Urbanisasi yang terjadi di hampir seluruh kota besar di Indonesia akhir-akhir ini
menambah beban daerah perkotaan menjadi lebih berat. Kebutuhan akan lahan,
baik untuk permukiman maupun kegiatan perekonomian meningkat, sehingga lahan
yang berfungsi sebagai retensi dan resapan menurun. Akibat aliran permukaan
bertambah besar. Perubahan fungsi lahan dari hutan (kawasan terbuka hijau)
menjadi daerah terbangun juga mengakibatkan peningkatan erosi. Material yang
tererosi terbawa serta ke dalam saluran air dan sungai, mengakibatkan
pendangkalan dan penyempitan.
Oleh karena itu, setiap perkembangan kota harus diikuti dengan evaluasi dan/atau
perbaikan sistem drainase secara keseluruhan, tidak hanya pada lokasi
pengembangan, tetapi juga daerah sekitarnya yang terpengaruh. Sebagi contoh,
pengembangan suatu kawasan permukiman di daerah hulu suatu sistem drainase,
Hal. IV - 1
maka perencanaan drainasenya tidak hanya dilakukan pada kawasan permukiman
tersebut, tetapi sistem drainase di hilir juga harus dievaluasi dan/atau diredisain
jika diperlukan.
Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka instansi atau pengembangan yang terlibat
harus mampu menjamin bahwa air dari kawasan yang dikembangkan tidak ada
perubahan dari sebelumnya dan sesudah dikembangkan. Cara yang dapat ditempuh
adalah dengan menyediakan resapan-resapan buatan, seperti sumur resapan,
kolam resapan, kolam tandom sementara, dan sebagainya.
Adalah suatu hal tepat bila Pemerintah Kota Tarakan membuat suatu pekerjaan
Perencanaan Teknis Drainase Tarakan Timur dan Utara untuk mengantisipasi
dampak dari perkembangan kegiatan perkotaan di Kota Tarakan terhadap masalah
darainase perkotaan. Produk dari Perencanaan Teknis Drainase Tarakan Timur dan
Utara ini dijadikan sebagai pedoman dalam pengembangan sistem drainase
perkotaan yang tentunya dapat mengantisipasi setiap perubahan penggunaan lahan
akibat perkembangan aktivitas perkotaan.
4.1. DRAINASE
Pemahaman secara umum mengenai drainase perkotaan adalah suatu ilmu
dari drainase yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan, yaitu
merupakan suatu sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah
perkotaan yang meliputi pemukiman, kawasan industri dan perdagangan,
sekolah, rumah sakit, lapangan olahraga, lapangan parkir, instalasi militer,
instalasi listrik dan telekomunikasi, pelabuhan udara, pelabuhan laut, serta
tempat-tempat lainnya yang merupakan bagian dari sarana kota yang
berfungsi mengendalikan kelebihan air permukaan, sehingga menimbulkan
dampak negatif dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan
manusia. Pengertian drainase perkotaan tidak terbatas pada teknik
pembuangan air yang berlebihan namun lebih luas lagi menyangkut
keterkaitannya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya yang ada
di kawasan tersebut
Pertumbuhan kota dan perkembangan industri menimbulkan dampak yang
cukup besar pada siklus hidrologi sehingga berpengaruh besar terhadap
Hal. IV - 2
sisitem drainase perkotaan. Setiap perkembangan kota harus diikuti dengan
perbaikan sistem drainase, dan tidak cukup jika hanya pada lokasi yang
dikembangkan, melainkan harus meliputi daerah sekitarnya juga. Hal ini
disebabkan adanya perkembangan beberapa kawasan hunian yang disinyalir
sebagai penyebab utama terjadinya banjir dan genangan di lingkungan
sekitarnya. Oleh karena perkembangan urbaninsasi, menyebabkan perubahan
tata guna lahan sedangkan siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh tata guna
lahan.
Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh alur air, baik alur alam maupun
alur buatan yang hulunya terletak di kota dan bermuara di sungai yang
melewati kota tersebut atau bermuara ke laut di tepi kota tersebut.
Drainase perkotaan melayani kelebihan air pada suatu kota dengan
mengalirkannya melalui permukaan tanah atau di bawah permukaan tanah,
untuk dibuang ke sungai, laut dan danau. Kelebihan air tersebut dapat berupa
air hujan, air limbah domestik maupun air limbah industri. Oleh karena itu,
drainase perkotaan harus terpadu dengan sanitasi, sampah, pengendalian
banjir kota dan lain-lain.
a. Fungsi jaringan
Hal. IV - 3
masing buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, kuantitas air
hujan dan air buangan tidak terlalu jauh berbeda, fluktuasi curah
hujan dari tahun ke tahun relatif kecil.
3. Sistem kombinasi
Merupakan perpaduan antara saluran air buangan dan air hujan di
mana pada musim hujan air buangan dan air hujan tercampur dalam
saluran air buangan, sedangkan air hujan berfungsi sebagai pengencer
atau penggelontor. Kedua saluran ini tidak bersatu tetapi
dihubungkan dengan sistem perpipaan interseptor.
Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam menentukan pemilihan ini
adalah perbedaan besar antara kuantitas air buangan yang akan
disalurkan melalui jaringan penyalur air buangan dan kuantitas curah
hujan pada daerah pelayanan, umumnya di dalam kota dilalui sungai-
sungai di mana air hujan secepatnya dibuang ke dalam sungai-sungai
tersebut, periode musim kemarau dan musim hujan yang sama serta
fluktuasi air hujan yang tidak tetap.
Beberapa contoh medel tata letak saluran yang dapat diterapkan dalam
perencanaan jaringan drainase antara lain :
1. Pola alamiah
Letak conveyor drain (b) ada di bagian rendah (lembah) dari suatu
daerah yang secara efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak
cabang saluran yang ada (collector drain). Di mana collector maupun
conveyor drain merupakan saluran alami. Pola ini umumnya dibuat
pada daerah yang mempunyai topografi yang sedikit lebih tinggi dari
pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuangan akhir berada di
tengah kota.
a a b a a b
a a a a
a = collektor drain
b = conveyor drain
Hal. IV - 4
2. Pola siku
Conveyor drain terletak di lembah dan merupakan saluran alami,
sedangkan collector drain dibuat tegak lurus dari conveyor drain.
a a a a a
b b
a a a a a
3. Pola paralel
Collector drain yang menampung debit dari sungai-sungai yang lebih
kecil dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian masuk conveyor
drain. a
a a
a a
a
a
b
a
a b
b
4. Pola jaring-jaring
Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah
terhadap daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa interceptor
drain (a) yang kemudian ditampung ke dalam saluran collector (b)
dan selanjutnya dialirkan menuju saluran conveyor.
a a
a = Interceptor
a
a b = Collector Drain
a a
c = Conveyor Drain
a
a a
a
b b
c
c
Hal. IV - 5
6. Pola radial
Suatu daerah genangan dikeringkan melaui beberapa collector drain
dari suatu titik menyebar ke segala arah (sesuai dengan kondisi
topografi daerah).
Hal. IV - 6
bangunan dan jumlah kerapatan fasilitas tersebut akan sangat
dipengaruhi oleh kondisi daerah rencana. Deskripsi lingkungan fisik yang
dianggap penting diketahui sesuai jenisnya dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Tata guna lahan
Merupakan peta yang dapat menggambarkan tentang pola
penggunaan lahan di daerah rencana. Pola penggunaan lahan yang
dimaksud harus mencakup tentang kondisi maupun rencana
pengembangan di masa yang mendatang. informasi tersebut
diperlukan untuk menentukan lingkup sistem drainase yang
diperlukan dan untuk merencanakan drainase yang tingkatnya sesuai
dengan katagori tata guna lahan dari daerah yang bersangkutan.
2. Prasarana lain
Informasi tentang prasarana lain yang dimaksud meliputi jalan air
minum, listrik, jaringan telepon, dan jaringan lain yang diperkirakan
menyebabkan bottle neck. Ini dimaksudkan sebagai pertimbangan
dalam menentukan trase saluran dan untuk mengidentifikasi jenis
bangunan penunjang yang diperlukan.
3. Topografi
Informasi yang dibutuhkan untuk menentukan arah penyaluran dan
batas wilayah tanahnya, pemetaan kontur di suatu daerah urban pelu
dilakukan pada skala 1 : 5.000 dengan beda kontur 0,25 m di daerah
datar, dan beda kontur 1 m untuk daerah curam. Pemetaan kontur
dengan skala 1 : 50.000 dan 100.000 juga memungkin diperlukan
untuk menentukan luas daerah aliran sungai di hulu kota, suatu beda
kontur 2,5 m biasanya cukup bagi keperluan agar efek dari jalan,
saluran dan penghalang aliran banjir lainnya dapat diperkirakan.
4. Pola aliran alam
Informasi tentang pola aliran alam dipelukan untuk mendapatkan
gambaran tentang kecendrungan pola letak dan arah aliran alam yang
terjadi sesuai kondisi lahan daerah rencana. Secara tidak langsung,
sebenarnya informasi ini dapat diinterprestasikan dari peta topografi
dengan cara mengidentifikasi lembah dan punggung. Di mana pola
aliran buangan alam cenderung mengarah pada bagian lembah.
Hal. IV - 7
Namun untuk dapat memperoleh hasil informasi yang lebih akurat,
perlu dilakukan observasi langsung kelapangan.
5. Pola aliran daerah pembuangan
Daerah pembuangan yang di maksud adalah tampat pembuangan
kelebihan air dan lahan yang direncanakan misalnya sungai, laut,
danau dan lain-lain. Informasi ini sangat penting terutama berkaitan
dengan penempatan fasilitas outletnya, elevasi fasilitas oulet harus
ditetapkan di atas muka air maksimum daerah pembuangan, sehingga
gejala terjadi air balik (back water) pada rencana saluran drainase
dapat dihindari.
4.2. HIDROLOGI
Hal. IV - 8
(DAS ; daerah di mana semua alirannya mengalir ke dalam sungai
yang di maksud).
2) Analisa Curah Hujan
Pengukuran yang diperoleh dari masing-masing alat pengukur hujan
merupakan data hujan pada suatu tempat saja (lokal) . sedang untuk
menganalisis umumnya yang diinginkan adalah data curah hujan
daerah aliran (area rainfall). Apabila di dalam suatu areal terdapat
beberapa alat penakar hujan maka dapat diambil nilai rata-rata untuk
mendapatkan nilai curah hujan areal. Beberapa metode yang sering
digunakan untuk menghitung hujan rata-rata daerah adalah :
» Tinggi Rata-Rata (rata-rata hitung)
Tinggi rata-rata curah hujan diperoleh dengan mengambil harga
rata-rata hitung dari penakaran pada penakar hujan dalam areal
tersebut. Rumus yang digunakan adalah (Mori, 1999) :
Ri = 1/x (R1 + R2 + … + Rx ) ……… (4 - 1)
Dengan :
Ri = curah hujan daerah (mm)
x = jumlah titik (pos) pengamatan
R1 , R2 , Rx = curah hujan di tiap titik pengamatan (mm)
2 3
4
7
5
6
Hal. IV - 9
A1 R1 A 2. R 2 ... A x R x
Ri ………………….. (4 - 2)
A1 A 2 ... A x
Dengan :
Ri = curah hujan daerah (mm)
R1 , R2 , Rx = curah hujan di tiap titik pengamatan dan x
adalah jumlah titik pengamatan (mm)
A1 , A 2 , A x = luas daerah yang mewakili tiap titik
pengamatan (km2)
1
A1
2 3
A3
A2
A4
4
A7 7
A5
5 A6
6
R R2 R R3 R Rx
A1 1 A2 2 ... A x x 1
Ri 2 2 2 …… (4 - 3)
A1 A 2 ... A x
Dengan :
Ri = tinggi hujan rata-rata (mm)
R1 , R2 , Rx = tinggi hujan yang sama pada setiap garis
isohyet (mm)
A1 , A 2 , A x = luas yang dibatasi garis isohyet (km2)
Hal. IV - 10
d3 = 45 mm
d4 = 60 mm
d1 = 20 mm
d5 = 70 mm
10 mm 30 mm
60 mm
A2 d6 =80 mm
20 mm A3 70 mm
A0 40 mm A4
50 mm
A1
A5
do = 10 mm 80 mm
d2 =30 mm
Hal. IV - 11
2) Metode Analisis Frekuensi
Berdasarkan analisis frekuensi hujan akan diperoleh besarnya hujan
harian maksimum yang mungkin akan terjadi pada periode ulang
tertentu. Untuk menganalisa probabilitas hujan dan banjir digunakan
beberapa metode teoritis. Secara umum distribusi teoritis terbagi
atas 2 macam yaitu diskrit dan kontinyu, dalam bahasan ini hanya
diuraikan distribusi kontinyu yang terdiri dari beberapa metode
antara lain : distribusi Log Normal, distribusi Gumbel dan distribusi
Log Pearson type III.
c. Banjir
Secara umum yang dimaksud banjir di sini adalah genangan air
dipermukaan tanah sampai melebihi batas tertentu, atau dengan kata lain
banjir diartikan sebagai suatu keadaan di mana debit yang mengalir pada
suatu alur (sungai) melebihi debit normal (debit harian rata-rata).
Masalah mengenai banjir dalam arti pengenangan air di daerah tertentu,
seperti bagian kota, lapangan terbang, daerah industri,daerah pertanian
dan sebagainya, umumnya menyangkut masalah drainase yaitu
pembuangan air dari daerah yang bersangkutan. Pada masalah ini perlu
diperkirakan berapa besarnya debit air yang harus dibuang atau
disalurkan melalui bangunannya dan dalam berapa lama pembuangan itu
harus dilangsungkan. Sebagai acuan perencanaan maka ditetapkanlah
banjir rencana yaitu banjir yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan
ukuran bangunan yang direncanakan.
Banjir rencana yang digunakan sebagai acuan perencanaan ditetapkan
berdasarkan periode ulang, umur ekonomis bangunan, biaya
pembangunan dan besar kerugian yang diderita apabila bangunan yang
direncanakan mengalami kerusakan.
1) Analisis Debit Rencana
Debit rencana dengan periode ulang tertentu dapat diketahui dari
hujan rencana. Jadi sebelum debit rencana diketahui terlebih dahulu
diadakan analisis frekuensi hujan untuk memperoleh besarnya hujan
rencana dengan periode ulang tertentu yang mengakibatkan banjir
Hal. IV - 12
yang dimaksud. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam
anallisis ini adalah metode rasional.
Metode ini adalah metode tertua dan terkenal diantara metode
empiris, yang pertama kali dipergunakan di Irlandia oleh Mulvani
tahun 1847. Metode ini digunakan untuk menentukan banjir
maksimum bagi saluran-saluran dengan daerah pengaliran kecil.
Metode yang dimaksud adalah :
Q = 0,00278 C · Cs · I · A …………… (4 - 4)
Keterangan :
Q = debit maksimum dengan periode ulang T tahun (m3/dtk)
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran (ha)
C = koefisien pengaliran
Cs = koefisien penampungan
0,00278 = Angka konversi
2) Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan dapat diartikan sebagai jumlah curah hujan
yang terjadi dalam satu satuan waktu tertentu. Besar intensitas hujan
tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya.
Untuk menghitung intensitas curah hujan selama waktu tiba banjir
dipergunakan data hasil perhitungan curah hujan maksimum pada
setiap periode ulang tertentu. Besar intensitas curah hujan untuk
lama waktu hujan sembarang oleh Dr. Mononobe dirumuskan sebagai
berikut :
R24 24
I .........…………….. (4 - 5)
24 t
Keterangan :
t = lama curah hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
Hal. IV - 13
3) Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi didefenisikan sebagai waktu yang dibutuhkan air
untuk mengalir dari titik yang terjauh sampai pada titik yang ditinjau.
Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh
luas daerah pengaliran, panjang saluran drainase, kemiringan dasar
saluran. Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi
waktu yang diperlukan air untuk mengalir di atas permukaan tanah
menuju saluran terdekat, dan waktu yang diperlukan air untuk
mengalir disepanjang saluran sampai pada titik yang ditinjau, hal ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
tc to td ..................……………. (4 - 6)
Keterangan :
tc = lamanya waktu konsentrasi (menit)
to = waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir melalui permukaan
tanah ke saluran terdekat (menit)
td = waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir dalam saluran sampai
pada titik yang ditinjau (menit)
(1
Untuk menghitung to dan td digunakan rumus Kirpich
0 , 77
L
t o 0,0195 ……………. (4 - 7)
S
0 , 77
L'
t c 0,0195 …………… (4 - 8)
'
S
Keterangan :
L = Jarak pengaliran permukaan (m)
L’ = Panjang saluran (m)
S = Kemiringan tanah pengaliran
S’ = Kemiringan dasar saluran
4) Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran dapat dipengaruhi oleh kondisi geologi, jenis
permukaan tanah, kemiringan dan kepadatan penduduk. Dalam
1
Imam Subarkah, Hidrologi Untuk Perancanaan Bangunan Air, Idea Dharma, Bandung 1980
Hal. IV - 14
pemilihan koefisien ini harus mempertimbangkan kemungkinan
adanya pembangunan dan pengembangan dimasa yang akan datang.
Pada suatu daerah pengaliran dengan tata guna lahan yang berbeda-
beda maka besar koefisien pengaliran dapat ditetapkan dengan
mengambil harga rata-rata berdasarkan bobot luas daerah, koefisien
pengaliran rata-rata pada suatu daerah ditentukan berdasarkan rumus
:
C1 A1 C 2 A2 ..... C n An
C …………… (4 - 9)
A1 A2 ..... An
Keterangan :
C = harga rata-rata koefisien pengaliran
C1 , C 2 , C n = koefisien pengaliran tiap daerah pengaliran (lihat
Tabel 4.6)
A1 , A 2 , A n = luas masing-masing daerah pengaliran (Ha)
Tabel 4.1.
Besar Koefisien Pengaliran
Koef.
No Jenis Pengaliran
Pengaliran
1. Perumahan tidak begitu rapat 20 rumah/Ha 0,25 – 0,40
2. Perumahan dengan kerapatan sedang 20 – 60 rumah/Ha 0,40 – 0,70
3. Perumahan kerapatan sedang 60 – 160 rumah/Ha 0,70 – 0,80
4. Taman dan Daerah rekreasi 0,20 – 0,30
5. Daerah Industri 0,80 – 0,90
6. Daerah perniagaan 0,90 – 0,95
Sumber : Iman Subarkah, Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, Hal 200
5) Koefisien Penampungan
Koefisien penampungan dari akhir saluran terhadap puncak banjir
semakin besar kalau daerah alirannya semakin luas, efek
penampungan terhadap banjir maksimum diperhitungkan
menggunakan rumus koefisien penampungan.
2 tc
Cs …………… (4 - 10)
2 tc td
dimana :
Cs = Koefisien penampungan
tc = lama waktu konsentrasi
Hal. IV - 15
td = waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir didalam saluran ke
tempat yang ditinjau.
2
Kartono Wirosuhardjo, Dasar-dasar Demografi, Lembaga Demografi Fak. Ekonomi, UI
Hal. IV - 16
2) Metode Geometrik
Metode ini memperkirakan pertumbuhan penduduk yang
menggunakan dasar bunga berbunga, jadi angka pertumbuhan
penduduk sama setiap tahun.
Rumus :
Pn Po 1 r n …………… (4 - 12)
log Pn log Po
log 1 r
n
dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun n
Po = Jumlah penduduk pada awal tahun
n = Periode waktu dalam tahun
r = Angka pertumbuhan penduduk
3) Metode Ekponensial
m
Pm Pn Pn Po ……………. (4 - 12)
n
Hal. IV - 17
dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun n
Po = Jumlah penduduk pada awal tahun
Pm = Jumlah penduduk pada tahun yang diestimatikan (tahun m)
m = Selisih tahun yang dicari dengan tahun n
n = selisih tahun dari 2 sensus yang diketahui
4.4. HIDROLIKA
Analisis hidraulik dimaksudkan untuk mencari dimensi hidrolis dari saluran
drainase dan bangunan air. Analisis ini akan mencakup kapasitas pengaliran,
kapasitas saluran, kecepatan aliran dalam saluran, bahan konstruksi,
kemiringan dasar saluran dan penampang saluran.
Hal. IV - 18
a. Bentuk penampang melintang saluran
Untuk merencanakan dimensi penampang pada saluran drainase digunakan
rumus-rumus aliran seragam. Aliran seragam ini mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut : dalamnya aliran, luas penampang melintang aliran,
kecepatan aliran serta debit selalu tetap pada setiap penampang
melintang. Bentuk penampang saluran drainase dapat merupakan saluran
terbuka maupun saluran tertutup tergantung kondisi daerahnya. Rumus
kecepatan rata-rata pada perhitungan dimensi penampang saluran
menggunakan rumus Manning, selain itu dalam menentukan dimensi
saluran perlu juga diketahui kapasitas saluran. Kapasitas saluran dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus kontinuitas. Ada beberapa macam
bentuk penampang melintang saluran yang biasa digunakan dalam
perencanaan drainase. Efektifitas penggunaan dari berbagai bentuk
penampang melintang saluran yang dikaitkan dengan fungsi saluran adalah
sebagai berikut :
1) Dimensi saluran empat persegi panjang
Saluran ini dipakai pada saluran yang mempunyai debit pengaliran
yang agak besar, bentuk saluran tersebut digunakan sebagai saluran
tersier.
Rumus :
Q V A W
1
V R 3 I
2 1
2
n
h
A
R
P
P b 2h
b
Keterangan :
P = keliling basah (m2)
b = lebar saluran (m)
h = tinggi air dalam saluran (m)
w = tinggi jagaan (m)
Hal. IV - 19
2) Dimensi saluran trapesium
Saluran ini dipakai pada saluran yang mempunyai debit pengaliran
yang cukup besar dan saluran ini digunakan untuk saluran sekunder.
Rumus :
1
V R 3 I 2
2 1
w
n
Q A .V 1
h
R A / P
m
A ( b m . h ). h
P b 2 h. 1 m 2
b
b. Kecepatan aliran
Untuk menghindari adanya genangan-genangan dan endapan disepanjang
dasar saluran serta mengurangi pengerusan pada dasar dan sisi saluran
maka perlu ditentukan kecepatan aliran minimum dan maksimum.
Dalam perencanaan sistem saluran drainase ini dipilih kecepatan minimum
0,75 m/dtk dan kecepatan maksimum 3 m/dtk. Untuk pekerjaan ini
kecepatan maksimum ditentukan sebagai berikut:
Saluran tanah alam = 0,7 m/dtk
Saluran pasangan batu =2 m/dtk
Saluran pasangan beton =3 m/dtk
3
Joetata Hadiharjaja, Drainase Perkotaan, Universitas Gunadharma, Jakarta, 1997
Hal. IV - 20
d. Tinggi muka air
Tinggi muka air saluran drainase di jaringan intern bergantung pada fungsi
saluran tersebut, yaitu :
Di jaringan tersier lahan membuang airnya langsung ke saluran tersier
dan tinggi muka air rencana di saluran tersier bisa mempunyai elevasi
yang sama dengan tinggi permukaan tanah.
Di jaringan sekunder, saluran menerima air buangan dari saluran
tersier, tinggi muka air rencana di saluran sekunder ditentukan
berdasarkan tinggi muka air yang diperlukan di ujung masing-masing
saluran tersier.
Di jaringan primer, saluran menerima air buangan dari saluran
sekunder, tinggi muka air rencana di saluran primer ditentukan
berdasarkan tinggi muka air yang diperlukan di ujung masing-masing
saluran sekunder.
e. Tinggi jagaan
Jagaan (waking) dari suatu saluran adalah jarak vertikal dari puncak
tanggul sampai permukaan air pada kondisi perencanaan. Jarak tersebut
harus sedemikian rupa, sehingga dapat mencegah peluapan air akibat
gelombang serta fluktuasi permukaan air. Jagaan tersebut direncanakan
antara kurang dari 5 %sampai 30 % lebih dari dalamnya aliran untuk
saluran,jagaan pada umumnya serta lokasi dari saluran penambahan-
penambahan air akibat hujan, fluktuasi permukaan air tanah, gerakan
angin. Tinggi jagaan minimum untuk saluran dengan pasangan adalah :
Tabel 4.2.
Tinggi Jagaan
Debit
W (m)
(Q = m3/dt)
Saluran pasangan
Q < 1,50 0,20
1,5 < Q< 5,00 0,25
5,00 < Q< 10,00 0,30
10,00 < Q < 15,00 0,40
Q > 15,00 0,50
Saluran pasangan
Q<5 0,50
5,00 < Q< 10,00 0,75
Q > 10,00 1,00
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi, Kp.03 Bagian Perencanaan.
Hal. IV - 21
f. Kemiringan dinding saluran
Kemiringan dinding saluran terutama tergantung dari jenis bahan yang
membentuk saluran. Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam
penentuan kemiringan ialah cara pembangunannya, kehilangan akibat
rembesan, perubahan iklim, ukuran saluran, dan lain-lain. Umumnya
dikatakan bahwa kemiringan dinding harus dibuat securam mungkin dan
dirancang untuk memperoleh efisiensi hidrolis dan kestabilan setinggi
mungkin.
Tabel 4.3.
Kemiringan Dinding Saluran Yang Sesuai
Untuk Berbagai Jenis Bahan
Tabel 4.4.
Koefisien Kekasaran Manning
Hal. IV - 22
4.5. MATERIAL
Material yang biasa digunakan untuk saluran air buangan ditentukan oleh
keadaan lapangan dan daerah yang akan direncanakan. Untuk memilih jenis
material yang akan dipakai untuk saluran, maka perlu diperhatikan terhadap
kekuatan,keawetan, ketahanan terhadap korosi dan biaya. Untuk
perencanaan saluran ini dipilih pasangan batu kali/gunung, mengingat
material tersebut mudah didapat di daerah sekitar perencanaan.
Tabel 4.5.
Kemiringan Talud Bahan dari Tanah
Batu 0,25
Lempung Kenyal, geluh 1-2
Lempung pasiran, tanah kohesif 1,5 - 2
Pasir Lanauan 2-5
Gambut Kenyal 1-3
Gambut Lunak 3-4
Tanah dipadatkan dengan baik 1 - 1,5
Tabel 4.6.
Kemiringan Talud Bahan Pasangan
Hal. IV - 23
harga akan normal dibandingkan dengan kurangnya persediaan barang,
maka harga akan naik dari normalnya.
3. Ada tidaknya tenaga tukang yang terlatih, bilamana tukang diambil dari
luar daerah, nilai upah akan bertambah tinggi bila dibandingkan dengan
tukang yang ada dilokasi proyek.
Pekerjaan operation dan maintenance (O.M) sangat diperlukan agar
supaya sistem jaringan bisa bekerja seoptimal mungkin. Pada saat ini
pekerjaan main tenance jaringan drainase seakan- akan terabaikan,
karena ketiadaan tenaga kerja yang terlatih, dana serta belum
terbentuknya organisasi untuk melaksanakan pekerjaan maintenance
tersebut.
Organisasi tersebut mutlak diperlukan untuk pelaksanaan pengelolaan
pekerjaan operation dan maintenance ini, dan sebaiknya berada dalam
lingkup Dinas PU Permukiman dan Prasarana Wilayah Kota Ulubongka.
Hal. IV - 24
persegi panjang dengan plat beton diatasnya sebagai penutup dan
penahan beban dari jalan raya.
4. Perhitungan Hidrolis dilakukan untuk menghitung dimensi dan
kehilangan tekanan (head loss).
Syarat yang dipenuhi untuk gorong-gorong dengan pengaliran tidak penuh
adalah h1 > 2/3 h.
Rumus :
0,0005078
b 1,5. 0,01989
D
Q u. b1. h1. 2 g z
dimana :
Q = debit air melalui gorong-gorong (m3/det)
b1 = lebar dasar gorong-gorong (m)
h1 = tinggi air dalam gorong-gorong (m)
h = tinggi air dalam saluran (m)
g = gravitasi (m/det2)
z = tinggi kehilangan energi (m)
u = 0,85 - 0,90.
V2
hf 1 a b.L.P / 4A
2g
Dimana :
hf = Kehilangan tekanan.
V = Kecepatan aliran air didalam gorong-gorong.
a = Koefisien kontraksi di intel gorong-gorong.
b = Gaya gesek air dan dinding gorong-gorong.
L = Panjang gorong-gorong.
P = Keliling basah gorong-gorong.
A = Profil gorong-gorong.
Hal. IV - 25
Untuk profil gorong-gorong yang berbentuk lingkaran dapat ditulis P/4A =
1/d (d = diameter gorong-gorong). Untuk harga koefisien a dapat diambil
:
1
a 1
Tabel 4.7.
Nilai Menurut Bentuk Intel Gorong-Gorong
Ambang rata
Ambang lebih tinggi dasar saluran
dengan dasar
Lubang inlet
saluran
sama sekali
Ambang
dibawah Ambang Ambang Sisi – sisi
diperbulat Sisi-sisi
muka air dengan sisi sisi-sisinya diperbula
dengan sisi- tajam
tajam diperbulat t
sisi tajam
Ambang atas
0,64 0,65 0,76 0,72 0,87
tajam
Ambang atas
0,65 0,72 0,81 0,67 0,85
bulat
Koefisien b diambil :
- Untuk gorong-gorong berbentuk lingkaran.
0,0005078
b 1,5. 0,01989
D
0,0005078
b 1,5. 0,01989
4R
dimana : D = diameter
R = jari-jari Hidrolis.
Hal. IV - 26
b. Street inlet.
Street intel merupakan jalan masuk air hujan kedalam saluran air
drainase. Street intel biasanya terletak dipinggir jalan raya/daerah
perumahan yang sistem drainasenya berada dibawah tanah atau ditutup
dan terhalang oleh trotoar. Design dan peletakan street intel diusahakan
sedemikian rupa sehingga air hujan dapat dengan mudah terkumpul dan
disalurkan melalui gutter. Disamping itu peletakan street intel harus
diusahakan agar tidak meringtangi lalu lintas pejalan kaki atau kendaraan
dijalan raya tersebut. Daya tampung street intel, khususnya curb intel
akan bertambah dengan adanya pengurangan kemiringan jalur jalan
dan bertambahnya kemiringan panggung jalan.
Gutter intel lebih efisien dari curb intel namun mempunyai kemungkinan
lebih besar terjadinya penyumbatan intal.
Rumus kapasitas Gutter, yang diturunkan dari persamaan Manning (oleh
Lazard)
Z
Qo 0,56
n
Qo = 0,56 Z/n . s1/2. d8/3
dimana :
Qo = Total Flow in guert
z = Kemiringan panggung jalan
n = Koefisien Manning
s = Kemiringan longitudinal dari gutter
asumsi: lebar atas saluran sama dengan keliling bawahnya
Hal. IV - 27
mampu menampung jumlah komulatif dari debit semua saluran yang
mengumpul dipermuan tersebut.
Dimensi saluran dari bangunan pertemuan tersebut, disesuaikan
dengan kemampuan peredaman energi (energi dissipation) terhadap
aliran dari hulunya. Dimana hidrolis diseseuaikan dengan analisa
terjunan.
Fb n
Rb hb
Ob n 2
n = b/h.b
Fb = n.h.b2
Ob = ( n + 2) hb.
Kt = Ko (1 - sin 0)
Q = fb Vs = n hb2 Kt Rb2/3 sin1/2
Hal. IV - 28
dimana ;
n = Perbandingan kedalaman air dan lebar.
b = Lebar dasar got miring, m
hb = Kedalam total air (termasuk penyerapan udara)
Fb = Luas batas total, m2
Ob = Keliling basah total, m
Rb = Jari-jari hidrolis total, m1/3/dt
O = Kemiringan got miring
Vs = Kecepatan pada got miring, m/dt
Ko = Koefisien kekasaran Stricklers, m
c. Bagian Peralihan :
Panjang bagian peralihan dapat dihitung dengan rumus berikut :
va - v1 = m 2g .Ho
dimana :
m = 0,8 - 0,9
v1 = Kecepatan aliran dibagian pemasukan, m/dt
v2 = Kecepatan aliran dibagian normal, m/dt
d. Bagian Olak :
Besarnya lubang peredam gelombang bisa dihitung dengan
rumus :
Q =u.F2gz
dimana :
Q = Debit rencana, m3 /dt
u = Koefisien debit (0,8)
z = Beda tinggi energi (0,03 m)
Hal. IV - 29
e. Jembatan, Sypon dan lain-lain.
Kriteria perencanaan untuk jembatan :
- Jembatan tidak boleh mengganggu aliran air saluran di dekatnya.
- Plat beton bertulang dibuat dari beton batu bertulang K175
(tegangan lentur rencana 60 kg/cm2)
- Jika dasar saluran irigasi atau pembuang tidak diberi pasangan maka
kedalaman pangkal pondasi (abbutment) diambil minimum 0,75 m
dan 1,00 m dibawah dasar saluran.
Tabel 4.8.
Harga Koefisien Kekasaran Saluran (n) Untuk Beberapa Jenis Dinding
Menurut Manning
Dinding
No. Kondisi (n)
Saluran
Papan-papan rata dipasang rapi
- 0,010
Papan-papan rata kurang rapi
- 0,012
1. Kayu
Papan-papan kasar dipasang rapi
- 0,012
Papan-papan kasar kurang rapi
- 0,014
Halus
- 0,010
2. Metal Dikeling
- 0,015
Sedikit kurang rapat
- 0,020
Plesteran semen halus
- 0,010
Plesteran semen dan pasir
- 0,012
Beton dilapis baja
- 0,012
3. Pasangan Batu
Beton dilapis kayu
- 0,013
Batu-batu kosong, kasar
- 0,015
Pasangan batu keadaan jelek
- 0,020
Halus dipasang rata
- 0,013
Batu bongkaran, batu pecah, batu belah
- 0,017
4. Batu Kosong
Batu gulung dipasang dalam Semen kerikil
- 0,020
halus padat
- Rata dan dalam keadaan baik 0,020
- Dalam keadaan biasa 0,025
5. Tanah - Dengan batu-batu dan Tumbuh-tumbuhan 0,025
- Dalam keadaan jelek Sebagian terganggu 0,035
oleh batudan tumbuh-tumbuhan
Sumber : Imam Subarkah, Ir. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air.
Hal. IV - 30