Anda di halaman 1dari 30

USULAN TEKNIS

Perencanaan Teknis Drainase


Tarakan Timur dan Utara

Perkotaan merupakan pusat segala kegiatan manusia, pusat produsen, pusat


perdagangan, sekaligus pusat konsumen. Di kawasan perkotaan tinggal banyak
manusia, banyak terdapat fasilitas umum, transportasi, komunikasi, dan
sebagainya. Saluran drainase di daerah perkotaan menerima tidak hanya air hujan,
tetapi juga air buangan (limbah) rumah tangga dan limbah pabrik. Hujan yang
jatuh di wilayah perkotaan kemungkinan besar terkontaminasi, manakala air itu
memasuki dan melintasi atau berada pada lingkungan perkotaan tersebut. Sumber
kontaminasi berasal dari udara (asap, debu, uap, gas, dan lain-lain), bangunan
dan/atau permukaan tanah dan limbah domestik (rumah tangga) yang mengalir
bersama air hujan. Setelah melewati lingkungan perkotaan, air hujan dengan atau
tanpa limbah domestik membawa polutan ke badan air.

Urbanisasi yang terjadi di hampir seluruh kota besar di Indonesia akhir-akhir ini
menambah beban daerah perkotaan menjadi lebih berat. Kebutuhan akan lahan,
baik untuk permukiman maupun kegiatan perekonomian meningkat, sehingga lahan
yang berfungsi sebagai retensi dan resapan menurun. Akibat aliran permukaan
bertambah besar. Perubahan fungsi lahan dari hutan (kawasan terbuka hijau)
menjadi daerah terbangun juga mengakibatkan peningkatan erosi. Material yang
tererosi terbawa serta ke dalam saluran air dan sungai, mengakibatkan
pendangkalan dan penyempitan.

Oleh karena itu, setiap perkembangan kota harus diikuti dengan evaluasi dan/atau
perbaikan sistem drainase secara keseluruhan, tidak hanya pada lokasi
pengembangan, tetapi juga daerah sekitarnya yang terpengaruh. Sebagi contoh,
pengembangan suatu kawasan permukiman di daerah hulu suatu sistem drainase,

Hal. IV - 1
maka perencanaan drainasenya tidak hanya dilakukan pada kawasan permukiman
tersebut, tetapi sistem drainase di hilir juga harus dievaluasi dan/atau diredisain
jika diperlukan.

Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka instansi atau pengembangan yang terlibat
harus mampu menjamin bahwa air dari kawasan yang dikembangkan tidak ada
perubahan dari sebelumnya dan sesudah dikembangkan. Cara yang dapat ditempuh
adalah dengan menyediakan resapan-resapan buatan, seperti sumur resapan,
kolam resapan, kolam tandom sementara, dan sebagainya.

Adalah suatu hal tepat bila Pemerintah Kota Tarakan membuat suatu pekerjaan
Perencanaan Teknis Drainase Tarakan Timur dan Utara untuk mengantisipasi
dampak dari perkembangan kegiatan perkotaan di Kota Tarakan terhadap masalah
darainase perkotaan. Produk dari Perencanaan Teknis Drainase Tarakan Timur dan
Utara ini dijadikan sebagai pedoman dalam pengembangan sistem drainase
perkotaan yang tentunya dapat mengantisipasi setiap perubahan penggunaan lahan
akibat perkembangan aktivitas perkotaan.

4.1. DRAINASE
Pemahaman secara umum mengenai drainase perkotaan adalah suatu ilmu
dari drainase yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan, yaitu
merupakan suatu sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah
perkotaan yang meliputi pemukiman, kawasan industri dan perdagangan,
sekolah, rumah sakit, lapangan olahraga, lapangan parkir, instalasi militer,
instalasi listrik dan telekomunikasi, pelabuhan udara, pelabuhan laut, serta
tempat-tempat lainnya yang merupakan bagian dari sarana kota yang
berfungsi mengendalikan kelebihan air permukaan, sehingga menimbulkan
dampak negatif dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan
manusia. Pengertian drainase perkotaan tidak terbatas pada teknik
pembuangan air yang berlebihan namun lebih luas lagi menyangkut
keterkaitannya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya yang ada
di kawasan tersebut
Pertumbuhan kota dan perkembangan industri menimbulkan dampak yang
cukup besar pada siklus hidrologi sehingga berpengaruh besar terhadap

Hal. IV - 2
sisitem drainase perkotaan. Setiap perkembangan kota harus diikuti dengan
perbaikan sistem drainase, dan tidak cukup jika hanya pada lokasi yang
dikembangkan, melainkan harus meliputi daerah sekitarnya juga. Hal ini
disebabkan adanya perkembangan beberapa kawasan hunian yang disinyalir
sebagai penyebab utama terjadinya banjir dan genangan di lingkungan
sekitarnya. Oleh karena perkembangan urbaninsasi, menyebabkan perubahan
tata guna lahan sedangkan siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh tata guna
lahan.
Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh alur air, baik alur alam maupun
alur buatan yang hulunya terletak di kota dan bermuara di sungai yang
melewati kota tersebut atau bermuara ke laut di tepi kota tersebut.
Drainase perkotaan melayani kelebihan air pada suatu kota dengan
mengalirkannya melalui permukaan tanah atau di bawah permukaan tanah,
untuk dibuang ke sungai, laut dan danau. Kelebihan air tersebut dapat berupa
air hujan, air limbah domestik maupun air limbah industri. Oleh karena itu,
drainase perkotaan harus terpadu dengan sanitasi, sampah, pengendalian
banjir kota dan lain-lain.
a. Fungsi jaringan

Pada sistem pengumpulan air buangan yang diperhatikan ada dua


macam air buangan, yaitu air hujan dan air kotor (bekas), cara atau
sistem buangan ada 3 yaitu:
1. Sistem terpisah
Sistem ini buangan air hujan dan air kotor dilayani oleh sistem saluran
masing-masing secara terpisah. Pemilihan sistem ini didasarkan atas
beberapa pertimbangan antara lain : periode musim hujan dan
kemarau terlalu lama, kualitas yang jauh berbeda antara air buangan
dan air hujan, air buangan memerlukan penggelolaan terlebih dahulu
sedangkan air hujan tidak perlu dan secepatnya harus dibuang
kesungai yang terdapat pada daerah yang ditinjau.
2. Sistem tercampur
Pada sistem ini air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran
yang sama, Saluran ini harus tertutup. Pemilihan sistem ini
didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain debit masing-

Hal. IV - 3
masing buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan, kuantitas air
hujan dan air buangan tidak terlalu jauh berbeda, fluktuasi curah
hujan dari tahun ke tahun relatif kecil.
3. Sistem kombinasi
Merupakan perpaduan antara saluran air buangan dan air hujan di
mana pada musim hujan air buangan dan air hujan tercampur dalam
saluran air buangan, sedangkan air hujan berfungsi sebagai pengencer
atau penggelontor. Kedua saluran ini tidak bersatu tetapi
dihubungkan dengan sistem perpipaan interseptor.
Beberapa faktor yang dapat digunakan dalam menentukan pemilihan ini
adalah perbedaan besar antara kuantitas air buangan yang akan
disalurkan melalui jaringan penyalur air buangan dan kuantitas curah
hujan pada daerah pelayanan, umumnya di dalam kota dilalui sungai-
sungai di mana air hujan secepatnya dibuang ke dalam sungai-sungai
tersebut, periode musim kemarau dan musim hujan yang sama serta
fluktuasi air hujan yang tidak tetap.

b. Tata letak saluran drainase

Beberapa contoh medel tata letak saluran yang dapat diterapkan dalam
perencanaan jaringan drainase antara lain :
1. Pola alamiah
Letak conveyor drain (b) ada di bagian rendah (lembah) dari suatu
daerah yang secara efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak
cabang saluran yang ada (collector drain). Di mana collector maupun
conveyor drain merupakan saluran alami. Pola ini umumnya dibuat
pada daerah yang mempunyai topografi yang sedikit lebih tinggi dari
pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuangan akhir berada di
tengah kota.

a a b a a b

a a a a

a = collektor drain
b = conveyor drain

Hal. IV - 4
2. Pola siku
Conveyor drain terletak di lembah dan merupakan saluran alami,
sedangkan collector drain dibuat tegak lurus dari conveyor drain.

a a a a a
b b
a a a a a

3. Pola paralel
Collector drain yang menampung debit dari sungai-sungai yang lebih
kecil dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian masuk conveyor
drain. a

a a
a a
a
a
b
a
a b
b
4. Pola jaring-jaring
Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah
terhadap daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa interceptor
drain (a) yang kemudian ditampung ke dalam saluran collector (b)
dan selanjutnya dialirkan menuju saluran conveyor.

a a
a = Interceptor
a
a b = Collector Drain
a a
c = Conveyor Drain
a
a a
a
b b
c

5. Pola grid iron


Beberapa interceptor drain dibuat satu sama lain sejajar, kemudian
ditampung di collector drain untuk selanjutnya masuk kedalam
conveyor drain.
a
a a
a
b

c
Hal. IV - 5
6. Pola radial
Suatu daerah genangan dikeringkan melaui beberapa collector drain
dari suatu titik menyebar ke segala arah (sesuai dengan kondisi
topografi daerah).

c. Prosedur perancangan tata letak sistem drainase

Untuk menjamin berfungsinya suatu sistem jaringan drainase perlu


diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pola arah aliran
Dengan melihat peta topografi kita dapat menentukan arah aliran
yang merupakan natural sistem yang terbentuk secara alamiah dan
mengetahui toleransi lamanya genangan dan daerah rencana.
2. Situasi fisik kota
Informasi situasi dan kondisi kota baik yang ada (eksisting) maupun
yang sedang direncanakan perlu diketahui antara lain :
Sistem jaringan yang ada (drainase, irigasi, air minum, telepon,
listrik dan sebagainya.)
Bottle neck yang mungkin ada
Batas-batas daerah kepemilikan
Letak dan jumlah prasarana yang ada
Tingkat kebutuhan drainase yang diperlukan
Gambaran prioritas daerah secara garis besar.
Semua hal tersebut di atas dimaksudkan agar dalam penyusunan tata
letak sistem jaringan drainase tidak terjadi pertentangan
kepentingan.
d. Deskripsi lingkungan fisik dalam sistem drainase

Dalam perencanaan tata letak jaringan drainase, deskripsi lingkungan


fisik merupakan informasi yang sangat penting. Penempatan saluran,

Hal. IV - 6
bangunan dan jumlah kerapatan fasilitas tersebut akan sangat
dipengaruhi oleh kondisi daerah rencana. Deskripsi lingkungan fisik yang
dianggap penting diketahui sesuai jenisnya dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Tata guna lahan
Merupakan peta yang dapat menggambarkan tentang pola
penggunaan lahan di daerah rencana. Pola penggunaan lahan yang
dimaksud harus mencakup tentang kondisi maupun rencana
pengembangan di masa yang mendatang. informasi tersebut
diperlukan untuk menentukan lingkup sistem drainase yang
diperlukan dan untuk merencanakan drainase yang tingkatnya sesuai
dengan katagori tata guna lahan dari daerah yang bersangkutan.
2. Prasarana lain
Informasi tentang prasarana lain yang dimaksud meliputi jalan air
minum, listrik, jaringan telepon, dan jaringan lain yang diperkirakan
menyebabkan bottle neck. Ini dimaksudkan sebagai pertimbangan
dalam menentukan trase saluran dan untuk mengidentifikasi jenis
bangunan penunjang yang diperlukan.
3. Topografi
Informasi yang dibutuhkan untuk menentukan arah penyaluran dan
batas wilayah tanahnya, pemetaan kontur di suatu daerah urban pelu
dilakukan pada skala 1 : 5.000 dengan beda kontur 0,25 m di daerah
datar, dan beda kontur 1 m untuk daerah curam. Pemetaan kontur
dengan skala 1 : 50.000 dan 100.000 juga memungkin diperlukan
untuk menentukan luas daerah aliran sungai di hulu kota, suatu beda
kontur 2,5 m biasanya cukup bagi keperluan agar efek dari jalan,
saluran dan penghalang aliran banjir lainnya dapat diperkirakan.
4. Pola aliran alam
Informasi tentang pola aliran alam dipelukan untuk mendapatkan
gambaran tentang kecendrungan pola letak dan arah aliran alam yang
terjadi sesuai kondisi lahan daerah rencana. Secara tidak langsung,
sebenarnya informasi ini dapat diinterprestasikan dari peta topografi
dengan cara mengidentifikasi lembah dan punggung. Di mana pola
aliran buangan alam cenderung mengarah pada bagian lembah.
Hal. IV - 7
Namun untuk dapat memperoleh hasil informasi yang lebih akurat,
perlu dilakukan observasi langsung kelapangan.
5. Pola aliran daerah pembuangan
Daerah pembuangan yang di maksud adalah tampat pembuangan
kelebihan air dan lahan yang direncanakan misalnya sungai, laut,
danau dan lain-lain. Informasi ini sangat penting terutama berkaitan
dengan penempatan fasilitas outletnya, elevasi fasilitas oulet harus
ditetapkan di atas muka air maksimum daerah pembuangan, sehingga
gejala terjadi air balik (back water) pada rencana saluran drainase
dapat dihindari.

4.2. HIDROLOGI

Hidrologi merupakan salah satu analisis awal yang digunakan dalam


perencanaan dan perancangan bangunan air. Bangunan air dalam bidang
teknik sipil dapat berupa waduk, gorong-gorong, bendung, drainase dan masih
banyak lagi yang lain. Dalam perencanaan dan perencangan bangunan air
perlu diketahui besarnya debit rencana yang kita pakai sebagai dasar untuk
menentukan ukuran-ukuran bangunan air dan bangunan pelengkapnya.
Pemecahan masalah-masalah tersebut di atas sangat bergantung pada
informasi yang diperoleh dari analisis hidrologi.
a. Hujan
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi yang terjadi karena
penguapan air yang terkondensasi serta jatuh ke tanah dalam suatu
rangkaian proses siklus hidrologi, lalu menjadi aliran sungai baik melalui
limpasan permukaan, aliran antara, maupun sebagai aliran tanah.
1) Pengukuran Hujan
Banyaknya hujan dapat diukur dengan alat pengukur hujan (rain
gauge), baik manual maupun otomatis. Pengukuran hujan dilakukan
selama 24 jam dengan cara ini berarti hujan yang diketahui adalah
hujan yang terjadi selama satu hari.
Curah hujan yang diukur mewakili suatu daerah yang ditempatkan
alat pengukur hujan pada stasiun hujan. Pada umumnya stasiun hujan
ditempatkan pada daerah yang mewakili suatu daerah aliran sungai

Hal. IV - 8
(DAS ; daerah di mana semua alirannya mengalir ke dalam sungai
yang di maksud).
2) Analisa Curah Hujan
Pengukuran yang diperoleh dari masing-masing alat pengukur hujan
merupakan data hujan pada suatu tempat saja (lokal) . sedang untuk
menganalisis umumnya yang diinginkan adalah data curah hujan
daerah aliran (area rainfall). Apabila di dalam suatu areal terdapat
beberapa alat penakar hujan maka dapat diambil nilai rata-rata untuk
mendapatkan nilai curah hujan areal. Beberapa metode yang sering
digunakan untuk menghitung hujan rata-rata daerah adalah :
» Tinggi Rata-Rata (rata-rata hitung)
Tinggi rata-rata curah hujan diperoleh dengan mengambil harga
rata-rata hitung dari penakaran pada penakar hujan dalam areal
tersebut. Rumus yang digunakan adalah (Mori, 1999) :
Ri = 1/x (R1 + R2 + … + Rx ) ……… (4 - 1)
Dengan :
Ri = curah hujan daerah (mm)
x = jumlah titik (pos) pengamatan
R1 , R2 , Rx = curah hujan di tiap titik pengamatan (mm)

2 3

4
7
5
6

Gambar 4.1. Curah hujan daerah metode rata-rata hitung

3). Poligon Thiessen


Jika titik-titik pengamatan pada suatu daerah tidak tersebar merata
maka curah hujan rerata dihitung dengan memperhitungkan daerah
pengaruh tiap titik pengamatan. Rumus yang digunakan adalah (Mori,
1999) :

Hal. IV - 9
A1  R1  A 2.  R 2  ...  A x  R x
Ri  ………………….. (4 - 2)
A1  A 2  ...  A x
Dengan :
Ri = curah hujan daerah (mm)
R1 , R2 , Rx = curah hujan di tiap titik pengamatan dan x
adalah jumlah titik pengamatan (mm)
A1 , A 2 , A x = luas daerah yang mewakili tiap titik
pengamatan (km2)
1
A1
2 3
A3
A2
A4
4

A7 7
A5
5 A6
6

Gambar 4.2. Curah hujan daerah metode Thiessen


4). Isohyet
Metode isohyet ditentukan dengan cara menggunakan peta garis
kontur tinggi hujan suatu daerah dan tinggi rata-rata Daerah
Pengaliran Sungai dihitung dari jumlah perkalian tinggi hujan rata-
rata diantara garis isohiet dengan luas antara kedua garis isohiet
tersebut, dibagi luas seluruh Daerah Pengaliran Sungai, metode ini
cocok untuk daerah pegunungan dan yang berbukit-bukit.
Rumus yang digunakan adalah (Mori, 1999) :

 R  R2   R  R3   R  Rx 
A1  1   A2  2   ...  A x  x 1 
Ri   2   2   2  …… (4 - 3)
A1  A 2  ...  A x
Dengan :
Ri = tinggi hujan rata-rata (mm)
R1 , R2 , Rx = tinggi hujan yang sama pada setiap garis
isohyet (mm)
A1 , A 2 , A x = luas yang dibatasi garis isohyet (km2)

Hal. IV - 10
d3 = 45 mm
d4 = 60 mm
d1 = 20 mm
d5 = 70 mm
10 mm 30 mm

60 mm
A2 d6 =80 mm
20 mm A3 70 mm
A0 40 mm A4
50 mm
A1
A5

do = 10 mm 80 mm
d2 =30 mm

Gambar 4.3. Curah hujan daerah metode Isohiet

b. Analisa Frekuesi Hujan


Analisa frekuensi hujan adalah suatu analisis statistik yang digunakan
untuk memperkirakan besarnya suatu kejadian yang terjadi satu kali
dalam periode ulang tertentu. Analisa frekuesi digunakan untuk
peramalan, dalam arti menentukan probabilitas untuk terjadinya sesuatu
peristiwa bagi tujuan perencanaan di masa yang akan datang, namun
waktu dan saat terjadinya peristiwa itu sendiri tidak dapat ditentukan. 1)
1) Periode Ulang
Periode ulang adalah suatu interval waktu rata-rata yang suatu
peristiwa akan disamai atau dilampaui satu kali, misalnya periode
ulang T = 10 tahun maka peristiwa yang bersangkutan (banjir/hujan)
akan terjadi rata-rata satu kali tiap 10 tahun. Hal ini berarti
terjadinya peristiwa tidak harus setiap 10 tahun, melainkan rata-rata
sekali dalam tiap 10 tahun, 10 kali dalam 100 tahun, 25 kali dalam
250 tahun.
Dalam perencanaan drainase periode ulang yang digunakan
tergantung dari fungsi saluran, daerah tangkapan hujan yang akan
dikeringkan dan pertimbangan ekonomis. Menurut pengalaman,
besarnya periode ulang untuk perencanaan saluran drainase adalah
adalah sebagai berikut :
1. Saluran kuarter periode ulang 1 tahun
2. Saluran tersier periode ulang 2 tahun
3. Saluran sekunder periode ulang 5 tahun
4. Saluran primer periode ulang 10 tahun

Hal. IV - 11
2) Metode Analisis Frekuensi
Berdasarkan analisis frekuensi hujan akan diperoleh besarnya hujan
harian maksimum yang mungkin akan terjadi pada periode ulang
tertentu. Untuk menganalisa probabilitas hujan dan banjir digunakan
beberapa metode teoritis. Secara umum distribusi teoritis terbagi
atas 2 macam yaitu diskrit dan kontinyu, dalam bahasan ini hanya
diuraikan distribusi kontinyu yang terdiri dari beberapa metode
antara lain : distribusi Log Normal, distribusi Gumbel dan distribusi
Log Pearson type III.

c. Banjir
Secara umum yang dimaksud banjir di sini adalah genangan air
dipermukaan tanah sampai melebihi batas tertentu, atau dengan kata lain
banjir diartikan sebagai suatu keadaan di mana debit yang mengalir pada
suatu alur (sungai) melebihi debit normal (debit harian rata-rata).
Masalah mengenai banjir dalam arti pengenangan air di daerah tertentu,
seperti bagian kota, lapangan terbang, daerah industri,daerah pertanian
dan sebagainya, umumnya menyangkut masalah drainase yaitu
pembuangan air dari daerah yang bersangkutan. Pada masalah ini perlu
diperkirakan berapa besarnya debit air yang harus dibuang atau
disalurkan melalui bangunannya dan dalam berapa lama pembuangan itu
harus dilangsungkan. Sebagai acuan perencanaan maka ditetapkanlah
banjir rencana yaitu banjir yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan
ukuran bangunan yang direncanakan.
Banjir rencana yang digunakan sebagai acuan perencanaan ditetapkan
berdasarkan periode ulang, umur ekonomis bangunan, biaya
pembangunan dan besar kerugian yang diderita apabila bangunan yang
direncanakan mengalami kerusakan.
1) Analisis Debit Rencana
Debit rencana dengan periode ulang tertentu dapat diketahui dari
hujan rencana. Jadi sebelum debit rencana diketahui terlebih dahulu
diadakan analisis frekuensi hujan untuk memperoleh besarnya hujan
rencana dengan periode ulang tertentu yang mengakibatkan banjir

Hal. IV - 12
yang dimaksud. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam
anallisis ini adalah metode rasional.
Metode ini adalah metode tertua dan terkenal diantara metode
empiris, yang pertama kali dipergunakan di Irlandia oleh Mulvani
tahun 1847. Metode ini digunakan untuk menentukan banjir
maksimum bagi saluran-saluran dengan daerah pengaliran kecil.
Metode yang dimaksud adalah :

Q = 0,00278 C · Cs · I · A …………… (4 - 4)

Keterangan :
Q = debit maksimum dengan periode ulang T tahun (m3/dtk)
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran (ha)
C = koefisien pengaliran
Cs = koefisien penampungan
0,00278 = Angka konversi
2) Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan dapat diartikan sebagai jumlah curah hujan
yang terjadi dalam satu satuan waktu tertentu. Besar intensitas hujan
tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya.
Untuk menghitung intensitas curah hujan selama waktu tiba banjir
dipergunakan data hasil perhitungan curah hujan maksimum pada
setiap periode ulang tertentu. Besar intensitas curah hujan untuk
lama waktu hujan sembarang oleh Dr. Mononobe dirumuskan sebagai
berikut :
R24  24 
I   .........…………….. (4 - 5)
24  t 

Keterangan :
t = lama curah hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

Hal. IV - 13
3) Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi didefenisikan sebagai waktu yang dibutuhkan air
untuk mengalir dari titik yang terjauh sampai pada titik yang ditinjau.
Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh
luas daerah pengaliran, panjang saluran drainase, kemiringan dasar
saluran. Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi
waktu yang diperlukan air untuk mengalir di atas permukaan tanah
menuju saluran terdekat, dan waktu yang diperlukan air untuk
mengalir disepanjang saluran sampai pada titik yang ditinjau, hal ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
tc  to  td ..................……………. (4 - 6)
Keterangan :
tc = lamanya waktu konsentrasi (menit)
to = waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir melalui permukaan
tanah ke saluran terdekat (menit)
td = waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir dalam saluran sampai
pada titik yang ditinjau (menit)
(1
Untuk menghitung to dan td digunakan rumus Kirpich
0 , 77
 L 
t o  0,0195    ……………. (4 - 7)
 S
0 , 77
 L' 
t c  0,0195    …………… (4 - 8)
' 
 S 

Keterangan :
L = Jarak pengaliran permukaan (m)
L’ = Panjang saluran (m)
S = Kemiringan tanah pengaliran
S’ = Kemiringan dasar saluran
4) Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran dapat dipengaruhi oleh kondisi geologi, jenis
permukaan tanah, kemiringan dan kepadatan penduduk. Dalam

1
Imam Subarkah, Hidrologi Untuk Perancanaan Bangunan Air, Idea Dharma, Bandung 1980

Hal. IV - 14
pemilihan koefisien ini harus mempertimbangkan kemungkinan
adanya pembangunan dan pengembangan dimasa yang akan datang.
Pada suatu daerah pengaliran dengan tata guna lahan yang berbeda-
beda maka besar koefisien pengaliran dapat ditetapkan dengan
mengambil harga rata-rata berdasarkan bobot luas daerah, koefisien
pengaliran rata-rata pada suatu daerah ditentukan berdasarkan rumus
:
C1  A1  C 2  A2  .....  C n  An
C …………… (4 - 9)
A1  A2  .....  An
Keterangan :
C = harga rata-rata koefisien pengaliran
C1 , C 2 , C n = koefisien pengaliran tiap daerah pengaliran (lihat
Tabel 4.6)
A1 , A 2 , A n = luas masing-masing daerah pengaliran (Ha)

Tabel 4.1.
Besar Koefisien Pengaliran
Koef.
No Jenis Pengaliran
Pengaliran
1. Perumahan tidak begitu rapat 20 rumah/Ha 0,25 – 0,40
2. Perumahan dengan kerapatan sedang 20 – 60 rumah/Ha 0,40 – 0,70
3. Perumahan kerapatan sedang 60 – 160 rumah/Ha 0,70 – 0,80
4. Taman dan Daerah rekreasi 0,20 – 0,30
5. Daerah Industri 0,80 – 0,90
6. Daerah perniagaan 0,90 – 0,95
Sumber : Iman Subarkah, Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, Hal 200

5) Koefisien Penampungan
Koefisien penampungan dari akhir saluran terhadap puncak banjir
semakin besar kalau daerah alirannya semakin luas, efek
penampungan terhadap banjir maksimum diperhitungkan
menggunakan rumus koefisien penampungan.
2  tc
Cs  …………… (4 - 10)
2  tc  td
dimana :
Cs = Koefisien penampungan
tc = lama waktu konsentrasi

Hal. IV - 15
td = waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir didalam saluran ke
tempat yang ditinjau.

4.3. ANALISIS DEBIT AIR BUANGAN RUMAH TANGGA


Penduduk merupakan bahan utama untuk perencanaan sebuah kota, oleh
karena sebuah kota disamping sebagai wadah fisik dari punduduknya juga
merupakan wadah aspirasi masyarakat. Data statistik yang sangat dibutuhkan
dalah hal ini adalah jumlah penduduk, dan jumlah penduduk di masa yang
akan datang sangat penting untuk diketahui guna dapat menentukan jumlah
air buangan penduduk.
a. Analisa Perkiraan Jumlah Penduduk
Perkiraan jumlah penduduk yang akan datang sangat penting, guna
mengetahui perkiraan jumlah pemakaian dan pembuangan air rumah
tangga dari penduduk, kantor dan sebagainya. Adapun beberapa metode
untuk menghitung perkiraan jumlah pendudk antara lain : Aritmetika,
Geometrik, Eksponesial dan postcensal Estimated. Dari ketiga metode
pertama yang akan digunakan untuk menghitung pertambahan jumlah
penduduk adalah yang paling mendekati pertambahan jumlah penduduk
rata-rata, sedangankan metode postcensal estimated digunakan langsung
untuk menganalisa jumlah penduduk tanpa menghitung tingkat
perkembangan penduduk.
1) Metode Aritmatika
Metode ini memperkirakan pertumbuhan penduduk dengan jumlah
yang absolut sama untuk setiap tahun, dimana pertambahan
(2
penduduk dianggap sama setiap tahun.
Rumus :
Pn  Po  1  r  n  …………… (4 - 11)
dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun n
Po = Jumlah penduduk pada awal tahun
n = Periode waktu dalam tahun
r = Angka pertumbuhan penduduk

2
Kartono Wirosuhardjo, Dasar-dasar Demografi, Lembaga Demografi Fak. Ekonomi, UI

Hal. IV - 16
2) Metode Geometrik
Metode ini memperkirakan pertumbuhan penduduk yang
menggunakan dasar bunga berbunga, jadi angka pertumbuhan
penduduk sama setiap tahun.
Rumus :
Pn  Po 1  r n …………… (4 - 12)
log Pn  log Po
log 1  r  
n

dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun n
Po = Jumlah penduduk pada awal tahun
n = Periode waktu dalam tahun
r = Angka pertumbuhan penduduk

3) Metode Ekponensial

Metode ini memperkirakan pertambahan penduduk secara terus


menerus setiap tahun dengan angka pertumbuhan yang konstan.
Rumus :
Pn  Po  e rn
Pn  e er …………… (4 - 13)
Po
log Pn  r  n  log e
Po
Keterangan :
e = angka eksponensial
4) Metode Postcensal Estimated
Adalah perkiraan mengenai jumlah peduduk sesuai sensus, di sini
pertumbuhan penduduk dianggap linear, berarti setiap tahun
penduduk akan bertambah dengan jumlah yang sama.
Rumus :
n  m
Pm  Po     Pn  Po  atau
 n 

m
Pm  Pn     Pn  Po  ……………. (4 - 12)
n

Hal. IV - 17
dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun n
Po = Jumlah penduduk pada awal tahun
Pm = Jumlah penduduk pada tahun yang diestimatikan (tahun m)
m = Selisih tahun yang dicari dengan tahun n
n = selisih tahun dari 2 sensus yang diketahui

b. Perhitungan Debit Air Buangan Rumah Tangga

Besarnya debit air buangan yang ditampung dalam saluran pengumpul,


mempunyai fluktuasi yang berbeda-beda setiap jam dalam sehari.
Bilamana volume pemakain air meningkat, maka besarnya debit air
buangan akan memuncak, dalam hal ini tergantung dari jumlah penduduk
pemakai air yang dilayani dengan segala aktivitasnya. Dalam
perencanaan saluran air buangan perlu diperhatikan debit maksimum dan
debit minimum, maka untuk menghitung debit tersebut kita
menggunakan rumus H. M. gifft.
Rumus :
L
Q puncak  5  P 5 6  qmd  Cr  P  qr  q ………… (4 - 13)
1000
dimana :
qmd = Debit harian maksimum (liter/det/1000 kapita)
qr = Debit rata-rata (liter/det/1000 kapita)
q = Debit infiltrasi (1 – 3 liter/det)
P = Populasi dalam ribuan
L = Panjang saluran (m)
Cr = Koefisien pengaliran (0,1 – 0,3)

4.4. HIDROLIKA
Analisis hidraulik dimaksudkan untuk mencari dimensi hidrolis dari saluran
drainase dan bangunan air. Analisis ini akan mencakup kapasitas pengaliran,
kapasitas saluran, kecepatan aliran dalam saluran, bahan konstruksi,
kemiringan dasar saluran dan penampang saluran.

Hal. IV - 18
a. Bentuk penampang melintang saluran
Untuk merencanakan dimensi penampang pada saluran drainase digunakan
rumus-rumus aliran seragam. Aliran seragam ini mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut : dalamnya aliran, luas penampang melintang aliran,
kecepatan aliran serta debit selalu tetap pada setiap penampang
melintang. Bentuk penampang saluran drainase dapat merupakan saluran
terbuka maupun saluran tertutup tergantung kondisi daerahnya. Rumus
kecepatan rata-rata pada perhitungan dimensi penampang saluran
menggunakan rumus Manning, selain itu dalam menentukan dimensi
saluran perlu juga diketahui kapasitas saluran. Kapasitas saluran dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus kontinuitas. Ada beberapa macam
bentuk penampang melintang saluran yang biasa digunakan dalam
perencanaan drainase. Efektifitas penggunaan dari berbagai bentuk
penampang melintang saluran yang dikaitkan dengan fungsi saluran adalah
sebagai berikut :
1) Dimensi saluran empat persegi panjang
Saluran ini dipakai pada saluran yang mempunyai debit pengaliran
yang agak besar, bentuk saluran tersebut digunakan sebagai saluran
tersier.
Rumus :

Q V A W
1
V  R 3 I
2 1
2

n
h
A
R 
P
P  b  2h
b

Gambar 4.4. Penampang Segi Empat

Keterangan :
P = keliling basah (m2)
b = lebar saluran (m)
h = tinggi air dalam saluran (m)
w = tinggi jagaan (m)

Hal. IV - 19
2) Dimensi saluran trapesium
Saluran ini dipakai pada saluran yang mempunyai debit pengaliran
yang cukup besar dan saluran ini digunakan untuk saluran sekunder.
Rumus :
1
V   R 3  I 2
2 1

w
n
Q  A .V 1
h
R  A / P
m
A  ( b  m . h ). h
P  b  2 h. 1  m 2
b

Gambar 4.5. Penampang Trapesium

b. Kecepatan aliran
Untuk menghindari adanya genangan-genangan dan endapan disepanjang
dasar saluran serta mengurangi pengerusan pada dasar dan sisi saluran
maka perlu ditentukan kecepatan aliran minimum dan maksimum.
Dalam perencanaan sistem saluran drainase ini dipilih kecepatan minimum
0,75 m/dtk dan kecepatan maksimum 3 m/dtk. Untuk pekerjaan ini
kecepatan maksimum ditentukan sebagai berikut:
 Saluran tanah alam = 0,7 m/dtk
 Saluran pasangan batu =2 m/dtk
 Saluran pasangan beton =3 m/dtk

c. Kemiringan dasar saluran


Kemiringan dasar saluran di sini adalah kemiringan dasar saluran arah
memanjang di mana umumnya dipengaruhi oleh kondisi topografi serta
tinggi tekanan yang diperlukan untuk adanya pengaliran sesuai dengan
kecepatan yang diinginkan.
Kemiringan dasar saluran maksimum yang diperbolehkan adalah 0,005 –
(3
0,008 tergantung dari bahan saluran yang digunakan.

3
Joetata Hadiharjaja, Drainase Perkotaan, Universitas Gunadharma, Jakarta, 1997

Hal. IV - 20
d. Tinggi muka air
Tinggi muka air saluran drainase di jaringan intern bergantung pada fungsi
saluran tersebut, yaitu :
 Di jaringan tersier lahan membuang airnya langsung ke saluran tersier
dan tinggi muka air rencana di saluran tersier bisa mempunyai elevasi
yang sama dengan tinggi permukaan tanah.
 Di jaringan sekunder, saluran menerima air buangan dari saluran
tersier, tinggi muka air rencana di saluran sekunder ditentukan
berdasarkan tinggi muka air yang diperlukan di ujung masing-masing
saluran tersier.
 Di jaringan primer, saluran menerima air buangan dari saluran
sekunder, tinggi muka air rencana di saluran primer ditentukan
berdasarkan tinggi muka air yang diperlukan di ujung masing-masing
saluran sekunder.
e. Tinggi jagaan
Jagaan (waking) dari suatu saluran adalah jarak vertikal dari puncak
tanggul sampai permukaan air pada kondisi perencanaan. Jarak tersebut
harus sedemikian rupa, sehingga dapat mencegah peluapan air akibat
gelombang serta fluktuasi permukaan air. Jagaan tersebut direncanakan
antara kurang dari 5 %sampai 30 % lebih dari dalamnya aliran untuk
saluran,jagaan pada umumnya serta lokasi dari saluran penambahan-
penambahan air akibat hujan, fluktuasi permukaan air tanah, gerakan
angin. Tinggi jagaan minimum untuk saluran dengan pasangan adalah :
Tabel 4.2.
Tinggi Jagaan
Debit
W (m)
(Q = m3/dt)
Saluran pasangan
Q < 1,50 0,20
1,5 < Q< 5,00 0,25
5,00 < Q< 10,00 0,30
10,00 < Q < 15,00 0,40
Q > 15,00 0,50
Saluran pasangan
Q<5 0,50
5,00 < Q< 10,00 0,75
Q > 10,00 1,00
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi, Kp.03 Bagian Perencanaan.

Hal. IV - 21
f. Kemiringan dinding saluran
Kemiringan dinding saluran terutama tergantung dari jenis bahan yang
membentuk saluran. Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam
penentuan kemiringan ialah cara pembangunannya, kehilangan akibat
rembesan, perubahan iklim, ukuran saluran, dan lain-lain. Umumnya
dikatakan bahwa kemiringan dinding harus dibuat securam mungkin dan
dirancang untuk memperoleh efisiensi hidrolis dan kestabilan setinggi
mungkin.

Tabel 4.3.
Kemiringan Dinding Saluran Yang Sesuai
Untuk Berbagai Jenis Bahan

Bahan Kemiringan dinding


Batu Hampir tegak lurus
Tanah gambut (peat), rawang (muck) ¼ : 1
Lempung teguh atau tanah berlapis beton ½ : 1 sampai 1 : 1
Tanah berlapis batu 1 : 1
Lempung kaku atau tanah bagi parit kecil 1½ : 1
Tanah berpasir lepas 2 : 1
Lempung berpasir atau lempung berpori 3 : 1
Sumber : Ven Te Chow, Hidrolika Saluran Terbuka, Hal. 144

Tabel 4.4.
Koefisien Kekasaran Manning

Bahan dinding saluran N


Pasangan batu kosong 0,030
Pasangan batu (tak teratur) 0,023
Pasangan batu kali (plesteran) 0,020
Beton dengan spesi 0,013
Beton tanpa spesi 0,015
Sumber : Ven Te Chow, Hidrolika Saluran Terbuka, Hal 99

Hal. IV - 22
4.5. MATERIAL

Material yang biasa digunakan untuk saluran air buangan ditentukan oleh
keadaan lapangan dan daerah yang akan direncanakan. Untuk memilih jenis
material yang akan dipakai untuk saluran, maka perlu diperhatikan terhadap
kekuatan,keawetan, ketahanan terhadap korosi dan biaya. Untuk
perencanaan saluran ini dipilih pasangan batu kali/gunung, mengingat
material tersebut mudah didapat di daerah sekitar perencanaan.

Tabel 4.5.
Kemiringan Talud Bahan dari Tanah

Bahan Kemiringan Talud

Batu 0,25
Lempung Kenyal, geluh 1-2
Lempung pasiran, tanah kohesif 1,5 - 2
Pasir Lanauan 2-5
Gambut Kenyal 1-3
Gambut Lunak 3-4
Tanah dipadatkan dengan baik 1 - 1,5

Tabel 4.6.
Kemiringan Talud Bahan Pasangan

Tinggi Air (m) m


H < 0,40 0 *)
0,40 < H < 0,75 1 - 1,25
0,75 < H < 1,00 1,25 - 1,50
*) Dinding tegak/vertical

4.6. ASPEK BIAYA DAN O. M.


Pemilihan material yang dipakai mempengaruhi besar kecilnya biaya
pelaksanaan, antara lain :
1. Pengaruh jauh dekatnya tempat pengambilan batu kali dan pasir beton,
jadi menyangkut selain biaya bahan juga biaya transportasi.
2. Banyak sedikitnya material yang tersedia dipasar seperti semen, besi
beton dan lain-lain misalnya, dimana makin banyak material dipasar

Hal. IV - 23
harga akan normal dibandingkan dengan kurangnya persediaan barang,
maka harga akan naik dari normalnya.
3. Ada tidaknya tenaga tukang yang terlatih, bilamana tukang diambil dari
luar daerah, nilai upah akan bertambah tinggi bila dibandingkan dengan
tukang yang ada dilokasi proyek.
Pekerjaan operation dan maintenance (O.M) sangat diperlukan agar
supaya sistem jaringan bisa bekerja seoptimal mungkin. Pada saat ini
pekerjaan main tenance jaringan drainase seakan- akan terabaikan,
karena ketiadaan tenaga kerja yang terlatih, dana serta belum
terbentuknya organisasi untuk melaksanakan pekerjaan maintenance
tersebut.
Organisasi tersebut mutlak diperlukan untuk pelaksanaan pengelolaan
pekerjaan operation dan maintenance ini, dan sebaiknya berada dalam
lingkup Dinas PU Permukiman dan Prasarana Wilayah Kota Ulubongka.

4.7. DASAR-DASAR PENDIMENSIAN BANGUNAN PELENGKAP


Dengan bangunan pelengkap dimaksudkan adalah bangunan yang ikut
mengatur dan mengontrol sistem aliran air hujan yang ada dalam
perjalanannya menuju outfall agar aman dan mudah melewati daerah-daerah
curam dan melintasi jalan-jalan raya.
Bangunan pelintas yang dimaksud dapat berupa;
a. Gorong-gorong (Culvert).
Bangunan pelengkap yang digunakan dalam perencanaan saluran ini
adalah gorong-gorong yang berpenampang empat persegi panjang dengan
lubang tidak tenggelam dalam air, penutup yang digunakan adalah plat
beton bertulang.
1. Bangunan diperlukan untuk menyalurkan air disaluran yang harus
melintasi jalan (merupakan bangunan pelintas).
2. Kecepatan pengaliran, harus diperhatikan kepada pertimbangan
kemampuan "Self Cleaning'nya karena biasanya gorong-gorong
terletak dibawah tanah dan sulit untuk pemeliharaannya.
3. Bentuk gorong-gorong yang berupa buis beton(lingkaran)atau Box
Culvert (4 persegi panjang). Box Culvert merupakan saluran 4

Hal. IV - 24
persegi panjang dengan plat beton diatasnya sebagai penutup dan
penahan beban dari jalan raya.
4. Perhitungan Hidrolis dilakukan untuk menghitung dimensi dan
kehilangan tekanan (head loss).
Syarat yang dipenuhi untuk gorong-gorong dengan pengaliran tidak penuh
adalah h1 > 2/3 h.
Rumus :

 0,0005078 
b  1,5. 0,01989  
 D 
Q  u. b1. h1. 2 g z

dimana :
Q = debit air melalui gorong-gorong (m3/det)
b1 = lebar dasar gorong-gorong (m)
h1 = tinggi air dalam gorong-gorong (m)
h = tinggi air dalam saluran (m)
g = gravitasi (m/det2)
z = tinggi kehilangan energi (m)
u = 0,85 - 0,90.

V2
hf  1  a  b.L.P / 4A
2g

Dimana :
hf = Kehilangan tekanan.
V = Kecepatan aliran air didalam gorong-gorong.
a = Koefisien kontraksi di intel gorong-gorong.
b = Gaya gesek air dan dinding gorong-gorong.
L = Panjang gorong-gorong.
P = Keliling basah gorong-gorong.
A = Profil gorong-gorong.

Hal. IV - 25
Untuk profil gorong-gorong yang berbentuk lingkaran dapat ditulis P/4A =
1/d (d = diameter gorong-gorong). Untuk harga koefisien a dapat diambil
:

1
a 1

Dimana tergantung dari bentuk intel gorong-gorong seperti terlihat pada


tabel berikut).

Tabel 4.7.
Nilai  Menurut Bentuk Intel Gorong-Gorong

Ambang rata
Ambang lebih tinggi dasar saluran
dengan dasar
Lubang inlet
saluran
sama sekali
Ambang
dibawah Ambang Ambang Sisi – sisi
diperbulat Sisi-sisi
muka air dengan sisi sisi-sisinya diperbula
dengan sisi- tajam
tajam diperbulat t
sisi tajam
Ambang atas
0,64 0,65 0,76 0,72 0,87
tajam
Ambang atas
0,65 0,72 0,81 0,67 0,85
bulat

Koefisien b diambil :
- Untuk gorong-gorong berbentuk lingkaran.

 0,0005078 
b  1,5. 0,01989  
 D 

- Untuk gorong-gorong berbentuk segi empat

 0,0005078 
b  1,5. 0,01989  
 4R 
dimana : D = diameter
R = jari-jari Hidrolis.

Untuk gorong-gorong berisi air, dihitung sesuai dengan penampang


saluran terbuka dengan menggunakan prinsip-prinsip Bernouli dan
spesifik energi.

Hal. IV - 26
b. Street inlet.
Street intel merupakan jalan masuk air hujan kedalam saluran air
drainase. Street intel biasanya terletak dipinggir jalan raya/daerah
perumahan yang sistem drainasenya berada dibawah tanah atau ditutup
dan terhalang oleh trotoar. Design dan peletakan street intel diusahakan
sedemikian rupa sehingga air hujan dapat dengan mudah terkumpul dan
disalurkan melalui gutter. Disamping itu peletakan street intel harus
diusahakan agar tidak meringtangi lalu lintas pejalan kaki atau kendaraan
dijalan raya tersebut. Daya tampung street intel, khususnya curb intel
akan bertambah dengan adanya pengurangan kemiringan jalur jalan
dan bertambahnya kemiringan panggung jalan.
Gutter intel lebih efisien dari curb intel namun mempunyai kemungkinan
lebih besar terjadinya penyumbatan intal.
Rumus kapasitas Gutter, yang diturunkan dari persamaan Manning (oleh
Lazard)

Z
Qo  0,56
n
Qo = 0,56 Z/n . s1/2. d8/3

dimana :
Qo = Total Flow in guert
z = Kemiringan panggung jalan
n = Koefisien Manning
s = Kemiringan longitudinal dari gutter
asumsi: lebar atas saluran sama dengan keliling bawahnya

c. Bangunan Pertemuan Saluran


Bangunan pertemuan ini diperlukan terutama pada pertemuan dua atau
lebih saluran dan berbentuk box untuk memudahkan pengaturan arah
aliran setelah pertemuan serta merupakan tempat peralihan karekteristik
hidraulis dari saluran sebelum dan sesudah bangunan pertemuan tersebut.
Katakteristik tersebut terutama menyangkut masalah ukuran profil,
kapasitas atau kemiringan saluran. Saluran setelah pertemuan harus

Hal. IV - 27
mampu menampung jumlah komulatif dari debit semua saluran yang
mengumpul dipermuan tersebut.
Dimensi saluran dari bangunan pertemuan tersebut, disesuaikan
dengan kemampuan peredaman energi (energi dissipation) terhadap
aliran dari hulunya. Dimana hidrolis diseseuaikan dengan analisa
terjunan.

d. Bangunan Transisi/got miring


Pada medan terjal dimana beda tinggi energi yang besarharus
ditanggulangi dalam jarak pendek dan saluran tersier mengikuti
kemiringan medan, diperlukan got miring. Got miring ini terdiri dari
bagian masuk, bagian peralihan, bagian normal dan kolom olak.
a. Bagian masuk :
Bagian masuk dianggap sebagai mercu ambang lebar.
Q = Cd . 1,7 . b . h3/2
dimana :
Q= debit, m /dt
Cd = koefisien debit = 1
b= lebar pemasukan, m
h= kedalaman air di saluran
b. Bagian normal
Dalam bagian ini diperoleh aliran air yang seragam, karena adanya
penyerapan udara maka digunakan rumus khusus dari Vreedenburg dan
Hilgen.

Fb n
Rb   hb
Ob n  2

n = b/h.b
Fb = n.h.b2
Ob = ( n + 2) hb.
Kt = Ko (1 - sin 0)
Q = fb Vs = n hb2 Kt Rb2/3 sin1/2

Hal. IV - 28
dimana ;
n = Perbandingan kedalaman air dan lebar.
b = Lebar dasar got miring, m
hb = Kedalam total air (termasuk penyerapan udara)
Fb = Luas batas total, m2
Ob = Keliling basah total, m
Rb = Jari-jari hidrolis total, m1/3/dt
O = Kemiringan got miring
Vs = Kecepatan pada got miring, m/dt
Ko = Koefisien kekasaran Stricklers, m

c. Bagian Peralihan :
Panjang bagian peralihan dapat dihitung dengan rumus berikut :
va - v1 = m 2g .Ho
dimana :
m = 0,8 - 0,9
v1 = Kecepatan aliran dibagian pemasukan, m/dt
v2 = Kecepatan aliran dibagian normal, m/dt

d. Bagian Olak :
Besarnya lubang peredam gelombang bisa dihitung dengan
rumus :
Q =u.F2gz
dimana :
Q = Debit rencana, m3 /dt
u = Koefisien debit (0,8)
z = Beda tinggi energi (0,03 m)

Untuk debit kecil, lubang-lubang peredam gelombang dapat dibuat


disatu sisi dan untuk debit yang lebih besar lubang-lubang tersebut
dibuat dikedua sisi kolam olak

Hal. IV - 29
e. Jembatan, Sypon dan lain-lain.
Kriteria perencanaan untuk jembatan :
- Jembatan tidak boleh mengganggu aliran air saluran di dekatnya.
- Plat beton bertulang dibuat dari beton batu bertulang K175
(tegangan lentur rencana 60 kg/cm2)
- Jika dasar saluran irigasi atau pembuang tidak diberi pasangan maka
kedalaman pangkal pondasi (abbutment) diambil minimum 0,75 m
dan 1,00 m dibawah dasar saluran.

Tabel 4.8.
Harga Koefisien Kekasaran Saluran (n) Untuk Beberapa Jenis Dinding
Menurut Manning

Dinding
No. Kondisi (n)
Saluran
Papan-papan rata dipasang rapi
- 0,010
Papan-papan rata kurang rapi
- 0,012
1. Kayu
Papan-papan kasar dipasang rapi
- 0,012
Papan-papan kasar kurang rapi
- 0,014
Halus
- 0,010
2. Metal Dikeling
- 0,015
Sedikit kurang rapat
- 0,020
Plesteran semen halus
- 0,010
Plesteran semen dan pasir
- 0,012
Beton dilapis baja
- 0,012
3. Pasangan Batu
Beton dilapis kayu
- 0,013
Batu-batu kosong, kasar
- 0,015
Pasangan batu keadaan jelek
- 0,020
Halus dipasang rata
- 0,013
Batu bongkaran, batu pecah, batu belah
- 0,017
4. Batu Kosong
Batu gulung dipasang dalam Semen kerikil
- 0,020
halus padat
- Rata dan dalam keadaan baik 0,020
- Dalam keadaan biasa 0,025
5. Tanah - Dengan batu-batu dan Tumbuh-tumbuhan 0,025
- Dalam keadaan jelek Sebagian terganggu 0,035
oleh batudan tumbuh-tumbuhan
Sumber : Imam Subarkah, Ir. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air.

Hal. IV - 30

Anda mungkin juga menyukai