Anda di halaman 1dari 41

CV.

WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

BAB II

PENDEKATAN & METODOLOGI

Pekerjaan Pendataan Rumah Korban Bencana Kejadian Sebelumnya yang Belum


Tertangani di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan

2.1 Pendahuluan
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam Pekerjaan Pendataan Rumah Korban
Bencana Kejadian Sebelumnya Yang Belum Tertangani Di Kabupaten Barito Kuala Dan
Tanah Laut, maka terlebih dahulu dilakukan pendekatan perencanaan yang menjadi
dasar dalam penyusunan rencana. Pendekatan perencanaan kota tersebut meliputi 3
aspek, yaitu :
1) Aspek strategis.
2) Aspek teknis.
3) Aspek Pengelolaan.
Ketiga aspek tersebut selanjutnya dijabarkan dalam kerangka Pekerjaan Pendataan
Rumah Korban Bencana Kejadian Sebelumnya yang Belum Tertangani di Kabupaten
Banjar Provinsi Kalimantan Selatan , adalah sebagai berikut :
A. Aspek Strategis
Aspek strategis ini akan menyangkut penentuan fungsi kota, pengembangan
kegiatan kota dan pengembangan tata ruang kota. Pendataan Rumah Korban
Bencana Kejadian Sebelumnya yang Belum Tertangani di Kab. Banjar adalah
kebijaksanaan yang menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi dan
dibudidayakan serta kawasan yang akan diprioritaskan pengembangannya dalam
jangka waktu perencanaan.

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 1
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

B. Aspek Teknis
Aspek teknis ini akan menyangkut upaya mengoptimalkan pemanfaatan ruang
kota. Seperti yang telah dijelaskan dalam Permendagri No. 2 Tahun 1987 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Kota maupun Kep. Menteri Kimpraswil No.
32/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan, Keberadaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman yang merupakan revisi terhadap Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan, pada prinsipnya sangat
mendorong meningkatnya perhatian terhadap penanganan perumahan kumuh
dan permukiman kumuh .
C. Aspek Pengelolaan
Aspek pengelolaan akan menyangkut administrasi, keuangan, hukum dan
perundangan agar rencana dapat dilaksanakan melalui koordinasi, penelitian,
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian rencana

2.2 Pendekatan
Ruang adalah wadah secara keseluruhan yang meliputi ruang daratan, ruang lautan,
dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, dengan interaksi sistem sosial (yang
meliputi manusia dengan seluruh kegiatan sosial, ekonomi dan budaya) dengan
ekosistem (sumber daya alam dan sumber daya buatan) berlangsung. Tata Ruang
adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak.
Penataan Ruang adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang.

Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan wujud struktural dan pola pemanfaatan
ruang. Yang dimaksud dengan wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan
unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan
buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan lainnya
membentuk tata ruang; diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan seperti pusat kota,
lingkungan; prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor, lokal dan sebagainya.
Sementara pola pemanfaatan ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang
menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan atau kegiatan

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 2
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

alam; diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran permukiman, tempat kerja, industri, dan
pertanian, serta pola penggunaan tanah perdesaan dan perkotaan.

2.2.1 Pola Fikir Perencanaan


Pola pikir perencanaan ini pada dasarnya merupakan landasan berpikir perencana
sebagai upaya untuk memahami konteks persoalan secara utuh dan menyeluruh guna
memberikan landasan berpikir sebagai masukan pada rancang bangun pendekatan
perencanaan. Ada tujuh hal pokok pemikiran sebagai landasan pola pikir, yakni :
1) Pemahaman terhadap karakter sosial ekonomi kemasyarakatan dan aspirasinya.
Pengembangan suatu kota akan sangat berkaitan dengan bagaimana rencana
tata ruang dapat mendukung perikehidupan sosial masyarakat yang beragam.
2) Pemahaman terhadap karakter fisik ruang dan sumber daya lingkungan
pendukung. Setiap sistem fisik kehidupan mempunyai karakter-karakter khusus
yang unik dan dapat menjadi pendukung maupun kendala perkembangannya,
sehingga upaya untuk mengembangkan fungsi-fungsi kegiatan harus
memandang keberlanjutan daya dukungnya dalam kurun masa datang serta
bagaimana memanfaatkannya secara optimal.
3) Pemahaman terhadap keterkaitan timbal balik antara kinerja aktifitas kota dengan
wujud dan perwujudan ruang fisiknya. Dalam hal ini kinerja aktifitas yang buruk
akan mewujudkan kualitas ruang fisik kehidupan yang buruk, atau sebaliknya
ruang fisik yang tidak tertata dengan baik akan mewujudkan kinerja aktifitas yang
buruk pula. Kondisi ini bersifat kumulatif dan saling memberikan pengaruh negatif
dan akan semakin menurunkan kualitas kehidupan lingkungan fisik, sosial,
ekonomi di masa yang akan datang.
4) Pemahaman mengenai bagaimana mewujudkan ruang fisik yang kondusif untuk
menunjang kehidupan kota. Upaya mewujudkan ruang bukan hanya sekedar
membuat rencana tata ruang namun terkait upaya perealisasian serta
pengarahannya, dan penciptaan faktor intensif (menstimulasi) dan disinsentif
(mencegah), agar elemen, fungsi dan infrastruktur, sistem pelayanan sosial
ekonomi perkotaan dapat ada dan tumbuh sesuai dengan harapan.
5) Pemahaman terhadap pelaku dan aktor-aktor pembangunan kota dalam
mendukung wujud ruang yang diharapkan. Setiap rencana pembangunan

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 3
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

termasuk rencana tata ruang akan melibatkan setiap pelakunya sebagai subjek
dan harus menjamin adanya mekanisme partisipasi masyarakat, swasta dan
pemerintah dalam mendukung program-program pembangunan. Upaya untuk
mendeseminasikan serta mensosialisasikan rencana perlu dilakukan untuk
menghindari rencana tata ruang menjadi produk yang tidak dapat/tidak mungkin
direalisasikan karena masyarakat tidak tahu, menganggap tidak perlu atau
kepentingannya tidak terakomodasi atau dianggap merugikan kepentingannya.
6) Pemahaman terhadap aspek kelembagaan, aspek hukum dan manajemen
pembangunan untuk mendukung realisasi wujud ruang yang diharapkan. Upaya
untuk menata ruang kota tidak akan terlepas dari persoalan kelembagaan dan
manajemen pembangunan yang terkait dengan upaya mengkonsolidasikan serta
mengintegrasikan berbagai perencanaan yang telah dibuat. Dalam hal lain, upaya
mengelola sumber daya dana, tenaga dan waktu juga menjadi faktor mendukung
penataan ruang kota.
7) Pemahaman terhadap aspek eksternal regional/konstelasi geografis perwilayahan
sebagai faktor pengaruh terhadap eksistensi kota. Perkembangan lingkungan
eksternal dapat mempengaruhi eksistensi baik bersifat positif maupun negatif.
Pertumbuhan kota sekitar yang pesat dengan fungsi berbeda, serta pengaruh
perkembangan transportasi regional harus dijadikan landasan makro untuk
mengembangkan fungsi mikro/lokal kota secara saling mendukung.

2.2.2 Pendekatan Pelaksanaan


Untuk memberikan hasil yang terbaik pada pekerjaan ini dilakukan 5 pendekatan, yaitu
Pendekatan Pelibatan Pelaku Pembangunan, Pendekatan Menyeluruh dan Terpadu,
Pendekatan Analisis Ambang Batas, Kesesuaian Ekologi dan Sumber Daya Alam, dan
Pendekatan Participatory. Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing pendekatan
tersebut.

Pendekatan Pelibatan Pelaku Pembangunan


Penyusunan rencana tata ruang tidak terlepas dari keterlibatan masyarakat sebagai
pemanfaat ruang (pelaksana rencana tata ruang) dan sebagai pihak yang terkena
dampak positif maupun negatif dari perencanaan ruang itu sendiri. Oleh karena itu
dalam penyusunan rencana ini digunakan pendekatan partisipasi masyarakat

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 4
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

(stakeholder approach) untuk mengikutsertakan masyarakat di dalam proses


penyusunan rencana tata ruang melalui forum diskusi.

2.2.3 Pendekatan Partisipatory


Pendekatan participatory digunakan untuk memperoleh urutan prioritas
pengembangan dan masukan-masukan dari berbagai stakeholders untuk melengkapi
peta potensi yang sudah dihasilkan. Selain melalui penyebaran kuesioner dan
wawancara, pendekatan participatory ini juga dilakukan dengan melalui pembahasan-
pembahasan/seminar-seminar untuk mengkaji lebih lanjut hasil analisis yang dibuat.
Pertimbangan menggunakan participatory approach adalah, bahwa saat ini pemaksaan
kehendak dan perencanaan dari atas sudah tidak relevan lagi. Di era reformasi ini perlu
melibatkan berbagai pihak dalam setiap kegiatan pembangunan. Manfaat penggunaan
pendekatan tersebut adalah untuk meminimalkan konflik berbagai kepentingan yang
berarti juga mendapatkan hasil akhir yang menguntungkan untuk semua pihak.
Keuntungan lainnya yang akan diperoleh adalah jaminan kelancaran implementasi hasil
kajian ini di kemudian hari. Sepenuhnya disadari bahwa penggunaan participatory
approach akan menimbulkan berbagai persoalan dalam prosesnya, terutama masalah
keterbatasan waktu. Masalah ini akan dicoba diminimalkan melalui persiapan materi
dan pelaksanaan seminar yang matang, sehingga kesepakatan dapat dengan segera
dicapai tanpa mengurangi kebebasan stakeholders untuk mengeluarkan pendapatnya.

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 5
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN

Hakekat Perumahan dan Permukiman

Penyamaan persepsi mengenai hakekat perumahan dan permukiman masih menjadi


tantangan yang mendasar, mengingat bahwa berbagai persoalan penyelenggaraan
perumahan dan permukiman sesungguhnya muncul dari adanya perbedaan sudut
pandang para pelaku pembangunan tentang hakekat dan makna perumahan dan
permukiman itu sendiri. Hal tersebut tercermin antara lain dari kebijakan dan strategi
operasional yang dipilih oleh masingmasing pelaku, dan tidak mudah untuk secara
efektif dapat dikoordinasikan.

Kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan perumahan dan permukiman sangat


bertumpu pada falsafah dan hakekat perumahan dan permukiman itu sendiri, yang
antara lain adalah sebagai berikut:

1. Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping pangan,


sandang, pendidikan dan kesehatan. Selain berfungsi sebagai pelindung terhadap
gangguan alam/cuaca dan makhluk lainnya, rumah juga memiliki peran sosial
budaya sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan nilai
kehidupan, penyiapan generasi muda, dan sebagai manifestasi jatidiri. Dalam
kerangka hubungan ekologis antara manusia dan lingkungannya maka terlihat jelas
bahwa kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang sangat
dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukimannya.

2. Pembangunan perumahan diyakini juga mampu mendorong lebih dari seratus


macam kegiatan industri yang berkaitan dengan bidang perumahan dan
permukiman, sehingga penyelenggaraan perumahan dan permukiman sangat
berpotensi di dalam menggerakkan roda ekonomi dan upaya penciptaan lapangan
kerja produktif. Sebaliknya kegiatan industripun semestinya dapat dilihat sebagai
titik tolak untuk menangani permasalahan perumahan dan permukiman, terutama
di kawasan-kawasan yang berkembang sebagai sentra atau koridor industri.
Produktivitas dan efisiensi industri seyogyanya juga dapat ditingkatkan secara
seimbang dan selaras dengan penanganan permasalahan perumahan dan
permukiman bagi para pekerja industri.

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 6
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

3. Bagi banyak masyarakat Indonesia terutama golongan menengah ke bawah,


rumah juga dapat merupakan barang modal (capital goods), karena dengan asset
rumah ini mereka dapat melakukan kegiatan ekonomi di dalam mendukung
kehidupan dan penghidupannya.

Karenanya, permasalahan perumahan dan permukiman tidak dapat dipandang sebagai


permasalahan fungsional dan fisik semata, tetapi lebih kompleks lagi sebagai
permasalahan yang berkaitan dengan dimensi kehidupan bermasyarakat yang meliputi
aspek sosial, ekonomi, budaya, teknologi, ekologi maupun politik. Perbedaan-
perbedaan sudut pandang yang ada sesungguhnya bukan untuk dipertentangkan,
tetapi sebagai suatu upaya untuk memperkaya tinjauan agar dapat lebih memandang
persoalan perumahan dan permukiman secara lebih holistik. Kesadaran akan adanya
keragaman tersebut penting, karena hal tersebut dapat melahirkan alternatif-alternatif
strategi penyelenggaraan di bidang perumahan dan permukiman untuk menuju Visi
yang diinginkan.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu konsep tentang perumahan
dan permukiman yang lebih sistemik dan mampu mengakomodasikan perkembangan
aspirasi yang ada. Kesamaan persepsi tersebut diperlukan agar dapat menjadi titik
tolak bagi penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang lebih komprehensif dan
sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing lembaga penyelenggaranya.
Upaya untuk merangkum pandangan-pandangan di atas telah dirumuskan secara
konseptual dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman, yang menyatakan bahwa :

Perumahan adalah : Kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat


tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan.

Permukiman adalah : Bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang
berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 7
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

2.1 Bencana

2.1.1 Pengertian Bencana

Bencana merupakan peristiwa yang sering terjadi di beberapa tahun terakhir dan
bencana bukan lagi menjadi kata yang asing bagi kita. Hampir setiap musim, bahkan
setiap bulan selalu saja terjadi bencana. Musim penghujan misalnya, bagi sebagian
orang musim ini merupakan musim yang membawa berkah, tetapi sebagian orang lagi
musim ini akan membawa musibah. Bagi petani, musim hujan merupakan awal tanam
dimana air akan mudah diperoleh dan tanaman dapat tumbuh. Hujan yang terhenti
beberapa waktu lalu dan dengan suhu yang cukup tinggi, membuat para petani dan
pemerintah khawatir akan kekurangan persediaan pangan. Kekhawatiran ini tidak
bertahan lama, setelah beberapa minggu hujan pun turun. Ketika hujan turun ternyata
munculah berbagai bencana yang banyak menelan korban. Bencana banjir dan tanah
longsor merupakan sebagian bencana yang datang pada musim hujan.

Definisi tentang bencana bermacam-macam, menurut Setyowati, dkk., (2016) bencana


sebagai sebuah dampak kegiatan atau resiko yang memberikan efek negatif terhadap
manusia. Gustavo (1995) menjelaskan secara umum bencana sebagai pengaruh yang
diterima manusia sehingga menjadikan manusia menjadi kehilangan dan menderita
kerugian. Dengan kata lain, dikatakan sebagai bencana apabila kejadian bencana
membawa kerugian bagi manusia. Manusia mempunyai kemampuan untuk
meminimalkan resiko, kalau resiko dapat diminimalkan bencana, maka bencana
dikatakan dapat teratasi atau berkurang dampaknya.

Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, memberikan


batasan-batasan terkait dengan fenomena bencana alam sebagai berikut.

1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh
faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
2. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 8
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

3. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi, dan wabah penyakit.
4. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
5. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
6. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
7. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
8. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan
bencana.
9. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu
wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi
dampak buruk bahaya tertentu.
10. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan
ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
11. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit,
jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta,
dan gangguan kegiatan masyarakat.
12. Bantuan darurat bencana adalah upaya memberikan bantuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar pada saat keadaan darurat.

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 9
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

13. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh
Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi Badan yang
diberi tugas untuk menanggulangi bencana.

Tabel
Jenis Bencana Alam Berdasarkan Penyebabnya
Jenis Penyebab Bencana
Beberapa Contoh Kejadiannya
Alam
Gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi,
Bencana alam geologis
longsor/gerakan tanah, amblesan atau abrasi
Banjir, banjir bandang, angin puttingbeliung,
Bencana alam klimatologis
kekeringan, hutan (bukan oleh manusia)
Bencana alam ekstra-
Impact atau hantaman benda dari luar angkasa
terestrial
Sumber : Kamadhis UGM, 2007

Terkait dengan upaya untuk melindungi warga negaranya terhadap bencana,


Pemerintah Indonesia telah memberlakukan UU No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. UU tersebut secara jelas menyatakan bahwa setiap orang
berhak mendapatkan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan keterampilan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik dalam situasi tidak terjadi bencana
maupun situasi terdapat potensi bencana. Melalui pendidikan diharapkan agar upaya
pengurangan risiko bencana dapat mencapai sasaran yang lebih luas dan dapat
diperkenalkan secara lebih dini kepada seluruh peserta didik, dengan
mengintegrasikan pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah
maupun ke dalam kegiatan ekstrakurikular.

Menurut WHO, bencana merupakan segala kejadian yang menyebabkan kerusakan


lingkungan, gangguan geologis, hilangnya nyawa manusia atau memburuknya derajat
kesehatan atau pelayanan kesehatan skala tertentu, yang memerlukan respon dari luar
masyarakat atau wilayah tertentu (Indiyanto, 2012). Bencana adalah suatu peristiwa
alam yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia. Beberapa pengertian
mengenai bencana yang telah disampaikan di atas, maka dapat disampaikan bahwa
yang dimaksud dengan bencana adalah suatu kerusakan ekologi, sosial, material serta
yang lainnya, dan terjadi oleh aktifitas abnormal alam maupun perilaku manusia dan
menyebabkan kerugian baik secara material fisik, ataupun korban jiwa.

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 10
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

2.1.2 Faktor Penyebab Bencana Di Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar, jumlah 17.504 pulau yang tersebar pada
33 propinsi (berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri yang dipublikasikan BPS
2017). Jumlah pulau yang telah dilaporkan ke PBB dalam sidang ke XI The United
Nation Conference on Standardization of Geographical Names di New York tahun 2017
sebanyak 16.056 pulau. Potensi alam yang dimiliki Indonesia meliputi potensi laut,
perikanan laut, perairan darat, pegunungan, daratan, dan banyak lainnya. Selain kaya
akan potensi alam, Indonesia juga merupakan negara yang memiliki potensi bencana,
bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah Tsunami, Gempa Bumi, Tanah
Longsor, Banjir, Angin Puting Beliung, dan letusan/ erupsi Gunung berapi.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2017) menyatakan bahwa dalam 15


tahun terakhir (2002 - 2016), jumlah kejadian bencana di Indonesia meningkat hampir
20 kali lipat. Lebih dari 90% kejadian bencana di Indonesia diakibatkan oleh banjir dan
tanah longsor, lebih dari 28 juta orang terkena dampak. Namun, berdasarkan jumlah
korban jiwa, bencana terkait geologi adalah jenis bencana yang paling mematikan,
dimana lebih dari 90% korban meninggal dunia dan hilang akibat bencana disebabkan
oleh gempa bumi dan tsunami. Berikut ini disajikan tren kejadian bencana selama
tahun 2009 sampai 2018, berupa bencana banjir, tanah longsor, puting beliung,
kekeringan, kebakaran hutan, gempa dan tsunami (Gambar 2.1). Trend kejadian
bencana paling besar terjadi pada tahun 2017. Jenis bencana paling sering terjadi
berupa bencana banjir, putting beliung, dan tanah longsor. Bencana Kejadian bencana
tsunami paling besar terjadi pada tahun 2018, kejadian bencana tsunami meningkat
dari tahun 2012 sampai 2018. Wilayah dengan jumlah bencana paling banyak terdapat
di Propinsi Jawa Tengah (Gambar 2.2).

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 11
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

Gambar 2.1
Tren Kejadian Bencana Tahun 2009 sampai 2018 (BNPB, 2017)

Gambar 2.2
Jumlah kejadian bencana dan persebaran bencana Tahun 2018

Faktor penyebab bencana dapat dibedakan menjadi dua, yaitu hidrometeorologis


(banjir, tanah longsor, gelombang pasang, abrasi, kebakaran hutan dan lahan,
kekeringan, dan angin puting beliung) dan geologis (gempa bumi, tsunami, dan letusan
gunung api). Bencana merupakan fenomena yang dapat terjadi setiap saat, secara tiba-
tiba atau melalui proses yang berlangsung secara perlahan dimanapun dan kapanpun,
sehingga dapat menimbulkan kerugian material dan imaterial bagi kehidupan
masyarakat. Banyaknya daerah yang rawan terkena bencana di Indonesia tidak
terlepas dari faktor geologis Indonesia, dimana terdapat tiga pertemuan Lempeng
besar yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Indo-Australia.
Indonesia terletak pada Lingkaran Api Pasifik (Ring of Fire) yaitu kawasan yang sering
mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan
Samudra Pasifik.

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 12
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

Secara geografis, Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik besar
(Gambar 3) yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Indo-Australia.
Pertemuan tiga lempeng ini menghasilkan lempeng tektonik (garis merah) yang
merupakan gempa bumi dan deretan gunung api. Terdapat 129 gunung api aktif yang
ada di Indonesia, yang saat ini dimonitor oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (ESDM). Untuk lempeng tektonik dimonitor oleh Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang secepatnya akan memberikan informasi
mengenai gempa bumi dan tsunami. Kekayaan Indonesia dengan beragam gunung
berapi sekaligus dapat menjadi ancaman bencana gunung meletus. Posisi tersebut
membuat Indonesia menjadi rentan terhadap perubahan geologi, terutama
menyebabkan bencana alam gempa bumi, tsunami, letusan gunungapi, dan jenis-jenis
bencana geologi yang lain. Wilayah yang rawan bencana gempa bumi di Indonesia
tersebar mulai dari Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu,
Lampung, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali,
Nusa Tenggara, Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Maluku Utara dan wilayah Papua
(Setyowati, 2017).

Garis khatulistiwa melintas di wilayah Indonesia, sehingga wilayahnya beriklim tropis.


Akibat posisi geografis ini, Indonesia hanya memiliki dua musim, yaitu musim
penghujan dan musim kemarau. Iklim Indonesia sangat dipengaruhi oleh lokasi dan
karakteristik geografis.

Membentang di 6.400 km antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, Indonesia


memiliki 3 pola iklim dasar: monsunal, khatulistiwa dan sistem iklim local (BNPB, 2017).
Hal ini telah menyebabkan perbedaan dramatis dalam pola curah hujan di Indonesia.
Kondisi iklim tropis di Indonesia menyebabkan terjadinya bencana hidrometeorologi,
yaitu bencana alam yang dipicu oleh curah hujan lebat, deras dan basah sepanjang
musim hujan. Jenis bencana hidrometeorologi adalah banjir, longsor, kekeringan, dan
angin puting beliung. Pola aliran sungai di Indonesia membentuk 5.590 Daerah Aliran
Sungai (DAS) yang terletak antara Sabang dan Merauke, sebanyak 108 DAS dalam
kondisi kritis sehingga berkontribusi pada bencana banjir.

Berdasarkan kondisi geologis dan hidrometeorologis, berbagai kejadian bencana besar


telah terjadi di Indonesia, antara lain: bencana gempa dan tsunami Aceh (2004), gempa

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 13
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

tektonik Yogyakarta (2006), Tasikmalaya (2009), Sumatra Barat (2010), gempa dan
tsunami Mentawai (2010), tanah longsor Wassior di Papua Barat (2010) dan letusan
Gunung Merapi Yogyakarta (2010), gempa bumi di Lombok NTB (29 Juli 2018), gempa
tsunami dan likuifaksi di Palu dan Donggala Sulawesi Tengah (28 September 2018),
tsunami di Selat Sunda (22 Desember 2018). Kejadian bencana telah membawa
korban ratusan jiwa dan ratusan triliun rupiah dalam nilai ekonomi, bahkan beberapa
desa tertelan bumi dan desa hilang tersapu oleh bencana. Letusan Gunung Merapi
yang tak kunjung reda, makin mempertegas predikat NKRI sebagai negara sabuk api.

United Nation Internasional Strategy Of Disaster Reduction (UN-ISDR) membedakan


bencana menjadi lima kelompok yaitu:

1. Bahaya aspek Geologi, antara lain: Gempa Bumi, Tsunami, Gunung meletus,
Landslide (tanah longsor). Daerah rawan gempa bumi yang ada di Indonesia
tersebar pada wilayah dekat dengan zona penunjaman lempeng tektonik dan sesar
aktif. Gempa yang berpengaruh memicu terjadinya tsunami yakni gempa yang
memiliki kekuatan skala di atas 6 SR, dan memiliki kedalaman kurang dari lima
puluh kilometer.

2. Bahaya aspek Hidrometeorologi, diantaranya: banjir, kekeringan, angin puting


beliung dan gelombang pasang. Banjir umumnya terjadi ketika tingginya curah
hujan di atas rata-rata yang berakibat melebihi daya tampung sungai dan
jaringgannya. Perilaku manusia sepanjang dari hulu, sepanjang aliran sungai,
hingga bagian bawah system sungai.

3. Bahaya aspek Lingkungan antara lain kebakaran hujan, kerusakan lingkungan, dan
pencemaran limbah.

4. Bahaya beraspek Biologi, antara lain wabah penyakit, hama dan penyakit tanaman,
hewan/ternak. Beberapa indikasi awal terjadinya endemik misalnya, Avian
Influenza/flu burung, antraks, serta beberapa penyakit hewan lainnya yang
mengakibatkan kerugian bahkan kematian.

5. Bahaya beraspek teknologi antara lain kecelakaan transportasi, kecelakaan industri


dan kegagalan teknologi. Dari beberapa klasifikasi yang disampaikan oleh UN-
ISDR, secara keseluruhan, pernah terjadi dan dialami negara Indonesia, tentu kita
masih ingat bencana tsunami di Aceh tahun 2004, bencana banjir dan tanah

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 14
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

longsor di Wasior, kebakaran hutan yang terjadi belum lama ini, semburan lumpur
panas dan lainnya. (Indiyanto, 2012).

Berdasarkan penyebab bencana diklasifikasikan menjadi tiga yaitu bencana alam


(antara lain: banjir, tanah longsor, gempa bumi, tsunami, kekeringan, puting beliung,
erupsi gunung api), bencana non alam (antara lain: wabah penyakit, gagal teknologi,
gagal modernisasi), dan bencana sosial (antara lain: konflik sosial, tawuran, perebutan
sumberdaya, pencemaran). Bencana yang dikategorikan bencana alam adalah seluruh
bencana yang terjadi karena fenomena alam yang menimbulkan kerugian baik
lingkungan maupun material. Bencana yang non alam adalah bencana yang
disebabkan oleh bukan faktor alam atau faktor manusia, sedangkan bencana sosial
adalah jenis bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia yakni segala aktifitas
manusia baik yang menyangkut kegiatan ekonomi maupun yang lainnya dan
mengakibatkan rusaknya lingkungan hidup.

Klasifikasi bencana alam berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Bencana alam Geologis, bencana alam ini disebabkan oleh gaya-gaya yang
berasal dari dalam bumi (gaya endogen). Atau biasa disebut bencana alam yang
terjadi akibat bergeraknya lempeng bumi, yang termasuk dalam bencana alam
geologis adalah gempa bumi, letusan gunung berapi, dan tsunami. Bencana yang
diakibatkan oleh faktor geologis biasanya banyak menelan korban dan kerusakan
lingkungan yang mengakibatkan kerugian baik secara material maupun kerugian
non material. Bencana alam geologis merupakan bencana alam yang paling
banyak menelan korban jiwa di Indonesia.

2. Bencana alam Klimatologis, bencana alam klimatologis merupakan bencana alam


yang disebabkan oleh faktor cuaca dan iklim, Contoh bencana alam klimatologis
adalah banjir, badai, banjir bandang, angin puting beliung, kekeringan, dan
kebakaran alami hutan (bukan oleh manusia) kebakaran alami biasa terjadi ketika
musim kemarau dan sangat kering. Gerakan tanah (longsor) termasuk juga
bencana alam, walaupun pemicu utamanya adalah faktor klimatologis (hujan),
tetapi gejala awalnya dimulai dari kondisi geologis (jenis dan karakteristik tanah
serta batuan dan sebagainya). Bencana alam klimatologis yang terjadi belakangan
ini diakibatkan oleh perubahan iklim global yang terjadi di seluruh dunia.

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 15
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

3. Bencana alam Ekstra-Terestrial, bencana alam Ekstra-Terestrial adalah bencana


alam yang terjadi di luar angkasa, contoh: hantaman/impact meteor. Bila hantaman
benda-benda langit mengenai permukaan bumi maka akan menimbulkan bencana
alam yang dahsyat bagi penduduk bumi. Gejala alam yang dapat menimbulkan
bencana alam pada dasarnya mempunyai karakteristik umum, yaitu gejala awal,
gejala utama, dan gejala akhir. Dengan demikian, jika kita dapat mengetahui
secara akurat gejala awal suatu bencana alam, kemungkinan besar kita dapat
mengurangi akibat yang ditimbulkannya.

2.1.3 Pengelolaan Bencana

Secara teoritis terdapat lima model pengelolaan bencana (Maguire &Hagan, 2007;
Setyowati,2017). Implementasi atau penerapan model pengelolaan bencana
tergantung pada kondisi dan kerentanan bencana suatu wilayah.

a. Disaster management continuum model, model pengelolaan bencana ini


merupakan model yang paling popular karena terdiri dari tahap-tahap yang jelas
sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap-tahap manajemen bencana di
dalam model ini meliputi emergency, relief, rehabilitation, reconstruction,
mitigation, preparedness, dan early warning.

b. Pre-during-post disaster model, model pengelolaan bencana ini membagi tahap


kegiatan di sekitar bencana. Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan
sebelum bencana, selama bencana terjadi, dan setelah bencana. Model ini
seringkali digabungkan dengan disaster management continuum model.

c. Contract-expand model, model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap yang ada
pada pengelolaan bencana (emergency, relief, rehabilitation, reconstruction,
mitigation, preparedness, dan early warning) semestinya tetap dilaksanakan pada
daerah yang rawan bencana. Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak bencana
adalah pada saat bencana tahap tertentu lebih dikembangkan (emergency dan
relief) sementara tahap yang lain seperti rehabilitation, reconstruction, dan
mitigation kurang ditekankan.

d. The crunch and release model, model pengelolaan bencana ini menekankan
upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi bencana. Bila masyarakat tidak

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 16
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

rentan maka bencana akan juga kecil kemungkinannya terjadi meski hazard tetap
terjadi.

e. Disaster risk reduction framework, merupakan model pengelolaan bencana yang


menekankan pada upaya pengelolaan bencana pada identifikasi risiko bencana
baik dalam bentuk kerentanan maupun hazard dan mengembangkan kapasitas
untuk mengurangi risiko bencana.

Bencana (disaster) merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen


pemicu (trigger), ancaman (hazard), dan kerentanan (vulnerability), bekerja bersama
secara sistematis, sehingga dapat diperkirakan risiko (risk) yang akan dihadap
komunitas. Bencana terjadi apabila komunitas mempunyai tingkat kemampuan yang
lebih rendah dibanding dengan tingkat ancaman yang mungkin terjadi padanya.
Ancaman menjadi bencana apabila komunitas rentan, atau memiliki kapasitas lebih
rendah dari tingkat bahaya tersebut, atau bahkan menjadi salah satu sumber ancaman
tersebut. Tentu sebaiknya tidak dipisah-pisahkan keberadaannya, sehingga bencana itu
terjadi dan upaya-upaya peredaman risiko itu dilakukan. Bencana terjadi apabila
masyarakat dan sistem sosial yang lebih tinggi yang bekerja padanya tidak mempunyai
kapasitas untuk mengelola ancaman yang terjadi padanya. Ancaman, pemicu dan
kerentanan tidak hanya bersifat tunggal, tetapi dapat hadir secara jamak, baik seri
maupun paralel, sehingga disebut bencana kompleks (Paripurno, 2008).

Bencana dalam kenyataan keseharian menyebabkan :

1) berubahnya pola-pola kehidupan dari kondisi normal,

2) merugikan harta benda dan jiwa manusia,

3) merusak struktur sosial komunitas, serta

4) memunculkan lonjakan kebutuhan pribadi atau komunitas.

Oleh karena itu bencana cenderung terjadi pada komunitas yang rentan, dan akan
membuat komunitas semakin rentan. Kerentanan komunitas diawali oleh kondisi
lingkungan fisik, sosial dan ekonomi yang tidak aman yang melekat padanya. Kondisi
tidak aman tersebut terjadi oleh tekanan dinamis internal maupun eksternal, misalnya
di komunitas institusi lokal berkembang dan ketrampilan tepat guna tidak dimiliki.

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 17
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

Tekanan dinamis terjadi karena terdapat akar permasalahan yang menyertainya. Akar
permasalahan internal umumnya karena komunitas tidak mempunyai akses
sumberdaya, struktur dan kekuasaan, sedang secara eksternal karena sistem politik
dan ekonomi yang tidak tepat. Karenanya pengelolaan bencana perlu dilakukan secara
menyeluruh dengan meningkatkan kapasitas dan menangani akar permasalahan untuk
mereduksi risiko secara total.

Upaya pengelolaan bencana dari beberapa jenis bencana yang sering terjadi di
Indonesia diuraikan sebagai berikut.

1. Bencana Banjir

Banjir merupakan proses alam dan bencana yang sangat mengkhawatirkan bagi
penduduk yang tinggal di sekitar sungai-sungai besar. Jenis banjir meliputi:
genangan, banjir lokal, banjir kiriman, banjir pasang surut air laut (Rob), banjir
bandang. Faktor- faktor penyebab banjir disamping curah hujan sebagai sumber
utama penyebab banjir, kondisi biofisik wilayah juga ikut menentukan. Curah hujan
yang sangat tinggi atau salju yang meleleh secara cepat di daerah-daerah
tangkapan air, membawa air lebih banyak lagi ke dalam sistem hidrologi.
Sedimentasi dasar-dasar sungai akibat kerusakan lahan pada hulu DAS dapat
memperburuk kejadian banjir. Air pasang tinggi bisa membanjiri kawasan pantai,
atau laut-laut terdorong masuk ke dalam daratan oleh badai angin.

Mekanisme kerusakan akibat banjir adalah genangan dan aliran air dengan
tekanan mekanis air mengalir secara cepat. Arus yang bergerak atau bergejolak
dapat meruntuhkan dan menghanyutkan orang-orang dan binatang di kedalaman
air yang relatif dangkal saja. Puing-puing yang terbawa oleh air juga merusak dan
melukai. Bangunan-bangunan rusak arena pondasi-pondasi yang tergerogoti oleh
air dan tiang-tiang penyangga. Lumpur, minyak dan polutan-polutan lain yang
terbawa oleh air menjadi tertimbun dan merusak tanaman pangan dan isi-isi
bangunan. Banjir dapat merusak sistem-sistem pembuangan kotoran,
mengakibatkan polusi terhadap tempat-tempat persediaan air dan bisa
menyebarkan penyakit. Kejenuhan tanah bisa menyebabkan tanah longsor atau
rusaknya tanah (Coburn, et al. 1994)

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 18
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

Strategi-strategi mitigasi utama terhadap banjir adalah, mengatur tata guna tanah
dan perencanaan lokasi untuk menghindari dataran berpotensi banjir menjadi
tempat dari elemen-elemen yang rentan. Rekayasa bangunan di dataran banjir
untuk menahan kekuatan banjir dan rancangan lantai yang ditinggikan.
Infrastruktur yang tahan rembesan. Partisipasi masyarakat, dapat digiatkan dalam
bentuk pembersihan sedimentasi, konstruksi parit. Kesadaran akan adanya denah
banjir. Rumah-rumah yang dibangun tahan terhadap banjir (material tahan banjir,
pondasi-pondasi yang kuat) Praktek-praktek pertanian yang cocok dengan banjir.
Kesadaran akan penebangan hutan. Praktek-praktek yang ada merefleksikan
kesadaran: daerah-daerah penyimpanan dan ruang tidur yang berada tinggi dari
permukaan tanah. Kesiapan evakuasi banjir, perahu-perahu dan peralatan
penyelamatan.

2. Bencana Longsor

Bencana longsor atau tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang
umumnya berskala kecil dan kejadiannya tidak sedramatis kejadian gempa bumi
maupun gunung meletus, sehingga perhatian pada masalah ini umumnya tidak
besar, begitu juga dengan bahayanya kurang diperhatikan dalam perencanaan
pembangunan. Tanah longsor dapat menghancurkan bangunan-bangunan, jalan-
jalan, pipa-pipa dan kabel-kabel baik oleh gerakan tanah yang berasal dari bawah
atau dengan cara menguburnya. Longsornya lereng yang terjadi secara tiba-tiba
dapat menjebolkan tanah yang berada di bawah tempat-tempat hunian dan
menghempaskan bangunan-bangunan tersebut ke lereng bukit. Runtuhan batu
mengakibatkan kerusakan dari pecahan batu yang terbuka menghadap batu-batu
besar yang berguling dan menabrak tempat-tempat hunian dan bangunan-
bangunan. Aliran puing- puing di tanah yang lembek, bergerak mengisi lembah-
lembah mengubur tempat-tempat hunian, menutup sungai-sungai maupun jalan.

Penyebab kejadian tanah longsor berupa kekuatan-kekuatan gravitasi yang


dipaksakan pada tanah-tanah miring, melebihi kekuatan memecah ke samping
yang mempertahankan tanah-tanah tersebut pada posisinya. Kandungan air yang
tinggi menjadikan tanah menjadi lebih berat, sehingga meningkatkan beban,
apalagi kalau terdapat rekahan-rekahan. Curah hujan yang lebat akan

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 19
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

menyebabkan air masuk ke tanah dan membawa partikel tanah bergerak secara
grafitasi sehingga terjadi tanah longsor.

Parameter untuk mengukur kedahsyatan bahaya longsor adalah volume material


yang dikeluarkan (meter3), daerah yang terkubur atau terlanda, kecepatan
(cm/hari), ukuran batu-batu besar. Kajian terhadap bahaya yang ditimbulkan dan
pembuatan peta-peta, dilakukan melalui identifikasi dari tanah longsor sebelumnya
atau kegagalan-kegagalan tanah lewat survey geoteknik. Pemetaan tipe-tipe tanah
(geologi permukaan tanah) dan sudut-sudut kemiringan (kontur topografi).
Pemetaan senyawa-senyawa air, drainase dan hidrologi. Identifikasi tempat
pembuangan sampah buatan, gundukan-gundukan sampah buatan manusia,
lubang-lubang sampah, tumpukan-tumpukan sampah di pabrik.

Strategi-strategi mitigasi utama dilakukan melalui perencanaan lokasi untuk


menghindari daerah-daerah yang berbahaya, kawasan terjal dan berlereng.
Terutama pada tempat-tempat hunian atau lokasi bangunan penting. Rekayasa
bangunan dapat dilakukan untuk menahan atau mengakomodir potensi gerakan
tanah berupa: pondasi tiang pancang untuk perlindungan terhadap pencairan,
sarana yang fleksibel tertanam di bawah tanah. Pada wilayah tertentu dapat
dilakukan relokasi tempat-tempat hunian dan infrastruktur untuk melindungi
masyarakat.

Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan mengenali potensi instabilitas


tanah dan mengidentifikasi tanah longsor yang aktif, menghindari pembangunan
rumah di lokasi- lokasi yang berbahaya, mengidentifikasi adanya rekahan kecil dan
berupaya untuk segera menutupnya. Rekayasa dapat dilakukan dengan membuat
konstruksi bangunan dengan pondasi yang kuat, melakukan pemadatan tanah,
rekayasa stabilisasi lereng lewat terasering dan reboisasi.

3. Kekeringan

Kekeringan berkaitan dengan ketersediaan air atau suplai air pada suatu wilayah,
ketersediaan air berkurang maka akan terjadi bencana kekeringan. Kekeringan
merupakan fenomena hidrologi yang paling kompleks, mewujudkan dan

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 20
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

menambahkan isu-isu yang berkaitan dengan iklim, tata guna lahan, norma
pemakaian air serta manajemen seperti persiapan, antisipasi dsb. Bencana
kekeringan prosesnya berjalan lambat sehingga dikatakan sebagai bencana
merangkak.

Kekeringan terutama disebabkan oleh fluktuasi-fluktuasi berkala jangka pendek


dalam hal jumlah curah hujan, adanya perubahan iklim jangka panjang,
desertifikasi yang disebabkan oleh hilangnya vegetasi dan diikuti oleh erosi tanah,
terlalu banyaknya lahan penggembalaan dan manajemen tanah yang jelek.

Upaya untuk mengurangi bahaya kekeringan tidak bisa dikendalikan, desertifikasi


bisa dikurangi dengan praktek-praktek manajemen tanah yang diperbaiki,
manajemen hutan, bendungan-bendungan rembesan, irigasi dan manajemen
padang rumput. Upaya peringatan dini terhadap bencana sulit dilakukan karena
sifat bencana berjalan lambat, periodenya bertahun-tahun, banyak peringatan dari
tingkat curah hujan, sungai, sumur dan tingkat cadangan air, indikator kesehatan
manusia dan binatang. Serangan kekeringan yang hebat dapat menyebabkan
kematian ternak, meningkatnya kematian bayi, dan migrasi.

Elemen yang paling beresiko terhadap tanaman pangan dan hutan, kesehatan
manusia dan hewan, semua aktivitas ekonomi tergantung pada suplai air yang
terus-menerus; keseluruhan tempat-tempat hunian manusia jika terjadi kekeringan
berkepanjangan. Strategi mitigasi bencana kekeringan meliputi pembagian air,
pelindungan atau penggantian tempat cadangan air yang rusak dengan
manajemen dataran tinggi di mana sungai mengalir, konstruksi bendungan, pipa-
pipa atau terowongan air; perlindungan tanah dan pengurangan tingkat erosi
dengan menggunakan bendungan- bendungan pengontrol, menyeragamkan
penanaman, manajemen ternak; pengurangan penebangan kayu dengan tungku-
tungku bahan bakar yang diperbaiki, pengenalan pertanian dan pola-pola tanam
yang fleksibel; pengendalian penduduk; program-program pelatihan dan
pendidikan.

Partisipasi masyarakat dalam mengurangi bencna kekeringan dengan melakukan


konstruksi bendungan pengontrol, meningkatkan cadangan air, sumur-sumur,
tangki-tangki air, penanaman dan penghutanan; perubahan pola-pola tanam;

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 21
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

memperkenalkan kebijakan- kebijakan konservasi air; mengubah praktek-praktek


manajemen peternakan; pembangunan alternatif industri-industri non-pertanian.

4. Gempa Bumi

Mekanisme kerusakan dari gempa bumi, energi getaran yang dikirimkan lewat
permukaan bumi berdasarkan kedalaman. Getaran menyebabkan kerusakan dan
menghancurkan bangunan-bangunan, yang pada gilirannya bisa membunuh dan
melukai orang-orang yang bertempat tinggal di situ. Getaran juga mengakibatkan
tanah longsor, pencairan, runtuhnya bebatuan dan kegagalan-kegagalan daratan
yang lain, yang merusak tempat-tempat hunian di dekatnya. Getaran juga memicu
kebakaran berganda, kecelakaan industri atau transportasi dapat memicu banjir
melalui jebolnya bendungan dan tanggul penahan banjir.

Penyebab gempa bumi adalah pelepasan energi oleh penyesuaian-penyesuaian


geofisik jauh di kedalaman bumi sepanjang daerah retakan yang terbentuk di
dalam kerak bumi, proses tektonis dari gerakan benua yang lamban di atas
permukaan bumi, pergeseran geomorfologi, adanya aktivitas vulkanis. Parameter
kedahsyatan diukur dari skala ukuran (Richter, Momen Seismik). Ukuran skala
richter menunjukkan jumlah energi yang dikeluarkan pada episenter - ukuran dari
satu daerah yang terlanda gempa bumi secara kasar terkait dengan jumlah energi
yang dikeluarkan. Skala intensitas (Mercalli yang dimodifikasi, MSK) menunjukkan
kekuatan dari getaran bumi pada satu lokasi-kekuatan getaran juga terkait dengan
banyaknya energi yang dikeluarkan, jarak dari episenter gempa bumi dan kondisi-
kondisi tanah setempat.

Pengkajian bahaya dan teknik-teknik pemetaan dilakukan berdasarkan fenomena


kejadian gempa masa lampau, pencatatan yang akurat dari luas lahan dan
pengaruhnya, kecenderungan gempa bumi untuk muncul lagi di daerah-daerah
yang sama setelah masa seratus tahun, ataupun identifikasi dari sistem retakan
gempa dan daerah sumber gempa. Dalam kasus-kasus yang langka, sangat
memungkinkan untuk mengidentifikasikan faktor penyebab keretakan.

Gempa bumi terjadi secara tiba-tiba dan seketika, sehingga upaya peringatan dini
sulit dilakukan. Sampai sekarang tidak memungkinkan untuk meramalkan

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 22
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

munculnya gempa bumi dalam jangka pendek dengan tepat. Elemen-elemen yang
paling beresiko terhadap gempa bumi adalah kumpulan-kumpulan bangunan yang
lemah dengan tingkat hunian yang tinggi. Bangunan yang didirikan tanpa
perhitungan teknik sipil akan menyebabkan bangunan mudah runtuh. Kejadian
gempa akan meruntuhkan bangunan dengan atap yang berat, bangunan tua
dengan kekuatan samping yang kecil, bangunan-bangunan yang berkualitas
rendah atau bangunan-bangunan dengan konstruksi-konstruksi yang cacat.

Strategi mitigasi utama dengan melakukan rekayasa bangunan-bangunan untuk


menahan kekuatan-kekuatan getaran; menegakkan undang-undang bangunan
gempa; kepatuhan terhadap persyaratan-persyaratan undang-undang bangunan
dan dorongan akan standar kualitas bangunan yang lebih tinggi; konstruksi dari
bangunan-bangunan sektor umum dibuat menurut standar tinggi dari rancangan
teknik sipil; memperkuat bangunan-bangunan yang sudah ada yang diketahui
rentan.

Partisipasi masyarakat dalam digiatkan melalui kegiatan membuat konstruksi


bangunan tahan gempa dan keinginan untuk bertempat tinggal di dalam rumah-
rumah yang aman terlidung dari kekuatan-kekuatan gempa. Kesadaran akan resiko
gempa bumi. Aktivitas dan Pengaturan isi bangunan dilakukan dengan selalu
mempertimbangkan adanya kemungkinan getaran bumi. Sumber-sumber
kebakaran yang terbuka, peralatan yang berbahaya dan sebagainya dibuat stabil
dan aman. Pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan pada saat terjadi suatu
gempa bumi, partisipasi dalam latihan-latihan gempa bumi, praktek-praktek,
program-program kesadaran umum. Kelompok-kelompok aksi masyarakat
terhadap perlindungan: pelatihan pemadaman kebakaran dan bantuan pertama.
Persiapan memadamkan kebakaran, alat-alat penggalian dan peralatan
perlindungan sipil yang lain. Rencana-rencana perkiraan untuk pelatihan anggota-
anggota keluarga pada tingkat keluarga.

5. Letusan Gunung Berapi

Letusan eksplosif atau bertahap, yang mengeluarkan abu panas, aliran pyroklastik,
gas dan debu. Kekuatan-kekuatan letusan bisa menghancurkan bangunan-
bangunan, hutan- hutan dan infrastruktur yang dekat dengan gunung berapi dan

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 23
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

gas-gas beracun bisa mematikan. Abu panas jatuh sejauh berkilo-kilo meter di
sekitar gunung, membakar dan mengubur tempat-tempat hunian. Debu bisa
terbawa angin dalam jarak yang jauh, dan jatuh sebagai polutan di tempat-tempat
hunian yang jauh sekali jaraknya. Lava cair yang dilepas dari kawah vulkanis dan
bisa mengalir berkilo-kilo meter jauhnya sebelum akhirnya membeku. Panas lava
akan membakar sebagian besar barang-barang yang berada pada jalur aliran lava.
Gunung-gunung berapi bersalju menderita karena cairnya es yang menyebabkan
aliran-aliran puing-puing dan tanah longsor yang bisa mengubur bangunan--
bangunan. Letusan gunung berapi bisa mengubah pola-pola cuaca setempat, dan
menghancurkan ekologi setempat. Gunung berapi juga menyebabkan gerakan
kuat ke atas dari daratan selama proses pembentukannya (Coburn, et al., 1994).

Penyebab letusan gunung api berasal dari keluarnya magma dari kedalaman bumi,
terkait dengan penutupan arus-arus konveksi. Parameter kedahsyatan diukur dari
volume materi yang dikeluarkan. Daya letusan dan lamanya letusan, radius
jatuhnya, dan dalamnya endapan debu. Penilaian bahaya dan teknik pemetaan,
dilakukan melalui identifikasi dari gunung berapi aktif. Gunung berapi secara cepat
dapat diidentifikasi dengan karakteristik geologi dan topografi. Aktivitas dari
catatan-catatan historis dan analisa-analisa geologis. Observasi seismik dapat
menentukan apakah satu gunung berapi masih aktif atau tidak. Upaya untuk
mengurangi bencana ini dengan membuat aliran lava dan aliran puing-puing yang
bisa disalurkan, dibendung dan dibelokkan menjauh dari tempat-tempat hunian
sampai pada satu tingkat, dengan pekerjaan-pekerjaan teknik sipil.

Letusan gunung api mungkin terjadi bertahap atau eksplosif. Monitoring seismik
dan geokimia, alat pengukur kemiringan, dan detektor-detektor aliran lumpur
mungkin bisa mendeteksi penghimpunan tekanan dalam waktu beberapa jam dan
beberapa hari sebelum terjadi letusan. Deteksi aliran lumpur, monitor-monitor
geoteknis dan alat pengukur kemiringan adalah beberapa strategi-strategi
monitoring yang ada. Evakuasi penduduk jauh dari lingkungan-lingkungan gunung
berapi sering memungkinkan.

Elemen-elemen yang paling beresiko berupa apapun yang berada dekat dengan
gunung berapi. Atap-atap rumah atau bangunanbangunan yang mudah terbakar.

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 24
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

Persediaan air yang rentan kejatuhan debu. Bangunan yang lemah bisa runtuh di
bawah tekanan-tekanan abu. Tanaman pangan dan ternak menjadi beresiko.

Strategi-strategi mitigasi utama melalui perencanaan lokasi untuk menghindari


daerah- daerah yang dekat dengan lereng-lereng gunung berapi yang digunakan
untuk aktivitas-- aktivitas yang penting. Penghindaran terhadap kemungkinan
kanal-kanal aliran lava. Promosi akan bangunan-bangunan yang tahan api.
Rekayasa bangunan untuk menahan beban tambahan dari endapan abu.
Partisipasi masyarakat dengan mengingatkan kesadaran akan resiko gunung
berapi. Identifikasi zona-zona bahaya. Kesiapan evakuasi. Ketrampilan-ketrampilan
pemadam kebakaran. Perlindungan bangunan-bangunan yang kuat dan tahan api.

Pendekatan lain adalah lingkaran pengelolaan bencana (disaster management


cycle) yang terdiri dari dua kegiatan besar yaitu sebelum bencana dan setelah
bencana (Gambar 4). Pertama adalah sebelum terjadinya bencana (pre event) dan
kedua adalah setelah terjadinya bencana (post event). Kegiatan yang dilakukan
sebelum terjadinya bencana berupa disaster preparedness (kesiapsiagaan
menghadapi bencana) dan disaster mitigation (mengurangi dampak bencana).
Kegiatan setelah terjadinya bencana dapat berupa disaster response/emergency
response (saat terjadi bencana atau tanggap bencana) dan disaster recovery
(kegiatan pemulihan atau rehabilitasi). Pengurangan resiko bencana atau disaster
reduction merupakan perpaduan dari kegiatan mitigation dengan
preparation/preparedness (Smit and Wandel, 2006; Hardoyo, 2011; Nurjanah, dkk.,
2011).

Gambar
Lingkaran Kegiatan Pengelolaan Bencana

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 25
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

Terkait dengan manajemen penanggulangan bencana, maka Undang-undang No.


24 tahun 2007 menyatakan “Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi”. Rumusan penanggulangan bencana dari Undang Undang tersebut
mengandung dua pengertian dasar yaitu:

a. Penanggulangan bencana sebagai sebuah rangkaian atau siklus.

b. Penanggulangan bencana dimulai dari penetapan kebijakan pembangunan


yang didasari risiko bencana dan diikuti tahap kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Pada serangkaian upaya pengelolaan bencana terdapat kegiatan Mitigasi Bencana.


Mitigasi berarti mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi pengaruh-
pengaruh dari satu bahaya sebelum bahaya itu terjadi. Istilah mitigasi berlaku
untuk cakupan yang luas dari aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan
perlindungan yang mungkin diawali, dari yang fisik, seperti membangun bangunan-
bangunan yang lebih kuat, sampai dengan yang prosedural, seperti teknik-teknik
yang baku untuk menggabungkan penilaian bahaya di dalam suatu perencanaan
(Coburn, et al. 1994).

Mitigasi adalah sebuah upaya untuk melakukan perencanaan yang tepat untuk
meminimalkan dampak bencana. Mitigasi bukanlah sebuah strategi akhir, namun
diperlukan agar resiko-resiko yang ada dapat diminimalisir. Untuk itu diperlukan
berbagai bentuk pendekatan dalam menetapkan strategi mitigasi yang diperlukan.
Upaya pencegahan (prevention) terhadap munculnya dampak adalah perlakuan
utama. Menurut Paripurno (2008), untuk mencegah banjir maka perlu mendorong
usaha masyarakat membuat sumur resapan, dan sebaliknya mencegah
penebangan hutan. Agar tidak terjadi kebocoran limbah, maka perlu disusun save
procedure dan kontrol terhadap kepatuhan perlakuan. Walaupun pencegahan
sudah dilakukan, sementara peluang adanya kejadian masih ada, maka perlu
dilakukan upaya-upaya mitigasi (mitigation), yaitu upaya-upaya untuk
meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 26
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi
bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan
oleh bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan
tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang
dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan
pengurangan resiko jangka panjang. Terdapat dua (2) bentuk mitigasi, yaitu
mitigasi struktural dan mitigasi non struktural. Mitigasi struktural dilakukan untuk
memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti
membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta
memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor,
penahan dinding pantai, dan lain-lain. Mitigasi non struktural berupa penyusunan
peraturan, pengelolaan tata ruang, pelatihan perencanaan tata ruang wilayah, serta
upaya memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.

2.3 Metode Pelaksanaan Pekerjaan

Metode pelaksanaan Pekerjaan Pekerjaan Pekerjaan Pendataan Rumah Korban


Bencana Kejadian Sebelumnya yang Belum Tertangani di Kabupaten Banjar Provinsi
Kalimantan Selatan dari awal hingga penyelesaian secara sistematis direncanakan
sebagaimana bagan alir pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1
Bagan Alir Metode Pelaksanaan Pekerjaan
PERSIAPAN SURVEY DAN KOMPILASI DATA LAPORAN AKHIR

Pendataan Rumah Korban Bencana


Kejadian Sebelumnya Yang Belum Survey
Tertangani

Sekunder Primer

Persiapan Persiapan Tim Penyusunan Kajian Literatur


Administrasi dan Peralatan Rencana Kerja & Data Awal Data Aspek
Data Aspek Mikro
Makro

Penyusunan Draft
Laporan Akhir

Penyusunan Draft Laporan


Pendahuluan

Data dan Informasi


RUTENA Laporan
Pembahasan
Akhir
Laporan Akhir
Pembahasan/FGD

Pendataan
(Verifikasi Lapangan)

SELESAI
Laporan Kompilasi Analisa Data
Pendahuluan Primer dan Sekunder

Data Base
Rumah Korban Bencana Kejadian
Sebelumnya Yang Belum
Tertangani Di Kabupaten Banjar
( Exel )

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 27
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

2.3.1 Metode Pengumpulan Data


Secara garis besar data yang dibutukan dalam proses pengolahan adalah data primer
dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat langsung dari sumber
pertama, baik individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian
kuisioner, atau dari lapangan seperti dari hasil observasi. Data sekunder merupakan
data primer yang diperoleh oleh pihak lain atau data primer yang telah diolah lebih
lanjut dan disajikan baik oleh pengumpulan data primer atau pihak lain yang pada
umumnya disajikan dalam bentuk tabel-tabel atau diagram. Jenis data yang akan
dikumpulkan pada Pekerjaan Pendataan Rumah Korban Bencana Kejadian Sebelumnya
yang Belum Tertangani di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan dapat
dibedakan menjadi data aspek makro dan data aspek mikro.
A. Data Aspek Makro
Data aspek makro yang dimaksud adalah data yang terkait dengan perumahan dan
kawasan permukiman. Jenis data aspek makro yang akan dikumpulkan adalah
sebagai berikut :
1. Alokasi APBD untuk urusan perumahan dan kawasan permukiman (PKP) :
a) Rencana alokasi APBD untuk urusan PKP
b) Realisasi APBD untuk urusan PKP
2. Pembangunan perumahan :
a) Data persebaran lokasi permukiman :
✓ Peta penggunaan lahan (eksisting)
✓ Peta rencana pemanfaatan ruang
b) Data perkembangan jumlah rumah
c) Isu dan permasalahan pembangunan perumahan
3. Backlog perumahan :
a) Backlog kepemilikan
b) Backlog kepenghunian
4. Kawasan RUTENA:
a) Data jumlah RUTENA
b) Data kawasan RUTENA
5. Kependudukan :
a) Jumlah dan kepadatan penduduk

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 28
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

b) Laju pertumbuhan penduduk


c) Jumlah Rumah Tangga/KK
d) Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur, dll

B. Data Aspek Mikro


Data aspek mikro yang dimaksud adalah data yang terkait dengan kondisi
bangunan/rumah penduduk yang ditinjau dari beberapa aspek. Data aspek mikro
ini mencakup :
1. Data identitas penghuni
a) Data pribadi pemilik rumah
✓ Nama
✓ Usia
✓ Jenis kelamin
✓ Pendidikan terakhir
✓ Alamat lengkap
✓ Nomor identitas
✓ Jumlah KK dalam 1 rumah
b) Data sosial ekonomi
✓ Pekerjaan utama
✓ Penghasilan/pengeluaran per bulan
c) Data kepemilikan rumah dan tanah
✓ Status kepemilikan rumah dan tanah
✓ Keberadaan aset rumah dan tanah ditempat lain
d) Bantuan perumahan yang pernah didapat
e) Jenis kawasan lokasi yang ditempati
2. Data kondisi fisik rumah yang ditinjau dari :
a) Aspek keselamatan
✓ Keberadaan pondasi
✓ Kondisi kolom dan balok
✓ Kondisi konstruksi atap
b) Aspek kesehatan
✓ Keberadaan jendela/lubang cahaya

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 29
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

✓ Keberadaan ventilasi
✓ Kepemilikan kamar mandi dan jamban
✓ Jarak sumber air minum ke TPA tinja
✓ Sumber air minum
✓ Sumber listrik
c) Aspek persyaratan luas dan kebutuhan ruang
✓ Luas rumah
✓ Jumlah penghuni
d) Aspek komponen bahan bangunan dengan konteks lokal
✓ Bahan material atap terluas
✓ Kondisi atap
✓ Bahan material dinding terluas
✓ Kondisi dinding
✓ Bahan material lantai terluas
✓ Kondisi lantai

Untuk data kondisi fisik rumah, mengapa di perlukan karena, dalam pendataan
RUTENA ini sangat memungkinkan dilakukannya relokasi penduduk, maka kondisi fisik
rumah sangat di perlukan, untuk menyesuaikan kebutuhan ruang dan kebutuhan luas
tanah yang di perlukan bagi masyarakat yang kemungkinan akan di relokasi ke tempat
yang cukup aman dari bahaya bencana.

2.3.2 Sumber Data


Sumber data yang dimaksud ini adalah lokasi peroleh data. Berdasarkan jenis datanya,
sumber data dapat diklasifikasikan menjadi sumber data primer dan sumber data
sekunder. Sumber data primer merupakan sumber data pertama baik, baik individu
atau dari lapangan seperti dari hasil observasi. Sumber data primer dalam pekerjaan ini
adalah unit-unit bangunan/rumah yang ada di wilayah studi (Kabupaten Banjar Provinsi
Kalimantan Selatan). Data sekunder pada umumnya bersumber dari data primer yang
telah diolah dan dituangkan dalam bentuk dokumentasi (catatan, laporan, dll.). Data
sekunder dalam pekerjaan ini bersumber dari laporan-laporan yang telah disusun oleh
Perangkat Daerah atau instansi lainnya. Data sekunder dapat diperoleh dari beberapa
laporan atau dokumen sebagai berikut :

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 30
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

1. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten


Banjar Provinsi Kalimantan Selatan;
2. Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Banjar Provinsi
Kalimantan Selatan;
3. Dokumen Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perumahan dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan;
4. Dokumen Rencana Kerja (RENJA) Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan;
5. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kabupaten Banjar
Provinsi Kalimantan Selatan;
6. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Perumahan dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan;
7. Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banjar Provinsi
Kalimantan Selatan;
8. Dokumen Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
9. Surat Keputusan Walikota tentang Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan
Permukiman (Pokja PKP) Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan;
10. Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan Dalam Angka;
11. Kecamatan Dalam Angka
12. Profil/Monografi Desa/Kelurahan
13. Profile kawasan bencana alam Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan;

2.3.3 Metoda Pengumpulan Data


Dengan melihat jenis dan sumber data yang akan dikumpulkan, maka metode
pengumpulan data yang akan digunakan adalah metode survey instansional, dan
metode pendataan.
A. Survey Instansional
Kegiatan survey instansional merupakan kegiatan pengumpulan data sekunder
pada instansi terkait, untuk mendapatkan data dalam bentuk softcopy atau
hardcopy yang relevan dengan pekerjaan. Instansi yang akan dituju untuk kegiatan
pengumpuolan data ini antara lain :
1. Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Banjar;

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 31
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

2. Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Banjar;


3. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Banjar
4. Kantor Desa/Kelurahan
5. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Banjar

B. Pendataan
Metode pendataan ini digunakan untuk pengumpulan data mikro, yaitu data
RUTENA. Pendataan ini dilakukan pada unit-unit rumah yang diduga menjadi
Rumah Terdampak Bencana (RUTENA), berdasarkan informasi awal RUTENA baik
dari hasil observasi lapang, maupun informasi yang diperoleh dari tingkat
desa/kelurahan. Data awal tersebut selanjutnya diverifikasi lapang oleh tim dengan
cara mengisi kusioner pendataan dan dilengkapi dengan dokumentasi unit-unit
bangunan rumah. Data kuisioner yang telah terisi tersebut selanjutnya akan
direkapitulasi dan kemudian dimasukkan database dalam format excel. Bagan alir
proses pendataan untuk pekerjaan ini secara terstruktur dapat dilihat pada
Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Bagan Alir Proses Pendataan


Pekerjaan Pendataan Rumah Korban Bencana Kejadian Sebelumnya yang Belum
Tertangani di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan

Survey

Sekunder Primer

Data dan Informasi


RUTENA

Pendataan
(Verifikasi Lapangan)

Isian Kuitsioner
Dokumentasi
Pendataan

Rekapitulasi dan Input


Database

Database RUTENA
Format Exel

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 32
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

Bentuk kuisioner Pekerjaan Pendataan Rumah Korban Bencana Kejadian


Sebelumnya yang Belum Tertangani di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan
Selatan – Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan – Kementerian Umum dan
Perumahan Rakyat sebagaimana Gambar 3.2.

2.3.4 Desain Survey


Desain survey merupakan pedoman dan acuan yang digunakan dalam proses
pengumpulan data secara keseluruhan. Pada Pekerjaan Pekerjaan Pendataan Rumah
Korban Bencana Kejadian Sebelumnya yang Belum Tertangani di Kabupaten
Banjar Provinsi Kalimantan Selatan ini, desain survey disusun secara rinci, dimana
pada masing-masing jenis data dijelaskan teknik pengumpulan datanya, baik metode
dan teknik yang digunakan, dan sumber data atau lokasi yang menjadi sumber data.

2.3.5 Metode Pengolahan Data


A. Penyusunan Database
Kuisioner Pendataan Rumah Tidak Layak Huni yang telah diisi selanjutnya
dimasukkan dalam database dalam format file microsoft excel, yang mencakup
informasi kecamatan, kelurahan, nama pemilik, alamat, lokasi koordinat, serta
kriteria tidak layak huni berdasarkan hasil pengamatan visual.

B. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif ini sifatnya memberikan deskripsi/uraian dari hasil data yang
dikumpulkan, sehingga memberikan arti dan pemahaman yang lebih mendalam
dari data yang telah dikumpulkan. Analisis deskriptif ini dilakukan pada data aspek
makro. Output yang dihasilkan dari analisis deskriptif ini antara lain :
1. Persentase APBD untuk urusan Perumahan dan Permukiman
2. Bentuk dan pola permukiman
3. Gambaran perkembangan pembangunan perumahan
4. Gambaran isu dan permasalahan pembangunan perumahan
5. Kondisi backlog perumahan
6. Gambaran kondisi kependudukan

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 33
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN

2.21 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan


1. Umum
Dalam setiap pelaksanaan pekerjaan pelaksana pekerjaan menyusun suatu
jadwal/rencana kerja yang akan diterapkan dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut,
maka dalam hal ini kami sebagai penyedia jasa layanan konsultansi mencoba
menguraikan rencana jadwal pelaksanaan pekerjaan sehingga dalam pelaksanaan
pekerjaan dapat berjalan dengan baik dan terorganisasi, baik konsultasi antara tenaga
ahli maupun antara tenaga ahli dan pemberi pekerjaan.

Kami selaku konsultan yang berminat untuk melaksanakan Pekerjaan Pendataan


Rumah Korban Bencana Kejadian Sebelumnya yang Belum Tertangani di Kabupaten
Banjar Provinsi Kalimantan Selatan Dalam menjawab hal tersebut kami akan mencoba
menjelaskan dan mennguraikan rencana jadwal pelaksanaan pekerjaan yang akan
diterapkan didalam pelaksanaannya sehingga dalam pelaksanaannya tidak akan terjadi
tumpang tindih. Dengan tersusunnya rencana pelaksanaan pekerjaan tersebut
diharapkan semua tahapan pekerjaan dapat di implementasikan kedalam pekerjaan
yang akan dilaksanakan.

2. Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan


Untuk menunjang dan mendukung kelancaran dalam proses penyelesaian setiap
tahapan pekerjaan kami sebagai konsultan penyedia jasa layanan akan memberikan
semua kemampuan yang dimiliki dengan didukung oleh tenaga ahli yang kami
sediakan sesuai dengan bidang serta keahlian yang dimiliki serta sesuai dengan
kerangka acuan kerja (KAK) yang telah disusun oleh pengguna jasa, disamping itu
untuk menghasilkan pekerjaan yang diinginkan oleh pihak pemberi pekerjaan kami
menyusun program rencana pelaksanaan pekerjaan sehinga dalam pelaksanaannya
tidak akan menyimpang dari apa yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga
dengan perancangan program rencana kerja tersebut semua pekerjaan akan
terselesaikan dengan sangat baik. Untuk lebih jelasnya mengenai rencana pelaksanaan
pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut. Dengan tersusunnya rencana kerja tersebut

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 34
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

diatas kami selaku penyedia layanan jasa konsultansi yang sangat berminat dalam
dalam melaksanakan Pekerjaan Pendataan Rumah Korban Bencana Kejadian
Sebelumnya yang Belum Tertangani di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan,
berharap dapat menyajikan atau mengahasilkan suatu pekerjaan yang baik dan
bermanfaat bagi penyelenggaraan pembangunan di Kabupaten Tanah Laut. Untuk
Jadwal pelaksanaan dapat di lihat pada Tabel 2.2

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 35
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

Tabel 2.2
Jadwal Pekerjaan Pendataan Rumah Korban Bencana Kejadian Sebelumnya yang Belum Tertangani di Kabupaten Banjar Provinsi
Kalimantan Selatan

Waktu Pelaksanaan
No Uraian BULAN Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
I Tahap Persiapan
1 Sosialisasi Penyusunan Pendataan Rumah Terdampak Bencana (RUTENA)
2 Konsolidasi dengan PEMKAB Banjar Provinsi Kalimantan Selatan
3 Persiapan dan Pemantapan Rencana Kerja
4 Penyusunan Desain Survey dan Format Kegiatan
5 Penyiapan Data Profile Permukiman Terdampak Bencana
6 Overview Kebijakan Daerah
7 Pembahasan Laporan Pendahuluan
II Tahap Verifikasi Lokasi Serta Perumusan Konsep dan Strategi
1 Verifikasi Lokasi Rumah Terdampak Bencana (RUTENA)
2 Survey dan Pengolahan data Rumah Terdampak Bencana (RUTENA)
3 Verifikasi dan Pemutahiran data Rumah Terdampak Bencana (RUTENA)
III Tahap Perumusan Rencana Rancangan Penanganan
1 Analisis Penilaian berdasarkan Indikator dan Parameter Kekumuhan
2 Analisis Kebutuhan dan Penigkatan Kualitas Permukiman Kumuh
3 Analisis penanganan
4 Data Base Rumah Terdampak Bencana (RUTENA)
5 Penentuan Prioritas Penanganan Rumah Terdampak Bencana (RUTENA)
6 Pembahasan Laporan Akhir
IV Pelaporan
1 Laporan pendahuluan
2 Laporan Akhir

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 36
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

KOMPOSISI TIM

Dalam rangka mendukung pelaksanan Pekerjaan Pendataan Rumah Korban Bencana


Kejadian Sebelumnya yang Belum Tertangani di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan
Selatan, untuk menghasilkan pekerjaan yang baik dan sempurna serta hasil yang
maksimal, maka perlu didukung tenaga ahli yang professional dalam melaksanakan
pekerjaan tersebut, sesuai dengan bidang keahlian yang dibutuhkan untuk
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan apa yang terdapat dalam Kerangka Acuan
Kerja.

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 37
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

Tabel 2.3 Komposisi Tim dan Penugasan Daftar Personil


TENAGA AHLI

Jumlah
Tenaga Ahli Lingkup Orang
Nama Personil Perusahaan Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Lokal/ Asing Kegiatan Bulan/
OB
Rudi Ginanjar, ST CV. WIMA Tenaga Ahli Teknik Sipil Team Leader 1. Mengkoordinasi dan mengarahkan seluruh 2,0
Lokal Tim dalam melaksanakan tugasnya
masing-masing dari tahap persiapan
sampai selesainya seluruh pekerjaan
2. Mendiskusikan penjadwalan, pelaksanaan
pekerjaan serta penyelesaian masalah
yang timbul selama proses pelaksanaan
pekerjaan.
3. Mengkoordinir semua anggota tim dalam
penyelesaian pekerjaan serta
menghubungi instansi lain yang terkait
dengan pekerjaan tersebut.
4. Mempunyai inisiatif, inovatif, tanggung
jawab dan profesionalisme dalam
menyelesaikan hasil rancangan team.
5. Mempunyai tanggung jawab langsung atas
penyusunan dan terjaminnya
penyampaian seluruh laporan.
6. Bekerjasama dengan personil engineer
lainnya baik dalam penentuan suatu hasil
analisis yang membutuhkan multi-disiplin
maupun yang membuat pertimbangan

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 38
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

TENAGA AHLI

Jumlah
Tenaga Ahli Lingkup Orang
Nama Personil Perusahaan Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Lokal/ Asing Kegiatan Bulan/
OB
bidang highway engineering.
7. Memberikan petunjuk teknis kepada team
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
pekerjaan jalan.

TENAGA PENDUKUNG

Jumlah
Tenaga Ahli Lingkup Orang
Nama Personil Perusahaan Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Lokal/ Asing Kegiatan Bulan/
OB
1. Aulia CV. WIMA Tenaga Ahli STM Surveyor 1. Melaksanakan survei Primer. 2,0
2. Fauzi Lokal 2. Melaksanakan survei Sekunder.
3. Jayadi 3. Kompilasi data hasil survey
4. Junaidi
5. Nadhia
6. Norhikmah CV. WIMA Tenaga Ahli SMA Op. Membantu team leader dan tenaga ahli dalam 2,0
Lokal Komputer/Administras administrasi perencanaan / Detail Engineering
i PSU Permukiman

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 39
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

PENUGASAN TENAGA AHLI

Sebagai mana telah disusun pada bagian sebelumnya mengenai tenaga ahli yang akan
dilibatkan dalam Pekerjaan Pendataan Rumah Korban Bencana Kejadian Sebelumnya
yang Belum Tertangani di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan yaitu 1 (dua)
orang tenaga ahli dan 6 (delapan) orang tenaga pendukung, untuk menunjang
pelaksanaan pekerjaan tersebut perlu adanya suatu singkronisasi antara tenaga ahli
dan tenaga pendukung, tugas dan tanggung jawab serta jadwal penugasan tenaga ahli
dan tenaga pendukung, sehingga akan menghasilkan suatu susunan pelaksanaan
pekerjaan yang lebih terorganisasi. Untuk melaksanakan kegitan ini diperlukan jumlah
man month staf atau orang perbulan dari tenaga ahli sebanyak 2 (Dua) OB (Orang
Bulan) dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 2.4 Jumlah Orang/Bulan Tenaga Ahli yang diusulkan


Orang/
No Posisi Penugasan Volume Ket
Bulan
A Tenaga Ahli
1 Rudi Ginanjar, ST Team Leader 1 2

Untuk mendukung tugas dan tanggung jawab tenaga ahli dalam melaksanakan
kegiatan ini, konsultan juga akan dibantu oleh tenaga pendukung yang berpengalaman
pada pekerjaan dimaksud, dengan demikian hasil pekerjaan akan menjadi lebih
optimal.

Tabel 2.5 Jumlah Orang/Bulan Tenaga Pendukung yang diusulkan


Orang/
No Posisi Penugasan Volume Ket
Bulan
B Tenaga Pendukung
1 Aulia Surveyor 1 2
2 Fauzi Surveyor 1 2
3 Jayadi Surveyor 1 2
4 Junaidi Surveyor 1 2
5 Nadhia Surveyor 1 2
6 Norhikmah Operator Komputer 1 2
Dalam pelaksanaan pekerjaan, Konsultan menguraikan rencana jadwal penugasan
tenaga ahli tersebut dalam bentuk Orang Bulan/OB (Bart Chart) dan untuk lebih

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 40
CV. WIJAYA MANDIRI
Planning – Mapping – Design – Event Organizing - Management

jelasnya mengenai rencana jadwal penugasan tenaga ahli dalam pelaksanaan Jasa
Konsultansi Pekerjaan Pendataan Rumah Korban Bencana Kejadian Sebelumnya yang
Belum Tertangani di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan, dapat dilihat pada
dibawah, dimana pada jadwal penugasan tenaga ahli disertakan nama serta posisi
yang diusulkan.

Tabel 2.6 Jadwal Penugasan Tenaga Ahli

Orang/
No Posisi Penugasan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 2 Minggu 3 Ket
Bulan
A Tenaga Ahli
1 Rudi Ginanjar, ST Team Leader
B Tenaga Pendukung
1 Aulia Surveyor
2 Fauzi Surveyor
3 Jayadi Surveyor
4 Junaidi Surveyor
5 Nadhia Surveyor
6 Norhikmah Operator Komputer

BAB II. PENDEKATAN & METODOLOGI


II - 41

Anda mungkin juga menyukai