tapak lansekap dirancang sedemikian rupa, sehingga
dalam pemanfaatan ruang luar yang ada dapat dilakukan
secara terarah dan dapat mencerminkan hal-hal sebagai
berikut :
- Fungsi ruang tapak/lansekap yang berbeda.
- Adanya pembagian ruang tapak yang jelas antara area
public dan privat.
- Aksentuasi pada area-area tertentu yang dapat mendukung
nilai estetika dari bangunannya.
- Kemudahan yang dapat dirasakan oleh setiap pemakai
dalam penataan sirkulasi ruangnnya.
- Pertimbangan alam diperhitungkan terhadap matahari,
angin, pemandangan dan topografi setempat.
b. Standar Ruang
Standar kebutuhan luas ruang tapak/lansekap didasarkan
pada kebutuhan minimal dari beberapa jenis ruang tapak
lansekap seperti :
- Taman
- Parkir (diwadahi dalam gedung parkir)
- Pedestrian
- Jalan kendaraan
- Utilitas (drainase)
c. Persyaratan Fungsi
Hal-hal yang menyangkut kepentingan fungsi dan estetika
perancangan tapak/lansekap diperlukan beberapa persyaratan
khusus untuk mencapai pada suatu hasil yang optimal,
terutama pada :
- Tapak di halaman depan bangunan
- Tapak yang berhubungan dengan penanaman.
B.2. Fisik Tapak/Lansekap
Bentuk yang tercipta harus menjadi satu kesatuan dalam
penataan kawasan yang ada dan sedapat mungkin telah
mempertibangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Bersifat abadi/permanen sehingga gaya lansekap yang
dimaksud dapat bertahan sepanjang masa.
b. Bilamana memungkinkan unsure-unsur lansekap daerah
dapat dituangkan kedalam fisik tapak/lansekap.
c. Konsep perencanaan tapak/lansekap diesuaikan untuk
lansekap pada daerah tropis dan memanfaatkan potensi alam
sekitar yang optimal.
d. Konsep pola tata ruang luar/lansekap memperhatikan pola
tata ruang lingkungan diekitarnya, sehingga perbedaan
lansekap dapat meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya.
C. Ketentuan Khusus Lansekap
1. Luas area tapak/lansekap minimal 30% dari luas bangunan.
2. Perbandingan rasio antara unsure tanaman dengan pengerasan
adalah 40%:60%.
3. Disain harus memenuhi standar serta semua pedoman yang berlaku
untuk perancangan lansekap.
4. Pada site yang luas penataan taman tidak cukup hanya dengan
menata tanaman dalam pot saja, tetapi juga melibatkan bermacam-
macam unsure tanaman yang lain. Unsur tanaman adalah bagian
dari taman yang dapat ditata membentuk lingkungan asri yang
dikehendaki. Biasanya berupa dua unsure pokok yaitu unsure lunak
berupa tanaman hias dan unsur keras berupa benda selain tanaman
unsure lunak, yaitu :
A. Unsur Lunak, Yaitu
- Jenis tanaman berkayu yang jelas menunjukkan batang
tunggal sebagai batang utama. Jika bercabang diulai dari
bagian atas batang.
- Perdu,
Jenis tanaman berkayu yang percabangannya dimulai dari
permukaan tanah.
- Semak,
Jenis tanaman tidak berzat kayu yang percabangannya
dimulai dari permukaan tanah.
- Tanaman penutup tanah,
- Tanaman penutup tanah berupa jenis-jenis tanaman berdaun
dan berbunga indah.
- Rumput
Tanaman dasar sebagai penutup tanah berupa jenis-jenis
rumput.
B. Unsure keras
- Pagar dan pintu pagar,
Disaian disesuaikan dengan karakter bangunan. Pagar
samping dan belakang biasanya digunakan dinding tembok.
Sedangkan pagar depan dapat digunakan bahan besi cor
atau sejenisnya.
- Perkerasan,
Terdiri dari perkerasan
o Jalan kendaraan
o Pedestrian
o Parkir
- Pergola,
Berupa kerangka bangunan los yang beratap kisi-kisi kayu
atau besi. Dapat difungikan sebagai peneduh parker.
- Bak tanaman,
Biasanya dibangun dekat pagar atau menyatu dengan
bangunan. Dibentuk dari dinding tembok saja atau dilapis
batu-batuan alam.
- Penerangan,
Penerangan atau lampu terdiri dari
o Lampu jalan
o Lampu taman
o Lampu sorot
Lampu digunakan untuk menerangi sudut-sudut tertentu
dari taman/jalan/bangunan. Penempatan dan jumlah
disesuaikan dengan kebutuhan.
- Bak sampah,
Terdiri dari :
o Bak sampah eksterior
o Bak sampah besar (tempat pembuangan terakhir pada
site).
Untuk bak sampah ekterior dapat digunakan bahan dari
kayu atau kobinasi kayu dengan besi. Penempatannya dapat
di sisi bangunan atau jalan dan dapat terlihat. Sedangkan
bak sampah besar terbuat dari dinding tembok, dibangun
dibagian yang tidak mencolok dan dirancang sebagai bak
tertutup.
- Signage,
Terdiri dari :
o Signed exterior
o Traffic sign
Signed exterior yaitu papan nama bangunan yang
ditempatkan pada dinding bangunan bagian luar, dapat
terlihat jelas. Sedangkan traffig sign yaitu rambu-rambu
lalu lintas yang menyatakan arah masuk, dilarang masuk
dan lain-lain.
1.4. Konsep Desain Masjid
1.4.1. Site Plan dan Preliminary Design
Hasil pengukuran lapangan dan analisis data, kemudian dituankan dalam bentuk
peta topografi dan lokai rencana Mesjid dan sekitarnya dengan skala 1 : 400, dimana
peta ini menggambarkan kondisi eksisting lokasi rencana Mesjid, baik kondisi eksisting
topografi (wilayah dan ketinggian darat)
Berdasarkan peta tersebut dibuat site plan minimla dua alternative site plan
harus diajukan untuk mendapatkan perbandingan sebelum site plan yang definitive
ditentukan.
Site plan harus memperhatikan kondisi-kondisi sebagai berikut :
 Kondisi fisik lokai.
 Tata guna lahan atau RTRW.
Bersamaan dengan pembuatan site plan juga ditetapkan konsep dan kriteria
desain yang akan dipakai. Setelah itu dibuat layout yang lebih terperinci.

Beberapa alternative desain awal (preliminary design) dari komponen-


komponen fasilitas masjid dirancang dan kemudian dibandingkan hal-hal sebagai
berikut :

 Biaya
 Kemudahan Pelaksanaan
 Kemudahan pemeliharaan
 Kenyamanan untuk pemakai.
Perbandingan ini merupakan bahan pertimbangan untuk memilih alternative
yang akan dipakai untuk detail desain. Desain awal dibuat berdsarkan criteria desain
yang telah ditetapkan.
1.4.2. Desain Pembangunan Masjid
Lokasi rencana Masjid bedasarkan peta lokasi dalam KAK berada pada daerah
terbuka, sehingga untuk mengantisipasi kondisi tersebut, maka Pembangunan Masjid
ini harus dilengkapi dengan bangunan penunjang lainnya.
Tuga dari konsultan adalah merencanakan/mendesain bangunan masjid dan
pendukungnya berdasarkan data sekunder dan data primer yang tetap memperhatikan
unsure estetika.
A. Kriteria Perencanaan Bangunan Mesjid
A.1. Kriteria Umum
Kriteria umum perencanaan bangunan Masjid meliputi pedoman umum
yang diperlukan dalam perencanaan bangunan meliputi :
a. Kebijakan Pemerintah
Tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah baik pusat maupun
daerah. Perlindungan dan pengamanan diutamakan untuk
mengamankan daerah (jalan), fasilitas lainnya.
b. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
Jeni kontruksi yang dipergunakan sebagai bangunan masjid haruslah
sesuai dengan Standard an Spesifikasi daerah setempat. Dengan
pemilihan jenis konstruksi yang tepat, maka kontruksi tersebut akan
berfungsi dengan baik dan tidak mengganggu peruntukan bangunan
yang dilindungi.
c. Sempadan
Bangunan Masjid dibangun dengan memperhatikan pedoman sempadan
bangunan yang telah ditetapkan oleh masing-masing pemerintah
daerah.

A.2. Kriteria Teknis


Criteria teknik perencanaan bangunan yang akan dibahas disini adalah
kriteria yang akan digunakan sebagai pedoman dalam perancangan bangunan.
Criteria yang akan dibahas ini meliputi :
1. Tinjauan Umum
Secara umum program perencanaan ini dibuat berdasarkan pada :
a. Data yang didapat dari hasil survey lapangan maupun
pengarahan dari pihak proyek dan pemakaian gedung.
b. Isi pengarahan penugasan.
c. Kondisi lingkungan dan lahan sekitarnya.
2. Standar Teknis
Ketinggian per lantai adalah minimu 3,50 meter kecuali pada lantai
dasar yaitu 5 meter, dengan ketinggian minimal langit-langit
adalah 2.80 meter. Kelengkapan sarana bangunan yang harus ada :
 Sarana parker kendaraan
 Sarana penyedia air minum
 Sarana drainase, limbah, air kotor, dan sampah
 Sarana ruang terbuka hijau
 Sarana hydrant kebakaran halaman
 Sarana pencahayaan tiap ruangan
 Sarana jalan masuk dan keluar
 Penyediaan fasilita ibadah (ruang mushola mengghadap
kiblat), failitas M/E, toilet dan fasilitas komunikasi dan
informasi.
Bahan bangunan harus memenuhi SNI yang dipersyaratkan,
diupayakan menggunakan bahan setempat/produksi dalam negri
peilihan material diupayakan awet, mudah dalam pemeliharaan dan
mencerminkan penggunaan teknologi baru. Struktur harus memenuhi
persyaratan (Safety) dan kelayanan (service ability) serta SNI
konstruksi bangunan gedung.
Utilitas bangunan harus memenuhi SNI yang dipersyaratkan,
pembuangan air kotor, hujan dan limbah harus terolah hingga aman
sebelu disalurkan keresapan dan saluran umum kota, semaksimal
mungkin lebih lama di tahan di dalam tanah (resapan).
Instalasi listrik harus aan dan atas dasar hail perhitungan yang
sesuai dengan peraturan umum instalasi listrik. Penyedia tenaga listrik
diupayakan menggunakan tenaga listrik alternative ramah lingkungan
(solar cell dan windtrubine) guna mengupayakan pengelolaan energi
mandiri. Penghawaan dan pengkondiian udara diupayakan
semaksimal mungkin penghawaan alami dan harus menjamin sirkulasi
udara segar di dalam ruangan dan bangunan.
Persyaratan sarana penyelamatan harus memenuhi stnadar SNI
yang dipersyaratkan. Sebagai tambahan, terdapat beberapa prinsip
standard an aturan yang harus diikuti :
 Pedoman cipta karya-buku petunjuk yang memperlihatkan design
sistem dan program pelaksanaan sistem perencanaan penyusunan
serta program penganggaran dan penyelengaraan
bangunangedung Negara.
 Persyaratan dan aturan yang dikeluarkan oleh PEMDA
 PUIPP 1983, ASTM, JIS untuk system pencahayaan
 Peraturan dan code of safety dan fire regulation untuk bangunan
pendidikan
 FIDIC Condition of Cintract Work of Civil engineering
Construktion.
 NI-2 (71) Indonesia Reinforced Concrete Code
 NI-3 (70) Indonesia Construction Material Regulation
 N-8 Indonesia Portland Cement Regulation
 NI-10 Brick as a Material, Ceramic Roof tiles Regulation
 NI-18 (83) Indonesia Regulation load Estiation for Buliding.
 Pedoan Plubing Indonesia
 Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL)
 Dan lain-lain.

1.5. Bagan Air Pelaksanaan Pekerjaan


Untuk mencapai tujuan dan sasaran dari pekerjaan Penyusanan DED dan ME Bangunan
Mesjid Kawasan Kantor Gubernur, maka konsultan merangkumnya dalam 4 (empat)
tahap penting yaitu pengumpulan data (Survey), analisis data, perencanaan. Keempat
tahapan tersebut dituangkan dalam bagan alir pelaksanaan pekerjaan seperti tampak
pada gambar berikut.
Mulai

Konsolidasi Personil
dan Cek Peralatan

Pengurusan Surat Tugas


dan Perizinan

PERSIAPAN TEKNIS

Studi Pustaka Pengumpulan Data Persiapan Survey dan Metode

Survey
Awal/Pendahuluan

Data dan Informasi Instalasi Terkait Observasi Lapangan


- Peta Tata Guna Lahan, - Mencocokkan Peta Topografi
- Peta Rupa Bumi & Geologi, - Mencocokkan Peta RTRW/RDTL
- RTRW/RDTL Kabupaten, - Lokasi Base Camp
- Kabupaten Dalam Angka, - Ketersediaan Tenaga Lokal
- Data Klimatologi, - Kondisi Eksisting Lokasi
- Data Teknik Lainnya & Data Non Teknik
Rencana Konsep Masjid

Penyusunan Draft Laporan


Pendahuluan

Presentasi & Diskusi

Ya
Revisi

Buku Laporan
Pendahuluan

A
Ya

Revisi

Pengukuran / Survey Sosek &


Survey Topografi Lingkungan

Analisis

Analisis Data Analisis Data Analisis Kajian


Topografi Angin Sosek & Lingk.

Ya
Penyusunan Usulan
Site Plan Mesjid

Penyusunan
Laporan Interim

Diskusi
Internal
Buku
Laporan
Revisi

Perencanaan Layout
BW & Mesjid

Desain Mesjid

Perencanaan Dimensi BW dan Perencanaan Perhitungan Perumusan


Konstruki Mesjid Bangunan Volume & Rencana Mesjid
Bangunan Mesjid Pendukung RAB

Penyusunan Laporan
Akhir Sementara

Tidak Presentasi & Diskusi

Revisi Ya
Buku Laporan
Akhir

Buku Executive Buku Laporan Buku


Sumary Penunjang Dokumentasi
Buku Gambar
Rencana Desain

Backup Data / Laporan


Dalam FLASHDISK

SELESAI

Gambar 4.11. Bagan Air Pelaksanaan Pekerjaan

1.6. Produk dan Pelaporan

Hasil akhir dari kegiatan ini adalah pihak konsultan akan menyerahkan produk berupa
pelaoran hasil seluruh kegiatan dari awal hingga akhir. Pelaporan diberikan sebagai
salah satu indicator evaluasi kemajuan/progress pekerjaan yang dilakukan oleh
konsultan. Produk pelaporan yang akan diserahkan sesuai dengan yang tercantum
dalam KAK pekerjaan ini, yaitu :

1. Laporan Pendahuluan (Inception Report)


Laporan ini diserahkan pada akhir bulan pertama dari masa pelaksanaan pekerjaan
sebanyak 4 (empat) buku. Isi dari laporan ini adalah uraian ringkas mengenai
rencana awal pelaksanaan pekerjaan berdasarkan sebagian dari data primer dan
sekunder yang sudah diperoleh, juga dimasukkan metodologi serta pendekatan teknis
pelaksanaan pekerjaan.
Diskusi dari laporan ini dilakukan secara internal dengan Tim Teknis dari proyek
dan diharapkan dapat diperoleh satu kesepakatan mengenai sasaran serta pola kerja
yang akan ditju. Hasil diskui dituangkan dalam bentuk satu berita acara dan
dijadikan pedoman dalam penyusunan laporan berikutnya.
2. Laporan Antara/Sisipan (Interim Report)
Laporan ini diserahkan 20 hari kalender dari tanggal SPMK sebanyak 4 (empat)
buku. Isi dari laporan ini adalah hasil kompilasi data serta hasil analisis dan gambar
Pra rencana sesuai dengan tujuan dan sasaran perencanaan sebagai pedoman bagi
pelaksanaan pembangunan Mesjid.
Diskusi dari laporan ini dilakukan secara internal dengan Tim Tekni dari proyek dan
diharapkan dapat diperoleh satu kesepakatan mengenai hasil kompilasi dan analisis
data. Hasil dikusi dituangkan dalam bentuk satu berita acara dan dijadikan pedoman
dalam penyusunan laporan berikutnya.

3. Laporan Akhir Sementara (Draft Final Report)


Laporan ini diserahkan sebanyak 2 (dua) Buku pada minggu kedua atau pertengahan
bulan kedua dari masa pelaksanaan pekerjaan. Isi laporan ini adalah hasil akhir dari
seluruh rangkaian kegiatan pelaksanaan pekerjaan termasuk rancangan awal serta
Draft gambar-gambar Detail hasil perencanaan.
Diskusi laporan ini dilakukan secara eksternal dengan mengundang beberapa pihak
terkait untuk memperoleh masukan lain mengenai hasil akhir dari study ini sehingga
dalam penyusunan laporan berikutnya dapat diperoleh satu kesimpilan yang mampu
menampung banyak kepentingan. Hasil diskusi ini dituangkan dalam satu berita
acara dan dijadikan pedoman dalam penyusunan laporan berikutnya.

4. Laporan Akhir (Final Report)


Laporan ini adalah bentuk akhir dari keseluruhan rangkaian pelaksanaan pekerjaan
perencanaan dan merupakan penyempurnaan dari laporan akhir sementara sesuai
dengan catatan dalam berita acara pembahasan. Laporan ini dierahkan sebanyak 4
(empat) buku pada akhir masa pelaksanaan pekerjaan.

5. Dokumentasi Foto Lapangan


Dokumen ini merupakan album foto yang memuat gambaran umum wilayah
pekerjaan dan permasalahannya, dokuentasi pelaksanaan pekerjaan survey lapangan.,
serta hasil orientasi lapangan. Dokumentasi foto lapangan.

6. Gambar Rencana
Gambar rencana ini diserahkan dalam ukuran A3, berisi peta topografi dan layout
eksisting lokasi, layout rencana Mesjid, gambar-gambar desain Mesjid dan bangunan
penunjangnya yang terdiri dari ukuran A3

7. Flash Disk
Semua dokumen, baik laporan, foto dokumentasi maupun gambar rencana dalam
bentuk softcopy, dibackup atau disimpan dalam Flash Disk.

1.8. PROGRAM KERJA / RENCANA KERJA


Program kerja sangat diperlukan untuk dijadikan pedoman bagi personil pelaksana
untuk mengetahui tahapan pelaksanaan pekerjaan dan untuk mengkoordinasi
kegiatan-kegiatan agar tidak terjadi kegiatan yang dikerjakan dua kali, sehingga
akan menghemat biaya dan waktu pelaksanaan. Rencana kerja akan kami sajikan
dalam bentuk Bagan Alur Pelaksanaan dan jadwal Pelaksanaan Pekerjaan.
Pembuatan Program Kerja dimaksudkan untuk mencapai sasaran sebagai berikut :
- Menjamin tercapainya sasaran, maksud dan tujuan pekerjaan yang ditentukan
dengan tahapan kegiatan yang terarah dan efisien, dengan pelaksana masing-
masing kegiatan yang terorganisir dan sesuai jadwal, serta penggunaan peralatan
yang tepat sesuai jenis, jumlah, dan waktu.
- Dengan demikian diharapkan akan tercapai penyelesaian pekerjaan sesuai batas
waktu yang sudah ditetapkan, dengan hasil yang optimal.

Program kerja merupakan gambaran menyeluruh dan komprehensif usulan dari


konsultan dalam melaksanakan pekerjaan yang akan ditangani sesuai dengan
Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang telah diberikan.
Dalam program kerja ini akan diuraikan urutan-urutan pekerjaan, konep
penanganan masalah, tanggung jawab dan personil yang terlibat, pengerahan sarana
maupun personil pendukung, schedule pelaksanaan pekerjaan, erta schedule
personil.

Dalam melaksanakan suatu pekerjaan, diperlukan suatu metode kerja dan rencana
kerja yang efisien dan sederhana, sehingga akan menghasilkan suatu produk kerja
yang baik. Oleh karena itu pada pekerjaan “Penyusunan DED dan ME
Pembangunan Mesjid Kawasan Kantor Gubernur”, CV. Karya Saoraja
Konsultan akan mengerahkan personil-personilnya yang sudah berpengalaman
dalam bidangnya masing-masing dan mempunyai kemampuan serta berdedikasi
tinggi. Secara garis besar akan kami uraikan hubungan dengan proyek dan instansi
terkait maupun dengan anggota tim.

1.9. STRUKTUR ORGANISASI PELAKSANAAN

Pelaksanaan Pekerjaan ini melibatkan beberapa tenaga professional, tenaga sub


professional, dan tenaga pendukung dengantugas dan tanggung jawab masing-
masing sesuai dengan bidang keahliannya. Untuk memperjelas alur agar
pelaksanaan pekerjaan berjalan sesuai KAK dan tidak terjadi salah koordinasi.
Disamping itu konsultan juga menyadari adanya mekanisme control terhadap
proses dan hasil dari pekerjaan konsultan.

Dibuatnya bagan organisasi untuk Pekerjaan “Penyusunan DED dan ME


Pembangunan Mesjid Kawasan kantor Gubernur”, dimaksudkan untuk semua
personil pelaksana. Di dalam bagan organisasi tersebut Team Leader membawahi
emua personil pelaksana, baik tenaga ahli maupun staf pendukung.

Pengorganisasian konsultan dalam pelasaksanaan pekerjaan didasarkan terhadap


tugas, tanggung jawab dan koordinasi masing-masing tenaga ahli dengan
Pengguna Jasa, Direksi Pekerjaan dan Instansi yang lain yang terkait dengan
Organisasi Kerja Konsultan, dimana dalam melaksanakan pekerjaan ini diharapkan
konsultan dapat melaksanakan pekerjaan secara optimal.
Bagan organisasi untuk pelaksanaan Pekerjaan ini dimaksudkan untuk mencapai
sasaran sebagai berikut :

- Menjamin kelancaran pelaksanaan pekerjaan ini seperti yang tertera pada ruang
lingkup pekerjaan sehingga dapat diselesaikan pada waktunya.
- Pelaksanaan pekerjaan dapat terkoodinir dengan baik sehingga penyelesain
pekerjaan dapat dilakukan secara sistematik dan efektif.
- Setiap kegiatan pekerjaan yang dilakukan oleh masing-masing tenaga ahli akan
saling berkesinambungan dan berada dibawah koordinasi Team Leader. Dengan
demikian pengeluaran biaya pelaksanaan pekerjaan atau lebih efektif dan dapat
mencapai sasaran aspek teknis yang dituju.

Adapun pihak-pihak yang saling terkait dan harus saling berkoordinasi berkaitan
dengan pekerjaan ini antara lain :

1. Pihak Pemilik / Pemrakarsa Kegiatan


Satuan Kerja : PPK Dinas PU dan Perumahan Rakyat Provinsi
Sulawesi Barat.
Tahun Anggaran : 2014

2. Pihak Penyedia Jasa / Konsultan


Dalam struktur konsultan biasanya terdiri dari Direktur Utama, Direktur, CV.
Karya Saoraja selalu mengadakan rapat mingguan dan bulanan agar jalur
koordinasi antar direktur dan karyawan selalu terjalin dengan baik.
3. Tenaga Ahli / Profesional Staf
Berkaitan dengan pekerjaan ini, pihak konsultan menyediakan Tenaga Ahli yang
sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja, antara lain :
Profesional Staff :
1. Team Leader
2. Ahli Struktur
3. Ahli Interior / Eksterior
4. Ahli Arsitektur
5. Ahli Elektrikal
6. Ahli Mekanikal
Supporting Staff :
1. Surveyor 3 orang
2. Draftman 2 orang
3. Estimator
4. Mekanikal
5. Elektrikal
6. Administrasi
Struktur organisasi konsultan yang akan melaksanakan pekerjaan ini
dipimpin oleh seorang Team Leader yang mempunyai tugas dan tanggung jawab
mengkoordinasi semua kegiatan pelaksanaan pekerjaan, dengan didukung oleh
beberapa tenaga ahli dan tenaga pendukung lainnya yang sesuai dengan
bidangnya masing-masing.
Untuk mendapatkan hasil yang baik maka diperlukan hubungan timbale balik
antara Team Leader dengan Direksi Pekerjaan. Apabila konsultan memerlukan
data-data dari instansi lain, maka konsultan harus member tahu Direksi terlebih
dahulu dengan harapan pihak member pkerjaan bias menghubungkan ke pihak
yang terkait / instansi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai