BAB E.
PENDEKATAN METODOLOGI DAN
PROGRAM KERJA
E.1 UMUM
Maksud dan Tujuan dari pekerjaan Rencana
Induk Pengembangan Air Bersih adalah
mendata dan memetakan Pengembangan Air Bersih
di Kabupaten Bekasi, serta untuk memperoleh
gambaran terhadap kebutuhan air baku, sarana dan
prasarana air bersih, kelembagaan, rencana
pembiayaan dan rencana perlindungan air baku
untuk jangka panjang.
Sasaran dari kegiatan ini adalah; (1) Identifikasi kebutuhan air bersih (2)
Identifikasi penyediaan air bersih eksisting (3) Identifikasi ketersediaan
air baku (4) Identifikasi permasalahan dan kebutuhan pengembangan
(5) Rencana pengembangan air bersih baik dengan sistem perpipaan E-1
ataupun non perpipaan (6) Kriteria dan Standar Pelayanan Air Bersih (7)
Pengembangan kelembagaan pengelola air bersih (8) Kerangka program
pengembangan air bersih (9) Rencana Pembiayaan dan Pola Investasi
Strategi perlindungan air baku untuk jangka panjang.
6) Evaluasi Studi
Usulan Penyusunan Studi / Rencana Pengembangan Air Bersih
Kabupaten Bekasi harus dievaluasi terhadap faktor-faktor ekonomi,
keuangan, sosial, lingkungan dan teknis.
7) Penyusunan rencana Induk Pengembangan Air Bersih
Penyusunan Penyusunan rencana induk pengembangan air
bersih, pengembangan kelembagaan pengelola air bersih,
kerangka program, Rencana pendanaan dan pola investasi untuk
pengembangan air bersih.
Menyusun kerangka pengembangan air bersih jangka pendek,
menengah, dan jangka panjang yang menjadi pedoman bagi
stakeholder dalam pengembangan air bersih secara
komprehensif.
Analisa tingkat partisipasi dan peran serta pihak-pihak yang
terkena dampak langsung dan tidak langsung dari
pengembangan air bersih, terutama masyarakat berdasarkan
pengaruh dan kepentingannya dalam pemenuhan kebutuhan air
bersih dengan mengoptimalkan pemanfaatan prasarana
struktural melalui diseminasi dan diskusi sehingga
memungkinkan masyarakat mendapatkan akan air bersih secara
optimal dan komprehensih.
Menyusun rekomendasi kebijakan dan rencana penanganan
masalah berdasarkan partisipasi dan peran serta masyarakat
dalam pemenuhan akan air bersih.
Tahapan pelaksanaan semua kegiatan tersebut di atas telah kami sajikan
dalam bentuk diagram alir yaitu Bagan Alir Pelaksanaan pekerjaan
“Rencana Induk Pengembangan Air Bersih” disajikan pada Gambar
E.21. E-3
E-4
E-5
Gambar 1.1 Rencana Induk Pengembangan Air Bersih.
E.3 METODOLOGI
Sesuai pemahaman konsultan terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK),
maka dalam melaksanakan pekerjaan ini perlu ditunjang oleh metodologi
pelaksanaan secara rinci dan sistematis guna memperoleh hasil
pekerjaan yang memenuhi sasaran sesuai dengan syarat-syarat yang
ditetapkan pihak Pengguna Jasa.
Berdasarkan pada permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai, maka
Pendekatan dalam penelitian ini bersifat:
Normatif: menguraikan suatu kondisi yang seharusnya menurut
pedoman ideal serta norma-norma tertentu. Acuan dari
Rawa
Sungai
E - 10
Muka Air
Tanah
Aliran Air
Tanah
Danau
Jika tidak ada data rekaman debit sungai yang ada di wilayah kajian,
maka untuk mengetahui besarnya potensi air permukaan (air sungai)
akan dilakukan dengan cara simulasi hujan-limpasan sehingga diperoleh
besar-nya debit sintetik.
Hasil penaksiran atau perkiraan debit limpasan (run off) tidak bisa meng-
gantikan dokumentasi data aliran sungai. Namun dalam hal dimana
sangat dibutuhkan tersedianya data tersebut, maka diperlukan adanya
penaksiran atau perkiraan.
Banyak metode untuk menaksir debit limpasan. Akurasi dari masing-
masing metode tersebut bergantung pada keseragaman dan keandalan
data yang tersedia. Salah satu metode tersebut adalah Metode Mock.
Metode Mock adalah suatu metode untuk memperkirakan keberadaan air
berdasarkan konsep water balance. Keberadaan air yang dimaksud di sini
adalah besarnya debit suatu daerah aliran sungai. Data yang digunakan
untuk memperkirakan debit ini berupa data klimatologi dan karakteristik
daerah aliran sungai.
Metode Mock dikembangkan oleh Dr. F. J. Mock berdasarkan atas daur
hidrologi. Metode Mock merupakan salah satu dari sekian banyak metode
yang menjelaskan hubungan rainfall-runoff. Metode Mock dikembangkan
untuk menghitung debit bulanan rata-rata. Data-data yang dibutuhkan
dalam perhitungan debit dengan Metode Mock ini adalah data klimatologi,
luas, dan penggunaan lahan dari catchment area.
Pada prinsipnya, Metode Mock memperhitungkan volume air yang masuk,
keluar, dan yang disimpan dalam tanah (soil storage). Volume air yang
masuk adalah hujan.
Air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi, dan yang dominan adalah
akibat evapotranspirasi. Perhitungan evapotranspirasi menggunakan
Metode Penmann. Sementara soil storage adalah volume air yang
E - 11
disimpan dalam pori-pori tanah, hingga kondisi tanah menjadi jenuh.
Secara keseluruhan perhitungan debit dengan Metode Mock ini mengacu
pada water balance, dimana volume air total yang ada di bumi adalah
tetap, hanya sirkulasi, dan distribusinya yang bervariasi.
Proses perhitungan yang dilakukan dalam Metode Mock dijelaskan dalam
Gambar E.3.
Perhitungan
Perhitungan
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi
Potensial (Metode
Potensial (Metode
Penman)
Penman)
Perhitungan
Perhitungan
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi
Aktual
Aktual
Perhitungan Water
Perhitungan Water
Surplus
Surplus
Perhitungan
Perhitungan
Base Flow
Base Flow
Direct Run Off
Direct Run Off
dan
dan
Strom Run Off
Strom Run Off
dimana :
P = presipitasi.
E - 12
Ea = evapotranspirasi.
Water balance merupakan siklus tertutup yang terjadi untuk suatu kurun
waktu pengamatan tahunan tertentu, dimana tidak terjadi perubahan
groundwater storage atau ΔGS = 0. Artinya awal penentuan groundwater
storage adalah berdasarkan bulan terakhir dalam tinjauan kurun waktu
tahunan tersebut. Sehingga persamaan water balance menjadi:
P = Ea + TRO
tertentu adalah:
Presipitasi
Evaporasi
Air Permukaan
Air Permukaan
Limpasan
Presipitasi
Uap Air Curah Hujan
Uap Air Curah Hujan
Perkolasi
Kelembaban
Kelembaban
Tanah dan Air
Tanah dan Air
Tanah
Tanah
Evaporasi
Presipitasi
E.3.7 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan faktor penting dalam memprediksi debit dari
data curah hujan dan klimatologi dengan Metode Mock. Alasannya adalah
karena evapotranspirasi ini memberikan nilai yang besar untuk terjadinya
debit dari suatu daerah pengaliran sungai. Evapotranspirasi diartikan
sebagai kehilangan air dari lahan dan permukaan air dari suatu daerah
pengaliran sungai akibat kombinasi proses evaporasi dan transpirasi.
Evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual diuraikan di
bawah ini.
a. Evapotranspirasi Potensial
Evapotranspirasi potensial adalah evapotranspirasi yang mungkin
terjadi pada kondisi air yang tersedia berlebihan. Faktor penting
yang mempengaruhi evapotranspirasi potensial adalah
tersedianya air yang cukup banyak. Jika jumlah air selalu
tersedia secara berlebihan dari yang diperlukan oleh tanaman
selama proses transpirasi, maka jumlah air yang ditranspirasikan
akan relatif lebih besar dibandingkan apabila tersedia-nya air di
bawah keperluan. Beberapa rumus empiris untuk menghitung
E - 14
evapotranspirasi potensial adalah: rumus empiris dari
Thornthwaite, Blaney-Criddle, Penman dan Turc-Langbein-
Wundt. Dari rumus-rumus empiris di atas, Metode Mock
menggunakan rumus empiris dari Penman. Rumus empiris
Penman memperhitungkan banyak data klimatologi yaitu
temperatur, radiasi matahari, kelembaban, dan kecepatan angin
sehingga hasilnya relatif lebih akurat. Perhitungan evaporasi
potensial Penman didasarkan pada keadaan bahwa agar terjadi
evaporasi diperlukan panas.
AH 0,27D
E
A 0,27
dimana :
H = energy budget,
= R 1 r 0.18 0.55S 0.56 0.092 e d 0.10 0.9S
Temperatur
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
(0C)
A
0.304 0.342 0.385 0.432 0.484 0.541 0.603 0.671 0.746 0.828 0.917 1.013
(mmHg/0F)
B
12.60 12.90 13.30 13.70 14.80 14.50 14.90 15.40 15.80 16.20 16.70 17.10
(mmH2O/hari)
ea
8.05 9.21 10.50 12.00 13.60 15.50 17.50 19.80 22.40 25.20 28.30 31.80 E - 15
(mmHg)
Tabel E.3. Nilai Radiasi Matahari Pada Permukaan Horizontal Luar Atmosfir
(mm/hari)
Bulan Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Tahun
50 LU 13.7 14.5 15.0 15.0 14.5 14.1 14.2 14.6 14.9 14.6 13.9 13.4 14.39
00 14.5 15.0 15.2 14.7 13.9 13.4 13.5 14.2 14.9 15.0 14.6 14.3 14.45
50 LS 15.2 15.4 15.2 14.3 13.2 12.5 12.7 13.6 14.7 15.2 15.2 15.1 14.33
100 LS 15.8 15.7 15.1 13.8 12.4 11.6 11.9 13.0 14.4 15.3 15.7 15.8 14.21
E - 16
A
R 1 r 0,18 0,55S B 0,5 - 0,092 e d 0,1 0,9S 0,27 0,35 e a e d k 0,01w
E
A 0,27
E
A 0,18 0,55S
R 1 r
AB
0,56 0,092
e
d
0,1 0,9S
0,27 x 0,35 e
a
e
d
k
A 0,27 A 0,27 A 0,27
jika:
A 0,18 0,55S
F f(T, S)
1 A 0,27
AB
0,56 0,092 e
F f(T, h) d
2 A 0,27
F f(T, h)
0,27 x 0,35 ea ed
3 A 0,27
maka:
dan jika:
E1 = F1 x R(1 - r)
E2 = F2 x (0,1 + 0,9S)
E3 = F3 x (k + 0,01w)
E = E 1 - E2 + E3
b. Evapotranspirasi Aktual E - 18
Jika dalam evapotranspirasi potensial air yang tersedia dari yang
diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi berlebihan,
maka dalam evapotranspirasi aktual ini jumlah air tidak berlebihan
atau terbatas. Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi
yang terjadi pada kondisi air yang tersedia terbatas.
Evapotranspirasi aktual dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar
yang tidak tertutupi tumbuhan hijau (exposed surface) pada musim
kemarau.
Besarnya exposed surface (m) untuk tiap daerah berbeda-beda.
F.J. Mock mengklasifikasikan menjadi tiga daerah dengan masing-
masing nilai exposed surface ditampilkan pada Tabel E.5.
Tabel E.5. Exposed Surface, m
2 10 – 40 % Daerah tererosi
Sehingga:
m
ΔE E 18 n .
P 20
perkolasi dan total run off yang merupakan komponen debit. Persamaan
water surplus (disingkat WS) adalah sebagai berikut:
WS = (P – Ea) + SS
Dengan memperhatikan Gambar 4.7, maka water surplus merupakan air
limpasan permukaan ditambah dengan air yang mengalami infiltrasi.
Tampungan kelembaban tanah (soil moisture storage, disingkat SMS)
terdiri dari kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity, disingkat
SMC), zona infiltrasi, limpasan permukaan tanah dan tampungan tanah
(soil storage, disingkat SS). Besarnya soil moisture capacity (SMC) tiap
daerah tergantung dari tipe tanaman penutup lahan (land covery) dan
tipe tanahnya, seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.7.
Dalam studi yang dilakukan Mock di daerah aliran sungai di Bogor,
ditetapkan besarnya kapasitas kelembaban tanah maksimum adalah 200
mm/bulan. Dalam Metode Mock, tampungan kelembaban tanah dihitung
sebagai berikut:
SMS = ISMS + (P – Ea)
dimana :
ISMS = initial soil moisture storage (tampungan kelembaban tanah
awal), merupakan soil moisture capacity (SMC) bulan
sebelumnya.
P–Ea = presipitasi yang telah mengalami evapotranspirasi.
Asumsi yang dipakai oleh Dr. F.J. Mock adalah air akan memenuhi SMC
terlebih dahulu sebelum water surplus tersedia untuk infiltrasi dan
perkolasi yang lebih dalam atau melimpas langsung (direct run off). Ada
dua keadaan untuk menentukan SMC, yaitu:
a. SMC = 200 mm/bulan, jika P – Ea < 0.
E - 20
Artinya soil moisture storage (tampungan tanah lembab) sudah
mencapai kapasitas maksimumnya atau terlampaui sehingga air
tidak disimpan dalam tanah lembab. Ini berarti soil storage (SS)
sama dengan nol dan besarnya water surplus sama dengan P -
Ea.
b. SMC = SMC bulan sebelumnya + (P – Ea), jika P – Ea < 0.
Untuk keadaan ini, tampungan tanah lembab (soil moisture
storage) belum mencapai kapasitas maksimum, sehingga ada air
yang disimpan dalam tanah lembab. Besarnya air yang disimpan
ini adalah P – Ea. Karena air berusaha untuk mengisi kapasitas
maksimumnya, maka untuk keadaan ini tidak ada water surplus
(WS = 0).
Selanjutnya WS ini akan mengalami infiltrasi dan melimpas di permukaan
EVAPOTRANSPIRASI
TAMPUNGAN KELEMBABAN
TANAH
Limpasan Permukaan
Zona Infiltrasi
Kapasitas Kelembaban
Tanah
Tabel E.6. Nilai Soil Moisture Capacity Untuk Berbagai Tipe Tanaman dan Tipe Tanah
Soil Moisture
Zone Akar
Tipe Tanaman Tipe Tanah Capacity
(dalam m)
(dalam mm)
Lempung 0.25 75
Soil Moisture
Zone Akar
Tipe Tanaman Tipe Tanah Capacity
(dalam m)
(dalam mm)
i bulan ke 1
Δ GS 0
Jika pada suatu bulan ΔGS bernilai negatif (terjadi karena GS bulan yang
ditinjau lebih kecil dari bulan sebelumnya), maka base flow akan lebih
besar dari nilai Infiltrasinya. Karena water balance merupakan siklus
tertutup dengan perioda tahunan tertentu (misalnya 1 tahun) maka
perubahan groundwater storage (ΔGS) selama 1 tahun adalah nol.
Dari persaman di atas maka dalam 1 tahun jumlah base flow akan sama
dengan jumlah infiltrasi. Selain base flow, komponen debit yang lain
adalah direct run off (limpasan langsung) atau surface run off (limpasan
permukaan). Limpasan permukaan berasal dari water surplus yang telah
mengalami infiltrasi. Jadi direct run off dihitung dengan persamaan:
DRO = WS - i
Setelah base flow dan direct run off komponen pembentuk debit yang
lain adalah storm run off, yaitu limpasan langsung ke sungai yang terjadi
selama hujan deras. Storm run off ini hanya beberapa persen saja dari
hujan. Storm run off hanya dimasukkan ke dalam total run off, bila
presipitasi kurang dari nilai maksimum soil moisture capacity. Menurut E - 24
Mock storm run off dipengaruhi oleh percentage factor, disimbolkan
dengan PF. Percentage factor adalah persen hujan yang menjadi
limpasan. Besarnya PF oleh Mock disarankan 5% - 10%, namun tidak
menutup kemungkinan untuk meningkat secara tidak beraturan hingga
mencapai 37,3%.
Dalam perhitungan debit ini, Mock menetapkan, bahwa:
a. Jika presipitasi (P) > maksimum soil moisture capacity, nilai
storm run off = 0.
b. Jika P < maksimum soil moisture capacity maka storm run off
adalah jumlah curah hujan dalam satu bulan yang
bersangkutan dikali percentage factor, atau:
SRO = P x PF
Dengan demikian maka total run off (TRO) yang merupakan komponen-
komponen pembentuk debit sungai (stream flow) adalah jumlah antara
base flow, direct run off dan storm run off, atau:
TRO = BF + DRO + SRO
Total run off ini dinyatakan dalam mm/bulan. Maka jika TRO ini dikalikan
dengan catchment area (luas daerah tangkapan air) dalam km 2 dengan
suatu angka konversi tertentu akan didapatkan besaran debit dalam
m3/det.
E.3.10 Parameter Mock
Secara umum, parameter-parameter yang akan dijelaskan ini
mempenga-ruhi besarnya evapotranspirasi, Infiltrasi, groundwater
storage dan storm run off.
a. Koefisien refleksi (r), yaitu perbandingan antara jumlah radiasi
matahari yang dipantulkan oleh suatu permukaan dengan jumlah
radiasi yang terjadi, yang dinyatakan dalam persen. Koefisien
refleksi ini berbeda-be-da untuk tiap permukaan bumi. Menurut
Mock, rata-rata permukaan bumi mempunyai harga koefisien
refleksi sebesar 40%. Mock telah meng-klasifikasikan tiap
permukaan bumi dengan nilai koefisien refleksinya masing-masing.
Koefisien refleksi untuk masing-masing permukaan bumi seperti
telah ditabelkan dalam Tabel 6.5.
b. Exposed surface (m), yaitu asumsi proporsi permukaan luar yang
tidak tertutupi tumbuhan hijau pada musim kering dan dinyatakan
dalam persen. Besarnya harga m ini, tergantung daerah yang
diamati. Mock mengklasifikasikan menjadi tiga bagian daerah, yaitu
hutan primer atau sekunder, daerah tererosi dan daerah ladang
pertanian. Besarnya harga exposed surface ini berkisar antara 0%
sampai 50% dan sama untuk tiap bulan. Harga m untuk ketiga
E - 25
klasifikasi daerah ini telah ditabelkan dalam Tabel 6.6 di atas.
c. Koefisien Infiltrasi (if), adalah koefisien yang didasarkan pada
kondisi po-rositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran.
Koefisien Infiltrasi mem-punyai nilai yang besar jika tanah bersifat
porous, sifat bulan kering dan kemiringan lahanya tidak terjal.
Karena dipengaruhi sifat bulan maka if ini bisa berbeda-beda untuk
tiap bulan. Harga minimum koefisien infiltrasi bisa dicapai karena
kondisi lahan yang terjal dan air tidak sempat mengalami infiltrasi.
d. Konstanta resesi aliran (K), yaitu proporsi dari air tanah bulan
lalu yang masih ada bulan sekarang. Pada bulan hujan Nilai K
cenderung lebih besar, ini berarti tiap bulan nilai K ini berbeda-beda.
Harga K suatu bulan relatif lebih besar jika bulan sebelumnya
merupakan bulan basah.
c. Titik Perhitungan
Besar ketersediaan air baku di sungai dihitung berdasarkan curah
hujan di DAS (hujan bulanan), luas DAS dan koefisien
pengaliran. Dengan demi-kian ketersediaan air baku adalah
besar debit di suatu titik pengeluaran (outlet) pada suatu waktu
tertentu. Debit yang dihitung adalah debit pada tiap outlet yang
dipilih:
Di titik yang merupakan lokasi pencatatan debit, yang berfungsi
sebagai kalibrasi perhitungan debit dengan model mock.
Di titik muara sungai, dimana dapat diketahui besarnya potensi
debit untuk keseluruhan luas DAS.
Outlet 2
Outlet 1
= debit (l/hari)
Kebutuhan air Total
= Kebutuhan air rumah tangga + fasilitas umum + kebocoran +
hidran
= debit (l/hari)
Kebutuhan air bersih
= Kebutuhan air Total / (60 x 60 x 24)
= debit (l/detik
E - 29
a. Evapotranspirasi
Besaran evapotranspirasi tergantung dari kondisi iklim (suhu
udara, kelembaban relatif, kecepatan angin, lama penyinaran
dan radiasi matahari) seperti terlihat pada perhitungan
berikutnya.
b. Kebutuhan air di sawah dipengaruhi oleh:
- Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (PWR)
Faktor penting yang menentukan kebutuhan air untuk
penyiapan lahan padi adalah :
Lamanya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan. Biasanya
tergantung dari kondisi sosial budaya masyarakatnya, untuk
pedoman diambil 45 hari, apabila digunakan mesin diperlukan
waktu 30 hari.
- Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Untuk tanah bertekstur berat, tanpa retak-retak kebutuhan
diambil 200 mm ditambah 50 mm setelah transplantasi.
Lahan dibiarkan bera jangka waktu lebih dari 2,5 bulan atau
lebih kebutuhan diambil 300 mm termasuk 50 mm untuk
penggenangan setelah transplantasi.
Untuk lahan bertekstur ringan dengan laju perkolasi tinggi
sebaiknya diambil lebih tinggi dari 250 mm.
Penyiapan lahan untuk tanaman ladang dianjurkan 50 - 100
mm, sedang untuk tanaman tebu 100 - 120 mm.
- Penggunaan konsumtif (ETc)
Penggunaan konsumtif digunakan persamaan sebagai
berikut : E - 32
ETc = kc x ETo
dimana:
Etc = evapotranspirasi tanaman, mm/hari
Kc = koefisien tanaman,
ETo = evapotranspirasi tanaman acuan
Penggunaan konsumtif tanaman ladang, diasumsikan harga -
harga berikut ini :
Evaporasi harian 5 mm
Kecepatan angin antara 0 - 5 m/dt
Kelembaban relatif minimum 70 %
dimana :
Q = besar aliran ( m3/dt )
A = luas penampang basah ( m2 )
R = jari –jari hidrolis, A/O ( m )
O = keliling basah ( m )
S = kemiringan muka air
n = koefisien kekasaran Manning
Metode IOH, sesuai dengan alur yang mempunyai kemiringan
tajam dan materi dasarnya berbatu-batu.
Q K .Sf 1 / 2
1/ 2
8
K A. g .R
1/ 2
.
f
dimana :
Q = besar aliran ( m3/dt )
K = konveyence
Sf = friction slope
R = jari –jari hidrolis, A/O ( m )
O = keliling basah ( m )
g = percepatan grafitasi
f = koefisien kekasaran Darcy -Weibach
c. Pengukuran aliran dengan alat pelampung
Apabila tidak memungkinkan diukur dengan alat ukur arus.
E - 38
d. Pengukuran aliran dengan cara volumetrik
Digunakan apabila tidak dapat dilakukan pengukuran dengan alat
ukur arus standar maupun alat ukur pigmy. Pengukuran dapat
dilakukan dengan dua keadaan, yaitu :
Apabila aliran sungai memusat dalam satu titik sehingga
seluruh aliran dapat dimasukkan dalam tempat ukur.
Pengukuran dilakukan dengan bantuan sekat ukur V-notch.
Apabila air sungai mengalir pada pelimpah atau bendung kecil
namun tidak terpusat maka pengukuran dilakukan dengan
cara sampel.
e. Sekat ukur
Cara ini dilakukan apabila pengukuran aliran tidak dapat
dilakukan, biasanya dilakukan untuk alur-alur sungai yang kecil,
dangkal dan arus lambat.Pengukuran aliran dengan metode ini
dilakukan dengan menggunakan sekat ukur (weir plate). Sekat
ukur yang cocok adalah V-notch 90 0 sekat ini dibuat dari besi.
Untuk mencegah kebocoran dipasang bahan kedap atau bahan
yang dapat menutup kebocoran yang terjadi yang diletakkan
disisi depan dan belakang. Papan ini ditempatkan pada lokasi
yang tidak terpengaruh oleh peristiwa pasang surut air akibat
back water. Persamaan untuk menghitung aliran di atas sekat
ukur berbentuk segitiga, bersisi tajam dan bersudut 90 0 adalah :
Q = C.h3/2
Dimana :
Q = besarnya aliran
h = tinggi statis
C = koefisien besarnya aliran, biasanya nilai C adalah
sebesar 2,47
E - 39
1 n Rx
r ri
x n 1 R
i
dimana :
r x = Curah hujan yang diisi.
E - 40
Rx = Curah hujan rata-rata setahun ditempat pengamatan
yang datanya harus dilengkapi.
Ri = Curah hujan rata-rata setahun di pos hujan
pembandingnya.
ri = Curah hujan dipos hujan pembandingnya.
n = Banyaknya pos hujan pembanding.
4. Hujan Rerata
Hujan rerata merupakan wilayah yang dihitung dari hujan titik dari
beberapa stasiun penakar hujan yang berpengaruh terhadap daerah
aliran sungai. Salah satu metode yang digunakan untuk menghitung
hujan wilayah/daerah adalah metode Thiesen. Cara diperoleh
dengan cara membuat poligon yang memotong tegak lurus pada
tengah-tengah garis hubung dua pos penakar hujan, persamaannya
adalah sebagai berikut :
A n
R i Ri
AVG 1 A
n2 ( Xi X )
Cs i 1
( n 1)(n 2) nS 3
i n 3
n 3 ( Xi X )
Ck i 1
( n 1)(n 2)(n 3) nS 4
E - 41
dimana :
S = Standar Deviasi
n = Banyaknya data
Xi = Data
i = Urutan data mulai dari yang terbesar
X = Hujan rata-rata
Cs = Koefisien Skew
Ck = Koefisien kurtosis
MULAI
Uji Konsistensi
Hujan titik
(Point Rainfall)
Analisa Statistik
(Cs dan Ck)
Hujan Rancangan
Uji Kesesuaian
Distribusi Frekwensi
Analisa
Evapotranspirasi
Distribusi
hujan jam-jaman
E - 42
Analisa
Analisa
Ketersediaan
Banjir Rencana
Debit
SELESAI/
ANALISA SELANJUTNYA/
TAHAP PERENCANAAN
MULAI
Cs =0
Pilih kertas proba-
Ck = 3 Ya Sebaran Normal
bilitas yang sesuai
?
Tidak
Cs(ln X) = 0
Sebaran Log Normal 2
Ck (ln Y) = 0 Ya
parameter
?
Tidak
Cs > 0
Hitung Sebaran
1,5Cs^2+3 = Ck Ya Sebaran Pearson III
Teoritik
?
Tidak
Cs(ln X) > 0
1,5(Cs Sebaran Log Pearson Plot Sebaran Teoritik
Ya
lnX)^2+3=Ck(lnX) III dan Empirik
?
Tidak
Keterangan :
Cs = Koefisien kemiringan Baca Curah Hujan
Ck = Koefisien kurtosis Rencana pada Ya Cocok ?
Seri x data yang asli (Xi .... Xn) Sebaran Teoritik
Seri y data seri logaritma (ln Xi .. ln Xn) Tidak
Mercury (Hg)
Saat ini potensi cemaran air raksa/mercury di SWS Kapuas dan
Pawan diduga sebagian besar dihasilkan oleh kegiatan industri
pertambangan (pertambangan rakyat/PETI), dalam jumlah yang
lebih kecil oleh industri plastik dan berasal obat-obatan pembasmi
hama dari kegiatan pertanian/perkebunan seperti, fungisida,
bakterisida dan lain-lain.
Arsen
Arsen sudah sejak lama sering digunakan sebagai bahan utama
dalam pembuatan racun tikus yang banyak digunakan di dalam
kegiatan pertanian.
Zat organik
Zat organik merupakan indikator umum bagi pencemaran. Apabila
zat organik yang dapat dioksidasi (BOD/COD) besar, maka ia
menunjukkan adanya pencemaran. Kondisi sebaliknya terjadi pada
oksigen terlarut (DO).
Ammonia
Ammonia banyak berasal dari kegiatan domestik dan pertanian.
Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan
pertumbuhan mikroorganisme dan mengganggu proses desinfeksi
dengan chlor.
Kesadahan
Kesadahan dapat menyebabkan pengendapan pada dinding pipa bila
air tersebut digunakan sebagai bahan baku air minum komunal
(PDAM). Kesadahan yang tinggi disebabkan sebagian besar oleh
Calcium, Magnesium, Strontium, dan Ferrum. Masalah yang dapat
timbul adalah sulitnya sabun membusa, sehingga masyarakat tidak E - 46
suka memanfaatkan sumber air tersebut.
Besi
Di alam didapat sebagai hematite. Di dalam air minum Fe
menimbulkan rasa, warna (kuning), kekeruhan pertumbuhan bakteri
besi dan pengendapan pada dinding pipa bila air tersebut digunakan
sebagai bahan baku air minum komunal (PDAM).
Cadmium
Kehadiran Cadmium di lokasi-lokasi pertanian/perkebunan diduga
berasal dari pestisida yang digunakan dalam jumlah yang besar
dalam kegiatan-kegiatan tersebut.
Timbal
Timbal atau plumbum (Pb) adalah metal kehitaman, yang banyak
digunakan dalam bahan bakar kendaraan dan industri. Dalam hal ini
terutama adalah kendaraan-kendaraan air dan industri-industri
kayu.
Chlorida
Chlorida adalah senyawa halogen chlor (Cl). Toksisitasnya
tergantung gugus senyawanya. Misalnya NaCl sangat tidak beracun,
tetapi karbonil chlorida sangat beracun. Kandungan NaCl saat ini
cukup tinggi hingga Sadap Penepat Sungai Kapuas, yang
menunjukkan telah terjadi intrusi air laut yang semakin jauh ke
hulu.
Nitrat, Nitrit
Nitrat, nitrit banyak dijumpai pada perairan yang melalui tata guna
lahan perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit yang
memiliki pabrik pengolahan CPO yang limbah organiknya dibuang ke
badan air (tidak menggunakan land application). Nitrat, nitrit
berasal dari dekomposisi organik kompleks menjadi organik yang
lebih sederhana.
Sulfat
Sulfat bersifat iritan bagi saluran gastro-intestinal, bila bercampur
dengan magnesium atau natrium. Jumlah MgSO4 yang tidak terlalu
besar sudah dapat menimbulkan diare. Sulfat pada boilers
menimbulkan endapan (hard scales), demikian pula pada heat
exchangers.
Seng
Potensi cemaran seng (Zn) di SWS Kapuas dan Pawan berasal dari E - 47
industri karet dan industri seng itu sendiri. Toxisitas Zn pada
hakekatnya rendah. Di dalam air minum Zn akan menimbulkan rasa
kesat, dan dapat menimbulkan gejala muntaber. Seng
menyebabkan air menjadi berwarna, dan bila dimasak akan timbul
endapan seperti pasir.
Detergen
Detergen ada yang bersifat cationic, anionic, maupun nonionic.
Kesemuanya membuat zat lipofilik mudah larut dan menyebar di
perairan.
Parameter mikrobiologis
Parameter mikrobiologis yang umum digunakan adalah koliform
tinja dan total koliform. Kedua macam parameter ini hanya
Dimana :
IP = Indek Planologi
V = Nilai Variabel (1-100)
N = Jumlah Variabel
(b) Analisa Kecenderungan Perkembangan Penggunaan Lahan
Perhitungan kecenderungan perkembangan pemanfaatan lahan lebih
diperhitungkan terhadap koefisien spesialisasi dari kegiatan yang
dilaksanakan secara keseluruhan, dengan rumusan matematik sebagai
berikut.
z
D = K Ai
Dimana :
D = Development Ratio
K = Konstanta
Ai = Tingkat Aksesibilitas
Z = Eksponen/Pangkat
Sedangkan untuk menghitung indeks pertumbuhan masing-masing
kegiatan pemanfaatan lahan dengan mengunakan rumus sebagai
berikut :
Gi = Di - Oi
Di Oi
Dimana :
Gi = Indeks Pertumbuhan.
Di = Development Ratio pada lokasi i
Oi = Indeks Ketersediaan Lahan pada lokasi I
E - 56
(c) Analisa Sosial Kependudukan
Analisa ini juga dimasukkan dalam bagian Sosial Ekonomi, Model
pekerjaansi penduduk, mobilitas penduduk. ekstrapolasi secara grafik
dapat digambarkan dalam bentuk persamaan matemaika :
P t+ = Pt + F ()
Dimana :
P t+ = Jumlah Penduduk pada tahun t + 0
Pt = Jumlah Penduduk pada tahun dasar t
= Selisih tahun dari tahun dasar t ke tahun dasar t +
0
Dimana:
Gi - j= Besaran pergeseran relatif
K = Konstanta grafikasi
Di = Dimensi aktivitas zone I
Dij = Jarak antara I - j
X = Konstanta Jarak
E - 57
E.3.27 Studi dan Evaluasi Bangunan Air Bersih Eksisting
Evaluasi yang akan dilakukan terhadap kondisi dan fungsi saluran dan
bangunan dilakukan dalam dua tahap yaitu:
Tahap Pertama melakukan evaluasi “tingkat pelayanan” yang
mencakup “indikator kapasitas kemampuan sistem bangunan,”.
Dalam evaluasi ini juga ditinjau perihal pemanfaatan.
Tahap Kedua melakukan evaluasi keadaan kerusakan bangunan
yang merupakan indikator pemeliharaan meliputi kondisi dan fungsi
dari morfologi sumber air, saluran dan bangunan dan bangunan
pelengkap.
Dalam melakukan evaluasi terhadap tingkat pelayanan kerusakan
bangunan juga akan dilakukan evaluasi terhadap sejarah saluran dan
bangunan dan permasalahan-permasalahan yang ada. Dalam sejarah
saluran dan bangunan akan diuraikan pemanfaatan saluran dan
bangunan yang ada.
Tahap I Kapasitas
Evaluasi Tingkat Kemampuan
Pelayanan Jaringan
Evaluasi
Gabungan
Evaluasi
Sosial
Jaringan sumber
Air Bersih
Tahap II
Evaluasi Kerusakan
Bangunan
Pemeliharaan
a
E - 59
(a) Evaluasi Tahap Pertama “Tingkat Pelayanan”
Evaluasi tingkat pelayanan dengan membuat grafik tingkat pelayanan
masing-masing sistem bangunan dimulai dari tahun pertama. Grafik
tingkat pelayanan saluran dan bangunan yang masih baru dimulai dari
saat saluran dan bangunan yang bersangkutan difungsikan,
sedangkan bagi saluran dan bangunan yang telah direhabilitasi
dimulai saat rehabilitasi saluran dan bangunan bersangkutan
dinyatakan selesai.
Indikator Kapasitas Kemampuan sistem bangunan Air
Bersih menunjukkan debit kemampuan saluran dan bangunan (Q)
untuk mengalirkan air bersih. Pada awal pengoperasian saluran
dan bangunan Q akan sama dengan debit desain (Qd). Karena
tujuan rehabilitasi saluran dan bangunan adalah untuk
E - 60
E - 63
E - 64
A. Aspek Sosial
Strategi dalam aspek sosial bertujuan meletakkan landasan kelembagaan
bagi berfungsinya penyelenggaraan pelayanan air bersih seoptimal
mungkin. Strategi dinyatakan dalam dua hal yakni peningkatan tingkat
pelayanan air bersih dan pengembangan kelembagaan sektor bersih.
Strategi pertama dilatar belakangi oleh keadaan bahwa tingkat akses
atau pelayanan air bersih baru mencapai 19 persen rumah tangga
(Susenas, 1999). Sebagian besar penduduk, atau sekitar 50 persen
masih mengandalkan air bersih dari sumur.
Dengan strategi ini diharapkan semakin banyak penduduk mengakses air
yang memenuhi syarat kesehatan dan memperoleh social benefit lain dari
konsumsi air bersih.
Strategi peningkatan tingkat pelayanan penduduk mempunyai dua
sasaran. Pertama, pelayanan hingga 80 persen penduduk wilayah kota
dan 60 persen penduduk kabupaten. Langkah operasional untuk
mencapai sasaran dapat mencakup program-program pembangunan
terintegrasi, misalnya pembangunan perkotaan atau pengentasan
kemiskinan maupun pembangunan sektoral, misalnya pengembangan
wilayah pemukiman dan wilayah industri. Sedangkan program
pembangunan sektoral, sekalipun lebih sering berorientasi jangka
pendek, nampaknya cukup efektif meningkatkan jumlah sambungan air
bersih.
Hal ini dapat dilihat dari berkembangnya wilayah-wilayah pemukiman
atau industri baru, dimana saluran air bersih menjadi salah satu insentif
yang ditawarkan oleh pengembang. Kedua, sasaran pemanfaatan air
bersih untuk kepentingan sosial secara selektif.
Strategi kedua dalam aspek sosial adalah pengembangan kelembagaan
sektor air bersih. Strategi ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa
kelembagaan sektor air bersih, terkait dengan Pengelola Air maupun E - 65
eksternal dengan pihak lain, belum berjalan optimal menyelenggarakan
pelayanan air bersih. Hal tersebut secara tidak langsung menempatkan
sektor air bersih berjalan sendiri (status quo) dalam pembangunan sektor
air bersih. Implikasinya, upaya-upaya menemukan struktur kelembagaan
baru yang diyakini lebih efektif dan efisien tidak dapat direalisasi, dan
senantiasa dapat melahirkan kebocoran (externality) yang merugikan
salah satu pihak. Dengan strategi ini semua pihak (stakeholder)
diharapkan dapat melihat secara obyektif faktor atau variabel yang
mempengaruhi tingkat akses air bersih dan menemukan rumusan
lembaga pengelolaan sektor air bersih yang lebih efisien dan sustainable.
Strategi pengembangan kelembagaan sektor air bersih mempunyai tiga
sasaran.
sistem monitoring dini kualitas air. Hal ini relevan karena relatif sering
menghadapi penurunan kualitas air bersih yang tidak terduga pada
musim kemarau. Di sisi lain, perbaikan teknologi pengolahan perlu
diupayakan terus menerus selain alasan efisiensi.
Strategi kedua dalam aspek lingkungan adalah peningkatan daya dukung
lingkungan sumberdaya air. Strategi ini sekalipun tidak di bawah
wewenang sektor air bersih namun menjadi relevan dikemukakan karena
alasan keterkaitan ekologis dan dampak-dampaknya. Sumberdaya air
adalah bagian dari sumberdaya alam dan lingkungan yang harus
dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya agar dapat mengalirkan manfaat
sebagai air baku secara optimal dan berkelanjutan. Sejauh ini yang
terkait dalam arti luas dengan pengelolaan air baku meliputi sektor-
sektor kehutanan, pertambangan atau geologi, pekerjaan umum dan
pemerintah daerah. Sektor kehutanan berwenang dalam perlindungan
wilayah hutan serta sumberdaya tanah dan air di dalamnya, Direktorat
Geologi memiliki otoritas dalam eksplorasi air bawah tanah, dan
departemen PU berwenang mengelola air permukaan. Sementara itu,
pengelolaan air permukaan di wilayah DAS Terkait. Sedangkan
pemerintah daerah bergerak menjalankan kebijakan sektoral dan
menerima umpan balik hasil pengelolaan air. Gambaran tersebut
memperlihatkan bahwa mekanisme pengelolaan air baku relatif rumit dan
berpeluang menimbulkan pelanggaran dalam alokasinya. Dengan melihat
keadaan obyektif tersebut, strategi peningkatan daya dukung lingkungan
sumberdaya air diharapkan dapat terkoordinasi sekaligus terfokus untuk
menghasilkan keluaran air baku bagi kepentingan air bersih tanpa
dikendalai penurunan daya dukung lingkungan.
Strategi peningkatan daya dukung lingkungan memiliki dua sasaran.
Pertama, perbaikan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan
sumberdaya air. Langkah operasional terpenting adalah menganalisis
potensi dan panenan aktual air baku pada masing-masing wilayah. E - 69
Sehingga dapat menggunakan hasil-hasil analisis yang terkait dengan
neraca air dari berbagai sumber atau berinisiatif untuk hal tersebut.
Upaya selanjutnya adalah mengkoordinasikan seluruh stakeholder dalam
wadah seperti diuraikan dalam strategi aspek sosial, untuk merumuskan
plihan-pilihan perlindungan sumberdaya hutan, tanah dan air atau
ekosistem yang terkait. Langkah lainnya adalah pendekatan material
balance dengan menerapkan instrumen baku mutu lingkungan
sumberdaya air. Kedua, mengendalikan alokasi air baku. Alokasi air baku
yang tidak terukur dilakukan oleh rumah tangga dan jasa atau industri
dalam bentuk air sumur, mata air, sumur dalam, atau air permukaan.
Langkah operasional untuk sasaran ini adalah melakukan pembinaan dan
penyuluhan lingkungan kepada masyarakat. Langkah berikutnya adalah
Sumber: Small Comm. Water Supplies, IRC Technical Paper Series, 2002)
Gambar 1.1 Perencanaan yang konfrenhensif.
E - 83
Mulai
Pekerjaan Persiapan
Persiapan Administrasi, Personil
dan Peralatan
Mobilisasi Personil dan Peralatan
Pengumpulan Data Awal dan Desk
Study
Ya Tidak
Diskusi/Present
Diskusi/Present
asi
asi
Ya
Bulan ke-1 Final Laporan Pendahuluan
Bulan ke-1 Final Laporan Pendahuluan
Ya
2 1
2 1
Bulan ke-3
Bulan ke-3 Perumusan dan Penyusunan Rencana
Pengembangan Air Bersih
Perumusan Kebijakan Terkait dgn Sistem SDA
Pengembangan Kelembagaan Pengelola air bersih
Perumusan Usulan Kegiatan Prioritas
Perumusan Kerangka Program
Pembuatan Peta-Peta Infomasi
Tidak Diskusi
Diskusi
Akhir
Akhir
Ya
Asisten Tidak
Asisten
si
si
Ya
Laporan Akhir
Laporan Akhir
Album Peta
Album Peta E - 85
Bulan ke-4
Bulan ke-4
Keterangan :
Asistensi/Diskusi/Presentasi/PKM
E.9 KELUARAN
Keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan pekerjaan ini adalah
1. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Air Bersih selain sebagai
informasi/data mengenai kondisi jaringan air bersih di Kabupaten
Bekasi beserta dengan kelengkapannya.
2. Media untuk dokumentasi pada proyek ini dibuat dalam format
softcopy dan hordcopy. Format yang digunakan dalam dokumentasi
dalam bentuk softcopy adalah menggunakan standar format
Windows Office, Auto Cod, PDF, JPG, SIG Dokumen yang diserahkan
tersebut harus merupakan versi final dari analisa yang telah
dikembangkan/direncanakan melalui tahapan kegiatan.
E.10 LAPORAN
Laporan-laporan harus disusun dalam bahasa Indonesia yang baik dan
benar serta harus memuat/ menguraikan hal-hal sebagai berikut :
(a) Rencana Mutu Kontrak (RMK)
RMK berisi uraian prosedur pelaksanaan pekerjaan yang
penyusunannya mengacu pada standar pembuatan RMK dari
Direktur Jenderal Sumber Daya Air serta harus dikonsultasikan
dan disetujui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). RMK harus
diserahkan selambat-lambatnya 2 minggu setelah tanggal
penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK).
(b) Laporan Pendahuluan
Laporan pendahuluan sekurang-kurangnya berisi :
Persepsi terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK);
Rencana penugasan tenaga ahli;
Rencana pelaksanaan pengumpulan data clan pekerjaan E - 86
lainnya yang berkaitan pekerjaan yang dilakukan;
Menyampaikan metoda pengumpulan data, metoda analisis
data, dan penyusunan laporan ;
Dalam hal metoda pengumpulan data, penyedia jasa
diwajibkan untuk dapat menyampaikan usulan model
pengumpulan data sesuai dengan analisis data yang
digunakan, seperti model kuesioner, wawancara maupun
model lainnya sesuai dengan kaidah akademis.
Pada metoda analisis data, penyedia jasa harus dapat
menyampaikan penggunaan metoda yang digunakan dalam
menyelesaikan pekerjaan ini yang dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis dengan
E - 88
E - 89
E - 90