Anda di halaman 1dari 87

BAB 4

URAIAN PENDEKATAN DAN


METODOLOGI
4. 1. P E M A HA M A N T E R HA D A P K A K

4. 1. 1. P E M AH AM AN TE R H AD AP L ATAR B E L AKANG
P E K E R JAAN

Provinsi Aceh memiliki daerah rawa yang cukup luas baik daerah rawa pasang surut
maupun daerah rawa non pasang surut. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan,
pemerintah lndonesia telah berusaha meningkatkan produk dan pengembangan lahan
pertanian, diantaranya adalah pemanfaatan lahan marginal seperti lahan rawa pasang
surut dan rawa non pasang surut. Pengembangan daerah rawa yang dipilih, pada umumnya
adalah daerah-daerah yang masyarakatnya berbasis pertanian yang terbukti telah
banyak memiliki sawah tadah hujan yang selama ini diusahakan oleh masyarakat
setempat. Hal ini dipilih disamping sebagai pengembangan wilayah dan membuka mata
pencaharian di pedesaan, juga untuk mempercepat lahan-lahan sehingga dapat
dimanfaatkan, disamping itu memang di daerah tersebut telah tersedia para penggarap
yang cukup.

Kegiatan yang dilakukan pada areal rawa pasang surut Lhueng Raya berupa rehabilitasi
dengan melakukan penggalian saluran guna mengembalikan dimensi saluran yang telah
mengalami pendangkalan akibat terjadinya sedimentasi kepada dimensi rencana. Dengan
terjadinya pertambahan jumlah penduduk yang begitu cepat dan juga perubahan kondisi
klimatologi saat ini telah mendorong terjadi beberapa perubahan lahan dilokasi tersebut.
Dengan perubahan pengembangan lahan yang begitu cepat, yang mengakibatkan
perubahan daya simpan air, maka desain bangunan dan dimensi saluran yang semula

Bab 4 - 1
berdasarkan desain terdahulu menjadi tidak sesuai lagi dan perlu dilakukan review
design. Dengan pertimbangan tersebut, maka Balai Wilayah Sungai Sumatera l melalui
DlPA TA.2013 merencanakan untuk melakukan Survey Investigasi dan Desain (SID)
terhadap Daerah Rawa Lhueng Raya (4.000 Ha) di Kabupaten Nagan Raya, guna
didapatkan gambar desain yang sesuai dengan kondisi lapangan yang ada sekarang.

4. 1. 2. P E M AH AM AN TE R H AD AP M AKS U D D AN TU JU AN
P E K E R JAAN

Maksud pekerjaan ini untuk melakukan review terhadap desain yang ada agar dapat
melayani lahan semaksimal mungkin, dengan tetap memperhatikan ketersediaan air dan
luasan lahan yang memungkinkan dikembangan sebagai daerah rawa yang potensial
menjadi lahan yang produktif.

Tujuannya dihasilkan review design perencanaan teknis.iaringan rawa yang meliputi


saluran dan keseluruhan bangunan air yang dibutuhkan.

4. 1. 3. P E M AH AM AN TE R H AD AP S AS AR AN P E K E R JAAN

Kegiatan Survey Investigasi dan Desain (SID) daerah rawa pasang surut Lhueng Raya
meliputi sasaran sebagai berikut:
a. Mereview desain awal yang meliputi ketersediaan air dan luas areal yang dapat
dilayani (water balance), sehingga dapat memecahkan masalah dengan berbagai
alternatif baik ditinjau dari aspek teknis, ekonomis, dan sosial dan menetapkan jalan
pemecahan sebaiknya;
b. Mereview bangunan-bangunan dan jaringan tata air;
c. Mereview sistem planning daerah rawa pasang surut;
d. Mereview dimensi saluran yang ada disesuaikan dengan kondisi muka air pasang surut
saat ini.
e. Menentukan/memilih perencanaan teknis konstruksi yang tepat, ekonomis dan dapat
dibangun dengan memperhatikan ketersediaan material bangunan disekitar lokasi.

Bab 4 - 2
4. 1. 4. P E M AH AM AN TE R H AD AP L O K AS I P E K E R JAAN

Lokasi kegiatan Survey Investigasi dan Desain (SID) ini di daerah rawa pasang surut
Lhueng Raya Kabupaten Nagan Raya Provinsi Aceh.

Gambar.2
Peta Kabupaten Nagan Raya

Bab 4 - 3
4. 1. 5. P E M AH AM AN TE R H AD AP H AS I L KE L U AR AN
P E K E R JAAN

Keluaran yang dihasilkan pekerjaan ini adalah:


a. Desain bangunan, Jaringan saluran dan System Planning seluas 4.000 Ha.
b. Nota Perhitungan dan manual OP
c. Peta hasil pengukuran situasi dan lahan layanan seluas 4.000 Ha.
d. Gambar desain lengkap

Jenis laporan yang harus diserahkan kepada pengguna jasa adalah:


1. Rencana Mutu Kontrak (1 rangkap)
RMK dibuat oleh penyedia jasa dalam rangka pelaksanaan pekerjaan , diserahkan
paling lambat 1 (satu) minggu setelah kontrak ditandatangani .
2. Laporan Pendahuluan (1 rangkap untuk bahan diskusi; 2 rangkap final laporan
pendahuluan)
Laporan Pendahuluan berisi gambaran umum lokasi pekerjaan, hasil pengumpulan data,
temuan-temuan awal & permasalahan yang ada dilapangan, rencana kerja penyedia
jasa, mobilisasi tenaga ahli dan pendukung, jadual kegiatan & metodologi yang akan
digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan. Laporan pendahuluan ini diserahkan paling
lambat 1 (satu) bulan setelah kontrak ditandatangani & dibuat sebanyak 1 (satu)
rangkap untuk bahan diskusi. Laporan Pendahuluan yang telah diperbaiki diserahkan 1
(satu) minggu setelah diskusi dilaksanakan dan diserahkan sebanyak 2 rangkap.
3. Laporan Bulanan (masing-masing 1 rangkap tiap bulannya)
berisi kemajuan pekerjaan, masalah yang dihadapi, langkah-langkah yang perlu
diambil, rencana kerja selanjutnya, absensi seluruh personil dan kurva S. Laporan
bulanan diserahkan setiap awal bulannya.
4. Laporan Lapangan (masing-masing dibuat 2 rangkap).
Laporan lapangan meliputi laporan hasil survey lapangan yang berisi data lapangan
yang sudah tersusun sebelum dilakukan pengolahan data.

Laporan lapangan ini tediri dari :


· Survey pengukuran topografi, Deskripsi BM/CP dan Buku ukur.
· Survey hidrometri dan hidrologi
· Survey Mekanika Tanah
· Survey Tanah Pertanian

Bab 4 - 4
· Survey Agro SOSEK, SOSBUD dan lingkungan.
5. Laporan Antara (Konsep laporan antara untuk bahan diskusi dibuat rangkap 1 dan
final laporan antara dibuat 2 rangkap).
Laporan antara merupakan laporan hasil lapangan beserta analisanya; system planning
berupa alternative layout beserta konsep dasarnya; nota desain beserta metode,
rumus serta perhitungan model matematik. Konsep Laporan antara ini harus
didiskusikan terlebih dahulu sebelum dicetak menjadi final laporan antara.
Laporan antara ini terdiri dari :
· Laporan sistem planning
· Nota Desain
· Analisa laporan lapangan
6. Deskripsi BM & CP, Lap. Pengukuran Topografi dibuat 2 rangkap.
7. Buku Data Ukur dan Hitungan dibuat 2 rangkap.
8. Laporan Geologi Teknik/Mekanika Tanah (Draft laporan Geologi Teknik/Mekanika
Tanah dibuat 1 rangkap; Final laporan Geologi Teknik/Mekanika Tanah dibuat 2
rangkap).
9. Laporan Hidrologi/Hidrometri (Draft laporan Hidrologi/Hidrometri dibuat 1 rangkap;
Final laporan Hidrologi/Hidrometri dibuat 2 rangkap).
10.Laporan Tanah Pertanian (Konsep Laporan Tanah Pertanian dibuat 1 rangkap; Final
Laporan Tanah Pertanian dibuat 2 rangkap).
11. Laporan Agro SOSEK, SOSBUD & Lingkungan dibuat 2 rangkap.
12.Laporan Design Note (Konsep Laporan Design Note dibuat 1 rangkap; Final Laporan
Design Note dibuat 2 rangkap).
13.Laporan Akhir (Konsep laporan akhir dibuat 1 rangkap; Laporan akhir dibuat 2
rangkap).
Laporan akhir berisi rangkuman dari seluruh kegiatan survey yang telah dilakukan,
Review desain tata air yang diusulkan beserta metode dan hasil-hasil perhitunganya,
BOQ dan Rab, perhitungan analisa ekonomi serta kesimpulan dan saran-saran yang
diusulkan.
14.Laporan Ringkas (Executive Sumarry) (rangkap 2)
Laporan Ringkas isinya menguraikan hasil-hasil survey secara ringkas beserta
kesimpulan dan saran-saran yang diperlukan.
15.Laporan Bill of Quantity, RAB, Metode Kerja, Spektek (rangkap 2)
Biaya pelaksanaan berdasarkan harga harga satuan yang berlaku didaerah yang
bersangkutan pada saat ini.

Bab 4 - 5
Konsultan diwajibkan membuat spesifikasi teknis pekerjaan yang akan dilaksanakan
sebagai petunjuk/pedoman teknis dalam pelaksanaan konstruksi.
Konsultan diwajibkan membuat metode pelaksanaan pekerjaan yang akan digunakan
sebagai petunjuk/pedoman dalam pelaksanaan konstruksi.
16.Manual O & P (rangkap 2).
Konsultan wajib membuat buku perencanaan kebutuhan oorganisasi/personil,
peralatan, perlengkapan dan fasilitas O&P sertarencana pembiayaannya termasuk
petunjuk pelaksanaan bagi petugas lapangan.
17.Laporan Inventarisasi Aset (Saluran & Bangunan) dibuat 2 rangkap.
18.Laporan RKL dan RPL (3 rangkap).
19.Gambar Desain/Cetak biru
Gambar desain berupa kalkir dijilid sebanyak (1) rangkap; cetak biru ukuran A1
dijilid sebanyak 2 rangkap dan Gambar ukuran A3 diperkecil (5 rangkap).
Gambar tersebut berisi antara lain :
a. Peta-peta.
 Peta situasi skala 1:5.000
 Peta ikhtisar skala 1:20.000
 Peta situasi rencana tapak bangunan 1:200
 Peta situasi trace yang ditentukan dengan skala 1:5.000.
Penampang memanjang Skala panjang 1:5.000.
Skala tinggi 1:100
Penampang melintang Skala panjang 1:100.
Skala tinggi 1:100
 Peta penyebaran jenis tanah yang menyangkut juga keasaman, tekstur tanah
dan lokasi titik pengamatan.
 Peta ketebalan gambut (0-25, 25-50, 50-100 dan > 200 cm)
 Peta kedalaman lapisan pirit (0-25, 25-50, 50-100 dan > 100 cm)
 Peta kedalaman air tanah dan tinggi genangan
 Peta klas kesesuaian lahan.
b. Gambar.
 Trace dan penampang saluran (skala panjang 1 : 50; skala tegak 1 : 100)
 Penampang melintang (skala panjang 1 : 100; skala tegak 1 : 100).
 Situasi tapak bangunan (existing/rencana) skala 1 : 200
20. Dokumentasi / Album Foto dibuat 3 rangkap.
21. Diskusi :
 · Diskusi Laporan Pendahuluan

Bab 4 - 6
 · Diskusi Konsep antara
 · PKM
Konsultan harus mensosialisasikan melalui PKM hasil-hasil review perencanaan
bangunan, jaringan saluran dan sistem planning yang berhubungan dengan
masalah sosial, ekonomi dan tanggung jawab Operasi dan Pemeliharaan.
 Diskusi Konsep Laporan akhir
22. External Memory 1 Unit yang berisi hasil pelaksanaan pekerjaan dari Point 1 s/d 21.

4. 2. P E N D E K ATAN TE R H AD AP P E K E R JAAN

Agar pelaksanaan Pekerjaan “SID Daerah Rawa Lhueng Raya (4.000 Ha) di
Kab. Nagan Raya”, Provinsi Aceh ini dapat mencapai hasil yang optimal, Konsultan
akan melakukan Pendekatan teknis berupa Evaluasi Hasil Guna Program daerah yang akan
direncanakan.

Evaluasi ini merupakan peninjauan terpadu mengenai “SID Daerah Rawa Lhueng
Raya (4.000 Ha) di Kab. Nagan Raya”, Provinsi Aceh, yang menyangkut
aspek-aspek :

 Teknis
 Sosio Ekonomi dan
 Lingkungan

Konsultan akan meneliti kembali Potensi Alamiah daerah yang direncanakan beserta
seluruh batasan-batasannya untuk kemudian menyusun sasaran yang dapat diterapkan
dalam suatu Program Rencana Pengembangan dan menganalisa serta mengevaluasi
pengaruh terhadap kondisi daerah kajian. Dengan demikian secara garis besarnya,
evaluasi yang akan dilaksanakan merupakan suatu proses tinjauan kembali Kelayakan
Proyek yang apabila ternyata program tersebut dapat diterima akan dituangkan dalam
suatu rencana yang detail (detailed design) untuk dapat dilaksanakan.

Pada dasarnya pendekatan teknis yang akan dilakukan dapat digambarkan sebagai
berikut :

Bab 4 - 7
Potensi
Alamiah

Program Peningkatan
Intensifikasi Produksi/Hektar Peningkatan
Kesejahteraan Petani

Peningkatan Peningkatan
Intensitas Tanam Produksi Total

Menunjang
Program
Swasembada Pangan
Pengembangan
Reklamasi Rawa

Peningkatan
Pola Tanam

Gambar 4-1.
Skema Pendekatan Teknis

Sesuai dengan skema di atas, program yang akan diterapkan pada Potensi Alamiah
daerah tersebut terdiri dari Program Intensifikasi dan Program Pengembangan
Reklamasi Rawa, namun demikian mengingat pekerjaan ini dilakukan dalam lingkup tugas
Proyek Perencanaan Pembangunan Jaringan Reklamasi Rawa, maka evaluasi yang akan
dilakukan dititik beratkan pada peranan Proyek Reklamasi Rawa tersebut terhadap
peningkatan produksi dan batasan-batasan yang mempengaruhi keberhasilannya.

Evaluasi Hasil Guna Program terhadap peningkatan produksi akan dilaksanakan dengan
melakukan 2 metoda pendekatan yang akan digunakan secara kombinasi berdasarkan
data yang ada, yaitu :

4. 2. 1. M E TO D E D E D U K S I (P E M B U K TI AN S E C AR A L AN G S U N G )

Suatu metode yang menganalisa apakah memang benar terjadi peningkatan produksi
total yang dicerminkan oleh adanya peningkatan Pola dan Intensitas tanam di wilayah
pengembangan. Dengan meningkatnya produksi total diharapkan sasaran akhir program
berupa peningkatan kesejahteraan petani dalam menunjang swasembada pangan dapat
dicapai.

Bab 4 - 8
Dengan demikian, data pokok yang dibutuhkan untuk keperluan evaluasi adalah data
tentang pola dan intensitas tanam di wilayah pengembangan, selama beberapa tahun
pencatatan, guna mengetahui adanya kecenderungan peningkatannya, sehingga
selanjutnya dapat dianalisa secara langsung dampak yang ditimbulkan oleh adanya
Program Pengembangan yang dilakukan pada potensi alamiah.

Umumnya data yang dapat dikumpulkan di lapangan berupa data : produksi total,
produksi per hektar, luas tanam dan luas panen untuk lingkup wilayah pengembangan.

4. 2. 2. M E TO D E I N D U K S I (P E M B U K TI AN S E C AR A TI D AK
L ANG S U NG )

Metode ini digunakan untuk membantu metode deduksi, karena pada metode deduksi
yang didapat di lapangan seringkali tidak spesifik untuk wilayah pengembangan dan juga
tidak menggambarkan adanya kecenderungan peningkatan pola dan intensitas tanam.

Untuk itu akan dilakukan prosedur sebagai berikut :

Dilakukan analisa terhadap Potensi Alamiah daerah tersebut.


Selanjutnya dilakukan peninjauan terhadap Potensi Alamiah dan kemungkinannya
untuk menghasilkan dampak sesuai dengan pendugaan.
Dari hasil peninjauan tersebut didapatkan masukan-masukan untuk peningkatan
yang diinginkan.

4. 2. 3. W AK TU P E L AK S AN AAN

Mengacu pada berita acara aanwijzing pelaksanaan pekerjaan ini adalah 270 (dua ratus
tujuh puluh hari kelender).

3. 3. M E T O D O L O GI

Berdasarkan pengalaman melaksanakan pekerjaan sejenis dan pendekatan teknis


sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Konsultan telah menyusun program Pekerjaan “SID
Daerah Rawa Lhueng Raya (4.000 Ha) di Kab. Nagan Raya”, Provinsi
Aceh, yang menggambarkan urut-urutan logis metodologi pelaksanaan pekerjaan yang
dapat diuraikan sebagai berikut :

Bab 4 - 9
4. 3. 1. P E K E R JAAN P E R S I AP AN D AN REVI EW H AS I L
I D E N TI F I K AS I

Setelah diterimanya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK), maka Konsultan akan menelaah
dan menganalisa lebih detail mengenai pelaksanaan pekerjaan. Pada tahap ini, Konsultan
akan menyusun rencana kerja yang lebih terinci dan mulai memberikan penugasan kepada
personil-personil yang akan ditugaskan dalam proyek ini.

Rincian aktivitas di dalamnya, antara lain :

4.3.1.1. Proses Administrasi dan Kegiatan Koordinasi Proyek

Penyiapan surat-surat tugas untuk instansi-instansi yang berwenang di daerah proyek


(Kantor Proyek, Dinas PU, BAPPEDA dan lain-lain) serta surat-surat lain yang diperlukan
untuk memudahkan kelancaran pekerjaan terutama didaerah proyek.

Agar pelaksanaan pekerjaan Pekerjaan “SID Daerah Rawa Lhueng Raya


(4.000 Ha) di Kab. Nagan Raya”, Provinsi Aceh dapat berjalan sesuai dengan
rencana, maka untuk penyusunan perencanaan pelaksanaan pekerjaan di lapangan pada
lokasi tersebut haruslah sinkron/selaras dengan rencana pengembangan pada instansi
terkait di daerah, supaya hasil yang diperoleh benar-benar merupakan perencanaan
teknis terpadu.

4.3.1.2. Inventarisasi dan Pengumpulan Data

Pada tahap ini Konsultan mengumpulkan hasil studi, perencanaan, data-data maupun
laporan-laporan yang berhubungan dengan pekerjaan ini yang akan digunakan sebagai
data sekunder.

Data ini akan diusahakan diperoleh dari instansi atau badan yang terkait yang
berhubungan dengan proyek ini misalnya :

 Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum.


 Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera I.
 BINTEK Rawa dan Pantai, untuk mendapatkan data-data dan hasil study
terdahulu yang berhubungan dengan proyek ini.
 Direktorat Rawa dan Pantai, untuk mendapatkan data-data dan hasil study
terdahulu terutama mengenai data banjir yang berhubungan dengan proyek ini.
 Pusat Penelitian Masalah Air, Bandung, untuk memperoleh data-data sungai di
daerah proyek.
 Badan Meteorologi dan Geofisika, untuk mendapatkan data-data Curah Hujan
dan Klimatologi.

Bab 4 - 10
 Departemen Pertanian untuk mendapatkan data-data program pengembangan
pertanian di daerah proyek.
 Direktorat Jenderal Perikanan, untuk mendapatkan data-data dan program
budidaya perikanan didaerah tersebut dan daerah lainnya.
 Jawatan Oceanografi TNI Angkatan Laut, untuk mendapatkan ramalan pasang
surut (Buku Hidral).
 Biro Statistik Pusat dan daerah, untuk mendapatkan struktur populasi,
kebudayaan dan pendapatan didaerah proyek.
 Badan Pertanahan Nasional untuk mendapatkan data status lahan.
 Pusat Penelitian Tanah, Bogor, untuk mendapatkan data-data peruntukan
tanah.
 BAPPEDA Tingkat I dan II, untuk memperoleh data-data program
pengembangan daerah, populasi, pendapatan dan kebudayaan.
 Kantor PU dan Kimpraswil Provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk mendapatkan
data-data dan study areal sekitar proyek serta rencana pengembangannya.
 Instansi-instansi lain yang diperlukan.

4.3.1.3. Review Hasil Identifikasi

Konsultan akan melaksanakan review dari laporan yang ada dan dikombinasikan dengan
data-data lainnya yang dikumpulkan, untuk menyusun dan menentukan strategi awal
pelaksanaan proyek ini. Review ini hanya terbatas pada data-data sekunder saja (desk
study).

4.3.1.4. Penyusunan & Persetujuan Rencana Kerja

Konsultan akan membuat Rencana Kerja terinci yang disusun berdasarkan jenis
pekerjaan yang akan dilaksanakan sesuai dengan rencana kerja umum yang ada untuk
didiskusikan dan mendapat persetujuan Direksi.

4.3.1.5. Persiapan Survey Lapangan

 Menyiapkan peta lokasi dan menyusun peta rencana pelaksanaan survey lapangan
untuk disetujui Direksi.
 Menyiapkan formulir survey yang dibutuhkan untuk di konsultasikan kepada
Direksi.
 Menyiapkan surat-surat ijin yang diperlukan.
 Menyiapkan personil dan peralatan survey untuk diperiksa dan di wawancarai oleh
Direksi.
 Mobilisasi personil dan peralatan ke lokasi proyek (teruntuk penyiapan base camp
dan perlengkapannya).

Bab 4 - 11
4. 3. 2. P E N G U K U R AN TO P O G R AP H Y D AN P E M E TAAN S I TU AS I
D E TAI L

Survey ini dimaksudkan untuk mendapatkan data situasi detail, detail saluran dan
bangunan yang ada pada lahan/daerah yang akan dikembangkan sebagai bahan masukan
untuk penyusunan perencanaan yang efisien dengan memanfaatkan keadaan/kondisi
kontur tanah/daerah.

1. Orientasi Lapangan

Kegiatan dilokasi dimulai dengan persiapan pengukuran, berupa :

 Koordinasi dengan instansi daerah terkait mengenai rencana areal pengukuran, dan
metode kerja pengukuran yang akan dilaksanakan;
 Meninjau areal yang akan diukur.
 Menyiapkan base camp, tenaga lokal dan sarana transportasi lapangan;
 Bersama-sama dengan pengawas/Direksi Lapangan menentukan titik awal pengukuran,
batas pengukuran dan lokasi BM.

2. Survey Lapangan

Pelaksanaan pekerjaan akan dilakukan sesuai dengan persyaratan yang diminta dalam
TOR. Setiap aktivitas pekerjaan akan dikonsultasikan dengan Direksi/Pengawas
Lapangan untuk menjamin hasil pekerjaan sesuai dengan TOR. Pengukuran, perhitungan
dan penggambaran draft situasi detail berskala 1 : 5.000 di atas kertas mm akan
dilaksanakan di lapangan agar dapat bersama-sama diperiksa dan diperbaiki apabila
terjadi kesalahan pengukuran.

a. Membuat Kerangka Dasar Pemetaan

Kerangka dasar merupakan jalur patok dasar pengukuran (BM) yang akan digunakan
sebagai pengikatan titik awal atau akhir pengukuran selanjutnya, seperti ray situasi,
trace saluran. Kerangka ini ditempatkan pada batas areal pengukuran agar dapat
berfungsi sebagai batas areal pengukuran.

Pelaksanaan survey direncanakan dengan membagi areal menjadi dua saja mengingat
bahwa areal pengukurannya cukup kecil.

Bab 4 - 12
a.1.Kerangka Dasar Horizontal

 Poligon utama diukur dengan metode kring dimana harus dipenuhi syarat
geometrisnya (pada batas toleransi yang diberikan), dan dikontrol dengan
pengamatan matahari.
 Pengukuran jarak dengan menggunakan alat ukur jarak meetband.
 Alat ukur sudut yang akan digunakan adalah Theodolit T2, atau alat lainnya yang
sederajat
 Pengukuran sudut dibaca satu seri ganda
 Pemberian koreksi

Untuk mengoreksi sudut digunakan :

a. Metode Dell (perataan biasa)


b. Metode Bersyarat

Koreksi setiap sudut : f.(N-1), dimana :

f. = salah penutup sudut


N = jumlah titik poligon

Untuk mengoreksi absis dan ordinat digunakan jarak sebanding dengan jarak yang
bersangkutan atau :

Koreksi = f. x / D x (Dij), dimana :

f.x. = salah penutup absis/ordinat


D = jumlah jarak
Di = jarak yang ke i

Koreksi sudut antara dua kontrol azimuth 20 "


Koreksi setiap titik poligon maksimum 8 "
Salah penutup koordinat maksimum 1 : 5.000
Jarak tiap sisi poligon diukur dengan ketelitian 1 : 7.500

a.2.Kerangka Dasar Vertikal

Maksud pengukuran kontrol vertikal/sipat datar adalah membuat titik tetap yang
mempunyai posisi vertikal/ketinggian sebagai kerangka dasar. Pengukuran sipat datar ini
harus diikatkan pada titik BM.TTG BAKOSURTANAL/Titik Tringulasi terdekat atau

Bab 4 - 13
dari titik kontrol (BM) yang telah terpasang hasil pengukuran terdahulu yang kondisinya
masih baik dan dengan persetujuan tim teknis/Direksi.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan pengukuran ini adalah sebagai
berikut :
a. Pengukuran Leveling harus diikatkan pada minimal 2 bench mark yang telah diketahui
elevasinya dan harus melalui titik-titik poligon. Metode pengukuran leveling
digunakan cara pulang pergi atau double stand, dan apabila dilapangan hanya ada 1
Bench Mark maka pengukuran harus dilakukan secara close circuit (tertutup).
b. Pembacaan rambu harus dilakukan dengan pembacaan tiga benang lengkap yaitu
benang atas, benang tengah dan benang bawah sebagai kontrol 2 BT = BA + BB.
Pengukuran dilakukan cara double stand maka selisih setiap stand pada tiap slag
tidak boleh melebihi 2 mm.
c. Alat yang digunakan adalah automatic level seperti zeiss Ni2, (Wild NAK2) atau
yang sederajat ketelitiannya dan seijin tim teknis. Setiap slag diusahakan alat di
tengah-tengah dari dua titik yang diukur dengan jarak maksimum 60 m sedangkan
alat terdekat dari alat ke rambu tidak boleh lebih < dari 5 m ke rambu muka dan
rambu belakang.
d. Saat perpindahan rambu, rambu belakang dijadikan sebagai rambu depan tetap pada
posisi semula sebagai rambu belakang dengan cara hanya memutar di atas landasan
rambu. Rambu landasan memakai logam yang dapat tertancap di atas tanah. Rambu
ukur harus dilengkapi dengan nivo kotak yang terletak di belakang rambu untuk
mengetahui bahwa rambu benar-benar vertikal pada saat pengukuran.
e. etelitian kesalahan penutup tinggi dari pengukuran pulang pergi atau doubel stand
pada pengukuran Waterpas Utama tidak boleh melebihi 10√D dan waterpas cabang
tidak lebih 30√D, dimana D adalah jumlah jarak dalam satuan kilometer.

b. Pengukuran Situasi Detail


Pengukuran ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran topografi daerah yang
disurvey dengan sasaran tinggi dan posisi detail lapangan.
· Pengukuran situasi detail dilakukan dengan cara rincikan dan harus terikat pada
kerangka dasar pemetaan.
· Ketinggian titik detail diukur dengan toleransi 10 cm dengan kerapatan sesuai
dengan skala peta yang direncanakan.
· Pengukuran situasi diukur merata keseluruh daerah rencana pengukuran
mencakup batas penggunaan lahan, saluran alam dan bangunan buatan.
Situasi diukur berdasarkan jaringan kerangka horizontal dan vertikal yang telah
dipasang, dengan melakukan pengukuran keliling serta pengukuran didalam daerah
survey.
Bila perlu jalur poligon dapat ditarik lagi dari kerangka utama dan cabang untuk mengisi
detail planimetris, berikut spot height yang cukup, sehingga diperoleh penggambaran

Bab 4 - 14
kontur yang lebih akurat sehingga menghasilkan informasi ketinggian yang memadai.
Titik-titik spot height terlihat tidak lebih dari interval 10 cm pada peta skala 1 : 2.000.
Interval ini ekuivalen dengan jarak 20 m tiap penambahan satu titik spot height atau 8-
10 titik spot height untuk tiap 1 hektar diatas tanah.
Beberapa titik spot height bervariasi tergantung kepada kecuraman dan
ketidakteraturan terrain. Kerapatan titik-titik spot height yang dibutuhkan dalam
daerah pengukuran tidak hanya daerah rawa, tetapi juga kampung, kebun, jalan setapak,
tanaman sepanjang jalan,alur dan sungai dan lain-lain, akan tetapi dengan kerapatan yang
berbeda.
Pengukuran situasi dilakukan dengan metode Tacheometry menggunakan theodolith T.0
atau yang sejenis. Jarak dari alat ke rambu tidak boleh lebih dari 100 meter.
Kontur digambar apa adanya dan harus teliti, dan bagian luar daerah sawah kontur diplot
hanya berdasarkan titik-titik spot height - efek artistik tidak diperlukan.
Pemberian angka kontur harus jelas terlihat, dimana setiap interval kontur 2,5 m
digambarkan lebih tebal.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk pelaksanaan pengukuran ini adalah sebagai
berikut :
a. Seluruh alur sungai (dasar sungai terendah dan lebar sungai harus jelas terlihat).
b. Jalan propinsi, kabupaten, jalan desa dan jalan setapak.
c. Bangunan rawa dan drainase (exsisting), batas kampung, rumah-rumah terpencil
diluar kampung, jembatan dan saluran. Diameter atau dimensi berikut ketinggian
lantai semua gorong-gorong dan jembatan, sekolah, mesjid dan kantor pemerintah
(camat, mushola,desa dan lain-lain) harus terlihat.
d. Pohon-pohon besar (berdiameter lebih besar dari 20 cm dengan ketinggian sekitar
12 m diatas tanah) bila pepohonan ini berada disawah.
e. Daerah rawa.
f. Batas tata guna tanah (misalnya belukar berupa rerumputan dan alang-alang,
tambak, sawah, rawa, ladang, kampung, kebun, dan lain-lain).
g. Tiap detail topografi setempat (seperti misalnya tanggul curam, bukit kecil dan lain-
lain).
h. Batas pemerintahan (kecamatan, desa dan lain-lain). Nama kampung, kecamatan,
nama jalan dan lain-lain diperlukan.
i. Jaringan kerangka dasar.
j. Petak-petak tambak & sawah (kecuali bila luas petak kurang dari 50 x 50 m). Petak
tambak & sawah diperoleh dari titik-titik spot height dan diukur dari batas
pertemuan tambak & sawah (di tanah yang lapang, bukan diatas tanah tanggul). Sket

Bab 4 - 15
berperan penting, lihat contoh dibawah. (gambar memperlihatkan ketinggian petak-
petak tambak atau sawah berikut layout titik-titik detail).
Tiap petak sawah digambar berdasarkan sistem koordinat yang disepakati. Peta situasi
digambar setelah kerangka dasar tergambarkan.

c. Pengukuran Situasi Tapak Bangun Rencana


 Situasi tapak bangunan yang ada dengan skala 1 :200
 Pengukuran situasi tapak bangunan rencana dengan skala 1 : 200
 Pengukuran situasi tersebut dilakukan sesuai kebutuhan.

d. Pengukuran Profil Memanjang dan Melintang Saluran


Pengukuran situasi, penampang memanjang dan penampang melintang saluran/drainase
meliputi hal – hal berikut :
 Pengukuran situasi dan pengukuran penampang saluran dan/atau drainase dilakukan
secara bersama – sama;
 Metode yang digunakan ialah metode tachimetry;
 Sistem pengukuran yang digunakan ialah sistem “Raai” untuk penampang melintang;
 Pengukuran penampang saluran dilakukan setiap interval 50 m pada daerah saluran
/drainase yang lurus dan 25 m pada daerah saluran/drainase yang berbelok – belok;
 Jalur “raai” tersebut diusahakan dibuat tegak lurus aliran saluran/drainase;
 Panjang penampang melintang/jalur “raai” adalah masing-masing minimum 150 m
kekiri dan kanan diukur dari tepi kiri / tepi kanan saluran/drainase, ditambah lebar
saluran/drainase;
 Detail pengukuran penampang melintang saluran/drainase diambil pada setiap
perubahan bentuk fisik saluran/drainase termasuk pada dasar saluran/drainase
yang terdalam serta muka air saat pengukuran, pada jalur saluran yang merupakan
saluran pasangan diukur dimensi saluran existing secara detail seperti lebar dasar
(b), tinggi talud (h+w), lebar tanggul, jenis dan kemiringan talud dan lain-lain;
 Pengukuran kedalaman muka air dan sedimen pada drainase dilaksanakan dengan
menggunakan colokan/alat pemberat.
 Semua detail yang ada dilapangan diukur dengan sistim polar dan diambil selengkap
mungkin seperti jalan, bangunan-bangunan yang ada, jembatan dan lain-lain.
 Pengukuran saluran cabang yang masuk ke saluran utama diadakan pengukuran situasi
detail pada daerah pertemuan tersebut.

Bab 4 - 16
e. Inventarisasi dan Pemasangan BM Baru

Pekerjaan ini dimaksudkan untuk menginventarisasikan BM yang lama, memeriksa apakah


masih memenuhi persyaratan sesuai dengan TOR (posisi, bentuk dan jarak antar BM)
penggantian dengan atau pembuatan BM yang baru agar sesuai dengan TOR dan
membuat descripsi setiap BM yang ada sesuai dengan format standar dalam TOR.
Kerangka penyebaran BM sebanyak satu buah mewakili 2-2,5 km.

f. Inventarisasi Bangunan Air

Pelaksanaan pekerjaan ini akan dilakukan bersama-sama dengan team survey jaringan
yang dipimpin oleh ahli hidraulik.

3. Pengukuran Trase

Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengukur trase saluran rencana atas petunjuk dari
Chief Surveyor dan Ahli Geoteknik/Mekanika Tanah. Pengukuran trase rencana trase
saluran yang akan dibuat disesuaikan dengan Spesifikasi Teknis.

4. Perhitungan/Penggambaran

Perhitungan data lapangan merupakan perhitungan sementara untuk mengetahui


ketelitian ukuran.
· Perhitungan definitive.
Perhitungan yang sudah menggunakan hitungan peralatan. Hasil perhitungan ini
akan digunakan dalam proses penggambaran
· Penggambaran peta situasi detail dibuat pada kertas kalkir atau kertas lain yang
sama kualitasnya.
· Penggambaran propel melintang,memanjang dan situasi trace dibuat pada kalkir
dengan ukuran 90/95 gram.
· Gambar dibuat dengan ukuran A1.
· Peta Ikhtisar digambar dengan skala 1 :20.000 dan interval kontur 1,0m
· Peta situasi detail dibuat dengan skala 1 :5.000 dengan interval 0,5m.
· Situasi Trace dan profil memanjang digambar dengan skala horizontal 1:5.000
dan vertikal 1 : 100.
· Profil melintang digambar dengan skala horizontal 1 : 100 dan vertikal 1 : 100.
· Situasi tapak bangunan air (existing dan rencana) digambar dengan skala 1 : 200.

4. 3. 3. S U R V E Y H I D R O L O G I D AN S U R V E Y H I D R O M E TR I

1. Tahapan Survey

Bab 4 - 17
a. Pengumpulan Data Hidrologi

Pengumpulan data hidrologi dimaksudkan untuk mendapatkan data-data hidrologi dan


klimatologi sebagai masukkan di dalam menentukan besaran perencanaan seperti curah
hujan maksimum dengan periode ulang tertentu, hidrograf banjir dan modul drainase
serta penentuan parameter-parameter lainnya yang dapat menunjang desain hidrolik
serta neraca air untuk keperluan pola tanam.

Survey hidrologi meliputi :

Pengumpulan data curah hujan diambil dari stasiun yang terdekat selama 20 tahun
dengan catatan pengamatan selama 10 tahun berturut-turut merupakan data hujan
minimum terbaru.
Pengumpulan data temperatur selama minimum 5 tahun berturut-turut dari stasiun
iklim yang terdekat.
Pengumpulan data kelembaban relatif selama minimum 5 tahun berturut- turut dari
stasiun klimatologi terdekat.
Pengumpulan data Lama Penyinaran Matahari minimum selama 5 tahun dari stasiun
pengamat terdekat.
Pengumpulan data kecepatan angin minimum selama 5 tahun berturut-turut dari
stasiun pengamat terdekat.
Pengumpulan data informasi banjir (tinggi, lamanya dan luas genangan serta saat
terjadinya) baik dengan pengamatan langsung ataupun memperhatikan bekas-bekas
dan tanda-tanda banjir di pohon maupun melalui wawancara dengan penduduk
setempat.

b. Survey Hidrometri

Survey hidrometri dimaksudkan untuk mendapatkan data aktual di lapangan sebagai data
masukkan untuk keperluan model matematik jaringan sungai ataupun jaringan drainase,
sehingga diharapkan akan dapat diketahui tingkah laku (karakteristik) hidrolik dari
daerah kajian (sistem), jaringan sungai atau jaringan drainase untuk keperluan
perencanaan dan pengembangan daerah tersebut.

Data yang didapat ini akan berupa karakteristik sungai, anak sungai/cabang sungai dan
saluran-saluran yang ada, yang sangat berpengaruh terhadap kondisi lahan proyek/unit
pada umumnya serta sistim tata saluran pada khususnya.

Data masukan tersebut setelah dianalisa dan dievaluasi, akan digunakan untuk
mengidentifikasi serta mencari alternatif banjir pada musim penghujan dan intrusi air

Bab 4 - 18
asin pada pada musim kemarau serta kekeringan pada lahan pertanian waktu musim
kemarau. Hal ini merupakan masukan yang sangat penting dalam perencanaan jaringan
pengairan nantinya.

Pengambilan Contoh Air


Pengambilan contoh air minum dan air irigasi dimaksudkan untuk keperluan analisa
laboratorium khususnya ditujukan bagi keperluan air minum.
Adapun lokasi yang dipilih adalah tempat dimana penduduk biasa menggunakan air
tersebut untuk sumber air minum, begitu pula pada saluran-saluran yang digunakan
penduduk untuk air minum ataupun untuk keperluan pertanian. Untuk contoh air bagi
kepentingan irigasi dilakukan di muara sungai, di hulu dan tengah anak sungai dan pada
tempat dilakukan pengukuran kecepatan arus

2. Pekerjaan Persiapan Sebelum ke Lapangan

Mempelajari laporan dan data yang tersedia dan menyusun rencana dan jadwal
kegiatan survey.
Menyiapkan peta lokasi rencana pengukuran dan penempatan titik pengukuran yang
sudah disesuaikan dengan rencana skematisasi dari model matematik untuk
keperluan kalibrasi model serta menetapkan jumlah volume pekerjaan.
Menyiapkan formulir pengukuran, bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan serta
penyiapan team yang akan berangkat ke lapangan.
Menyiapkan team survey yang akan berangkat. Semua kegiatan di atas akan terlebih
dahulu dikonsultasikan dengan Direksi atau Supervisor sebelum berangkat ke
lapangan.

3. Pekerjaan Lapangan

a. Orientasi Lapangan
Menyiapkan sarana seperti speedboat dan klotok (kapal pengukur) baik untuk
pengukuran muka air maupun kecepatan air.
Pengenalan lapangan dan pemasangan tanda-tanda pengukuran sesuai dengan peta
pengukuran.
Mendiskusikan rencana pengukuran dengan Direksi Lapangan untuk mendapat
persetujuan.
Penandaan tempat-tempat pengukuran (marking inspection).
Memasang alat-alat ukur (peilschaal) di tempat-tempat yang sudah ditentukan
sesuai dengan rencana pengukuran.
Pengukuran lapangan antara lain seperti bekas tinggi muka air maksimum, yang
pernah terjadi, tanggul, jembatan atau pintu-pintu air/gorong-gorong yang ada
dicatat di peta.

Bab 4 - 19
b. Pekerjaan Lapangan

b.1. Pengumpulan Data Hidrologi

Menghubungi stasiun-stasiun pengamat cuaca terdekat dan mengumpulkan data


pencatatan yang diperlukan sebagaimana dijelaskan pada Proposal Teknis ini.
Menghubungi Kantor Meteorologi & Geofisika Provinsi dan Kabupaten/Kota dan
mengumpulkan data-data yang diperlukan.

b.2. Pengukuran Data Hidrometri

Setelah dilakukan orientasi lapangan pada lokasi-lokasi pengamatan yang telah ditandai,
dilakukan pengamatan-pengamatan sebagai berikut :

 Pengukuran tinggi muka air.


 Pengukuran kecepatan arus.
 Pengukuran pH dilakukan bersamaan dengan dilakukannya pengukuran salinitas pada
sungai, saluran dan sumur penduduk.
 Pengukuran penampang melintang sungai dan saluran dilakukan pada setiap lokasi
pengukuran kecepatan dan di tempat-tempat lain. Sedang interval pengukuran dapat
dilihat pada metode pangukuran;
 Pengukuran sifat datar (levelling) untuk mengikat papan duga (peilschaal) terhadap
benchmark patok terdekat pada lokasi pengukuran tinggi muka air.
 Pengukuran tingkat keasaman air (pH) dilakukan di lokasi pengukuran salinitas dan di
anak sungai dan di lokasi lain yang dianggap perlu.
 Pengambilan contoh air dilakukan di beberapa tempat yang dianggap perlu dan
mewakili kualitas air di lokasi proyek.

4. Pengolahan dan Analisis Data

Selanjutnya untuk keperluan data guna prarencana system planning, maka diperlukan
suatu pengikatan 0 peilschaal terhadap titik referensi (BM). Pekerjaan ini dimaksudkan
agar datum line (bidang persamaan antara) titik pengamatan muka air sama menjadi satu
sistem.

Setelah masing-masing peilschaal sudah diikatkan dengan demikian data pengamatan


muka air simultan dapat digunakan sebagai data kaliberasi model, sedangkan data

Bab 4 - 20
pengamatan muka air rata-rata, pasang tertinggi rata-rata, surut terendah rata-rata
dan range (beda tinggi MAT dan MAR) serta untuk keperluan peramalan muka air.

b.Hidrologi

Analisa dan Evaluasi Data Hidrologi terdiri dari :

b.1. Analisa Hidrotopografi Wilayah Survey

Hidro topografi bertujuan untuk mengetahui level air bajir atau pasang terhadap lahan
dan luasan lahan yang tergenang. Proses pembuatan hidro topografi adalah sebagai
berikut :

1. Daerah lokasi kajian bisa dibagai dalam beberapa sub lokasi yang dipengaruhi oleh
saluran/ sungai tempat pembuangan atau sungai yang menimbulkan banjir.
2. Masing-masing sub lokasi tersebut luasan konture dengan antara 0.25 atau 0,5 m
dan dihitung luasan kumulatifnya.
3. Masing-masing kontur tersebut diprosentasikan luasannya terhadap luasan total per
sub lokasi.
4. Dibuatkan grafik hubungan antara elevasi dengan prosentase luasan tersebut.
5. Untuk lokasi keseluruhan tinggal dilakukan penjumlahan luasan setiap konture dan
dibuatkan prosentasenya dan dibuatkan grafiknya untuk lokasi keseluruhan.
6. Untuk daerah banjir yang dipengaruhi oleh pasang surut harus dilakukan
perhitungan stokastik dari fluktuasi muka air dari hasil penelitian hidrometri selama
15 hari yaitu :
 Menentukan rage level pasut dengan perbedaan 0.25 atau 0.5 m.
 Dihitung jumlah kejadiannya untuk setiap batasan level serta dihitung komulatif
kejadian terluapinya (perhitungan awal dari level paling tinggi).
 Dihitung prosentase kejadian terhadap total kejadian (per jam).
 Digambarkan grafiknya antara level air dan prosentase kejadian disamping
grafik topografi.
7. Untuk daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut harus dilakukan perhitungan
lengkung debit pada setiap sungai/saluran dan digambarkan disamping lengkung
topografi.

Bab 4 - 21
Gambar 4-2.
Contoh Kurva Hidrotopografi

Lengkung Debit dan Lengkung Pasut Lengkung Topografi

Y = Evaluasi Lahan

total areal
e
l
e daerah II
v lengkung debit
a
s
i daerah I
pasut

100 % % kejadian dalam 15 hari pasut 0% 100% % Luasan areal lahan

Lengkung debit sungai m3/d

Daerah luapan akibat banjir

Daerah luapan pasang surut

b.2. Analisis Beban Drainase

 Hujan Rencana

Beban air limpasan ditetapkan atas keinginan tanaman untuk bisa tetap hidup dengan
baik supaya produksi tetap besar. Untuk itu kriteria hujan yang digunakan dalam
perhitungan adalah seperti berikut ini :
Data hujan harian selama 10 tahun (kalau tersedia).
Hujan 1,3, 6 harian maksimum setiap tahun.

Bab 4 - 22
Distribusi hujan harian selama 6 hari hujan maksimum.
Hujan rencana dengan menggunakan periode ulang 5 tahunan.

Data curah hujan maksimum tahunan yang diperoleh sebelum dilakukan analisis distribusi
harus dilakukan dulu uji abnormalitas. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data
maksimum dan minimum dari rangkaian data yang ada layak digunakan atau tidak
(Buishand, 1982). Adapun langkah perhitungannya sebagai berikut :

1. Data diurutkan dari besar ke kecil atau sebaliknya


2. Mencari harga rerata Log X
3. Menghitung harga kn
4. Menghitung harga rerata Xo
5. Menghitung harga rerata X2
6. Memperkirakan harga abnormal
7. Menghitung harga laju resiko

Sebelum data hujan ini dipakai terlebih dahulu harus melewati pengujian untuk
kekonsistenan data tersebut. Metode yang digunakan adalah metode RAPS (Rescaled
Adjusted Partial Sums) (Buishand, 1982).

Uji konsistensi dilakukan terhadap data curah hujan tahunan dengan tujuan untuk
mengetahui adanya penyimpangan data hujan, sehingga dapat disimpulkan apakah data
tersebut layak dipakai dalam analisa hidrologi atau tidak.

Pengujian konsistensi dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri yaitu pengujian
dengan komulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar komulatif
rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya, lebih jelas lagi bisa dilihat pada
rumus dibawah :


S 0  0
k
Sk   Yi Y dengan k = 1,2,3,...,n
i 1

 S k
S k 
Dy

 Y 
n
2
i Y
D 2y  i 1

n
nilai statistik Q dan R :

Q= maks  Sk  untuk 0  k  n

Bab 4 - 23
R= maks S 
k - min S
k

Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai Q/n dan R/n. Hasil yang
di dapat dibandingkan dengan nilai Q/n syarat dan R/n syarat, jika lebih kecil maka
data masih dalam batasan konsisten.

Tabel 4-1.
Nilai Q/n0.5 dan R/n0.5

Q/n0.5 R/n0.5
N
90% 95% 99% 90% 95% 99%

10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.28 1.38


20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60
30 1.12 1.24 1.48 1.40 1.50 1.70
40 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.78
100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.85
1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2.00
Sumber : Sri Harto, 1993 : 168

Untuk menghitung debit banjir rancangan dari data curah hujan (rainfall runoff
method), harus dihitung terlebih dahulu besarnya curah hujan rancangan (R T). Karena
data curah hujan yang mewakili hanya dari satu stasiun hujan (point rainfall), maka data
tersebut dapat dianggap sebagai hujan daerah (area rainfall).

Perhitungan analisis frekuensi dalam pekerjaan ini ditujukan untuk menghitung curah
hujan rencana yang nantinya digunakan untuk menghitung tinggi muka air rencana. Tinggi
muka air rencana ini berpengaruh dalam menentukan tinggi muka air saluran. Ada 6
metode analisis frekuensi yang dipergunakan yaitu : Normal, Log Normal 2 Parameter,
Log Normal 3 Parameter, Gumbel I, Pearson III dan Log Pearson III. Metode dipilih
berdasarkan penyimpangan yang terkecil (Soewarno, 1995 : 106).
Pemilihan Distribusi

Untuk memperkirakan besarnya debit banjir dengan kala ulang tertentu, terlebih dahulu
data-data hujan didekatkan dengan suatu sebaran distribusi, agar dalam memperkiraan
besarnya debit banjir tidak sampai jauh melenceng dari kenyataan banjir yang terjadi
(Soewarno, 1995 : 98). Adapun rumus-rumus yang dipakai dalam penentuan distribusi
tersebut antara lain :

Bab 4 - 24
(X - X) 2
S1 =
n 1

S
Cv =
X
n
n   Xi - X
3

i=1
Cs =
(n-1)(n-2)S 3

n
n 2   Xi - X
4

i=1
Ck =
(n-1)(n-2)(n-3)S 4

dimana :
S1 = standar deviasi
Cv = koefisien keragaman
Cs = koefisien kepencengan
Ck = koefisien kurtosis
Pemilihan distribusi berdasarkan penyimpangan (cr*) yang terkecil (Soewarno, 1995 :
106).

Distribusi Normal

Distribusi ini mempunyai fungsi densitas peluang normal ( normal probability density
function) dari variable acak kontinyu X sebagai berikut (Soewarno, 1995 : 106) :

[-(x -  ) 2 ]
1
P’ (X) = .e 2 2

 2

dimana :
P’(X) = fungsi densitas peluang normal (normal probability density function)
π = 3.14156
e = 2.71828
X = variabel acak kontinyu
 = varian
 = rata-rata.

Bab 4 - 25
Distribusi Log-Normal

Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal, yaitu dengan
mengubah nilai varian X menjadi nilai logaritmik varian X. Distribusi ini mempunyai fungsi
densitas peluang (probability density function) dari variable acak kontinyu X sebagai
berikut (Soewarno, 1995 : 148) :

1   log(x - x )  
2

P' (X)  eksp 0,5 *   


log(x) * (S) * 2π   (S)  

dimana :

P’(X) = log normal


X = nilai variat pengamatan
X = nilai rata-rata dari logaritmik variat X
S = standart deviasi dari logaritmik variat X

Distribusi log-normal dua parameter mempunyai persamaan transformasi (Soewarno,


1995 : 149) :

Log X  Log X  k * SLog X

dimana :
log X = nilai variat X yang diharapkan terjadi pada peluang atau periode ulang
tertentu
log X = rata-rata nilai X hasil pengamatan
Slog X = deviasi standar logaritmik nilai X hasil pengamatan
k = karakteristik dari distribusi log normal

Distribusi log-normal tiga parameter mempunyai persamaan transformasi (Soewarno,


1995 : 155) :

1   lnx - μ n 2  
P' (X)  eksp 0,5 *    ; μ  0 
x * σ n * 2π   σ n  

dimana :

1  μ4 
n = ln 
2  μ 2  σ 2 

Bab 4 - 26
 σ2  μ2 
σ  ln
2
n 2

 μ 

Besar asimetrinya (skewnes) adalah :

γ  η 3v  3η v

dimana :

ηv 
μ

σ  σ2
e n 1
0.5

Kurtosis (Ck ) =  v8  6 v6 15 v4 16 v2  3

Log Pearson Type III

Rumus yang digunakan dalam metode Log Pearson III adalah (Soemarto, 1987: 243) :

Log X T  log X  G . s

dimana :

Log XT = logaritma dari curah hujan rancangan dengan kala ulang


LogX = logaritma rata-rata dari data curah hujan
G = besaran dari fungsi koefisien kemencengan dari kala ulang
s = simpangan baku logaritma data curah hujan
Rumus-rumus parameter :

1. Harga rata-rata (mean)

 Log X i
Log X  i 1
(Koefisien Kemencengan (skewness))
n

n
n.  (Log X i - Log X) 3
Cs  i 1

(n - 1).(n - 2). S3

Bab 4 - 27
2. Simpangan baku (standard deviasi)

 (Log X i - Log X) 2
S i 1

n -1

3. Besarnya curah hujan rancangan

Log X T  log X  G . S

Pada persamaan Pearson terdapat 12 buah distribusi, tapi hanya distribusi Pearson type
III dan Log-Pearson type III yang digunakan dalam analisis curah hujan maksimum
(Sowarno, 1995 : 141).

Probability density function distribusi ini adalah :


P X   P0 X 1  X/a  e cx/a
c

dengan parameter :

c = 4/ 1 – 1
a  cμ 3c / 2μ 2c 
P   X   nc c1  / ae c r c1 
 
0

sedangkan :

  
2
β1  μ 3c / μ 32c
μ.3c
Harga rata-rata (mean) = median +
2 μ2c
Standar deviasi =  + 2c
Asimetri  = ½  1

Metode Gumbel

Distribusi ini mempunyai fungsi densitas peluang ( probability density function) dari
variable acak kontinyu X sebagai berikut (Soewarno, 1995 : 123) :

Bab 4 - 28
  C  X A 
PX   e    
  C  B  
A  1.281/σ
B  μ  0.45σ

Dalam penggambaran pada kertas milimeter dapat dituliskan sebagai berikut :

X  μ  σ/σ N y  y n 

Hubungan antara faktor frekwensi K dengan kala ulang T dapat disajikan dalam
persamaan sebagai berikut :

K   6 /η0.5772  ln  ln  TX  / TX   1 

Secara umum frekwensi analisis dapat disederhanakan dalam bentuk :

X T  X  sK

dimana :
XT = besaran dengan kala ulang tertentu
X = besaran rata rata
s = simpangan baku

Untuk mengetahui apakah data tersebut benar sesuai dengan jenis sebaran teoritis
yang dipilih maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Untuk keperluan analisis uji
kesesuaian dipakai dua metode statistik sebagai berikut :

Uji Smirnov Kolmogorof

Tahap-tahap pengujian Smirnov Kolmogorof adalah sebagai berikut :

1. Plot data dengan peluang agihan empiris pada kertas probabilitas, dengan
menggunakan persamaan Weibull (Subarkah, 1980: 120) :

m
P x 100%
n  1

dimana :
m = nomor urut dari nomor kecil ke besar

Bab 4 - 29
n = banyaknya data

2. Tarik garis dengan mengikuti persamaan :

Log X T  log X  G . s

Dari grafik ploting diperoleh perbedaan perbedaan maksimum antara distribusi teoritis
dan empiris :

 max  Pe - Pt

dimana :
 max = selisih maksimum antara peluang empiris dengan teoritis
Pe = peluang empiris
Pt = peluang teoritis

3. Taraf signifikan diambil 5% dari jumlah data (n), didapat ΔCr dari tabel.
4. Dari tabel Uji Smirnov Kolmogorof, bila Δ maks < ΔCr, maka data dapat diterima.

Bab 4 - 30
Tabel 4-2.
Nilai Simpangan Kritis (Cr) untuk Smirnov Kolmogorof

n
20% 10% 5% 1%
5 0.479 0.546 0.608 0.729
10 0.338 0.386 0.430 0.515
15 0.276 0.315 0.351 0.421
20 0.239 0.273 0.304 0.364
25 0.214 0.244 0.272 0.326
30 0.195 0.223 0.248 0.298
35 0.181 0.206 0.230 0.276
40 0.169 0.193 0.215 0.258
45 0.160 0.182 0.203 0.243
50 0.151 0.173 0.192 0.231
0.5 0.5 0.6 0.7
1.07/n 1.22/n 1.36/n 1.63/n
Source : MMA. Shahin, Statistical Analysis in Hydrology

Uji Chi Square digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat disamai
dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan persamaan
(Shahin, 1976 : 186) :

k
(EF - OF) 2
X 2hit  
i 1 EF

dimana :
k = 1 + 3,22 Log n
OF = nilai yang diamati
EF = nilai yang diharapkan

Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X 2 hitung < X2Cr. Harga
X2Cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan α dengan derajat kebebasan.
Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan . Untuk kasus ini derajat
kebebasan mempunyai nilai yang di dapat dari perhitungan sebagai berikut :

DK = JK - ( P + 1)

dimana :
DK = derajat kebebasan
JK = jumlah kelas
P = faktor keterikatan (untuk pengujian chi kuadrat mempunyai keterikatan 2)

Bab 4 - 31
Tabel 4-3.
Nilai Kritis Uji Chi Square

Derajat Coefficien significant


Kebebasan = 0.95 = 0.90 = 0.10 = 0.05

1 …. 0.02 2.71 3.84


2 0.1 0.21 4.61 5.99
3 0.35 0.58 6.25 7.81
4 0.71 1.06 7.78 9.49
5 1.15 1.61 9.24 11.07
6 1.64 2.2 10.64 12.59
7 2.17 2.83 12.02 14.07
8 2.73 3.49 13.36 15.51
9 3.33 4.17 14.68 16.92
10 3.94 4.87 15.99 18.31
12 5.23 6.3 18.55 21.03
14 6.57 7.79 21.06 23.68
16 7.26 9.31 23.54 26.3
18 9.39 10.86 25.99 28.87
20 10.85 12.44 28.41 31.41
25 14.61 16.47 34.38 37.65
30 18.49 20.6 40.26 43.77
40 26.51 29.05 51.8 55.76
50 34.76 37.69 63.17 67.5
60 43.19 46.46 74.4 79.08
70 51.74 55.33 85.53 90.53
80 60.39 64.28 96.58 101.88
90 69.13 73.29 107.56 113.14
100 77.93 82.36 118.5 124.34
Source : MMA. Shahin, Statistical Analysis in Hydrology

b.3. Modulus Drainase

Perhitungan modulus drainase (pembuang) diperlukan dalam perencanaan jaringan


pembuang suatu daerah irigasi. Jaringan pembuang ini terdiri dari 2 macam, yaitu :

1. Pembuang Intern, yang berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air dari sawah untuk
mencegah terjadinya genangan dan kerusakan tanaman, atau untuk mengatur
banyaknya air tanah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman.
2. Pembuang Ekstern, yang berfungsi untuk mengalirkan air dari luar daerah irigasi yang
melalui daerah irigasi.

Bab 4 - 32
A. Pembuang Intern (Low Land)

Kapasitas rencana jaringan pembuang intern (low land) untuk sawah dihitung dengan
rumus berikut (Kriteria Perencanaan Bag. Saluran KP. 03) :

Qd = 1,62 . Dm . A0.92
Dm = Dn / (n x 8,64)
Dn = R(n)T + n (IR – ET – P) . S

dimana :

Qd = Debit rencana, lt/dt


Dm = Modulus pembuang, lt/dt/ha
A = Luas daerah yang akan dibuang daerahnya, Ha
n = Jumlah hari berturut-turut
Dn = Limpasan hujan selama n hari, mm
R(n)T = Curah hujan selama n hari berturut-turut dengan periode ulang T tahun, mm
IR = Pemberian air irigasi, mm/hr
ET = Evapotranspirasi, mm/hr
P = Perkolasi, mm/hr
S = Tampungan tambahan, mm

Anggapan-anggapan yang dipakai untuk menghitung modulus pembuang adalah :

a. Dataran Rendah
 Pemberian air irigasi IR sama dengan nol jika irigasi dihentikan, atau
 Pemberian air irigasi IR sama dengan evapotranspirasi ET jika air irigasi
diteruskan.
 Kadang-kadang pemberian air irigasi dihentikan di dalam petak tersier, tetapi
air dari jaringan utama dialirkan ke dalam jaringan pembuang.
 Tampungan tambahan di sawah pada 150 mm lapisan air maksimum, tampungan
tambahan S pada akhir hari-hari berturutan n diambil maksimum 50 mm.
 Perkolasi P sama dengan nol

b. Daerah Terjal
Anggapan-anggapannya sama seperti untuk kondisi dataran rendah, tetapi dengan
perkolasi P sama dengan 3 mm/hari.

Bab 4 - 33
B. Pembuang Ekstern (Up Land)

Untuk pembuangan yang berasal dari luar areal daerah irigasi (up land), dengan jenis
tanaman bukan padi, debit pembuang rencana dihitung dengan berdasarkan persamaan
sebagai berikut (USBR, 1973) :

Qd = 0.116 .  . R(1)5 . A0.92

dimana :
Qd = Debit pembuang rencana, lt/dt
= Koefisien limpasan air hujan
R(1)5 = Curah hujan sehari dengan periode ulang 5 tahun, mm
A = Luas daerah yang akan dibuang airnya, ha

Harga koefisien limpasan air hujan  dipakai harga dari hasil-hasil “metode kurve
bilangan” dari US Soil Conservation Service, sebagai berikut :

Tabel 4-4.
Harga Koefisien Limpasan Air Hujan Untuk Perhitungan Qd

Kelompok Hidrolis Tanah


Penutup Tanah
C D

Hutan Lebat 0.60 0.70

Hutan Tidak Lebat 0.65 0.75

Tanaman Ladang (Daerah Terjal) 0.75 0.80


Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP-03, 1986

Penjelasan mengenai kelompok hidrolis tanah adalah sebagai berikut :

Kelompok C : Tanah yang mempunyai laju infiltrasi rendah apabila dalam keadaan
jenuh samasekali dan terutama terdiri dari tanah dengan lapisan yang
menahan gerak turun air, atau tanah dengan tekstur agak halus sampai
halus. Tanah-tanah ini memiliki laju penyebaran (transmisi) air yang
rendah.

Kelompok D : (Potensi limpasan tinggi), Tanah yang mempunyai laju infiltrasi amat
rendah apabila dalam keadaan jenuh samasekali dan terutama terdiri
dari tanah lempung dengan potensi mengembang yang tinggi, tanah

Bab 4 - 34
dengan muka air tanah tinggi yang permanen, tanah dengan lapisan liat
di atau di dekat permukaan, dan tanah dangkal pada bahan hampir kedap
air. Tanah-tanah ini memiliki laju penyebaran air yang lamban.

Beban air limpasan ditetapkan atas keinginan tanaman untuk bisa tetap hidup dengan
baik supaya produksi tetap besar. Untuk itu kriteria beban drainase untuk masing-
masing tanaman yang digunakan dalam perhitungan adalah seperti berikut ini :

Drainage module untuk palawija dan lahan pekarangan

 Aliran permukaan harus habis di drain selama 2 hari (hari ke 1-2).


 Base flow harus dibuang selama 2 hari (hari ke 3 - 4) sampai mencapai rencana muka
air 50 cm dibawah muka tanah (rencana air tanah di lahan).
 Infiltrasi terjadi selama aliran permukaan terjadi. (tergantung tanahnya, + 25
mm/hari).
 Tidak ada evaporasi karena waktu pendek dan keadaan hujan.
 Rencana muka air di saluran ialah 10 cm dibawah rencana air tanah di lahan.

Drainage module untuk padi basah

 Aliran permukaan harus habis di drain selama 3 hari (hari ke 1-3).


 Tidak ada base flow yang harus dibuang
 Ada genangan air 50 mm diatas muka tanah .
 Infiltrasi tidak terjadi, kareana air di saluran tinggi.
 Tidak ada evaporasi karena waktu pendek dan keadaan hujan
 Rencana muka air di saluran ialah 10 cm dibawah muka tanah di lahan.

Drainage module untuk treecrops

 Aliran permukaan harus habis di drain selama 3 hari (hari ke 1-3).


 Rencana muka air tanah di lahan 50 cm dari muka tanah.
 Base flow harus dibuang selama 3 hari (hari ke 4 - 6) sampai mencapai rencana muka
air 50 cm dibawah muka tanah .
 Infiltrasi terjadi selama aliran permukaan terjadi (tergantung tanahnya, + 25
mm/hari).
 Tidak ada evaporasi karena waktu pendek dan keadaan hujan
 Rencana muka air di saluran ialah 10 cm dibawah rencana air tanah di lahan.

Drainage module untuk greenbelt

 Aliran permukaan maksimum habis di drain selama 6 hari (hari ke 1-6).


 Tidak ada base flow yang harus dibuang.

Bab 4 - 35
 Diperbolehkan ada genangan air 50 mm diatas muka tanah .
 Infiltrasi tidak terjadi, karena air di saluran tinggi.
 Tidak ada evaporasi karena waktu pendek dan keadaan hujan.
 Rencana muka air di saluran ialah 10 cm dibawah muka tanah di lahan.

Gambar
Contoh Perhitungan Drainage Module
Untuk Padi dan Greenbelt

104
98
Greenbelt
100
88 mm 26 mm = 3 l/s/ha
86
80
73 mm 70

60

50 mm
40
Tanaman Padi
42 mm/d=4.9 l/d/ha
20
Level muka tanah lahan

-20 cm
Rencana ma di saluran

-40 cm

1 2 3 4 5 6 Hari
130 27 19 14 10 7 hujan

b.4. Kedalaman Potensi Drainase (Drainage Potensial)

Perhitungan potensial drainase berdasarkan pada elevasi lahan serta fluktuasi muka air
baik pasut ataupun daerah non pasang surut. Potensial drainage terbagi menjadi 3 kelas
yaitu 0-30 cm, 31-60 cm, > 60 cm.

Bab 4 - 36
Gambaran potensial drainage dan hubungan dengan permukaan air pasang surut bisa
dilihat pada gambar grafik dibawah ini.

Gambar
Potongan Memanjang Sungai, Memperlihatkan Kondisi Banjir, Kedalaman Potensi
Drainase, MWL, LWL, HWL

Genangan banjir
daerah yang terluapi

MA kondisi banjir
potensi drainase

muka tanah
HWL

Kenaikan MWL
MWL

LWL

b.5. Perhitungan Evapotranspirasi

Evaporasi adalah proses perubahan fisik yang mengubah cairan atau bahan padat
menjadi gas melalui proses perpindahan panas. Besarnya harga evaporasi sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang terkadang tidak merata di seluruh daerah
(Sosrodarsono, 1980 : 57). Sedangkan besaran evapotranspirasi untuk lokasi daerah
genangan, daerah irigasi dan daerah pengaliran yang didapat merupakan evapotranspirasi
potensial, sehingga untuk penggunaan lebih jauh harus dikonversikan menjadi
evapotranspirasi aktual.

Besaran evapotranspirasi dihitung memakai cara Penman Modifikasi (FAO), dengan


memasukkan data iklim berikut : letak lintang, temperatur, kelembaban relatif,
kecepatan angin dan lama penyinaran matahari (Sosrodarsono, 1980 : 60).

Bab 4 - 37
Persamaan Penman dirumuskan sebagai berikut :

Eto = c [ W * Rn + (1-W)* f(u)*(ea-ed) ]

dimana :

Eto = evapotranspirasi tanaman (mm/hari)


W = faktor temperatur
Rn = radiasi bersih (mm/hari)
f(u) = faktor kecepatan angin
ea-ed = perbedaan antara tekanan uap air pada temperatur rata-rata dengan
tekanan uap jenuh air (m bar)
c = angka koreksi Penman

Untuk kondisi iklim Indonesia dimana RH cukup tinggi dan kecepatan angin antara rendah
dan sedang, harga c tersebut berkisar antara 0,86 sampai dengan 1,10. Menggunakan
perkiraan data rerata tersebut dan angka perbandingan kecepatan angin siang dan
malam tidak terlalu berbeda, harga c untuk Indonesia disajikan pada tabel di bawah ini :

Tabel
Harga Angka Koreksi Penman

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

(c) 1,10 1,10 1,00 0,90 0,90 0,90 0,90 1,00 1,10 1,10 1,10 1,10
(Sumber : Sosrodarsono, 1980 : 60)

dimana :
W = 
 = 0,386 * P
L
L = 595 – 0,51*T
P = 1013 – 0,1055*E
D = 2(0,00738T+0,8072)T-0,00116
Rn = Rns - Rn1
Rns = ( 1 -  ) * Rs
Rs = ( a + b n/N ) * Ra
Rn1 = f (t) * f (ed) * f(n/N)
ed = ea * Rh
8
ea = 33.8639 * ((0,00738 * Tc + 0,8072) – 0,000019
* (1,8*T+48) +0,001316))

Bab 4 - 38
U 2 * Ur
Ud =
43,2 * 1  Ur 
Ud
Ur =
Un

dimana :
E = elevasi diatas muka laut
Ur = kecepatan rasio
Ud = kecepatan angin siang
Un = kecepatan angin malam
 = albedo atau faktor pantulan

Tabel
Besarnya Albedo  Harian Rerata untuk Bermacam-macam Tipe Permukaan

Tipe Permukaan Albedo Lokasi


Air 0,05-0,10 Diberbagai tempat
Tanah kosong 0,11-0,18 Eropa barat
Hutan spruce 0,05-0,08 Eropa barat
Hutan pinus 0,10-0,12 Eropa barat
Hutan bambu 0,12 Kenya
Hutan evergreen 0,14 Kenya
Hutan tropis daun lebar 0,18 Kenya
Tanaman the 0,16 Kenya
Tanaman tebu 0,05-0,18 Hawai
Tanaman kentang 0,15-0,27 Eropa barat
Tanaman jagung 0,12-0,24 Amerika utara
Padang rumput 0,14-0,25 Diberbagai tempat
Tanaman sayuran 0,25 Amerika utara
Sumber : Asdak, 1995 : 136

Nilai fungsi-fungsi :

f (u) = 0,27 ( 1+ u/100)


f (T) = 11,25 * 1,0133T
f (ed) = 0.34 – 0,044 (ed)0.5
f (n/N) = 0,1 + 0,9 n/N

Reduksi pengurangan temperatur karena ketinggian elevasi daerah pengaliran diambil


menurut rumus (Subarkah, 1980 : 32) :

Bab 4 - 39
T = (X - 0,006 H)C

dimana :

T = suhu udara (C)


X = suhu udara di daerah pencatatan klimatologi (C)
H = perbedaan elevasi antara lokasi dengan stasiun pencatat (m)

Koreksi kecepatan angin karena perbedaan elevasi pengukuran diambil menurut rumus
(Subarkah, 1980 : 34) :

1/7
Ul = Up * (Ll /Lp )

dimana :

Ul = kecepatan angin di lokasi perencanaan


Up = kecepatan angin di lokasi pengukuran
Ll = elevasi lokasi perencanaan
Lp = elevasi lokasi pengukuran

Reduksi terhadap lama penyinaran matahari untuk lokasi perencanaan mengikuti rumus
berikut (Sosrodarsono, 1980 : 60) :

n/Nc = n/N - 0,01 * ( Ll - Lp )

dimana :

n/Nc = lama penyinaran matahari terkoreksi


n/N = lama penyinaran matahari terukur
Ll = elevasi lokasi perencanaan
Lp = elevasi lokasi pengukuran
a&b = konstanta yang tergantung kepada letak suatu tempat di atas bumi

Untuk daerah tropik dapat diambil nilai untuk :


a = 0,28
b = 0,48

Bab 4 - 40
Tabel
Hubungan Suhu (t) dengan Nilai ea (mbar), w, (1-w) dan f (t)

Suhu ea w (1-w)
f(t)
('C) (mbar) el. 0-250 m

24.00 29.85 0.74 0.27 15.40


24.20 30.21 0.74 0.26 15.45
24.40 30.57 0.74 0.26 15.50
24.60 30.94 0.74 0.26 15.55
24.80 31.31 0.74 0.26 15.60
25.00 31.69 0.75 0.26 15.65
25.20 32.06 0.75 0.25 15.70
25.40 32.45 0.75 0.25 15.75
25.60 32.83 0.75 0.25 15.80
25.80 33.22 0.75 0.25 15.85
26.00 33.62 0.76 0.25 15.90
26.20 34.02 0.76 0.24 15.94
26.40 34.42 0.76 0.24 15.98
26.60 34.83 0.76 0.24 16.02
26.80 35.25 0.76 0.24 16.06
27.00 35.66 0.77 0.24 16.10
27.20 36.09 0.77 0.23 16.14
27.40 36.50 0.77 0.23 16.18
27.60 36.94 0.77 0.23 16.22
27.80 37.37 0.77 0.23 16.26
28.00 37.81 0.78 0.23 16.30
28.20 38.25 0.78 0.22 16.34
28.40 38.70 0.78 0.22 16.38
28.60 39.14 0.78 0.22 16.42
28.80 39.61 0.78 0.22 16.46
29.00 40.06 0.79 0.22 16.50
Sumber : Kebutuhan Air Tanaman, Departemen Pertanian, 1977

Bab 4 - 41
Tabel
Extra Terrestrial Radiation (Ra) expressed in equivalent
Evaporation in mm/day

Bulan
No LS
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
1 20 17.30 16.50 15.00 13.00 11.00 10.00 10.40 12.00 13.90 15.80 17.00 17.40
2 18 17.10 16.50 15.10 13.20 11.40 10.40 10.80 12.30 14.10 15.80 16.80 17.10
3 16 16.90 16.40 15.20 13.50 11.70 10.80 11.20 12.60 14.30 15.80 16.70 16.80
4 14 16.70 16.40 15.30 13.70 12.10 11.20 11.60 12.90 14.50 15.80 16.50 16.60
5 12 16.60 16.30 15.40 14.00 12.50 11.60 12.00 13.20 14.70 15.80 16.40 16.50
6 10 16.40 16.30 15.50 14.20 12.80 12.00 12.40 13.50 14.80 15.90 16.20 16.20
7 8 16.10 16.10 15.50 14.40 13.10 12.40 12.70 13.70 14.90 15.80 16.00 16.00
8 6 15.80 16.00 15.60 14.70 13.40 12.80 13.10 14.00 15.00 15.70 15.80 15.70
9 4 15.50 15.80 15.60 14.90 13.80 13.10 13.40 14.30 15.10 15.60 15.50 15.40
10 2 15.30 15.70 15.70 15.10 14.10 13.50 13.70 14.50 15.20 15.50 15.30 15.10
11 0 15.00 15.50 15.70 15.30 14.40 13.90 14.10 14.80 15.30 15.40 15.10 14.80
Sumber : Kebutuhan Air Tanaman, Departemen Pertanian, 1977

b.6. Debit Andalan

Untuk kebutuhan perhitungan debit andalan pada suatu daerah pengembangan daerah
irigasi, diperlukan analisa ketersediaan air (water availability) suatu aliran sungai. Dalam
pekerjaan ini digunakan beberapa metoda untuk mengetahui debit andalan, metode-
metode tersebut yaitu :

 Metoda Neraca Air (Water Balance)


 Metode SMEC
 Pengukuran Hidrometri

Dalam studi ini perhitungan debit andalan menggunakan Metoda Neraca Air (Water
Balance).

Perhitungan debit andalan (dependable flow) dengan metode neraca air dikembangkan
oleh Dr. F.J. Mock. Data yang dibutuhkan dalam perhitungan metode neraca air F.J.
Mock antara lain :

 Hujan bulanan rata-rata, mm


 Jumlah hari hujan bulanan rata-rata, hari
 Evapotranspirasi potensial bulanan, mm
 Limpasan permukaan (run off) m3/dt/km2

Bab 4 - 42
 Tampungan air tanah (ground water storage), mm
 Aliran dasar (base flow), m3/dt/km2

Neraca air metode F.J. Mock dirumuskan sebagai berikut :

Q = (Dro + Bf) F Bf = 1 - V n
Dro = Ws - 1 Ws = R - Et

dimana :
Q = debit andalan, m3/dt
Dro = direct run off, m3/dt/km2
Bf = base flow, m3/dt/km2
Ws = water surplus, mm
 = infiltrasi, mm
Vn = storage volume, mm
R = curah hujan, mm
Et = evapotranspirasi Penmann Modifikasi, mm
E = catchment area, km2

Run off = (1-Vn) + 60 (P-EL), mm/dt


Q = Run off x A, m3/dt

dimana :
 = infiltrasi = 40% x water surplus
P - EL = water surplus
= angka curah hujan bulanan rata-rata dikurangi limit evapotranspirasi, mm
EL = Eto - E = limit evapotranspirasi, mm
Eto = evapotranspirasi potensial, mm
E = evapotranspirasi pada bidang terbuka, mm
Va = Vn - Vn-1 = storage bulanan, mm
Vn = 0,50 (1 + K) 1 + K(n-1)
K = koefisien infiltrasi = 0,60
A = luas daerah tangkapan hujan, km2

b.7. Kebutuhan Air

Parameter-parameter yang diperlukan dalam analisa kebutuhan air irigasi ini antara lain :
evapotranspirasi, curah hujan efektif, perkolasi, penyiapan lahan, pola tanam,
penggantian lapisan air (WLR) dan efisiensi dari ruas-ruas saluran. Dalam perhitungan
kebutuhan air irigasi ini, untuk mengetahui awal tanam yang ideal maka akan dilakukan
perhitungan dengan beberapa alternatif awal tanam dengan selang waktu 2 minggu.

Bab 4 - 43
Evapotranspirasi yang akan digunakan dalam analisa ini adalah harga evapotranspirasi
hasil metoda Penman Modifikasi. Sedangkan analisa terhadap parameter-parameter
lainnya adalah sebagai berikut :

A. Ketersediaan Air

Untuk mengetahui banyaknya air yang yang tersedia di sungai untuk keperluan irigasi
diperlukan data debit sungai. Hasil perhitungan debit andalan disajikan pada Tabel dan
Gambar dibawah ini.

B. Curah Hujan Efektif

Curah hujan efektif merupakan curah hujan yang jatuh di suatu daerah dan dapat secara
langsung dimanfaatkan oleh tanaman dalam memenuhi kebutuhan air konsumtif selama
masa pertumbuhannya. Sesuai dengan Kriteria Perencanaan, curah hujan efektif untuk
tanaman padi diambil dengan kriteria R80, yaitu rumus Harza yang merupakan curah
hujan 80% tahun kering rata-rata sedangkan untuk tanaman palawija dengan kriteria R50.

R80 = n/5 + 1 dan R50 = n/2 + 1

dimana :

n : jumlah data tahun pengamatan

Dalam perhitungan curah hujan efektif tanaman palawija, curah hujan andalan (R50)
terlebih dahulu akan dikoreksi dengan evapotranspirasi tanaman palawija.

Selanjutnya curah hujan efektif untuk tanaman padi dan palawija sebagai berikut :

Re (padi) = 0,70 x R80 (mm/bulan)


Re (pal) = 0,70 x R50 (mm/bulan)

C. Perkolasi

Perkolasi adalah kehilangan air di sawah akibat meresap ke bawah atau ke samping.
Besarnya perkolasi banyak ditentukan oleh sifat fisik tanah baik tekstur maupun
strukturnya, kedalaman air tanah serta cara-cara pengolahan tanah di areal irigasi
tersebut.

Bab 4 - 44
Untuk daerah studi ini yang secara geologis umumnya merupakan endapan alluvial dan
berdasarkan pengamatan di lapangan tekstur tanahnya pada umumnya berupa lempung,
maka laju perkolasi diambil sebesar 3 mm/hari.

D. Penyiapan Lahan

Waktu penyiapan lahan pada umumnya berkisar 30 hari sampai dengan 45 hari
bergantung pada tenaga kerja yang ada dan juga ketersediaan air. Untuk daerah studi
DR. Oyom Lampasio, penyiapan lahan ini direncanakan sekitar 45 hari, dengan kebutuhan
air untuk penjenuhan diambil 300 mm pada musim hujan dan 250 mm pada musim
kemarau. Kebutuhan air selama penyiapan lahan ini dihitung dengan metode Van de Goor
dan Zijkstra sebagai berikut :

M x ek
LP =  ……….
ek – 1

dimana :
LP = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari)
M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi
disawah yang sudah jenuh (mm/hari)
M = Eo + P, Eo = evaporasi air terbuka diambil = ETo
P = perkolasi (mm/hari)
k = (M x T) / S, T = jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air, yakni untuk :
Padi I = 250 + 50 = 300 mm
Padi II = 200 + 50 = 250 mm
e = bilangan eksponensial = 2,78

E. Kebutuhan Air untuk Tanaman

Kebutuhan air untuk tanaman ini dihitung dengan rumus :

ETc = Kc x ETo

Evapotranspirasi potensial (ETo) yang digunakan adalah hasil perhitungan dengan


metode Penman Modifikasi, sedangkan koefisien tanaman (Kc) untuk padi yang digunakan
berdasarkan standar FAO yaitu padi varietas unggul dan untuk palawija yaitu koefisien
tanaman kedelai.

Bab 4 - 45
F. Pola Tanam

Rencana tata tanam pada suatu daerah irigasi erat kaitannya dengan ketersediaan air
pada saat itu yang minimal mencukupi untuk pengolahan tanah dan juga tergantung pada
kebiasaan penduduk setempat.

Oleh karena di daerah survey hanya sedikit terdapat lahan sawah, maka untuk analisa
kebutuhan air, pola tanam yang diterapkan di lokasi proyek adalah padi-padi-palawija
dengan awal tanam padi ke-1 pada awal bulan Oktober dan jenis padi yang digunakan
adalah padi unggul. Dan pola tanam padi-palawija dengan awal tanam padi ke-1 pada awal
bulan Oktober dan jenis padi yang digunakan adalah padi biasa (lokal).

G. Penggantian Lapisan Air (WLR)

Penggantian lapisan air dilakukan 1 (satu) atau 2 (dua) bulan setelah transplantasi, yaitu
dengan memberikan lapisan air setinggi 50 mm dengan rentang waktu selama 45 hari.
Sesuai dengan kondisi tersebut di atas, maka kebutuhan air tambahan untuk
penggantian lapisan air (WLR) diperhitungkan sebesar 3,3 mm/hari untuk setengah
bulan.

Seperti halnya pada saat penyiapan lahan dan transplantasi, penggantian lapisan air juga
dilakukan secara bertahap pada bagian petak tersier, sehingga kebutuhan tambahan
untuk penggantian lapisan air menjadi 1,1 mm/hari dan 2,2 mm/hari. Penyajian
penggantian lapisan air (WLR) ini dilakukan untuk beberapa tinjauan alternatif pola dan
waktu tanam yang bergeser setiap setengah bulan.

H. Efisiensi

Akibat adanya kehilangan-kehilangan selama dalam perjalanan pada saluran, debit air
yang sampai ke petak irigasi menjadi berkurang. Perbandingan debit sampai di petak
dengan debit yang semula yang disalurkan disebut sebagai efisiensi.

Besarnya kehilangan air pada masing-masing saluran dan areal di sawah adalah sebagai
berikut :

 10 % pada saluran primer akibat rembesan dan pengoperasian pintu


 10 % pada saluran sekunder akibat rembesan dan pengoperasian pintu
 20 % pada saluran tersier dan akibat pengolahan tanah di sawah.

Dalam perhitungan kebutuhan air ini, dilakukan dengan 2 alternatif dengan pola tanam
padi-padi-palawija dan pola tanam padi-palawija.

Bab 4 - 46
Ketersediaan air dihitung berdasarkan curah hujan andalan yang diperoleh berdasarkan
analisis statistik peluang terjadi menurut Weibull untuk penentuan tahun rencananya,
yakni; P = m/(n-1) * 100 %

Notasi :
P = peluang terjadi disamai atau dilampaui.
m = urutan kejadian curah hujan tahunan dari besar ke kecil.
n = jumlah data

Perhitungan selanjutnya dengan menggunakan hujan andalan maka dapat dihitung debit
andalan dengan menggunakan paket program (WATBAL Versi 95) yang dibuat oleh
Jurusan Sipil ITB Sub Jurusan Teknik Sumber Daya Air atas dasar rumus water
balance.

Ketersediaan air tersebut berdasarkan aliran air dari DAS sungai, sedangkan
ketersediaan air yang berasal dari adanya energi pasang surut tergantung dari
karakteristik topografi lahan terhadap pasut dan intrusi air asin, yaitu sebagai berikut :

1. Potensial Irigasi pasang surut terbagi menjadi 2 kelas yaitu :


 <= 4 kali terluapi oleh pasang surut selama periode 15 hari.
 > 4 kali terluapi pasang surut selama periode 15 hari
2. Intrusi air asin yang akan masuk ke lokasi terbagi menjadi 2 kelas yaitu:
 <= 1 bulan kena intrusi air asin dengan kadar = > 5 ms/cm
 > 1 bulan kena intrusi air asin dengan kadar = > 5 ms/cm

b.8. Banjir Rencana

Evaluasi mengenai banjir maksimum yang pernah terjadi yang akan digunakan untuk
mengkontrol sistim tata air yang direncanakan. Pengontrolan mengenai elevasi banjir ini
dapat dilakukan dengan mengamati AWLR yang ada ataupun data lainnya yang dapat
digunakan untuk menaksir catatan elevasi banjir yang pernah terjadi.

Pada umumnya debit banjir rencana (design flood) di Indonesia ditentukan berdasarkan
data curah hujan yang tercatat, karena data debit banjir jarang sekali dapat diterapkan
karena keterbatasan masa pengamatan.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penentuan banjir dari data hujan untuk daerah
aliran sungai adalah sebagai berikut :

a. Membuat analisis hubungan antara curah hujan dan debit banjir yang tercatat.
b. Membuat analisa frekuensi curah hujan harian maksimum tahunan.

Bab 4 - 47
c. Dari kedua analisis di atas ditentukan besarnya banjir untuk beberapa kala ulang
tertentu.

Ada beberapa metode dan rumus yang biasa digunakan untuk mentukan debit banjir
rencana (design flood). Metode yang dipakai dalam merencanakan debit banjir rencana
adalah sebagai berikut :

1. Metode rasional
2. Metode karakteristik cekungan (basin characteristic)
3. Metode hidrograf satuan (unit hydrograph)
4. Metode simulasi matematika.

Dari keempat metode di atas yang paling banyak dipakai adalah metode hidrograf satuan
(unit hydrograph).

Metode penentuan debit banjir rencana akan dilakukan dengan metode hidrograf satuan
sintetik menurut Nakayasu, metode IOH dan metode Haspers.

Hidrograf Satuan Sintetik Metode Nakayasu

Perhitungan debit banjir rancangan menggunakan metode Nakayasu. Persamaan umum


hidrograf satuan sintetik Nakayasu adalah sebagai berikut (Soemarto, 1995 : 100) :

C.A.R0
Qp 
3,6 (0,3 Tp  T0,3 )

Tp = tg + 0,8 tr
tg = 0,21 x L0,7 (L < 15 km)
tg = 0,4 + 0,058 x L (L > 15 km)
T0,3 =  x tg

dimana :

Qp = debit puncak banjir (m3/det)


C = koefisien pengaliran
R0 = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai menjadi
30% dari debit puncak
A = luas DPS (km2)
tg = waktu konsentrasi (jam)

Bab 4 - 48
Tr = satuan waktu hujan, diambil 1 jam
 = parameter hidrograf, bernilai antara 1,5 - 3,5
L = panjang sungai (m)

Tr

0,8 Tr tg

Qp

LengkungNaik Lengkung Turun


Q (m /det)
3

2
0,3 Qp
0,3 Qp

t (jam)
Tp T0,3 1,5 T0,3

Gambar
Model Hidrograf Nakayasu
Sumber : Soemarto, Hidrologi Teknik

Persamaan hidrograf satuannya adalah :

a. Pada kurva naik


2, 4
 t 
0 ≤ t ≤ Tp Qt    x Qp
 Tp 

b. Pada kurva turun

 Tp < t ≤ (Tp + T 0,3)


 (Tp + T0,3) ≤ t ≤ (Tp + T 0,3 + 1,5T0,3)

Bab 4 - 49
 t -Tp  0,5T0,3 
 
 1,5T0,3 
Qt  Qp x 0,3

 t > (Tp + T0,3 + 1,5T0,3)

 t -Tp  1,5T0,3 
 
 2T0,3 
Qt  Qp x 0,3

dimana :

Qt = debit pada saat t jam (m3/det)

Metode Haspers

Persamaan yang digunakan dalam metode ini :

Qt   . .q.T . A

1  0,012. A0, 7

1  0,075. A0, 7

1 t  3,7.100, 4t A0, 75
 1 .
 t 2  15 24

rT
qT 
3,6.t

t  0,1.L0,8 .I 0,3

Kondisi batas :

a. Untuk t < 2 jam


RT
rT 
t  1  0,0008(260  RT ).(2  t ) 2

b. Untuk 2 jam < t < 19 jam

t  RT
rT 
t 1

Bab 4 - 50
c. Untuk 19 jam < t < 30 jam

rT  0,707.RT .(t  1)0,5

dengan :

Qt : debit banjir rencana dengan periode ulang T tahun


 : koefisien limpasan air hujan
 : koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan pada daerah aliran sungai
qT : run off per km2
A : luas daerah aliran sungai (km2)
T : lamanya curah hujan (mm)
rT : hujan dengan periode ulang T tahun selama t jam
RT : curah hujan maksimum dengan periode T tahun (mm)
L : panjang sungai efektif (km)
I : kemiringan daerah aliran sungai

Metode Statistik IOH – Log Pearson Type III

b.9. Sedimen Transport


Pada kerangka acuan kerja (KAK) tidak terdapat tugas untuk meneliti keadaan sedimen
transport, tapi konsultan memandang perlu untuk meneliti keberadaan sedimen dan
sampai mana pengaruhnya terhadap pendangkalan saluran atau sungai yang mungkin kelak
akan menimbulkan bajir kembali. Sediment yang akan diteliti disini ialah sedimen
melayang dan sedimen dasar sehingga akan dapat diperkirakan jumlah sedimen yang akan
mengendap di saluran selama setahun, serta usulan penanganannya dikemudian hari.

b.10. Analisis Laboratorium


Analisa kualitas air untuk dari contoh air yang diambil untuk irigasi unsur yang diteliti
adalah DHL, pH, Ca, Mg, Cu, K, Na, CO3, SO4, C, NO3, N, S, COD, BOD dan nilai SAR.
Sedangkan untuk keperluan air minum unsur-unsur yang diteliti adalah temperatur,
residu, pH, DHL, Fe, Zn, Cu, Pb, F, C, SO4, NO3, NO2, COD, BOD, dan Sulfida.

Bab 4 - 51
4. 3. 4. S U R V E Y G E O L O G I D AN M E K AN I K A TAN AH

Maksud Survey Mekanika Tanah

Penyelidikan ini dimaksudkan untuk mendapatkan sifat-sifat mekanika tanah sebagai


bahan masukan perencanaan bangunan-bangunan, berupa :

 Analisa kestabilan lereng.


 Besaran konsolidasi dan settlement.
 Sifat-sifat pemadatan.
 Daya dukung tanah.

Spesifikasi Teknis Survey Mekanika Tanah

a. Pekerjaan Lapangan

1) Sondir

Sondir dilakukan :

- Guna mengetahui kekuatan/daya dukung tanah


- Pada lokasi-lokasi rencana bangunan pengendali banjir, dimana pembangunannya
memerlukan daya dukung tanah yang memadai.
- Dengan menggunakan alat sondir seberat 2 ton hingga kedalaman lapisan tanah
keras/batuan atau bila tekanan konus telah mencapai angka 200 kg/cm2 atau
maksimum kedalaman 20 m

2) Pengeboran Dangkal

Pengeboran dilakukan :
- Untuk pemerian susunan batuan/tanah
- Pada lokasi rencana bangunan pengendali sedimen/banjir

3) Pembuatan Sumuran Uji/Test Pit

Pekerjaan uji atau test pit ini gunanya untuk mengetahui ketebalan lapisan di bawah
permukaan tanah dengan lebih jelas, baik lokasi tersebut untuk pondasi bangunan
maupun untuk jenis bahan timbunan pada daerah borrow area serta quarry site. Dengan
demikian dapat lebih jelas dalam menguraikan jenis lapisan dan ketebalannya.

Pada saat pelaksanaan tersebut juga perlu dicatat uraian-uraian jenis dan warna disertai
foto dari samping lapisannya, juga harus dicatat elevasi-elevasi ketinggian dari lokasi

Bab 4 - 52
tersebut. Dimensi sumur uji dibuat dengan ukuran 1 ~ 1,5 m2 dengan kedalaman 1 ~ 2 m
atau disesuaikan dengan keadaan lapisan tanahnya.

Pembuatan sumur uji ini dihentikan bilamana :

 Telah dijumpai lapisan keras, dan diperkirakan benar-benar keras pada lokasi
tersebut.
 Bila dijumpai rembesan air tanah yang cukup besar sehingga sulit untuk diatasi.
 Bila dinding galian mudah runtuh, sehingga pembuatan galian mengalami kesulitan,
tapi usahakan terlebih dahulu dengan memuat papan-papan penahan dinding galian.

4) Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan :

- Untuk contoh tanah tidak terganggu (undisturbed sample) dan contoh tanah
terganggu (disturbed sample).
- Pada lokasi pengeboran tangan dan sumuran uji/test pit.

b. Pekerjaan Laboratorium

Pada contoh-contoh tanah yang diambil, baik contoh tanah tak terganggu maupun contoh
tanah terganggu akan dilakukan beberapa macam uji di Laboratorium, sehingga data
parameter dan sifat-sifat tanahnya dapat diketahui. Jenis dan macam percobaan untuk
tanah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

 Soil Properties :
- Unit Density (n)
- Specific Gravity (Gs)
- Moissture (Wn)
- Void Ratio (e)
 Grain Size Analysis
 Atterberg Limit (Wi, Wp, Ip)
 Triaxialy Test (O, C, O, C’)
 Permeability ( k)

c. Laporan Geoteknik/Mekanika Tanah

Hasil akhir dari pekerjaan Penyelidikan Geoteknik/Mekanika Tanah berupa laporan yang
berisi tentang :

Bab 4 - 53
a) Peta Geologi permukaan pada lokasi studi
b) Penampang geologi,
c) Peta lokasi lubang bor dan penyelidikan lapangan,
d) Hasil-hasil pengujian, pengamatan dan analisa di lapangan dan laboratorium,
e) Deskripsi mengenai penyelidikan yang dilakukan oleh Konsultan meliputi metode
yang dilaksanakan untuk pengujian di lapangan dan di laboratorium, kuantitas dan
kualitas bahan yang ditemui,
f) Gambaran umum mengenai keadaan bawah tanah di daerah yang bersangkutan,
masalah yang dihadapi selama penyelidikan berlangsung, kesimpulan serta
rekomendasi untuk parameter perencanaan.

Metode Pelaksanaan

Prosedur pelaksanaan pengujian sondir dan bor tangan dilakukan menurut aturan dari
ASTM.D3441-78 dimaksudkan untuk mengetahui nilai-nilai daya dukung relatif jenis
tanah yang dinyatakan dalam perlawanan penetrasi konus (PK) dan hambatan pelekat
(HL). Perlawanan penetrasi konus (PK) adalah merupakan tanah terhadap ujung konus
yang dinyatakan dalam gaya persatuan luas, sedangkan hambatan lekat (HL) adalah
merupakan perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus dalam gaya persatuan
panjang. Pemeriksaan dengan “Dutch Cone Penetration Test” cocok untuk jenis tanah
berbutir halus.

Cara pelaksanaan Sondir :

Unit sondir setelah distel dan dipasang secara aman dengan bantuan 4 buah angker pada
lokasi titik yang telah ditentukan, kemudian dilakukan pengujian penetrasi mulai dari 0
meter permukaan tanah sampai batas maksimum kedalaman penetrasi.

Untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus, maka konus ditekan dengan cara mekanik
yang digerakan oleh tenaga manusia dengan kecepatan berkisar 10 – 20 mm/detik. Gaya
yang diperlukan untuk mengukur tekanan konus dapat dibaca pada manometer yang
dipasang pada mesin sondir.

Untuk mengetahui hambatan lekat tanah digunakan bikonus (friction sleeve) yang
diperlengkapi oleh batang sondir ganda yang mempunyai pipa luas dan batang dalam yang
dihubungkan dengan konus.
Untuk mengukur tekanan ujung pipa luas di tanah dan batang dalam ditekan 4 cm lagi
untuk mengukur perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah secara bersama-
sama. Setelah penekanan selesai, pipa luas ditekan lagi sampai konus (bikonus) mencapai
kedudukan baru, yaitu pada kedalaman dimana akan dilakukan pengukuran lagi. Interval
kedalaman pemeriksaan, yaitu setiap 20 cm. Pengujian dianggap selesai, yaitu apabila

Bab 4 - 54
nilai pembacaan perlawanan konus dalam manometer telah mencapai lebih atau sama
dengan 200 kg/cm2. Hasil pengujian setelah dilakukan perhitungan secara keseluruhan
dituangkan dalam bentuk grafik sondir.

Gambar 4.4. Peralatan Boring dan Sondir

Cara Pelaksanaan Boring :

Pekerjaan boring dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran tentang lapisan tanah,


berdasarkan jenis dan warna tanah, melalui pengamatan visual terhadap contoh tanah
hasil pemboran. Dari hasil boring ini juga dapat diperkirakan profil tanah di lokasi
pekerjaan. Pada kegiatan ini secara simultan akan dilakukan pengambilan contoh tanah
atau sample yang akan diuji lebih lanjut di laboratorium. Dari hasil uji di laboratorium ini
akan diperoleh parameter-parameter tanah yang merupakan salah satu parameter desain
bangunan air.

Peralatan yang digunakan dalam pekerjaan bor tangan ini, yaitu :

 rod tumbukan,
 stang bor,
 pengunci tabung sampel,
 handle,
 mata bor tipe Iwan,
 tabung untuk pengambilan contoh tanah (sample),
 kunci pipa untuk memasang dan membuka sambungan stang bor,

Bab 4 - 55
 palu untuk alat pemukul pada saat pelaksanaan pengambilan sampel, dan
 parafin.

Pelaksanaan pekerjaan boring secara singkat diuraikan di bawah ini.

 Sebelum peralatan dipasang pada titik yang telah ditetapkan, terlebih dahulu
daerah sekitarnya harus bersih.
 Mata bor dipasang pada stang bor, dan pada bagian atasnya dipasang handle lalu
batang pemutar dimasukkan pada handle tersebut.
 Pemboran dilakukan dengan cara memutar alat bor searah jarum jam, sambil
ditekan dan dijaga sedemikian rupa sehingga posisi bor tetap tegak lurus.
 Setelah tanah hampir penuh mengisi mata bor, selanjutnya mata bor dicabut dan
tanahnya dikeluarkan untuk diteliti warna dan jenisnya.
 Pengambilan contoh tanah (sample) dilakukan dengan memasang tabung pada ujung
bor, kemudian dimasukkan ke dalam lubang bor dan dipukul dengan menggunakan
palu. Setelah tabung diperkirakan penuh, maka bor kemudian diputar untuk
mematahkan contoh tanah pada bagian dasarnya, lalu tabung diangkat keluar
tabung bor.
 Kedua ujung tabung ditutup dengan parafin, untuk melindungi contoh tanah dari
penguapan dan perubahan struktur dan selanjutnya diberi label.

3) Laporan Penyelidikan Geologi Teknik dan Mekanika Tanah

Hasil akhir dari pekerjaan survey Geologi dan Mekanika Tanah berupa laporan yang
berisi tentang :

g) Peta Geologi permukaan pada lokasi rencana bangunan,


h) Penampang batuan hasil pemboran inti pada lokasi rencana bangunan,
i) Peta lokasi lubang bor,
j) Hasil-hasil pengujian, pengamatan dan analisa di lapangan dan laboratorium,
k) Deskripsi mengenai penyelidikan yang dilakukan oleh Konsultan meliputi metode yang
dilaksanakan untuk pengujian di lapangan dan di laboratorium, kuantitas dan kualitas
bahan yang ditemui,
l) Gambaran umum mengenai keadaan tanah bawah di daerah yang bersangkutan,
masalah yang dihadapi selama penyelidikan berlangsung, kesimpulan serta
rekomendasi untuk parameter perencanaan.

Bab 4 - 56
4. 3. 5. P E K E R JAAN S U R V E Y TAN AH P E R TAN I AN D AN S O S I O
AG R O E KO NO M I

A. Survey Tanah Pertanian

1. Maksud Survey Tanah Pertanian

Survey ini dimaksudkan untuk :

 Mengumpulkan, mengevaluasi dan meneliti kembali data serta informasi potensi lahan
yang ada.
 Memonitor perubahan-perubahan sifat tanah yang terjadi.
 Merekomendasikan penggunaan lahan sesuai dengan kelas kesesuaian lahan yang akan
digunakan sebagai bahan masukkan untuk tahapan perencanaan.

2. Pekerjaan Lapangan

a. Orientasi Lapangan

Berdasarkan peta dasar hasil study terdahulu dibuat rencana penjelajahan lapangan
beserta titik-titik pengamatan/pengambilan sample untuk didiskusikan dan disetujui
Direksi Lapangan. Penyebaran lokasi pengeboran titik-titik pengamatan direncanakan
berdasarkan sistem tata saluran yang ada.

b. Survey Lapangan

b.1. Penjelajahan Lapangan

Selama penjelajahan lapangan dilakukan pengamatan hal-hal sebagai berikut :

 Sifat-sifat tanah dengan melakukan pemboran sedalam 120 cm dengan kerapatan 1


titik mewakili 10-15 ha. Namun demikian kerapatan ini akan ditambah pada daerah-
daerah yang mempunyai indikasi terdapatnya faktor pembatas;
 Pada setiap titik pemboran dilakukan pengamatan pH, tekstur tanah, bahan organik,
lapisan pirit dan muka air dan kegaraman;
 Penyebaran jenis dan kesuburan tanah dengan mengambil contoh-contoh tanah
komposite untuk dianalisa di laboratorium sebanyak 2 atau 3 sampel setiap titiknya
dengan kerapatan sesuai dengan pola penyebaran tanah yang bersangkutan (sebagai
pedoman diambil 1 titik mewakili 500 ha);
 Sifat drainase berdasarkan pengamatan visual dan kemudahan pengalirannya;
 Tata guna lahan.

Bab 4 - 57
3. Evaluasi dan Analisa

 Klasifikasi kesesuaian lahan


Klasifikasi tanah ditetapkan dengan menggunakan sistem taxonomy tanah (USDA
soil survey staff, 1983) pada tingkat sub-group dan sistem FAO/UNESCO (1974)
pada tingkat sub unit.
 Gambar-gambar
Gambar-gambar peta yang akan dibuat untuk dapat memperbaiki keadaan yang ada
sekarang khususnya yang menyangkut perbaikan tata air, dengan skala 1 : 10.000
atau 1 : 20.000 disesuaikan dengan luas lahan.
Gambar-gambar yang akan dibuat direncanakan terdiri dari :
 Peta Penyebaran Jenis Tanah yang menyangkut juga keasaman, kegaraman
(salinitas), tekstur tanah dan lokasi titik-titik pengamatan.
 Peta kedalaman air tanah
 Peta Kelas Kesesuaian Lahan
 Peta Rekomendasi Tata Guna Tanah Usulan
 Peta-peta lainnya yang diperlukan untuk kelengkapan pelaporan pekerjaan ini.
 Peta kedalaman lapisan pirit
 Peta kandungan bahan organik

B. Survey Sosio Agro Ekonomi

1. Maksud Survey Sosio Agro Ekonomi

Survey ini dimaksudkan untuk :


 Mengumpulkan, mengevaluasi dan meneliti kembali perkembangan masyarakat di
daerah survey.
 Meningkatkan taraf hidup melalui pendayagunaan sumber daya alam yang mereka
miliki dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.

2.Pekerjaan Lapangan

a. Mengadakan survey inventarisasi perkembangan sosial penduduk.


 Pengumpulan data sekunder untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh tentang
aspek-aspek demografi seperti jumlah serta perkembangan penduduk (jumlah
jiwa/KK, kelahiran, kematian dan lain-lain).
 Perkembangan masyarakat di dalam keterampilan petani, kesejahteraan petani, dan
organisasi-organisasi kemasyarakatan yang ada beserta sarana yang tersedia.
 Status tanah yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan pemukiman secara umum
serta keadaan fasilitas umum yang tersedia.

Bab 4 - 58
b. Mengadakan survey inventarisasi keadaan agronomi
 Masalah banjir, keasinan dan pengaruhnya terhadap produksi pertanian.
 Inventarisasi jenis-jenis tanaman yang diusahakan dan produksinya, perkembangan
usaha tani, cara bercocok tanam, pola tanam yang ada, cara pengelolaan air serta
kemungkinan penggunaan peralatan pertanian.
 Memberikan saran-saran tentang kemungkinan penyempurnaan budi daya pertanian
yang ada untuk dapat meningkatkan produksi pertanian sekaligus pendapatan petani.
 Penggambaran tata guna tanah sekarang dan tata guna tanah usulan.

c. Mengadakan survey dan inventarisasi keadaan ekonomi masyarakat


 Penelitian mengenai luas dan pola usaha tani serta perkembangannya.
 Penelitian tentang hambatan-hambatan yang dihadapi para petani dalam rangka
peningkatan dan perluasan usaha tani.
 Masalah transportasi dan pemasaran hasil

d. Melakukan Survey Kelembagaan


Survey ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh koordinasi ditingkat proyek
dapat berjalan dan bagaimana peranan instansi terkait serta perkumpulan apa saja yang
terbentuk dan berjalan sengan aktif.
 Mengadakan survey mengenai perkumpulan-perkumpulan atau organisasi yang ada di
daerah seperti KUD, Kelompok Tani, PKK, Panitia Irigasi, Organisasi O & P, petugas
penyuluhan seperti PPL dan lain-lain.
 Mengidentifikasi dan meneliti permasalahan yang timbul yang mengakibatkan
organisasi-organisasi tersebut belum dapat berjalan seperti yang diharapkan.

4. 3. 6. P E M B U ATAN R E N C AN A L AY O U T

Pelaksanaan lay out tata air ini akan dilaksanakan dengan berpedoman pada :

Memanfaatkan semaksimal mungkin tata air yang ada.


Cost efective dalam arti memanfaatkan semaksimal mungkin keadaan alam yang ada
sehingga tata air yang dibangun dapat berfungsi dengan baik.
Mudah melaksanakan pembangunannya di daerah tersebut.
Mudah pengoperasian dan pemeliharaannya.

Untuk mencapai sasaran di atas, dalam tahapan ini akan disusun secara jelas mengenai
Kriteria Desain dan Metode Perhitungan yang akan digunakan untuk Detail Desain
Pelaksanaan pekerjaan ini yang dilakukan dalam 2 sub tahapan, yaitu :

Bab 4 - 59
1. Penyusunan Konsep Desain

Adalah tahapan berupa penyusunan Tetapan-tetapan atau Standart dan Rumus yang
akan digunakan dalam perencanaan, berupa suatu Kriteria Perencanaan ini merupakan
tetapan yang dianggap paling sesuai untuk daerah yang akan direncanakan berdasarkan
masukkan-masukkan yang diterima dari pekerjaan survey lapangan. Aspek-aspek yang
akan ditinjau dalam tahapan ini meliputi :

a. Kriteria Hidrologi
Kriteria ini diperoleh berdasarkan masukkan dari survey hidrologi dan hidrometri,
sebagaimana telah dijelaskan pada bagian proposal ini. Kriteria yang diterima berupa :
 Hidrotopografi
 Beban Drainase, terdiri dari :
- Hujan Rencana;
- Modul Drainase;
 Ketinggian Banjir;
 Sedimen Parameters;
 Beban supplai

b. Kriteria Hidrolika

Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran di dalam saluran ditentukan sedemikian, sehingga tidak terjadi
pengendapan maupun penggerusan. Dengan demikian aliran akan berkisar diantara
kecepatan minimum dan kecepatan maksimum yang diperbolehkan, sesuai dengan bahan
saluran yang ada.

Akan tetapi apabila ada keterbatasan dari energi yang tersedia (head, perbedaan tinggi
atau drainage potensial) dan kriteria tersebut tidak bisa dipenuhi selamanya, maka akan
diberikan cara pemeliharaannya.

Mengingat pada kawasan pengembangan dipengaruhi pasang surut masih dominan, maka
untuk pelaksanaan perhitungan hidrolika perencanaan peningkatan tata reklamasi rawa
ini akan dilakukan dengan model matematis berdasarkan pada program yang umum
digunakan.

2. Pra-Desain dan Rencana Lay-out

Setelah seluruh konsep desain disusun, dilakukan perencanaan awal/pra-desain dan


Rencana Lay Out. Langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut :
a. Skematisasi Rencana Peningkatan Jaringan Tata Air
b. Penentuan dimensi-dimensi saluran

Bab 4 - 60
c. Perhitungan hidrolika sistem jaringan .
d. Dilakukan pemeriksaan apakah perlu perubahan dimensi saluran/bangunan yang telah
ditentukan sebelumnya. Apabila diperlukan perubahan, dilaksanakan perhitungan
kembali dan prosedur ini diulangi sampai diperoleh dimensi saluran yang optimum.
e. Dilakukan perhitungan awal biaya pembangunan.
f. Perhitungan ini akan diperlukan untuk menganalisa apakah sistem jaringan yang
direncanakan feasible (economic analysis) dan untuk menentukan pembagian paket
pekerjaan, apabila anggaran yang tersedia tidak mencukupi.

Apabila hasil Evaluasi Ekonomi menunjukkan bahwa skema jaringan yang direncanakan
tidak feasible, maka dilakukan penyusunan skema baru sampai diperoleh skema jaringan
yang feasible dan pekerjaan dapat dilanjutkan ke perencanaan Detail Produk Pra-desain,
secara keseluruhan, berupa :

 Konsep desain;
 Skema jaringan irigasi/drainase;
 Rencana trace jaringan reklamasi;
 Dimensi-dimensi dan jenis saluran & bangunan (Prarencana) ;
 Perhitungan awal biaya pembangunan;
 Pembagian paket/jenis pekerjaan untuk penyusunan Dokumen Tender (apabila
diperlukan)

4. 3. 7. S Y S TE M P L AN N I N G

System planning ini pada intinya merupakan alternatif-alternatif lay out dengan
mempertimbangkan segi positif dan negatifnya, secara ringkas kegiatan system planning
ini meliputi :

 Elaborasi dan analisa data lapangan


 Perumusan rencana pengembangan lokasi,menghadapai permasalahan yang ada baik
aspek teknis maupun non teknis atau sosio agro ekonomi.
 Merencanakan lay-out jaringan untuk kegiatan pengembangan yang menunjang
hasil/rumusan pada butir b.
 Perencanaan lay-out juga mempertimbangkan masalah pembebasan tanah yang timbul ,
kebutuhan jalur hijau dan aspek sosial lainnya.

4. 3. 8. P E R E N C AN AAN D E TAI L JAR I N G AN TATA AI R

Pelaksanaan perencanaan tata air ini akan dilaksanakan dengan berpedoman pada :
 Memanfaatkan semaksimal mungkin jaringan reklamasi yang ada
 Cost Efective, dalam arti memanfaatkan semaksimal mungkin keadaan alam yang ada
dengan menggunakan bahan dan teknologi yang tepat.

Bab 4 - 61
 Dapat berfungasi dengan baik
 Mudah melaksanakan pembangunannya di daerah tersebut
 Mudah pengoperasian dan pemeliharaannya

4.3.8.1. Penggolongan Satuan Lahan

Dari uraian penggolongan satuan lahan terlihat jelas bahwa lahan dapat dikelompokkan
dalam 3 kelas dengan karakteristik sebagai berikut :

* Klas Kapasitas kedalaman Drainase 1 : 0 - 30 cm


* Klas Kapasitas kedalaman Drainase 2 : 30 - 60 cm
* Klas Kapasitas kedalaman Drainase 3 : > 60 cm

4.3.8.2. Zona Pengelolaan Air (WMZ)

Zona pengelolaan air adalah satuan perencanaan penggunaan lahan yang merupakan
kombinasi karakteristik fisik (kualitas lahan) dan tipe penggunaan lahan yang diusulkan.
Penetapan zona pengelolaan air ini perlu ditentukan, karena akan membawa konsekuensi
terhadap bentuk pengelolaan air yang diharus direncanakan, termasuk juga pemilihan
jenis infra struktur pengelolaan air dan prosedur untuk mengoperasikannya.

Di daerah pasang surut, secara garis besar penggunaan lahannya dapat dibagi menjadi 3
golongan, yaitu :

 padi sawah irigasi pasang surut


 padi tadah hujan
 tanaman keras dan padi sawah irigasi pompa

Secara terperinci terdapat 8 zona pengelolaan air di daerah pasang surut, seperti dalam
tabel berikut :

Bab 4 - 62
Tabel
Zona Pengelolaan Air di Daerah Pasang Surut

No Zona Pengelolaan Air Land Unit Rekomendasi Peruntukan


1 I. (Tanah gambut,Tanaman keras) VI Tanaman keras
2 II. (Tanah berwarna keputihan, kesuburan VII Tanaman keras
rendah, tanaman keras)
3 III. (Irigasi pasang surut, padi sawah) I Padi sawah,tanaman keras dapat
diusahakan pada guludan(sorjan)
4 IV. (Padi sawah,irigasi pompa, tanah IV dan V Padi sawah, tanaman keras dapat
berpirit) diusahakan pada guludan(sorjan)
5 V. (Padi sawah, irigasi pompa, tanah non- VIII dan IX Padi sawah, tanaman keras dapat
pirit) diusahakan pada guludan(sorjan)
6 VI. (Kedalaman drainse > 60 cm, tanaman III,V dan IX Tanaman Keras
keras)
7 VII.(Tanah non-pirit, padi tadah hujan) VIII, IX dan X Padi tadah hujan
8 VIII. (Tanah berpirit,tanah gambut, padi II, III, IV dan V Padi tadah hujan, tanaman keras
tadah hujan) dapat diusahakan pada guludan

4.3.8.3. Debit Rencana

Debit rencana pada saluran irigasi/suplesi dihitung dengan rumus yang umum digunakan,
yaitu :

Qt = NFR x A /et

dimana :
Qt : debit rencana (liter/detik)
NFR : kebutuhan bersih air irigasi (liter/detik/ha)
A : luas daerah irigasi (ha)
et : efisiensi irigasi di unit petak tersier

Kebutuhan air irigasi untuk padi ataupun tanaman lainnya akan ditentukan dengan
memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Persiapan Tanah
2. Penggunaan Kompsumtive (Compsumtive use)
3. Perkolasi
4. Pergantian lapisan air
5. Hujan Effektif

Bab 4 - 63
4.3.8.4. Lebar Dasar Saluran

Lebar dasar saluran pemberi dan saluran pembuang akan ditetapkan berdasarkan beban
debit pada ruas saluran yang direncanakan, dengan menggunakan persamaan analisa
Steady Flow (analisa dimensi dengan konsep analisa gerak air non-statis).

Sistem ini terdiri dari jaringan saluran yang berfungsi membuang kelebihan air/sisa
buangan dari lahan pada semua tingkat.

 Saluran Primer
Saluran Primer harus mampu menampung air buangan dari saluran sekunder. Secara
umum, elevasi dasar saluran primer lebih dalam dari pada elevasi dasar saluran sekunder.

 Saluran Sekunder
Saluran sekunder harus mampu menampung air buangan dari saluran tersier. Secara
umum, elevasi dasar saluran sekunder lebih dalam dari pada elevasi dasar saluran
tersier.

 Saluran Tersier
Pembuatan saluran tersier diserahkan kepada pemilik lahan/petani sesuai kebutuhan dan
kondisi tanah mereka, kedalaman saluran tersier tergantung dari jenis tanaman.

Secara umum sketsa penampang melintang saluran adalah sebagai berikut :

Gambar
Penampang Melintang Saluran

b b
t m
f HWL
h
LWL B

Keterangan :
B : lebar dasar saluran
b : lebar jalan
t : lebar tanggul
h : tinggi saluran

Bab 4 - 64
f : jagaan
m : kemiringan saluran

4.3.8.5. Kecepatan Ijin

Perencanaan saluran dilakukan sedemikian rupa sehingga aliran dalam keadaan stabil,
artinya saluran tidak mengalami sedimentasi dan erosi. Untuk maksud tersebut maka
diupayakan sehingga batas kecepatan tidak melebihi kecepatan maksimum yang diijinkan
dengan maksud menghindari terjadinya erosi dan tidak boleh lebih kecil dari kecepatan
minimum yang diijinkan dengan maksud menghindari sedimentasi.

Untuk semua saluran induk dan sekunder, kecepatan minimum pada debit rencana adalah
0,3 m/dt. Berikut ini disarikan pada tabel di bawah ini.

Tabel
Kriteria Saluran

Debit rencana K Kemiringan Tinggi Jagaan Lebar Kecepatan


Talud Minimum Minimum Tanggul Ijin
Q(m3/detik) (meter) (meter) (meter) (m/detik)
0,5 35 1,0 0,40 1,0 0,6
0,5 – 1,0 35 1,0 0,50 1,0 0,6
1,5 – 5,0 40 1,0-1,5 0,60 1,5-2,0 0,7
Sumber : Standar Irigasi KP-03 (Perencanaan Saluran)

4.3.8.6. Koefisien Kekasaran Saluran Pembuang

Koefisien kekasaran saluran (Koefisien Strickler) K sangat bergantung pada faktor-


faktor seperti kekasaran dasar saluran dan talud, vegetasi dan ketidak teraturan trase.

Harga k yang digunakan untuk mendesain saluran disarikan pada tabel berikut.

Tabel
Kriteria Koefisien Kekasaran Strickler (K) Tanpa Pasangan

Nama Saluran K-Strickler


Saluran pembuang 33
Saluran-saluran tersier 35
3
Saluran induk dan sekunder, Qp < 1 m /det 35
3
Saluran induk dan sekunder, 1 < Qp < 5 m /det 40

Bab 4 - 65
Saluran induk dan sekunder, 5 < Qp < 10 m3/det 42,5
3
Saluran induk dan sekunder, Qp > 10 m /det 45

4.3.8.7. Kemiringan Sisi Saluran

Akan ditentukan dari analisa mengenai stabilitas lereng tanah pada beberapa kedalaman,
baik pada saluran primer, saluran sekunder maupun saluran tersier.

Tabel
Kemiringan Sisi Saluran (1 Tegak : m Datar)

Jenis Tanah Kemiringan Talut (m)


Batuan 0,25
Batuan lunak 0,5 - 0,7
Lempung kaku 0,5 - 1,1
Geluh , <1,0 m 1,0
Geluh, >1,0 m 1,5
Geluh pasiran 1,5
Pasir lepas 2,0

4.3.8.8. Tinggi Jagaan (Free Board)

Tinggi jagaan adalah ruang bebas di atas muka air maksimum pada saluran. Tinggi jagaan
berkaitan dengan debit yang mengalir pada ruas saluran yang ditinjau. Untuk saluran
induk dan sekunder, tinggi jagaan di atas elevasi muka air rencana mengikuti KP-03,
Standar Irigasi.

Tabel
Tinggi Jagaan Saluran

Debit (m3/detik) Tinggi Jagaan untuk Tanggul (meter)


< 0,5 0,40
0,50 - 1,50 0,50
1,50 - 5,0 0,60
5,0 – 10,0 0,75

Bab 4 - 66
4.3.8.9. Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran yang terjadi harus berada di bawah kecepatan maksimum yang diijinkan
dan bergantung pada jenis tanah pada dasar maupun tepi saluran.

Tabel
Kecepatan Maksimum yang Diijinkan Pada Saluran

Jenis Tanah Asli yang Kecepatan Maksimum


Dilewati Saluran yang Diijinkan (m/detik)
Pasir halus (koloidal) < 0,45
Geluh pasiran(non-koloidal) < 0,53
Geluh halus (non koloidal) < 0,60
Lanau aluvial < 0,60
Geluh padat biasa < 0,75
Abu vulkanik < 0,75
Lempung kaku (sangat koloidal) < 1,13
Sumber : Referensi 10 ( Dari Fortier dan Scobey, 1925)

4.3.8.10. Bangunan

Bangunan yang direncanakan pada daerah studi berupa bangunan pengendali muka air
maupun erosi dan bangunan pelengkap seperti pintu skot balok dan jembatan. Adapun
fungsi dari bangunan ini pada daerah studi adalah :

Untuk mengatur pola aliran (menjaga muka air yang diperlukan)


Untuk keperluan konservasi (mengendalikan erosi pada saluran)

a. Bangunan Air

Kriteria yang perlu diperhatikan dalam perencanaan bangunan air yaitu :


Bangunan hidrolis ditempatkan sedemikian rupa agar dapat berfungsi sebagai sarana
konservasi dan menjaga muka air yang diinginkan (mengatur pola aliran) baik pada
saat kemarau maupun musim penghujan
Perencanaan struktur bangunan air memperhatikan kondisi kekuatan tanah di lokasi
yang bersangkutan
Bangunan direncanakan dapat dioperasikan dengan mudah, sederhana dan jumlahnya
sesedikit mungkin
Bangunan-bangunan hidrolis diberi tinggi jagaan yang cukup.

Bab 4 - 67
Jenis bangunan air/hidrolis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

 Bangunan Ukur Ambang Lebar

Rumus Pengaliran : Q = Cd x 1.70 x b x h11,5


Dimana :
Cd = Koefisien pengaliran = 1,03
b = Panjang mercu, (m)
h1 = Tinggi air di udik dan di atas mercu
r = p,5 h1 maks
h1L = Perbandingan air dan lebar mercu = 1

 Bangunan Sadap

Bab 4 - 68
a. Perhitungan dimensi hidrolik bangunan sadap dengan ambang lebar digunakan
rumus :

Q = 1.70 b. h11,5
dimana :
b = Lebar bukaan, (m)
h1 = Tinggi air di atas mercu ambang lebar, (m)

b. Perhitungan dimensi hidrolik bangunan sadap dengan ambang sempit digunakan


rumus :

Q = 0,85 b. h11,5
dimana :
b = Lebar bukaan, (m)
h1 = Tinggi air di atas mercu ambang lebar, (m)

 Bangunan Terjun
1. Bangunan Terjun Tegak

dimana :
B = Bt = Lebar saluran pemasukan, (m)
h70 = Tinggi air di saluran udik untuk Q70, (m)

Lebar bukaan :

Bab 4 - 69
B70 = Q70 / ( 1.7.h701,5 ) = minimum 0.30, diambil = Bt (aman)

2. Bangunan Terjun Miring


Permukaan miring yang menghantarkan air ke dasar kolam olak, adalah praktek
perencanaan yang umum, khususnya jika tinggi jatuh melebihi 1.5 meter.
Pada bangunan terjun kemiringan permukaan belakang dibuat securam mungkin
dan relatif pendek. Jika peralihan ujung runcing dipakai diantara permukaan
pengontrol dan permukaann belakang (hilir), disarankan untuk memakai
kemiringan yang tidak lebih curam dari 1 : 2.

 Inlet dan Outlet


Bangunan-bangunan inlet dan outlet ini adalah bangunn-bangunan yang berfungsi
mengatur masuk keluarnya air dari dan ke saluran yang letaknya ada di ujung-ujung
saluran tersier, tepatnya di lokasi-lokasi pemasukan dan pengeluaran air. Setiap
bangunan pengatur dilengkapi dengan pintu sorong/skot balok. Pintu sorong yang
digunakan adalah Pintu Ulir. Pintu ini dioperasikan untuk mengendalikan drainase dan
juga saat banjir dan saat pembilasan saluran. Bidang pintu terbuat dari papan sedangkan
stang pintu terbuat dari baja.

 Tanggul
Bagian terpenting dari perencanaan tanggul adalah perhitungan stabilitas tanggul.
Dimana kestabilan lereng dihitung terhadap bagian yang cenderung longsor. Perhitungan
stabilitas dilakukan dengan menggunakan metode BISHOP, metode ini membagi irisan-
irisan vertikal dengan asumsi terjadi gaya antar irisan secara horisontal.

Bab 4 - 70
Gambar
Stabilitas Lereng

2 1

Angka stabilitas lereng :

1 (cb+W tan)sec
Fs Normal =   
R WQ sin  1+(tan tan)/F
x
= 
R WQ sin 

Dimana :
Fs = Faktor keamanan
C = Kohesi tanah
 = Sudut geser dalam
 = sudut tiap irisan
W = berat irisan
= b.h.sat

b. Bangunan Pelengkap

Maksud dari bangunan pelengkap di sini adalah bangunan penunjang sistem tata air di
daerah lokasi studi, jembatan dan jalan inspeksi.

b.1. Jembatan
Jembatan di sini berfungsi sebagai pelengkap jalan usaha tani. Jembatan dibuat dengan
bentang/lebar sedemikian hingga orang atau kendaraan dapat melewatinya dengan cukup
aman. Jembatan ini dibuat untuk menghubungkan antara lokasi satu dengan lainnya.

Bab 4 - 71
Jembatan ini bisa dibuat dengan konstruksi kayu maupun beton (tergantung kondisi
kendaraan yang melewatinya).

b.2. Gorong-gorong
Untuk mendapatkan dimensi gorong-gorong masing-masing saluran yang memerlukannya
dihitung dengan persamaan gorong-gorong pendek (KP.01) :

Q  A(2 gz ) 0,5  AV

A  R 2

Sedangkan gorong-gorong lebih panjang, kehilangan energi dihitung dengan persamaan


sebagai berikut :

 (Va  V ) 2
 Kehilangan energi masuk H 
2g
 (V  Va) 2
 Kehilangan energi keluar H 
2g
V2 V2 L
 Kehilangan energi akibat gesekan H  K ( )  ( 2 ).( )
2g K R

Dimana :

Q = debit rencana (m3/det)


 = koefisien debit
A = luas penampang basah (m2)
g = grafitasi (9,81 m/det2)
z = kehilangan energi (untuk gorong-gorong < 20,00 m)
H = kehilangan energi (untuk gorong-gorong > 20,00 m)
R = jari-jari hidrolis (m)
L = panjang gorong-gorong (m)
V = kecepatan aliran dalam pipa (m/det)
Va = kecepatan aliran pada saluran (m/det)

b.3. Jalan Inspeksi


Jalan inspeksi digolongkan sebagai jalan kelas III atau lebih rendah lagi menurut
standar Bina Marga No.13/1970 (BINA MARGA, 1970) dan merupakan jalan satu jalur.
Untuk jalan-jalan yang berada dibawah wewenang Direktorat Irigasi, Standar Bina
Marga telah diperluas lagi menjadi :

Bab 4 - 72
Kelas I : Jalan Nasional (Standar Bina Marga)
Kelas II : Jalan Provinsi (Standar Bina Marga)
Kelas III : Jalan Kabupaten, jalan desa, jalan inspeksi utama (Standar Bina Marga)
Kelas IV : Jalan penghubung, jalan inspeksi sekunder (Standar Bina Marga)
Kelas V : Jalan setapak/jalan orang

Lebar jalan dan perkerasan untuk jalan-jalan kelas III, IV dan V (yang punya arti
penting dalam suatu proyek) disajikan dalam tabel berikut. Jalan kelas III dengan
perkerasan; jalan kelas IV boleh dengan perkerasan (untuk yang lebih penting) atau
tanpa perkerasan. Kelas V umumnya tanpa perkerasan.

Tabel
Lebar Standar Jalan

Lebar Total Lebar


Kelas Jalan
Jalan Perkerasan

Kelas III 5m 3m
Kelas IV 3m -
Kelas V 1,5 m -

Jalan inspeksi direncanakan dibangun di atas tanggul saluran. Bila didekat rencana
saluran terdapat jalan desa atau jalan setapak, maka dapat digunakan sebagai jalan
inspeksi. Kecepatan maksimum direncanakan 40 km/jam (menurut standar Bina Marga
No. 13/1970).

4.3.8.11.Tanggul Banjir

Ketinggian tanggul banjir ditentukan dengan melakukan perhitungan debit banjir dengan
periode ulang 25 tahun. Penentuan periode ulang juga akan dicek dengan periode ulang
banjir yang pernah terjadi dilapangan atas informasi penduduk dan perhitungan hidrolis
level air banjir.

Periode ulang banjir rencana akan didiskusikan dengan pihak direksi atas dasar hasil
perhitungan periode ulang yang terjadi di lapangan dan periode ulang usulan yang sudah
dihitung level banjirnya. Hasil keputusan bersama tersebut akan dilanjutkan untuk
perhitungan perencanaan selanjutnya.

Tangggul merupakan salah satu bangunan pengendali banjir yang berfungsi untuk
mencegah melimpasnya air banjir untuk kala ulang yang disesuaikan dengan Pedoman
Pengendalian Banjir. Tanggul umumnya dibuat dari tanah, namun pada kondisi tertentu

Bab 4 - 73
dapat dibuat dari pasangan batu atau beton. Kondisi tertentu tersebut karena lahan
tempat kedudukan tanggul terbatas (melewati pemukiman) atau bahan tanah sulit
didapat.
Material pembentuk badan tanggul dari tanah setidaknya memenuhi persyaratan antara
lain kekedapannya tinggi, nilai kohesinya tinggi, dan dalam keadaan jenuh air sudut geser
dalamnya tinggi, pekat dan angka porinya rendah. Tanah campuran antara pasir dan
lempung dengan proporsi ± 1/3 bagian pasir dan ± 2/3 bagian lempung merupakan bahan
tanggul yang cukup memadai.

A. Alinyemen Tanggul
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan alinyemen tanggul adalah :
a) Lokasi alinyemen tanggul
Tempat kedudukan (trase) tanggul dipilih pada lokasi yang kedap air, dihindari
lokasi yang mempunyai daya dukung pondasi rendah seperti tanah rawa, lumpur
lunak dan tanah gambut.
b) Arah Alinyemen
Hal perlu diperhatikan dalam menentukan arah trase adalah hal-hal sebagai
berikut :
 Penampang basah saluran yang paling efektif dengan kapasitas pengaliran
yang maksimum.
 Searah dengan arus saluran, dihindari belokan yang tajam.
 Alinyemen tanggul kiri dan kanan diusahakan paralel dengan alur saluran,
dihindari adanya perubahan lebar saluran yang mendadak.
 Bantaran saluran diusahakan mempunyai jarak yang cukup lebar, sehingga
jarak antara tepi alur saluran dengan kaki tanggul cukup jauh.
c) Jarak Antara Alinyemen Tanggul
Hal berpengaruh terhadap jarak antara alinyemen adalah :
 Debit banjir rencana
 Saluran sangat lebar dan alirannya memperlihatkan adanya turbulensi, maka
lebarnya dibatasi dengan cara membuat tanggul sirip pada bantarannya.
 Apabila tidak dapat dihindari adanya belokan tajam, maka untuk menghindari
pukulan air untuk itu lebar sungai pada ruas ini perlu ditambah secukupnya.

Bab 4 - 74
 Tanggul sedapat mungkin dibuat sejajar, apabila tidak dapat dihindari karena
adanya penyempitan, maka setelah penyempitan diusahakan diperlebar lagi
sesuai dengan lebar normalnya.
d) Pada Muara Sungai
Apabila ada dua sungai yang berdekatan maka tanggul perlu ditetapkan sehingga
tidak mengganggu aliran sungai-sungai tersebut.

B. Penampang Tanggul
Perencanaan penampang tanggul yang penting adalah sebagai berikut :

a) Mercu tanggul
Tinggi elevasi mercu ditentukan dari perhitungan tinggi muka air akibat debit
banjir rencana ditambah dengan tinggi jagaan.
Besarnya tinggi jagaan tergantung dari debit banjir rencana. Standar tinggi
jagaan pada umumnya adalah sebagai berikut :
 Debit banjir kurang dari 200 m3/dt : tinggi jagaan 0,60 m
 Debit banjir antara 200 s/d 500 m3/dt : tinggi jagaan 0,80 m
 Debit banjir antara 500 s/d 2.000 m3/dt : tinggi jagaan 1,00 m
 Debit banjir antara 2.000 s/d 5.000 m3/dt : tinggi jagaan 1.20 m
 Debit banjir antara 5.000 s/d 10.000 m3/dt : tinggi jagaan 1,50 m
 Debit banjir lebih dari 10.000 m3/dt : tinggi jagaan 2,00 m
Lebar mercu tanggul dari tanah tergantung dari debit banjir rencana. Standar
lebar mercu tanggul apabila digunakan juga untuk jalan inspeksi pada umumnya
adalah sebagai berikut :
 Debit banjir kurang dari 500 m3/dt : lebar mercu 3,00 m
 Debit banjir antara 500 s/d 2.000 m3/dt : lebar mercu 4,00 m
 Debit banjir antara 2.000 s/d 5.000 m3/dt : lebar mercu 5.00 m
 Debit banjir antara 5.000 s/d 10.000 m3/dt : lebar mercu 6,00 m
 Debit banjir lebih dari 10.000 m3/dt : lebar mercu 7,00 m

b) Kemiringan tanggul
Penentuan kemiringan tanggul ini sangat penting karena berkaitan dengan
masalah infiltrasi air kedalam tubuh tanggul dan karakteristik mekanika tanah
sebagai bahan tanggul.

Bab 4 - 75
Kemiringan lereng tanggul tanpa perkuatan minimal 1:2. Kemiringan lereng
tanggul untuk berbagai macam jenis klasifikasi tanah menurut USBR adalah
sebagai berikut :
 Klasifikasi tanah GW, GP, SW dan SP tidak dianjurkan, karena lulus air.
 Klasifikasi tanah GC, GM, SC, SM kemiringan minimal 1:2,00
 Klasifikasi tanah CL, ML kemiringan minimal 1:2,50
 Klasifikasi tanah CH, MH kemiringan minimal 1:2,50

c) Pondasi tanggul
Kedalaman pondasi atau parit halang setidak-tidaknya 1/3 dari kedalaman air
banjir rencana.

Batas Manfaat Sungai


5m
5m Bantaran Bantaran
MA Rencana

Gambar 6.7 : Geometri Tanggul Banjir

C. Stabilitas Tanggul
Metode yang digunakan untuk menghitung stabilitas lereng adalah dengan cara irisan
Bishop.
Tanggul yang terendam lama dan tinggi air banjirnya cukup tinggi maka perlu juga
dibuatkan garis rembesannya. Apabila garis rembesan memotong lereng tanggul
belakang, maka akan terjadi kebocoran. Cara menghindari kebocoran tersebut
adalah dengan memperkecil kemiringan lereng tanggul bagian belakang sehingga
didapatkan lebar bawah tanggul yang cukup atau dengan membuat drainase tanggul.
Pada umumnya tanggul banjir tidak diberi pembuang, karena banjir yang terjadi
biasanya jangkanya hanya sebentar.
Prinsip dasar yang digunakan untuk menganalisa kestabilan lereng adalah dengan
meninjau keseimbangan batas, yakni dengan jalan membandingkan antara kekuatan
geser yang ada dari parameter tanah dengan kekuatan geser yang terjadi. Angka-
angka perbandingan tersebut merupakan angka faktor keamanan.
Dalam perhitungan dianggap, bahwa garis kelongsoran lereng terjadi pada bidang
gelincir yang berbentuk lingkaran. Bidang longsor ini selanjutnya dibagi-bagi dalam

Bab 4 - 76
beberapa segmen dan gaya-gaya yang bekerja pada tiap-tiap segmen dihitung.
Secara skematis diperlihatkan pada Gambar F-55 dan Gambar F-56 sebagai berikut:
X

R

b

S
L

Gambar 6.8 : Gaya-gaya yang Bekerja pada Bidang Longsor


Xn

b
En

En+1
sin

 W
Wx

Xn+1
P'

S
P 
uL

Gambar 6.9 : Gaya yang Bekerja pada Segmen


dimana :
W = berat segment
S = gaya tangensial yang bekerja pada bidang gelincir
P = gaya normal yang bekerja pada bidang gelincir

Bab 4 - 77
X = gaya vertikal yang bekerja pada segmen
E = gaya horisontal yang bekerja pada segmen
L = lebar bidang gelincir per segmen
b = lebar segmen
 = sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan garis yang melalui
pusat lingkaran dan pertengahan bidang gelincir per segmen
c = kohesi tanah
 = sudut geser dalam
u = tekanan air pori
FK = faktor keamanan
Untuk melakukan perhitungan ini lereng dibagi dalam beberapa segmen
dan selanjutnya dilakukan tinjauan terhadap salah satu segmen seperti
pada gambar diatas.
Gaya yang menyebabkan kelongsoran adalah berupa momen penggerak
segmen sebesar W x X. Momen penggerak seluruhnya diperoleh dengan
menjumlahkan momen dari setiap segmen.
Jumlah momen penggerak seluruhnya =  W.X =  W.Rsin = R x  sin
Faktor keamanan (FK) adalah perbandingan antara kekuatan geser yang
ada dengan kekuatan geser yang diperlukan untuk mempertahankan
kemantapan. Jadi kalau kekuatan geser = s, maka kekuatan geser untuk
memperta-hankan kemantapan adalah = S/FK. Jika S = gaya pada dasar
segmen, maka:
S = s x L/FK dimana s = c’ + P’ tan’.

sxL
Momen perlawanan segmen  xR
FK

sxL
Momen perlawanan seluruhnya  xR
FK

Dengan mempersamakan momen perlawanan dengan momen penggerak,


maka :
R
R   W  sin   s L
FK

Bab 4 - 78
Dengan demikian :

FK 
s L
W  sin
Jika nilai s diganti dengan c’ + P’ tan’ dimana P’ = P – u, maka :
S = c’ + (P-u) tan ’ sehingga :

FK 
 c'L  P  u  L tan ' 
W  sin 
1
FK    c' L  P  u  L tan ' 
W  sin 
Pada cara Bishop besarnya P diperoleh dengan menguraikan gaya-gaya lain
pada arah vertikal, yaitu :
 c' sin  
W   X n  X n 1   L    u cos  
P  u  L    FK 
tan '
cos   sin 
FK
Sehingga :

P  u  L  tan ' sin   P  u  L  cos   W   X n  X n1   c'L sin   u  L cos 


FK F
Pada cara Bishop ini, nilai (Xn-Xn+1) dianggap sama dengan nol, sehingga :
 c' sin  
W  L  u cos  
P uL   FK 
tan '
cos    sin 
FK
Jadi :
1 sec 
FK    c' b  W  u  b  tan ' 
 W sin  1
tan '  tan 
FK

4.3.8.12. Daerah Milik Saluran

Daerah milik saluran (DSM) adalah daerah bebas yang termasuk dalam penguasaan dan
kepentingan saluran, DSM harus mengingat tempat kerja untuk pemeliharaan dan tempat
penimbunan galian saluran (pemeliharaan atau peningkatan) pada masa depan.

Bab 4 - 79
Daerah Milik Saluran mempunyai batasan dari tepi tanggul saluran yang terluar sampai
dengan tepi saluran tanggul terluar di sisi lawannya.

Tetapi DSM tersebut tidak bisa diterapkan pada saluran yang sudah dibuat dan
pemukiman yang sudah dikapling dan dihuni, pada kondisi seperti tersebut terpaksa
tidak akan menggunakan kriteri DSM.

4.3.8.13. Model Matematik Duflow

Dalam pengelolaaan air memerlukan suatu manajemen yang dinamis untuk pengaturan air
baik untuk keperluan air industri, pertanian, kebutuhan domestik, perikanan, energi air,
pemantauan kualitas air serta pengendalian banjir.
Oleh karena itu penggunaan model yang dapat menirukan berbagai kondisi alam yang
sesungguhnya menjadi sangat diperlukan agar dapat dicapai suatu desain serta
manajemen yang optimal.

Di dalam sistim DUFLOW, yang merupakan salah satu model dari prototipe dapat
disusun dari suatu rangkaian tipe dan elemen yang tersedia adalah penampang saluran
terbuka (sungai maupun saluran) dan bangunan pengatur (structure).

Sebagai contoh pada kasus gelombang banjir di sungai, debit banjir dari bagian hulu
mengalir ke bawah melalui bagian sungai yang dipisahkan oleh adanya bendung.

Kondisi batas yang dipilih :

Elevasi muka air dan debit tetap atau berubah sebagai fungsi dari waktu atau
mengikuti fungsi fourier
Aliran masuk atau aliran keluar jaringan saluran dapat diberikan dalam bentuk debit
(fungsi waktu) atau dapat dihitung dari curah hujan dengan menggunakan hubungan
hujan aliran sederhana
Hubungan elevasi debit (lengkung debit) dalam bentuk tabel.

Gesekan oleh angin yang pada beberapa kasus dominan, dapat pula diperhitungkan. Bagan
jaringan saluran yang dapat menunjukkan orientasi dan hubungan antara ruas dan simpul
dapat ditayangkan oleh program apabila diperlukan. Hal ini untuk memudahkan
pemeriksaan bila terjadi kesalahan pemasukan data.

Bentuk penampang saluran yang sederhana dapat dilukiskan hanya dengan beberapa data.
Untuk penampang yang rumit seperti pada sungai alam, lebar aliran/flow ridth dan lebar
tampungan/storage width, faktor tahanan dan radius hidraulik dapat diberikan sebagai
fungsi dari elevasi air. Dalam DUFLOW dimungkinkan pula untuk menggunakan salah
satu dari dua rumus gesekan air yaitu rumus Manning atau Chezy.

Bab 4 - 80
Ada beberapa jenis bangunan air yang terdapat pada DUFLOW yang dapat dimodelkan
sebagai over flow dan underflow. Transisi dari berbagai situasi seperti overvlow dan
underflow, aliran sub dan superkritis pada berbagai arah akan diperhitungkan secara
otomatis oleh DUFLOW.

Dalam periode eksekusi program, tinggi dan lebar dari pintu air dapat dirubah
tergantung dari kondisi perhitungan elevasi muka air pada tempat tertentu dengan
mengikuti suatu prosedur yang telah ditentukan sebelumnya (trigger conditions).

Program DUFLOW terdiri atas 3 (tiga) module yang dikendalikan oleh Master Menu
Utama. Ketiga Modul tersebut adalah : modul masukan (input module), modul perhitungan
(computional module), module keluaran (output module).

Data yang disiapkan menggunakan modul masukan yang kemudian disimpan pada file
Network (NET) dan Boundary (BND) yang berisikan semua informasi tentang
perhitungan.

Lingkup pekerjanaan dari module matematika Duflow ini adalah :

Skematisasi dari sistem jaringan yang ada


Pemilihan Boundary condition dan initial condition
Kalibrasi model
Running desain model dengan berbagai alternatif
Evaluasi hasil running
Rekomendasi sistim tata jaringan berdasarkan pemilihan dari alternatif desain
model.

Persamaan Dasar

Pada sub bab ini akan diberikan gambaran tentang persamaan dasar yang digunakan pada
model matematik DUFLOW dan prosedure numerik untuk mendiskret dan penyelesaian
persamaan tersebut.

Model matematika DUFLOW dikembangkan berdasarkan diferensial parsial aliran tak


langgeng satu dimensi pada saluran. Persamaan ini adalah merupakan translasi dari
hukum kekekalan massa (kontiunitas) dan momentum. Persamaan tersebut adalah :

H Q
B   0
t X

dan

Bab 4 - 81
Q  (Qv) H g / Q / Q
  gA  2  b .  . w2 . cos(   )
t X X C A.R

sedangkan

Q=v*A

Dimana :

t = Waktu
x = Jarak, diukur sepanjang sumbu saluran
H (x , t ) = Elevasi muka air diukur terhadap suatu bidang referensi
v (x,t) = Kecepatan rata-rata (rata-rata pada suatu penampang melintang)
R (x,H) = radius hidraulic dari penampang melintang.
A (x,H) = Luas penampang aliran
b (x,H) = Lebar penampang aliran
B (x,H) = Lebar penampang tampungan
g = percepatan grafitasi
C (x,H) = Koefesien chezy
W (t) = Kecepatan angin
 (t) = arah angin dalam derajat
 (t) = arah sumbu saluran dalam derajat, diukur searah jarum jam dari arah
utara.
 (x) = Koefesien konversi angin
 = Faktor koreksi karena tidak seragam distribusi kecepatan, didefinisikan
sebagai :
  A / Q 2 . fx ( y, z ) 2 dy . dz
dimana integrasi dilakukan untuk seluruh luas penampang A.

Hukum kekekalan massa menyatakan jika elevasi muka air berubah pada suatu lokasi, ini
merupakan hasil aliran masuk dikurangi aliran keluar. Persamaan momentum melukiskan
bahwa perubahan momentum adalah hasil dari gaya luar dan gaya dalam yang bekerja
yaitu gaya seret, angin dan grafitasi.

Dalam penurunan rumus di atas diasumsikan bahwa air merupakan suatu fluida yang
homogen sehingga kerapatan air dianggap tetap. Komponen advective di dalam persamaan
momentum :

 (Qv)
x

Bab 4 - 82
dapat dirubah menjadi :

2QQ Q 2A
  2
Ax A x

Bagian pertama dari persamaan di atas melukiskan pengaruh perubahan debit, sedangkan
bagian kedua yang melukiskan pengaruh perubahan luas tampang aliran dikenal sebagai
Froude Term.

Pada kasus dimana luas tampang berubah secara mendadak, Froude Term ini akan
menyebabkan ketidak stabilan perhitungan.

Diskretisasi persamaan aliran tak langgeng dalam ruang dan waktu menggunakan skema
implisit preisman empat titik.

Pada waktu ruas saluran x, dari xi ke simpul xI+1 dan suatu interval waktu t pada waktu
t = tn ke tn+1, maka diskretisasi elevasi muka air H dapat disajikan sebagai berikut :

Hin+ = (1-) Hin +  Hin+ pada simpul xi dan waktu t +  t


Hni+1/2 = ½ (Hni+1/2 + Hni) diantara simpul xi dan xi+1 pada waktu t

Dengan cara yang sama viariabel tak bebas yang lain dapat dilakukan diskretisasinya.
Transformasi persamaan diferensial parsial dapat ditulis sebagai suatu sistem
persamaan aljabar dengan mengganti bentuk diferensialnya dengan bentuk beda hingga
(finite difference) bentuk terakhir ini merupakan pendekatan dari diferensial pada titik
tinjau (Xi+1/2 + tn+) seperti yang digambarkan pada gambar di bawah ini :

n+1

t

n-
x
x
I+1 I+1
/2

Bab 4 - 83
Persamaan (1) dapat ditransformasikan ke dalam :

H in01,5  H in 0,5 Qin1  Qin 


B *i  0,5  0
t x

Qin1 n 1 Qin n 1
 ( * Qi 1  * Qi
Qin01,5  Qi  0,5 gAi* 0,5 ( Hin1 ) Ai 1 Ai Qin01,5 Qin 0,5
   2 g
t xi x1 (C AR)*i  0,5

 b 2 (Wi n01,5 ) 2 Cos ( n 1   )

Tanda * menyatakan bahwa nilainya didekati pada saat tn+….

Gambar ini adalah tahap kedua dalam waktu dan tempat jika nilai = 0,50. Dan ini dapat
dilihat dalam waktu dan tempat jika nilai massconservative. Pada penerapan lainnya nilai
lebih besar misalnya nilai 0,55 digunakan dalam perhitungan maka hasilnya lebih stabil
(Roache).

Nilai yang ditunjukkan dengan (*) digunakan dalam perhitungan proses iterative.

Sebagai contoh, sebuah gambar dari B adalah :

B* = Bn
Yang ditunjukkan dalam langkah iteration berikut :

B* = 0,5 ( Bn+1, * )
Dimana Bn+1, * adalah hasil perhitungan baru dari B n+1
jadi untuk semua cabang-cabang
saluran dalam jaringan terdapat langkah ke tn+1 :

3. Qn+11 = N11 Hn+11 + N12 Hn+11+1 + N13

4. Qn+11+1= N12 Hn+11 + N22 Hn+11+1 + N23

PETUNJUK PRAKTIS PENGGUNAAN MODEL MATEMATIK DUFLOW

Berikut ini diberikan petunjuk praktis tentang penggunaan model matematik DUFLOW.
Petunjuk ini berlaku untuk memodelkan jaringan saluran terbuka.

Bab 4 - 84
Untuk memodelkan suatu kondisi tertentu memerlukan suatu keputusan untuk
menentukan :
1. Daerah tinjauan, meliputi ruang dan waktu
2. Kondisi batas alamiah
3. Skematisasi ruas saluran, bangunan dll
4. Diskretisasi ruang dan waktu

Setiap topik akan dibahas secara garis besar sebagai berikut :

DUFLOW adalah model hydro-dynamic, khususnya cocok untuk mensimulasikan


perubahan dari sistim jaringan saluran yang ada. Hasil simulasi dari sistim jaringan
saluran yang sudah ada dapat diverivikasi. Tidak demikian halnya untuk mensimulasikan
suatu saluran baru. Perlu hati-hati apakah data yang digunakan dan telah diverivikasi
pada kondisi hidraulik saluran yang ada juga berlaku untuk saluran baru .

Khususnya batas model harus dipilih dengan hati hati dalam kasus dimana perubahan
terhadap sistim yang ada akan berpengaruh terhadap kondisi batas yang pada gilirannya
mempengarui kondisi hidraulik pada daerah tinjauan. Karena kondisi batas yang
digunakan pada kondisi saat ini dan kondisi baru adalah sama, hal ini akan mengakibatkan
kesalahan dalam mensimulasikan perubahan yang akan datang. Dengan demikian harus
hati-hati agar :

perubahaan pada sistem tidak akan mempengaruhi kondisi batas


atau kondisi batas tidak akan mempengaruhi kondisi daerah tinjauan.

Sebagai contoh jika suatu bangunan direncanakan akan dibangun di sungai dan diinginkan
untuk meramalkan perubahan elevansi banjir pada suatu lokasi di hilirnya, maka batas
hulu harus dipilih pada lokasi yang cukup jauh dari hulu bangunan sehingga akibat
pembuatan bangunan tidak berpengaruh pada lokasi tersebut. Batas hilir harus
ditetapkan jauh dihilir sehingga suatu gelombang yang dipantulkan/direfleksikan pada
lokasi ini akan hilang pengaruhnya pada lokasi tinjauan. Pemilihan ini dapat diverivikasi
dengan melakukan pemeriksaan pengaruh dari kondisi batas, sebagai contoh untuk
kondisi batas hulu, perhitungan dengan dan tanpa bangunan dapat dibandingkan
sedangkan untuk kondisi batas hilir dua perhitungan dengan lokasi batas hilir yang
berbeda dapat dibandingkan.

Setelah lokasi batas model ditentukan, langkah berikutnya adalah menentukan tipe dari
kondisi batas (elevansi muka air debit atau hubungan debit dan elevansi muka air) yang
akan digunakan. Pilihan terbaik adalah menggunakan tipe kondisi batas yang kurang
sensitif terhadap perubahan di dalam model. Jadi kondisi batas hulu pada sungai lebih di
sukai berupa debit (Q) sedangkan kondisi batas hilir sebaiknya adalah elevansi muka air

Bab 4 - 85
jika sungai mengalir menuju danau atau laut, atau hubungan H - Q berdasarkan aliran
seragam jika batas hilir terletak pada suatu lokasi sungai.

Sebagai catatan bahwa ujung buntu (dead end, Q = 0 secara permanen) adalah kondisi
batas standar di DUFLOW, dengan demikian untuk kasus tersebut tak perlu dimasukkan
sebagai kondisi batas pada file masukan .

Skematisasi yang sangat rinci pada jaringan saluran yang tak perlu dilakukan mengingat
sifat dari persamaan dasar yang digunakan. Umumnya sedikit berubahan pada penampang
milintang hanya akan mengakibatkan perubahan kecil pada lokasi yang kita tinjau.
Dianjurkan untuk mulai dulu dengan model yang agak kasar guna melakukan pemeriksaan
sensifitasnya terhadap perubahan yang terjadi pada penampang melintang sebelum
bekerja pada model yang lebih teliti. Demikian pula bila terdapat bangunan air pada
jaringan saluran. Sebagai contoh adalah tidak efesien untuk memodelkan setiap
jembatan ataupun bangunan lain sebagai bangunaan tersendiri, lebih baik pengaruh
bangunaan tadi disimulasikan dengan cara menaikkan koefesien hambatan di saluran guna
memperhitungkan hambatan yang di akibatkan oleh adanya bangunan tersebut. Hanya
bangunaan yang mengakibatkan penyempitan besar pada alur sungai yang perlun
dimodelkan tersendiri.

Untuk interval jarak dan waktu argumen yang sama juga berlaku. Diskripsi yang sangat
rinci sering kali tak diperlukan. Interval jarak ditentukan sedemikian rupa sehingga
perubahan penampang sungai dapat diikuti dan dimodelkan dengan baik. Pedoman lain
adalah bahwa interval jarak di usahakan 1/40 atau lebih kecil lagi dari panjang
gelombang (jika ada data) Juga interval waktu harus lebih kecil dari priode gelombang.
Dianjurkan untuk melakukan analisis sensitivitas untuk melihat pengaruh nilai interval
jarak dan interval waktu yang digunakan.

Dalam skematisasi lay out saluran, simpul simpul harus ada pada: batas jaringan saluran,
percabangan dan pada kedua ujung bangunan (langsung pada ujung hulu dan hilir
bangunaan). Pembagian lebih kecil dari pada suatu ruas di perlukan bila suatu ruas lebih
panjang dari yang seharusnya. Pembagian yang lebih rapat di perlukan pada daerah
dimana penammpang sungai berubah mendadak. Interval jarak yang tidak sama antara
bagian-bagian sungai tidak menjadi masalah pada tingkat ketelitian hasil yang diperoleh,
mengingat modelnya menggunakan skema implisit dari preissmann.

Akhirnya yang perlu di tekankan adalah : penggunaan model ini tanpa pengertian yang
baik terhadap fenomena yang terjadi ataupun tanpa adanya suatu verifikasi yang
memenuhi syarat, akan meningkatkan resiko kesalahan dari hasil model.

Bab 4 - 86
Hasil Dari Model Matematik Duflow

Skematisasi Jaringan

Simulasi duflow untuk saluran pembawa dan saluran pembuang akan dilakukan secara
terpisah dengan penyederhanaan (node dan branch /section).

Kondisi Batas

Kondisi batas yang diterapkan pada simulasi jaringan terdiri dari :

Untuk Jaringan Pembuang

Pasang surut di sungai yang direncanakan sebagai saluran pembuang


Hujan satu harian lima tahunan di lahan
Elevasi dasar lahan

Struktur

Ada tiga jenis struktur yang direncanakan sebagai bangunan pelengkap dan penunjang
yaitu jembatan kayu yang dilengkapi dengan pintu tabat pada bagian hilirnya untuk setiap
akhir saluran sekunder pembuang, kemudian pintu tabat di setiap awal saluran sekunder
pembawa. Selain itu juga direncanakan jembatan kayu. Dalam simulasi duflow yang akan
dilakukan pengaruh adanya bangunan tersebut pada perhitungan hidrolik diabaikan.

Bab 4 - 87

Anda mungkin juga menyukai