4. 1. 1. P E M AH AM AN TE R H AD AP L ATAR B E L AKANG
P E K E R JAAN
Provinsi Aceh memiliki daerah rawa yang cukup luas baik daerah rawa pasang surut
maupun daerah rawa non pasang surut. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan,
pemerintah lndonesia telah berusaha meningkatkan produk dan pengembangan lahan
pertanian, diantaranya adalah pemanfaatan lahan marginal seperti lahan rawa pasang
surut dan rawa non pasang surut. Pengembangan daerah rawa yang dipilih, pada umumnya
adalah daerah-daerah yang masyarakatnya berbasis pertanian yang terbukti telah
banyak memiliki sawah tadah hujan yang selama ini diusahakan oleh masyarakat
setempat. Hal ini dipilih disamping sebagai pengembangan wilayah dan membuka mata
pencaharian di pedesaan, juga untuk mempercepat lahan-lahan sehingga dapat
dimanfaatkan, disamping itu memang di daerah tersebut telah tersedia para penggarap
yang cukup.
Kegiatan yang dilakukan pada areal rawa pasang surut Lhueng Raya berupa rehabilitasi
dengan melakukan penggalian saluran guna mengembalikan dimensi saluran yang telah
mengalami pendangkalan akibat terjadinya sedimentasi kepada dimensi rencana. Dengan
terjadinya pertambahan jumlah penduduk yang begitu cepat dan juga perubahan kondisi
klimatologi saat ini telah mendorong terjadi beberapa perubahan lahan dilokasi tersebut.
Dengan perubahan pengembangan lahan yang begitu cepat, yang mengakibatkan
perubahan daya simpan air, maka desain bangunan dan dimensi saluran yang semula
Bab 4 - 1
berdasarkan desain terdahulu menjadi tidak sesuai lagi dan perlu dilakukan review
design. Dengan pertimbangan tersebut, maka Balai Wilayah Sungai Sumatera l melalui
DlPA TA.2013 merencanakan untuk melakukan Survey Investigasi dan Desain (SID)
terhadap Daerah Rawa Lhueng Raya (4.000 Ha) di Kabupaten Nagan Raya, guna
didapatkan gambar desain yang sesuai dengan kondisi lapangan yang ada sekarang.
4. 1. 2. P E M AH AM AN TE R H AD AP M AKS U D D AN TU JU AN
P E K E R JAAN
Maksud pekerjaan ini untuk melakukan review terhadap desain yang ada agar dapat
melayani lahan semaksimal mungkin, dengan tetap memperhatikan ketersediaan air dan
luasan lahan yang memungkinkan dikembangan sebagai daerah rawa yang potensial
menjadi lahan yang produktif.
4. 1. 3. P E M AH AM AN TE R H AD AP S AS AR AN P E K E R JAAN
Kegiatan Survey Investigasi dan Desain (SID) daerah rawa pasang surut Lhueng Raya
meliputi sasaran sebagai berikut:
a. Mereview desain awal yang meliputi ketersediaan air dan luas areal yang dapat
dilayani (water balance), sehingga dapat memecahkan masalah dengan berbagai
alternatif baik ditinjau dari aspek teknis, ekonomis, dan sosial dan menetapkan jalan
pemecahan sebaiknya;
b. Mereview bangunan-bangunan dan jaringan tata air;
c. Mereview sistem planning daerah rawa pasang surut;
d. Mereview dimensi saluran yang ada disesuaikan dengan kondisi muka air pasang surut
saat ini.
e. Menentukan/memilih perencanaan teknis konstruksi yang tepat, ekonomis dan dapat
dibangun dengan memperhatikan ketersediaan material bangunan disekitar lokasi.
Bab 4 - 2
4. 1. 4. P E M AH AM AN TE R H AD AP L O K AS I P E K E R JAAN
Lokasi kegiatan Survey Investigasi dan Desain (SID) ini di daerah rawa pasang surut
Lhueng Raya Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh.
Gambar.2
Peta Kabupaten Nagan Raya
Bab 4 - 3
4. 1. 5. P E M AH AM AN TE R H AD AP H AS I L KE L U AR AN
P E K E R JAAN
Bab 4 - 4
· Survey Agro SOSEK, SOSBUD dan lingkungan.
5. Laporan Antara (Konsep laporan antara untuk bahan diskusi dibuat rangkap 1 dan
final laporan antara dibuat 2 rangkap).
Laporan antara merupakan laporan hasil lapangan beserta analisanya; system planning
berupa alternative layout beserta konsep dasarnya; nota desain beserta metode,
rumus serta perhitungan model matematik. Konsep Laporan antara ini harus
didiskusikan terlebih dahulu sebelum dicetak menjadi final laporan antara.
Laporan antara ini terdiri dari :
· Laporan sistem planning
· Nota Desain
· Analisa laporan lapangan
6. Deskripsi BM & CP, Lap. Pengukuran Topografi dibuat 2 rangkap.
7. Buku Data Ukur dan Hitungan dibuat 2 rangkap.
8. Laporan Geologi Teknik/Mekanika Tanah (Draft laporan Geologi Teknik/Mekanika
Tanah dibuat 1 rangkap; Final laporan Geologi Teknik/Mekanika Tanah dibuat 2
rangkap).
9. Laporan Hidrologi/Hidrometri (Draft laporan Hidrologi/Hidrometri dibuat 1 rangkap;
Final laporan Hidrologi/Hidrometri dibuat 2 rangkap).
10.Laporan Tanah Pertanian (Konsep Laporan Tanah Pertanian dibuat 1 rangkap; Final
Laporan Tanah Pertanian dibuat 2 rangkap).
11. Laporan Agro SOSEK, SOSBUD & Lingkungan dibuat 2 rangkap.
12.Laporan Design Note (Konsep Laporan Design Note dibuat 1 rangkap; Final Laporan
Design Note dibuat 2 rangkap).
13.Laporan Akhir (Konsep laporan akhir dibuat 1 rangkap; Laporan akhir dibuat 2
rangkap).
Laporan akhir berisi rangkuman dari seluruh kegiatan survey yang telah dilakukan,
Review desain tata air yang diusulkan beserta metode dan hasil-hasil perhitunganya,
BOQ dan Rab, perhitungan analisa ekonomi serta kesimpulan dan saran-saran yang
diusulkan.
14.Laporan Ringkas (Executive Sumarry) (rangkap 2)
Laporan Ringkas isinya menguraikan hasil-hasil survey secara ringkas beserta
kesimpulan dan saran-saran yang diperlukan.
15.Laporan Bill of Quantity, RAB, Metode Kerja, Spektek (rangkap 2)
Biaya pelaksanaan berdasarkan harga harga satuan yang berlaku didaerah yang
bersangkutan pada saat ini.
Bab 4 - 5
Konsultan diwajibkan membuat spesifikasi teknis pekerjaan yang akan dilaksanakan
sebagai petunjuk/pedoman teknis dalam pelaksanaan konstruksi.
Konsultan diwajibkan membuat metode pelaksanaan pekerjaan yang akan digunakan
sebagai petunjuk/pedoman dalam pelaksanaan konstruksi.
16.Manual O & P (rangkap 2).
Konsultan wajib membuat buku perencanaan kebutuhan oorganisasi/personil,
peralatan, perlengkapan dan fasilitas O&P sertarencana pembiayaannya termasuk
petunjuk pelaksanaan bagi petugas lapangan.
17.Laporan Inventarisasi Aset (Saluran & Bangunan) dibuat 2 rangkap.
18.Laporan RKL dan RPL (3 rangkap).
19.Gambar Desain/Cetak biru
Gambar desain berupa kalkir dijilid sebanyak (1) rangkap; cetak biru ukuran A1
dijilid sebanyak 2 rangkap dan Gambar ukuran A3 diperkecil (5 rangkap).
Gambar tersebut berisi antara lain :
a. Peta-peta.
Peta situasi skala 1:5.000
Peta ikhtisar skala 1:20.000
Peta situasi rencana tapak bangunan 1:200
Peta situasi trace yang ditentukan dengan skala 1:5.000.
Penampang memanjang Skala panjang 1:5.000.
Skala tinggi 1:100
Penampang melintang Skala panjang 1:100.
Skala tinggi 1:100
Peta penyebaran jenis tanah yang menyangkut juga keasaman, tekstur tanah
dan lokasi titik pengamatan.
Peta ketebalan gambut (0-25, 25-50, 50-100 dan > 200 cm)
Peta kedalaman lapisan pirit (0-25, 25-50, 50-100 dan > 100 cm)
Peta kedalaman air tanah dan tinggi genangan
Peta klas kesesuaian lahan.
b. Gambar.
Trace dan penampang saluran (skala panjang 1 : 50; skala tegak 1 : 100)
Penampang melintang (skala panjang 1 : 100; skala tegak 1 : 100).
Situasi tapak bangunan (existing/rencana) skala 1 : 200
20. Dokumentasi / Album Foto dibuat 3 rangkap.
21. Diskusi :
· Diskusi Laporan Pendahuluan
Bab 4 - 6
· Diskusi Konsep antara
· PKM
Konsultan harus mensosialisasikan melalui PKM hasil-hasil review perencanaan
bangunan, jaringan saluran dan sistem planning yang berhubungan dengan
masalah sosial, ekonomi dan tanggung jawab Operasi dan Pemeliharaan.
Diskusi Konsep Laporan akhir
22. External Memory 1 Unit yang berisi hasil pelaksanaan pekerjaan dari Point 1 s/d 21.
4. 2. P E N D E K ATAN TE R H AD AP P E K E R JAAN
Agar pelaksanaan Pekerjaan “SID Daerah Rawa Lhueng Raya (4.000 Ha) di
Kab. Nagan Raya”, Provinsi Aceh ini dapat mencapai hasil yang optimal, Konsultan
akan melakukan Pendekatan teknis berupa Evaluasi Hasil Guna Program daerah yang akan
direncanakan.
Evaluasi ini merupakan peninjauan terpadu mengenai “SID Daerah Rawa Lhueng
Raya (4.000 Ha) di Kab. Nagan Raya”, Provinsi Aceh, yang menyangkut
aspek-aspek :
Teknis
Sosio Ekonomi dan
Lingkungan
Konsultan akan meneliti kembali Potensi Alamiah daerah yang direncanakan beserta
seluruh batasan-batasannya untuk kemudian menyusun sasaran yang dapat diterapkan
dalam suatu Program Rencana Pengembangan dan menganalisa serta mengevaluasi
pengaruh terhadap kondisi daerah kajian. Dengan demikian secara garis besarnya,
evaluasi yang akan dilaksanakan merupakan suatu proses tinjauan kembali Kelayakan
Proyek yang apabila ternyata program tersebut dapat diterima akan dituangkan dalam
suatu rencana yang detail (detailed design) untuk dapat dilaksanakan.
Pada dasarnya pendekatan teknis yang akan dilakukan dapat digambarkan sebagai
berikut :
Bab 4 - 7
Potensi
Alamiah
Program Peningkatan
Intensifikasi Produksi/Hektar Peningkatan
Kesejahteraan Petani
Peningkatan Peningkatan
Intensitas Tanam Produksi Total
Menunjang
Program
Swasembada Pangan
Pengembangan
Reklamasi Rawa
Peningkatan
Pola Tanam
Gambar 4-1.
Skema Pendekatan Teknis
Sesuai dengan skema di atas, program yang akan diterapkan pada Potensi Alamiah
daerah tersebut terdiri dari Program Intensifikasi dan Program Pengembangan
Reklamasi Rawa, namun demikian mengingat pekerjaan ini dilakukan dalam lingkup tugas
Proyek Perencanaan Pembangunan Jaringan Reklamasi Rawa, maka evaluasi yang akan
dilakukan dititik beratkan pada peranan Proyek Reklamasi Rawa tersebut terhadap
peningkatan produksi dan batasan-batasan yang mempengaruhi keberhasilannya.
Evaluasi Hasil Guna Program terhadap peningkatan produksi akan dilaksanakan dengan
melakukan 2 metoda pendekatan yang akan digunakan secara kombinasi berdasarkan
data yang ada, yaitu :
4. 2. 1. M E TO D E D E D U K S I (P E M B U K TI AN S E C AR A L AN G S U N G )
Suatu metode yang menganalisa apakah memang benar terjadi peningkatan produksi
total yang dicerminkan oleh adanya peningkatan Pola dan Intensitas tanam di wilayah
pengembangan. Dengan meningkatnya produksi total diharapkan sasaran akhir program
berupa peningkatan kesejahteraan petani dalam menunjang swasembada pangan dapat
dicapai.
Bab 4 - 8
Dengan demikian, data pokok yang dibutuhkan untuk keperluan evaluasi adalah data
tentang pola dan intensitas tanam di wilayah pengembangan, selama beberapa tahun
pencatatan, guna mengetahui adanya kecenderungan peningkatannya, sehingga
selanjutnya dapat dianalisa secara langsung dampak yang ditimbulkan oleh adanya
Program Pengembangan yang dilakukan pada potensi alamiah.
Umumnya data yang dapat dikumpulkan di lapangan berupa data : produksi total,
produksi per hektar, luas tanam dan luas panen untuk lingkup wilayah pengembangan.
4. 2. 2. M E TO D E I N D U K S I (P E M B U K TI AN S E C AR A TI D AK
L ANG S U NG )
Metode ini digunakan untuk membantu metode deduksi, karena pada metode deduksi
yang didapat di lapangan seringkali tidak spesifik untuk wilayah pengembangan dan juga
tidak menggambarkan adanya kecenderungan peningkatan pola dan intensitas tanam.
4. 2. 3. W AK TU P E L AK S AN AAN
Mengacu pada berita acara aanwijzing pelaksanaan pekerjaan ini adalah 270 (dua ratus
tujuh puluh hari kelender).
3. 3. M E T O D O L O GI
Bab 4 - 9
4. 3. 1. P E K E R JAAN P E R S I AP AN D AN REVI EW H AS I L
I D E N TI F I K AS I
Setelah diterimanya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK), maka Konsultan akan menelaah
dan menganalisa lebih detail mengenai pelaksanaan pekerjaan. Pada tahap ini, Konsultan
akan menyusun rencana kerja yang lebih terinci dan mulai memberikan penugasan kepada
personil-personil yang akan ditugaskan dalam proyek ini.
Pada tahap ini Konsultan mengumpulkan hasil studi, perencanaan, data-data maupun
laporan-laporan yang berhubungan dengan pekerjaan ini yang akan digunakan sebagai
data sekunder.
Data ini akan diusahakan diperoleh dari instansi atau badan yang terkait yang
berhubungan dengan proyek ini misalnya :
Bab 4 - 10
Departemen Pertanian untuk mendapatkan data-data program pengembangan
pertanian di daerah proyek.
Direktorat Jenderal Perikanan, untuk mendapatkan data-data dan program
budidaya perikanan didaerah tersebut dan daerah lainnya.
Jawatan Oceanografi TNI Angkatan Laut, untuk mendapatkan ramalan pasang
surut (Buku Hidral).
Biro Statistik Pusat dan daerah, untuk mendapatkan struktur populasi,
kebudayaan dan pendapatan didaerah proyek.
Badan Pertanahan Nasional untuk mendapatkan data status lahan.
Pusat Penelitian Tanah, Bogor, untuk mendapatkan data-data peruntukan
tanah.
BAPPEDA Tingkat I dan II, untuk memperoleh data-data program
pengembangan daerah, populasi, pendapatan dan kebudayaan.
Kantor PU dan Kimpraswil Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk mendapatkan
data-data dan study areal sekitar proyek serta rencana pengembangannya.
Instansi-instansi lain yang diperlukan.
Konsultan akan melaksanakan review dari laporan yang ada dan dikombinasikan dengan
data-data lainnya yang dikumpulkan, untuk menyusun dan menentukan strategi awal
pelaksanaan proyek ini. Review ini hanya terbatas pada data-data sekunder saja (desk
study).
Konsultan akan membuat Rencana Kerja terinci yang disusun berdasarkan jenis
pekerjaan yang akan dilaksanakan sesuai dengan rencana kerja umum yang ada untuk
didiskusikan dan mendapat persetujuan Direksi.
Menyiapkan peta lokasi dan menyusun peta rencana pelaksanaan survey lapangan
untuk disetujui Direksi.
Menyiapkan formulir survey yang dibutuhkan untuk di konsultasikan kepada
Direksi.
Menyiapkan surat-surat ijin yang diperlukan.
Menyiapkan personil dan peralatan survey untuk diperiksa dan di wawancarai oleh
Direksi.
Mobilisasi personil dan peralatan ke lokasi proyek (teruntuk penyiapan base camp
dan perlengkapannya).
Bab 4 - 11
4. 3. 2. P E N G U K U R AN TO P O G R AP H Y D AN P E M E TAAN S I TU AS I
D E TAI L
Survey ini dimaksudkan untuk mendapatkan data situasi detail, detail saluran dan
bangunan yang ada pada lahan/daerah yang akan dikembangkan sebagai bahan masukan
untuk penyusunan perencanaan yang efisien dengan memanfaatkan keadaan/kondisi
kontur tanah/daerah.
1. Orientasi Lapangan
Koordinasi dengan instansi daerah terkait mengenai rencana areal pengukuran, dan
metode kerja pengukuran yang akan dilaksanakan;
Meninjau areal yang akan diukur.
Menyiapkan base camp, tenaga lokal dan sarana transportasi lapangan;
Bersama-sama dengan pengawas/Direksi Lapangan menentukan titik awal pengukuran,
batas pengukuran dan lokasi BM.
2. Survey Lapangan
Pelaksanaan pekerjaan akan dilakukan sesuai dengan persyaratan yang diminta dalam
TOR. Setiap aktivitas pekerjaan akan dikonsultasikan dengan Direksi/Pengawas
Lapangan untuk menjamin hasil pekerjaan sesuai dengan TOR. Pengukuran, perhitungan
dan penggambaran draft situasi detail berskala 1 : 5.000 di atas kertas mm akan
dilaksanakan di lapangan agar dapat bersama-sama diperiksa dan diperbaiki apabila
terjadi kesalahan pengukuran.
Kerangka dasar merupakan jalur patok dasar pengukuran (BM) yang akan digunakan
sebagai pengikatan titik awal atau akhir pengukuran selanjutnya, seperti ray situasi,
trace saluran. Kerangka ini ditempatkan pada batas areal pengukuran agar dapat
berfungsi sebagai batas areal pengukuran.
Pelaksanaan survey direncanakan dengan membagi areal menjadi dua saja mengingat
bahwa areal pengukurannya cukup kecil.
Bab 4 - 12
a.1.Kerangka Dasar Horizontal
Poligon utama diukur dengan metode kring dimana harus dipenuhi syarat
geometrisnya (pada batas toleransi yang diberikan), dan dikontrol dengan
pengamatan matahari.
Pengukuran jarak dengan menggunakan alat ukur jarak meetband.
Alat ukur sudut yang akan digunakan adalah Theodolit T2, atau alat lainnya yang
sederajat
Pengukuran sudut dibaca satu seri ganda
Pemberian koreksi
Untuk mengoreksi absis dan ordinat digunakan jarak sebanding dengan jarak yang
bersangkutan atau :
Maksud pengukuran kontrol vertikal/sipat datar adalah membuat titik tetap yang
mempunyai posisi vertikal/ketinggian sebagai kerangka dasar. Pengukuran sipat datar ini
harus diikatkan pada titik BM.TTG BAKOSURTANAL/Titik Tringulasi terdekat atau
Bab 4 - 13
dari titik kontrol (BM) yang telah terpasang hasil pengukuran terdahulu yang kondisinya
masih baik dan dengan persetujuan tim teknis/Direksi.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan pengukuran ini adalah sebagai
berikut :
a. Pengukuran Leveling harus diikatkan pada minimal 2 bench mark yang telah diketahui
elevasinya dan harus melalui titik-titik poligon. Metode pengukuran leveling
digunakan cara pulang pergi atau double stand, dan apabila dilapangan hanya ada 1
Bench Mark maka pengukuran harus dilakukan secara close circuit (tertutup).
b. Pembacaan rambu harus dilakukan dengan pembacaan tiga benang lengkap yaitu
benang atas, benang tengah dan benang bawah sebagai kontrol 2 BT = BA + BB.
Pengukuran dilakukan cara double stand maka selisih setiap stand pada tiap slag
tidak boleh melebihi 2 mm.
c. Alat yang digunakan adalah automatic level seperti zeiss Ni2, (Wild NAK2) atau
yang sederajat ketelitiannya dan seijin tim teknis. Setiap slag diusahakan alat di
tengah-tengah dari dua titik yang diukur dengan jarak maksimum 60 m sedangkan
alat terdekat dari alat ke rambu tidak boleh lebih < dari 5 m ke rambu muka dan
rambu belakang.
d. Saat perpindahan rambu, rambu belakang dijadikan sebagai rambu depan tetap pada
posisi semula sebagai rambu belakang dengan cara hanya memutar di atas landasan
rambu. Rambu landasan memakai logam yang dapat tertancap di atas tanah. Rambu
ukur harus dilengkapi dengan nivo kotak yang terletak di belakang rambu untuk
mengetahui bahwa rambu benar-benar vertikal pada saat pengukuran.
e. etelitian kesalahan penutup tinggi dari pengukuran pulang pergi atau doubel stand
pada pengukuran Waterpas Utama tidak boleh melebihi 10√D dan waterpas cabang
tidak lebih 30√D, dimana D adalah jumlah jarak dalam satuan kilometer.
Bab 4 - 14
kontur yang lebih akurat sehingga menghasilkan informasi ketinggian yang memadai.
Titik-titik spot height terlihat tidak lebih dari interval 10 cm pada peta skala 1 : 2.000.
Interval ini ekuivalen dengan jarak 20 m tiap penambahan satu titik spot height atau 8-
10 titik spot height untuk tiap 1 hektar diatas tanah.
Beberapa titik spot height bervariasi tergantung kepada kecuraman dan
ketidakteraturan terrain. Kerapatan titik-titik spot height yang dibutuhkan dalam
daerah pengukuran tidak hanya daerah rawa, tetapi juga kampung, kebun, jalan setapak,
tanaman sepanjang jalan,alur dan sungai dan lain-lain, akan tetapi dengan kerapatan yang
berbeda.
Pengukuran situasi dilakukan dengan metode Tacheometry menggunakan theodolith T.0
atau yang sejenis. Jarak dari alat ke rambu tidak boleh lebih dari 100 meter.
Kontur digambar apa adanya dan harus teliti, dan bagian luar daerah sawah kontur diplot
hanya berdasarkan titik-titik spot height - efek artistik tidak diperlukan.
Pemberian angka kontur harus jelas terlihat, dimana setiap interval kontur 2,5 m
digambarkan lebih tebal.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan pengukuran ini adalah sebagai
berikut :
a. Seluruh alur sungai (dasar sungai terendah dan lebar sungai harus jelas terlihat).
b. Jalan propinsi, kabupaten, jalan desa dan jalan setapak.
c. Bangunan rawa dan drainase (exsisting), batas kampung, rumah-rumah terpencil
diluar kampung, jembatan dan saluran. Diameter atau dimensi berikut ketinggian
lantai semua gorong-gorong dan jembatan, sekolah, mesjid dan kantor pemerintah
(camat, mushola,desa dan lain-lain) harus terlihat.
d. Pohon-pohon besar (berdiameter lebih besar dari 20 cm dengan ketinggian sekitar
12 m diatas tanah) bila pepohonan ini berada disawah.
e. Daerah rawa.
f. Batas tata guna tanah (misalnya belukar berupa rerumputan dan alang-alang,
tambak, sawah, rawa, ladang, kampung, kebun, dan lain-lain).
g. Tiap detail topografi setempat (seperti misalnya tanggul curam, bukit kecil dan lain-
lain).
h. Batas pemerintahan (kecamatan, desa dan lain-lain). Nama kampung, kecamatan,
nama jalan dan lain-lain diperlukan.
i. Jaringan kerangka dasar.
j. Petak-petak tambak & sawah (kecuali bila luas petak kurang dari 50 x 50 m). Petak
tambak & sawah diperoleh dari titik-titik spot height dan diukur dari batas
pertemuan tambak & sawah (di tanah yang lapang, bukan diatas tanah tanggul). Sket
Bab 4 - 15
berperan penting, lihat contoh dibawah. (gambar memperlihatkan ketinggian petak-
petak tambak atau sawah berikut layout titik-titik detail).
Tiap petak sawah digambar berdasarkan sistem koordinat yang disepakati. Peta situasi
digambar setelah kerangka dasar tergambarkan.
Bab 4 - 16
e. Inventarisasi dan Pemasangan BM Baru
Pelaksanaan pekerjaan ini akan dilakukan bersama-sama dengan team survey jaringan
yang dipimpin oleh ahli hidraulik.
3. Pengukuran Trase
Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengukur trase saluran rencana atas petunjuk dari
Chief Surveyor dan Ahli Geoteknik/Mekanika Tanah. Pengukuran trase rencana trase
saluran yang akan dibuat disesuaikan dengan Spesifikasi Teknis.
4. Perhitungan/Penggambaran
4. 3. 3. S U R V E Y H I D R O L O G I D AN S U R V E Y H I D R O M E TR I
1. Tahapan Survey
Bab 4 - 17
a. Pengumpulan Data Hidrologi
Pengumpulan data curah hujan diambil dari stasiun yang terdekat selama 20 tahun
dengan catatan pengamatan selama 10 tahun berturut-turut merupakan data hujan
minimum terbaru.
Pengumpulan data temperatur selama minimum 5 tahun berturut-turut dari stasiun
iklim yang terdekat.
Pengumpulan data kelembaban relatif selama minimum 5 tahun berturut- turut dari
stasiun klimatologi terdekat.
Pengumpulan data Lama Penyinaran Matahari minimum selama 5 tahun dari stasiun
pengamat terdekat.
Pengumpulan data kecepatan angin minimum selama 5 tahun berturut-turut dari
stasiun pengamat terdekat.
Pengumpulan data informasi banjir (tinggi, lamanya dan luas genangan serta saat
terjadinya) baik dengan pengamatan langsung ataupun memperhatikan bekas-bekas
dan tanda-tanda banjir di pohon maupun melalui wawancara dengan penduduk
setempat.
b. Survey Hidrometri
Survey hidrometri dimaksudkan untuk mendapatkan data aktual di lapangan sebagai data
masukkan untuk keperluan model matematik jaringan sungai ataupun jaringan drainase,
sehingga diharapkan akan dapat diketahui tingkah laku (karakteristik) hidrolik dari
daerah kajian (sistem), jaringan sungai atau jaringan drainase untuk keperluan
perencanaan dan pengembangan daerah tersebut.
Data yang didapat ini akan berupa karakteristik sungai, anak sungai/cabang sungai dan
saluran-saluran yang ada, yang sangat berpengaruh terhadap kondisi lahan proyek/unit
pada umumnya serta sistim tata saluran pada khususnya.
Data masukan tersebut setelah dianalisa dan dievaluasi, akan digunakan untuk
mengidentifikasi serta mencari alternatif banjir pada musim penghujan dan intrusi air
Bab 4 - 18
asin pada pada musim kemarau serta kekeringan pada lahan pertanian waktu musim
kemarau. Hal ini merupakan masukan yang sangat penting dalam perencanaan jaringan
pengairan nantinya.
Mempelajari laporan dan data yang tersedia dan menyusun rencana dan jadwal
kegiatan survey.
Menyiapkan peta lokasi rencana pengukuran dan penempatan titik pengukuran yang
sudah disesuaikan dengan rencana skematisasi dari model matematik untuk
keperluan kalibrasi model serta menetapkan jumlah volume pekerjaan.
Menyiapkan formulir pengukuran, bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan serta
penyiapan team yang akan berangkat ke lapangan.
Menyiapkan team survey yang akan berangkat. Semua kegiatan di atas akan terlebih
dahulu dikonsultasikan dengan Direksi atau Supervisor sebelum berangkat ke
lapangan.
3. Pekerjaan Lapangan
a. Orientasi Lapangan
Menyiapkan sarana seperti speedboat dan klotok (kapal pengukur) baik untuk
pengukuran muka air maupun kecepatan air.
Pengenalan lapangan dan pemasangan tanda-tanda pengukuran sesuai dengan peta
pengukuran.
Mendiskusikan rencana pengukuran dengan Direksi Lapangan untuk mendapat
persetujuan.
Penandaan tempat-tempat pengukuran (marking inspection).
Memasang alat-alat ukur (peilschaal) di tempat-tempat yang sudah ditentukan
sesuai dengan rencana pengukuran.
Pengukuran lapangan antara lain seperti bekas tinggi muka air maksimum, yang
pernah terjadi, tanggul, jembatan atau pintu-pintu air/gorong-gorong yang ada
dicatat di peta.
Bab 4 - 19
b. Pekerjaan Lapangan
Setelah dilakukan orientasi lapangan pada lokasi-lokasi pengamatan yang telah ditandai,
dilakukan pengamatan-pengamatan sebagai berikut :
Selanjutnya untuk keperluan data guna prarencana system planning, maka diperlukan
suatu pengikatan 0 peilschaal terhadap titik referensi (BM). Pekerjaan ini dimaksudkan
agar datum line (bidang persamaan antara) titik pengamatan muka air sama menjadi satu
sistem.
Bab 4 - 20
pengamatan muka air rata-rata, pasang tertinggi rata-rata, surut terendah rata-rata
dan range (beda tinggi MAT dan MAR) serta untuk keperluan peramalan muka air.
b.Hidrologi
Hidro topografi bertujuan untuk mengetahui level air bajir atau pasang terhadap lahan
dan luasan lahan yang tergenang. Proses pembuatan hidro topografi adalah sebagai
berikut :
1. Daerah lokasi kajian bisa dibagai dalam beberapa sub lokasi yang dipengaruhi oleh
saluran/ sungai tempat pembuangan atau sungai yang menimbulkan banjir.
2. Masing-masing sub lokasi tersebut luasan konture dengan antara 0.25 atau 0,5 m
dan dihitung luasan kumulatifnya.
3. Masing-masing kontur tersebut diprosentasikan luasannya terhadap luasan total per
sub lokasi.
4. Dibuatkan grafik hubungan antara elevasi dengan prosentase luasan tersebut.
5. Untuk lokasi keseluruhan tinggal dilakukan penjumlahan luasan setiap konture dan
dibuatkan prosentasenya dan dibuatkan grafiknya untuk lokasi keseluruhan.
6. Untuk daerah banjir yang dipengaruhi oleh pasang surut harus dilakukan
perhitungan stokastik dari fluktuasi muka air dari hasil penelitian hidrometri selama
15 hari yaitu :
Menentukan rage level pasut dengan perbedaan 0.25 atau 0.5 m.
Dihitung jumlah kejadiannya untuk setiap batasan level serta dihitung komulatif
kejadian terluapinya (perhitungan awal dari level paling tinggi).
Dihitung prosentase kejadian terhadap total kejadian (per jam).
Digambarkan grafiknya antara level air dan prosentase kejadian disamping
grafik topografi.
7. Untuk daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut harus dilakukan perhitungan
lengkung debit pada setiap sungai/saluran dan digambarkan disamping lengkung
topografi.
Bab 4 - 21
Gambar 4-2.
Contoh Kurva Hidrotopografi
Y = Evaluasi Lahan
total areal
e
l
e daerah II
v lengkung debit
a
s
i daerah I
pasut
Hujan Rencana
Beban air limpasan ditetapkan atas keinginan tanaman untuk bisa tetap hidup dengan
baik supaya produksi tetap besar. Untuk itu kriteria hujan yang digunakan dalam
perhitungan adalah seperti berikut ini :
Data hujan harian selama 10 tahun (kalau tersedia).
Hujan 1,3, 6 harian maksimum setiap tahun.
Bab 4 - 22
Distribusi hujan harian selama 6 hari hujan maksimum.
Hujan rencana dengan menggunakan periode ulang 5 tahunan.
Data curah hujan maksimum tahunan yang diperoleh sebelum dilakukan analisis distribusi
harus dilakukan dulu uji abnormalitas. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data
maksimum dan minimum dari rangkaian data yang ada layak digunakan atau tidak
(Buishand, 1982). Adapun langkah perhitungannya sebagai berikut :
Sebelum data hujan ini dipakai terlebih dahulu harus melewati pengujian untuk
kekonsistenan data tersebut. Metode yang digunakan adalah metode RAPS (Rescaled
Adjusted Partial Sums) (Buishand, 1982).
Uji konsistensi dilakukan terhadap data curah hujan tahunan dengan tujuan untuk
mengetahui adanya penyimpangan data hujan, sehingga dapat disimpulkan apakah data
tersebut layak dipakai dalam analisa hidrologi atau tidak.
Pengujian konsistensi dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri yaitu pengujian
dengan komulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar komulatif
rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya, lebih jelas lagi bisa dilihat pada
rumus dibawah :
S 0 0
k
Sk Yi Y dengan k = 1,2,3,...,n
i 1
S k
S k
Dy
Y
n
2
i Y
D 2y i 1
n
nilai statistik Q dan R :
Bab 4 - 23
R= maks S
k - min S
k
Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/n dan R/n. Hasil yang
di dapat dibandingkan dengan nilai Q/n syarat dan R/n syarat, jika lebih kecil maka
data masih dalam batasan konsisten.
Tabel 4-1.
Nilai Q/n0.5 dan R/n0.5
Q/n0.5 R/n0.5
N
90% 95% 99% 90% 95% 99%
Untuk menghitung debit banjir rancangan dari data curah hujan (rainfall runoff
method), harus dihitung terlebih dahulu besarnya curah hujan rancangan (R T). Karena
data curah hujan yang mewakili hanya dari satu stasiun hujan (point rainfall), maka data
tersebut dapat dianggap sebagai hujan daerah (area rainfall).
Perhitungan analisis frekuensi dalam pekerjaan ini ditujukan untuk menghitung curah
hujan rencana yang nantinya digunakan untuk menghitung tinggi muka air rencana. Tinggi
muka air rencana ini berpengaruh dalam menentukan tinggi muka air saluran. Ada 6
metode analisis frekuensi yang dipergunakan yaitu : Normal, Log Normal 2 Parameter,
Log Normal 3 Parameter, Gumbel I, Pearson III dan Log Pearson III. Metode dipilih
berdasarkan penyimpangan yang terkecil (Soewarno, 1995 : 106).
Pemilihan Distribusi
Untuk memperkirakan besarnya debit banjir dengan kala ulang tertentu, terlebih dahulu
data-data hujan didekatkan dengan suatu sebaran distribusi, agar dalam memperkiraan
besarnya debit banjir tidak sampai jauh melenceng dari kenyataan banjir yang terjadi
(Soewarno, 1995 : 98). Adapun rumus-rumus yang dipakai dalam penentuan distribusi
tersebut antara lain :
Bab 4 - 24
(X - X) 2
S1 =
n 1
S
Cv =
X
n
n Xi - X
3
i=1
Cs =
(n-1)(n-2)S 3
n
n 2 Xi - X
4
i=1
Ck =
(n-1)(n-2)(n-3)S 4
dimana :
S1 = standar deviasi
Cv = koefisien keragaman
Cs = koefisien kepencengan
Ck = koefisien kurtosis
Pemilihan distribusi berdasarkan penyimpangan (cr*) yang terkecil (Soewarno, 1995 :
106).
Distribusi Normal
Distribusi ini mempunyai fungsi densitas peluang normal ( normal probability density
function) dari variable acak kontinyu X sebagai berikut (Soewarno, 1995 : 106) :
[-(x - ) 2 ]
1
P’ (X) = .e 2 2
2
dimana :
P’(X) = fungsi densitas peluang normal (normal probability density function)
π = 3.14156
e = 2.71828
X = variabel acak kontinyu
= varian
= rata-rata.
Bab 4 - 25
Distribusi Log-Normal
Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal, yaitu dengan
mengubah nilai varian X menjadi nilai logaritmik varian X. Distribusi ini mempunyai fungsi
densitas peluang (probability density function) dari variable acak kontinyu X sebagai
berikut (Soewarno, 1995 : 148) :
1 log(x - x )
2
dimana :
dimana :
log X = nilai variat X yang diharapkan terjadi pada peluang atau periode ulang
tertentu
log X = rata-rata nilai X hasil pengamatan
Slog X = deviasi standar logaritmik nilai X hasil pengamatan
k = karakteristik dari distribusi log normal
1 lnx - μ n 2
P' (X) eksp 0,5 * ; μ 0
x * σ n * 2π σ n
dimana :
1 μ4
n = ln
2 μ 2 σ 2
Bab 4 - 26
σ2 μ2
σ ln
2
n 2
μ
γ η 3v 3η v
dimana :
ηv
μ
σ σ2
e n 1
0.5
Kurtosis (Ck ) = v8 6 v6 15 v4 16 v2 3
Rumus yang digunakan dalam metode Log Pearson III adalah (Soemarto, 1987: 243) :
Log X T log X G . s
dimana :
Log X i
Log X i 1
(Koefisien Kemencengan (skewness))
n
n
n. (Log X i - Log X) 3
Cs i 1
(n - 1).(n - 2). S3
Bab 4 - 27
2. Simpangan baku (standard deviasi)
(Log X i - Log X) 2
S i 1
n -1
Log X T log X G . S
Pada persamaan Pearson terdapat 12 buah distribusi, tapi hanya distribusi Pearson type
III dan Log-Pearson type III yang digunakan dalam analisis curah hujan maksimum
(Sowarno, 1995 : 141).
P X P0 X 1 X/a e cx/a
c
dengan parameter :
c = 4/ 1 – 1
a cμ 3c / 2μ 2c
P X nc c1 / ae c r c1
0
sedangkan :
2
β1 μ 3c / μ 32c
μ.3c
Harga rata-rata (mean) = median +
2 μ2c
Standar deviasi = + 2c
Asimetri = ½ 1
Metode Gumbel
Distribusi ini mempunyai fungsi densitas peluang ( probability density function) dari
variable acak kontinyu X sebagai berikut (Soewarno, 1995 : 123) :
Bab 4 - 28
C X A
PX e
C B
A 1.281/σ
B μ 0.45σ
X μ σ/σ N y y n
Hubungan antara faktor frekwensi K dengan kala ulang T dapat disajikan dalam
persamaan sebagai berikut :
X T X sK
dimana :
XT = besaran dengan kala ulang tertentu
X = besaran rata rata
s = simpangan baku
Untuk mengetahui apakah data tersebut benar sesuai dengan jenis sebaran teoritis
yang dipilih maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Untuk keperluan analisis uji
kesesuaian dipakai dua metode statistik sebagai berikut :
1. Plot data dengan peluang agihan empiris pada kertas probabilitas, dengan
menggunakan persamaan Weibull (Subarkah, 1980: 120) :
m
P x 100%
n 1
dimana :
m = nomor urut dari nomor kecil ke besar
Bab 4 - 29
n = banyaknya data
Log X T log X G . s
Dari grafik ploting diperoleh perbedaan perbedaan maksimum antara distribusi teoritis
dan empiris :
max Pe - Pt
dimana :
max = selisih maksimum antara peluang empiris dengan teoritis
Pe = peluang empiris
Pt = peluang teoritis
3. Taraf signifikan diambil 5% dari jumlah data (n), didapat ΔCr dari tabel.
4. Dari tabel Uji Smirnov Kolmogorof, bila Δ maks < ΔCr, maka data dapat diterima.
Bab 4 - 30
Tabel 4-2.
Nilai Simpangan Kritis (Cr) untuk Smirnov Kolmogorof
n
20% 10% 5% 1%
5 0.479 0.546 0.608 0.729
10 0.338 0.386 0.430 0.515
15 0.276 0.315 0.351 0.421
20 0.239 0.273 0.304 0.364
25 0.214 0.244 0.272 0.326
30 0.195 0.223 0.248 0.298
35 0.181 0.206 0.230 0.276
40 0.169 0.193 0.215 0.258
45 0.160 0.182 0.203 0.243
50 0.151 0.173 0.192 0.231
0.5 0.5 0.6 0.7
1.07/n 1.22/n 1.36/n 1.63/n
Source : MMA. Shahin, Statistical Analysis in Hydrology
Uji Chi Square digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat disamai
dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan persamaan
(Shahin, 1976 : 186) :
k
(EF - OF) 2
X 2hit
i 1 EF
dimana :
k = 1 + 3,22 Log n
OF = nilai yang diamati
EF = nilai yang diharapkan
Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X 2 hitung < X2Cr. Harga
X2Cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan α dengan derajat kebebasan.
Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan . Untuk kasus ini derajat
kebebasan mempunyai nilai yang di dapat dari perhitungan sebagai berikut :
DK = JK - ( P + 1)
dimana :
DK = derajat kebebasan
JK = jumlah kelas
P = faktor keterikatan (untuk pengujian chi kuadrat mempunyai keterikatan 2)
Bab 4 - 31
Tabel 4-3.
Nilai Kritis Uji Chi Square
1. Pembuang Intern, yang berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air dari sawah untuk
mencegah terjadinya genangan dan kerusakan tanaman, atau untuk mengatur
banyaknya air tanah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman.
2. Pembuang Ekstern, yang berfungsi untuk mengalirkan air dari luar daerah irigasi yang
melalui daerah irigasi.
Bab 4 - 32
A. Pembuang Intern (Low Land)
Kapasitas rencana jaringan pembuang intern (low land) untuk sawah dihitung dengan
rumus berikut (Kriteria Perencanaan Bag. Saluran KP. 03) :
Qd = 1,62 . Dm . A0.92
Dm = Dn / (n x 8,64)
Dn = R(n)T + n (IR – ET – P) . S
dimana :
a. Dataran Rendah
Pemberian air irigasi IR sama dengan nol jika irigasi dihentikan, atau
Pemberian air irigasi IR sama dengan evapotranspirasi ET jika air irigasi
diteruskan.
Kadang-kadang pemberian air irigasi dihentikan di dalam petak tersier, tetapi
air dari jaringan utama dialirkan ke dalam jaringan pembuang.
Tampungan tambahan di sawah pada 150 mm lapisan air maksimum, tampungan
tambahan S pada akhir hari-hari berturutan n diambil maksimum 50 mm.
Perkolasi P sama dengan nol
b. Daerah Terjal
Anggapan-anggapannya sama seperti untuk kondisi dataran rendah, tetapi dengan
perkolasi P sama dengan 3 mm/hari.
Bab 4 - 33
B. Pembuang Ekstern (Up Land)
Untuk pembuangan yang berasal dari luar areal daerah irigasi (up land), dengan jenis
tanaman bukan padi, debit pembuang rencana dihitung dengan berdasarkan persamaan
sebagai berikut (USBR, 1973) :
dimana :
Qd = Debit pembuang rencana, lt/dt
= Koefisien limpasan air hujan
R(1)5 = Curah hujan sehari dengan periode ulang 5 tahun, mm
A = Luas daerah yang akan dibuang airnya, ha
Harga koefisien limpasan air hujan dipakai harga dari hasil-hasil “metode kurve
bilangan” dari US Soil Conservation Service, sebagai berikut :
Tabel 4-4.
Harga Koefisien Limpasan Air Hujan Untuk Perhitungan Qd
Kelompok C : Tanah yang mempunyai laju infiltrasi rendah apabila dalam keadaan
jenuh samasekali dan terutama terdiri dari tanah dengan lapisan yang
menahan gerak turun air, atau tanah dengan tekstur agak halus sampai
halus. Tanah-tanah ini memiliki laju penyebaran (transmisi) air yang
rendah.
Kelompok D : (Potensi limpasan tinggi), Tanah yang mempunyai laju infiltrasi amat
rendah apabila dalam keadaan jenuh samasekali dan terutama terdiri
dari tanah lempung dengan potensi mengembang yang tinggi, tanah
Bab 4 - 34
dengan muka air tanah tinggi yang permanen, tanah dengan lapisan liat
di atau di dekat permukaan, dan tanah dangkal pada bahan hampir kedap
air. Tanah-tanah ini memiliki laju penyebaran air yang lamban.
Beban air limpasan ditetapkan atas keinginan tanaman untuk bisa tetap hidup dengan
baik supaya produksi tetap besar. Untuk itu kriteria beban drainase untuk masing-
masing tanaman yang digunakan dalam perhitungan adalah seperti berikut ini :
Bab 4 - 35
Diperbolehkan ada genangan air 50 mm diatas muka tanah .
Infiltrasi tidak terjadi, karena air di saluran tinggi.
Tidak ada evaporasi karena waktu pendek dan keadaan hujan.
Rencana muka air di saluran ialah 10 cm dibawah muka tanah di lahan.
Gambar
Contoh Perhitungan Drainage Module
Untuk Padi dan Greenbelt
104
98
Greenbelt
100
88 mm 26 mm = 3 l/s/ha
86
80
73 mm 70
60
50 mm
40
Tanaman Padi
42 mm/d=4.9 l/d/ha
20
Level muka tanah lahan
-20 cm
Rencana ma di saluran
-40 cm
1 2 3 4 5 6 Hari
130 27 19 14 10 7 hujan
Perhitungan potensial drainase berdasarkan pada elevasi lahan serta fluktuasi muka air
baik pasut ataupun daerah non pasang surut. Potensial drainage terbagi menjadi 3 kelas
yaitu 0-30 cm, 31-60 cm, > 60 cm.
Bab 4 - 36
Gambaran potensial drainage dan hubungan dengan permukaan air pasang surut bisa
dilihat pada gambar grafik dibawah ini.
Gambar
Potongan Memanjang Sungai, Memperlihatkan Kondisi Banjir, Kedalaman Potensi
Drainase, MWL, LWL, HWL
Genangan banjir
daerah yang terluapi
MA kondisi banjir
potensi drainase
muka tanah
HWL
Kenaikan MWL
MWL
LWL
Evaporasi adalah proses perubahan fisik yang mengubah cairan atau bahan padat
menjadi gas melalui proses perpindahan panas. Besarnya harga evaporasi sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang terkadang tidak merata di seluruh daerah
(Sosrodarsono, 1980 : 57). Sedangkan besaran evapotranspirasi untuk lokasi daerah
genangan, daerah irigasi dan daerah pengaliran yang didapat merupakan evapotranspirasi
potensial, sehingga untuk penggunaan lebih jauh harus dikonversikan menjadi
evapotranspirasi aktual.
Bab 4 - 37
Persamaan Penman dirumuskan sebagai berikut :
dimana :
Untuk kondisi iklim Indonesia dimana RH cukup tinggi dan kecepatan angin antara rendah
dan sedang, harga c tersebut berkisar antara 0,86 sampai dengan 1,10. Menggunakan
perkiraan data rerata tersebut dan angka perbandingan kecepatan angin siang dan
malam tidak terlalu berbeda, harga c untuk Indonesia disajikan pada tabel di bawah ini :
Tabel
Harga Angka Koreksi Penman
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
(c) 1,10 1,10 1,00 0,90 0,90 0,90 0,90 1,00 1,10 1,10 1,10 1,10
(Sumber : Sosrodarsono, 1980 : 60)
dimana :
W =
= 0,386 * P
L
L = 595 – 0,51*T
P = 1013 – 0,1055*E
D = 2(0,00738T+0,8072)T-0,00116
Rn = Rns - Rn1
Rns = ( 1 - ) * Rs
Rs = ( a + b n/N ) * Ra
Rn1 = f (t) * f (ed) * f(n/N)
ed = ea * Rh
8
ea = 33.8639 * ((0,00738 * Tc + 0,8072) – 0,000019
* (1,8*T+48) +0,001316))
Bab 4 - 38
U 2 * Ur
Ud =
43,2 * 1 Ur
Ud
Ur =
Un
dimana :
E = elevasi diatas muka laut
Ur = kecepatan rasio
Ud = kecepatan angin siang
Un = kecepatan angin malam
= albedo atau faktor pantulan
Tabel
Besarnya Albedo Harian Rerata untuk Bermacam-macam Tipe Permukaan
Nilai fungsi-fungsi :
Bab 4 - 39
T = (X - 0,006 H)C
dimana :
Koreksi kecepatan angin karena perbedaan elevasi pengukuran diambil menurut rumus
(Subarkah, 1980 : 34) :
1/7
Ul = Up * (Ll /Lp )
dimana :
Reduksi terhadap lama penyinaran matahari untuk lokasi perencanaan mengikuti rumus
berikut (Sosrodarsono, 1980 : 60) :
dimana :
Bab 4 - 40
Tabel
Hubungan Suhu (t) dengan Nilai ea (mbar), w, (1-w) dan f (t)
Suhu ea w (1-w)
f(t)
('C) (mbar) el. 0-250 m
Bab 4 - 41
Tabel
Extra Terrestrial Radiation (Ra) expressed in equivalent
Evaporation in mm/day
Bulan
No LS
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
1 20 17.30 16.50 15.00 13.00 11.00 10.00 10.40 12.00 13.90 15.80 17.00 17.40
2 18 17.10 16.50 15.10 13.20 11.40 10.40 10.80 12.30 14.10 15.80 16.80 17.10
3 16 16.90 16.40 15.20 13.50 11.70 10.80 11.20 12.60 14.30 15.80 16.70 16.80
4 14 16.70 16.40 15.30 13.70 12.10 11.20 11.60 12.90 14.50 15.80 16.50 16.60
5 12 16.60 16.30 15.40 14.00 12.50 11.60 12.00 13.20 14.70 15.80 16.40 16.50
6 10 16.40 16.30 15.50 14.20 12.80 12.00 12.40 13.50 14.80 15.90 16.20 16.20
7 8 16.10 16.10 15.50 14.40 13.10 12.40 12.70 13.70 14.90 15.80 16.00 16.00
8 6 15.80 16.00 15.60 14.70 13.40 12.80 13.10 14.00 15.00 15.70 15.80 15.70
9 4 15.50 15.80 15.60 14.90 13.80 13.10 13.40 14.30 15.10 15.60 15.50 15.40
10 2 15.30 15.70 15.70 15.10 14.10 13.50 13.70 14.50 15.20 15.50 15.30 15.10
11 0 15.00 15.50 15.70 15.30 14.40 13.90 14.10 14.80 15.30 15.40 15.10 14.80
Sumber : Kebutuhan Air Tanaman, Departemen Pertanian, 1977
Untuk kebutuhan perhitungan debit andalan pada suatu daerah pengembangan daerah
irigasi, diperlukan analisa ketersediaan air (water availability) suatu aliran sungai. Dalam
pekerjaan ini digunakan beberapa metoda untuk mengetahui debit andalan, metode-
metode tersebut yaitu :
Dalam studi ini perhitungan debit andalan menggunakan Metoda Neraca Air (Water
Balance).
Perhitungan debit andalan (dependable flow) dengan metode neraca air dikembangkan
oleh Dr. F.J. Mock. Data yang dibutuhkan dalam perhitungan metode neraca air F.J.
Mock antara lain :
Bab 4 - 42
Tampungan air tanah (ground water storage), mm
Aliran dasar (base flow), m3/dt/km2
Q = (Dro + Bf) F Bf = 1 - V n
Dro = Ws - 1 Ws = R - Et
dimana :
Q = debit andalan, m3/dt
Dro = direct run off, m3/dt/km2
Bf = base flow, m3/dt/km2
Ws = water surplus, mm
= infiltrasi, mm
Vn = storage volume, mm
R = curah hujan, mm
Et = evapotranspirasi Penmann Modifikasi, mm
E = catchment area, km2
dimana :
= infiltrasi = 40% x water surplus
P - EL = water surplus
= angka curah hujan bulanan rata-rata dikurangi limit evapotranspirasi, mm
EL = Eto - E = limit evapotranspirasi, mm
Eto = evapotranspirasi potensial, mm
E = evapotranspirasi pada bidang terbuka, mm
Va = Vn - Vn-1 = storage bulanan, mm
Vn = 0,50 (1 + K) 1 + K(n-1)
K = koefisien infiltrasi = 0,60
A = luas daerah tangkapan hujan, km2
Parameter-parameter yang diperlukan dalam analisa kebutuhan air irigasi ini antara lain :
evapotranspirasi, curah hujan efektif, perkolasi, penyiapan lahan, pola tanam,
penggantian lapisan air (WLR) dan efisiensi dari ruas-ruas saluran. Dalam perhitungan
kebutuhan air irigasi ini, untuk mengetahui awal tanam yang ideal maka akan dilakukan
perhitungan dengan beberapa alternatif awal tanam dengan selang waktu 2 minggu.
Bab 4 - 43
Evapotranspirasi yang akan digunakan dalam analisa ini adalah harga evapotranspirasi
hasil metoda Penman Modifikasi. Sedangkan analisa terhadap parameter-parameter
lainnya adalah sebagai berikut :
A. Ketersediaan Air
Untuk mengetahui banyaknya air yang yang tersedia di sungai untuk keperluan irigasi
diperlukan data debit sungai. Hasil perhitungan debit andalan disajikan pada Tabel dan
Gambar dibawah ini.
Curah hujan efektif merupakan curah hujan yang jatuh di suatu daerah dan dapat secara
langsung dimanfaatkan oleh tanaman dalam memenuhi kebutuhan air konsumtif selama
masa pertumbuhannya. Sesuai dengan Kriteria Perencanaan, curah hujan efektif untuk
tanaman padi diambil dengan kriteria R80, yaitu rumus Harza yang merupakan curah
hujan 80% tahun kering rata-rata sedangkan untuk tanaman palawija dengan kriteria R50.
dimana :
Dalam perhitungan curah hujan efektif tanaman palawija, curah hujan andalan (R50)
terlebih dahulu akan dikoreksi dengan evapotranspirasi tanaman palawija.
Selanjutnya curah hujan efektif untuk tanaman padi dan palawija sebagai berikut :
C. Perkolasi
Perkolasi adalah kehilangan air di sawah akibat meresap ke bawah atau ke samping.
Besarnya perkolasi banyak ditentukan oleh sifat fisik tanah baik tekstur maupun
strukturnya, kedalaman air tanah serta cara-cara pengolahan tanah di areal irigasi
tersebut.
Bab 4 - 44
Untuk daerah studi ini yang secara geologis umumnya merupakan endapan alluvial dan
berdasarkan pengamatan di lapangan tekstur tanahnya pada umumnya berupa lempung,
maka laju perkolasi diambil sebesar 3 mm/hari.
D. Penyiapan Lahan
Waktu penyiapan lahan pada umumnya berkisar 30 hari sampai dengan 45 hari
bergantung pada tenaga kerja yang ada dan juga ketersediaan air. Untuk daerah studi
DR. Oyom Lampasio, penyiapan lahan ini direncanakan sekitar 45 hari, dengan kebutuhan
air untuk penjenuhan diambil 300 mm pada musim hujan dan 250 mm pada musim
kemarau. Kebutuhan air selama penyiapan lahan ini dihitung dengan metode Van de Goor
dan Zijkstra sebagai berikut :
M x ek
LP = ……….
ek – 1
dimana :
LP = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari)
M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi
disawah yang sudah jenuh (mm/hari)
M = Eo + P, Eo = evaporasi air terbuka diambil = ETo
P = perkolasi (mm/hari)
k = (M x T) / S, T = jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air, yakni untuk :
Padi I = 250 + 50 = 300 mm
Padi II = 200 + 50 = 250 mm
e = bilangan eksponensial = 2,78
ETc = Kc x ETo
Bab 4 - 45
F. Pola Tanam
Rencana tata tanam pada suatu daerah irigasi erat kaitannya dengan ketersediaan air
pada saat itu yang minimal mencukupi untuk pengolahan tanah dan juga tergantung pada
kebiasaan penduduk setempat.
Oleh karena di daerah survey hanya sedikit terdapat lahan sawah, maka untuk analisa
kebutuhan air, pola tanam yang diterapkan di lokasi proyek adalah padi-padi-palawija
dengan awal tanam padi ke-1 pada awal bulan Oktober dan jenis padi yang digunakan
adalah padi unggul. Dan pola tanam padi-palawija dengan awal tanam padi ke-1 pada awal
bulan Oktober dan jenis padi yang digunakan adalah padi biasa (lokal).
Penggantian lapisan air dilakukan 1 (satu) atau 2 (dua) bulan setelah transplantasi, yaitu
dengan memberikan lapisan air setinggi 50 mm dengan rentang waktu selama 45 hari.
Sesuai dengan kondisi tersebut di atas, maka kebutuhan air tambahan untuk
penggantian lapisan air (WLR) diperhitungkan sebesar 3,3 mm/hari untuk setengah
bulan.
Seperti halnya pada saat penyiapan lahan dan transplantasi, penggantian lapisan air juga
dilakukan secara bertahap pada bagian petak tersier, sehingga kebutuhan tambahan
untuk penggantian lapisan air menjadi 1,1 mm/hari dan 2,2 mm/hari. Penyajian
penggantian lapisan air (WLR) ini dilakukan untuk beberapa tinjauan alternatif pola dan
waktu tanam yang bergeser setiap setengah bulan.
H. Efisiensi
Akibat adanya kehilangan-kehilangan selama dalam perjalanan pada saluran, debit air
yang sampai ke petak irigasi menjadi berkurang. Perbandingan debit sampai di petak
dengan debit yang semula yang disalurkan disebut sebagai efisiensi.
Besarnya kehilangan air pada masing-masing saluran dan areal di sawah adalah sebagai
berikut :
Dalam perhitungan kebutuhan air ini, dilakukan dengan 2 alternatif dengan pola tanam
padi-padi-palawija dan pola tanam padi-palawija.
Bab 4 - 46
Ketersediaan air dihitung berdasarkan curah hujan andalan yang diperoleh berdasarkan
analisis statistik peluang terjadi menurut Weibull untuk penentuan tahun rencananya,
yakni; P = m/(n-1) * 100 %
Notasi :
P = peluang terjadi disamai atau dilampaui.
m = urutan kejadian curah hujan tahunan dari besar ke kecil.
n = jumlah data
Perhitungan selanjutnya dengan menggunakan hujan andalan maka dapat dihitung debit
andalan dengan menggunakan paket program (WATBAL Versi 95) yang dibuat oleh
Jurusan Sipil ITB Sub Jurusan Teknik Sumber Daya Air atas dasar rumus water
balance.
Ketersediaan air tersebut berdasarkan aliran air dari DAS sungai, sedangkan
ketersediaan air yang berasal dari adanya energi pasang surut tergantung dari
karakteristik topografi lahan terhadap pasut dan intrusi air asin, yaitu sebagai berikut :
Evaluasi mengenai banjir maksimum yang pernah terjadi yang akan digunakan untuk
mengkontrol sistim tata air yang direncanakan. Pengontrolan mengenai elevasi banjir ini
dapat dilakukan dengan mengamati AWLR yang ada ataupun data lainnya yang dapat
digunakan untuk menaksir catatan elevasi banjir yang pernah terjadi.
Pada umumnya debit banjir rencana (design flood) di Indonesia ditentukan berdasarkan
data curah hujan yang tercatat, karena data debit banjir jarang sekali dapat diterapkan
karena keterbatasan masa pengamatan.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penentuan banjir dari data hujan untuk daerah
aliran sungai adalah sebagai berikut :
a. Membuat analisis hubungan antara curah hujan dan debit banjir yang tercatat.
b. Membuat analisa frekuensi curah hujan harian maksimum tahunan.
Bab 4 - 47
c. Dari kedua analisis di atas ditentukan besarnya banjir untuk beberapa kala ulang
tertentu.
Ada beberapa metode dan rumus yang biasa digunakan untuk mentukan debit banjir
rencana (design flood). Metode yang dipakai dalam merencanakan debit banjir rencana
adalah sebagai berikut :
1. Metode rasional
2. Metode karakteristik cekungan (basin characteristic)
3. Metode hidrograf satuan (unit hydrograph)
4. Metode simulasi matematika.
Dari keempat metode di atas yang paling banyak dipakai adalah metode hidrograf satuan
(unit hydrograph).
Metode penentuan debit banjir rencana akan dilakukan dengan metode hidrograf satuan
sintetik menurut Nakayasu, metode IOH dan metode Haspers.
C.A.R0
Qp
3,6 (0,3 Tp T0,3 )
Tp = tg + 0,8 tr
tg = 0,21 x L0,7 (L < 15 km)
tg = 0,4 + 0,058 x L (L > 15 km)
T0,3 = x tg
dimana :
Bab 4 - 48
Tr = satuan waktu hujan, diambil 1 jam
= parameter hidrograf, bernilai antara 1,5 - 3,5
L = panjang sungai (m)
Tr
0,8 Tr tg
Qp
2
0,3 Qp
0,3 Qp
t (jam)
Tp T0,3 1,5 T0,3
Gambar
Model Hidrograf Nakayasu
Sumber : Soemarto, Hidrologi Teknik
Bab 4 - 49
t -Tp 0,5T0,3
1,5T0,3
Qt Qp x 0,3
t -Tp 1,5T0,3
2T0,3
Qt Qp x 0,3
dimana :
Metode Haspers
Qt . .q.T . A
1 0,012. A0, 7
1 0,075. A0, 7
1 t 3,7.100, 4t A0, 75
1 .
t 2 15 24
rT
qT
3,6.t
t 0,1.L0,8 .I 0,3
Kondisi batas :
t RT
rT
t 1
Bab 4 - 50
c. Untuk 19 jam < t < 30 jam
dengan :
Bab 4 - 51
4. 3. 4. S U R V E Y G E O L O G I D AN M E K AN I K A TAN AH
a. Pekerjaan Lapangan
1) Sondir
Sondir dilakukan :
2) Pengeboran Dangkal
Pengeboran dilakukan :
- Untuk pemerian susunan batuan/tanah
- Pada lokasi rencana bangunan pengendali sedimen/banjir
Pekerjaan uji atau test pit ini gunanya untuk mengetahui ketebalan lapisan di bawah
permukaan tanah dengan lebih jelas, baik lokasi tersebut untuk pondasi bangunan
maupun untuk jenis bahan timbunan pada daerah borrow area serta quarry site. Dengan
demikian dapat lebih jelas dalam menguraikan jenis lapisan dan ketebalannya.
Pada saat pelaksanaan tersebut juga perlu dicatat uraian-uraian jenis dan warna disertai
foto dari samping lapisannya, juga harus dicatat elevasi-elevasi ketinggian dari lokasi
Bab 4 - 52
tersebut. Dimensi sumur uji dibuat dengan ukuran 1 ~ 1,5 m2 dengan kedalaman 1 ~ 2 m
atau disesuaikan dengan keadaan lapisan tanahnya.
Telah dijumpai lapisan keras, dan diperkirakan benar-benar keras pada lokasi
tersebut.
Bila dijumpai rembesan air tanah yang cukup besar sehingga sulit untuk diatasi.
Bila dinding galian mudah runtuh, sehingga pembuatan galian mengalami kesulitan,
tapi usahakan terlebih dahulu dengan memuat papan-papan penahan dinding galian.
- Untuk contoh tanah tidak terganggu (undisturbed sample) dan contoh tanah
terganggu (disturbed sample).
- Pada lokasi pengeboran tangan dan sumuran uji/test pit.
b. Pekerjaan Laboratorium
Pada contoh-contoh tanah yang diambil, baik contoh tanah tak terganggu maupun contoh
tanah terganggu akan dilakukan beberapa macam uji di Laboratorium, sehingga data
parameter dan sifat-sifat tanahnya dapat diketahui. Jenis dan macam percobaan untuk
tanah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Soil Properties :
- Unit Density (n)
- Specific Gravity (Gs)
- Moissture (Wn)
- Void Ratio (e)
Grain Size Analysis
Atterberg Limit (Wi, Wp, Ip)
Triaxialy Test (O, C, O, C’)
Permeability ( k)
Hasil akhir dari pekerjaan Penyelidikan Geoteknik/Mekanika Tanah berupa laporan yang
berisi tentang :
Bab 4 - 53
a) Peta Geologi permukaan pada lokasi studi
b) Penampang geologi,
c) Peta lokasi lubang bor dan penyelidikan lapangan,
d) Hasil-hasil pengujian, pengamatan dan analisa di lapangan dan laboratorium,
e) Deskripsi mengenai penyelidikan yang dilakukan oleh Konsultan meliputi metode
yang dilaksanakan untuk pengujian di lapangan dan di laboratorium, kuantitas dan
kualitas bahan yang ditemui,
f) Gambaran umum mengenai keadaan bawah tanah di daerah yang bersangkutan,
masalah yang dihadapi selama penyelidikan berlangsung, kesimpulan serta
rekomendasi untuk parameter perencanaan.
Metode Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan pengujian sondir dan bor tangan dilakukan menurut aturan dari
ASTM.D3441-78 dimaksudkan untuk mengetahui nilai-nilai daya dukung relatif jenis
tanah yang dinyatakan dalam perlawanan penetrasi konus (PK) dan hambatan pelekat
(HL). Perlawanan penetrasi konus (PK) adalah merupakan tanah terhadap ujung konus
yang dinyatakan dalam gaya persatuan luas, sedangkan hambatan lekat (HL) adalah
merupakan perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus dalam gaya persatuan
panjang. Pemeriksaan dengan “Dutch Cone Penetration Test” cocok untuk jenis tanah
berbutir halus.
Unit sondir setelah distel dan dipasang secara aman dengan bantuan 4 buah angker pada
lokasi titik yang telah ditentukan, kemudian dilakukan pengujian penetrasi mulai dari 0
meter permukaan tanah sampai batas maksimum kedalaman penetrasi.
Untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus, maka konus ditekan dengan cara mekanik
yang digerakan oleh tenaga manusia dengan kecepatan berkisar 10 – 20 mm/detik. Gaya
yang diperlukan untuk mengukur tekanan konus dapat dibaca pada manometer yang
dipasang pada mesin sondir.
Untuk mengetahui hambatan lekat tanah digunakan bikonus (friction sleeve) yang
diperlengkapi oleh batang sondir ganda yang mempunyai pipa luas dan batang dalam yang
dihubungkan dengan konus.
Untuk mengukur tekanan ujung pipa luas di tanah dan batang dalam ditekan 4 cm lagi
untuk mengukur perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah secara bersama-
sama. Setelah penekanan selesai, pipa luas ditekan lagi sampai konus (bikonus) mencapai
kedudukan baru, yaitu pada kedalaman dimana akan dilakukan pengukuran lagi. Interval
kedalaman pemeriksaan, yaitu setiap 20 cm. Pengujian dianggap selesai, yaitu apabila
Bab 4 - 54
nilai pembacaan perlawanan konus dalam manometer telah mencapai lebih atau sama
dengan 200 kg/cm2. Hasil pengujian setelah dilakukan perhitungan secara keseluruhan
dituangkan dalam bentuk grafik sondir.
rod tumbukan,
stang bor,
pengunci tabung sampel,
handle,
mata bor tipe Iwan,
tabung untuk pengambilan contoh tanah (sample),
kunci pipa untuk memasang dan membuka sambungan stang bor,
Bab 4 - 55
palu untuk alat pemukul pada saat pelaksanaan pengambilan sampel, dan
parafin.
Sebelum peralatan dipasang pada titik yang telah ditetapkan, terlebih dahulu
daerah sekitarnya harus bersih.
Mata bor dipasang pada stang bor, dan pada bagian atasnya dipasang handle lalu
batang pemutar dimasukkan pada handle tersebut.
Pemboran dilakukan dengan cara memutar alat bor searah jarum jam, sambil
ditekan dan dijaga sedemikian rupa sehingga posisi bor tetap tegak lurus.
Setelah tanah hampir penuh mengisi mata bor, selanjutnya mata bor dicabut dan
tanahnya dikeluarkan untuk diteliti warna dan jenisnya.
Pengambilan contoh tanah (sample) dilakukan dengan memasang tabung pada ujung
bor, kemudian dimasukkan ke dalam lubang bor dan dipukul dengan menggunakan
palu. Setelah tabung diperkirakan penuh, maka bor kemudian diputar untuk
mematahkan contoh tanah pada bagian dasarnya, lalu tabung diangkat keluar
tabung bor.
Kedua ujung tabung ditutup dengan parafin, untuk melindungi contoh tanah dari
penguapan dan perubahan struktur dan selanjutnya diberi label.
Hasil akhir dari pekerjaan survey Geologi dan Mekanika Tanah berupa laporan yang
berisi tentang :
Bab 4 - 56
4. 3. 5. P E K E R JAAN S U R V E Y TAN AH P E R TAN I AN D AN S O S I O
AG R O E KO NO M I
Mengumpulkan, mengevaluasi dan meneliti kembali data serta informasi potensi lahan
yang ada.
Memonitor perubahan-perubahan sifat tanah yang terjadi.
Merekomendasikan penggunaan lahan sesuai dengan kelas kesesuaian lahan yang akan
digunakan sebagai bahan masukkan untuk tahapan perencanaan.
2. Pekerjaan Lapangan
a. Orientasi Lapangan
Berdasarkan peta dasar hasil study terdahulu dibuat rencana penjelajahan lapangan
beserta titik-titik pengamatan/pengambilan sample untuk didiskusikan dan disetujui
Direksi Lapangan. Penyebaran lokasi pengeboran titik-titik pengamatan direncanakan
berdasarkan sistem tata saluran yang ada.
b. Survey Lapangan
Bab 4 - 57
3. Evaluasi dan Analisa
2.Pekerjaan Lapangan
Bab 4 - 58
b. Mengadakan survey inventarisasi keadaan agronomi
Masalah banjir, keasinan dan pengaruhnya terhadap produksi pertanian.
Inventarisasi jenis-jenis tanaman yang diusahakan dan produksinya, perkembangan
usaha tani, cara bercocok tanam, pola tanam yang ada, cara pengelolaan air serta
kemungkinan penggunaan peralatan pertanian.
Memberikan saran-saran tentang kemungkinan penyempurnaan budi daya pertanian
yang ada untuk dapat meningkatkan produksi pertanian sekaligus pendapatan petani.
Penggambaran tata guna tanah sekarang dan tata guna tanah usulan.
4. 3. 6. P E M B U ATAN R E N C AN A L AY O U T
Pelaksanaan lay out tata air ini akan dilaksanakan dengan berpedoman pada :
Untuk mencapai sasaran di atas, dalam tahapan ini akan disusun secara jelas mengenai
Kriteria Desain dan Metode Perhitungan yang akan digunakan untuk Detail Desain
Pelaksanaan pekerjaan ini yang dilakukan dalam 2 sub tahapan, yaitu :
Bab 4 - 59
1. Penyusunan Konsep Desain
Adalah tahapan berupa penyusunan Tetapan-tetapan atau Standart dan Rumus yang
akan digunakan dalam perencanaan, berupa suatu Kriteria Perencanaan ini merupakan
tetapan yang dianggap paling sesuai untuk daerah yang akan direncanakan berdasarkan
masukkan-masukkan yang diterima dari pekerjaan survey lapangan. Aspek-aspek yang
akan ditinjau dalam tahapan ini meliputi :
a. Kriteria Hidrologi
Kriteria ini diperoleh berdasarkan masukkan dari survey hidrologi dan hidrometri,
sebagaimana telah dijelaskan pada bagian proposal ini. Kriteria yang diterima berupa :
Hidrotopografi
Beban Drainase, terdiri dari :
- Hujan Rencana;
- Modul Drainase;
Ketinggian Banjir;
Sedimen Parameters;
Beban supplai
b. Kriteria Hidrolika
Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran di dalam saluran ditentukan sedemikian, sehingga tidak terjadi
pengendapan maupun penggerusan. Dengan demikian aliran akan berkisar diantara
kecepatan minimum dan kecepatan maksimum yang diperbolehkan, sesuai dengan bahan
saluran yang ada.
Akan tetapi apabila ada keterbatasan dari energi yang tersedia (head, perbedaan tinggi
atau drainage potensial) dan kriteria tersebut tidak bisa dipenuhi selamanya, maka akan
diberikan cara pemeliharaannya.
Mengingat pada kawasan pengembangan dipengaruhi pasang surut masih dominan, maka
untuk pelaksanaan perhitungan hidrolika perencanaan peningkatan tata reklamasi rawa
ini akan dilakukan dengan model matematis berdasarkan pada program yang umum
digunakan.
Bab 4 - 60
c. Perhitungan hidrolika sistem jaringan .
d. Dilakukan pemeriksaan apakah perlu perubahan dimensi saluran/bangunan yang telah
ditentukan sebelumnya. Apabila diperlukan perubahan, dilaksanakan perhitungan
kembali dan prosedur ini diulangi sampai diperoleh dimensi saluran yang optimum.
e. Dilakukan perhitungan awal biaya pembangunan.
f. Perhitungan ini akan diperlukan untuk menganalisa apakah sistem jaringan yang
direncanakan feasible (economic analysis) dan untuk menentukan pembagian paket
pekerjaan, apabila anggaran yang tersedia tidak mencukupi.
Apabila hasil Evaluasi Ekonomi menunjukkan bahwa skema jaringan yang direncanakan
tidak feasible, maka dilakukan penyusunan skema baru sampai diperoleh skema jaringan
yang feasible dan pekerjaan dapat dilanjutkan ke perencanaan Detail Produk Pra-desain,
secara keseluruhan, berupa :
Konsep desain;
Skema jaringan irigasi/drainase;
Rencana trace jaringan reklamasi;
Dimensi-dimensi dan jenis saluran & bangunan (Prarencana) ;
Perhitungan awal biaya pembangunan;
Pembagian paket/jenis pekerjaan untuk penyusunan Dokumen Tender (apabila
diperlukan)
4. 3. 7. S Y S TE M P L AN N I N G
System planning ini pada intinya merupakan alternatif-alternatif lay out dengan
mempertimbangkan segi positif dan negatifnya, secara ringkas kegiatan system planning
ini meliputi :
Pelaksanaan perencanaan tata air ini akan dilaksanakan dengan berpedoman pada :
Memanfaatkan semaksimal mungkin jaringan reklamasi yang ada
Cost Efective, dalam arti memanfaatkan semaksimal mungkin keadaan alam yang ada
dengan menggunakan bahan dan teknologi yang tepat.
Bab 4 - 61
Dapat berfungasi dengan baik
Mudah melaksanakan pembangunannya di daerah tersebut
Mudah pengoperasian dan pemeliharaannya
Dari uraian penggolongan satuan lahan terlihat jelas bahwa lahan dapat dikelompokkan
dalam 3 kelas dengan karakteristik sebagai berikut :
Zona pengelolaan air adalah satuan perencanaan penggunaan lahan yang merupakan
kombinasi karakteristik fisik (kualitas lahan) dan tipe penggunaan lahan yang diusulkan.
Penetapan zona pengelolaan air ini perlu ditentukan, karena akan membawa konsekuensi
terhadap bentuk pengelolaan air yang diharus direncanakan, termasuk juga pemilihan
jenis infra struktur pengelolaan air dan prosedur untuk mengoperasikannya.
Di daerah pasang surut, secara garis besar penggunaan lahannya dapat dibagi menjadi 3
golongan, yaitu :
Secara terperinci terdapat 8 zona pengelolaan air di daerah pasang surut, seperti dalam
tabel berikut :
Bab 4 - 62
Tabel
Zona Pengelolaan Air di Daerah Pasang Surut
Debit rencana pada saluran irigasi/suplesi dihitung dengan rumus yang umum digunakan,
yaitu :
Qt = NFR x A /et
dimana :
Qt : debit rencana (liter/detik)
NFR : kebutuhan bersih air irigasi (liter/detik/ha)
A : luas daerah irigasi (ha)
et : efisiensi irigasi di unit petak tersier
Kebutuhan air irigasi untuk padi ataupun tanaman lainnya akan ditentukan dengan
memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Persiapan Tanah
2. Penggunaan Kompsumtive (Compsumtive use)
3. Perkolasi
4. Pergantian lapisan air
5. Hujan Effektif
Bab 4 - 63
4.3.8.4. Lebar Dasar Saluran
Lebar dasar saluran pemberi dan saluran pembuang akan ditetapkan berdasarkan beban
debit pada ruas saluran yang direncanakan, dengan menggunakan persamaan analisa
Steady Flow (analisa dimensi dengan konsep analisa gerak air non-statis).
Sistem ini terdiri dari jaringan saluran yang berfungsi membuang kelebihan air/sisa
buangan dari lahan pada semua tingkat.
Saluran Primer
Saluran Primer harus mampu menampung air buangan dari saluran sekunder. Secara
umum, elevasi dasar saluran primer lebih dalam dari pada elevasi dasar saluran sekunder.
Saluran Sekunder
Saluran sekunder harus mampu menampung air buangan dari saluran tersier. Secara
umum, elevasi dasar saluran sekunder lebih dalam dari pada elevasi dasar saluran
tersier.
Saluran Tersier
Pembuatan saluran tersier diserahkan kepada pemilik lahan/petani sesuai kebutuhan dan
kondisi tanah mereka, kedalaman saluran tersier tergantung dari jenis tanaman.
Gambar
Penampang Melintang Saluran
b b
t m
f HWL
h
LWL B
Keterangan :
B : lebar dasar saluran
b : lebar jalan
t : lebar tanggul
h : tinggi saluran
Bab 4 - 64
f : jagaan
m : kemiringan saluran
Perencanaan saluran dilakukan sedemikian rupa sehingga aliran dalam keadaan stabil,
artinya saluran tidak mengalami sedimentasi dan erosi. Untuk maksud tersebut maka
diupayakan sehingga batas kecepatan tidak melebihi kecepatan maksimum yang diijinkan
dengan maksud menghindari terjadinya erosi dan tidak boleh lebih kecil dari kecepatan
minimum yang diijinkan dengan maksud menghindari sedimentasi.
Untuk semua saluran induk dan sekunder, kecepatan minimum pada debit rencana adalah
0,3 m/dt. Berikut ini disarikan pada tabel di bawah ini.
Tabel
Kriteria Saluran
Harga k yang digunakan untuk mendesain saluran disarikan pada tabel berikut.
Tabel
Kriteria Koefisien Kekasaran Strickler (K) Tanpa Pasangan
Bab 4 - 65
Saluran induk dan sekunder, 5 < Qp < 10 m3/det 42,5
3
Saluran induk dan sekunder, Qp > 10 m /det 45
Akan ditentukan dari analisa mengenai stabilitas lereng tanah pada beberapa kedalaman,
baik pada saluran primer, saluran sekunder maupun saluran tersier.
Tabel
Kemiringan Sisi Saluran (1 Tegak : m Datar)
Tinggi jagaan adalah ruang bebas di atas muka air maksimum pada saluran. Tinggi jagaan
berkaitan dengan debit yang mengalir pada ruas saluran yang ditinjau. Untuk saluran
induk dan sekunder, tinggi jagaan di atas elevasi muka air rencana mengikuti KP-03,
Standar Irigasi.
Tabel
Tinggi Jagaan Saluran
Bab 4 - 66
4.3.8.9. Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran yang terjadi harus berada di bawah kecepatan maksimum yang diijinkan
dan bergantung pada jenis tanah pada dasar maupun tepi saluran.
Tabel
Kecepatan Maksimum yang Diijinkan Pada Saluran
4.3.8.10. Bangunan
Bangunan yang direncanakan pada daerah studi berupa bangunan pengendali muka air
maupun erosi dan bangunan pelengkap seperti pintu skot balok dan jembatan. Adapun
fungsi dari bangunan ini pada daerah studi adalah :
a. Bangunan Air
Bab 4 - 67
Jenis bangunan air/hidrolis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Bangunan Sadap
Bab 4 - 68
a. Perhitungan dimensi hidrolik bangunan sadap dengan ambang lebar digunakan
rumus :
Q = 1.70 b. h11,5
dimana :
b = Lebar bukaan, (m)
h1 = Tinggi air di atas mercu ambang lebar, (m)
Q = 0,85 b. h11,5
dimana :
b = Lebar bukaan, (m)
h1 = Tinggi air di atas mercu ambang lebar, (m)
Bangunan Terjun
1. Bangunan Terjun Tegak
dimana :
B = Bt = Lebar saluran pemasukan, (m)
h70 = Tinggi air di saluran udik untuk Q70, (m)
Lebar bukaan :
Bab 4 - 69
B70 = Q70 / ( 1.7.h701,5 ) = minimum 0.30, diambil = Bt (aman)
Tanggul
Bagian terpenting dari perencanaan tanggul adalah perhitungan stabilitas tanggul.
Dimana kestabilan lereng dihitung terhadap bagian yang cenderung longsor. Perhitungan
stabilitas dilakukan dengan menggunakan metode BISHOP, metode ini membagi irisan-
irisan vertikal dengan asumsi terjadi gaya antar irisan secara horisontal.
Bab 4 - 70
Gambar
Stabilitas Lereng
2 1
1 (cb+W tan)sec
Fs Normal =
R WQ sin 1+(tan tan)/F
x
=
R WQ sin
Dimana :
Fs = Faktor keamanan
C = Kohesi tanah
= Sudut geser dalam
= sudut tiap irisan
W = berat irisan
= b.h.sat
b. Bangunan Pelengkap
Maksud dari bangunan pelengkap di sini adalah bangunan penunjang sistem tata air di
daerah lokasi studi, jembatan dan jalan inspeksi.
b.1. Jembatan
Jembatan di sini berfungsi sebagai pelengkap jalan usaha tani. Jembatan dibuat dengan
bentang/lebar sedemikian hingga orang atau kendaraan dapat melewatinya dengan cukup
aman. Jembatan ini dibuat untuk menghubungkan antara lokasi satu dengan lainnya.
Bab 4 - 71
Jembatan ini bisa dibuat dengan konstruksi kayu maupun beton (tergantung kondisi
kendaraan yang melewatinya).
b.2. Gorong-gorong
Untuk mendapatkan dimensi gorong-gorong masing-masing saluran yang memerlukannya
dihitung dengan persamaan gorong-gorong pendek (KP.01) :
Q A(2 gz ) 0,5 AV
A R 2
(Va V ) 2
Kehilangan energi masuk H
2g
(V Va) 2
Kehilangan energi keluar H
2g
V2 V2 L
Kehilangan energi akibat gesekan H K ( ) ( 2 ).( )
2g K R
Dimana :
Bab 4 - 72
Kelas I : Jalan Nasional (Standar Bina Marga)
Kelas II : Jalan Provinsi (Standar Bina Marga)
Kelas III : Jalan Kabupaten, jalan desa, jalan inspeksi utama (Standar Bina Marga)
Kelas IV : Jalan penghubung, jalan inspeksi sekunder (Standar Bina Marga)
Kelas V : Jalan setapak/jalan orang
Lebar jalan dan perkerasan untuk jalan-jalan kelas III, IV dan V (yang punya arti
penting dalam suatu proyek) disajikan dalam tabel berikut. Jalan kelas III dengan
perkerasan; jalan kelas IV boleh dengan perkerasan (untuk yang lebih penting) atau
tanpa perkerasan. Kelas V umumnya tanpa perkerasan.
Tabel
Lebar Standar Jalan
Kelas III 5m 3m
Kelas IV 3m -
Kelas V 1,5 m -
Jalan inspeksi direncanakan dibangun di atas tanggul saluran. Bila didekat rencana
saluran terdapat jalan desa atau jalan setapak, maka dapat digunakan sebagai jalan
inspeksi. Kecepatan maksimum direncanakan 40 km/jam (menurut standar Bina Marga
No. 13/1970).
4.3.8.11.Tanggul Banjir
Ketinggian tanggul banjir ditentukan dengan melakukan perhitungan debit banjir dengan
periode ulang 25 tahun. Penentuan periode ulang juga akan dicek dengan periode ulang
banjir yang pernah terjadi dilapangan atas informasi penduduk dan perhitungan hidrolis
level air banjir.
Periode ulang banjir rencana akan didiskusikan dengan pihak direksi atas dasar hasil
perhitungan periode ulang yang terjadi di lapangan dan periode ulang usulan yang sudah
dihitung level banjirnya. Hasil keputusan bersama tersebut akan dilanjutkan untuk
perhitungan perencanaan selanjutnya.
Tangggul merupakan salah satu bangunan pengendali banjir yang berfungsi untuk
mencegah melimpasnya air banjir untuk kala ulang yang disesuaikan dengan Pedoman
Pengendalian Banjir. Tanggul umumnya dibuat dari tanah, namun pada kondisi tertentu
Bab 4 - 73
dapat dibuat dari pasangan batu atau beton. Kondisi tertentu tersebut karena lahan
tempat kedudukan tanggul terbatas (melewati pemukiman) atau bahan tanah sulit
didapat.
Material pembentuk badan tanggul dari tanah setidaknya memenuhi persyaratan antara
lain kekedapannya tinggi, nilai kohesinya tinggi, dan dalam keadaan jenuh air sudut geser
dalamnya tinggi, pekat dan angka porinya rendah. Tanah campuran antara pasir dan
lempung dengan proporsi ± 1/3 bagian pasir dan ± 2/3 bagian lempung merupakan bahan
tanggul yang cukup memadai.
A. Alinyemen Tanggul
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan alinyemen tanggul adalah :
a) Lokasi alinyemen tanggul
Tempat kedudukan (trase) tanggul dipilih pada lokasi yang kedap air, dihindari
lokasi yang mempunyai daya dukung pondasi rendah seperti tanah rawa, lumpur
lunak dan tanah gambut.
b) Arah Alinyemen
Hal perlu diperhatikan dalam menentukan arah trase adalah hal-hal sebagai
berikut :
Penampang basah saluran yang paling efektif dengan kapasitas pengaliran
yang maksimum.
Searah dengan arus saluran, dihindari belokan yang tajam.
Alinyemen tanggul kiri dan kanan diusahakan paralel dengan alur saluran,
dihindari adanya perubahan lebar saluran yang mendadak.
Bantaran saluran diusahakan mempunyai jarak yang cukup lebar, sehingga
jarak antara tepi alur saluran dengan kaki tanggul cukup jauh.
c) Jarak Antara Alinyemen Tanggul
Hal berpengaruh terhadap jarak antara alinyemen adalah :
Debit banjir rencana
Saluran sangat lebar dan alirannya memperlihatkan adanya turbulensi, maka
lebarnya dibatasi dengan cara membuat tanggul sirip pada bantarannya.
Apabila tidak dapat dihindari adanya belokan tajam, maka untuk menghindari
pukulan air untuk itu lebar sungai pada ruas ini perlu ditambah secukupnya.
Bab 4 - 74
Tanggul sedapat mungkin dibuat sejajar, apabila tidak dapat dihindari karena
adanya penyempitan, maka setelah penyempitan diusahakan diperlebar lagi
sesuai dengan lebar normalnya.
d) Pada Muara Sungai
Apabila ada dua sungai yang berdekatan maka tanggul perlu ditetapkan sehingga
tidak mengganggu aliran sungai-sungai tersebut.
B. Penampang Tanggul
Perencanaan penampang tanggul yang penting adalah sebagai berikut :
a) Mercu tanggul
Tinggi elevasi mercu ditentukan dari perhitungan tinggi muka air akibat debit
banjir rencana ditambah dengan tinggi jagaan.
Besarnya tinggi jagaan tergantung dari debit banjir rencana. Standar tinggi
jagaan pada umumnya adalah sebagai berikut :
Debit banjir kurang dari 200 m3/dt : tinggi jagaan 0,60 m
Debit banjir antara 200 s/d 500 m3/dt : tinggi jagaan 0,80 m
Debit banjir antara 500 s/d 2.000 m3/dt : tinggi jagaan 1,00 m
Debit banjir antara 2.000 s/d 5.000 m3/dt : tinggi jagaan 1.20 m
Debit banjir antara 5.000 s/d 10.000 m3/dt : tinggi jagaan 1,50 m
Debit banjir lebih dari 10.000 m3/dt : tinggi jagaan 2,00 m
Lebar mercu tanggul dari tanah tergantung dari debit banjir rencana. Standar
lebar mercu tanggul apabila digunakan juga untuk jalan inspeksi pada umumnya
adalah sebagai berikut :
Debit banjir kurang dari 500 m3/dt : lebar mercu 3,00 m
Debit banjir antara 500 s/d 2.000 m3/dt : lebar mercu 4,00 m
Debit banjir antara 2.000 s/d 5.000 m3/dt : lebar mercu 5.00 m
Debit banjir antara 5.000 s/d 10.000 m3/dt : lebar mercu 6,00 m
Debit banjir lebih dari 10.000 m3/dt : lebar mercu 7,00 m
b) Kemiringan tanggul
Penentuan kemiringan tanggul ini sangat penting karena berkaitan dengan
masalah infiltrasi air kedalam tubuh tanggul dan karakteristik mekanika tanah
sebagai bahan tanggul.
Bab 4 - 75
Kemiringan lereng tanggul tanpa perkuatan minimal 1:2. Kemiringan lereng
tanggul untuk berbagai macam jenis klasifikasi tanah menurut USBR adalah
sebagai berikut :
Klasifikasi tanah GW, GP, SW dan SP tidak dianjurkan, karena lulus air.
Klasifikasi tanah GC, GM, SC, SM kemiringan minimal 1:2,00
Klasifikasi tanah CL, ML kemiringan minimal 1:2,50
Klasifikasi tanah CH, MH kemiringan minimal 1:2,50
c) Pondasi tanggul
Kedalaman pondasi atau parit halang setidak-tidaknya 1/3 dari kedalaman air
banjir rencana.
C. Stabilitas Tanggul
Metode yang digunakan untuk menghitung stabilitas lereng adalah dengan cara irisan
Bishop.
Tanggul yang terendam lama dan tinggi air banjirnya cukup tinggi maka perlu juga
dibuatkan garis rembesannya. Apabila garis rembesan memotong lereng tanggul
belakang, maka akan terjadi kebocoran. Cara menghindari kebocoran tersebut
adalah dengan memperkecil kemiringan lereng tanggul bagian belakang sehingga
didapatkan lebar bawah tanggul yang cukup atau dengan membuat drainase tanggul.
Pada umumnya tanggul banjir tidak diberi pembuang, karena banjir yang terjadi
biasanya jangkanya hanya sebentar.
Prinsip dasar yang digunakan untuk menganalisa kestabilan lereng adalah dengan
meninjau keseimbangan batas, yakni dengan jalan membandingkan antara kekuatan
geser yang ada dari parameter tanah dengan kekuatan geser yang terjadi. Angka-
angka perbandingan tersebut merupakan angka faktor keamanan.
Dalam perhitungan dianggap, bahwa garis kelongsoran lereng terjadi pada bidang
gelincir yang berbentuk lingkaran. Bidang longsor ini selanjutnya dibagi-bagi dalam
Bab 4 - 76
beberapa segmen dan gaya-gaya yang bekerja pada tiap-tiap segmen dihitung.
Secara skematis diperlihatkan pada Gambar F-55 dan Gambar F-56 sebagai berikut:
X
R
b
S
L
b
En
En+1
sin
W
Wx
Xn+1
P'
S
P
uL
Bab 4 - 77
X = gaya vertikal yang bekerja pada segmen
E = gaya horisontal yang bekerja pada segmen
L = lebar bidang gelincir per segmen
b = lebar segmen
= sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan garis yang melalui
pusat lingkaran dan pertengahan bidang gelincir per segmen
c = kohesi tanah
= sudut geser dalam
u = tekanan air pori
FK = faktor keamanan
Untuk melakukan perhitungan ini lereng dibagi dalam beberapa segmen
dan selanjutnya dilakukan tinjauan terhadap salah satu segmen seperti
pada gambar diatas.
Gaya yang menyebabkan kelongsoran adalah berupa momen penggerak
segmen sebesar W x X. Momen penggerak seluruhnya diperoleh dengan
menjumlahkan momen dari setiap segmen.
Jumlah momen penggerak seluruhnya = W.X = W.Rsin = R x sin
Faktor keamanan (FK) adalah perbandingan antara kekuatan geser yang
ada dengan kekuatan geser yang diperlukan untuk mempertahankan
kemantapan. Jadi kalau kekuatan geser = s, maka kekuatan geser untuk
memperta-hankan kemantapan adalah = S/FK. Jika S = gaya pada dasar
segmen, maka:
S = s x L/FK dimana s = c’ + P’ tan’.
sxL
Momen perlawanan segmen xR
FK
sxL
Momen perlawanan seluruhnya xR
FK
Bab 4 - 78
Dengan demikian :
FK
s L
W sin
Jika nilai s diganti dengan c’ + P’ tan’ dimana P’ = P – u, maka :
S = c’ + (P-u) tan ’ sehingga :
FK
c'L P u L tan '
W sin
1
FK c' L P u L tan '
W sin
Pada cara Bishop besarnya P diperoleh dengan menguraikan gaya-gaya lain
pada arah vertikal, yaitu :
c' sin
W X n X n 1 L u cos
P u L FK
tan '
cos sin
FK
Sehingga :
Daerah milik saluran (DSM) adalah daerah bebas yang termasuk dalam penguasaan dan
kepentingan saluran, DSM harus mengingat tempat kerja untuk pemeliharaan dan tempat
penimbunan galian saluran (pemeliharaan atau peningkatan) pada masa depan.
Bab 4 - 79
Daerah Milik Saluran mempunyai batasan dari tepi tanggul saluran yang terluar sampai
dengan tepi saluran tanggul terluar di sisi lawannya.
Tetapi DSM tersebut tidak bisa diterapkan pada saluran yang sudah dibuat dan
pemukiman yang sudah dikapling dan dihuni, pada kondisi seperti tersebut terpaksa
tidak akan menggunakan kriteri DSM.
Dalam pengelolaaan air memerlukan suatu manajemen yang dinamis untuk pengaturan air
baik untuk keperluan air industri, pertanian, kebutuhan domestik, perikanan, energi air,
pemantauan kualitas air serta pengendalian banjir.
Oleh karena itu penggunaan model yang dapat menirukan berbagai kondisi alam yang
sesungguhnya menjadi sangat diperlukan agar dapat dicapai suatu desain serta
manajemen yang optimal.
Di dalam sistim DUFLOW, yang merupakan salah satu model dari prototipe dapat
disusun dari suatu rangkaian tipe dan elemen yang tersedia adalah penampang saluran
terbuka (sungai maupun saluran) dan bangunan pengatur (structure).
Sebagai contoh pada kasus gelombang banjir di sungai, debit banjir dari bagian hulu
mengalir ke bawah melalui bagian sungai yang dipisahkan oleh adanya bendung.
Elevasi muka air dan debit tetap atau berubah sebagai fungsi dari waktu atau
mengikuti fungsi fourier
Aliran masuk atau aliran keluar jaringan saluran dapat diberikan dalam bentuk debit
(fungsi waktu) atau dapat dihitung dari curah hujan dengan menggunakan hubungan
hujan aliran sederhana
Hubungan elevasi debit (lengkung debit) dalam bentuk tabel.
Gesekan oleh angin yang pada beberapa kasus dominan, dapat pula diperhitungkan. Bagan
jaringan saluran yang dapat menunjukkan orientasi dan hubungan antara ruas dan simpul
dapat ditayangkan oleh program apabila diperlukan. Hal ini untuk memudahkan
pemeriksaan bila terjadi kesalahan pemasukan data.
Bentuk penampang saluran yang sederhana dapat dilukiskan hanya dengan beberapa data.
Untuk penampang yang rumit seperti pada sungai alam, lebar aliran/flow ridth dan lebar
tampungan/storage width, faktor tahanan dan radius hidraulik dapat diberikan sebagai
fungsi dari elevasi air. Dalam DUFLOW dimungkinkan pula untuk menggunakan salah
satu dari dua rumus gesekan air yaitu rumus Manning atau Chezy.
Bab 4 - 80
Ada beberapa jenis bangunan air yang terdapat pada DUFLOW yang dapat dimodelkan
sebagai over flow dan underflow. Transisi dari berbagai situasi seperti overvlow dan
underflow, aliran sub dan superkritis pada berbagai arah akan diperhitungkan secara
otomatis oleh DUFLOW.
Dalam periode eksekusi program, tinggi dan lebar dari pintu air dapat dirubah
tergantung dari kondisi perhitungan elevasi muka air pada tempat tertentu dengan
mengikuti suatu prosedur yang telah ditentukan sebelumnya (trigger conditions).
Program DUFLOW terdiri atas 3 (tiga) module yang dikendalikan oleh Master Menu
Utama. Ketiga Modul tersebut adalah : modul masukan (input module), modul perhitungan
(computional module), module keluaran (output module).
Data yang disiapkan menggunakan modul masukan yang kemudian disimpan pada file
Network (NET) dan Boundary (BND) yang berisikan semua informasi tentang
perhitungan.
Persamaan Dasar
Pada sub bab ini akan diberikan gambaran tentang persamaan dasar yang digunakan pada
model matematik DUFLOW dan prosedure numerik untuk mendiskret dan penyelesaian
persamaan tersebut.
H Q
B 0
t X
dan
Bab 4 - 81
Q (Qv) H g / Q / Q
gA 2 b . . w2 . cos( )
t X X C A.R
sedangkan
Q=v*A
Dimana :
t = Waktu
x = Jarak, diukur sepanjang sumbu saluran
H (x , t ) = Elevasi muka air diukur terhadap suatu bidang referensi
v (x,t) = Kecepatan rata-rata (rata-rata pada suatu penampang melintang)
R (x,H) = radius hidraulic dari penampang melintang.
A (x,H) = Luas penampang aliran
b (x,H) = Lebar penampang aliran
B (x,H) = Lebar penampang tampungan
g = percepatan grafitasi
C (x,H) = Koefesien chezy
W (t) = Kecepatan angin
(t) = arah angin dalam derajat
(t) = arah sumbu saluran dalam derajat, diukur searah jarum jam dari arah
utara.
(x) = Koefesien konversi angin
= Faktor koreksi karena tidak seragam distribusi kecepatan, didefinisikan
sebagai :
A / Q 2 . fx ( y, z ) 2 dy . dz
dimana integrasi dilakukan untuk seluruh luas penampang A.
Hukum kekekalan massa menyatakan jika elevasi muka air berubah pada suatu lokasi, ini
merupakan hasil aliran masuk dikurangi aliran keluar. Persamaan momentum melukiskan
bahwa perubahan momentum adalah hasil dari gaya luar dan gaya dalam yang bekerja
yaitu gaya seret, angin dan grafitasi.
Dalam penurunan rumus di atas diasumsikan bahwa air merupakan suatu fluida yang
homogen sehingga kerapatan air dianggap tetap. Komponen advective di dalam persamaan
momentum :
(Qv)
x
Bab 4 - 82
dapat dirubah menjadi :
2QQ Q 2A
2
Ax A x
Bagian pertama dari persamaan di atas melukiskan pengaruh perubahan debit, sedangkan
bagian kedua yang melukiskan pengaruh perubahan luas tampang aliran dikenal sebagai
Froude Term.
Pada kasus dimana luas tampang berubah secara mendadak, Froude Term ini akan
menyebabkan ketidak stabilan perhitungan.
Diskretisasi persamaan aliran tak langgeng dalam ruang dan waktu menggunakan skema
implisit preisman empat titik.
Pada waktu ruas saluran x, dari xi ke simpul xI+1 dan suatu interval waktu t pada waktu
t = tn ke tn+1, maka diskretisasi elevasi muka air H dapat disajikan sebagai berikut :
Dengan cara yang sama viariabel tak bebas yang lain dapat dilakukan diskretisasinya.
Transformasi persamaan diferensial parsial dapat ditulis sebagai suatu sistem
persamaan aljabar dengan mengganti bentuk diferensialnya dengan bentuk beda hingga
(finite difference) bentuk terakhir ini merupakan pendekatan dari diferensial pada titik
tinjau (Xi+1/2 + tn+) seperti yang digambarkan pada gambar di bawah ini :
n+1
t
n-
x
x
I+1 I+1
/2
Bab 4 - 83
Persamaan (1) dapat ditransformasikan ke dalam :
Qin1 n 1 Qin n 1
( * Qi 1 * Qi
Qin01,5 Qi 0,5 gAi* 0,5 ( Hin1 ) Ai 1 Ai Qin01,5 Qin 0,5
2 g
t xi x1 (C AR)*i 0,5
Gambar ini adalah tahap kedua dalam waktu dan tempat jika nilai = 0,50. Dan ini dapat
dilihat dalam waktu dan tempat jika nilai massconservative. Pada penerapan lainnya nilai
lebih besar misalnya nilai 0,55 digunakan dalam perhitungan maka hasilnya lebih stabil
(Roache).
Nilai yang ditunjukkan dengan (*) digunakan dalam perhitungan proses iterative.
B* = Bn
Yang ditunjukkan dalam langkah iteration berikut :
B* = 0,5 ( Bn+1, * )
Dimana Bn+1, * adalah hasil perhitungan baru dari B n+1
jadi untuk semua cabang-cabang
saluran dalam jaringan terdapat langkah ke tn+1 :
Berikut ini diberikan petunjuk praktis tentang penggunaan model matematik DUFLOW.
Petunjuk ini berlaku untuk memodelkan jaringan saluran terbuka.
Bab 4 - 84
Untuk memodelkan suatu kondisi tertentu memerlukan suatu keputusan untuk
menentukan :
1. Daerah tinjauan, meliputi ruang dan waktu
2. Kondisi batas alamiah
3. Skematisasi ruas saluran, bangunan dll
4. Diskretisasi ruang dan waktu
Khususnya batas model harus dipilih dengan hati hati dalam kasus dimana perubahan
terhadap sistim yang ada akan berpengaruh terhadap kondisi batas yang pada gilirannya
mempengarui kondisi hidraulik pada daerah tinjauan. Karena kondisi batas yang
digunakan pada kondisi saat ini dan kondisi baru adalah sama, hal ini akan mengakibatkan
kesalahan dalam mensimulasikan perubahan yang akan datang. Dengan demikian harus
hati-hati agar :
Sebagai contoh jika suatu bangunan direncanakan akan dibangun di sungai dan diinginkan
untuk meramalkan perubahan elevansi banjir pada suatu lokasi di hilirnya, maka batas
hulu harus dipilih pada lokasi yang cukup jauh dari hulu bangunan sehingga akibat
pembuatan bangunan tidak berpengaruh pada lokasi tersebut. Batas hilir harus
ditetapkan jauh dihilir sehingga suatu gelombang yang dipantulkan/direfleksikan pada
lokasi ini akan hilang pengaruhnya pada lokasi tinjauan. Pemilihan ini dapat diverivikasi
dengan melakukan pemeriksaan pengaruh dari kondisi batas, sebagai contoh untuk
kondisi batas hulu, perhitungan dengan dan tanpa bangunan dapat dibandingkan
sedangkan untuk kondisi batas hilir dua perhitungan dengan lokasi batas hilir yang
berbeda dapat dibandingkan.
Setelah lokasi batas model ditentukan, langkah berikutnya adalah menentukan tipe dari
kondisi batas (elevansi muka air debit atau hubungan debit dan elevansi muka air) yang
akan digunakan. Pilihan terbaik adalah menggunakan tipe kondisi batas yang kurang
sensitif terhadap perubahan di dalam model. Jadi kondisi batas hulu pada sungai lebih di
sukai berupa debit (Q) sedangkan kondisi batas hilir sebaiknya adalah elevansi muka air
Bab 4 - 85
jika sungai mengalir menuju danau atau laut, atau hubungan H - Q berdasarkan aliran
seragam jika batas hilir terletak pada suatu lokasi sungai.
Sebagai catatan bahwa ujung buntu (dead end, Q = 0 secara permanen) adalah kondisi
batas standar di DUFLOW, dengan demikian untuk kasus tersebut tak perlu dimasukkan
sebagai kondisi batas pada file masukan .
Skematisasi yang sangat rinci pada jaringan saluran yang tak perlu dilakukan mengingat
sifat dari persamaan dasar yang digunakan. Umumnya sedikit berubahan pada penampang
milintang hanya akan mengakibatkan perubahan kecil pada lokasi yang kita tinjau.
Dianjurkan untuk mulai dulu dengan model yang agak kasar guna melakukan pemeriksaan
sensifitasnya terhadap perubahan yang terjadi pada penampang melintang sebelum
bekerja pada model yang lebih teliti. Demikian pula bila terdapat bangunan air pada
jaringan saluran. Sebagai contoh adalah tidak efesien untuk memodelkan setiap
jembatan ataupun bangunan lain sebagai bangunaan tersendiri, lebih baik pengaruh
bangunaan tadi disimulasikan dengan cara menaikkan koefesien hambatan di saluran guna
memperhitungkan hambatan yang di akibatkan oleh adanya bangunan tersebut. Hanya
bangunaan yang mengakibatkan penyempitan besar pada alur sungai yang perlun
dimodelkan tersendiri.
Untuk interval jarak dan waktu argumen yang sama juga berlaku. Diskripsi yang sangat
rinci sering kali tak diperlukan. Interval jarak ditentukan sedemikian rupa sehingga
perubahan penampang sungai dapat diikuti dan dimodelkan dengan baik. Pedoman lain
adalah bahwa interval jarak di usahakan 1/40 atau lebih kecil lagi dari panjang
gelombang (jika ada data) Juga interval waktu harus lebih kecil dari priode gelombang.
Dianjurkan untuk melakukan analisis sensitivitas untuk melihat pengaruh nilai interval
jarak dan interval waktu yang digunakan.
Dalam skematisasi lay out saluran, simpul simpul harus ada pada: batas jaringan saluran,
percabangan dan pada kedua ujung bangunan (langsung pada ujung hulu dan hilir
bangunaan). Pembagian lebih kecil dari pada suatu ruas di perlukan bila suatu ruas lebih
panjang dari yang seharusnya. Pembagian yang lebih rapat di perlukan pada daerah
dimana penammpang sungai berubah mendadak. Interval jarak yang tidak sama antara
bagian-bagian sungai tidak menjadi masalah pada tingkat ketelitian hasil yang diperoleh,
mengingat modelnya menggunakan skema implisit dari preissmann.
Akhirnya yang perlu di tekankan adalah : penggunaan model ini tanpa pengertian yang
baik terhadap fenomena yang terjadi ataupun tanpa adanya suatu verifikasi yang
memenuhi syarat, akan meningkatkan resiko kesalahan dari hasil model.
Bab 4 - 86
Hasil Dari Model Matematik Duflow
Skematisasi Jaringan
Simulasi duflow untuk saluran pembawa dan saluran pembuang akan dilakukan secara
terpisah dengan penyederhanaan (node dan branch /section).
Kondisi Batas
Struktur
Ada tiga jenis struktur yang direncanakan sebagai bangunan pelengkap dan penunjang
yaitu jembatan kayu yang dilengkapi dengan pintu tabat pada bagian hilirnya untuk setiap
akhir saluran sekunder pembuang, kemudian pintu tabat di setiap awal saluran sekunder
pembawa. Selain itu juga direncanakan jembatan kayu. Dalam simulasi duflow yang akan
dilakukan pengaruh adanya bangunan tersebut pada perhitungan hidrolik diabaikan.
Bab 4 - 87