Anda di halaman 1dari 61

PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,

NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)


SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

BAB 5
PENDEKATAN, METODE KERJA, APRESIASI INOVASI DAN
PROGRAM KERJA

Pada bagian ini akan disampaikan mengenai cara atau langkah-langkah dari
pihak pengguna jasa dalam melaksanakan pekerjaan penyusunan Dokumen Materi
Teknis Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Masjid Pathok Negoro. Penyusunan
Dokumen Materi Teknis Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Masjid Pathok
Negoro mulai dari pendekatan yang akan digunakan, metode-metode yang akan
dipakai dalam mencapai target termasuk di dalamnya kerangka alur pikir
perencanaan, apresiasi inovasi yang di dalamnya terdapat berbagai macam
terobosan-terobosan yang nantinya dapat diaplikasikan ke dalam pelaksanaan
pekerjaan dan terakhir adalah rincian program kerja yang akan dilaksanakan secara
detail dan komprehensif.

5.1. PENDEKATAN PERENCANAAN

5.1.1. Pelestarian Cagar Budaya

Sebagaimana unsur kebudayaan yang lain maka di dalam upaya pelestarian


dan pengembangan sumber daya peninggalan sejarah dan purbakala diperlukan
pendekatan pelestarian yang dinamis, meliputi perlindungan, pengembangan, dan
pemanfaatan.

Perlindungan. Kegiatan perlindungan menunjuk pada suatu orientasi bahwa


peningggalan sejarah dan purbakala sebagai warisan suatu budaya karya manusia
harus mendapatkan perlindungan selayaknya, baik berupa tindakan preservasi
(pencegahan dan proses penuaan) maupun tindakan konservasi (perawatan dan
proses kerusakan).
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Pengembangan. Pengembangan sumber daya peninggalan sejarah dan


purbakala dimaksudkan untuk suatu tindakan pembinaan baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Secara kualitatif pembinaan dilakukan dengan tujuan
meningkatkan kualitas fisik pengelolaan sumber daya peninggalan sejarah dan
purbakala agar dapat ditampilkan sebagai media edukasi/ pembelajaran maupun
pemahaman budaya. Sedangkan secara kuantitatif pembinaan sumber daya
peninggalan sejarah dan purbakala diarahkan untuk menambah kesiapan aset
peninggalan sejarah dan purbakala yang dapat diakses dan dikunjungi masyarakat/
wisatawan untuk kegiatan rekreasi, edukasi maupun penelitian.

Pemanfaatan sumber daya peninggalan sejarah dan purbakala dipandang


sebagai tindakan pengelolaan, artinya sumber daya peninggalan sejarah dan
purbakala didudukkan pada posisi sebagai aset sekaligus modal (cultural capital)
yang dapat dimanfaatkan bagi berbagai kepentingan, antara lain : agama, sosial,
pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan atau kebudayaan itu sendiri.

Pemanfaatan. Di dalam perencanaan dan pengembangan sumber daya


peninggalan sejarah dan purbakala patut dipertimbangkan berbagai hambatan dan
tantangan, terutama lingkungan politik, ekonomi, sosial, pendidikan, hukum dan
keamanan, agama dan ekologi. Faktor lingkungan itulah yang dapat mempengaruhi
secara signifikan kondisi sumber daya peninggalan sejarah dan purbakala. Kondisi
saat ini (existing condition) dan adaptasi ketepatan dan kelayakan perencanaan
sangat diperlukan dalam rangka pengembangan di masa datang. Kondisi kebudayaan
manusia dan aset-aset peninggalan sejarah dan purbakala khususnya telah mendapat
tekanan yang luar biasa baik secara struktural maupun sebagai dampak perubahan
kebudayaan.

A. Keserasian Tata Ruang dan Kelestarian Ekologi

Penataan ruang Kawasan Cagar Budaya di Provinsi DIY dengan pola


pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan sangat diperlukan
oleh generasi masa kini dan masa mendatang. Untuk itu pengembangan dan
pengelolaan lingkungan Kawasan Cagar Budaya harus dilakukan secara terencana,
rasional, bertanggung jawab sesuai dengan kemampuan daya dukungnya dengan
mengutamakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta memperhalikan
kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan Kawasan Cagar Budaya bagi
pembangunan yang berkelanjutan.

Berkaitan dengan penataan ruang, di wilayah Kawasan Cagar Budaya perlu


dilakukan pengembangan tata ruang dalam suatu kesatuan tata lingkungan yang
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan daya dukung lingkungan


hidup, Pola Arsitektur dan Tata Lingkungan Kawasan Cagar Budaya. Pemanfaatan
ruang berasaskan pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu,
berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang serta berkelanjutan dan
berasaskan keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.

Dalam konteks ini kriteria yang harus disepakati yaitu “pembagian zonasi
(ruang) wilayah kerja“ untuk menetapkan batasan tanggung jawab masing-masing
sektor dan menghindari terjadinya tumpang tindih kepentingan, tugas dan
wewenang. Pembagian zonasi mengacu pada dua aspek yaitu:

1. Kesesuaian Lahan

Aktivitas yang akan ditempatkan pada suatu ruang di Kawasan Cagar


Budaya (KCB), harus memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan
(demand) dengan kemampuan lingkungan menyediakan sumberdaya
(supply). Selanjutnya ketersediaan sumberdaya merupakan daya dukung
(carryng capacity) kawasan untuk menopang seluruh aktivitas yang
dialokasikan. Dengan mengacu kepada keseimbangan antara demand dan
supply, maka akan dicapai suatu optimasi pemanfaatan ruang antara
kepentingan masa kini, masa datang serta menghindari terjadinya konflik
pemanfaatan ruang. Kesesuaian lahan tidak saja mengacu kepada kriteria
biofisik semata, tetapi juga meliputi kesesuaiaan secara sosial ekonomi.

2. Keterkaitan Kawasan
Interaksi antar aktivitas pada suatu kawasan dengan kawasan lainnya akan
tercipta dan memungkinkan terjadinya perkembangan yang optimal antar
unit-unit kawasan maupun dengan kawasan sekitarnya. Untuk itu
penyusunan pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya dibuat sedemikian rupa,
sehingga kegiatan-kegiatan antar kawasan dapat saling menunjang dan
memiliki keterkaitan dengan kawasan yang berbatasan.

B. Cultural Heritage Resource Management

1. Pengertian Tinggalan Sejarah dan Budaya

Hingga saat ini yang dimaksudkan dengan kata 'heritage' masih banyak
diperdebatkan. Bowes (1989) mencoba untuk mendefinisikan heritage
dalam konteks regional yaitu bahwa sebuah tinggalan budaya (heritage)
tidak saja berupa situs peninggalan sejarah tetapi juga dapat meliputi suatu
kawasan dan elemen-elemen kawasan di dalamnya. Swarbrooke (1995)
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

menjelaskan bahwa tinggalan budaya tediri atas elemen-elemen yang


bersifat fisik (tangible) dan non fisik (intangible) yaitu:

a. Bangunan sejarah dan monumen;

b. Situs penting yang terkait dengan peristiwa masa lalu;

c. Lansekap tradisional yang mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal;

d. Bahasa, pustaka, musik, dan seni;

e. Peristiwa/event tradisional serta adat-istiadat;

f. Gaya hidup tradisional seperti makanan, minuman, dan aktivitas


lainnya.

Di dalam Cultural Resource Mangement (CRM) mencakup pengenalan


diskripsi, perawatan, pengamanan dan keseluruhan manajemen dari
sumber daya budaya. Tujuan dari Cultural Resource Mangement adalah
untuk menjamin integritas dan keaslian kebudayaan. Untuk generasi
sekarang dan mendatang melalui konservasi dan pemanfaatan sumber daya
budaya secara berkelanjutan.

Penggunaan Cultural Resource Mangement (CRM) secara lebih khusus daper


berubah ubah tergantung studi kasus yang dihadapi bergantung pada
keadaan dan kebijakan lokal. Contoh yang digunakan berdasarkan UNESCO
World heritage site sebagai 1972 convention Concerning the protection of the
world cultural and natural heritage. Yang menetapkan sejumlah standar-
standar dokumentasi dasar yang dapat diterapakan pada sebagian besar
peninggalan budaya diseluruh dunia. Standar peninggalan budaya dunia
mengharuskan bahwa seluruh monumen, kelompok bangunan atau situs
dengan zona penyangganya harus ditetapkan dengan jelas. Mereka juga
mengharuskan bahwa nilai dan kualitas kepentingan situs budaya dari
peninggalan kekayaan budaya harus ditetapkan dengan jelas dengan
perencanaan sistem manajemen. Untuk itu harus menujukkan secara
eksplisit pokok-pokok persoalan dari konservasi dan preservasi. Apa yang
menjadi pedoman kebijakan manajemen dan strategi strategi untuk
perlindungan dan preservasi. Untuk membantu Cultural Resource
Manajemen (CRM), sudah banyak program perencanaan dan manajemen
yang bisa digunakan. GIS (Geographic Information System) adalah salah
satunya. Untuk kepentingan manajemn daya dukung pada situs situs
budaya dapat diturunkan menjadi beberapa variable ukuran. Antara lain :
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

 Kerusakan fisik dan elemen-elemen penting di dalam site;

 Budaya, ekonomi dan keseimbangan keadaan komunitas lokal;

 Tingkat pendidikan dan kepuasan wisatawan yang datang.


2. Perencanaan dan Pengelolaan Heritage

Dalam perkembangannya tinggalan budaya telah menjadi suatu fenomena


tersendiri. Sebagai peninggalan budaya manusia masa lampau, tinggalan
budaya menarik minat banyak pihak baik dari segi keunikannya,
kelangkaannya, nilai-nilai yang ada di dalamnya, maupun daya tarik lainnya.
Demikian pula halnya di dalam industri pariwisata, tinggalan budaya
menjadi salah objek yang selalu menarik minat pengunjung. Tingkat daya
tarik tinggalan budaya itu sendiri sangat bergantung pada bagaimana
tinggalan budaya tersebut dikelola sedemikian rupa, sehingga menjadi
suatu objek yang mampu menunjukkan nilai-nilai yang tinggi yang ada di
dalamnya.

Pengelolaan sebuah aset tinggalan budaya harus memperhatikan empat


aspek penting, yaitu yang signifikan secara :

a. ekonomis;

b. sosial;

c. politis, dan
d. ilmiah (Hall and McArthur, 1993).

Melengkapi empat komponen tersebut Reime and Hawkins (1979)


menambahkan dua aspek penting lainnya, yaitu

a. layak secara fisik, dan

b. layak dipasarkan (marketable) (Timothy and Boyd, 2003). Di samping


itu, suatu peninggalan budaya juga mampu memberikan citra tersendiri
bagi lingkungannya.

Di dalam pernyataan tersebut, Prentice ingin menegaskan bahwa suatu aset


peninggalan budaya tidak saja menjadi wujud budaya masa lampau, tetapi
juga merupakan suatu daya tarik yang terus hidup, menyatu dengan
lingkungan di sekitarnya. Suatu perencanan dan pengelolaan aset tinggalan
budaya juga harus memperhalikan sejumlah hal, antara lain:

a. Adanya suatu kebijakan dasar bagi perencanaan dan manajemen;


PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

b. Suatu pendekatan dalam menjaga keseimbangan antara tindakan


konservasi dan pemanfaatannya;

c. Aplikasi konsep yang relevan dalam proses perencanaan, teknik, dan


prinsip-prinsip pengembangan;

d. Pengorganisasian pengunjung (visitor management), dan

e. Kelangsungan manajemen dan pengelolaan terhadap sumberdaya


tersebut (Inskeep, 1991; Timothy and Boyd, 2003.).

Lima hal mendasar dalam perencanaan dan pengelolaan aset tinggalan


budaya tersebut merupakan pendekatan perencanaan yang mengacu pada
prinsip dasar pengelolaan sumberdaya budaya secara berkelanjutan
(sustainable cultural resources management).

Secara umum, terkait dengan beberapa definisi di atas mengenai


pengelolaan aset tinggalan budaya, Larkham (1995) menjelaskan bahwa
ada hal penting yang juga perlu diperhatikan yaitu :

a. Preservasi: tindakan untuk mencegah benda budaya berubah dari


aslinya akibat berbagai hal yang dapat membahayakan atau mengancam
keselamatan benda tersebut.

b. Konservasi: tindakan untuk merawat sebuah benda budaya sehingga


tetap seperti aslinya dan terhindar dari kerusakan-kerusakan.

c. Eksploitasi: suatu kegiatan untuk menggali dan kemudian


memanfaatkan nilai-nilai suatu benda tinggalan budaya khususnya bagi
kegiatan pendidikan, pariwisata, dan rekreasi.

5.1.2. Peraturan Zonasi

Peraturan zonasi merupakan kebijakan yang baru dalam pengendalian


pemanfaatan ruang dan pengertian pengendalian pemanfaatan ruang itu sendiri
merupakan upaya mengarahkan implementasi suatu rencana tata ruang sesuai
dengan rencananya.

Di kawasan perencanaan telah terjadi suatu kondisi perkembangan fisik yang


dinamis dimana suatu implementasi pembangunan didasarkan tata ruang yang lama
atau suatu implementasi yang kurang terkendali. Kondisi tersebut dikarenakan oleh
tidak jelasnya prosedur pengendalian pemanfaatan ruang sehingga upaya
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

pengendalian pemanfaatan ruang kurang efektif atau rencana tata ruang yang kurang
dapat mewadahi dinamika masyarakat.

UU Nomor 26 Th 2007 Tentang Penataan Ruang telah memberikan dasar-


dasar untuk melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang secara efektif dengan
memperjelas mekanisme serta prosedurnya. Dalam kerangka menyusun peraturan
zonasi di Kawasan Budaya Kotagede dan sekitarnya, maka suatu pola pemikiran
untuk menyelesaikan permasalahan penyusunan peraturan zonasi adalah bahwa
peraturan zonasi yang akan tersusun nantinya harus mampu mentransformasikan
suatu kondisi ruang kawasan seperti yang ada saat ini menuju kondisi ruang kawasan
seperti yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah.

Kerangka pemikiran tersebut mengandung makna bahwa dengan adanya


peraturan zonasi untuk sebuah kawasan, harus mampu menjadi dasar pengendalian
yang efektif yang selanjutnya akan mengurangi penyimpangan dalam pemanfaatan
ruang. Secara diagramatis pola pemikiran tersebut di atas dapat digambarkan seperti
diagram di bawah ini :
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO
RENCANA TATA RENCANA TATA PERATURAN
RUANG RUANG YANG ZONASI
BARU
(YG LAMA) Sebagai perangkat
(sesuai dengan pengendalian
UUPR No. 26 Th pembangunan
2007)

KONDISI DAN
KEADAAN SAAT
INI

IMPLEMENTASI
PEMBANGUNAN
SESUAI DENGAN
RENCANA TATA
proses transformasi dari kondisi RUANG
lama menuju ke kondisi yang
direncanakan sesuai dengan tata
ruang

Gambar 5.1. Diagram Penyusunan Zonasi

5.1.3. Proses Penyusunan Peraturan Zonasi

Pendekatan yang dilakukan dalam proses penyusunan peraturan zonasi ini


melalui dua pendekatan yaitu pendekatan induksi pendekatan deduksi.

A. Pendekatan Deduksi

Penyusunan Peraturan Zonasi berdasarkan pendekatan deduksi dilakukan


dengan mempertimbangkan teori, kasus dan preseden peraturan zonasi yang telah
digunakan kota-kota di luar negeri maupun dalam negeri. Peraturan Zonasi dengan
pendekatan ini relatif cepat dihasilkan, tetapi hasilnya tidak selalu sesuai dengan
kebutuhan pengendalian di suatu daerah karena adanya perbedaan karakteristik dan
kebutuhan pengendalian daerah tersebut dengan kondisi dan persoalan pada daerah
rujukan. Dengan demikian, hasil dari pendekatan ini masih perlu disesuaikan dengan
karakteristik dan kebutuhan daerah. Cakupan pendekatan ini meliputi:
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

1. Kajian literatur mengenai Peraturan Zonasi meliputi pengertian, filosofi


dasar, substansi/materi, kelemahan maupun kelebihan serta beberapa studi
kasus yang terjadi;

2. Kajian literatur mengenai tata guna lahan dan hirarkinya, kegiatan,


pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang, eksterior bangunan,
bangun-bangunan dan prasarana;

3. Kajian mengenai kelembagaan, kewenangan, proses dan prosedur


pembangunan (termasuk perijinan), secara konseptual maupun empiris;

4. Standar, Ketentuan Teknis, Panduan, dan Peraturan Perundangan yang


berlaku.

B. Pendekatan Induksi

Penyusunan Peraturan Zonasi dengan pendekatan induksi didasarkan pada


kajian yang menyeluruh, rinci dan sistematik terhadap karakterisitik penggunaan
lahan dan persoalan pengendalian pemanfaatan ruang yang dihadapi suatu daerah.
Untuk mendapatkan hasil yang lengkap dan akurat, pendekatan ini memerlukan
waktu, tenaga, dan biaya yang sangat besar. Cakupan pendekatan ini meliputi:

1. Kajian penggunaan lahan yang ada pada daerah yang bersangkutan;

2. Penyusunan klasifikasi dan pengkodean zonasi, serta daftar jenis dan


hirarki pengunaan lahan yang ada di daerah (dapat merujuk pada pedoman
yang ditetapkan oleh Departemen PU dengan penyesuaian seperlunya);
3. Penyusunan aturan untuk masing-masing blok peruntukan;

4. Kajian standar teknis dan administratif yang dapat dimanfaatkan dari


peraturan-perundangan nasional maupun daerah;

5. Penetapan standar teknis dan administratif yang akan diterapkan untuk


daerah yang bersangkutan.

Pendekatan yang akan diterapkan adalah kombinasi deduksi dan induksi.


Pendekatan ini memanfaatkan hasil kajian dengan pendekatan deduksi yang
dikoreksi dan divalidasi dengan kondisi dan persoalan empirik yang ada di daerah
yang disusun Peraturan Zonasinya.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

TEKNIK DALAM
PERATURAN ZONASI
P
e
r
f
o
r
m
a
n Standar yang relevan
RENCANA c dengan perencanaan
e
dan pembangunan
z STANDAR kota
o
n
i (e.g. kesehatan,
n
RTRWN g keselamatan,
S keamanan, etc)
p
e
c
i
RTRWP a
l
z
o
RTRWK n
i
n
g
B
PERATURAN o
n PERIJINAN
ZONASI DAN u
s
RDTRK
RDTRK VARIANNYA z
o
n
i
n
RTRK/ RTBL g
T
D
R
PANDUAN
N PEMBANGUNAN
e
g
o
t
i
S o
p n
e UU, PP,ed
c Perda
i D
a e
v
l ’
t
S .
F
i l
t o KETERANGAN :
e o
d
C
Perangkat
P
o l
n a
i
t n
r Teknik
o Z
l o
n
Gambar 5.2. Diagram Proses
. Penyusunan
i Peraturan Zonasi
S n
i g
C
t o
e n
d
P i
t
l i
a o
n n
a
l
C
o U
n s
e
t s
r
o N
o
l n
s -
. c
o
i o
l r
m
d i
i n
n g

PENYUSUNAN
U
s MATERI TEKNIS,
g
,
e
NASKAH AKADEMIK (NA),
H PERATURAN
S
s ZONASI (PZ)
o p
SATUAN RUANG STRATEGIS
u
s
MASJID
o
t PATHOK NEGORO
i Z
n o
5.1.4. Metode Perumusan Peraturan
g Zonasi n
i
n
a g
Materi Peraturan Zonasi berdasarkan
n Peraturan
F
l
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20
d o
tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail
a Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan
S t
i
Zonasi, dibedakan menjadi materi wajib dananmateri pilihan,
n dengan klasifikasi sebagai berikut:
g
i
MATERI WAJIB t
a
MATERI
Z
o PILIHAN
n
r i
1. Ketentuan kegiatan dan penggunaan
y lahan a.
n
g
Ketentuan tambahan
C E
x
2. Ketentuan intensitas pemanfaatanoruang b.
c Ketentuan khusus
d l
e u
s
3. Ketentuan tata bangunan s c.
i Standar teknis
. o
D n
4. Ketentuan prasarana dan sarana minimal
e d.
a
a Ketentuan pengaturan zonasi
s r
i y
5. Ketentuan pelaksanaan g Z
n o
n
Berikut adalah tahapan-tahapan a dalam penyusunan
i peraturan zonasi menurut
n
n g
Permen PU No. 20 tahun 2011 tentang d pedoman
C penyusunan Rencana Detail Tata
o
Ruang dan Peraturan Zonasi : H n
t
i r
s a
1. Tahap Penyusunan Klasifikasi Zonasi
t c
t
o
r Z
Klasifikasi zonasi adalah jenis dan
i hierarkhion zona yang disusun berdasarkan
c i
kajian teoritis, kajian perbandingan maupun kajian
n empirik untuk digunakan di
P g
G
daerah yang disusun peraturan r
e
zonasinya. r Klasifikasi zonasi merupakan
o
generalisasi dari kegiatan atau penggunaan
s
e
wlahan yang mempunyai karakter
t
r h
dan/atau dampak yang sejenis atau v yang relatif
C sama.
a o
n
Tujuan penyusunan klasifikasi zonasi
t
i adalah : t
r
o o
l
b. Menetapkan zonasi yang akan dikembangkan
n
. E pada suatu wilayah perkotaan;
t
D c
c. Menyusun hierarkhi zonasi berdasarkan
l
l
tingkat
.
gangguannya.
.
Dasar pertimbangan penyusunan klasifikasi zonasi disusun sesuai dengan
kondisi daerah dan rencana pengembangannya dengan pertimbangan sebagai
berikut :

a. Merujuk pada klasifikasi dan kriteria zonasi yang ada pada Lampiran I konsep
panduan ini, yang telah disusun berdasarkan:

i. Kajian literatur studi-studi yang pernah dilakukan, ketentuan normatif


(peraturan-perundangan), dan kajian perbandingan dari berbagai contoh;

ii. Skala/tingkat pelayanan kegiatan berdasarkan standar pelayanan yang


berlaku (standar Dept. PU);
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

b. Menambahkan/melengkapi klasifikasi zonasi pada lampiran yang dirujuk


dengan mempertimbangkan:

i. Hirarki klasifikasi zonasi yang dipilih sebagai dasar pengaturan (untuk


kawasan budidaya di wilayah perkotaan dianjurkan sekurang-kurangnya
hirarki 5)

ii. Zonasi yang sudah berkembang di daerah yang akan disusun Peraturan
Zonasinya (kajian/ pengamatan empiris) dan dianggap perlu ditambahkan
ke dalam klasifikasi zona.

iii. Jenis zona yang spesifik yang ada di daerah yang disusun Peraturan
Zonasinya yang belum terdaftar dalam Lampiran Panduan ini.

iv. Jenis zonasi yang prospektif berkembang di daerah yang akan disusun
Peraturan Zonasinya.

v. Hierarki

c. Menghapuskan zonasi yang tidak terdapat di daerah dari Lampiran yang


dirujuk.

Pemilihan hirarki klasifikasi zonasi sebagai dasar pengaturan didasarkan pada


hirarki sebagai berikut :

a. Peruntukan Zona Hirarkhi 1 adalah peruntukan dasar, terdiri atas peruntukan


ruang untuk budidaya dan lindung;
b. Peruntukan Zona Hirarkhi 2 (tingkat RTRWN) menunjukkan penggunaan
secara umum, sepertu yang tercantum pada RTRW Nasional (PP No. 26 Tahun
2008 tentang RTRW Nasional;

c. Peruntukan Zona Hirarkhi 3 (tingkat RTRWP dan RTRW Kabupaten)


menunjukkan penggunaan secara umum, seperti yang tercantum pada RTRW
Provinsi dan RTRW Kabupaten, atau yang dikembangkan berdasarkan rencana
tersebut;

d. Peruntukan Zona Hirarkhi 4 (tingkat RTRW Kota) menunjukkan penggunaan


secara umum, seperti yang tercantum pada RTRW Kota, atau yang
dikembangkan berdasarkan rencana tersebut;

e. Peruntukan Zona Hirarkhi 4 (tingkat RDTRK) menunjukkan penggunaan yang


lebih detail/rinci untuk setiap peruntukan hirarki 4, mencakup blok
peruntukan dan tata cara/aturan pemanfaatannya.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Jenis klasifikasi fungsi zona dapat merujuk pada peraturan-perundangan yang


berlaku. Fungsi utama peruntukan kawasan berdasarkan PP No. 26 tahun 2008
tentang RTRWN adalah:

a. Kawasan Lindung

i. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya;

ii. Kawasan perlindungan setempat;

iii. Kawasan suaka alam;

iv. kawasan pelestarian alam;

v. kawasan cagar budaya;

vi. kawasan rawan bencana alam;

vii. kawasan lindung lainnya.

b. Kawasan Budidaya

i. Kawasan hutan produksi;

ii. Kawasan hutan rakyat;

iii. Kawasan pertanian;

iv. Kawasan pertambangan;

v. Kawasan industri;
vi. Kawasan pariwisata;

vii. Kawasan permukiman;

Sedangkan ketentuan penamaan kode zonasi, pengaturannya sebagai berikut:

a. Setiap zonasi diberi kode yang mencerminkan fungsi zonasi yang dimaksud.

b. Pengkodean zonasi dapat merujuk pada kode zonasi

c. Nama kode zonasi dapat disesuaikan dengan RTRW yang berlaku di daerah
masing-masing

d. Nama kode zonasi diupayakan bersifat universal seperti yang banyak


digunakan di luar negeri

Contoh kesesuaian kode zonasi dengan deskripsi zona yang dapat dirujuk:

- A-1 Agricultural district (pertanian)


PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

- R-1 One and two-family residential district (perumahan)

- R-2 Multifamily residential district (perumahan)

- R-3 Mobile home residential district (perumahan)

- R-4 Planned unit development district (perumahan)

- C-1 Commercial district (low density) (komersial)

- C-2 Commercial district (medium density) (komersial)

- M-1 Light industrial [manufactur] district (industri)

- M-2 Heavy industrial [manufactur]district (industri)

- FC-1 Floodplain or conservation district

2. Tahap Penyusunan Daftar Kegiatan

Daftar kegiatan adalah suatu daftar yang berisi rincian kegiatan yang ada,
mungkin ada, atau prospektif dikembangkan pada suatu zona yang ditetapkan.

Daftar kegiatan disusun selengkap mungkin dengan pertimbangan sebagai


berikut:

a. Merujuk pada Daftar Kegiatan yang ada pada Lampiran III panduan ini, yang
telah disusun berdasarkan:

i. Kajian literatur, peraturan-perundangan, dan perbandingan dari berbagai


contoh;
ii. Skala/tingkat pelayanan kegiatan berdasarkan standar pelayanan yang
berlaku (misalnya standar Departemen PU);

b. Menambah/melengkapi daftar kegiatan pada Lampiran III konsep panduan ini


dengan mempertimbangkan:

i. Jenis kegiatan dan jenis penggunaan lahan yang sudah berkembang pada
daerah yang akan disusun Peraturan Zonasinya (kajian/pengamatan
empiris).

ii. Jenis kegiatan spesifik yang ada di daerah yang disusun Peraturan
Zonasinya yang belum terdaftar.

iii. Jenis kegiatan yang prospektif berkembang di daerah yang akan disusun
Peraturan Zonasinya.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

c. Menghapuskan kegiatan yang tidak terdapat di daerah dari daftar kegiatan


Lampiran III.

3. Tahap Penetapan/ Delineasi Blok Peruntukan

Blok peruntukan adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya


oleh batasan fisik yang nyata (seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran
irigasi, saluran udara tegangan (ekstra) tinggi, pantai, dan lain-lain), maupun
yang belum nyata (rencana jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain
yang sejenis sesuai dengan rencana kota). Sedangkan nomor blok peruntukan
adalah nomor yang diberikan pada setiap blok peruntukan. Blok peruntukan
dibatasi oleh batasan fisik yang nyata maupun yang belum nyata.

Tabel 5.1 Perbedaan Batas Blok Peruntukan Nyata dan Belum Nyata
Batas blok peruntukan yang Batas blok peruntukan yang belum
nyata nyata
(1) (2)
- jaringan jalan, - rencana jaringan jalan,
- sungai, - rencana jaringan prasarana lain yang
- selokan, sejenis sesuai dengan rencana kota,
- saluran irigasi, dan rencana sektoral lainnya.
- saluran udara tegangan
(ekstra) tinggi,
- garis pantai, dll.

Untuk memberikan kemudahan referensi (georeference), maka blok


peruntukan perlu diberi nomor blok. Untuk memudahkan penomoran blok dan
mengintegrasikannya dengan daerah administrasi, maka nomor blok peruntukan
dapat didasarkan pada kode pos (berdasarkan kelurahan/desa) diikuti dengan 3
digit nomor blok. Nomor blok dapat ditambahkan huruf bila blok tersebut
dipecah menjadi beberapa subblok.

Nomor blok = [kode pos]-[3 digit angka].[huruf]

Nomor urut Opsional untuk


pemecahan blok

Contoh nomor blok:

Blok 40132-001, ... Blok 40132-023; Blok 40132-024... , dst.

Catatan:
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

- Satu subblok dapat dipecah menjadi beberapa subblok.

- Untuk penomoran subblok dapat ditambahkan dengan huruf (opsional)

4. Tahap Penyusunan Peraturan Teknis Zonasi

Aturan teknis zonasi adalah aturan pada suatu zonasi yang berisi ketentuan
pemanfaatan ruang (kegiatan atau penggunaan laha, intensitas pemanfaatan
ruang, ketentuan tata massa bangunan, ketentuan prasarana minimum yang
harus disediakan, aturan lain yang dianggap penting, dan aturan khusus untuk
kegiatan tertentu.

Jenis pengaturan dalam pemanfaatan ruang zonasi diperlukan agar kebijakan


dapat dipahami dengan logis dan dapat dimanfaatkan oleh pemerintah.
Pembangunan dan pemanfaatan ruang yang terarah memerlukan peraturan,
panduan atau ketentuan yang jelas, mudah dipahami, logis (dapat
dipertanggungjawabkan) dan menjadi rujukan bagi pemerintah, masyarakat dan
dunia usaha.

Aturan teknis disusun dengan mempertimbangkan poin-poin berikut :

a. aspek yang diperhatikan (issues of concern) adalah pokok perhatian atau


kriteria yang menjadi dasar penyusunan aturan. Contoh perhatian dalam
pengaturan adalah:

i. fungsional : menjamin kinerja yang tinggi dari fungsi


tersebut;
ii. kesehatan : menjamin tercapainya kualitas (standar
minimum) kesehatan yang ditetapkan; dan

iii. pokok perhatian lain : keselamatan, keamanan, kenyamanan,


keindahan, dan hubungan aspek tersebut dengan isu lainnya.

b. komponen yang diatur (scope of issues) adalah komponen yang diatur


berdasarkan pokok perhatian yang terkait. Contoh komponen yang harus
diatur adalah, KDB, KLB, kepadatan bangunan, jarak antar bangunan, dll.

Contoh penerapan dalam penyusunan aturan:

Pokok perhatian atau kriteria dalam Zona R-1 (Perumahan Tunggal) adalah
kenyamanan, keindahan, dan prestige. Oleh karenanya, komponen yang perlu
diatur dengan ketentuan aturannya adalah:

- persil harus luas (luas persil minimum adalah.... m2)


PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

- KDB rendah (maksimum ...%)

- Maksimum 2 lantai (tinggi bangunan maksimum 2 lantai, KLB maksimum =


2 x KDB maksimum)

- GSB besar (minimum ... m)

- Bangunan tidak berdempetan (kepadatan bangunan rendah  maksimum ..


bangunan/ha; ada jarak bebas antarbangunan  minimum ...m;

- Karena pemiliknya berpendapatan tinggi, tidak mencari pendapatan dari


lahan tersebut, serta karakteristik perumahan yang nyaman dan nilai
properti yang tinggi perlu dijaga, maka tidak diperkenankan ada kegiatan
selain hunian, kecuali pelayanan skala lingkungan (sekolah, pusat belanja
lingkungan, dll)

Berikut adalah aturan-aturan dalam penyusunan peraturan zonasi :

A. Aturan Kegiatan dan Penggunaan Lahan

Aturan kegiatan dan penggunaan lahan adalah aturan yang berisi kegiatan yang
diperbolehkan, diperbolehkan bersyarat, diperbolehkan terbatas atau dilarang
pada suatu zona.

” I ” = Pemanfaatan diizinkan

Karena sifatnya sesuai dengan peruntukan tanah yang direncanakan. Hal ini
berarti tidak akan ada peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain dari
pemerintah kabupaten/kota terhadap pemanfaatan tersebut.

” T ” = Pemanfaatan diizinkan secara terbatas

Pembatasan dilakukan melalui penentuan standar pembangunan minimum,


pembatasan pengoperasian, atau peraturan tambahan lainnya yang berlaku di
wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan

” B ” = Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat

Izin ini sehubungan dengan usaha menanggulangi dampak pembangunan di


sekitarnya (menginternalisasi dampak); dapat berupa AMDAL, RKL dan RPL.

” - ” = Pemanfaatan yang tidak diijinkan

Karena sifatnya tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan
dapat menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya.

B. Aturan Intensitas Pemanfaatan Ruang


PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Intensitas pemanfaatan ruang adalah besaran pembangunan yang diperbolehkan


berdasarkan batasan KDB, KLB, KDH atau kepadatan penduduk.

Tabel 5.2 Aturan Intensitas Pemanfaatan Ruang


Pertimbangan Penjelasan
(1) (2)
Pertimbangan Penetapan besar KDB maksimum didasarkan pada
KDB pertimbangan:
- tingkat pengisian/peresapan air (water recharge) = KDH
minimum
- besar pengaliran air (kapasitas drainase)
- jenis penggunaan lahan
- harga lahan
Catatan:
- KDB maksimum = luas persil – % KDH – % luas prasarana
yang diperkeras
- Luas prasarana yang diperkeras berkisar antara 20-50%
dari KDB yang ditetapkan (bukan dari luas persil)
Contoh:
- Jika KDHmaks = 20%, dan luas prasarana yang diperkeras =
40% dari KDB, maka:
KDBmaks = 100% - 25% - (40%KDBmaks)
1,40 KDBmaks = 80%
KDBmaks = 80%/1,40 = 57%
Pertimbangan Penetapan besar KLB maksimum didasarkan pada
KLB pertimbangan:
- harga lahan
- ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan)
- dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan
- ekonomi dan pembiayaan.
Pertimbangan Penetapan besar KDH minimum didasarkan pada
KDH pertimbangan:
- tingkat pengisian/peresapan air (water recharge)
- besar pengaliran air (kapasitas drainase)
- rencana tata ruang (RTH, tipe zonasi, dll)
Pertimbangan Penetapan besar KTB maksimum didasarkan pada batas KDH
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Pertimbangan Penjelasan
(1) (2)
KTB minimum yang ditetapkan.
Contoh: bila KDH minimum = 25%, maka KTB maksimum =
75%
Pertimbangan Prinsip penetapan KWT sama dengan penetapan KTB, tetapi
KWT dalam unit blok peruntukan atau tapak (bukan dalam unit
persil).

C. Aturan Tata Massa Bangunan

Tata massa bangunan adalah bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan
pada suatu persil/ tapak yang dikuasai. Pengaturan tata massa bangunan
mencakup antara lain:

- garis sempadan bangunan (GSB) minimum;

- jarak bebas antarbangunan minimum;

- tinggi bangunan maksimum atau minimum;

- amplop bangunan;

- tampilan bangunan (opsional);

- dan aturan lain yang dianggap perlu.

D. Aturan Prasarana Minimum


Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan
lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Cakupan
prasarana yang diatur dalam Peraturan Zonasi minimum adalah prasarana:

- Parkir

Penyediaan parkir untuk setiap zonasi dan setiap kegiatan ditetapkan dangan
standar yang berlaku umum untuk setiap kegiatan atau bangunan di daerah.

- bongkar muat

 Kegiatan-kegiatan yang melakukan bongkar muat diwajibkan


menyediakan ruang bongkar muat yang memadai.

 Kegiatan ini antara lain kegiatan perdagangan, pergudangan, pelayanan


lainnya.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

 Tidak diperkenankan melakukan bongkar-muat di ruang milik jalan


(rumija)

- dimensi jaringan jalan dan kelengkapannya (streetscape)

 Dimensi jaringan jalan dan kelengkapannya ditetapkan dengan


mempertimbangkan fungsi jalan, volume lalu-lintas dan peruntukan zonasi.

 Kelengkapan jalan yang diatur paling sedikit meliputi badan jalan,


trotoar, saluran drainase.

 Aturan tambahan dapat dikenakan untuk penyediaan bahu jalan, teluk


jalan untuk perhentian angkutan umum, dan median jalan.

- Kelengkapan prasarana lainnya yang dianggap perlu

Prasarana lainnya yang diperlukan dapat diwajibkan atau dianjurkan sesuai


kebutuhan, seperti penyediaan situ (retention/detention pond, ruang terbuka
publik, dll).

5. Tahap Penyusunan Standar

Standar adalah suatu spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun
berdasarkan konsensus semua pihak terkait, dengan memperhatikan syarat-
syarat kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan, perkembangan IPTEK,
pengalaman, perkembangan masa kini dan mendatang untuk memperoleh
manfaat yang sebesar-besarnya.
Secara umum standar dapat diklasifikasikan sebagai berikut (lihat Gambar 2.3):

1. Standar preskriptif, yang terdiri dari:

- Standar kuantitatif

- Standar desain

2. Standar kinerja terdiri dari:

- Standar subyektif

- Standar kualitatif

Standar yang diterapkan dalam peraturan zonasi dapat merupakan campuran


dari jenis standar di atas. Pilihan jenis standar disesuaikan dengan kebutuhan
pengaturan.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Standar
Kuantitatif
Standar
Preskriptif
Standar
Desain
Jenis
Standar Standar
Subyektif
Standar
Kinerja
Standar
Kualitatif

Gambar 5.3. Klasifikasi Standar


Tabel 5.3 Klasifikasi Standar
Jenis-Jenis Standar Definisi
(1) (2)
Standar preskriptif • Standar yang memberikan panduan yang sangat
ketat, rinci, terukur serta seringkali dilengkapi
rancangan desain.
• Memberikan kemudahan dalam pelaksanaan/
penggunaannya, tetapi membatasi perancangan/
arsitek dalam menuangkan kreasinya (Brough, 1985).
Standar kuantitatif Standar kuantitatif menetapkan secara pasti ukuran
maksimum atau minimum yang diperlukan, biasanya
mengacu pada kebutuhan minimum.
Contoh standar kuantitatif:
- KDB maksimum 60%
- KLB maksimum 3,0
- Tinggi bangunan maksimum 3 lantai, atau 16 m
Standar desain Standar desain merupakan kelanjutan atau kelengkapan
dari standar kuantitatif.
Contoh standar desain:
- desain parkir
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Jenis-Jenis Standar Definisi


(1) (2)
- tikungan jalan
Standar kinerja Standar kinerja adalah standar yang dirancang untuk
menghasilkan solusi rancangan yang tidak mengatur
langkah penyelesaian secara spesifik (Listokin, 1995).
Tujuan standar ini adalah untuk:
• menjamin kenyamanan dalam penggunaannya,
dengan ukuran minimum sebagai parameter
pengukur kinerjanya (Craighead, 1991).
• pengendali timbulnya dampak negatif dengan
menetapkan ukuran maksimum sebagai parameter
pengukur kinerjanya (Brough, 1985).
Standar subyektif Standar subyektif adalah standar yang menggunakan
ukuran subyektif/deskriptif sebagai ukuran kinerjanya.
Contoh standar subyektif:
- penambahan bangunan tidak boleh mengurangi
keindahan, kenyamanan, kemudahan, keselamatan
Standar kualitatif Standar kualitatif adalah standar yang menetapkan
ukuran kinerja dari suatu kegiatan dengan menggunakan
ukuran maksimum atau minimum
Contoh:
- batas minimum tingkat pelayanan jalan (level of
service) tidak boleh kurang dari D

6. Tahap Pilihan Teknik Pengaturan Zonasi

Teknik pengatura zonasi adalah berbagai varian dari zoning konvensional yang
dikembangkan untuk memberikan keluwesan penerapan aturan zonasi. Teknik
pengaturan zonasi dapat dipilih dari berbagai alternatif dengan
mempertimbangkan tujuan pengaturan yang ingin dicapai. Setiap teknik
mempunyai karakteristik, tujuan, konsekuensi dan dampak yang berbeda. Oleh
karena itu, pemilihannya harus dipertimbangkan dengan hati-hati.

Alternatif teknik pengaturan zonasi yang dapat diterapkan antara lain:

- bonus/insentive zoning

- performance zoning
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

- fiscal zoning

- special zoning

- exclusionary zoning

- contract zoning

- negotiated development

- dan teknik lainnya yang dianggap sesuai

Tabel 5.4 Alternatif Pengaturan Zonasi


Alternatif Definisi
Pengaturan Zonasi
(1) (2)
Bonus Zoning / Izin peningkatan intensitas dan kepadatan pembangunan
Incentive Zoning (tinggi bangunan, luas lantai) yang diberikan kepada
pengembang dengan imbalan penyediaan fasilitas publik
(arcade, plaza, pengatapan ruang pejalan, peninggian
jalur pejalan atau bawah tanah untuk memisahkan
pejalan dan lalu-lintas kendaraan, ruang bongkar-muat
off-street untuk mengurangi kemacetan dll) sesuai
dengan ketentuan yang berlalu.
Kelemahan: teknik ini dapat menyebabkan bengunan
berdiri sendiri di tengah plaza, memutuskan shopping
frontage, dll.

Performance Zoning Ketentuan pengaturan pada satu atau beberapa blok


peruntukan yang didasarkan pada kinerja tertentu yang
ditetapkan. Performace zoning harus diikuti dengan
standar kinerja (performance standards) yang mengikat
(misalnya tingkat LOS (Level of Service, Tingkat
Pelayanan) jalan minimum, tingkat pencemaran
maksimum, dll)

Fiscal Zoning Ketentuan/aturan yang ditetapkan pada satu atau


beberapa blok peruntukan yang berorientasi kepada
peningkatan PAD.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Alternatif Definisi
Pengaturan Zonasi
(1) (2)
Special Zoning Ketentuan ini dibuat dengan spesifik sesuai dengan
karakteristik setempat (universitas, pendidikan, bandar
udara) untuk mengurangi konflik antara area ini dan
masyarakat sekelilingnya dengan pemanfaatan ruang
yang sesuai dengan area tersebut. Umumnya untuk
menjaga kualitas lingkungan (ketenangan, kelancaran
lalu-lintas dan sebagainya)

Exclusionary Zoning Ketentuan/aturan pada satu/beberapa blok peruntukan


yang menyebabkan blok peruntukan tersebut menjadi
ekslusif. Ketentuan ini mengandung unsur diskriminasi
(misalnya, penetapan luas persil minimal 5000 m2
menyebabkan masyarakat berpenghasilan rendah tidak
dapat tinggal dalam blok tersebut).
Praktek zoning ini diterapkan pada zona yang
mempunyai dampak pencegahan munculnya bangunan
rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah dan
moderat. Ketentuan ini dimotivasi oleh perhatian pada
populasi masyarakat dibandingkan kebutuhan
perumahan keseluruhan pada wilayah dimana
masyarakat tersebut menjadi bagiannya

Contract Zoning Ketentuan ini dihasilkan melalui kesepakatan antara


pemilik properti dan komisi perencana (Dinas Tata Kota
atau TKPRD/BKPRD) atau lembaga legislatif (DPRD)
yang dituangkan dalam bentruk kontrak berdasarkan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Negotiated Pembangunan yang dilakukan berdasarkan negosiasi


Development antarstakeholder

TDR (Transfer of Ketentuan untuk menjaga karakter kawasan setempat.


Development Right) Kompensasi diberikan pada pemilik yang kehilangan hak
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Alternatif Definisi
Pengaturan Zonasi
(1) (2)
membangun atau pemilik dapat mentransfer/menjual
hak membangunnya (bisasanya luas lantai bangunan)
kepada pihak lain dalam satu distrik/kawasan.

Design/historic Ketentuan-ketentuan pemanfaatan ruang dan elemen


preservation lainnya (keindahan, tata informasi, dll) untuk
memelihara visual dan karakter budaya, bangunan dan
kawasan masyarakat setempat yang ditetapkan dalam
peraturan-perundangan pelestarian.

Overlay zone Satu atau beberapa zona yang mengacu kepada satu atau
beberapa peraturan zonasi (misalnya kawasan
perumahan di kawasan yang harus dilestarikan akan
merujuk pada aturan perumahan dan aturan pelestarian
bangunan/kawasan)

Floating Zone Blok peruntukan yang diambangkan pemanfaatan


ruangnya, dan penetapan peruntukannya didsarkan pada
kecenderungan perubahannya/perkembangannya, atau
sampai ada penelitian mengenai pemanfaatan ruang
tersebut yang paling tepat.

Flood Plain Zone Ketentuan pemanfaatan ruang pada kawasan rawan


banjir untuk mencegah atau mengurangi kerugian

Conditional Uses Seringkali disebut sebagai pemanfaatan khusus,


merupakan izin pemanfaatan ruang yang diberikan pada
suatu zona jika kriteria atau kondisi khusus zona
tersebut memungkinkan atau sesuai dengan
pemanfaatan ruang yang diinginkan
Growth Control Pengendalian ini dilakukan melalui faktor - faktor
pertumbuhan seperti pembangunan sarana dan
prasarana melalui penyediaan infrastruktur yang
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Alternatif Definisi
Pengaturan Zonasi
(1) (2)
diperlukan, mengelola faktor ekonomi dan sosial hingga
politik

7. Tahap Penyusunan Peta Zonasi

Peta zonasi adalah peta yang berisi kode zonasi di atas blok dan subblok yang
telah didelineasikan sebelumnya dengan skala 1:5000 dan atau yang setara
dengan RDTRK. Subblok peruntukan adalah pembagian peruntukan dalam satu
blok peruntukan berdasarkan perbedaan fungsi yang akan dikenakan.

Pertimbangan penetapan kode zonasi di atas peta batas blok/subblok dapat


didasarkan pada:

1) Kesamaan karakter blok peruntukan, berdasarkan pilihan:

a. Mempertahankan dominasi penggunaan lahan yang ada (eksisting)

b. Menetapkan fungsi baru sesuai dengan arahan fungsi pada RTRW

c. Menetapkan karakter khusus kawasan yang diinginkan

d. Menetapkan tipologi lingkungan/kawasan yang diinginkan,


e. Menetapkan jenis pemanfaatan ruang/lahan tertentu,

f. Menetapkan batas ukuran tapak/persil maksimum/minimum,

g. Menetapkan batas intensitas bangunan/bangun-bangunan maksimum/


minimum,

h. Mengembangkan jenis kegiatan tertentu,

i. Menetapkan batas kepadatan penduduk/bangunan yang diinginkan,

j. Menetapkan penggunaan dan batas intensitas sesuai dengan daya dukung


prasarana (misalnya: jalan) yang tersedia.

2) Kesesuaian dengan ketentuan khusus yang sudah ada (KKOP, pelabuhan,


terminal, dll);

3) Karakteristik lingkungan (batasan fisik) dan administrasi.


PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Bila suatu blok peruntukan akan ditetapkan menjadi beberapa kode zonasi, maka
blok peruntukan tersebut dapat dipecah menjadi beberapa subblok peruntukan.
Pembagian subblok peruntukan dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan:

1) Kesamaan (homogenitas) karakteristik pemanfaatan ruang/lahan.

2) Batasan fisik seperti jalan, gang, sungai, brandgang atau batas persil.

3) Orientasi Bangunan.

4) Lapis bangunan.

K-2

K-2

R-8

FS-4
R-8
K-2 Brandgang

Gambar 5.4. Pembagian Zona dengan Pertimbangan Batasan Fisik Jalan


(termasuk 1 blok dengan batas jalan), Gang, Brandgang, Batas Kapling dan
Orientasi Bangunan, Lapis Bangunan
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Gambar 5.5. Pembagian Zona dengan Pertimbangan Batasan Fisik Jalan


(termasuk 1 blok dengan batas jalan), Gang, Brandgang, Batas Kapling dan
Orientasi Bangunan, Lapis Bangunan
8. Tahap Penyusunan Aturan Pelaksanaan

Materi aturan pelaksanaan terdiri dari:

- aturan mengenai vairansi yang berkaitan dengan keluwesan/ kelonggaran


aturan

- aturan insentif dan disinsentif

- aturan mengenai perubahan pemanfaatan ruang

9. Tahap Pengaturan Variansi Pemanfaatan Ruang

Variansi pemanfaatan ruang adalah kelonggaran/keluwesan yang


diberikan untuk tidak mengikuti aturan zonasi yang ditetapkan pada suatu persil
tanpa perubahan berarti (signifikan) dari peraturan zonasi yang ditetapkan.

Tahap ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa peraturan pada suatu


zonasi kadangkala sulit dilaksanakan karena berbagai hal yang menghambat.
Oleh karena itu, perlu dipikirkan kelonggaran sampai pada batas tertentu yang
diperkenankan tanpa mengubah secara signifikan karaktersitik pemanfaatan
ruang yang ditetapkan dalam peraturan zonasi.

Jenis variansi yang diperkenankan dalam pemanfaatan ruang antara lain:


- Minor Variance dan Non-Conforming Dimension

Minor Variance adalah Izin untuk bebas dari aturan standar sebagai upaya
untuk menghilangkan kesulitan yang tidak perlu akibat kondisi fisik lahan
(luas, bentuk persil)

Non-conforming dimension adalah kelonggaran atau pengurangan ukuran dari


yang ditetapkan dalam peraturan atau standar. Contohnya adalah pengurangan
besar GSB, penambahan tinggi atap, perubahan KDB kurang dari 10%, dll.

- Non-Conforming Use

Non-conforming use adalah izin yang diberikan untuk melanjutkan


penggunaan lahan, bangunan atau struktur yang telah ada pada waktu
peraturan zonasi ditetapkan dan tidak sesuai dengan peraturan zonasi.

Ketentuan ini dapat berdampak (Anderson, 1958-60):


PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

 Mengurangi keefektifan peraturan zoning

 Merusak nilai properti

 Mendorong terjadinya penurunan kualitas lingkungan

Dalam penerapan non-conformin use ini dilarang:

 mengubah penggunaan dari satu non-conforming use ke non-conforming


use lainnya

 mengubah atau memperluas bangunan/struktur, kecuali diperintahkan


pemda

 ditelantarkan/tidak digunakan untuk jangka waktu tertentu

Non-conforming use dapat dibatasi sampai pada waktu tertentu sebelum harus
mengikuti peraturan zonasi yang ditetapkan (misalnya harus disesuaikan
dengan peraturan zonasi yang berlaku dalam waktu 10 tahun sejak peraturan
zonasi ditetapkan).

- Interim Development

Interim development adalah izin pembangunan yang diberikan untuk


melaksanakan pembangunan antara sebagai bagian/tahapan dari
pembangunan secara keseluruhan, misalnya perataan lahan (grading),
pematangan lahan (konstruksi jalan, saluran drainase, dll).

- Interim/Temporary Use
Interim/temporary use adalah izin penggunaan lahan sementara yang
diberikan untuk jangka waktu tertentu sebelum pemanfaatan ruang final
direalisasikan.

10. Tahap Pengaturan Insentif dan Disinsentif

Dasar pertimbangan yang dipakai dalam tahap ini adalah :

a. Pergeseran tatanan ruang yang terjadi tidak menyebabkan dampak yang


merugikan bagi pembangunan kota;

b. Pada hakekatnya tidak boleh mengurangi hak masyarakat sebagai warga


negara, dimana masyarakat mempunyai hak dan dan martabat yang sama
untuk memperoleh dan mempertahankan hidupnya;

c. Tetap memperhatikan partisipasi masyarakat di dalam proses pemanfaatan


ruang untuk pembangunan oleh masyarakat.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Tabel 5.5 Pengaturan Insentif dan Disinsentif


Subjek Insentif Disinsentif
(1) (2) (3)
Kriteria 1. Mendorong/merangsang 1. Menghambat/membatasi
pembangunan yang sejalan pembangunan yang tidak
dengan rencana tata ruang; sesuai dengan rencana tata
2. Mendorong pembangunan ruang;
yang memberikan manfaat 2. Menimbulkan dampak yang
yang besar kepada cukup besar bagi
masyarakat; masyarakat di sekitarnya.
3. Mendorong partisipasi
masyarakat dan
pengembang dalam
pelaksanaan pembangunan;
Contoh 1. Kemudahan izin; 1. Perpanjang prosedur;
2. Penghargaan; 2. Perketat/tambah syarat;
3. Keringanan pajak; 3. Pajak tinggi;
4. Kompensasi; 4. Retribusi tinggi;
5. Imbalan; 5. Denda/charge;
6. Pola Pengelolaan; 6. Pembatasan prasarana;
7. Subsidi prasarana; 7. dan lain-lain.
8. Bonus/insentif;
9. TDR (Transfer of
Development Right,
Pengalihan hak
Membangun);
10. Ketentuan teknis lainnya.

11. Tahap Pengaturan Perubahan Pemanfaatan Tata Ruang

Perubahan pemanfaatan lahan adalah pemanfaatan lahan yang berbeda dari


penggunaan lahan dan peraturannya yang ditetapkan dalam Peraturan Zonasi
dan Peta Zonasi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengakomodasi fleksibilitas
pemanfaatan ruang sehingga membuka peluang yang lebih besar bagi pihak
swasta dalam berpartisipasi dalam pembangunan, secara seimbang dengan tetap
berorientasi pada usaha melindungi kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan
masyarakat.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Perubahan pemanfaatan lahan dapat terdiri dari:

- perubahan penggunaan lahan

- perubahan intensitas pemanfaatan lahan

- perubahan ketentuan tata massa bangunan

- perubahan ketentuan prasarana minimum

- dan perubahan lainnya yang masih ditoleransi tanpa menyebabkan perubahan


keseluruhan blok/subblok peruntukan (rezoning)

5.2. PENDEKATAN PERANCANGAN (DESIGN)

5.2.1. Pendekatan Pelestarian, Pemanfaatan dan Pengendalian

A. Preservasi Lingkungan Sebagai Pendekatan Pelestarian

Konsolidasi kawasan melalui pelestarian kawasan, pelestarian bangunan,


tapak dan kelompok bangunan, untuk menunjang pelestarian karakter kawasan,
termasuk pula pelestarian alam beserta sumberdaya alamnya. Preservasi lingkungan
sebagai pendekatan pelestarian dilakukan melalui upaya-upaya pembangunan
kembali (redevelopment), dan revitalisasi (revitalitation) kawasan yang semuanya dalam
kerangka pemikiran untuk konservasi dan preservasi kawasan.

Gambar 5.6. Pengembangan Preservasi Lingkungan (ilustrasi)


PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

B. Pemanfaatan

Pemanfaatan adalah rangkaian program kegiatan pelaksanaan


pembangunan untuk memanfaatkan ruang, bangunan dan lingkungan dalam
jangka waktu tertentu, yang ditetapkan dalam kerangka pemenuhan struktur
di dalam Dokumen Materi Teknis Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan
Masjid Pathok Negoro. Kegiatan pemanfaatan ruang ini diselenggarakan
secara bertahap melalui penyiapan program kegiatan pelaksanaan
pembangunan yang akan dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan swasta.
Pemanfaatan ruang ini juga diselenggarakan melalui tahapan pembangunan
dengan memperhatikan sumber dan mobilisasi dana serta alokasi pembiayaan
program sesuai rencana.

Dalam pemanfaatan ruang perlu dikembangkan suatu perangkat yang


bersifat insentif dan disinsentif tertentu. Perangkat insentif adalah pengaturan
yang bertujuan memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang seiring
dengan tujuan rencana tata bangunan dan lingkungan. Sedangkan disinsentif
dimaksudkan untuk membatasi pelaksanaan pembangunan yang tidak sesuai
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

C. Pengendalian

Pengendalian ini dilaksanakan dengan tujuan agar pemanfaatan ruang,


bangunan, dan lingkungan sesuai dengan tata bangunan dan lingkungan yang
telah disusun. Pengendalian meliputi: pengawasan dan penertiban terhadap
pemanfaatan ruang, bangunan dan lingkungan. Pengawasan yang
dimaksudkan adalah usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang
dengan fungsi yang ditetapkan. Sedangkan kegiatan penertiban adalah usaha
untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat
terwujud. Kegiatan ini dilakukan melalui pemeriksaan dan penyelidikan atas
semua pelanggaran yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai rencana. Salah satu kegiatan pengendalian adalah perijinan
pemanfaatan ruang. Perangkat atau mekanisme perijinan ini merupakan suatu
alat pengendali yang digunakan untuk mengatur agar pengembangan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan, baik oleh pemerintah, swasta maupun
masyarakat sesuai yang ditetapkan. Sebaliknya pengembangan kegiatan yang
tidak sesuai dengan rencana yang ditetapkan dapat dihindari atau diarahkan
ke lokasi yang ditetapkan.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Pengendalian pemanfaatan ruang secara rutin berisi laporan,


monitoring, dan evaluasi. Pelaporan merupakan kegiatan yang memberi
informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan ruang, bangunan, dan
lingkungan. Monitoring adalah kegiatan mengamati, mengawasi dan
memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang, bangunan, dan
lingkungan. Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai kemajuan kegiatan
pembangunan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Gambar 5.7. Pendekatan Pelestarian (Preservasi), Pemanfaatan dan


Pengendalian

5.2.2. Pendekatan Arsitektur

Kualitas lingkungan yang spesifik, dapat diidentifikasi melalui visual atau saat
melintasi suatu kawasan. Tingkat keterlingkupan yang terdefiniskan melalui elemen-
elemen ruang, hubungan antar ruang, ketinggian bangunan, bentuk ruang, fasad
bangunan dapat dirasakan secara visual. Termasuk bagaimana orang-orang
memanfaatkan tempat yang ada dalam pemenuhan kebutuhan dasar maupun
kebutuhan sosial, jenis aktivitas, serta waktu beraktivitas. Penggunaan ruang dan
aktivitas lebih penting daripada bangunan, sehingga semakin banyak digunakan dan
bervariasinya ruang kota, semakin mendekati kualitas ruang yang bersahabat untuk
semua orang (Tibbald, 1992). Lynch (1981) dalam mengevaluasi kualitas perkotaan
dapat dilihat dari 5 sudut pandang, yaitu sense, access, vitality, fit, dan control. Sense of
place berkaitan dengan kejelasan, identitas, struktur ruang, dan keselarasan. Visual
sense tersebut juga diungkapkan Cullen (1971) dalam Concise Townscape. Access,
bukan saja dalam hal permeabel secara fisik, tetapi juga meliputi keterkaitan secara
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

visual, sehingga kejelasan visual suatu kawasan juga esensial untuk aksesibilitas fisik
ruang tersebut. Vitality, terkait dengan dukungan ekologis untuk kehidupan
perkotaan, menyangkut sumber daya energi dan suport biotic untuk
mempertahankan kehidupan kota. Fit berarti bahwa pemanfaatan ruang, fungsi ruang
dan bentuknya dapat fleksibel dan secara keruangan mencukupi. Control juga vital
untuk penggunaan dan fungsi, yang meliputi peraturan, undang-undang, dan
kebijakan untuk mengatur dan mengontrol kualitas kehidupan kota.

Dalam perumusan konsep kawasan cagar budaya, perlu diperhatikan


konfigurasi dan tampilan bangunan-bangunan berperan sebagai pendefinisi ruang-
ruang terbuka dan kegiatan-kegiatan pada skala pejalan kaki di kawasan maupun
ruang-ruang terbuka. Selanjutnya, sebagai pembentuk karakter kawasan maupun
kegiatan kawasan, diperlukan pengaturan sebagai berikut :

Gambar 5.8. Skema Pendekatan Arsitektural dalam Perencanaan

A. Aspek Visual dan Spasial

Penampilan bentuk, fasad bangunan, pagar dan tata ruang merupakan bagian
dari morfologi yang sangat mempengaruhi wajah kawasan guna mencerminkan citra
kawasan kawasan agar dapat dikenal secara luas dalam rangka memperkenalkan
identitas visual dan citra visual kawasan kepada masyrakat. Identitas visual dan citra
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

visual kawasan dapat ditentukan oleh karakter visual yang spesifik, yaitu berupa
wajah atau penampilan bentukan fisik arsitektur (tata lingkungan dan bangunan),
sehingga dapat membedakan dengan kawasan lain.

Gambar 5.9. Pengembangan Kawasan pada Aspek Visual dan Spasial (ilustrasi)

Adapun beberapa elemen fisik yang diatur dan ditata agar tidak menggangu
arah pandang, antara lain; a) pengaturan keruangan dan bangunan; b) tata letak,
dimensi, dan kualitas media (papan reklame dan signage) yang diarahkan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan sesuai dengan skala dan proporsi ruang, sehingga
tidak mengganggu kualitas visual ruang seputar lingkup ruang kawasan; c) elemen
vegetasi sebagai tanaman pelingkup ruang yang ditata sebagai cara untuk
memberikan kualitas dan penguat visual. Secara umum, elemen-elemen fisik tersebut
di atas, untuk Kawasan Masjid Pathok Negoro dalam konteks pembentukan karakter
obyek-obyek yang sangat berpotensi untuk dikembangkan, lebih lanjut diarahkan
untuk memberi karakter kuat dan jelas, sehingga dapat menjadi ciri atau identitas
penanda kawasan. Ruang kawasan dikembangkan dan diciptakan sebagai kesatuan
elemen dengan streetscape kawasan guna memperkuat citra kawasan. Adapun
pendekatanterkait dengan pembentuk karakter visual fasade bangunan akan dibatasi
pada :

 Dominasi, berupa bentuk fasad bangunan dan elemen fasad bangunan yang
menonjol atau dominan pada suatu penggal amatan.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

 Kontinuitas, kesinambungan secara visual dari kesatuan bangunan, dilihat


dari garis set back (sebagai allignment) dan kemiripan (similarity) dimensi
dan gaya arsitekturnya. Penataan building enclosure, baik itu terkait pada
penataan building alignment atau penjajaran massa bangunan, pengaturan
ketinggian bangunan diarahkan guna memperkuat pola dan kontinuitas
fasad.

 Kesatuan, yaitu rangkaian fasad bangunan lokal di kawasan, yang dapat


dilihat melalui pattern elemen fasad bangunan, antara lain ‘pola’
pengulangan, susunan material berupa pemakaian bahan yang berciri khas
lokal setempat, dan perulangan bentuk (shape).

Gambar 5.10. Pengembangan Kawasan (ilustrasi)

B. Aspek Sosial

Yaitu keamanan, kenyamanan, kemudahan, dan kelancaran masyarakat pada


saat memanfaatkan ruang-ruang di kawasan, baik itu yang akan digunakan sebagai
ruang transisi kegiatan maupun ruang terbuka publik yang mudah diakses oleh
masyarakat dan pengguna. Hal ini lebih diartikan bahwa ruang-ruang kawasan
diarahkan untuk tidak menjadi ‘anti-ruang’ atau ‘anti-sosial’ yang akan membatasi
kegiatan masyarakat, tetapi lebih ditingkatkan lagi kuantitas dan kualitasnya.

C. Arsitektur Ekologis
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Menurut Frick & Suskiyatno (2007 ; 1), ekologi dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan
lingkungannya. Pendekatan ekologis dibatasi pada; konsep bangunan di lerengan dan
pencegahan erosi lerengan.

5.3. METODE KERJA PELAKSANAAN

5.3.1. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan untuk keperluan analisis pada studi ini dapat
digolongkan kepada dua kelompok, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer
dikumpulkan dengan melakukan penerapan metoda wawancara kepada stakeholder
terkait perencanaan kawasan terutama pemerintah daerah dan instansi-instansi yang
berwenang dalam proses perencaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan
kawasan.

Adapun data sekunder mencakup catatan-catatan, hasil-hasil studi, hasil-hasil


publikasi, peraturan-peraturan, serta dokumen kebijakan dari instansi-instansi yang
terkait. Di samping itu, data sekunder ini mencakup juga hasil pengkajian literatur
dan artikel-artikel jurnal-jurnal ilmiah, baik jurnal nasional maupun internasional.

A. Studi Literatur

Pengumpulan data sekunder dilakukan untuk pengkayaan data dan informasi


untuk mendukung kelengkapan sumber data dan informasi untuk kedalaman analisis.
Kegiatan pengumpulan data sekunder tersebut antara lain mencakup:

1. Tinjauan literatur (artikel, buku dan laporan riset, peta peta kawasan yang
diterbitkan mengenai kebijakan perencanaan kawasan)

2. Pencarian data melalui internet, mengenai kebijakan perencanaan kawasan.

B. Indepth Interview

Indepth interview dilakukan dalam bentuk wawancara secara mendalam


dengan tokoh-tokoh atau pelaku kunci yang terkait dengan isu atau permasalahan
sosial-budaya, ekonomi, serta pemberdayaan masyarakat di wilayah perencanaan.
Sasaran indepth interview mencakup antara lain: lingkungan Pemerintah Daerah
Istimewa Yogyakarta, Pemerintah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul,
masyarakat di sekitar lokasi wilayah amatan, LSM, pemerhati lingkungan hidup, serta
stakeholder terkait.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Indepth interview dilakukan dengan metode snowball sampling yang


merupakan teknik penentuan sampel yang semula jumlahnya kecil, kemudian
membesar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua sample,
tetapi karena dengan sampel ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan,
kemudai mencari sampel lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data
yang diberikan oleh sampel sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel
semakin banyak.

C. FGD (Focus Group Dicussion)

Dalam FGD (Focus Group Dicussion) akan mengundang beberapa stakeholder


terkait dalam rangka penyusunan Dokumen Materi Teknis Rencana Rinci Tata
Ruang Kawasan Masjid Pathok Negoro.

5.3.2. Metode Pendekatan dan Analisis

Pendekatan analisis mencakup sisi makro, sisi meso dan sisi mikro.
Pendekatan makro meninjau wilayah perencanaan sebagai simpul dalam suatu
wilayah yang luas, dalam hubungan regional dan kawasan lain di sekelilingnya,
pendekatan meso memandang wilayah perencanaan sebagai suatu wilayah atau
organisme yang mempunyai kemampuan tumbuh dan berkembang sesuai dengan
potensi yang dikandungnya pada tingkat kawasan kota, sedangkan pendekatan mikro
memandang wilayah perencanaan sebagai suatu bagian kota yang lebih detil serta
menggambarkan secara teknis bagian-bagian tersebut.
Adapun teknik yang digunakan disesuaikan dengan aspek yang akan dibahas
serta kepentingannya, yang antara lain bersifat:

 Deskriptif: untuk menganalisis keadaan wilayah dengan uraian-uraian,


penjelasan, pengertian, yang sifatnya cenderung kualitatif.

 Ekstrapolatif: menganalisis keadaan pada saat ini dan masa mendatang


dengan menggunakan proyeksi, berdasarkan perkembangan dan
kecenderungan dari komponen analisis yang sifatnya lebih terukur.

 Asumtif: untuk memberikan anggapan atas kondisi yang berlaku maupun


yang diperkirakan akan berlangsung di kemudian hari.

 Normatif: dipergunakan untuk analisis yang menyangkut keadaan, yang


seharusnya mengikuti kaidah-kaidah tertentu, misalnya planologi.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

 Spasial: untuk menganalisis gejala-gejala yang sifatnya meruang,


perkembangan tata ruang, penyebab dan interaksinya. Analisis spasial
merupakan metoda penelitian yang menjadikan peta, sebagai model yang
merepresentasikan kondisinya, sebagai suatu media analisis guna
mendapatkan hasil-hasil analisis yang memiliki atribut keruangan. Analisis
spasial ini penting untuk mendapatkan gambaran keterkaitan di dalam
perencanaan kawasan.

Metode penulisan dalam penyusunan Dokumen Materi Teknis Rencana


Rinci Tata Ruang Kawasan Masjid Pathok Negoro adalah metode analisis
deskriptif kuantitatif, yaitu metode yang meneliti suatu keadaan dengan tujuan
membuat deskripsi dan gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai
fakta-fakta di lapangan dan didukung dengan data-data kuantitatif yang berkaitan
dengan pengkajian serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis strategis melalui pendekatan


sistematis dan terstruktur, Pendekatan sistematis yaitu aspek kajian selalu
didasarkan pada aspek internal dan aspek eksternal, baik berupa potensi dan
permasalahan. Pendekatan terstruktur yaitu langkah-langkah perumusan strategi
selalu diawali dengan mengkaji aspek internal dan eksternal, yang dilanjutkan
dengan mengkombinasi aspek tersebut. Pertimbangan kualitatif dibutuhkan untuk
memilih komponen yang lebih penting dan seberapa besar tingkat prioritasnya.

Analisis dilakukan untuk memahami kondisi unsur-unsur pembentuk ruang


serta hubungan sebab akibat terbentuknya kondisi ruang kawasan studi, dengan
mempehatikan kebijakan pembangunan wilayah yang ada. Kegiatan yang dilakukan
pada tahap analisis, meliputi : identifikasi permasalahan dan potensi yang ada serta
isu-isu strategis yang berkembang di wilayah studi; mengkaji kebijakan
pembangunan yang ada.

Aspek-aspek yang dianalisis, antara lain meliputi :

1. Analisis Keruangan

Analisis kebijaksanaan pembangunan dilakukan untuk memahami arahan


kebijaksanaan pembangunan wilayah kabupaten yang bersangkutan dan
kedudukannya dalam perspektif kebijaksanaan pembangunan provinsi, serta
untuk mengantisipasi program-program pembangunan sektoral yang akan
dilaksanakan.

2. Analisis Infrastruktur
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Analisis infrastruktur dilakukan untuk mendapatkan gambaran potensi


sumber daya buatan (infrastruktur) terkait yang telah dibangun, yang sedang
dibangun maupun yang akan dibangun yang memiliki arti strategis bagi
pengembangan pemenuhan kawasan. Setelah mendapatkan kondisi eksisting,
maka akan dilakukan analisis mengenai kondisi-kondisi eksisting terkait
karakteristik maupun posisi kawasan perencanaan dan juga isu-isu strategis
pembangunan kawasan.

5.3.3. Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan

A. Tahapan Persiapan

Merupakan tahap paling awal yang dilakukan sebagai langkah untuk


melaksanakan pekerjaan berikutnya secara keseluruhan. Pada tahap ini akan
dilakukan pengumpulan data awal hasil kajian dari studi-studi dan contoh-
contoh kasus yang berkaitan perencanaan tata ruang kawasan.

B. Tahap II : Survey Lapangan Dan Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah segala jenis informasi yang diperlukan untuk
melakukan analisis kawasan dan wilayah sekitarnya. Dari hasil pendataan ini
akan diperoleh identifikasi kawasan dari segi fisik, sosial, budaya, dan
ekonomi, serta identifikasi atas kondisi di wilayah sekitarnya yang
berpengaruh pada kawasan perencanaan.
C. Tahap III : Identifikasi dan Pengolahan Data

Tahapan identifikasi merupakan langkah awal yang memuat identifikasi secara


menyeluruh meliputi kondisi eksisting, permasalahan yang sedang dihadapi
maupun tantangan-tantangan yang ada di dalam perencanaan kawasan.

D. Tahap IV : Tahap Analisis Kondisi Eksisting

Analisis adalah penguraian atau pengkajian atas data yang telah berhasil
dikumpulkan. Komponen analisis meliputi : penentuan isu-isu strategis yang
sedang berkembang di kawasam, deskripsi karakteristik fisik wilayah dan
sosial kependudukan serta perekonomian wilayah.

E. Tahap V : Tahap Perumusan Kebijakan dan Strategi dalam Materi Teknis


dan Peraturan Zonasi
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Hasil tahapan analisis akan memuat gambaran dasar perencanaan yang akan
ditindaklanjuti dengan penyusunan kebijakan dan strategi. Kebijakan dan
strategi yang ditetapkan berisikan kajian isu-isu strategis yang mempengaruhi
pembangunan kawasan yang nantinya disusun dalam materi teknis dan
peraturan zonasi.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Gambar 5.11. Kerangka Alur Berpikir


PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

5.4. APRESIASI INOVASI

5.4.1. Penggunaan Software Aplikasi 3 Dimensi (3D)

Software 3 Dimensi (3D) merupakan program aplikasi komputer yang


digunakan untuk analisis gubahan massa bangunan di kawasan perencanaan. Dengan
analisis ini dapat dibuat simulasi alternatif desain gubahan massa bangunan,
termasuk penentuan amplop bangunan. Dari berbagai alternatif tersebut dapat dikaji
desain gubahan massa yang paling ideal dan layak untuk diimplementasikan.

Gambar 5.12. Ilustrasi Gambar 3D Kawasan Masjid Pathok Negoro

5.4.2. Analisis Pola Perilaku

Analisis pola perilaku merupakan kajian terhadap kecenderungan perilaku


atau aktivitas yang dilakukan oleh pelaku di kawasan perencanaan. Dengan analisis
ini dapat diketahui trend pola pelaku dalam melakukan aktivitasnya, misalnya
kecenderungan arah jalan yang dilalui masyarakat untuk beraktivitas di kawasan,
sehingga dapat ditentukan jalur aksesibilitas yang padat dan memerlukan perbaikan
maupun penambahan sarana prasarana transportasi. Analisis ini dapat menjadi
masukan dalam menentukan perencanaan dan perancangan kawasan.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

5.4.3. Metode Analisis

A. Analisis Pemanfaatan Ruang Lingkungan

Analisis pemanfaatan ruang dilakukan untuk mengetahui efektifitas


peruntukan lahan berdasarkan jenis aktivitas yang berlangsung, kebutuhan ruang,
serta fungsi lahan eksisting saat ini. Hasil dari analisis ini berupa arahan perencanaan
tapak pemanfaatan ruang lingkungan. Analisis ini terdiri dari analisis perpetakan
bangunan, penggunaan dan massa bangunan, penggunaan jaringan pergerakan dan
jaringan utilitas. Analisis pemanfaatan ruang lingkungan akan mengkaji beberapa
elemen ruang kawasan yaitu:

1. Kecenderungan Perkembangan Kawasan

Kecenderungan perkembangan kawasan dapat diidentifikasi melalui


kuatnya pertumbuhan fisik bangunan, atau terbentuk secara alamiah
mengikuti bentuk morfologi kawasan berupa sungai atau kelerengan lahan,
atau mengikuti pola jaringan jalan yang terbentuk. Bentuk dan pola
sebagian besar kota atau kawasan masih terbentuk secara alami
(unplanned). Bentuk dan pola kawasan merupakan kajian kewilayahan
secara makro, yang dapat diamati dari bentuk dan pola eksisting kawasan.
Sedangkan kecenderungan perkembangan kawasan dapat dilihat dari
bentuk dan pola pertumbuhan kawasan.

2. Struktur Kawasan
Struktur kawasan merupakan hierarki kawasan dilihat dari tingkat
ke’kota’an. Struktur kawasan kota di Jawa umumnya masih terpengaruh
konsep pembentukan kota Jawa. Setiap wilayah akan membentuk sebuah
sistem dari penyebaran klasifikasi yang memberikan pengertian tentang
tingkatan antara desa dan kota untuk menyusun penggunaan lahan yang
sesuai elemen-elemen tipikal perkotaan. Istilah tersebut lebih dikenal
dengan nama Transect (Lintas Kawasan).

Struktur pembentuk kawasan dimulai dari pusat kota, yang berisikan pusat-
pusat kegiatan masyarakat hingga kawasan pusat pemerintahan, lalu
berkembang ke daerah-daerah sekitarnya sehingga membentuk sebuah
pola melingkar untuk mengakomodasi kecenderungan perkembangan
kawasan ke masa depan melebar ke wilayah-wilayah sekitarnya.

3. Perpetakan Bangunan
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Perkembangan kota secara garis besar terbagi menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Perkembangan Horisontal :

Merupakan cara perkembangan bangunan dalam suatu kawasan kota ke


arah Luar. Artinya daerah bertambah, sedangkan ketinggian dan
kuantitas lahan terbangun (coverage) tetap sama. Perkembangan tipe ini
sering terjadi di pinggir kota (sub urban), dimana lahan masih lebih
murah dan dekat dengan jalan raya yang mengarah ke pusat kota.

b. Perkembangan Vertikal :

Merupakan cara perkembangan bangunan dalam suatu kawasan kota ke


arah Atas. Artinya daerah pembangunan dan kuantitas lahan terbangun
tetap sama, sedang ketinggian bangunan bertambah. Dengan
perkembangan model ini, harga lahan di pusat kota dan di pusat
perdagangan/ekonomi menjadi lebih mahal.

c. Perkembangan Intersisial :

Merupakan cara perkembangan bangunan dalam suatu kawasan kota ke


arah dalam, dalam arti daerah dan ketinggian bangunan rata-rata tetap
sama, tetapi kuantitas lahan terbangun (coverage) bertambah.
Perkembangan ini sering terjadi dibagian antara pusat kota dan
pinggiran kota yang kawasannya sudah dibatasi.

4. Tata Guna Lahan dan Ruang


Dalam perencanaan tata guna lahan dan ruang dilakukan dengan
memperhatikan kondisi eksisting, arahan–arahan penggunaan lahan yang
sudah pasti, serta prediksi–prediksi kecenderungan perkembangan yang
akan terjadi. Dalam menentukan arah perkembangan atau perubahan land
use dan space use dilakukan dengan penentuan magnet dan segmen. Yang
dimaksud magnet di sini merupakan daya tarik dari suatu lahan atau ruang
yang mempunyai aktivitas atau kegiatan yang cukup dominan sehingga
dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya. dan space use juga harus
memperhatikan konservasi atau aspek budaya yang ada.

5. Aksesibilitas Lingkungan

Aksesibilitas pada suatu kawasan/kota merupakan suatu cara untuk


menghubungkan dua tempat atau lebih pada suatu kawasan melalui sebuah
cara pergerakan/mobilitas, yang terdiri dari beberapa elemen , yaitu :
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

a. Pola sirkulasi, berupa sirkulasi kendaraan bermotor, kendaraan tidak


bermotor maupun manusia/pejalan kaki.

b. Prasarana transportasi, berupa jalan, jembatan, jalur pedestrian

c. Sarana transportasi, berupa moda transportasi baik transportasi pribadi,


umum maupun masal

d. Prasarana penunjang, berupa tempat parkir, terminal angkutan, tempat


pemberhentian angkutan/halte serta jembatan penyeberangan.

B. Analisis Lingkungan

Analisis lingkungan yang dimaksud disini adalah ruang terbuka (open space),
elemen-elemen citra kota, pendukung aktivitas (activity support), dan
komponen pelengkap jalan (street furniture). Hasil dari analisis ini adalah
arahan rencana penataan dan pengembangan lingkungan.

1. Analisis Ruang Terbuka

Ruang terbuka yang berada diluar lingkup bangunan sehingga dapat


dimanfaatkan oleh masyarakat umum untuk berinteraksi sosial. Makna dan
tujuan akhir dari urban desain adalah menciptakan Ruang Publik atau
Public Domain yang berkualitas bagi manusia. Dalam konteks urban desain,
public domain menjadi ruang publik atau ruang milik rakyat. Perencanaan
ruang terbuka ditujukan untuk:

a. Mendukung aktivitas/kegiatan kawasan.


b. Menyediakan area untuk kegiatan hubungan sosial (public contact)
maupun kegiatan rekreatif.

c. Pembangkit (generator) kegiatan kawasan.

d. Keseimbangan pada solid–void pada kawasan.

e. Memperkaya tema kawasan.

2. Analisis Elemen Citra Kota

Analisis citra kota digunakan untuk mengkaji elemen–elemen pembentuk


nuansa kawasan atau kota yaitu pengkajian terhadap kondisi path, edges,
distrik, landmark, dan nodes yang ada di kawasan perencanaan. Analisis ini
bertujuan untuk membentuk karakter visual kawasan/image kawasan yang
berkaitan dengan identitas/ciri dari suatu obeyek yang dapat membedakan
dengan obyek lain, struktur yaitu pola hubungan antara obyek dengan
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

pemngamat dan obyek dengan obyek lain dalam suatu kawasan, serta
makna yang diberikan oleh obyek lingkungan terhadap pengamatan.
Karakter visual kawasan juga dapat ditunjukkan oleh adanya kualitas fisik
yang terbentuk oleh hubungan atau interrelasi antar elemen visual pada
suatu landscape. Citra kota atau ciri lingkungan paling mudah dikenali dari
adanya landmark kawasan. Landmark kawasan adalah elemen pembentuk
kota yang dapat berupa bangunan fisik, gubahan massa, ruang atau detail
arsitektur yang ”sangat spesifik” dan terkadang sangat kontekstual
terhadap kawasan. Elemen ini dapat berupa lapangan, gapura, yang
mungkin juga berkaitan dengan aspek historis dari kawasan tersebut.
Landmark yang dapat dibentuk antara lain:

a. Ciri lingkungan (landmark) eksisting kawasan.

b. Ciri lingkungan (landmark) yang berupa bangunan atau daerah


konservasi.

c. Ciri lingkungan (landmark) baru yang sesuai dengan keberadaan


kawasan.

3. Analisis Pendukung Aktivitas

Analisis pendukung aktivitas merupakan analisis yang digunakan untuk


mengantisipasi aktivitas ikutan yang mungkin akan timbul dengan adanya
keramaian aktivitas atau dengan adanya ruang terbuka di suatu kawasan.
Hasil dari analisis ini adalah bagaimana upaya pengelolaan aktivitas sektor
informal agar tidak merusak image kawasan yang akan dibentuk, akan
tetapi dapat menjadi salah satu potensi pendukung bagi kawasan
perencanaan. Pedagang kaki lima merupakan salah satu aktor pembentuk
aktivitas kota yang keberadaannya sangat berpengaruh terhadap visualisasi
kota.

4. Analisis Sistem Transportasi

Analisis sistem transportasi terdiri dari beberapa kajian yaitu analisis


penampang jalan, analisis pedestrian (jalur pejalan kaki), analisis parkir
dan moda angkutan.

a. Penampang Jalan

Analisis penampang jalan merupakan analisis terhadap daya dukung


jalan eksisting terhadap beban lalu lintas. Sehingga dapat diketahui
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

apakah jalan eksisting perlu diperlebar atau hanya perlu perbaikan jalan
atau penataan street furniture. Perencanaan geometri jalan disesuaikan
dengan standar perencanaan jalan sesuai dengan kelas jalan.
Perencanaan jalan diarahkan agar dapat mengurangi permasalahan lalu
lintas seperti kemacetan.

b. Jalur Pedestrian

Berjalan kaki merupakan sarana transportasi yang menghubungkan


antara fungsi kawasan satu dengan yang lain terutama pada kawasan
perdagangan, kawasan budaya dan kawasan permukiman sehingga
dengan berjalan kaki dapat menjadikan suatu kota lebih manusiawi.
Dengan potensinya sebagai penggerak kegiatan (generate activity), maka
pedestrian merupakan elemen penting sebagai pendukung aktivitas
(activity suport) dalam suatu kawasan.

c. Parkir

Sistem Perpakiran hampir selalu dihadapi oleh kota-kota di Indonesia.


Hal ini karena peningkatan sarana transportasi yang menambah
persoalan dibidang lalu lintas dan menumbuhkan persoalan di bidang
perpakiran. Oleh karena itu untuk menangani masalah perparkiran,
pemerintah telah mengatur tentang cara parkir dan tanda–tanda parkir
pada bab III Perda No. 9 Tahun 1987. Dalam hal ini pada tempat–tempat
parkir dipasang tanda–tanda parkir berupa rambu–rambu parkir. Juga
tanda yang lengkap dan mudah dibaca yang menjelaskan tentang waktu
parkir yang diperbolehkan, besarnya pungutan parkir dan macam
kendaraan yang diperbolehkan parkir. Selanjutnya adalah marka parkir,
yaitu garis putih dan atau tanda–tanda lain yang menunjukkan cara
parkir.

Untuk penataan perpakiran direncanakan dan dikembangkan sebagai


berikut:

1) Parkir Off Site

Parkir off site, yaitu perpakiran di luar ruas jalan antara lain:

 Pada tempat-tempat umum, misalnya pusat-pusat perdagangan,


rekreasi, perlu disediakan tempat parkir tersendiri dengan
kapasitas yang mampu menampung pengunjung, tanpa
menggunakan ruang jalan.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

 Pada perumahan-perumahan padat, disediakan tempat parkir


bersama yang dipergunakan oleh penghuni secara kolektif. Tempat
ini juga dapat dimanfaatkan apabila penghuni mempunyai acara
khusus, sehingga tamu yang banyak.

2) Parkir On Site

Parkir on site, yaitu perparkiran di ruas jalan: Parkir di ruas jalan sulit
sekali dilakukan pada jalan dengan ruang terbatas. Hal ini karena
ruang yang tersedia untuk memarkir kendaraan di tepi jalan di
kawasan pusat kota dan sepanjang jalan raya tetap dibatasi. Posisi
kendaraan yang diparkir di jalan selalu sejajar menyinggung
kendaraan. Meskipun dalam menentukan kebutuhan ruang parkir ini
sangat ditentukan oleh desain fungsi bangunan, namun dalam rangka
kemudahan pengaturan bangunan maka diperlukan suatu pedoman
dalam bentuk angka ruang parkir yang merupakan angka
perbandingan antara luas ruang atau lantai yang digunakan untuk
areal parkir dengan luas bangunan seluruhnya. Sebagai dasar
perhitungan setiap 100 m2 luas lahan diperlukan tempat parkir 1
mobil.

5. Moda Angkutan

Analisis moda angkutan berkaitan dengan penyediaan jenis dan jumlah


moda angkutan, serta rute/jalur trayek masing-masing angkutan. Analisis
ini juga berkaitan dengan penyediaan sarana pendukung transportasi
seperti terminal, sub terminal, halte.

C. Analisis Jaringan Utilitas

Penataan kawasan membutuhkan suatu jaringan sistem utilitas yang tertata


untuk mendukung aktivitas diatasnya. Jaringan utilitas merupakan sarana pendukung
utama dalam menunjang aktivitas atau kegiatan yang terjadi pada suatu kawasan.
Penataan ini memerlukan sistem pelayanan yang efisien, aman, dan nyaman.
Penataan jaringan utilitas tidak dapat terlepas dari aspek kebijaksanaan dan strategis
yang ditempuh dalam sistem pengaturan jaringan utilitas kawasan perencanaan
secara umum karena rencana tersebut harus terpadu (integrated). Jaringan utilitas di
sekitar kawasan perencanaan yang akan dianalisis adalah jaringan telepon, jaringan
listrik, jaringan air bersih, jaringan air hujan/drainase, jaringan air limbah, dan
jaringan persampahan. Analisis jaringan utilitas tersebut terdiri dari analisis sistem
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

jaringan, penyediaan kebutuhan, letak penampang jaringan, hingga ke manajemen


pengelolaannya. Arahan rencana letak dan penampang jaringan utilitas ini ditujukan
untuk mencapai efisiensi dan efektivitas penggunaan jaringan utilitas.

5.4.4. Aplikasi GIS dalam Perencanaan Tata Ruang

INCLUDEPICTURE "https://1.bp.blogspot.com/- INCLUDEPICTURE


6PqOyN8UFt0/VztBZuMkFQI/AAAAAAAAADA/y0I "http://www.smilejogja.com/wp-
PszZrBBoacsjtMZnGp8nEqQ_mavgwgCLcB/s320/q content/uploads/2013/09/Quantum-GIS.jpg"
gis_screenshot.png" \* MERGEFORMATINET \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
INCLUDEPICTURE "https://1.bp.blogspot.com/- "http://www.smilejogja.com/wp-
6PqOyN8UFt0/VztBZuMkFQI/AAAAAAAAADA/y0I content/uploads/2013/09/Quantum-GIS.jpg"
PszZrBBoacsjtMZnGp8nEqQ_mavgwgCLcB/s320/q \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
gis_screenshot.png" \* MERGEFORMATINET "http://www.smilejogja.com/wp-
INCLUDEPICTURE "https://1.bp.blogspot.com/- content/uploads/2013/09/Quantum-GIS.jpg"
6PqOyN8UFt0/VztBZuMkFQI/AAAAAAAAADA/y0I \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE
PszZrBBoacsjtMZnGp8nEqQ_mavgwgCLcB/s320/q "http://www.smilejogja.com/wp-
gis_screenshot.png" \* MERGEFORMATINET content/uploads/2013/09/Quantum-GIS.jpg"
INCLUDEPICTURE "https://1.bp.blogspot.com/- \* MERGEFORMATINET
6PqOyN8UFt0/VztBZuMkFQI/AAAAAAAAADA/y0I
PszZrBBoacsjtMZnGp8nEqQ_mavgwgCLcB/s320/q
gis_screenshot.png" \* MERGEFORMATINET

INCLUDEPICTURE "https://1.bp.blogspot.com/-
mH5EbB2BdK0/Wh2kO4e7lPI/AAAAAAAAFmQ/mVRBkeTiPbABqVK3Qx8034WreKummdXFgCLcB
GAs/s1600/qgis.png" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE "https://1.bp.blogspot.com/-
mH5EbB2BdK0/Wh2kO4e7lPI/AAAAAAAAFmQ/mVRBkeTiPbABqVK3Qx8034WreKummdXFgCLcB
GAs/s1600/qgis.png" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE "https://1.bp.blogspot.com/-
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

mH5EbB2BdK0/Wh2kO4e7lPI/AAAAAAAAFmQ/mVRBkeTiPbABqVK3Qx8034WreKummdXFgCLcB
GAs/s1600/qgis.png" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE "https://1.bp.blogspot.com/-
mH5EbB2BdK0/Wh2kO4e7lPI/AAAAAAAAFmQ/mVRBkeTiPbABqVK3Qx8034WreKummdXFgCLcB
GAs/s1600/qgis.png" \* MERGEFORMATINET

Gambar 5.13. Aplikasi Software Sistem Informasi Geografis (ilustrasi)

A. Sejarah peta dan GIS

Konsep peta telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini terbukti dengan
telah banyaknya gambar yang menyerupai peta perjalanan. Salah satunya seperti
yang digambarkan oleh orang-orang Cro-Magnon pada dinding gua di Lascaux
Prancis. Pada dinding gua terdapat gambar hewan dilengkapi dengan garis yang
dipercaya sebuah rute migrasi hewan-hewan tersebut. Dari zaman ke zaman petapun
berkembang. Tidak hanya manfaat peta yang akhirnya disadari semakin luas.
Teknologi pembuatan peta itu sendiri juga ikut berkembang.

GIS adalah singkatan dari Geographic Information System. Dalam bahasa


Indonesia sendiri, GIS disingkat SIG yang artinya Sistem Informasi Geografi. Sistem
Informasi Geografi adalah sebuah sistem yang dapat membantu memberikan
gambaran yang lebih jelas tentang informasi dari sebuah tempat. Hasil akhir SIG
dapat juga disebut Smart Maps. Hal ini dikarenakan hasil hasil akhir SIG memang
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

merupakan sebuah peta yang dilengkapi dengan data yang dibutuhkan oleh si
pembuatnya. Smart Map inilah yang nantinya dapat membantu user, baik dalam
menganalisis ataupun mengambil keputusan terhadap suatu daerah.

Sistem Informasi Geografis (SIG) muncul pada tahun 1967. Pertama kali SIG
dipergunakan oleh Departemen Energi, Pertambangan dan sumber daya Ottawa,
Ontario, Kanada. SIG yang pertama dikembangkan oleh Roger Tomlinson yang diberi
nama CGIS (Canadian GIS). SIG ini digunakan untuk menyimpan, menganalisis dan
mengolah data yang dikumpulkan untuk CLI (Canadian Land Inventory =
Inventarisasi Tanah Canada). Tujuannya untuk mengetahui kemampuan lahan di
wilayah pedesaan Canada). Sedangkan Roger Tomlinson sendiri akhirnya mendapat
julukan sebagai Bapak SIG.

B. Konsep Dasar GIS

GIS merupakan sistem komputer yang mampu memproses dan menggunakan


data yang menjelaskan tentang tempat pada perumukaan bumi. Informasi
permukaan bumi dalam GIS direpresentasikan dalam layer-layer informasi, seperti
jaringan jalan, bangunan, fasilitas dll. Lebih lanjut GIS didefinisikan sebagai
sekumpulan alat yang terorganisir yang meliputi hardware, software, data geografis
dan manusia yang sumuanya dirancang secara efisien untuk dapat melihat,
menyimpan, memperbaharui, mengolah dan menyajikan semua bentuk informasi
bereferensi geografis (ESRI, 1994). Selanjutnya GIS pada dasarnya dibuat untuk
mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis obyek serta fenomena yang posisi
geografisnya merupakan karakteristik yang penting untuk di analisis (Stan Aronoff,
1989).

Dari definisi ini, GIS jelas mempunyai karakteristik sebagai perangkat


pengelola basis data (Database Management System (DBMS), sebagai perangkat
analisa keruangan (spatial analysis) dan juga sekaligus proses komunikasi untuk
pengambilan keputusan.

Keunikan GIS jika dibanding dengan sistem pengelola basis data yang lain
adalah kemampuan untuk menyajikan informasi spatial maupun non-spatial secara
bersama. Sebagai contoh data GIS penggunaan lahan dapat disajikan dalam bentuk
luasan yang masing-masing mempunyai atribut penjelasan baik itu tabuler, text,
angka, maupun image file. Informasi yang berlainan tema disajikan dalam lapisan
(layer) informasi yang berlainan.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Tiga tugas utama yang diharapkan dari sistem informasi geografis


adalah:

a. Penyimpanan, menajemen, dan integrasi data spasial dalam jumlah besar

b. Kemampuan dalam analisis yang berhubungan secara spesifik dengan


komponen data geografis.

c. Mengorganisasikan dan mengatur data dalam jumlah besar, sehingga


informasi tersebut dapat digunakan semua pemakainya.

Lebih sederhana lagi GIS mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai database
system dan sebagai alat analisis dan modeling yang berkaitan dengan informasi
geografis.

Keuntungan dari pemanfaatan GIS (Korte) :

a. data lebih aman dan tersusun lebih baik

b. tumpang tindih data dapat dihilangkan

c. perbaikan/updating data menjadi lebih mudah dan cepat;

d. data mudah disimpan, dicari (query) dianalisis dan disajikan.

e. data pada organisasi (pemerintah daerah) menjadi terpadu; sehingga


tingkat produktivitas karyawan menjadi meningkat

Lebih spesifik lagi kegunaan GIS berkaitan dengan pengelolaan kota (urban
management) adalah; sebagai DSS (Division Support System), yaitu sebagai alat
pengambilan keputusan bagi aparat pengelola dan pembangunan kota seperti
Bupati/Walikota, Bappeda dan Dinas-dinas Sektoral.

Selain keuntungan seperti diuraikan di atas, kegunaan GIS menjadi kurang


bermanfaat, jika kita kurang memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. gagal merumuskan persoalan dengan benar;

b. kurang mempertimbangkan kemampuan operasionalnya;

c. hanya untuk coba-coba;

d. gagal merumuskan tujuan;

e. tidak memperhitungkan pengembangan jangka panjang

f. kurang mendapat dukungan pengelolaaan

g. kurang melibatkan pemakai


PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

h. gagal merinci kebutuhan

i. kurangnya latihan bagi pemakai dan kurang laporan mengenai keberhasilan


GIS kepada atasan

Beberapa contoh penerapan dari GIS (Geographic Information System)

 Sumber Daya Alam

Berguna sebagai alat inventarisasi, manajemen, serta kesesuaian lahan


untuk pertanian, perkebunan, kehutanan, perencanaan tatagunalahan,
analisis daera, rawan bencana alam dsb.

 Pengelolaan dan Manajemen Kota

Sebagai DSS (Divisi Suport System) yang membantu Bupati/Walikota dalam


hal perencanaan, pengelolaan Wilayah dan Kota, memberikan informasi
daerah serta profil investasi untuk menarik investor.

 Kependudukan

Berguna untuk menyusun data pokok, penyediaan informasi


kependudukan/sensus dan sosial ekonomi, sistem informasi untuk pemilu
dsb

 Lingkungan

Meliputi pemantauan pencemaran sungai, danau, laut; evaluasi


pengendapan lumpur/sedimen baik disekitar danau, sungai/pantai;
permodelan pencemaran udara, limbah berbahaya dan sebagainya.

 Pertanahan

Berguna untuk menginventarisasi masalah tanah dan mengelola sistem


informasi pertanahan.

 Prasarana

Membantu untuk menginventarisasi dan manajemen informasi jaringan


pipa air minum, sistem informasi pelanggan perusahaan air minum
perencanaan pemeliharaaan dan perluasan jaringan pipa air minum, listrik
dan telepon.

 Ekonomi Bisnis dan Marketing


PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Penentuan lokasi-lokasi bisnis yang mempunyai prospek tinggi, seperti


bank, pasar swalayan/supermarket, kantor cabang, show room

 Perpajakan

Aplikasi dibidang perpajakan, misalnya dalam menentukan NJOP dengan


teknologi GIS dapat dengan mudah dianalisa dan dikaji berdasarkan
informasi fisik yang tersedia di dalam basis data spasial (menyangkut
lokasi, aksesibilitas, dsb), serta berdasarkan perbandingan dengan
informasi atribut tentang nilai jual tanah dari tanah serupa di lokasi lain.

 Perencanaan prasarana perkotaan

Untuk merencanakan investasi di bidang prasarana perkotaan, GIS dapat


digunakan untuk menghitung kelayakan investasi berdasarkan perhitungan
jumlah konsumen serta data fisik lainnya.

5.4.5. Mitigasi Bencana

Gagasan awal konsultan dalam upaya arahan pemanfaatan ruang kawasan


rawan bencana adalah penetapan enam hal pokok dalam pengembangan wilayah
yang tanggap terhadap bencana adalah :

1.Pencegahan

Pembatasan wilayah yang dapat dibangun untuk mendirikan bangunan.


Dalam usaha pencegahan ini juga dilakukan pembatasan perkembangan
penggunaan lahan pada wilayah-wilayah yang rentan kemungkinan
bencana alam seperti wilayah yang rawan banjir, rentan kelongsoran rentan
gempa bumi dan tsunami, wilayah-wilayah sesar, maupun dari bagian
wilayah yang sudah atau sedang dieksploitasi seperti wilayah pasca
penambangan, wilayah penambangan mineral atau galian C, tanah garapan,
atau pembukaan lahan pada wilayah lereng, pengembangan wilayah
penyangga (buffer area) pada industri pencemar.

2.Penyiapan Struktur Bangunan Yang Tingkat Keamanannya Tinggi

Desain struktur bangunan dengan tingkat keamanan tinggi, misalnya


bangunan yang dipertinggi dengan dukungan tiang tiang pada wilayah
banjir atau konstruksi khusus yang anti gempa. Dalam hubungan ini juga
termasuk perancangan lokasi tapak dan struktur konstruksi bangunan yang
sesuai dengan sifat lingkungan fisik seperti lokasi pada jarak aman,
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

orientasi peletakan bangunan dari gejala bencana alam, konstruksi pondasi


dan bangunan tahan terhadap suatu bentuk bencana alam tertentu (gempa
bumi, longsor, banjir, badai, amblesan).

3.Pembatasan Pemanfaatan dan Penggunaan Lahan

Untuk jenis penggunaan lahan seperti perumahan, industri, pusat


perdagangan, pertanian harus diatur dalam usaha menghadapi bencana
pada wilayah yang bersangkutan. Demikian pula pemanfaatan lahan
misalnya kepadatan penduduk, kepadatan bangunan harus diatur dengan
peraturan didalam menghadapi potensi bencana disuatu wilayah tertentu,
pembatasan penggunan lahan dengan pembatasan KDB, KLB, ketinggian
bangunan.

4.Pengembangan Sistem Peringatan

Beberapa jenis bencana alam dapat diperkirakan untuk mempunyai waktu


guna melakukan tindakan darurat. Sistem peringatan dini dilakukan melalui
sosialisasi reguler, sistem komunikasi peringatan, sistem informasi melalui
media elektronik dan media cetak : peningkatan pemahaman masyarakat
tentang lingkungannya dan pengembangan pola perilaku masyarakat
terhadap lingkungannya.

5.Penetapan Kebijakan Tentang Pembangunan Dalam Mitigasi Bencana

Penetapan kebijakan dan peraturan penggunaan lahan (peruntukan bagian


wilayah, peraturan bangunan, peraturan penetapan intensitas penggunaan
lahan yang sesuai dengan lingkungan, jaringan prasarana dan pengamanan
lingkungan.

6.Asuransi Kebencanaan

Sistem suatu jaminan asuransi dari pemerintah daerah untuk penduduk


yang berada didalam wilayah rentan bencana dapat diusahakan dengan
sistem yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

5.5. PROGRAM KERJA

5.5.1. Rencana Umum

Rencana umum dalam penyusunan Dokumen Materi Teknis Rencana Rinci


Tata Ruang Kawasan Masjid Pathok Negoro adalah sebagai berikut

a. Mengumpulkan data sekunder sebagai dasar perencanaan dalam


penyusunan kondisi kawasan perencanaan.

b. Identifikasi permasalahan dan kebutuhan perencanaan kawasan.

c. Menyusun konsep dan strategi rencana tata ruang rinci dan peraturan
zonasi kawasan

5.5.2. Kompilasi Data

Setelah tahap awal sudah dilakukan dan mendapatkan baik data primer
maupun data sekunder, selanjutnya adalah kompilasi data untuk memilih data apa
saja yang benar-benar bisa digunakan untuk mendukung proses analisis, meliputi:

a. Peta dasar dengan tingkat ketelitian 1:5000 menggunakan peta citra satelit
resolusi tinggi (Peta Citra Satelit)

b. Peta pendukung :
- Peta-peta kondisi fisik (geologi, jenis tanah, hidrologi, kemiringan, lereng,
morfologi, bentuklahan,curah hujan)
- Peta RBI

- Peta potensi SDA

- Peta potensi kebencanaan

c. Data dan informasi:


- Kebijakan penataan ruang terkait

- Kebijakan sektoral

- Wilayah administrasi

- Kondisi fisik lingkungan

- Kondisi prasarana dan sarana

- Kependudukan
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

- Perekonomian dan keuangan

- Peruntukan ruang

- Penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan ruang

- Kualitas kawasan maupun kualitas bangunan.

- Kelembagaan

- Peraturan Perundang-undangan terkait

5.5.3. Tahap Analisis dan Pengolahan Data

Tahap analisis data dalam penyusunan Dokumen Materi Teknis Rencana


Rinci Tata Ruang Kawasan Masjid Pathok Negoro ini meliputi:

3. Melakukan kegiatan analisis sesuai dengan ketentuan dalam Permen PU


No.20 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ. Sekurang-
kurangnya sebagai berikut:

a. Analisis kawasan perencanaan, yang meliputi analisis penduduk, analisis


fungsi ruang, analisis sistem jaringan pergerakan.

b. Analisis peruntukan blok rencana, yang meliputi analisis pembagian


blok, analisis peruntukan ruang, analisis fasilitas sosial dan fasilitas
umum, analisis mitigasi bencana.
c. Analisis prasarana transportasi, meliputi analisis sistem jaringan jalan,
analisis angkutan jalan, sistem perparkiran

d. Analisis utilitas umum, meliputi analisis air minum, drainase, air limbah,
persampahan, kelistrikan, irigasi, telekomunikasi dan energi.

e. Analisis pemanfaatan ruang meliputi

1) Kegiatan ekonomi skala masyarakat

2) Wisata budaya dan sejarah

3) Pendidikan dan pengembangan budaya

4) Penanaman tanaman hijau alamiah

5) Permukiman perdesaan

6) Pertanian
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

f. Analisis amplop ruang, meliputi analisis ;

1) Intensitas pemanfaatan ruang terdiri atas (i) Koefisien Dasar


Bangunan (KDB), (ii) Koefisien Lantai Bangunan (KLB), (iii) Koefisein
Dasar Hijau (KDH)

2) Tata Massa Bangunan, meliputi (i) pertimbangn garis sempadan


bangunan (GSB), (ii) garis sempadan sungai (GSS) dan jarak bebas
bangunan, (iii) pertimbangan garis sempadan waduk, (iv)
pertimbangan tinggi bangunan

g. Analisis kelembagaan dan peran masyarakat, meliputi (i) identifikasi


aspirasi dan analisis permasalahan aspirasi masyarakat, (ii) analisis
perilaku lingkungan, (iii) analisis perilaku kelembagaan.

h. Analisis Karakteristik Wilayah

1) Kedudukan dan peran kawasan perkotaan/perdesaan dalam wilayah


yang lebih luas

2) Keterkaitan antarwilayah dan antara kawasan perkotaan/perdesaan.

3) Keterkaitan antarkomponen ruang kawasan

4) Karakteristik fisik kawasan perkotaan/perdesaan

5) Karakteristik sosial kependudukan

6) Karakteristik perekonomian
7) Kemampuan keuangan daerah

i. Analisis potensi dan masalah pengembangan kawasan


perkotaan/perdesaan

1) Analisis pusat-pusat pelayanan

2) Analisis kebutuhan ruang

3) Analisis potensi peningkatan perekonomian masyarakat kawasan


sekitar

4) Analisis perubahan pemanfaatan ruang

j. Analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan

k. Analisis sosial budaya dan analisis sejarah kawasan masjid pathok


negoro
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

4. Merumuskan konsep Kawasan inti dan Kawasan Penyangga, Tujuan


Penataan Kawasan, Rencana Pola Ruang, Rencana Jaringan Prasarana,
Ketentuan Pemanfaatan Ruang, dan Arahan Peraturan Zonasi yang
diprioritaskan penanganannya sebagai dasar penyusunan Rencana Induk
dan RTBL.

5.5.4. Penyusunan Laporan

Laporan yang dihasilkan dari kegiatan penyusunan Dokumen Materi Teknis


Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Masjid Pathok Negoro adalah sebagai
berikut:

1. Materi Teknis

Materi Teknis Kawasan sesuai dengan Permen PU No 20 /PRT/M/2011


tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan
Zonasi Kabupaten/Kota, dan Arahan peraturan Zonasi sesuai Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN no 37 Tahun 2016 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi dan
Rencana Kawasan Strategis Kabupten dan Peraturan Daerah Istimewa
Yogyakarta no 2 Tahun 2017 tentang Tata Ruang Tanah Kasultanan dan
Tanah Kadipaten serta nilai-nilai lokal (local wisdom) Kawasan Satuan
Ruang Strategis Masjid Pathok Negoro. Rincian laporan Materi Teknis
Arahan Peraturan Zonasi yang akan dihasilkan adalah sebagai berikut:

a. Laporan Pendahuluan

Laporan ini berisi tentang tafsiran terhadap acuan penugasan (KAK),


metodologi dan pendekatan perencanaan, rencana kerja survey dan
tata kala ( jadwal ) pekerjaan secara keseluruhan.

b. Laporan Antara

Laporan ini berisi gambaran ( tertulis, tergambar ) rona awal wilayah


(kompilasi data) dan kecenderungan tingkat pertumbuhan di Kawasan
Satuan Ruang Strategis Masjid Pathok Negoro, kapasitas dan kebutuhan
pengembangan serta arah pengembangan (analisis), serta analisis SWOT
atau analisis lainnya.

c. Laporan Akhir
PENYUSUNAN MATERI TEKNIS,
NASKAH AKADEMIK (NA), PERATURAN ZONASI (PZ)
SATUAN RUANG STRATEGIS MASJID PATHOK NEGORO

Laporan ini berisi uraian mengenai tujuan perencanaan penyusunan


rencana tata ruang rinci dan peraturan zonasi Kawasan Satuan Ruang
Strategis Masjid Pathok Negoro; rencana arahan pola ruang; ketentuan
kegiatan dan penggunaan lahan, ketentuan intensitas pemanfaatan
ruang, ketentuan tata bangunan, rencana arahan jaringan prasarana;
ketentuan prasarana dan sarana minimal, ketentuan pelaksanaan,
ketentuan teknis zonasi, ketentuan khusus bagi Kawasan Satuan Ruang
Strategis Masjid Pathok Negoro sebagai kawasan cagar budaya/situs,
rencana arah pertumbuhan pada Kawasan Satuan Ruang Strategis Masjid
Pathok Negoro, serta rencana peraturan zonasi sesuai kajian atas dasar
ruang lingkup kegiatan yang telah disampaikan. Bersama penyampaian
Laporan Akhir juga harus disampaikan Naskah Akademis dari
Penyusunan Materi Teknis Arahan Peraturan Zonasi ini.

d. Laporan Executive Summary dan Album Peta

Laporan ini berisi ringkasan laporan akhir

e. Album Zoning Text dan Zoning Map

Album Zoning Map disajikan dengan skala atau tingkat ketelitian 1 :


5.000 untuk kawasan inti, kawasan penyangga dan kawasan
pengembang.

2. Dokumen Naskah Akademik Kawasan Satuan Ruang Strategis Masjid Pathok


Negoro.

Anda mungkin juga menyukai